PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
mengkoordinasikan sumber daya manusia, uang, bahan, cara, pasar, alat dan
waktu yang ada untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Penyelenggaraan
makanan institusi terdiri dari dua macam yaitu yang berorientasi keuntungan dan
Pelayanan gizi rumah sakit adalah pelayanan gizi yang disesuaikan keadaan
pasien dan berdasarkan keadaan klinis, status gizi dan status metabolisme
keadaan gizi pasien, salah satunya dengan pemberian makanan yang bergizi
1
suatu penyakit. Protein memiliki beberapa fungsi yaitu sebagai pertumbuhan dan
digunakan harus sesuai dengan standar porsi masing-masing lauk hewani dan
nabati untuk memenuhi gizi pasien. Menurut Muchatob (2001), standar porsi
dapat diartikan sebagai banyaknya makanan yang disajikan dan ukuran porsi
mempertahankan kualitas suatu makanan yang dihasilkan. Hal ini tentu akan
yang ada, bisa bertambah bahkan berkurang. Bagian yang dapat dimakan
karena dengan digoreng kandungan air yang terkandung di dalam bahan makanan
menjadi berkurang.
Berdasarkan hasil pengamatan pada porsi khususnya lauk hewani dan nabati di
2
Dan Perubahan Berat Mentah Masak Pada Lauk Hewani Dan Nabati Di Instalasi
Gizi RSUD Banyumas”, sebab cara pengolahan salah satunya dengan digoreng
kandungan air yang terkandung di dalam bahan makanan berkurang. Porsi yang
tidak sesuai akan berpengaruh terhadap asupan makan pasien menjadi berkurang,
maka standar porsi untuk lauk hewani dan nabati sangat berpengaruh (Harris dan
Karmas, 1989).
B. Perumusan Masalah
yaitu, Gambaran Ketepatan Standar Porsi Dan Perubahan Berat Mentah Masak
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
mentah masak pada lauk hewani dan nabati di instalasi gizi RSUD
Banyumas
2. Tujuan Khusus
3
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
tentang gambaran ketepatan standar porsi dan perubahan berat mentah masak
ketepatan standar porsi bahan makanan lauk hewani dan nabati, dan perubahan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan evaluasi dan menambah
tentang ketepatan standar porsi, perubahan berat mentah masak pada lauk
hewani dan nabati , upaya meningkatkan citra pelayanan gizi rumah sakit.
mentah masak pada lauk hewani dan nabati di instalasi gizi RSUD Banyumas,
sebagai acuan dalam pembuatannya yaitu Gambaran berat mentah dan matang
lauk hewani di instalasi gizi RSUD Sukoharjo tahun 2009 (Tri Hastuti). Hal yang
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
disesuaikan dengan keadaan pasien berdasarkan keadaan klinis, status gizi, dan
status metabolisme tubuh. Keadaan gizi pasien sangat berpengaruh pada proses
terhadap keadaan gizi pasien. Sering terjadi kondisi pasien yang semakin buruk
karena tidak tercukupinya kebutuhan zat gizi untuk perbaikan organ tubuh. Fungsi
organ yang terganggu akan lebih memburuk dengan adanya penyakit dan
kekurangan gizi. Selain itu masalah gizi lebih dan obesitas erat hubungannya
penyembuhannya. Terapi gizi atau terapi diet adalah bagian dari perawatan
penyakit atau kondisi klinis yang harus diperhatikan agar pemberiannya tidak
Terapi gizi harus selalu disesuaikan dengan perubahan fungsi organ. Pemberian
diet pasien harus dievaluasi dan diperbaiki sesuai dengan perubahan keadaan
klinis dan hasil pemeriksaan laboratorium, baik pasien rawat inap maupun rawat
jalan. Upaya peningkatan status gizi dan kesehatan masyarakat baik di dalam
maupun di luar rumah sakit, merupakan tugas dan tanggung jawab tenaga
5
a. Tujuan Pelayanan Gizi Rumah Sakit
Tujuan umum :
Terciptanya sistem pelayanan gizi yang bermutu dan paripurna sebagai bagian
Tujuan khusus :
dikonsumsi.
keluarganya
Tujuan tersebut dapat dicapai bila tersedia tenaga pelayanan gizi yang
dilakukan.
6
4. Merancang dan mengubah preskripsi diet, dan menerapkannya mulai dari
Nomor 983 Tahun 1998 tentang Organisasi Rumah Sakit dan Peraturan
3) Penyelenggaraan Makanan
7
B. Penyelenggaaan Makanan Institusi
a. Pengertian
suatu sistem mencakup kegiatan atau sub sistem penyusunan anggaran belanja
(Depkes RI,2006).
dengan layak.
8
1) Sistem Swakelola
gizi atau unit gizi bertanggung jawab terhadap pelaksanaan seluruh kegiatan
mengelola kegiatan gizi sesuai fungsi manajemen yang dianut dan mengacu
pada Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit yang berlaku dan menerapkan
dan prasarana atau tenaga milik RS. Pada sistem diborongkan penuh,
9
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
bahwa prasyarat yang dimiliki jasa boga untuk golongan B termasuk Rumah
Sakit yaitu :
3) Sistem Kombinasi
C. Standar Makanan
Standar makanan adalah susunan macam atau contoh bahan makanan serta
makanan institusi, disesuaikan dengan dana yang tersedia dan kecukupan gizi.
Standar makanan terdiri dari standar makanan diet khusus dan non-diet. Makanan
10
1. Standar Menu
Standar menu disusun secara periodik 6 bulan sekali, yang siklus menunya
10 hari + menu 31. Menurut Moehyi (1992), menu yang dianggap lazim di
berikut:
2. Standar Porsi
Standar porsi adalah rincian macam dan jumlah bahan makanan dalam
3. Standar resep
Standar resep adalah resep yang telah dites/ dicoba berulang-ulang dinilai
11
4. Standar bumbu
dasar).
beraneka ragam, bervariasi dengan bentuk, tekstur dengan aroma yang normal.
yang mudah dikunyah, ditelan dan dicerna, makanan ini cukup kalori, protein
operasi tertentu, pasien dengan penyakit infeksi dengan kenaikan suhu tubuh
12
3) Makanan saring Makanan saring adalah makanan semi padat yang
mempunyai tekstur lebih halus dari makanan lunak, sehingga lebih mudah
mengalami operasi tertentu, pada infeksi akut termasuk infeksi saluran cerna,
saluran cerna, serta pra dan pasca bedah makanan dapat diberikan secara oral
Susut masak (SM) merupakan fungsi dari suhu dan lama pemasakan. Susut
masak dapat dipengaruhi oleh pH, panjang sarkomer serabut otot, panjang
potongan serabut otot, status kontraksi miofibril, ukuran dan berat sampel daging,
rataan susut masak pada umumnya bervariasi antara 1,5-54,5% (Bouton et al.,
1978).
Menurut Lawrie (2003), susut masak dipengaruhi oleh temperatur dan lama
pemanasan maka semakin besar kadar cairan daging yang hilang sampai men-
13
capai tingkat yang konstan. Daya mengikat air berkaitan dengan susut masak.
Aberle et al. (2001) menyebutkan bahwa daya mengikat air dari jaringan otot
mengikat air rendah, daging akan kehilangan cairan, dan sebagai akibatnya,
F. Lauk Hewani
Lauk hewani merupakan sumber protein yang kaya akan asam amino esensial,
tidak dapat disintesis dalam tubuh. Lauk hewani berfungsi untuk pertumbuhan
makanan hewani adalah daging, telur, ikan dan ayam. Daging dan telur termasuk
bahan hewani yang merupakan sumber protein kaya akan asam amino esensial.
Ayam termasuk bangsa burung atau unggas yang paling populer sekarang ini
karena harganya relatif murah, rasanya cukup lezat, serta berbagai cara
pengolahan dapat dilakukan dengan mudah dan cepat. Ikan menjadi hidangan
melimpah (Uripi, 2002). Bahan makanan hewani adalah bahan makanan yang
berupa atau berasal dari hewan atau produk-produk yang diolah dengan
keunggulan dibanding pangan nabati. Pertama, pangan hewani terasa gurih atau
enak karena mengandung protein dan lemak yang banyak. Kedua, pangan hewani
mengandung protein yang lebih berkualitas karena mudah digunakan tubuh dan
memiliki komposisi asam amino yang lengkap (Hardinsyah 2008). Ketiga, pangan
hewani mengandung berbagai zat gizi mineral yang tinggi dan mudah digunakan
14
oleh tubuh. Misalnya kalsium pada susu, zat besi, zink dan selenium yang banyak
di dalam daging, hati dan telur. Kalsium dan zink berperan dalam pertumbuhan
dan berbagai proses dalam tubuh. Zat besi bersama zat gizi lainnya berperan
belajar dan stamina atau produktivitas kerja menjadi menurun (Hardinsyah 2008).
Keempat, pangan hewani mengandung zat gizi vitamin yang unik. Misalnya
vitamin A dalam hati dan kuning telur yang mudah digunakan tubuh. Kemudian
vitamin B12 yang tidak terdapat pada pangan nabati. Vitamin B12 yang kaya
dalam pangan hewani berperan penting dalam pembentukan sel darah merah yang
enangkap oksigen bagi tubuh dan dalam pembentukan myelin syaraf (Hardinsyah
2008). Mutu protein ditentukan oleh jenis dan proporsi asam-asam amino yang
dikandungnya. Pola asam amino pada protein hewani merupakan yang terbaik
asam amino manusia. Oleh karena itu, apabila pangan hewani digunakan sebagai
nonesensial. Pangan sumber protein hewani adalah daging, ayam, ikan, telur,
15
G. Lauk Nabati
Lauk nabati merupakan bahan makanan yang bersumber dari protein nabati.
Bahan makanan ini terdiri atas golongan kacang – kacangan dan hasil olahannya,
seperti tempe dan tahu. Sumber protein nabati juga lebih murah harganya
dibandingkan dengan protein dari jenis daging (protein hewani). Kalau protein
kacangan hanya mencapai nilai kualitas setengah sempurna, bahkan banyak yang
dibandingkan dengan sumber protein hewani, sehingga terjangkau oleh daya beli
sebagian besar masyarakat. Karena itu di negara –negara Barat sumber protein
menyebabkan kacang – kacangan diberi nilai sosial rendah, sehingga tidak begitu
16
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
mengamati ketepatan standar porsi dan perubahan berat mentah masak pada lauk
a. Pupulasi
Populasi pada penelitian ini yaitu seluruh bahan makanan lauk hewani dan
nabati yang di hidangkan dalam satu hari. Terdiri dari ayam, bakso, sosis,
b. Sampel
Sampel pada penelitian ini yaitu 10% dari jumlah bahan makanan lauk
hewani dan nabati terdiri dari ayam, bakso, sosis, telur ayam, tahu, tempe,
17
c. Teknik Sampling
Cara pengambilan sampel atau teknik sampling pada penelitian ini yaitu
penelitian ini yaitu 10% dari jumlah bahan yang di produksi dengan
mewakili populasi.
Hasil Ukur : 1. Sesuai jika hasil persentase berat lauk hewani dan
18
dikalikan 100% hasilnya kurang dari 90% atau
(Luciany, 2011)
Skala : Nominal
Hasil Ukur : -
Skala : Nominal
1. Jenis Data
a. Data Primer
b. Data Sekunder
Data sekunder dalam penelitian ini adalah standar porsi rumah sakit.
19
2. Cara Pengumpulan Data
a. Data Primer
Data primer diperoleh dari penimbangan berat mentah dan matang lauk
b. Data sekunder
c. Instrumen Penelitian
2) Perubahan Berat
20
Susut masak (%)
Analisis Univariate
mentah dengan standar porsi yang ada dan berapa banyak perubahan
berat mentah ke berat matang dari setiap bahan makanan lauk hewani
dan nabati.
21
BAB IV
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Banyumas berada di jalan Jl. Rumah
pelayanan yang sesuai dengan standar, etika dan tercapainya tujuan rumah sakit.
Salah satu pelayanan yang ada di Rumah Sakit Banyumas adalah pelayanan gizi.
Pelayanan Gizi untuk pasien rawat inap dan konsultasi gizi untuk pasien rawat
inap dan rawat jalan dan salah satu pelayanan dalam instalasi gizi ini yaitu
penyelenggaraan makanan.
Penelitian tentang ketepatan standar porsi di lakukan dalam satu hari untuk
setiap bahan makanan lauk hewani dan nabati. Kesesuaian porsi lauk hewani dan
nabati dengan standar porsi dilihat dari porsi (berat) mentah lauk hewani dan
22
nabati dibandingkan dengan standar porsi yang telah di tetapkan di RSUD
Banyumas. Untuk sampel pada penelitian ini di ambil 10% dari berat lauk
hewani dan nabati yang di sajikan pada saat penelitian berlangsung. Kesesuaian
porsi lauk hewani dihitung dari berat mentah porsi lauk hewani kemudian dibagi
dengan standar porsi dan dikalikan 100%. Jika hasil persentase antara 90-119%
dikatakan sesuai, namun jika kurang dari 90% atau lebih dari 119% maka
Pada penelitian ini untuk populasi dan sampel yang di gunakan yaitu :
makanan, dan untuk kerupuk 30 porsi makanan. Berat sampel di dapat dari 10%
23
Hasil ketepatan standar porsi lauk hewani dan nabati adalah sebagai berikut :
11.20%
standar porsi pada lauk hewani dan nabati, sebagian besar sudah sesuai yaitu
88,8% sedangkan 11,2% belum sesuai dengan standar porsi Rumah Sakit yaitu
pada tahu B.
24
C. Pembahasan
pemberian diet yang tepat. Dalam hal ini termasuk kegiatan pencatatan,
diketahui bahwa untuk lauk hewani dan lauk nabati kebanyakan memiliki berat
yang sesuai dengan standar porsi Rumah Sakit lauk hewani dan nabati.
bahan makanan yang di teliti pada lauk hewani dan nabati yaitu 88,8% sudah
sesuai dengan standar porsi bahan makanan rumah sakit, namun 11,2% belum
sesuai yaitu tahu B. Untuk telur ayam hasil penimbangan 121% dari standar
porsi namun di katakan sesuai karena pada saat penimbangan masih terdapat
cangkang pada telur, untuk berat pada tahu tidak sesuai di karenakan alat
10% sampel bahan makanan yang di masak saat itu, dengan menggunakan
sampel lauk hewani dan nabati yaitu sosis, bakso, ayam, daging, kerupuk, tahu
25
Hasil perhitungan berat mentah masak sebagai berikut :
Berat Berat
Bahan Perubahan
Bersih Masak %Penambahan
Pangan Berat
(gr) (gr)
Sosis
48,1 49,5 +1,4 -3%
(Oseng)
Bakso
48,7 50,6 + 1,9 -4%
(Oseng)
Tempe
52,6 57,1 + 4,5 -9%
(semur)
Kerupuk
10,5 13,03 + 2,53 -24%
Goreng
26
E. Pembahasan
yang berisi tentang penyerapan pada mkanan masak (makanan jadi) terdapat
beberapa zat tambahan seperti minyak yang terserap pada setiap makanan pada
saat makanan tersebut diolah (digoreng, ditumis, dibacem atau lain-lainnya) atau
beberapa bahan makanan lauk hewani dan nabati terdapat beberapa perubahan
baik penambahan berat maupun pengurangan berat makanan hal ini di pengruhi
oleh cara pengolahan, kadar air, suhu dan bahan makanan itu sendiri.
Bahan makanan sosis di olah menjadi oseng sosis cabe ijo, tahapan
oseng dengan menambahkan air. Jumlah yang di jadikan sampel pada sosis yaitu
sebanyak 700 gram atau 15 porsi. Untuk bahan makanan sosis mengalami
penambahan berat sebanyak 1,4 gram atau 3%, hal ini di akibatkan penurunan
kadar air pada sosis kurang, penambahan minyak saat penggorengan dan suhu
27
Bahan makanan hewani untuk bakso sama halnya seperti pada sosis bakso
di olah menjadi oseng bakso cabe ijo, namun pada bakso tidak di goreng terlebih
dahulu. Untuk bahan makanan pada bakso juga mengalami penambahan berat
dari mentah ke masak, bakso mengalami penambahan berat sebanyak 1,9 gram
atau 4%, hal ini sama seperti pada sosis penambahan di pengaruhi oleh
penurunan kadar air pada bakso kurang, suhu pemasakan, dan adanya
penambahan air saat pemasakan dan juga adanya penambahan bahan-bahan lain,
dengan di goreng dan pengolahan ayam di rebus (ayam bb. Cbe ijo) dan
banding dengan pengolahan ayam yang di rebus. Untuk pengolahan ayam yang
di goreng mengalami penyusutan berat sebanyak 34 gram atau 34% untuk ayam
pangan sehingga berat masak bahan pangan lebih kecil daripada berat masaknya
seharusnya berat masak lebih besar daripada berat mentah karena penyerapan
minyak dan uap airnya. Selain itu juga penyusutan bisa terjadi karena api pada
saat menggoreng, minyak yang digunakan kurang dan api terlalu besar sehingga
penyerapan minyak sedikit dan juga pada saat penggorengan bahan pangan
kurang lama sehingga uap air yang diserap sedikit. penyusutan berat pada ayam
goreng juga di karenakan kadar air yang berkurang atau hilang. Untuk ayam
28
semur penyusutan berat masak karena hilangnya air bersama-sama dengan uap
Bahan makanan daging sapi di olah dengan cara di semur dan mnjadi menu
daging bumbu bistik, namun pada daging sapi mengalami penyusutan yang besar
dan perubahan berat mentah masaknya banyak, penyusutan pada daging sapi
sebanyak 16,4gram atau 37% hal ini di karenakan serat otot dan penyusutan
kolagen. Menurut Lawrie (2003), susut masak dipengaruhi oleh temperatur dan
waktu pemanasan maka semakin besar kadar cairan daging yang hilang sampai
men-capai tingkat yang konstan. Aberle et al. (2001) menyebutkan bahwa daya
mengikat air dari jaringan otot mempunyai efek langsung terhadap penyusutan
selama pemasakan. Ketika daya mengikat air rendah, daging akan kehilangan
cairan, dan sebagai akibatnya, kehilangan berat selama penyusutan adalah besar.
Bahan makanan lauk nabati juga sama dengan lauk hewani. Pada bahan
makanan tahu baik tahu A maupun tahu B mengalami penyusutan berat mentah
masak pada tahu A di olah dengan cara di goreng dan pada tahu B di olah
dengan cara di bacem, namun keduanya mengalami penyusutan kedua tahu ini
banyak kadar air sehinga penyerapan minyak sedikit, penyusutan berat mentah
masak pada tahu juga di pengaruhi oleh suhu pemasakan, lama pemasakan dan
daya serap terhadap minyak sedikit. Kadar air pada tahu lebih banyak dan
29
Bahan makanan lauk nabati untuk tempe terdapat 2 pengolahan yaitu tempe
goreng dan tempe bacem. Untuk tempe dengan pengolahan di goreng mengalami
perubahan berat atau penyusutan sebanyak 4,9 gram atau 10% hal ini di
karenakan pada tempe kadar airnya sedikit sehingga penyerapan minyak banyak,
sedangkan penyusurtan berat bisa terjadi karena kehilangan kadar air, suhu
waktu pemasakan yang tinggi juga karena waktu pemasakan yang lama. Untuk
tempe bacem mengalami penambahan berat yaitu sebanyak 2,1 gram atau 4%
hal ini karena pada proses pengolahan tempe yang di bacem banyak penambahan
bahan-bahan lain seperti bumbu-bumbu dan kecap yang di serap oleh tempe dan
Bahan makanan kerupuk bukan termasuk lauk hewani dan nabati tapi
sebanyak 2,53 gram atau sebanyak 24% hal ini karena terdapat penyerapan
makanan yang di goreng saja yaitu ayam goreng, tahu, tempe. Penyerapan
minyak pada ayam cukup banyak yaitu 16,032 gram hal ini karena daya serap
pada daging ayam lebih tinggi dan serat pada daging ayam juga sedikit sehingga
daya serap terhadap minyak juga banyak. Lalu penyerapan minyak pada tahu
yaitu 10,55 gram, pada tahu banyak mengandung kadar air sehingga penyerapan
minyakknya kurang, dan penyerapan minyak pada tempe sebanyak 12,12 gram
daya serap pada tempe juga tinggi di bandingkan tahu karena dalam tempe juga
30
BAB V
A. Simpulan
seperti pada sosis dengan pengolah di oseng sosis cabe ijo, bakso
bahan makanan seperti ayam goreng, ayam bumbu cabe ijo, daging
31
B. Saran
penerimaan yang tidak sesuai dengan berat porsi yang ada di instalasi
pemasakan berlangsung.
32
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, Sunita 2010. Pedoman Diit. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Umum.
Harris dan Karmas, terj. Achmadi, Suminar, 1989. Evaluasi Gizi pada
Pengolahan Bahan Pangan : Institut Teknologi Bandung, Bandung.
Kementrian Kesehatan RI. 2013 . Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit (PGRS).
Jakarta : Direktorat Jendral Bina Kesehatan Masyarakat.
Wahid, A. Karakteristik Fisik Bakso Daging Sapi Bali Lokal Yang Difortifikasi
Dengan Ekstrak Sayuran Sebagai Pangan Fungsional. Skripsi, Makasar:
Fakultas MIPA Universitas Hasanuddin
33