Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Posisi wilayah Indonesia, secara geografis dan demografis rawan


terjadinya bencana alam dan non alam seperti gempa tektonik, tsunami, banjir
dan angin puting beliung. Bencana non alam akibat ulah manusia yang tidak
mengelola alam dengan baik dapat mengakibatkan timbulnya bencana alam,
seperti tanah longsor, banjir bandang, kebakaran hutan dan kekeringan. Selain
itu, keragaman sosio-kultur masyarakat Indonesia juga berpotensi
menimbulkan gesekan sosial yang dapat berakibat terjadi konflik sosial.

Berdasarkan data Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan,


Kementerian Kesehatan RI, pada tahun 2011 tercatat 211 kali kejadian bencana
dengan korban meninggal sebanyak 5.5.2 orang, luka berat/rawat inap
sebanyak 1.5.7.1 orang, luka ringan/rawat jalan 12.39.6 orang, korban hilang
264 orang dan mengakibatkan 144.604 orang mengungsi. Dampak akibat
bencana secara fisik umumnya adalah rusaknya berbagai sarana dan prasarana
fisik seperti permukiman, bangunan fasilitas pelayanan umum dan sarana
transportasi serta fasilitas umum lainnya. Namun demikian, dampak yang lebih
mendasar adalah timbulnya permasalahan kesehatan dan gizi pada kelompok
masyarakat korban bencana akibat rusaknya sarana pelayanan kesehatan,
terputusnya jalur distribusi pangan, rusaknya sarana air bersih dan sanitasi
lingkungan yang buruk. Masalah lain yang seringkali muncul adalah adanya
bantuan pangan dari dalam dan luar negeri yang mendekati atau melewati masa
kadaluarsa, tidak disertai label yang jelas, tidak ada keterangan halal.

Dalam pelaksanaannya, upaya penanganan gizi dalam situasi bencana


merupakan rangkaian kegiatan yang dimulai sejak sebelum terjadinya bencana
(pra bencana), pada situasi bencana yang meliputi tahap tanggap darurat awal,
tahap tanggap darurat lanjut dan pasca bencana. Kegiatan penanganan gizi pada
tahap tanggap darurat awal adalah kegiatan pemberian makanan agar
pengungsi tidak lapar dan dapat mempertahankan status gizinya, sementara
penanganan kegiatan gizi pada tahap tanggap darurat lanjut adalah untuk

1
menanggulangi masalah gizi melalui intervensi sesuai masalah gizi yang ada.
Dalam rangka pelaksanaan kegiatan tersebut di atas perlu memaksimalkan
pemanfaatan anggaran operasional penanggulangan bencana Kementerian
Kesehatan.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan penyelenggaraan pangan darurat?


2. Bagaimana karakteristik Pangan Darurat?
3. Bagaimana sistem penyelenggaraan pangan darurat?
4. Bagaimana proses penyelenggaraan pangan darurat?
5. Apa saja produk pangan darurat inovasi baru?
6. Apa saja bahan baku dan ciri khas pangan darurat inovasi baru?
7. Bagaimana komposisi nilai gizi pangan darurat inovasi baru?
8. Apa saja kelebihan dari pangan darurat inovasi baru?
9. Bagaimana analisis penulis antara pangan darurat inovasi 1 dengan pangan
darurat inovasi 2?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Petugas memahami kegiatan gizi dalam penanggulangan bencana tanggap


darurat dan pasca bencana secara cepat dan tepat untuk mencegah terjadinya
penurunan status gizi korban bencana.

2. Tujuan Khusus
a. Petugas memahami kegiatan penanganan gizi pada pra bencana
b. Petugas memahami pengelolaan penyelenggaraan makanan pada situasi
bencana
c. Petugas mampu menganalisis data hasil Rapid Health Assessment (RHA)
kejadian bencana
d. Petugas mampu menganalisis data status gizi balita dan ibu hamil korban
bencana.
e. Petugas mampu melaksanakan pemantauan dan evaluasi pasca bencana

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Penyelenggaraan Pangan Darurat

Penyelenggaraan makanan darurat merupakan peyelenggaraan makanan yang


dipersiapkan pada waktu terjadi keadaan darurat yang ditetapkan oleh Kepala
Wilayah setempat. Sesuai dengan ketentuan yan telah ditetapkan, pada dasarnya
penyediaan makanan darurat sifatnya sementara dan dalam waktu yang relatif singkat
(1 3 hari).

Macam makanan mula-mula makanan matang, selanjutnya makanan mentah


sampai dinyatakan keadaan membaik. Prinsip dasar penyediaan makanan matang apa
bila bencana terjadi memusnahkan sebagian besar perlindungan dan peralatan
penduduk, sehingga massyarakat tidak mungkin untuk menyelenggarakan
makanannya sendiri.

Tugas penyediaan makanan dilakukan oleh team yang dibentuk oleh Kepala
Wilayah atau Camat/Bupati yang bertindak sebagai koordinator pelaksanaan
penanggulangan bencana alam, yang dipusatkan pada pos komando yang ditetapkan.
Prosedur penanggulangan bencana alam ini dilaksanakan sesuai dengan ketetapan
yang telah diputuskan pemerintah tentang Penanggulangan Bencana Alam.

2.2 Karakteristik Makanan Darurat

1. Standar makanan minimal mengandung 1500-1800 kkal sehari, dan minimal


harus ada kebutuhan air bersih 2L/org. Dipilih makanan sumber hidrat arang
dalam jumlah cukup besar, cepat dipersiapkan serta mudah didapat.
2. Menu sederhana, disesuaikan dengan bantuan pangan yang tersedia dan
memperhitungkan kecukupan gizi masyarakat golongan rawan, setidaknya susu
untuk anak balita.
3. Frekuensi makan berkisar antara 2- 3 kali sehari, atau tanpa makanan selingan.
4. Waktu penyelenggaraan bervariasi satu minggu hingga 3 bulan
5. Jumlah klien yang dilayani sering berubah karena pendekatanya dan
mekanismenya belum lancar.

3
6. Perlu tenaga kerja yang cakap dan berpengalaman dalam mengelola makanan
banyak
7. Sistem tiket untuk perdistribusian makanan matang

2.3 Sistem Penyelenggaraan Pangan Darurat

System penyelenggaraan pangan dalam keadaan darurat meliputi :

1. Penyediaan makanan sesuai dengan konsep kecukupan gizi ragam bahan pangan
bagi golongan usia tertentu.
2. Penerimanaan makanan dari konsumen baik berdasarkan nilai-nilai agama dan
social budaya yang dianutnya.
3. Memiliki cita rasa yang tinggi.
4. Diproses dengan memenuhi standar kesehatan makanan dan sanitasi hygiene
makanan yang layak.
5. Harga makanan terjangkau.

2.4 Proses Penyelenggaraan Pangan Darurat

Proses rancangan kegiatan penyelenggaraan pangan darurat meliputi kegiatan


perancangan menu, proses produksi, hingga pendistribusian makanan kepada
konsumen dalam rangka pencapaian status gizi yang optimal melalui pemberian
makanan yang tepat dan termasuk kegiatan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi yang
bertujuan untuk mencapai status kesehatan yang optimal melalui pembarian makanan
yang tepat.

4
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Nama Prodak Pangan Darurat

Beberapa produk pangan dalam keadaan darurat adalah :

1. Food bar
2. Sup instan.
3.2 Bahan Baku Dan Ciri Khas Pangan Darurat (Khas Lokal)

Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan food bar ini berasal dari tepung
bekatul dan tepung jagung. Bekatul dan jagung dipilih karena selama ini pemanfaatan
bekatul masih terbatas untuk pangan, padahal kandungan gizinya dapat dimanfaatkan
dalam mengembangkan suatu produk food bar. Sementara itu jagung dipilih karena
jagung merupakan penyumbang terbesar kedua setelah padi dalam subsector
tanaman pangan. Pemilihan jagung sebagai bahan baku alternatif dalam pembuatan
food bar sejalan dengan program pemerintah diversifikasi pangan. Tepung jagung
merupakan butiran-butiran halus yang berasal dari jagung kering yang digiling.
Tepung jagung dapat digunakan sebagai alternative tepung terigu untuk membuat
beraneka ragam makanan. Disamping itu tepung jagung memiliki kelebihan lebih
tahan disimpan, mudah dicampur dengan bahan lain, dapat memperkaya zat gizi,
lebih praktis dan mudah digunakan untuk proses pengolahan lanjutan.

Sedangkan sup instan merupakan varian produk instan yang terdiri dari saturan
kering, bumbu dan pelengkap lainnya (baso, sosis, atau daging giling) yang disajikan
dalam waktu 5 menit dengan hanya menambahkan air panas (suhu diatas 70C).
dengan nilai nutrisi yang sangat tinggi serta daya simpan yang lumayan lama
memungkinkan sup instan ini berpotensi untuk dijadikan sebagai pangan darurat.

3.3 Komposisi Nilai Gizi


1. Food Bar Tepung Bekatul dan Tepung Jagung
Salah satu contoh produk pangan darurat yang memiliki umur simpan yang
cukup lama adalah food bar. Food bar yang dihasilkan memiliki ukuran panjang
9 cm; lebar 6 cm dan tebal 0,7 cm dengan berat 50 gram setiap batang.

5
Selain di hasilkan dengan formulasi diatas, Food Bar ini juga dibuat dengan
beberapa kombinasi formula yaitu sebagai kelompok kontrol P0 : tepung gandum
100%, PI : tepung bekatul 10 % dan tepung jagung 90 %, P2: tepung bekatul 20
% dan tepung jagung 80 %, P3: tepung bekatul 30 % dan tepung jagung 70 %, P4:
tepung bekatul 40 % dan tepung jagung 60 %, P5: tepung bekatul 50 % dan tepung
jagung 50 %.

Kadar protein tertinggi yaitu pada sampel perlakuan P1. Sampel perlakuan P1
merupakan Food bar dengan proporsi 10% tepung bekatul dan 90% tepung
jagung. Kadar protein sampel perlakuan P1 12,71 gram, lebih besar dari pada P0
(kontrol 100% tepung gandum). Kadar protein sampel P2, P3 dan P5 lebih rendah
dari P0. Sedangkan P4 lebih tinggi dari P0. Secara keseluruhan menurut syarat
pangan darurat, semua perlakuan telah memenuhi syarat tersebut. Yaitu
kandungan protein sebesar 10 15%. Berdasarkan hasil uji statistik Kruskal
Wallis pada tingkat kepercayaan 95% (p<0,05) menunjukkan bahwa formulasi
food bar berbahan baku tepung bekatul dan tepung jagung tidak berbeda
(p=0,187) terhadap parameter mutu gizi protein.
Kadar lemak tertinggi yaitu pada sampel perlakuan P1. Sampel perlakuan P1
merupakan Food bar dengan proporsi 10% tepung bekatul dan 90% tepung

6
jagung. Kadar protein sampel perlakuan P1 18,82 gram, lebih besar dari pada P0
(kontrol 100% tepung gandum). Kadar lemak sampel P4 dan P5 lebih rendah dari
P0. Sedangkan P2 dan P3 lebih tinggi dari P0. Secara keseluruhan menurut syarat
pangan darurat, semua perlakuan tidak memenuhi syarat tersebut yaitu kandungan
lemak sebesar 35 45%. Berdasarkan hasil uji statistik Kruskal Wallis pada
tingkat kepercayaan 95% (p<0,05) menunjukkan bahwa formulasi food bar
berbahan baku tepung bekatul dan tepung jagung tidak berbeda (p = 0,852)
terhadap parameter mutu gizi lemak.
Kadar karbohidrat tertinggi yaitu pada sampel perlakuan P2. Sampel perlakuan P2
merupakan Food bar dengan proporsi 20% tepung bekatul dan 80% tepung
jagung. Kadar karbohidrat sampel perlakuan P2 63.1925 gram, lebih besar dari
pada P0 (kontrol 100% tepung gandum). Kadar karbohidrat sampel P2, P3, P4 dan
P5 lebih tinggi dari P0. Secara keseluruhan menurut syarat pangan darurat, semua
perlakuan tidak memenuhi syarat tersebut yaitu kandungan karbohidrat sebesar 40
50%. Berdasarkan hasil uji statistik Kruskal Wallis pada tingkat kepercayaan
95% (p<0,05) menunjukkan bahwa formulasi food bar berbahan baku tepung
bekatul dan tepung jagung tidak berbeda (p=0,114) terhadap parameter mutu gizi
karbohidrat. Berdasarkan jumlah energi pada setiap food bar, dapat diketahui
semua perlakuan tidak memenuhi syarat minimal pangan darurat yaitu 233 kkal.
Akan tetapi, total energi yang paling mendekati syarat energi pangan darurat
adalah P1 (tepung bekatul 10%: tepung jagung 90%).
2. Sup Instan
Sayuran merupakan bahan pangan yang kaya akan serat tetapi seringkali luput
dari perhatian tim penanggulangan bencana, hal ini karena sifatnya yang mudah
layu dan mudah rusak, maka perlunya proses pengeringan untuk menjamin tahan
lama. formulasi sayuran kering sebagai komponen dalam sup instan dianggap
cocok untuk membantu memenuhi kebutuhan serat. Dalam setiap kemasan produk
sup instan dengan netto 20 gram mengandung nutrisi 66,6% karbohidrat, 4,74%
lemak, 10,48% protein dan 8,22% serat pangan.Kadar air produk berada pada
kisaran 7 - 8% sehingga cukup aman untuk penyimpanan jangka lama.

7
3.4 Kelebihan dari Standart Yang Ada
1. Food Bar Tepung Bekatul dan Tepung Jagung
Pangan darurat atau Emergency Food Product (EFP) adalah makanan yang
memiliki energi dan densitas zat gizi yang tinggi untuk korban bencana alam yang
dapat dikonsumsi segera pada keadaan darurat. Terdapat lima karakter dari pangan
darurat, yaitu aman, rasa dapat diterima, mudah dibagikan, mudah digunakan, zat
gizi lengkap. Produk pangan darurat sebaiknya berbentuk segi empat untuk efisiensi
saat proses pembungkusan. Warna dari food bar tergantung dari bahan yang
digunakan dan proses produksi yang digunakan.
Produk pangan darurat harus memenuhi kebutuhan 2100 kkal dan dapat dibagi
dalam sembilan bar dimana setiap bar sama dengan dua porsi dan setiap porsi
menghasilkan 116 kkal. Total. berat keseluruhan (2100 kkal) kira-kira 450 gram
(50gram/bar). Kebutuhan energi 233-250 kkal didapat dari makronutrien yaitu
protein sebesar 10- 15%, lemak sebesar 35-45% dan karbohidrat sebesar 40-50%.
Salah satu contoh produk pangan darurat yang memiliki umur simpan yang cukup
lama adalah food bar.
Food bar merupakan salah satu produk pangan olahan kering berbentuk batang
yang memiliki nilai aw (water activity) rendah yang dapat menghambat pertumbuhan
mikroba sehingga memiliki umur simpan yang cukup panjang. Food bar memiliki
bentuk batang yang memudahkan dalam pengemasan dan penghematan tempat
sehingga proses pendistribusian menjadi lebih efisien. Bahan baku yang digunakan
dalam pembuatan food bar dapat berasal dari tepung bekatul dan tepung jagung.
Departemen Pertanian (2002) menyebutkan bahwa ketersediaan bekatul di indonesia
cukup banyak mencapai 4,55 juta ton setiap tahunnya. Bekatul merupakan hasil
samping proses penggilingan beras pecah kulit yang terdiri dari lapisan dalam
pembungkus pecah kulit, sebagian lembaga serta endosperm dalam jumlah sedikit.
Pemanfaatan bekatul masih terbatas sebagai pakan yang nilai ekonomisnya
rendah namun sebenarnya bekatul dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan. Hal ini
disebabkan bekatul memiliki nilai gizi yang cukup tinggi yaitu 11,8-13% protein,
10,1-13,4% lemak, 2,3-3,2% serat, dan 51,1-55% karbohidrat. Selain itu bekatul juga
kaya akan vitamin dan mineral seperti kalsium, magnesium, fosfor, seng, thiamin,

8
riboflavin, dan niasin. Dalam perekonomian nasional, jagung adalah penyumbang
terbesar kedua setelah padi dalam subsektor tanaman pangan.
Pemilihan jagung sebagai bahan baku alternatif dalam pembuatan food bar sejalan
dengan program pemerintah dalam upaya diversifikasi pangan. Menurut data Badan
Pusat Statistik (2007) menyatakan bahwa produksi jagung nasional pada tahun 2006
mencapai 11,6 juta ton. Tepung jagung merupakan butiran butiran halus yang
berasal dari jagung kering yang digiling. Tepung jagung dapat digunakan sebagai
alternatif tepung terigu untuk membuat beraneka ragam makanan. Di samping itu,
tepung jagung memiliki kelebihan lebih tahan disimpan, mudah dicampur denga
bahan lain, dapat diperkaya zat gizi, lebih praktis, dan mudah digunakan untuk proses
pengolahan lanjutan.
2. Sup Instan
Sup instan merupakan varian produk instan yang terdiri dari sayuran kering,
bumbu dan bahan pelengkap lainnya (baso, sosis atau daging giling) yang siap
disajikan dalam waktu 5 menit dengan hanya menambahkan air panas (suhu di atas
70C). Kadar air produk berada pada kisaran 7 - 8% sehingga cukup aman untuk
penyimpanan jangka lama. Berdasarkan pendugaan umur simpan menggunakan
metode Accelerated Shelf Life Testing (ASLT) dengan pendekatan persamaan
Arrhenius, produk sup instan dengan kemasan alumunium foil ketebalan 1,2 mm
memiliki daya simpan hingga 1 tahun. Dengan nilai nutrisi yang cukup tinggi serta
umur simpan yang cukup lama, sup instan berpotensi untuk dijadikan sebagai pangan
darurat.
3.5 Hasil Analisis
Dari hasil analis kedua jurnal mengenai Food Bar tepung bekatul dan tepung
jagung dan sup instan kami mendapati yang pertama Food Bar yang merupakan hasil
formulasi antara tepung bekatul dan tepung jagung ini kandungan karbohidratnya
berkisar 60,8 63,1%. Perbedaan antara P1 sampai P5 pada formulasi tidaklah
signifikan karena penggunaan tepung bekatul dan tepung jagung yang sama-sama
memiliki kandungan karbohidrat yang tinggi. Tepung jagung mengandung
karbohidrat sebesar 79,95% dan tepung bekatul mengandung karbohidrat sebesar
70,57%. Sehingga dengan proporsi tepung bekatul yang rendah dan tepung jagung
yang tinggi hasilnya hampir sama dengan proporsi tepung bekatul yang tinggi dan

9
tepung jagung yang rendah. Kadar karbohidrat tertinggi yaitu pada formulai P2.
Secara keseluruhan menurut syarat pangan darurat, semua formula tidak memenuhi
syarat tersebut, yaitu kandungan karbohidrat sebesar 40 50%. Pada pangan darurat
kandungan karbohidrat sangatlah penting untuk memenuhi kecukupan kalori terbesar
selain dari protein dan lemak. Namun berdasarkan total energi yang paling mendekati
syarat energi pangan darurat adalah P1 (tepung bekatul 10%: tepung jagung 90%).
Sedangkan pada sup instan didalamnya terdapat macam varian atau campuran
bahan-bahan lainnya yang terdiri dari syuran kering dll cukup mampu untuk dipakai
sebagai salah satu pilihan pangan darurat, disamping itu juga harus disediakan air
bersih dan air panas untuk memasaknya.

10
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Tidak ada perbedaan yang signifikan pada mutu gizi (protein, lemak, karbohidrat)
food bar berbahan baku tepung bekatul dan tepung jagung serta food bar berbahan
baku tepung gandum. Formulasi food bar berbahan baku tepung bekatul dan tepung
jagung yang tepat sesuai syarat pangan darurat dan baik daya terimanya adalah food
bar dengan proporsi tepung bekatul : tepung jagung (10:90). Dimana dalam 50
gram/batang mengandung energi 232,43 kkal, protein 6,35 gram, lemak 9,41 gram
dan karbohidrat 30,58 gram.
Sedangkan untuk sup instan memang cukup baik untuk pemenuhan kebutuhan
gizi pada darurat, terutama pemenuhan kebutuhan nutrisi, karbohidrat, lemak,
protein, dan serat. Namun melihat Pangan darurat sendiri itu dapat dikelompokkan
dalam dua bagian yaitu produk pangan yang dirancang untuk kondisi di mana air
bersih dan bahan bakar untuk memasak masih tersedia, dan produk pangan yang
dirancang untuk menghadapi situasi di mana air bersih tidak tersedia dan tidak bisa
memasak. Produk sup instan termasuk pangan darurat pada daerah terkena bencana
yang masih memiliki ketersediaan air bersih dan bahan bakar setidaknya untuk
memasak air panas.

11
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1990. Manajemen Pelayanan Gizi Institusi Dasar, Jakarta : Proyek


Pengembangan Pendidikan Gizi Pusat

Badan Litbang Pertanian, 2011. Potensi Sup Instan sebagai Alternatif Pangan Darurat.
November, pp. 16-22.

Kementerian Kesehatan Tahun 2012 Tentang Pedoman Kegiatan Gizi dalam


Penanggulangan Bencana.

Kusumastuty, I., Ningsih, L. F. & Julia, A. R., 2015. Formulation of Rice Bran Fluor and
Corn Fluor as Emergency Food Product. Indonesian Journal of Human Nutrition,
Volume 2, pp. 68 - 75.

Pedoman Kegiatan Gizi dalam Penanggulangan Situasi Bencana.Kemkes RI 2010

Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Penanggulangan


Bencana

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan

12

Anda mungkin juga menyukai