Anda di halaman 1dari 3

BANTUAN MAKANAN DARURAT

Upaya penanganan gizi dalam situasi darurat merupakan rangkaian


kegiatan yang dimulai sejak sebelum terjadinya bencana,pada situasi bencana
yang meliputi tahap tanggap darurat awal,tahap tanggap daruat lanjut dan pasca
bencana. Kegiatan penanganan gizi pada tahap tanggap darurat awal adalah
kegiatan pemeberian makanan agar pengungsi tidak lapar dan tetap
mempertahankan status gizinya.

Kegiatan penanganan gizi pada situasi bencana perlu dikoordinasikan agar


efektif dan efesien, antara lain sebagai berikut :

1. Pengitungan kebutuhan ransum


2. Penyusunan menu 2100 kkal,50 g protein dan 40 gr lemak
3. Penyusunan menu untuk kelompok rentan
4. Pendamping penyelenggaraan makanan sejak dari persiapan sampai
pendistribusian
5. Pengawasan logistik bantuan bahan makanan ,termasuk bantuan susu
formula bayi.
6. Suplementasi zat gizi mikro (kapsul vitamin A untuk balita dan tablet besi
untuk ibu hamil)

A. BENTUK MAKANAN UNTUK KEADAAN DARURAT


Pada fase penyelenggaraan makanan bagi korban bencana
mempertimbangkan hasil analisis RHA dan standar ransum.
Ransum adalah bantuan bahan makanan yang memastikan korban bencana
mendapatkan asupan energi,protein dan lemak untuk memperthanakan
kehidupan dan beraktivitas
Ransum dibedakan dalam bentuk kering(Dry ration) dan basah ( wet
ration). Dalam perhitungan ransum basah diproritaskan penggunaaan
garam beryodium dan minyak goreng yang difortifikasi dengan vitamin A
Contoh standar ransum pada fase 1tahap tanggap darurat bencana :

BAHAN KEBUTUHAN URT


MAKANAN ORANG/HARI

Biskuit 100 10-12 bh

Mie instan 320 3 gls ( 4bks)

Sereal (instan) 50 5 sdm ( 2 sachet)

Blendeed food (MP- 50 10 sdm


ASI)

Susu unttuk anak 40 8 sdm


balita (1-5 tahun)

Energi(kkal) 2.138

Protein (g) 53

Lemak (g) 40

B. KARAKTERISTIK MAKANAN UNTUK KEADAAN DARURAT


1. Standar makanan minimal mengandung 1500-1800 kkal sehari, dan
minimal harus ada kebutuhan air bersih 2L/orang, dipilih makanan
sumber hidrat arang dalam jumlah cukup besar,cepat dipersiapkan
serta mudah didapat.
2. Menu sederhana, disesuaikan dengan bantuan pangan yang
teersedia dan memperhitungkan kecukupan gizi masyarakat
golongan rawan, setidaknya susu untuk anak balita
3. Frekuensi makan berkisar antara 2-3 kali sehari ata tanpa makanan
selingan
4. Waktu penyelenggaraan bervariasi satu mingu hingga 3 bulan
5. Jumlah klien yang dilayani sering berubah karena pendekatanya
dan mekanismenya belum lancar
6. Perlu tenaga kerja yang cakap dan berpengalaman dalam
mengelola banyak makanan
7. Sistem tiket untuk pendistribusian makanan matang.

Anda mungkin juga menyukai