Anda di halaman 1dari 62

PT.

EL-HAKIM
Rumah Sakit Khusus Bedah Rawamangun

PEDOMAN 6 SASARAN
KESELAMATAN PASIEN

RUMAH SAKIT KHUSUS BEDAH RAWAMANGUN

Jl. Balai Pustaka Raya No. 29 – 31 , Rawamangun – Jakarta Timur 13220


Telp. 021-4893531 Fax. 021-4710918, E-mail: rs.rawamangun@gmail.com
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-Nya. Buku
Pedoman 6 Sasaran keselamatan pasien dapat terselesaikan. Penulisan Buku Pedoman 6 Sasaran
keselamatan pasien ini dilakukan dalam rangka untuk menjawab tantangan semakin
meningkatnya tuntutan masyarakat akan mutu pelayanan di rumah sakit.

Baik atau tidaknya mutu pelayanan di rumah sakit sangat tergantung kapada seluruh karyawan
dan dokter sebagai pelaku utama dalam memberikan pelayanan. Oleh karena itu kami berharap
melalui Pedoman 6 Sasaran Keselamatan Pasien ini dapat membantu terhadap upaya
penigkatan proses pelayanan di Rumah Sakit Khusus Bedah Rawamangun.

Pembuatan Pedoman ini tentunya masih jauh dari sempurna, baik secara konteks maupun
konten, untuk itu kami membuka diri untuk saran dan kritik demi perbaikan kedepan.

Terima kasih kami ucapkan kepada semua pihak yang telah banyak memberikan konstribusi
dalam penyusunan buku Pedoman ini, semoga Allah SWT membalas segala kebaikan semua
pihak yang telah membantu. Semoga Buku Pedoman enam sasaran keselamatan pasien
membawa manfaat bagi peningkatan pelayanan yang bermutu di Rumah Sakit Khusus bedah
Rawamangun.

Jakarta, November 2019


DAFTAR ISI

SK KEBIJAKAN......................................................................................................I

KATA PENGANTAR..............................................................................................II

DAFTAR ISI.............................................................................................................III

BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………….. 1

1. Latar Belakang………………………………………………………… 1
2. Tujuan…………………………………………………………………. 2
a. Tujuan Umum…………………………………………………….. 2
b. Tujuan Khusus……………………………………………………. 3
3. Ruang Lingkup……………………………………………………….. 3
4. Landasan Hukum……………………………………………………... 3

BAB II DEFINISI…………………………………………………………….. 4

BAB III TATALAKSANA…..................................................................................7

1. SKP 1 Mengidentifikasi pasien dengan benar....................................7


A. Identifikasi pasien di RS Khusus Bedah Rawamangun………. 7
B. Pemakaian gelang Identifikasi pasien………………………… 8
C. Identifikasi pasien yang tidak dikenal………………………... 9
D. Pemberian label hati-hati nama sama………………………… 9
E. Identifikasi pasien meninggal………………………………… 10
F. Identifikasi pada bayi baru lahir………………………………. 10
G. Macam-macam gelang identifikasi pasien……………………. 10
H. Tindakan/procedure yang membutuhkan identifikasi ………... 11
I. Melepas gelang identifikasi…………………………………… 11
2. SKP 2. Meningkatkan komunikasi yang efektif.................................13
A. Jenis komunikasi efektif………………………………………. 13
B. Komunikasi efektif antar pemberi layanan…………………… 13
1) Laporan Kondisi pasien Antar PPA………………………. 13
2) Serah terima asuhan pasien (Hand Over)…………………. 16
3) Hand Over antar unit lain………………………………….. 18
3. SKP 3. Meningkatkan Keamanan obat-obatan yang perlu
Diwaspadai……………………………………………………….. 19
A. Peresepan obat High alert..................................................................20
B. Penyimpanan obat high alert..............................................................20
C. Penyiapan obat high alert...................................................................21
D. Pendistribusian obat high alert...........................................................21
E. Pemberian high alert medication.......................................................25
4. SKP.4 Memastikan lokasi pembedahan yang benar, procedure yang
benar pembedahan pada pasien yang benar......................................35
A. Kriteria untuk penandaan area operasi...............................................35
B. Pembuatan tanda/site marking….......................................................35
C. Tata cara ceklist keselamatan operasi................................................36
5. SKP. 5 Mengurangi risiko infeksi akibat perawatan kesehatan.......39
A. Mencuci tangan..................................................................................39
B. Indikasi kebersihan tangan.................................................................39
C. Kriteria memilih antiseptic.................................................................39
6. SKP. 6 Mengurangi risiko cidera pasien akibat terjatuh..................42
A. Prosedur pengkajian risiko jatuh di RS Khusus Bedah
Rawamangun…………………………………………………... 42
B. Tatalaksana pencegahan risiko jatuh untuk semua pasien…….. 42
C. Penilaian risiko pasien jatuh…………………………………… 43
a. Penilaian risiko pasien jatuh di IGD dan pasien rawat
jalan……………………………………………………….. 42
b. Penilaian risiko jatuh di ruang rawat inap………………… 44
D. Tatalaksana pada insiden pasien jatuh, dengan atau tanpa
cidera………………………………………………………….. 51
E. Edukasi pasien dan keluarga………………………………….. 51
F. Dukungan sarana/prasarana dalam pencegahan pasien jatuh….. 52

BAB IV Dokumentasi…..........................................................................................54
BAB I

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG
Keselamatan (safety) telah menjadi isu global termasuk juga untuk rumah sakit.
Ada lima isu penting yang terkait dengan keselamatan (safety) di rumah sakit yaitu :
keselamatan pasien (patient safety), keselamatan pekerja atau petugas kesehatan,
keselamatan bangunan dan peralatan di rumah sakit yang bisa berdampak terhadap
keselamatan pasien dan petugas, keselamatan lingkungan (green productivity) yang
berdampak terhadap pencemaran lingkungan dan keselamatan “bisnis” rumah sakit yang
terkait dengan kelangsungan hidup rumah sakit. Kelima aspek keselamatan tersebut
sangatlah penting untuk dilaksanakan di setiap rumah sakit. Namun harus diakui kegiatan
institusi rumah sakit dapat berjalan apabila ada pasien. Karena itu keselamatan pasien
merupakan prioritas utama untuk dilaksanakan, dan hal tersebut terkait dengan isu mutu
dan citra rumah sakit.

Harus diakui, pelayanan kesehatan pada dasarnya adalah untuk menyelamatkan


pasien sesuai dengan yang diucapkan Hipocrates kira-kira 2400 tahun yang lalu yaitu
primum, non nocere (first, do no ham). Namun diakui dengan semakin berkembangnya
ilmu dan teknologi pelayanan kesehatan - khususnya di rumah sakit - menjadi semakin
kompleks dan berpotensi terjadinya Kejadian Tidak Diharapkan – KTD (adverse event)
apabila tidak dilakukan dengan hati-hati.

Di rumah sakit terdapat ratusan macam obat, ratusan tes dan prosedur, banyak alat
dengan teknologinya, bermacam jenis tenaga profesi dan non profesi yang siap
memberikan pelayanan pasien 24 jam terus menerus. Keberagaman dan kerutinan
pelayanan tersebut apabila tidak dikelola dengan baik dapat menyebabkan terjadinya
KTD.

Pada tahun 2000 Institute of Medicine di Amerika Serikat menerbitkan laporan


yang mengagetkan banyak pihak: ‘TO ERR IS HUMAN”, Building a Safer Health
System. Laporan itu mengemukakan penelitian di rumah sakit di Utah dan Colorado serta
New York. Di Utah dan Colorado ditemukan KTD (adverse event) sebesar 2,9 %, dimana

1
6,6 % diantaranya meninggal. Sedangkan di New York KTD adalah sebesar 3,7 %
dengan angka kematian 13,6 %. Angka kematian akibat KTD pada pasien rawat inap
diseluruh Amerika yang berjumlah 33,6 juta per tahun berkisar 44.000-98.000 per tahun.
Publikasi WHO pada tahun 2004, mengumpulkan angka-angka penelitian rumah sakit di
berbagai negara : Amerika, Inggris, Denmark, dan Australia, ditemukan KTD dengan
rentang 3,2-16,6 %. Dengan data-data tersebut, berbagai negara segera melakukan
penelitian dan mengembangkan Sistem Keselamatan Pasien.

Di Indonesia data tentang KTD apalagi Kejadian Nyaris Cedera (near miss) masih
langka, namun dilain pihak terjadi peningkatan tuduhan “mal praktek”, yang belum tentu
sesuai dengan pembuktian akhir. Dalam rangka meningkatkan keselamatan pasien di
rumah sakit maka Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) telah mengambil
inisiatif membentuk Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKP-RS). Komite
tersebut telah aktif melaksanakan langkah-langkah persiapan pelaksanaan keselamatan
pasien rumah sakit dengan mengembangkan laboratorium program keselamatan pasien
rumah sakit.

Mengingat keselamatan pasien sudah menjadi tuntutan masyarakat dan


berdasarkan atas latar belakang itulah maka pelaksanaan program keselamatan pasien di
RS Khusus Bedah Rawamangun perlu dilakukan. Untuk dapat meningkatkan mutu
pelayanan RS Khusus Bedah Rawamangun terutama didalam melaksanakan keselamatan
pasien sangat diperlukan suatu pedoman yang jelas sehingga angka kejadian KTD dapat
dicegah sedini mungkin.

2. TUJUAN
a. Tujuan Umum :
Sebagai Panduan bagi manajemen RS Khusus Bedah Rawamangun untuk menjadi
acuan dalam melaksanakan 6 sasaran keselamatan pasien dalam upaya meningkatkan
mutu pelayanan rumah sakit.
b. Tujuan Khusus :
1) Sebagai acuan dalam tatalaksana 6 sasaran keselamatan pasien di RS Khusus
Bedah Rawamangun
2) Sebagai acuan Semua karyawan Khusus Bedah Rawamangun untuk dapat
meningkatkan keselamatan pasien.
3) Terlaksananya program keselamatan pasien secara sistematis dan terarah.

3. RUANG LINGKUP
1. Pedoman 6 Sasaran Keselamatan Pasien ini diterapkan kepada semua pasien di Rumah
Sakit Khusus Bedah Rawamangun.
2. Pelaksana pedoman ini adalah semua tenaga kesehatan (medis, perawat, farmasi,
bidan, dan tenaga kesehatan lainnya), staf di ruang rawat, staf administrasi, dan staf
pendukung yang bekerja di rumah sakit.

4. LANDASAN HUKUM
1. Undang-undang No 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.
2. Undang-undang No 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan.
3. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2017
tentang Keselamatan Pasien.

BAB II

DEFINISI

1. Keselamatan Pasien

Keselamatan pasien adalah suatu sistem yang membuat asuhan pasien lebih aman,
meliputi asesmen resiko, identifikasi dan pengelolaan resiko pasien, pelaporan dan
analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya, serta implementasi
solusi untuk meminimalkan timbulnya resiko dan mencegah terjadinya cidera yang
disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil
tindakan yang seharusnya diambil.

2. Insiden Keselamatan Pasien


Insiden keselamatan pasien adalah setiap kejadian yang tidak sengaja dan kondisi
yang mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera yang dapat dicegah pada
pasien.

3. Identifikasi
Identifikasi adalah proses pengumpulan data dan pencatatan segala keterangan
tentang bukti – bukti dari seseorang sehingga kita dapat menetapkan dan menyamakan
keterangan tersebut dengan individu seseorang.

4. Gelang Identifikasi Pasien


Gelang identifikasi pasien adalah suatu alat berupa gelang identifikasi yang
dipasangkan kepada pasien secara individual yang digunakan sebagai identitas pasien
selama dirawat di Rumah Sakit.

5. Komunikasi Efektif
Komunikasi efektif adalah sebuah proses penyampaian pikiran atau informasi dari
seseorang kepada orang lain melalui suatu cara tertentu sehingga orang lain tersebut
mengerti betul apa yang dimaksud oleh penyampai pikiran-pikiran atau informasi.
6. High Alert Medications
High alert medications adalah obat-obatan yang memiliki risiko lebih tinggi untuk
menyebabkan / menimbulkan adanya komplikasi / membahayakan pasien secara
signifikan jika terdapat kesalahan penggunaan (dosis, interval, dan pemilihannya).

7. Kepastian tepat lokasi, tepat prosedur dan tepat pasien


Kepastian tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien adalah sasaran
keselamatan pasien yang digunakan untuk memastikan bahwa tindakan operasi dan
tindakan medik yang dilakukan kepada pasien benar dan tepat dengan menggunakan
prosedur penandaaan area operasi dan penerapan prosedur time out dengan ceklist
keselamatan operasi.

8. Penandaan lokasi operasi


Penandaan lokasi operasi adalah prosedur yang dilakukan oleh dokter operator
untuk memberikan tanda di lokasi tubuh yang akan dioperasi dengan menggunakan
spidol permanen. Suatu tanda yang segera dikenali untuk identifikasi lokasi operasi dan
melibatkan pasien dalam proses penandaan / pemberian tanda. Setelah itu dokter mengisi
formulir penandaan area operasi sebagai dokumentasi prosedur penandaan area operasi.
Penandaan melibatkan pasien dan keluarga dan ditandatangai oleh pasien/keluarga dan
dokter operator.

9. Ceklist keselamatan operasi


Ceklist keselamatan operasi adalah suatu ceklist untuk melakukan verifikasi para
operasi tepat-lokasi tepat-prosedur dan tepat-pasien dan semua dokumen serta peralatan
yang diperlukan tersedia tepat/benar dan fungsional, terdiri dari proses sign in, time-out,
dan sign out.

10. Infeksi
Infeksi merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh mikroorganisme,
dengan/tanpa disertai gejala klinik. Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan (Health Care
Associated Infections) yang selanjutnya disingkat HAIs merupakan infeksi yang terjadi
pada pasien selama perawatan di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya
dimana ketika masuk tidak ada infeksi dan tidak dalam masa inkubasi, termasuk infeksi
dalam rumah sakit tapi muncul setelah pasien pulang, juga infeksi karena pekerjaan pada
petugas rumah sakit dan tenaga kesehatan terkait proses pelayanan kesehatan di fasilitas
pelayanan kesehatan.

11. Jatuh
Jatuh adalah suatu peristiwa di mana seseorang mengalami jatuh dengan atau
tanpa disaksikan oleh orang lain, tidak disengaja/ tidak direncanakan, dengan arah jatuh
ke lantai, dengan atau tanpa mencederai dirinya.
BAB III

TATALAKSANA

1. SKP 1. Mengidentifikasi Pasien Dengan Benar

A. Identifikasi pasien di RS Khusus Bedah Rawamangun


1) Pasien yang menjalani pengobatan di RS Khusus Bedah Rawamangun diidentifikasi
di pendaftaran dengan menggunakan 4 identitas yaitu nama pasien sesuai E-KTP,
tanggal lahir, NIK dan nomor rekam medis, dan tercatat 3 identifikasi di semua
berkas rekam medis.
2) Penulisan Nama tidak boleh disingkat (Nama pasien sesuai dengan E-KTP). Nama
harus sesuai dengan yang tertulis di rekam medis.
3) Seluruh pasien di semua unit RS Khusus Bedah Rawamangun harus menggunakan
gelang identitas, yang tercantum dalam gelang identitas adalah 3 dari 4 identitas
yaitu nama pasien sesuai E-KTP, tanggal lahir, dan nomor rekam medis.
4) Identifikasi pasien tidak boleh menggunakan nomor kamar atau lokasi pasien.
5) Tidak perlu menggunakan gelang identifikasi pada pasien rawat jalan tetapi harus
selalu dilakukan identifikasi pasien setiap menjalani suatu tindakan/prosedur.
6) Untuk pasien ODC (One day Care) tetap harus menggunakan gelang identifikasi
pasien.
7) Gelang identifikasi ini digunakan untuk mengidentifikasi pasien ketika pemberian
obat, darah, atau produk darah ; pengambilan darah dan spesimen lain untuk
pemeriksaan klinis ; atau pemberian pengobatan atau tindakan lain dengan
menyebutkan 2 dari 4 identitas pasien yaitu nama dan tanggal lahir pasien (verbal)
dan dicocokkan dengan gelang identitas pasien (visual), identifikasi tersebut
dilakukan pada saat pertama kali bertemu pasien, tetapi jika pasien sudah dilakukan
identifikasi sebelumnya maka untuk identifikasi pasien yang selanjutnya bisa hanya
melihat gelang identitas pasien (visual).
8) Saat menanyakan identitas pasien, selalu gunakan pertanyaan terbuka, misalnya:
“Siapa nama Anda? “ (jangan menggunakan pertanyaan tertutup seperti “ Apakah
nama Anda Ibu Susi? “).
9) Jika pasien tidak mampu memberitahukan namanya (misalnya pada pasien tidak
sadar, bayi, disfasia, gangguan jiwa), verifikasi identitas pasien kepada keluarga /
pengantarnya.
10) Jika pasien lupa dengan tanggal lahir maka pasien bisa menyebutkan tahun kelahiran.
11) Sebelum pasien ditransfer ke unit lain, lakukan identifikasi dengan benar dan
pastikan gelang identifikasi terpasang dengan baik.
12) Unit yang menerima transfer pasien harus menanyakan ulang identitas pasien dan
membandingkan data yang diperoleh dengan yang tercantum di gelang identifikasi.

B. Pemakaian Gelang Identifikasi Pasien


a. Periksa ulang data di gelang identifikasi sebelum dipakaikan ke pasien.
b. Pakaikan gelang identifikasi di pergelangan tangan kanan (tangan yang dominan)
atau pada tangan yang tidak terpasang infus, atau pada ekstremitas yang bisa di
pasang gelang identitas.
c. Menjelaskan pada pasien tujuan pemasangan gelang identitas tersebut dan pastikan
gelang terpasang dengan baik dan nyaman untuk pasien, serta dokumentasikan
bukti edukasi pada catatan edukasi terintegrasi.
d. Jika tidak dapat dipakaikan di pergelangan tangan, pakaikan di pergelangan kaki.
Pada situasi di mana tidak dapat dipasang di pergelangan kaki, gelang identifikasi
dapat dipakaikan di baju pasien di area yang jelas terlihat. Hal ini harus dicatat di
rekam medis pasien. Gelang identifikasi harus dipasang ulang jika baju pasien
diganti dan harus selalu menyertai pasien sepanjang waktu. Jika pasien tidak
mampu memberitahukan namanya (misalnya pada pasien tidak sadar, bayi, disfasia,
gangguan jiwa), verifikasi identitas pasien kepada keluarga / pengantarnya. Jika
mungkin, gelang pengenal jangan dijadikan satu-satunya bentuk identifikasi
sebelum dilakukan suatu intervensi. Tanya ulang nama dan tanggal lahir pasien,
kemudian bandingkan jawaban pasien dengan data yang tertulis di gelang
pengenalnya.
e. Pada kondisi tidak memakai baju, gelang identitas harus menempel pada badan
pasien dengan cara dikalungkan pada pasien. Hal ini harus dicatat di rekam medis
pasien.
f. Gelang Identitas hanya boleh dilepas pada saat pasien keluar / pulang dari rumah
sakit.
g. Jika gelang identifikasi terlepas, segera berikan gelang identifikasi yang baru.
h. Pengecekan gelang identifikasi dilakukan tiap kali pergantian jaga perawat.
i. Pasien harus diinformasikan akan risiko yang dapat terjadi jika gelang identifikasi
tidak dipakai. Alasan pasien harus dicatat pada rekam medis.
j. Jika pasien menolak menggunakan gelang identifikasi, pasien harus mempunyai
identitas yang terpasang pada tubuh pasien misalnya gelang identitas yang di
tempelkan pada baju atau bisa di kalungkan pada leher pasien.

C. Identifikasi pasien yang tidak dikenal


1. Pasien akan dilakukan identifikasi menurut prosedur Rumah Sakit sampai pasien
dapat diidentifikasi dengan benar.
2. Dua angka digit pertama adalah tanggal kejadian pasien tanpa identitas
ditemukan.
3. Penulisan nama pasien dengan menggunakan Tn X/Ny.X/An.X/Nn. X
4. Tuliskan dibawah nama pasien dua angka digit pertama adalah tanggal kejadian
pasien tanpa identitas ditemukan, dua angka digit kedua adalah bulan , dua angka
digit ketiga adalah tahun kejadian pasien tersebut ditemukan, dan tiga angka digit
terakhir adalah jumlah pasien tidak dikenal ditemukan.
5. Contoh : Tn X 01/03/20/001

D. Pemberian label HATI-HATI NAMA SAMA


a. Pada pasien rawat inap yang memiliki nama sama maka pada sampul bindeks
diberikan label “HATI-HATI NAMA SAMA”.
b. Pada pasien yang akan menjalani prosedur pemeriksaan (Laboratorium/pemeriksaan
radiologi) maka pada formulir permintaan harus di tulis “HATI-HATI NAMA
SAMA”.
c. Untuk kamar pasien yang memiliki nama sama sebaiknya ditempatkan di ruang yang
berbeda jika memungkinkan, dan harus diberikan penanda “HATI-HATI NAMA
SAMA” Pada tempat tidur pasien.
d. Pasien yang memiliki nama sama di ruang rawat inap tidak dirawat dengan tim yang
sama jika memungkinkan.

E. Identifikasi pasien yang meninggal


1) Pasien yang meninggal di ruang rawat RSKB Rawamangun harus dilakukan
konfirmasi terhadap identitasnya dengan gelang pengenal dan rekam medis
(sebagai bagian dari proses verifikasi kematian).
2) Pasien yang meninggal di IGD juga harus dipakaikan gelang identitas pasien.
3) Surat keterangan kematian harus segera ditulis/dibuat oleh dokter pada saat itu.
4) Lembar surat kematian salinan 1 diserahkan pada keluarga pasien, lembar
salinan ke 2 di simpan di rekam medis pasien, lembar salinan ke 3 di tempelkan di
kain penutup jenazah/kantong jenazah, salinan surat ke 4 diarsipkan di kamar
jenazah.

F. Identifikasi pada bayi (neonatus)


a) Identifikasi untuk bayi baru lahir yaitu dilakukan dengan cara memasangkan
gelang Identitas bayi baru lahir dengan menempelkan label identitas ibu (By
Ny…., No RM ibu dan tanggal lahir ibu) sesaat setelah bayi lahir. Saat nama bayi
sudah didaftarkan, gelang Identitas berisi data ibu dapat dilepas dan diganti
dengan gelang pengenal yang berisikan data bayi.(By. Ny…., No RM dan tanggal
lahir )
b) Untuk bayi kembar baru lahir : menggunakan nama ibu, no rekam medis bayi dan
nomor urut kelahiran.

G. Macam-macam gelang Identifikasi pasien:


a. Berdasarkan Jenis
Kelamin Biru :
Laki-laki
Pink : Perempuan
Putih : Untuk jenis kelamin yang belum bisa ditentukan.
b. Berdasarkan Resiko
Gelang Merah : Resiko alergi
Gelang Kuning : Pasien dengan resiko jatuh pada pasien rawat inap
Pita Kuning : Pasien dengan resiko jatuh di rawat jalan
Gelang Ungu : Penolakan resusitasi (DNR).

H. Tindakan / Prosedur yang membutuhkan identifikasi


a. Pemberian obat – obatan
b. Prosedur pemeriksaan radiologi (Rontgen Thorax, USG dan sebagainya)
c. Intervensi pembedahan dan prosedur invasif lainya
d. Transfusi darah
e. Pengambilan sampel darah dan spesimen (misalnya darah, tinja, urin, dan
sebagainya)
f. Transfer pasien
g. Konfirmasi kematian

I. Melepas Gelang Identifikasi


a. Gelang Identifikasi, hanya dilepas pada saat pasien pulang atau keluar dari
rumah sakit (pasien sembuh, meninggal atau pulang atas permintaan sendiri)
b. Yang bertugas melepas gelang identifikasi adalah perawat.
c. Gelang identifikasi yang sudah tidak dipakai harus digunting menjadi potongan-
potongan kecil sebelum dibuang ke tempat sampah.
d. Terdapat kondisi-kondisi yang memerlukan pelepasan gelang identifikasi
sementara (saat masih dirawat di rumah sakit), misalnya lokasi pemasangan
gelang identifikasi mengganggu suatu prosedur. Segera setelah prosedur selesai
dilakukan, gelang identifikasi dipasang kembali
Tempat Pendaftaran

Pasien dari Poli Langsung Ke Rawat Inap

Melalui IGD

Ada Rekam Medis


Ada Rekam Medis

Tidak
Tidak Ya
Ya
Cetak label identitas Lengkapi identitas
1. pasien pada lembar RM
Cetak label identitas Buat Gelang
Cek Ulang identitas pasien 2.
1. identitas dengan menempelkan stiker pada gelang identi
Lengkapi identitas pasien pada lembar RM Cetak Label Identitas BuatCekGelang
Ulang data identitas pada gelang
Buat Gelang identitas
n menempelkan dengan
stiker pada menempelkan
gelang stiker
RM,pada
identitas identitas
(No Namagelang identitas
, Tanggal
dengan Lahir)(No
menempelkan RM,pada
2.stiker Namagelang
, Tanggal Lahir)(No RM, Nama , Tanggal Lahir)
identitas
da Cek Ulang data identitas pada gelang
gelang Cek Ulang data identitas pada gelang 3.
3.

4.

4.

Gelang identitas dipa Gelang identitas


dipakaikan oleh Perawat POLI
kaikan oleh Perawat IGD

erifikasi sebelum melakukan tindakan /Prosedursebelum pemberian


ah, atau produk darah; pengambilan darah dan spesimen lain untuk pemeriksaan diagnostik atau pemberian pengobatan atau

Cek gelang saat serah terima jaga


Ganti jika terdapat kesalahan data
Lepas gelang saat
Jangan mencoret tulisannya sebelumnya dengan data yang baru
pasien keluar dari
rumah sakit
2. SKP 2. Meningkatkan Komunikasi Yang Efektif

A. Jenis Komunikasi efektif


a. Verbal: Komunikasi secara lisan secara langsung dan lewat media telephone
b. Elektronik
 Komunikasi melalui whatsapp, SMS atau yang lainnya
Komunikasi ini dilakukan jika panggilan melalui telephone tidak diangkat/tidak
aktif/permintaan DPJP, selama tidak dalam keadaan gawat darurat.
c. Tertulis : Catatan Rekam medis pasien

B. Komunikasi Efektif Antar Pemberi Layanan


Dalam memberikan pelayanan ke pasien, RS Khusus Bedah Rawamangun
menggunakan komunikasi komunikasi efektif sesuai dengan kondisi dan kebutuhan,
komunikasi tersebut diantaranya adalah :
1) Laporan kondisi pasien antar PPA (Dokter, Perawat, Bidan, Apoteker, Gizi)
Petugas dan tenaga medis harus melakukan proses verifikasi terhadap akurasi dari
komunikasi lisan dengan tulis, baca kembali dan konfirmasi ulang (TUBAK), yaitu:
a. MENCATAT SECARA LENGKAP (WRITE BACK)
Tenaga kesehatan yang menerima instruksi secara verbal (telepon/ lisan/
melaporkan hasil test yang kritis) dari dokter, atau dari tenaga kesehatan yang
lain :
Menuliskan/mencatat secara lengkap (write back) pesan dari pengirim di catatan
terintegrasi dalam Rekam Medis pasien:
1) Tanggal dan jam pesan diterima.
2) Instruksi :
 Dosis obat yang akan diberikan dan waktu pemberian harus spesifik
untuk menghindari salah penafsiran / hasil test kritis yang dilaporkan.
 Jenis tindakan/prosedur yang harus dilakukan/dipersiapkan.
b. MEMBACAKAN KEMBALI (READ BACK)

Setiap setelah selesai menuliskan instruksi dokter / hasil laporan, petugas


kesehatan membacakan kembali (read back) apa yang telah ditulis tersebut,
sehingga terdengar jelas oleh pengirim pesan.
Misalnya:
Instruksi dokter (via telepon) :
Inj. Ceftriaxone 1 gr, drip dalam Nacl 0,9% 100 cc 20 tts/menit.
Perawat Rawat Inap Menuliskan dan Membacakan :
Inj. Ceftriaxone 1 gr, drip dalam Nacl 0,9% 100 cc 20 tts/menit

Jika ada obat-obatan yang pengucapannya mirip maka harus dieja dengan
menggunakan kode internasional (Metode orari) yaitu:
A ALFA H HOTEL O OSCAR V VICTOR

B BRAVO I INDIAN P PAPA W WISKY

C CHARLIE J JULIET Q QUEBEX X XRAY

D DELTA K KILO R ROMEO Y YANKEE

E ECHO L LIMA S SIERA Z ZULU

F FOXTROT M MIKE T TANGGO

G GOLF N NOVEMBER U UNIFORM

c. MENGKONFIRMASI ULANG (CONFIRMATION))


Sebelum komunikasi secara lisan atau melalui telepon diakhiri dan setelah pesan
dituliskan secara lengkap, maka petugas kesehatan mengkonfirmasi ulang instruksi
dokter dan data pasien secara singkat dan jelas, yang meliputi :
1) Mengkonfirmasi Kembali (Confirmation) ke pengirim pesan untuk konfirmasi
kebenaran pesan yang dituliskan, termasuk :
 Nama lengkap pasien, usia pasien, ruang perawatan dan diagnosa.
 Instruksi dokter/ laporan dari petugas kesehatan
 Tulis nama dokter/petugas kesehatan yang memberikan pesan.
 Tulis nama dan tanda tangan petugas yang menerima pesan.
2) Dokter/ petugas kesehatan pengirim pesan akan menandatangani catatan pesan
yang ditulis penerima pesan sebagai tanda persetujuan dalam waktu 1 x 24 jam
sejak pesan diterima (stempel konfirmasi).
3) Komunikasi SBAR ini dituliskan di dalam formulir Catatan Perkembangan Pasien
Terintegrasi.

d. SBAR merupakan suatu teknik komunikasi yang dipergunakan dalam melakukan


identifikasi terhadap pasien sehingga mampu meningkatkan kemampuan komunikasi
antara perawat dengan dokter. Dengan komunikasi SBAR ini maka perawat dapat
memberikan laporan mengenai kondisi pasien lebih jelas dan terstruktur.
1) Situation
Menjelaskan kondisi terkini dan keluhan yang terjadi pada pasien.
Misalnya: penurunan tekanan darah, gangguan irama jantung, sesak nafas, dll.
2) Background
Menggali informasi mengenai latar belakang klinis yang menyebabkan timbulnya.
Misalnya: Riwayat keluhan klinis, alergi obat-obatan, hasil-hasil pemeriksaan
penunjang, dll.
3) Assessment
Masalah yang ditemukan pada pasien. Penilaian / pemeriksaan terhadap kondisi
pasien terkini sehingga perlu diantisipasi agar kondisi pasien tidak memburuk,
tindakan yang sudah dilakukan.
4) Recommendation
Merupakan usulan sebagai tindak lanjut, apa yang perlu dilakukan untuk
mengatasi masalah pasien saat ini.
Misalnya: Mengarahkan pasien untuk melakukan pemeriksaan penunjang,
pemberian terapi tambahan dll.
S Saya : …… (nama petugas yang menelpon dokter)

Saya menelpon tentang …………..( nama pasien, lokasi pasein


di rawat)

Yang dituju …..(DPJP)

Masalah pasien tentang ……(masalah yang akan dilaporkan)

B Saya telah melakukukan pemerikaan pasien dan terjadi


perubahan status pasien ( Sebutkan perubahan yang terjadi pada
pasien )

Kesadaran menurun, suhu semula 37ºC meningkat menjadi 39ºC,


pernafasan semula 24 x/ menit menjadi 36 x/menit.

Sebutkan obat-obatan yang telah diberikan ……………………..

A Masalah yang ditemukan pada pasien dikaitkan dengan apa yang


menjadi masalah pada pasien :

Problem kemungkinan karena ………………

Sudah dilakukan tindakan apa ………………………

R Saya mengajurkan (.............apa rekomendasi yang diberikan oleh


DPJP)

Petugas (yang melaporkan mencatat, dan memabaca ulang


tentang rekomendasi DPJP)

2) Serah terima asuhan pasien (Hand Over) di RS Khusus Bedah Rawamangun


dilakukan oleh Antar PPA seperti antar staf medis dan staf medis, antar staf medis
dan staf keperawatan atau dengan staf klinis lainnya, atau antara PPA dan PPA
lainnya pada saat pertukaran shift.
Sebelum serah terima pasien:
a. Dapatkan pengkajian kondisi pasien terkini.
b. Kumpulkan data-data yang diperlukan yang berhubungan dengan kondisi pasien yang
akan dilaporkan.
c. Pastikan diagnosa medis pasien dan prioritas masalah keperawatan yang harus
dilanjutkan.
d. Baca dan pahami catatan perkembangan terkini dan hasil pengkajian perawat shift
sebelumnya.
e. Siapkan medical record pasien termasuk rencana perawatan harian .
Dalam melaporkan kondisi pasien antar shift kita menggunakan teknik SBAR dengan
penjelasan sebagai berikut :
S (Situation)
 Sebutkan nama pasien, umur, tanggal dan hari perawatan serta dokter yang
merawat.
 Sebutkan diagnosa medis dan masalah keperawatan yang belum atau sudah
teratasi.
B (Background)
 Jelaskan keluhan utama, intervensi yang telah dilakukandan respon pasien dari
setiap diagnosa keperawatan.
 Sebutkan riwayat alergi, riwayat pembedahan, pemasangan alat invasive dan
obat-obatan masuk, cairan infus yang digunakan.
 Jelaskan pengetahuan pasien dan keluarga terhadap diagnosa
medic. A (Assesment)
 Jelaskan secara lengkap hasil pengkajian pasien terkini seperti vital sign
termasuk pain score, tingkat kesadaran, status resiko jatuh, kemampuan
eliminasi dll
 Jelaskan hasil investigasi yang abnormal
 Jelaskan informasi klinik lain yang
mendukung. R (Recommendation)
 Rekomendasi intervensi keperawatan perlu dilanjutkan (refer ke nursing care
plan) termasuk dischard planning dan edukasi pasien dan keluarga.
Dokumentasikan di catatan terintegrasi saat serah terima paien dan disertai tanda
tangan perawat yang menyerahkan dan yang menerima dengan format SOAP pada CPPT
kecuali staf Gizi dengan ADIME.
3) Hand over antara unit lain (transfer internal)
Serah terima pasien dari unit lain dilakukan dengan menggunakan transfer internal RS
Khusus Bedah Rawamangun, operan dilaksanakan setelah pasien dilakukan anamnesa
dan pemeriksaan oleh dokter dan perawat. Hal yang perlu diperhatikan saat akan
melakukan transfer ke unit lain antara lain :
 Kelengkapan data pasien: No RM, Nama sesuai E-KTP dan tanggal lahir, tanggal
masuk, tanggal pindah, Asal ruang rawat, ruang rawat selanjutnya, dokter penanggung
jawab pelayanan (DPJP), diagnosa utama, diagnosa skunder, keadaan pasien saat
pindah, kewaspadaan transmisi infeksi, peralatan yang menyertai pasien saat pindah,
riwayat pemeriksaan kesehatan dan pemeriksaan fisik yang signifikan, terapi saat
pindah, indikasi rawat inap, alasan pemindahan pasien, metode pemindahan pasien,
pendamping saat transfer, pasien/keluarga mengetahui dan menyetujui mengenai lasan
pemindahan, status fungsional pasien, pemeriksaan penunjang/diagnostic yang sudah
dilakukan, intervensi/tindakan yang sudah dilakukan, diit jika pindah ke ruang rawat,
kondisi pasien saat tiba ditempat.
 Tulis petugas dan tanda tangan petugas yang mengirim dan yang menerima pasien.
3. SKP 3. Meningkatkan Keamanan Obat-obatan Yang Perlu di Waspadai
Lakukan prosedur dengan aman dan hati-hati selama memberikan instruksi,
mempersiapkan, memberikan obat, dan menyimpan high alert medications.

Tabel 1 Obat-obatan dalam Kategori High Alert Medications


Kategori / Kelas Obat-obatan Jenis obat
Agonis adnergik IV Epinephrine,
Agen anestesi (umum, inhalasi, dan IV) Propofol, ketamin
Anti-aritmia IV Lidocain
Anti-trombotik, termasuk:
a. Antikoagulan  Vaxel, Inviclot
Dekstrosa hipertonik ( ≥ 20%)
Larutan dialysis (peritoneal dan hemodialisis)
Obat-obatan epidural atau intratekal
Obat hipoglikemik (oral) Glibenclamide, gliquidone, glimepiride
Insulin (SC dan IV) Insulin regular,
Agen sedasi moderat / sedang IV Miloz
Agen sedasi moderat / sedang oral, untuk anak Ketamin, miloz
Opioid / narkose:
a. IV Morphin inj, Fentanyl in, Clopedin inj
b. Oral (termasuk konsentrat cair, formula Codein, codipront, codipront cum exp, mst
rapid dan lepas lambat)
Agen blok neuromuskular Atrakurium,
Aqua bidestilata, inhalasi, dan irigasi (dalam Aquabidest
kemasan ≥ 100ml)
NaCl untuk injeksi, hipertonik, dengan konsentrasi Otsu Salin 3%
> 0,9%
Konsentrat KCl untuk injeksi Otsu KCl 2 meq/ml
Magnesium Sulfat (MgSO4) injeksi Otsu MgSO4 20%, 40%
Digoksin IV Fargoxin inj
Oksitosin IV Induxin inj
Antikonvulsan Diazepam
A. Peresepan Obat High Alert
1. Jangan berikan instruksi hanya secara verbal mengenai high alert medications.
2. Instruksi ini harus mencakup minimal:
a. Nama pasien dan nomor rekam medis
b. Tanggal dan waktu instruksi dibuat
c. Nama obat (generik), dosis, jalur pemberian, dan tanggal pemberian setiap obat
d. Kecepatan dan atau durasi pemberian obat
3. Dokter harus mempunyai diagnosis, kondisi, dan indikasi penggunaan setiap high
alert medications secara tertulis.
4. Sistem instruksi elektronik akan memberikan informasi terbaru secara periodic
mengenai standar pelayanan, dosis, dan konsentrasi obat (yang telah disetujui oleh
Komite Farmasi dan Terapeutik), serta informasi yang dibutuhkan untuk
mengoptimalisasi keselamatan pasien.
5. Jika memungkinkan, peresepan high alert medications haruslah terstandarisasi
dengan menggunakan instruksi tercetak.
6. Instruksi kemoterapi harus ditulis pada ‘Formulir Instruksi Kemoterapi’ dan
ditandatangani oleh spesialis onkologi, informasi ini termasuk riwayat alergi
pasien, tinggi badan, berat badan, dan luas permukaan tubuh pasien. Hal ini
memungkinkan ahli farmasi dan perawat untuk melakukan pengecekan ganda
terhadap penghitungan dosis berdasarkan berat badan dan luas permukaan tubuh.

B. Penyimpanan Obat High Alert


1) High alert medications yang disimpan di ruang perawatan disimpan dalam troli
atau cabinet penyimpanan yang memiliki kunci.
2) Semua tempat penyimpanan harus diberikan label yang jelas dan dipisahkan dengan
obat-obatan rutin lainnya. Jika high alert medications harus disimpan di area
perawatan pasien, kuncilah tempat penyimpanan dengan diberikan label
‘Peringatan: high alert medications’ pada tutup luar tempat penyimpanan.
3) Jika menggunakan dispensing cabinet untuk menyimpan high alert medications,
berikanlah pesan pengingat di tutup cabinet agar pengasuh / perawat pasien menjadi
waspada dan berhati-hati dengan high alert medications. Setiap kotak / tempat yang
berisi high alert medications harus diberi label.
4) Tempelkan stiker obat high alert pada setiap dos obat.
5) Penyimpanan obat narkotika secara terpisah dalam lemari terkunci double, setiap
pengeluaran harus diketahui oleh penanggung jawabnya dan dicatat.

C. Penyiapan Obat High Alert


1) Pisahkan obat high alert dengan obat lain pada saat disiapkan
2) Beri stiker high alert pada setiap ampul obat high alert yang diserahkan kepada
perawat
3) Infus intravena high alert medications harus diberikan label yang jelas dengan
menggunakan huruf / tulisan yang berbeda dengan sekitarnya.

D. Pendistribusian obat High Alert


a. Perawat harus selalu melakukan pengecekan ganda (double-check) terhadap semua
high alert medications sebelum diberikan kepada pasien.
b. Sebelum perawat memberikan obat high alert lakukan double check kepada perawat lain
untuk memastikan 5 benar (pasien, obat, dosis, rute dan waktu).
c. Pengecekan ganda terhadap High alert medications.
a. Tujuan :
Identifikasi obat-obatan yang memerlukan verifikasi atau pengecekan ganda oleh
petugas kesehatan lainnya (sebagai orang kedua) sebelum memberikan obat dengan
tujuan meningkatkan keselamatan dan akurasi.
b. Kebijakan :
1) Pengecekan ganda diperlukan sebelum memberikan high alert medications
tertentu / spesifik dan di saat pelaporan pergantian jaga atau saat melakukan
transfer pasien.
2) Pengecekan ganda ini akan dicatat pada rekam medis pasien atau pada catatan
pemberian medikasi pasien.
3) Pengecekan pertama harus dilakukan oleh petugas yang berwenang untuk
menginstruksikan, meresepkan, atau memberikan obat-obatan, antara lain:
perawat, ahli farmasi, dan dokter.
4) Pengecekan kedua akan dilakukan oleh petugas yang berwenang, teknisi, atau
perawat lainnya. (petugas tidak boleh sama dengan pengecek pertama).
5) Kebutuhan minimal untuk melakukan pengecekan ganda / verifikasi oleh orang
kedua dilakukan pada kondisi-kondisi seperti berikut:
a. Setiap akan memberikan injeksi obat.
b. Obat high alert dalam infus harus ada cek kecepatan dan ketepatan pompa
infuse, temple stiker label nama obat pada botol infuse dan diisi dengan
catatan sesuai ketentuan.
c. Untuk obat high alert dalam bentuk infus:
 Saat terapi inisial
 Saat terdapat perubahan konsentrasi obat
 Saat pemberian bolus
 Saat pergantian jaga perawat atau transfer pasien
 Setiap terjadi perubahan dosis obat
6) Pengecekan tambahan dapat dilakukan sesuai dengan instruksi dari dokter.

c. Berikut adalah high alert medications yang memerlukan pengecekan ganda :


Tabel 2 High alert medications yang Memerlukan Pengecekan Ganda untuk
Semua Dosis Termasuk Bolus
Obat-obatan

Heparin

Insulin

Infuse Magnesium sulfat pada pasien obstetric

Calcium Clorida 8 gm/1000ml infuse (untuk CRRT)


Tabel 3. Obat-obatan yang Memerlukan Pengecekan Ganda jika Terdapat
Perubahan Kantong Infus
Obat-obatan

Infuse benzodiazepine

Infuse opioid

Infuse epidural

Tabel 4. Obat-obatan yang Memerlukan Pengecekan Ganda jika Terdapat


Perubahan Dosis / Kecepatan Pemberian
Obat-obatan

Infuse bensodiazepin

Infuse opioid, epidural

Heparin

d. Untuk dosis inisial atau inisiasi infuse baru


1) Petugas kesehatan mempersiapkan obat dan hal-hal di bawah ini untuk menjalani
pengecekan ganda oleh petugas kedua :
 Obat-obatan pasien dengan label yang masih intake
 Rekam medis pasien, catatan pemberian medikasi pasien, atau resep / instruksi
tertulis dokter
 Obat yang hendak diberikan lengkap dengan labelnya
2) Petugas kedua akan memastikan hal-hal berikut ini:
 Obat telah disiapkan dan sesuai dengan instruksi
 Perawat pasien harus memverifikasi bahwa obat yang hendak diberikan telah sesuai
dengan instruksi dokter.
 Obat memenuhi 5 persyaratan.
 Membaca label dengan suara lantang kepada perawat untuk memverifikasi kelima
persyaratan ini:
 Obat tepat
 Dosis atau kecepatannya tepat, termasuk pengecekan ganda mengenai
penghitungan dan verifikasi pompa infuse
 Rute pemberian tepat
 Frekuensi / interval tepat
 Diberikan kepada pasien yang tepat
3) Pada beberapa kasus, harus tersedia juga kemasan / vial obat untuk memastikan bahwa
obat yang disiapkan adalah obat yang benar, misalnya: dosis insulin
4) Ketika petugas kedua telah selesai melakukan pengecekan ganda dan kedua petugas
puas bahwa obat telah sesuai, lakukanlah pencatatan pada rekam medis / catatan
pemberian medikasi pasien.
5) Petugas kedua harus menulis ‘dicek oleh:’ dan diisi dengan nama pengecek.
6) Pengecekan ganda akan dilakukan sebelum obat diberikan kepada pasien
7) Pastikan infuse obat berada pada jalur / selang yang benar dan lakukan pengecekan
selang infuse mulai dari larutan / cairan infuse, pompa, hingga tempat insersi selang
8) Pastikan pompa infuse terprogram dengan kecepatan pemberian yang tepat, termasuk
ketepatan data berat badan pasien.
e. Untuk pengecekan saat pergantian jaga perawat atau transfer
pasien. Petugas kedua akan memastikan hal-hal berikut ini:
 Obat yang diberikan harus memenuhi kelima persyaratan.
 Perawat berikutnya akan membaca label dengan lantang kepada perawat sebelumnya
untuk memverifikasi kelima persyaratan (seperti yang telah disebutkan di atas).
 Saat pengecekan telah selesai dan kedua perawat yakin bahwa obat telah sesuai,
lakukanlah pencatatan pada bagian ‘pengecekan oleh perawat di rekam medis pasien.
 Sesaat sebelum memberikan obat, perawat mengecek nama pasien, memberitahukan
kepada pasien mengenai nama obat yang diberikan, dosis, dan tujuannya (pasien dapat
juga berperan sebagai pengecek, jika menungkinkan).
 Semua pemberian high alert medications intravena dan bersifat kontinu harus
diberikan melalui pompa infus IV. Pengecualian dapat diberikan pada pasien di Ruang
Rawat Intensif Neonatus (Neonates Intensive Care Unit – NICU), atau pada pasien
risiko tinggi mengalami kelebihan cairan (volume over-load).4Setiap selang infuse
harus diberi label dengan nama obat yang diberikan di ujung distal selang dan pada
pintu masuk pompa (untuk mempermudah verifikasi dan meminimalkan kesalahan)
f. Pada situasi emergensi, dimana pelabelan dan prosedur pengecekan ganda dapat
menghambat / menunda penatalaksanaan dan berdampak negatif terhadap pasien, perawat
atau dokter pertama-tama harus menentukan dan memastikan bahwa kondisi klinis pasien
benar-benar bersifat emergensi dan perlu ditatalaksana segera sedemikian rupa sehingga
pengecekan ganda dapat ditunda. Petugas yang memberikan obat harus menyebutkan
dengan lantang semua terapi obat yang diberikan sebelum memberikannya kepada pasien.1
g. Obat yang tidak digunakan dikembalikan kepada farmasi / apotek, dan dilakukan peninjauan
ulang oleh ahli farmasi atau apoteker apakah terjadi kesalahan obat yang belum diberikan.
h. Dosis ekstra yang digunakan ditinjau ulang oleh apoteker untuk mengetahui indikasi
penggunaan dosis ekstra

E. Pemberian High Alert Medication


1. Agonis Adrenergik IV (epinefrin)
a. Instruksi medikasi harus meliputi ‘kecepatan awal’.
b. Saat titrasi obat, haruslah meliputi parameternya
c. Konsentrasi standar untuk infuse kontinu: Epinefrin: 4 mg/250ml
d. Pada kondisi klinis di mana diperlukan konsentrasi infuse yang tidak sesuai standar,
spuit atau botol infuse harus diberi label ‘konsentrasi yang digunakan adalah ….’
e. Gunakan monitor kardiovaskular pada semua pasien dengan pemasangan vena
sentral
2. Antagonis adrenergic
(propanolol) Konsentrasi standar :
a. vial 100 mg/10ml
b. ampul 2,5 g/10ml7
3. Dopamine dan dobutamin
a. Sering terjadi kesalahan berupa obat tertukar karena namanya yang mirip,
konsentrasi yang mirip, dan indikasinya yang serupa. Gunakan label yang dapat
membedakan nama obat (misalnya: DOBUTamin, DOPamin)
b. Gunakan konsentrasi standar
c. Beri label pada pompa dan botol infuse berupa ‘nama obat dan dosisnya’

4. Kalsium Intravena (sebagai gluconate)


a. CaCl tidak boleh diberikan melalui IM karena bersifat sangat iritatif terhadap
jaringan
b. Faktor yang dapat mempengaruhi konsentrasi kalsium dalam darah adalah kadar
fosfor serum dan albumin serum
c. Efek samping yang dapat terjadi:
 Interaksi obat dengan digoksin (injeksi cepat kalsium dapat menyebabkan
bradiaritmia, terutama pada pasien yang mengkonsumsi digoksin)
 Antagonis terhadap CCB (calcium-channel blocker) dan peningkatan tekanan
darah
 Hipokalsemia atau hiperkalsemia akibat pemantauan kadar kalsium yang tidak
efisien
 Rasio kalsium-fosfor yang tidak tepat dalam larutan IV dan menyebabkan
presipitasi dan kerusakan organ
 Nekrosis jaringan akibat ekstravasasi kalsium klorida
d. Instruksikan pemberian kalsium dalam satuan milligram.
e. Lakukan pengecekan ganda.

5. Infuse kontinu Heparin, Warfarin IV


a. Protokol standar indikasi adalah untuk thrombosis vena dalam (Deep Vein
Thrombosis – DVT), sakit jantung, stroke, dan ultra-filtrasi.
b. Singkatan ‘u’ untuk ‘unit’ tidak diperbolehkan. Jangan menggunakan singkatan.
c. Standar konsentrasi obat untuk infuse kontinu: heparin: 25.000 unit/500ml
dekstrosa 5% (setara dengan 50 unit/ml)
d. gunakan pompa infuse
e. lakukan pengecekan ganda
f. berikan stiker atau label pada vial heparin dan lakukan pengecekan ganda terhadap
adanya perubahan kecepatan pemberian.
g. Untuk pemberian bolus, berikan dengan spuit (daripada memodifikasi kecepatan
infus)
h. Obat-obatan harus diawasi dan dipantau
i. Warfarin harus diinstruksikan secara harian berdasarkan pada nilai INR / PT harian.

6. Insulin IV
a. Singkatan ‘u’ untuk ‘unit’ tidak diperbolehkan. Jangan menggunakan singkatan.
b. Infuse insulin: konsentrasi standar = 1 unit/ml, berikan label ‘high alert’ , ikuti
protokol standar HCU
c. Vial insulin yang telah dibuka memiliki waktu kadaluarsa dalam 30 hari setelah
dibuka.
d. Vial insulin disimpan pada tempat terpisah di dalam kulkas dan diberi label.
e. Pisahkan tempat penyimpanan insulin dan heparin (karena sering tertukar)
f. Jangan pernah menyiapkan insulin dengan dosis U100 di dalam spuit 1 cc, selalu
gunakan spuit insulin (khusus)
g. Lakukan pengecekan ganda
h. Perawat harus memberitahukan kepada pasien bahwa mereka akan diberikan
suntikan insulin/
i. Distribusi dan penyimpanan vial insulin dengan beragam dosis:
j. Simpan dalam kulkas secara terpisah dan diberi label yang tepat
k. Semua vial insulin harus dibuang dalam waktu 30 hari setelah dibuka (injeksi jarum
suntik). Tanggal dibuka / digunakannya insulin untuk pertama kali harus dicatat
pada vial.

7. Konsentrat elektrolit: injeksi NaCl > 0,9% dan injeksi Kalium (klorida, asetat, dan
fosfat) ≥ 0,4 Eq/ml
a. Jika KCl diinjeksi terlalu cepat ( misalnya pada kecepatan melebihi 10 mEq/jam)
atau dengan dosis yang terlalu tinggi, dapat menyebabkan henti jantung.
b. KCl tidak boleh diberikan sebagai IV push / bolus.
c. Hanya disimpan di Farmasi, HCU, dan kamar operasi
d. Standar konsentrasi pemberian infuse NaCl: maksimal 3% dalam 500ml.
e. Berikan label pada botol infuse: ‘larutan natrium hipertonik 3%’ (Tulisan berwarna
merah)
f. Protokol untuk KCl :
 Indikasi infuse KCl
 Kecepatan maksimal infuse
 Konsentrasi maksimal yang masih diperbolehkan
 Panduan mengenai kapan diperlukannya monitor kardiovaskular
 Penentuan bahwa semua infuse KCl harus diberikan via pompa
 Larangan untuk memberikan larutan KCl multipel secara berbarengan
(misalnya: tidak boleh memberikan KCl IV sementara pasien sedang
mendapat infuse KCl di jalur IV lainnya)
 Diperbolehkan untuk melakukan substitusi dari KCl oral menjadi KCl IV,
jika diperlukan
 Lakukan pengecekan ganda
Macam-macam elektrolit konsentrat dan elektrolit dengan konsentrasi tertentu adalah :

NO OBAT BENTUK SEDIAAN PROTOKOL


SEDIAAN DALAM
FORMULARI
UM RS
1 Kalium Klorida Flash Otsu-KCL 7.46 Harus diencerkan sebelum digunakan
Vial 25 ml dengan perbandingan 1ml KCL : 10
(Otsuka) ml pelarut (WFI/NaCl 0.9%).
Konsentrasi dalam larutan
maksimum adalah 10 mEq/100ml.
Kecepatan pemberian KCl tidak
lebih dari 10-20 mEq/jam dan dosis
maksimum selama 24 jam adalah
200 mEq
Kompatibilitas : D5%, D10%, D20%
selama 24 jam, NaCl 0,9%, dan
dengan Ca Glukonas
2 Mangnesium Sulfat Flash MgSO4 20% 25 Untuk injeksi intravena, penggunaan
(MgSO4) ml (Otsuka) dengan konsentrat 20% atau kurang ,
MgSO4 40% 25 laju injeksi tidak boleh melebihi 1,5
ml (Otsuka) ml larutan 10% permenit
Untuk injeksi IM, penggunaan 25%
atau 50% untuk pasien dewasa.
Pengenceran 20% untuk bayi dan
anak-anak
Kompatibilitas : Dextrose 5%, NaCl
0.9%, RL
3 Natrium Flash Meylon Harus diencerkan sebelum
Bikarbonat Vial 8.4% 25 ml digunakan.
(Otsuka) Untuk penggunaan bolus :
diencerkan dengan perbandingan 1ml
NaBic : 1ml pelarut WFI, untuk
pemberian bolus dengan kecepatan
maksimum 10 mEq/menit
Untuk penggunaan infus drip :
diencerkan dengan perbandingan 0,5
ml NaBic : 1ml Dextrose 5%,
pemberian drip infus dilakukan
dengan kecepatan maksimum 1
mEq/kgBB/jam
4 Natrium Klorida Infus NaCl infus 3% Diberikan melalui vena sentral
3% (NaCl) 500 ml dengan kecepatan infus tidak lebih
(Otsuka) dari 100ml pelarut/jam
8. Infuse narkose / opiat, termasuk infuse narkose epidural
a. Opiate dan substansi lainnya harus disimpan dalam lemari penyimpanan yang
terkunci di apotik / unit farmasi dan di ruang perawatan pasien.
b. Kapanpun memungkinkan, instruksi yang dicetak (print) sebaiknya tersedia dalam
meresepkan obat.
c. Berikan label ‘high alert’: untuk infuse kontinu dengan konsentrasi non-standar
yang diberikan /diantarkan ke unit rawat, jika dperlukan sewaktu-waktu.
d. Konsentrasi standar:
 Morfin: 1 mg/ml
 Fentanil (penggunaan HCU): 10 mcg/ml
e. Konsentrasi tinggi: (berikan label ‘konsentrasi tinggi’)
 Morfin: 5 mg/ml
 Fentanil (penggunaan HCU): 50 mcg/ml
f. Instruksi penggunaan narkose harus mengikuti Kebijakan Titrasi.
g. Pastikan tersedia nalokson atau sejenisnya di semua area yang terdapat
kemungkinan menggunakan morfin
h. Tanyakan kepada semua pasien yang menerima opiate mengenai riwayat alergi
i. Hanya gunakan nama generik
j. Jalur pemberian epidural:
 Semua pemberian infuse narkose / opiate harus diberikan dengan pompa infuse
yang terprogram dan diberikan label pada alat pompa
 Gunakan tabung infuse yang spesifik (misalnya: wana: kuning bergaris) tanpa
portal injeksi
 Berikan label pada ujung distal selang infuse epidural dan selang infus IV untuk
membedakan.
k. Jika diperlukan perubahan dosis, hubungi dokter yang bertanggungjawab
l. Lakukan pengecekan ganda
9. Agen sedasi IV (midazolam, propofol)
a. Setiap infuse obat sedasi kontinu memiliki standar dosis, yaitu:
 Midazolam: 1 mg/ml, efek puncak: 5-10 menit
 Propofol: 10 mg/ml
b. Lakukan monitor selama pemberian obat (oksimetri denyut, tanda vital, tersedia
peralatan resusitasi)
10. Infus Magnesium Sulfat
a. Tergolong sebagai high alert medications pada pemberian konsentrasi melebihi
standar, yaitu > 40 mg/ml dalam larutan 100 ml (4 g dalam 100 ml larutan
isotonic / normal saline).
b. Perlu pengecekan ganda (perhitungan dosis, persiapan dosis, pengaturan pompa
infuse)
11. Agen blok neuromuscular (atrakurium)
a. Harus disimpan di area khusus dan spesifik, seperti: kamar operasi, Ruang Rawat
Intensif (High Care Unit), IGD,
b. Berikan label yang terlihat jelas dan dapat dibedakan dengan obat-obatan lainnya.
Farmasi akan memberikan label pada semua vial untuk penyimpanan obat di luar
kamar operasi.
c. Penyimpanan harus dipisahkan dari obat-obatan lainnya, misalnya dengan kotak
berwarna, penyekatan, dan sebagainya.
d. Semua infuse agen blok neuromuscular harus memiliki label yang bertuliskan:
 ‘peringatan: agen paralisis’
 ‘dapat menyebabkan henti napas’
e. Lakukan pengecekan ganda
f. Untuk setiap container obat baru yang disediakan oleh farmasi (misalnya: vial, spuit,
dan sebagainya), pengecekan ganda harus dicatat oleh kedua petugas di rekam
medis pasien.
g. Catatlah jika ada perubahan instruksi, termasuk perubahan kecepatan infuse dan
pengaturan pompa infuse
h. Kapanpun memungkinkan, instruksi yang dicetak (print) sebaiknya tersedia.
Instruksi juga harus menyatakan ‘Pasien harus terpasang ventilator’.
i. Jangan pernah menganggap obat-obatan ini sebagai ‘relaksan’
j. Harus dihentikan pemberiannya pada pasien yang di-ekstubasi dan tidak
menggunakan ventilator lagi.
12. Obat-obatan inotropik IV (digoksin)
a. Obat-obatan ini memiliki rentang terapeutik yang sempit dan memiliki sejumlah
interaksi obat.
b. Pasien-pasien yang harus mendapatkan pengawasan ekstra adalah: lansia (geriatric)
yang mendapat dosis tinggi obat inotropik dan juga mengkonsumsi quinidine.
c. Dalam penggunaan obat, berikan edukasi kepada pasien mengenai pentingnya
kepatuhan pasien dalam hal dosis, perlunya pemeriksaan darah perifer secara rutin,
dan tanda-tanda peringatan akan terjadinya potensi overdosis.
d. Tingkatkan pemantauan pasien dengan memperbanyak kunjungan dokter dan
pemeriksaan laboratorium.
e. Lakukan pemeriksaan digoksin darah secara rutin.
f. Monitor penggunaan Digibind dan kembangkan suatu protokol mengenai indikasi
penggunaan Digibind.
a. Pemberian high alert medications pada neonatus dan pediatric
1. High alert medications pada neonatus dan pediatric serupa dengan obat-obatan pada
dewasa, dan obat-obatan di bawah ini:
a. Chloral hydrate (semua jalur pemberian)
b. Insulin (semua jalur pemberian)
c. Digoksin (oral dan IV)
d. Infuse dopamine, dobutamin, epinefrin.
2. Pemberian chloral hydrate untuk sedasi:
a. Kesalahan yang sering terjadi:
 Dosis tertukar karena terdapat 2 sediaan: 250 mg/5ml dan 500 mg/5ml.
 Instruksi sering dalam bentuk satuan volume (ml), dan bukan dalam dosis mg.
 Pasien agitasi sering mendapat dosis multipel sebelum dosis yang pertama
mencapai efek puncaknya sehingga mengakibatkan terjadinya overdosis.
b. Tidak boleh untuk penggunaan di rumah.
c. Monitor semua anak yang diberikan chloral hydrate untuk sedasi pre-operatif
sebelum dan setelah prosedur dilakukan. buatlah rencana resusitasi dan pastikan
tersedianya peralatan resusitasi.
3. Prosedur pemberian obat:
a. Lakukan pengecekan ganda oleh 2 orang petugas kesehatan yang berkualitas
(perawat, dokter, ahli farmasi)
b. Berikut adalah konsentrasi standar obat-obatan untuk penggunaan secara kontinu
infuse intravena untuk semua pasien pediatric yang dirawat, PICU, dan NICU.
Berikan label ‘konsentrasi …….’ untuk spuit atau botol infuse dengan konsentrasi
modifikasi.

Tabel 5. Konsentrasi Standar Obat-obatan untuk Pediatric


Obat Konsentrasi 1 Konsentrasi 2 Konsentrasi 3

KCl 0,1 mEq/ml 0,2 mEq/ml

(10 mEq/100ml) (20 mEq/100ml),

hanya untuk infus


vena sentral

Spesifik untuk pediatric

Dopamin 1600 mcg/ml 3200 mcg/ml

(400 mcg/250ml) (800 mcg/250ml)

Dobutamin 200 mcg/ml 4000 mcg/ml

(500 mcg/250ml) (1 mg g/250ml)

Epinefrin 16 mcg/ml 64 mcg/ml

(4 mg/250ml) (16 mg/250ml)

Insulin, regular 0,5 unit/ml


c. Hanya staf yang berpengalaman dan kompeten yang diperbolehkan memberikan
obat.
d. Simpan dan instruksikan hanya 1 (satu) konsentrasi.
e. Harus memberikan instruksi dalam satuan milligram, tidak boleh menggunakan
satuan milliliter.
f. Jangan menginstruksikan penggunaan obat-obatan ini sebagai rutinitas / jika
perlu. Jika diperlukan pemberian obat secara pro re nata (jika perlu), tentukan
dosis maksimal yang masih diperbolehkan (misalnya: dosis maksimal 500 mg
perhari).
4. SKP 4. Memastikan Lokasi Pembedahan Yang Benar, Prosedure Yang Benar,
Pembedahan Pada Pasien Yang Benar.
Tatalaksana kepastian tepat lokasi tepat prosedur dan tepat pasien di RS Khusus Bedah
Rawamangun terdiri dari tatalaksana penandaan area operasi dan tata laksana ceklist
keselamatan operasi

A. Kriteria untuk Penandaan Area Operasi


Prosedur penandan area operasi harus dipatuhi untuk memastikan tepat lokasi, tepat
prosedur dan tepat pasien yang akan dioperasi.
1. Kriteria yang harus dilakukan penandaan lokasi operasi yaitu:
a) Pada organ yang memiliki dua sisi/bilateral (kanan/kiri)
b) Multipel structures (Jari tangan/jari kaki)
c) Multi lesi yang pengerjaannya bertahap
d) Multiple organ
2. Kriteria prosedur operasi yang tidak memerlukan penandaan lokasi operasi yaitu:
a) Kasus organ tunggal (misalnya operasi cesarea)
b) Kasus yang melibatkan mucosa dan perinium.
c) Prosedure yang melibatkan bayi premature dimana penandaan akan menyebabkan
tato permanen.
d) Pada kasus yang tidak mememungkinkan dilakukannya penandaan lokasi operasi
misalnya Hemoroidectomy, operasi pada organ genitalia.

B. Pembuatan tanda/site Marking


1. Libatkan keluarga dalam proses penandaan lokasi operasi, jelaskan maksud dan tujuan
dilakukan penandaan lokasi operasi
2. Penandaan harus dilakukan sebelum pasien masuk ke ruang operasi dan harus dilakukan
oleh dokter atau perawat yang sudah didelegasikan.
3. Penandaan harus dibuat menggunakan surgical marking pen yang tidak hilang bila dicuci,
untuk kulit warna gelap boleh menggunakan warna yang lain, berikan tanda lingkaran
dan ditulis kata “YA” pada area tubuh yang akan dilakukan operasi.
4. Setelah melakukan penandaan area operasi di tubuh pasien, dokter bedah penanggung
jawab pasien (DPJP) mendokumentasikan penandaan area operasi tersebut di formulir
penandaan lokasi operasi dengan tanda lingkaran dan ditulis kata “YA” dan
menandatanganinya, formulir tersebut ditandatangani oleh pasien/keluarga. Untuk pasien
yang tidak memerlukan penandaan tetapi tetap mendokumentasikan di formulir
penandaan lokasi operasi.

C. Tata Laksana Ceklist Keselamatan Operasi


Tata laksana Ceklist Keselamatan Operasi adalah sebagai berikut
1) SIGN IN (dibaca dengan suara keras)
Dipimpin oleh dokter anastesi dan minimal dihadiri dokter anestesi dan perawat sebelum
induksi. Dapat dilakukan di ruang persiapan (premedikasi) atau di kamar operasi sebelum
di induksi.
Prosedur :
 Isi nama pasien. tanggal lahir, no RM pasien, jenis kelamin. diagnosa medis, dan
prosedur
 Lakukan Sign-In sebelum tindakan anestesi, dipimpin oleh dokter anestesi, dihadiri
minimal dokter anestesi dan perawat. Dibacakan oleh perawat sebelum induksi
 Konfirmasi tentang identitas, Tindakan yang akan dilakukan, bagian tubuh yang
akan dilakukan operasi yang telah diberi tanda dengan tinta tahan air, surat lzin
operasi (inform consent ), surat lzin anestesi. Jika Sudah dikonfirmasi berikan tanda
centang (√) pada ya
 Konfirmasi bagian tubuh yang akan dioperasi apakah sudah ditandai. Jika Sudah
dikonfirmasi berikan tanda centang (√) pada ya. jika tidakmemungkinkan untuk
ditandai. Berikan tanda (√) padatidakmemungkinkan untuk ditandai.
 Konfirmasi mesin anesthesi dan obat-obatan dicek secara lengkap. Jika Sudah
dikonfirmasi berikan tanda centang(√)pada ya
 Apakah Pulse Oxymetn (oksimeter denyut ) sudah terpasang pada pasien dan
berfungsi dengan baik. Jika Sudah dikonfirmasi berikan tanda centang(√) pada ya
 Konfirmasi pasien diketahui alergi. Jika Sudah dikonfirmasi tidak alergi berikan
tanda centang (√) pada tidak. Jika Sudah dikonfirmasi alergi berikan tanda
centang(√) pada ya
 Konfirmasi Resiko kesulihtan jalan nafas atau jalan nafas. Jika Sudah dikonfirmasi
tidak ada resiko berikan tanda centang (√) pada tidak. Jika Sudah dikonfirmasi ada
resiko aspirasi dan kesuhtan jalan nafas berikan tanda centang (√) pada ya dan
perlengkapan penunjang untuk mengatasi sudah tersedia
 Konfirmasi Resiko Perdarahan >500 ml (>7 ml/kg untuk pasien anak ) Jika Sudah
dikonfirmasi tidak ada resiko berikan tanda centang(√) pada tidak. Jika Sudah
dikonfirmasi ada resiko kehiiangan darah berikan tanda centang (√) pada ya, dan 2
akses mtravena atau akses sentral dan cairan sudah terencana
 Ditandatangani oleh dokter anestesi.
2) TIME OUT (dibaca dengan suara keras)
Time out dipimpin oleh operator, dilakukan sebelum inisi kulit di ruang
operasi/procedure (dipandu oleh perawat sirkuler, diikuti oleh operator, dokter anestesi
/penata anestesi, dan perawat). Dalam proses time out semua kegiatan ditangguhkan,
kecuali jika mengancam jiwa. Proses time out didokumentasikan termasuk tanggal dan
waktu time out dilaksanakan.
a.Prosedur perawat sirkuler mengkonfirmasi (secara verbal)
a) Mengkonfirmasi semua anggota tim bedah telah memperkenalkan diri dengan
menyebutkan nama dan tugas masing-masing. Jika sudah dikonfirmasi benkan
tanda centang (√)pada ya
b) Mengkonfirmasi nama pasien. Prosedur/tindakan operasi, dan dimana insisi akan
dilakukan. Jika sudah dikonfirmasi berikan tanda centang (√)pada ya
c) Mengkonfirmasi Apakah antibiotik profilaksis telah dibenkan dalam kurun waktu
60 menit? Jika sudah dikonfirmasi berikan tanda centang (√) pada ya. atau berikan
tanda centang (√) jika tidak memungkinkan dilakukan.
d) Mengantisipasi kejadian kritis Untuk dokter bedah.
1. Konfirmasi Apa saja langkah-langkah non-rutin atau untuk situasi kritis?
2. Konfirmasi Berapa lama kasus ini akan tertangani?
3. Konfirmasi Berapa perdarahan yang diperkirakan akan terjadi?persiapan darah?
b. Untuk penata/dokter anestesi :
Konfirmasi Apakah ada perhatian khusus yang spesifik untuk pasien ini?
c. Untuk tim perawat:
a) Konfirmasi Apakah sterilitas (termasuk hasil indikator) telah dikonfirmasi?
b) Konfirmasi Apakah ada hal-hal yang perlu diperhatikan mengenai peralatan atau
hal lainnya?
c) Konfirmasi Apakah hasil radiologi ditampilkan/ditayangkan? Jika sudah
dikonfirmasi berikan tanda centang (√)pada ya, atau berikan tanda centang (√) jlka
tidak memungkinkan dilakukan.
d) Tanda tangani oleh Perawat Sirkuler.
3) SIGN OUT (dibacakan dengan keras)
Sebelum pasien meninggalkan kamar operasi, sebelum penutupan luka operasidipimpin
oleh dokter operator.
Prosedur Perawat (secara verbal) mengkonfirmasi
a. Konfirmasi nama/jenis prosedur? Jika sudah dikonfirmasi centang (√)
b. Konfirmasi tentang kelengkapan jumlah instrument, kassa dan benda tajam telah
lengkap (atau tidak memungkinkan) Jika sudah dikonfirmasi centang(√)
c. Konfirmasi label spesimen (membaca lantang nama spesimennya, termasuk nama
pasien), Jika sudah dikonfirmasi centang (√)
d. Konfirmasi peralatan yang bermasalah telah tendentifikasi?Jika sudah dikonfirmasi
centang (√)
e. Konfirmasi dokter bedah, penata/dokter anestesi, dan perawat. Hal-hal apa saja yang
perlu diperhatikan untuk pemulihan (recovery) dan penatalaksanaan pasien ini?
(TTV, Perdarahan). Jika sudali dikonfirmasi centang (√)
f. Di tanda tangani oleh dokter bedah (dokter operator), dokter anestesi, perawat
sirkuler.
5. SKP 5 Mengurangi Risiko Infeksi Akibat Perawatan Kesehatan

Untuk mencegah resiko infeksi di RS Khsus Bedah Rawamangun ada beberapa cara salah
satunya yaitu mencuci tangan.

A. Mencuci tangan/kebersihan tangan


Kebersihan tangan dilakukan dengan mencuci tangan menggunakan sabun dan air
mengalir bila tangan jelas kotor atau terkena cairan tubuh, atau menggunakan alkohol
(alcohol-based handrubs) bila tangan tidak tampak kotor. Kuku petugas harus selalu bersih
dan terpotong pendek, tanpa kuku palsu, tanpa memakai perhiasan cincin. Cuci tangan
dengan sabun biasa/antimikroba dan bilas dengan air mengalir, dilakukan pada saat:
a) Bila tangan tampak kotor, terkena kontak cairan tubuh pasien yaitu darah, cairan tubuh
sekresi, ekskresi, kulit yang tidak utuh, ganti verband, walaupun telah memakai sarung
tangan.
b) Bila tangan beralih dari area tubuh yang terkontaminasi ke area lainnya yang bersih,
walaupun pada pasien yang sama.

B. Indikasi kebersihan tangan:


a) Sebelum kontak pasien
b) Sebelum tindakan aseptic
c) Setelah kontak darah dan cairan tubuh
d) Setelah kontak pasien
e) Setelah kontak dengan lingkungan sekitar pasien

C. Kriteria memilih antiseptik:


a) Memiliki efek yang luas, menghambat atau merusak mikroorganisme secara luas
(gram positif dan gram negative, virus lipofilik, bacillus dan tuberculosis, fungi serta
endospore)
b) Efektifitas
c) Kecepatan efektifitas awal
d) Efek residu, aksi yang lama setelah pemakaian untuk meredam pertumbuhan
e) Tidak menyebabkan iritasi kulit
f) Tidak menyebabkan alergi
Hasil yang ingin dicapai dalam kebersihan tangan adalah mencegah agar tidak terjadi
infeksi, kolonisasi pada pasien dan mencegah kontaminasi dari pasien ke lingkungan
termasuk lingkungan kerja petugas.

Gambar (1)
Gambar (2)
6. SKP 6 . Mengurangi Risiko Cedera Pasien Akibat Terjatuh

A. Prosedur Pengkajian Risiko Jatuh di Rumah Sakit Khusus Bedah Rawamangun


a. Perawat yang bertugas akan melakukan skrining risiko jatuh kepada setiap pasien dengan
menggunakan assesmen pasien risiko jatuh. Pada pasien rawat inap menggunakan
beberapa assemen untuk menilai risiko jatuh sesuai dengan kriteria usia, untuk pasien
dewasa dengan menggunakan Fall Morse Scale, dan untuk pasien anak menggunakan
Humpty Dumpty Scale, untuk pasien lanjut usia menggunakan assesmen risiko jatuh
geriatri. Dan untuk neonatus masuk dalam kategori pasien risiko tinggi untuk jatuh dan
langsung dilakukan intervensi pencegahan risiko jatuh.
b. Setiap pasien rawat inap akan dilakukan asesmen ulang sesuai dengan skor asessmen
risiko jatuh, assessment ulang dilakukan setiap shift.
c. Assessment ulang risiko jatuh juga dilakukan pada pasien yang mengalami perubahan
kondisi fisik atau status mental (penurunan kesadaran dan gangguan hemodinamik).
d. Pasien pasca operasi dan procedure invasive dipasang gelang resiko jatuh di ruang
pemulihan kamar operasi atau kamar tindakan, tanpa mengisi penilaian resiko jatuh di
ruang operasi. Assesment ulang resiko jatuh dan talaksana selanjutnya dilakukan di ruang
rawat inap.
e. Pasien di rawat jalan menggunakan aseesmen pengkajian Get Up dan Go Test.
f. Pemasangan gelang resiko jatuh dilakukan apabila skor resiko jatuh rendah.
g. Pemasangan tanda segitiga kuning resiko jatuh diberikan pada pasien dengan resiko jatuh
di IGD, pasien HCU, pasien neonatus (Perina dan di ruang rawat inap kebidanan)

B. Tatalaksana Pencegahan Risiko Jatuh Untuk Semua Pasien


1) Lakukan orientasi kamar rawat inap kepada pasien
2) Posisikan bel panggilan, pispot, dan pegangan tempat tidur berada dalam jangkauan
3) Jalur untuk pasien berjalan harus bebas obstruksi dan tidak licin
4) Jauhkan kabel-kabel dari jalur berjalan pasien
5) Posisikan tempat tidur rendah dan pastikan roda terkunci
6) Tentukan penggunaan paling aman untuk pegangan di sisi tempat tidur. Ingat bahwa
menggunakan 4 sisi pegangan tempat tidur dianggap membatasi gerak (mechanical
restraint)
7) Menggunakan sandal anti licin
8) Pastikan pencahayaan adekuat
9) Benda-benda pribadi berada dalam jangkauan
10) Bantu pasien ke kamar mandi, jika diperlukan
11) Evaluasi efektifitas obat-obatan yang meningkatkan predisposisi jatuh (sedasi,
antihipertensi, diuretic, benzodiazepine, dan sebagainya), konsultasikan dengan dokter
atau petugas farmasi jika perlu
12) Konsultasikan dengan dokter mengenai kebutuhan fisioterapi pada psaien dengan
gangguan keseimbangan / gaya berjalan / penurunan fungsional.
13) Nilai ulang status kemandirian pasien setiap hari
14) Pantau adanya hipertensi ortostatik jika pasien mengeluh pusing atau vertigo dan ajari
pasien untuk bangun dari tempat tidur secara perlahan
15) Gunakan peninggi tempat dudukan toilet , jika diperlukan
16) Penggunaan alat bantu (tongkat, alat penopang), jika perlu
17) Berikan edukasi mengenai teknik pencegahan jatuh kepada pasien dan keluarganya.

C. Penilaian risiko pasien jatuh


a. Penilaian risiko pasien jatuh di IGD dan Pasien Rawat Jalan
Formulir penilaian risiko jatuh Pasien IGD dan Rawat Jalan menggunakan modifikasi Get
Up and Go Test
Komponen Penilaian Ya Tidak
a. Perhatikan cara berjalan pasien saat akan duduk
di kursi. Apakah pasien tampak tidak seimbang
(sempoyongan/Limbung )?
b. Apakah pasien memegang pinggiran kursu atau
meja atau benda lain sebagai penompang saat
akan duduk ?
Tingkat resiko :
1) Tidak berisiko ( tidak ditemukan a dan b)
2) Berisiko Rendah (ditemukan a atau b )
3) Berisiko Tinggi (ditemukan a dan b )
Intervensi resiko jatuh pada pasien sesuai dengan tingkat resiko:
a. Intervensi Jatuh Resiko Rendah
Memberikan Edukasi pada pasien dan keluarga dengan memberikan brosur edukasi
resiko jatuh
b. Intervensi Jatuh Resiko Tinggi
1) Berikan Edukasi jatuh dengan memberikan brosur pada pasien dan keluarga
2) Memasang pita kuning di tangan pasien
3) Jelaskan pada pasien dan keluarga untuk melepas pita kuning setelah di luar area
RSKB Rawamangun, kemudian disimpan bersama brosur edukasi jatuh, untuk
dibawa setiap kali kontrol ke RSKBR.
c. Intervensi Jatuh Risiko Tinggi di IGD
Memberikan brosur, edukasi kepada pasien dan keluarga serta memasang pita kuning
pada tangan pasien dan memasang tanda segitiga jatuh di brancard pasien saat di
ruang IGD.

b. Penilaian risiko jatuh di Ruang Rawat Inap

Penilaian pasien risiko jatuh di ruang rawat inap dengan menggunakan skala :

1. Humpty Dumpty untuk pasien anak (≤18)

Parameter Kriteria Skor


Umur 1. Dibawah 3 Tahun 4
2. 3 – 7 Tahun 3
3. 7 – 13 Tahun 2
4. > 13 Tahun 1
Jenis Kelamin 1. Laki – laki 2
2. Perempuan 1
Diagnosis 1. Kelaianan Neurologi 4
2. Perubahan oksigenasi (masalah 3
saluran nafas, dehidrasi, anemia, 2
anoreksia, sinkop/sakit kepala
3. Kelaianan psikis/perilaku 1
Gangguan Kogitif 1. Tidak sadar terhadap keterbatasan 3
(gangguan kesadaran, retardasi mental
2. Lupa keterbatasan (anak – anak
hiperaktif ) 2
3. Mengetahui kemampuan diri
1
Faktor lingkungan 1. Riwayat jatuh dari tempat tidur saat 4
bayi – anak
2. Pasien menggunakan alat bantu atau 3
box
3. Pasien berada di tempat tidur 2
4. Diluar area pasien 1
Respon terhadap 1. Dalam 24 jam 3
Operasi/obat 2. Dalam 48 jam 2
penenang/efek 3. . 48 jam 1
anastesi

Penggunaan Obat 1. Macam obat yang digunakan : obat 3


sedative (kecuali pasien HCU yang
menggunakan sedasi dan paralisis),
Hipnotik, Narkotik, Fanotiazin,
Antidepresan, Deuretik
2. Salah satu pengobatan diatas 2
3. Pengobatan lain 1
Jumlah Skor

Tingkat Risiko
:
Total Skor 7 – 11 : Risiko Rendah untuk Jatuh
Total Skor ≥ 12 : Risiko Tinggi untuk jatuh
Skor minimal :7
Skor Maksimal 23
a. Intervensi Risiko Rendah (Intervensi jatuh standar)
1) Orientasikan ruangan pasien dan keluarga
2) Lakukan Edukasi kepada pasien dan keluarga tentang pencegahan resiko jatuh
3) Pastikan bel berfungsi dengan baik dan terjangkau oleh pasien
4) Sesuaikan tinggi tempat tidur pasien
5) Tempatkan pasien pada tempat tidur yang sesuai (box untuk bayi dan anak-anak)
6) Pastikan pasien ada yang menunggu (orang tua/keluarga)
7) Side roll/pagar tempat tidur terpasang
8) Rem tempat tidur terkunci
9) Gelang resiko jatuh terpasang
10) Alat-alat yang sering digunakan didekatkan dari jangkauan pasien
11) Benda-benda yang menghalangi jauhkan
12) Identifikasi kebutuhan sesuai tingkat ketergantungan
13) Bantu aktivitas pasien :personal hygiene/kekamar mandi/berpindah
b. Intervensi Risko Jatuh Tinggi
1. Pastikan lantai kering tidak licin
2. Penggunaan alat bantu jalan/kruk, tongkat, dll didekatkan
3. Penerangan kamar tidur cukup
4. Mobilisasi bertahap dengan pendampingan
5. Observasi ketat jika mendapatkan terapi laxantian/diuretic
6. Berikan latihan ROM
7. Restrain jika pasien gelisah/membahayakan pasien
8. Pastikan alat terpasang aman ( infuse cateter, drainase luka)
9. Alas kaki slip tidak licin
10. Pemasangan segitiga jatuh
2. Morse fall scale untuk pasien dewasa >18 tahun dan <60 tahun

Skor
Faktor risiko Skala Poin
pasien

Riwayat jatuh , Ya 25
yang baru atau
dalam 3 bulan Tidak 0
terakhir

Diagnosis sekunder Ya 15
(≥ 2 diagnosis
medis) Tidak 0

Menggunakan Alat Berpegangan pada perabot 30


bantu jalan
tongkat/alat penopang/walker 15

tidak ada/kursi roda/dibantu


0
perawat/tirah baring

Terpasang infus Ya 20

Tidak 0

Gaya berjalan Terganggu 20

Lemah 10

normal/tirah baring/imobilisasi 0

Status mental sering lupa akan keterbatasan


15
yang dimiliki

sadar akan kemampuan diri


0
sendiri

Jumlah Skor

Tingkat Resiko :
Tidak berisiko bila skor 0 – 24
Risiko rendah bila skor 25 – 50
Risiko tinggi bila ≥ 50
Intervensi risiko jatuh sesuai dengan tingkat resiko:
a. Tidak berisiko
1) Orientasikan ruangan pasien dan keluarga
2) Lakukan Edukasi kepada pasien dan keluarga tentang pencegahan risiko jatuh
3) Pastikan bel berfungsi dengan baik dan terjangkau oleh pasien
b. Intervensi Jatuh Risiko Rendah ( intervensi jatuh standar)
1) Orientasikan ruangan pasien dan keluarga
2) Lakukan Edukasi kepada pasien dan keluarga tentang pencegahan resiko jatuh
3) Pastikan bel berfungsi dengan baik dan terjangkau oleh pasien
4) Sesuaikan tinggi tempat tidur pasien
5) Tempatkan pasien pada tempat tidur yang sesuai
6) Pastikan pasien ada yang menunggu
7) Side roll/pagar tempat tidur terpasang
8) Rem tempat tidur terkunci
9) Gelang resiko jatuh terpasang
10) Alat-alat yang sering digunakan didekatkan dari jangkauan pasien
11) Benda-benda yang menghalangi jauhkan
12) Identifikasi kebutuhan sesuai tingkat ketergantungan
13) Bantu aktivitas pasien :personal hygiene/kekamar mandi/berpindah
c. Intervensi jatuh risiko tinggi
1) Pastikan lantai kering tidak licin
2) Penggunaan alat bantu jalan/kruk, tongkat, dll didekatkan
3) Penerangan kamar tidur cukup
4) Mobilisasi bertahap dengan pendampingan
5) Observasi ketat jika mendapatkan terapi laxantian/diuretic
6) Berikan latihan ROM
7) Restrain jika pasien gelisah/membahayakan pasien
8) Pastikan alat terpasang aman ( infuse cateter, drainase luka)
9) Alas kaki slip tidak licin
10) Pemasangan segitiga jatuh
3. Penilaian pasien risiko jatuh geriatri (≥ usia 60 tahun keatas)
No Risiko Skala Skor
1 Gangguan gaya berjalan (diseret, 4
menghentak, berayun )
2 Pusing / pingsan pada posisi tegak 3
3 Kebingungan setiap saat 3
4 Nokturia/ Inkontinen 3
5 Kebingungan intermiten 2
6 Kelemahan umuum 2
7 Obat – obat berisiko tinggi (diuretic, 2
narkotik, sedative, anti psikotik , laksaif,
vasodilator, antiaritmia, anti hipertensi,
obat hipoglikemik, antidepresana,
neuroleptik, NSAID)
8 Riwayat jatuh dalam waktu 12 bulan 1
sebelumnya
9 Osteoporosis 1
10 Gangguan pendengaran dan atau 1
penglihatan
11 Usia 70 tahun keatas 1
Jumlah Skor
Tingkat Risiko :
Risiko Rendah: skor 1 - 3
Risiko Tinggi : skor ≥ 4
Intervensi Standar Risiko Rendah (Intervensi jatuh standar)
1) Orientasikan ruangan pasien dan keluarga
2) Lakukan Edukasi kepada pasien dan keluarga tentang pencegahan risiko jatuh
3) Pastikan bel berfungsi dengan baik dan terjangkau oleh pasien
4) Sesuaikan tinggi tempat tidur pasien
5) Tempatkan pasien pada tempat tidur yang sesuai (box untuk bayi dan anak-anak)
6) Pastikan pasien ada yang menunggu
7) Side roll/pagar tempat tidur terpasang
8) Rem tempat tidur terkunci
9) Gelang risiko jatuh terpasang
10) Alat-alat yang sering digunakan didekatkan dari jangkauan pasien
11) Benda-benda yang menghalangi jauhkan
12) Identifikasi kebutuhan sesuai tingkat ketergantungan
13) Bantu aktivitas pasien :personal hygiene/kekamar mandi/berpindah

Intervensi Standar Risiko Tinggi


1) Pastikan lantai kering tidak licin
2) Penggunaan alat bantu jalan/kruk, tongkat, dll didekatkan
3) Penerangan kamar tidur cukup
4) Mobilisasi bertahap dengan pendampingan
5) Observasi ketat jika mendapatkan terapi laxantian/diuretic
6) Berikan latihan ROM
7) Restrain jika pasien gelisah/membahayakan pasien
8) Pastikan alat terpasang aman ( infuse cateter, drainase luka)
9) Alas kaki slip tidak licin
10) Pemasangan segitiga jatuh

4. Untuk pasien neonatus (0-28 hari)


Semua neonatus dikategorikan berisiko jatuh tinggi, maka lakukan intervensi:
1) Pasang tanda risiko jatuh pada box/incubator
2) Orientasi ruangan pada orang tua /keluarga (bila roomingin)
3) Dekatkan box bayi dengan ibu (Jika roomingin)
4) Pastikan ada pendamping (Jika Roomingin)
5) Kontrol rutin oleh perawat/bidan
6) Bila dirawat dalam incubator, pastikan semua jendela terkunci
7) Edukasi orang tua/keluarga.
Lakukan evaluasi terhadap pertanyaan tentang terjadinya insiden jatuh, pilih ”Ya” bila
terjadi jatuh, dan ”tidak” bila tidak terjadi insiden jatuh.
Catat dan dokumentasikan hasil pengkajian pada form pengkajian dan monitoring risiko
jatuh neonatus.

D.Tatalaksana Pada Insiden Pasien Jatuh, Dengan Atau Tanpa Cedera


Pada pasien yang mengalami kejadian jatuh, prosedur berikut akan segera dilakukan:
 Perawat segera memeriksa pasien.
 Dokter ruangan/dokter IGD yang bertugas akan segera diberitahu untuk menentukan
evaluasi lebih lanjut.
 Perawat akan mengikuti tatalaksana yang diberikan oleh dokter
 Jika pasien menunjukkan adanya gangguan kognitif, dapat dipertimbangkan untuk
mengunakan tali pengaman (non-emergency restraint)
 Pemeriksaan neurologi dan tanda vital
 Pasien yang diperbolehkan untuk turun dari tempat tidur harus ditemani oleh petugas
dalam 24 jam pertama, lalu dilakukan asesmen ulang
 Dengan izin dari pasien, keluarga akan diberitahukan jika pasien mengalami
kejadian jatuh, termasuk cedera yang ditimbulkan
 Kejadian jatuh akan dilaporkan pada atasan langsung dan di buatkan kronologis pada
formulir insiden .1 x 24 jam oleh petugas yang menumakan insiden dan saksi ,
kemudian atasan akan menganalisa, dan akan melaporkan pada PJ. Keselamatan
pasien 2 x 24 jam dengan formulir yang sudah di analisan dan di grading .
 Berikan edukasi mengenai risiko jatuh dan upaya pencegahannya kepada pasien dan
keluarga
 Risiko jatuh pasien akan dinilai ulang menggunakan “Asesmen risiko Jatuh Ulang” ,
lalu akan ditentukan intervensi dan pemilihan alat pengaman yang sesuai.

E. Edukasi Pasien Dan Keluarga


a. Pasien dan keluarga harus diinformasikan mengenai faktor risiko jatuh dan setuju
untuk mengikuti strategi pencegahan jatuh yang telah ditetapkan.
b. Pasien dan keluarga harus diberikan edukasi mengenai faktor risiko jatuh di
lingkungan rumah sakit dan melanjutkan keikutsertaannya sepanjang keperawatan
pasien.
- Informasikan pasien dan keluarga dalam semua aktivitas sebelum memulai
penggunaan alat bantu
- Ajari pasien untuk menggunakan pegangan dinding
- Informasikan pasien mengenai dosis dan frekuensi konsumsi obat-obatan, efek
samping, serta interaksinya dengan makanan/ obat-obatan lain.

F. Dukungan Sarana/ Prasarana Dalam Pencegahan Pasien Jatuh


Pencegahan pasien risiko jatuh di rawat jalan maupun di ruang perawatan adalah suatu usaha
dalam rangka meminimalkan atau meniadakan factor-faktor yang dapat menyebabkan
terjadinya pasien jatuh di selama di rumah sakit.
Pencegahan pasien risiko jatuh di rawat jalan maupun di ruang perawatan melalui
pemantauan sarana/ peralatan, prasarana/lingkungan.
1. Pemantauan sarana/ peralatan oleh instalasi
a. Kursi roda
- Kunci roda / rem : bisa digunakan dan aman
- Lengan : mudah dibuka jika diperlukan transfer
- Bagian kaki : mudah diatur
- Pedal kaki : dapat dilipat dengan mudah
- Roda : tidak melengkung
- Hanya digunakan untuk kebutuhan mobilitas
b. Brankar
- Kunci roda / rem : bisa digunakan dan aman
- Penghalang : mudah dibuka jika diperlukan
- Roda : stabil dan dapat bergerak bebas
- Hanya digunakan untuk kebutuhan mobilitas
c. Standar infuse
- Tidak mudah roboh, mudah dinaikan dan diturunkan
- Roda stabil mempunyai empat kaki dan dapat bergerak bebas
d. Tempat tidur
- Mudah dinaikan dan diturunkan
- Kunci roda terkunci dan aman
- Roda tidak menempel dan mudah berputar
e. Over bed table
- Roda terkunci, posisi di sisi tempat tidur
f. Bell
- Suara bell di nurse station terdengar jelas
- Ada di kamar mandi ruang rawat inap
- Ada di setiap ruang rawat inap

2. Pemantauan prasarana/ lingkungan oleh instansi


a. Tanda keluar exit ada
b. Lorong dan koridor bersih
c. Lantai bersih, kering, bebas dari barang-barang
d. Lantai bertingkat bebas dari bahaya tersandung, seperti ubin rusak
e. Tersedia handrail di kamar, kamar mandi
f. Handle pintu aman dan mudah diakses
g. Lampu cukup terang
h. Pakaian pasien tidak menyentuh lantai
BAB IV
DOKUMENTASI

A. SKP 1 Mengidentifikasi pasien dengan


benar Semua berkas rekam medis.
B. SKP 2 Meningkatkan Komunikasi Yang Efektif
Terdokumenatsi di Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi, Catatan Edukasi Terintegrasi.
C. SKP 3 Meningkatkan Keamanan Obat-Obatan Yang Harus
Diwaspadai Daftar obat High Alert Medication
D. SKP 4 Memastikan Lokasi Pembedahan Yang Benar, Prosedur Yang Benar, Pembedahan
Pada Pasien Yang Benar
Formullir Peanandaan Lokasi Operasi
Formulir Surgical Safety Checklist
E. SKP 5 Mengurangi Risiko Infeksi Akibat Perawatan Kesehatan
Formulir Catatan Edukasi Terintegrasi (berisi tentang edukasi cuci tangan)
F. SKP 6 Mengurangi Risiko Cedera Akibat Terjatuh
Formulir Assesmen Risiko Jatuh Get Up Go Tes
Formulir Assesmen Risiko Jatuh Humpty Dumpty
Formulir Assesmen Risiko Jatuh Fall Morse Scale
Formulir Assesmen Risiko Jatuh Geriatri

Anda mungkin juga menyukai