Pelayanan gizi rumah sakit adalah pelayanan gizi yang disesuaikan dengan
keadaan pasien dan berdasarkan keadaan klinis, status gizi, dan status
metabolisme tubuhnya. Keadaan gizi pasien sangat berpengaruh pada proses
penyembuhan penyakit, sebaliknya proses perjalanan penyakit dapat
berpengaruh terhadap keadaan gizi pasien (Depkes, 2003).
Pelayanan gizi rumah sakit merupakan salah satu pelayanan penunjang
medik dalam pelayanan kesehatan paripurna rumah sakit yang terintegrasi
dengan kegiatan lainnya, mempunyai peranan penting dalam mempercepat
pencapaian tingkat kesehatan baik bersifat promotif, preventif, kuratif maupun
rehabilitatif. Kegiatan pokok pelayanan gizi di rumah sakit meliputi : pengadaan
dan pengolahan/produksi makanan, pelayanan gizi di ruang rawat inap,
konsultasi dan penyuluhan gizi serta penelitian dan pengembangan bidang
terapan (Depkes, 1992).
Kegiatan pelayanan gizi di ruang rawat inap merupakan salah satu kegiatan
yang dimulai dari upaya perencanaan penyusunan diet pasien hingga
pelaksanaan evaluasi di ruang perawatan. Tujuan kegiatan pelayanan gizi
tersebut adalah untuk memberi terapi diit yang sesuai dengan perubahan sikap
pasien. Pelayanan gizi untuk pasien rawat jalan dilakukan apabila pasien
tersebut masih ataupun sedang memerlukan terapi diit tertentu. Pelayanan gizi
penderita rawat jalan juga dilakukan melalui penyuluhan gizi di poliklinik gizi
(Depkes RI, 1992).
Sasaran penyelenggaraan makanan dirumah sakit adalah pasien. Sesuai
dengan kondisi Rumah Sakit dapat juga dilakukan penyelenggaraan bagi
pengunjung (pasien rawat jalan atau keluarga pasien). Pemberian makanan yang
memenuhi gizi seimbang serta habis termakan merupakan salah satu cara untuk
h
g
c
d
p
u
b
r
t
s
D
i
j
P
k
m
n
y
a
l
e
o
PENYELENGGARAAN MAKANAN
pasien rawat inap. Dapat pula penyelenggaraan makanan bagi karyawan sesuai
dengan kondisi rumah sakit. Ruang lingkup penyelenggaraan makanan rumah
sakit meliputi produksi dan distribusi makanan.
Alur Penyelenggaraan Makanan
1. Sistem Swakelola
Instalasi gizi/unit gizi bertanggung jawab terhadap pelaksanaan seluruh
kegiatan penyelenggaraan makanan. Dalam sistem ini, seluruh sumber
daya yang diperlukan (tenaga, dana, metoda, sarana, dan prasarana)
11.
Daftar Pustaka
Depkes RI. 1992. Buku Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit. Jakarta : Direktorat
Rumah Sakit. Khusus dan Swasta, Dit. Jen. Yanmedik.
Depkes RI. 2003. Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit. Jakarta : Direktorat
Rumah Sakit. Khusus dan Swasta, Dit. Jen. Yanmedik.
Depkes RI. 2006. Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit. Jakarta.
mutu
Tujuan
Definisi
operasional
Frekuensi
pengumpula
n data
Periode
3 bulan
analisis
Numerator
Denominato
r
Sumber data
Standar
Penanggung
Survey
90%
Kepala Instalasi Gizi/Kepala Instalasi Rawat Inap
jawab
2. Sisa makanan yang tidak termakan oleh pasien
Judul
Dimensi
mutu
Tujuan
Definisi
gizi
Sisa makanan adalah porsi makanan yang tersisa yang
operasional
Frekuensi
pengumpula
n data
Periode
3 bulan
analisis
Numerator
Denominato
disurvey
Jumlah pasien yang disurvey dalam satu bulan
r
Sumber data
Standar
Penanggung
Survey
20%
Kepala Instalasi Gizi/Kepala Instalasi Rawat Inap
jawab
3. Tidak adanya kejadian kesalahan pemberian diet
Judul
Dimensi
mutu
Tujuan
Definisi
gizi
Kesalahan dalam memberikan diet adalah kesalahan dalam
operasional
Frekuensi
pengumpula
n data
Periode
3 bulan
analisis
Numerator
Denominato
r
Sumber data
Standar
Penanggung
Survey
100 %
Kepala Instalasi Gizi/Kepala Instalasi Rawat Inap
jawab
Sumber: Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 129/Menkes/SK/II/2008
tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit
Permasalahan yang dapat timbul terkait dengan efektivitas dan efisiensi dari instalasi gizi,
berdasarkan standar pelayanan minimal rumah sakit (Depkes RI, 2008), yaitu:
1. Ketidaktepatan waktu pemberian pada pasien.
Penyediaan makanan kepada pasien harus selalu dilakukan tepat waktu sesuai dengan
jadwal yang telah ditentukan. Berdasarkan Menkes nomor 129 tahun 2008, ketepatan
waktu pemberian diet kepada pasien haruslah memenuhi standar 90%.
2. Sisa makanan yang tidak dihabiskan oleh pasien
Sisa makanan terjadi karena makanan yang disajikan tidak habis dikonsumsi. Faktor yang
mempengaruhi terjadinya sisa makanan dapat berupa faktor yang berasal dalam diri
pasien (faktor internal), faktor dari luar pasien (faktor eksternal) serta faktor lain yang
mendukung (Almatsier, dkk, 2004)
a. Faktor Internal yaitu faktor yang berasal dari pasien yang meliputi :
Psikologis. Faktor psikologis merupakan rasa tidak senang, rasa takut karena sakit
dan ketidakbebasan karena penyakitnya sehingga menimbulkan rasa putus asa.
Manifestasi rasa putus asa tersebut sering berupa hilangnya nafsu makan sehingga
penyesuaian
Kebosanan. Rasa bosan biasanya timbul bila pasien mengkonsumsi makanan yang
kurang bervariasi sehingga sudah hafal dengan jenis makanan yang disajikan. Rasa
bosan juga dapat timbul bila suasana lingkungan pada waktu makan tidak berubah.
Untuk mengurangi rasa bosan tersebut selain meningkatkan variasi menu juga
Rasa Makanan. Rasa makanan dipengaruhi oleh suhu dari setiap jenis hidangan
yang disajikan, rasa dari setiap jenis hidangan yang disajikan dan keempukan serta
tingkat kematangan.
Faktor Lain. Faktor lain yang dapat menyebabkan sisa makanan antara lain
penampilan alat makan, sikap petugas pengantar makanan. Cara penyajian
merupakan faktor yang perlu mendapat perhatian dalam mempertahankan
penampilan dari makanan yang disajikan. Penyajian makanan berkaitan dengan
peralatan yang digunakan, serta sikap petugas yang menyajikan makanan termasuk
kebersihan peralatan makan maupun kebersihan petugas yang menyajikan
makanan.
Berdasarkan Menkes nomor 129 tahun 2008, sisa makanan yang tidak dihabiskan oleh
pasien harus memenuhi standar 20%.
3. Terjadi kesalahan pemberian diet
Kesalahan pemberian jenis diet kepada pasien dapat meneyebabkan pasien kekurangan
gizi. Sehingga sangat perlu diperhatikan pemberian diet sesuai dengan asupan gizi yang
harus diterima oleh pasien. Berdasarkan Menkes nomor 129 tahun 2008, ketepatan
pemberian diet kepada pasien haruslah memenuhi standar 100%.
4. Keamanan makanan
Makanan yang diberikan kepada pasien haruslah dalam kondisi baik, yaitu dalam keadaan
tidak tercemar cemaran biologis, kimiawi, dan benda lain yang dapat menganggu,
merugikan, dan membahayakan kesehatan. Makanan yang tidak aman dapat
menyebabkan penyakit yang disebut foodborne disease, yaitu gejala penyakit yang timbul
akibat mengkonsumsi makanan yang mengandung atau tercemar bahan/senyawa beracun
atau organisme patogen. Keamanan mekanan ini diatur dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 28 tahun 2008 tentang Keamanan, Mutu, dan Gizi Makanan. Upaya untuk
menjamin keamanan makanan adalah dengan menerapkan jaminan mutu yang
berdasarkan keamanan makanan. Prinsip Keamanan makanan meliputi; 1). Good
Pada dasarnya terdapat 4 langkah yang dapat dilakukan dalam pengawasan dan pengendalian
mutu pelayanan, yaitu :
1. Penyusunan standar, baik standar biaya, standar performance mutu, standar kualitas
keamanan produk, dsb.
2. Penilaian kesesuaian, yaitu membandingkan dari produk yang dihasilkan atau pelayanan
yang ditawarkan terhadap standar tersebut.
3. Melakukan koreksi bila diperlukan, yaitu dengan mengoreksi penyebab dan faktor-faktor
yang mempengaruhi kepuasan.
4. Perencanaan peningkatan mutu, yaitu membangun upaya-upaya yang berkelanjutan untuk
memperbaiki standar yang ada.
Skema proses pengendalian dalam mencapai standar evaluasi dan pengendalian mutu
pelayanan gizi rumah sakit