Penilaian dan pengawasan proses penyelenggaraan makanan terbagi kedalam penyelenggaraan makanan untuk kondisi
darurat. Penyelenggaraan makanan darurat dipersiapkan pada waktu terjadi keadaan darurat yang ditetapkan oleh kepala
wilayah setempat menurut ketentuan yang telah ditetapkan. Pada dasarnya, penyediaan makanan darurat sifatnya sementara
dalam waktu yang relatif singkat (1-3 hari). Jenis makanan yang disediakan awalnya berupa makanan matang, selanjutnya
bahan makanan mentah, sampai dinyatakan keadaan membaik.
Prinsip penyelenggaraan makanan darurat adalah sebagai berikut :
01. 02.
Tersedia air yang cukup Standar makanan minimal
mengandung 1500 – 1800
05. kkal sehari.
1 2
Perencanaan Pengorganisasi
(planning) an (organizing)
3 4
Pengarahan Pengevaluasian
(directing) (evaluating)
Dalam proses penyelenggaraan makanan situasi darurat bencana, ada beberapa hal yang memerlukan
monitoring dan tindak lanjut, yaitu:
1. Penyelenggaraan makanan dan pemberian makanan perlu memperhatikan faktor
kebiasaan makan dan pola pengolahan makanan masyarakat di wilayah bencana,
ketersediaan bahan pangan dan sarana prasarana untuk penyelenggaraan makanan.
2. Pengawasan atau monitoring proses pendistribusian bantuan dan pendistribusian
makanan perlu dilakukan pada komunitas sampai tingkat rumah tangga.
3. Pelayanan makanan dalam situasi darurat terutama pada kelompok rentan, selain
memastikan bahwa makanan sampai pada individu yang dituju, juga perlu diawasi
apakah makanan tersebut dapat dikonsumsi dan apabila perlu dilakukan tindak lanjut
untuk memastikan tercapainya tujuan dari pemberian makanan. Kelompok rentan
membutuhkan perhatian khusus dalam pemberian makan pada situasi darurat yang
sesuai dengan kebutuhan mereka masing-masing dan berbeda dengan golongan umum
lainnya.
4. Pemahaman korban bencana tentang kebutuhan makanan dan cara memperolehnya,
serta kesadaran masyarakat tentang kewaspadaan paska bencana untuk mencegah
masalah gizi yang muncul kemudian.
5. Perlu pengawasan terhadap bantuan pangan termasuk susu formula dan makanan bayi
pabrikan.
Selain monitoring yang perlu diperhatikan, ternyata dalam penyelenggaraan makanan darurat sering ditemukan
beberapa masalah atau hambatan atau keterbatasan, antara lain:
1 2
3 4
Hambatan dalam distribusi
makanan Hambatan lain-lain
Dari hasil evaluasi diatas ada beberapa alternatif pemecahan masalah yang perlu dilakukan:
1. Perlu ditempatkan sumberdaya manusia kesehatan disetiap instansi penanggulangan bencana serta melakukan koordinasi
dengan dinas kesehatan.
2. Pendidikan gizi pada masa kondisi kedaruratan bencana tidak dapat dilakukan, sehingga untuk mengatasinya perlu
pendidikan gizi secara rutin pada masyarakat agar selalu siap dalam menghadapi bencana.
3. Penyediaan makanan harus direncanakan dan diperkirakan dengan baik supaya makanan yang diberikan sesuai dengan
kebutuhan gizi menurut kelompok umur.
4. Distribusi makanan hendaknya berdasarkan stok logistik dan jumlah masyarakat yang mengungsi.
5. Penanganan bayi dan balita pada saat kondisi bencana perlu mendapat perhatian khusus. Perlu konselor pemberian
makanan bayi dan anak untuk mendampingi ibu dan anak pada saat kondisi bencana.
PENILAIAN PADA SETIAP TAHAPAN BENCANA
Penilaian pada setiap Tahapan Bencana dapat dilihat pada posisi wilayah Indonesia, secara geografis dan
demografis rawan terjadinya. Namun demikian, dampak yang lebih mendasar adalah timbulnya permasalahan
kesehatan dan gizi pada kelompok masyarakat korban bencana akibat rusaknya sarana pelayanan kesehatan,
terputusnya jalur distribusi pangan, rusaknya sarana air bersih dan sanitasi lingkungan yang buruk. Masalah gizi
yang bisa timbul adalah kurang gizi pada bayi dan balita, bayi tidak mendapatkan Air Susu Ibu (ASI) karena
terpisah dari ibunya dan semakin memburuknya status gizi kelompok masyarakat. bantuan makanan yang sering
terlambat, tidak berkesinambungan dan terbatasnya ketersediaan pangan lokal dapat memperburuk kondisi yang
ada
pada situasi bencana yang meliputi tahap tanggap darurat awal, tahap tanggap darurat lanjut dan pasca bencana.
Kegiatan penanganan gizi pada tahap tanggap darurat awal adalah kegiatan pemberian makanan agar pengungsi
tidak lapar dan dapat mempertahankan status gizinya, sementara penanganan kegiatan gizi pada tahap tanggap
darurat lanjut adalah untuk menanggulangi masalah gizi melalui intervensi sesuai masalah gizi yang ada. Dalam
rangka pelaksanaan kegiatan tersebut perlu memaksimalkan pemanfaatan anggaran operasional penanggulangan
bencana Kementerian Kesehatan.
Untuk mempertahankan kehidupan ketika terjadi bencana alam ada empat
hal yang harus tersedia yaitu
1 2
Ketersediaan makanan/bahan
makanan yang dapat
Ketersediaan air minum/air bersih.
memenuhi kebutuhan energi,
protein dan zat gizi lainnya.
3 4
Tersedianya fasilitas untuk Kondisi lingkungan yang
mandi, cuci, kakus. memungkinkan untuk dapat
beraktifitas secara fisik.
Pada tabel berikut adalah kebutuhan air bersih untuk berbagai keperluan selama keadaan darurat bencana.
Water Requirements For Health Facilities(Kebutuhan Air Untuk Fasilitas Kesehatan)
Fase I Tanggap Darurat Awal antara lain ditandai dengan kondisi sebagai berikut: korban bencana bias
dalam pengungsian atau belum dalam pengungsian, petugas belum sempat mengidentifikasi korban secara
lengkap, bantuan pangan sudah mulai berdatangan dan adanya penyelenggaraan dapur umum jika
diperlukan.
3. Transisi Darurat
Transisi darurat adalah suatu keadaan sebelum dilakukan rehabilitasi
dan rekonstruksi. Kegiatan penanganan gizi pada situasi transisi darurat
disesusaikan dengan situasi dan kondisi yang ada, dapat dilaksanakan
kegiatan gizi seperti pada tanggap darurat.
Kualitas Dan Keamanan Pangan Dalam Penanggulangan Bencana Di
Daerah Tanggap Darurat
Pangan yang dibagikan kepada masyarakat korban bencana bermutu baik dan di tangani secara aman sehingga layak dikonsumsi manusia.Tolak ukur Kunci :
2.Tidak ada keluhan mengenai mutu bahan 4. Seluruh bahan pangan yang dipasok ke lokasi
pangan yang dibagikan, baik dari penerima secara sistimatis di cek lebih dulu oleh Badan
bantuan maupun dari petugas. Pengawasan Obat dan Makanan (POM) setempat
Lanjutan…
5. Seluruh bahan–bahan pangan yang diterima dari dalam negeri memiliki batas
kadaluarsa minimum hingga 6 bulan sudah diterima (Kecuali bahan–bahan seperti
sayur–sayur dan buah–buahan segar, dan jagung pipilan). Semua bahan makanan ini
harus sudah dibagikan sebelum lewat tanggal kadaluarsa.