Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH

MANAGEMEN FARMASI RUMAH SAKIT

DOSEN PENGAMPU MATA KULIAH

apt. Dedent Eka Bimmahariyanto S.Farm.,M.Si

PUTRI MAULIDIA ANJANI

4820121116

PROGRAM STUDI S1 FAKULTAS KESEHATAN FAKULTAS KESEHATAN


UNIVERSITAS QAMARUL HUDA BADARUDDIN

TAHUN 2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat Menyelesaikan Makalah
Managemen Farmasi Rumah Sakit. Tidak lupa saya ucapkan terima kasih kepada
bapak apt. Dedent Eka Bimmahariyanto S.Farm.,M.Si selaku dosen pengampu mata
kuliah Manajemen Farmasi yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk
menyusun makalah ini yang berjudul “Managemen Farmasi Rumah Sakit”

Meskipun segala pemikiran dan daya upaya telah penulis curahkan dalam
penulisan makalah ini, penulis masih sangat menyadari bahwa Makalah Managemen
Farmasi Rumah Sakit ini belum sempurna dan masih terdapat kekurangan dan
kelemahan oleh karena itu kritik dan sarana yang membangun sangat penulis
harapkan untuk kesempurnaan laporan ini.

Bagu, 9 Juni 2023

Putri Maulidia Anjani

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................ii

DAFTAR ISI................................................................................................................iii

BAB I STRUKTUR ORGANISASI RUMAH SAKIT.................................................1

BAB II INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT......................................................5

2.1 Definisi Instalasi Farmasi di Rumah Sakit (IFRS).........................................5

2.2 Tujuan Instalasi farmasi Rumah Sakit............................................................5

2.3 Tugas dan Fungsi Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS)..............................6

BAB III STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN (RUMAH SAKIT DAN


SARANA PELAYANAN LAINNYA).........................................................................7

BAB IV FORMULARIUM RUMAH SAKIT..............................................................9

4.1 Sistematika Formularium Rumah Sakit..........................................................9

4.2 Kriteria Pemilihan Obat Formularium Rumah Sakit....................................10

4.3 Revisi Formularium Rumah Sakit................................................................10

BAB V PANITIA FARMASI DAN TERAPI.............................................................13

BAB VI1 PASIEN SAFETY.......................................................................................15

BAB VII1 DISTRIBUSI SEDIAAN FARMASI DI RUMAH SAKIT......................17

7.1 Sistem distribusi Obat...................................................................................17

7.2 Metode Sentralisasi.......................................................................................18

7.3 Metode Desentralisasi...................................................................................19

BAB VIII DAPAT, GUNAKAN, SIMPAN, BUANG (DAGUSIBU).......................21

8.1 DA (Dapatkan Obat Dengan Benar).............................................................21

8.2 GU (Gunakan Obat Dengan Benar)..............................................................21

iii
8.3 SI (Simpan Obat Dengan Benar)..................................................................22

8.4 BU (Buang Obat Dengan Benar)..................................................................22

BAB IX PHARMACEUTICAL CARE DI RUMAH SAKIT DAN SARANA


PELAYANAN FARMASI LAINNYA.......................................................................23

9.1 Assesmen......................................................................................................24

9.2 Penyusunan Rencana Pelayanan Kefarmasian..............................................24

9.3 Implementasi.................................................................................................24

9.4 Monitoring....................................................................................................25

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................26

iv
BAB I
STRUKTUR ORGANISASI RUMAH SAKIT
Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 77 Tahun 2015
Tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit, organisasi rumah sakit disesuaikan
dengan besarnya kegiatan dan beban kerja rumah sakit dan juga harus membagi habis
seluruh tugas dan fungsi Rumah Sakit. Organisasi Rumah Sakit paling sedikit terdiri
atas kepala Rumah Sakit atau direktur Rumah Sakit; unsur pelayanan medis; unsur
keperawatan; Unsur penunjang medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12
bertugas melaksanakan pelayanan penunjang medis.

Gambar 1. Struktur Organisasi Rumah Sakit

Berdasarkan Peraturan presiden republik indonesia nomor 77 tahun 2015


tentang pedoman organisasi rumah sakit, Organisasi rumah sakit paling sedikit terdiri
atas:

a. kepala rumah sakit atas direktur rumah sakit,


b. unsur pelayanan medis,
c. unsur keperawatan,
d. unsur penunjang medis,
e. administrasi umun dan keuangan.
f. komite medis,

1
g. satuan pemeriksaan internal
Selain kepala Rumah Sakit atau direktur Rumah Sakit struktur organisasi
rumah sakit dapat berupa direktorat, departemen, divisi, instalasi, unit kerja, komite
dan/atau satuan sesuai dengan kebutuhan dan beban kerja Rumah Sakit (Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, 2015).

Tupoksi kepala instalasi farmasi diantaranya:

a. Mempelajari peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi instalasi


farmasi sebagai pedoman dalam melaksanakan tugas;
b. Menyusun rencana kerja instalasi melalui evaluasi rencana dan hasil kerja
tahun yang lalu, proyeksi kegiatan yang akan datang dengan arahan dari
atasan agar pelaksanaan kegiatan instalasi terlaksana dengan efektif dan
efisien;
c. Mengkoordinir penyusunan tatakerja di lingkungan instalasi farmasi yang
meliputi cara pelaksanaan tugas, pendistribusian tugas, penentuan target kerja,
serta bimbingan dalam pencapaian target kerja instalasi;
d. Bertanggung jawab dalam koordinasi penggunaan fasilitas kerja di lingkungan
instalasi agar terjalin kerjasama untuk meningkatkan mutu pelayanan
instalasi;
e. Mengawasi dan mengendalikan mekanisme kerja staf dan memberi arahan
cara penyelesaian masalah;
f. Melakukan koordinasi dengan unit kerja lainnya di lingkungan RSUD Dr.
Adjidarmo Kabupaten Lebak untuk menunjang kelancaran pelayanan instalasi
farmasi;
g. Mengkoordinir pelaporan berkala untuk disampaikan kepada pimpinan dari
setiap kegiatan di instalasi farmasi,
h. Mengkoordinir penyusunan usulan anggaran instalasi, usulan kebutuhan
ketenagaan instalasi dan usulan sarana yang diperlukan instalasi;
i. Menerima laporan pekerjaan kefarmasian yang dilaksanakan oleh wakil
kepala instalasi, penanggung jawab administrasi farmasi, penanggung jawab

2
distribusi farmasi, penanggung jawab logistik dan penanggung jawab farmasi
klinik;
j. Memastikan semua kegiatan pekerjaan kefarmasian sesuai dengan regulasi
yang ada;
k. Membantu memberikan solusi untuk semua masalah yang terjadi terkait
pekerjaan kefarmasian;
l. Melakukan koordinasi dengan instalasi luar Rumah Sakit terkait pekerjaan
kefarmasian atas sepengetahuan atasan yang ada di jajarannya;
m. Melaksanakan penilaian kinerja karyawan instalasi farmasi berbasis bukti
untuk disampaikan kepada atasan → SKP;
n. Bekerjasama dengan instalasi diklat RSUD Dr. Adjidarmo Kabupaten Lebak
untuk peningkatan kompetensi karyawan instalasi farmasi;
o. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh atasan yang ada di jajarannya
dalam rangka memperlancar pelaksanaan kegiatan di instalasi farmasi;
Tupoksi wakil kepala instalasi farmasi diantaranya:

a. Memastikan semua pekerjaan kefarmasian di depo rawat jalan sesuai SOP;


b. Memastikan semua pekerjaan kefarmasian di depo rawat inap sesuai SOP;
c. Memastikan semua pekerjaan kefarmasian di gudang/logistik sesuai SOP;
d. Memastikan semua pekerjaan kefarmasian di depo IGD sesuai SOP;
e. Memastikan semua pekerjaan kefarmasian farmasi klinik sesuai SOP;
f. Memastikan semua pekerjaan administrasi farmasi sesuai SOP;
g. Mengkoordinir penyusunan tata kerja yang meliputi cara pelaksanaan tugas,
pendistribusian tugas, penentuan target kerja, serta bimbingan dalam
pencapaian target pokja akreditasi PKPO;
h. Mengkoordinir, membuat dan memastikan ruangan dan penyimpanan
perbekalan farmasi sesuai dengan SOP terutama suhu dan kelembaban;
i. Merencanakan, membuat dan mengkoordinir tindak lanjut jika ditemukan
masalah terkait obat → KNC, KTD, dan lain sebagainya;
j. Melaksanakan tugas lain sesuai regulasi yang diberikan oleh kepala instalasi

3
atau atasan lain yang ada di jajarannya, dengan sepengetahuan kepala
instalasi.
Tupoksi penanggung jawab administrasi farmasi diantaranya:

a. Melakukan pelaporan narkotik dan psikotropik;


b. Mengawasi proses input obat-obatan kronis pada sistem BPJS;
c. Mengevaluasi laporan input resep pasien kronis BPJS perbulan untuk
kepentingan klaim BPJS;
d. Menerima dan menginventarisir surat masuk dan keluar;
e. Membuat laporan penggunaan obat kronis pasien BPJS;
f. Mengawasi inventarisis resep ruangan setiap hari;
g. Menyiapkan sarana kerja untuk semua petugas farmasi;
h. Melakukan pengarsipan terkait administrasi yang dibutuhkan instalasi
farmasi;
i. Memberikan masukan kepada kepala instalasi terkait penilaian kinerja
karyawan administrasi yang ada di jajarannya, berbasis bukti → SKP;
j. Melaksanakan tugas lain sesuai regulasi yang diberikan oleh kepala instalasi
atau atasan lain yang ada di jajarannya, dengan sepengetahuan kepala
instalasi.

4
BAB II
INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT
2.1 Definisi Instalasi Farmasi di Rumah Sakit (IFRS)
Instalasi merupakan kesatuan fasilitas yang menyelenggarakan tugas
melaksanakan pelayanan medis, penunjang medis, dan penunjang non medis.
Instalasi dipimpin oleh seorang Kepala dalam jabatan fungsional yang berada di
bawah dan bertanggung jawab kepada Wakil Direktur Pelayanan dan Mutu.
Penambahan jumlah dan jenis instalasi ditetapkan oleh Direktur berdasarkan
peraturan perundang – undangan yang berlaku (Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia, 2016).

2.2 Tujuan Instalasi farmasi Rumah Sakit


Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1197/MENKES/SK/X/
2004 tentang standart pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit, tujuan pelayanan
farmasi adalah:

a. Melangsungkan pelayanan farmasi yang optimal dalam keadaan biasa


maupun dalam keadaan gawat darurat, sesuai dengan keadaan pasien
maupun fasilitas yang tersedia
b. Menyelenggarakan kegiatan pelayanan profesional berdasarkan prosedur
kefarmasian dan etik profesi
c. Melaksanakan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) mengenai obat
d. Menjalankan pengawasan obat berdasarkan aturan-aturan yang berlaku
e. Melakukan dan memberi pelayanan bermutu melalui analisa, pengkajian
dan evaluasi pelayanan
f. Mengawasi dan memberi pelayanan bermutu melalui analisa, pengkajian
dan evaluasi pelayanan
g. Mengadakan penelitian dibidang farmasi dan peningkatan metoda.

5
2.3 Tugas dan Fungsi Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS)
Menurut Peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia nomor 72 tahun
2016 tentang standar pelayanan farmasi di Rumah Sakit, tugas dan fungsi
Instalasi Farmasi Rumah Sakit meliputi:

a. Menyelenggarakan, mengkoordinasikan, mengatur dan mengawasi seluruh


kegiatan Pelayanan Kefarmasian yang optimal dan profesional serta sesuai
prosedur dan etik profesi;
b. Melaksanakan pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai yang efektif, aman, bermutu dan efisien;
c. Melaksanakan pengkajian dan pemantauan penggunaan Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai guna memaksimalkan efek
terapi dan keamanan serta meminimalkan risiko;
d. Melaksanakan Komunikasi, Edukasi dan Informasi (KIE) serta
memberikan rekomendasi kepada dokter, perawat dan pasien;
e. Berperan aktif dalam Komite/Tim Farmasi dan Terapi;
f. Melaksanakan pendidikan dan pelatihan serta pengembangan Pelayanan
Kefarmasian; serta memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar
pengobatan dan formularium Rumah Sakit.
g. Memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar pengobatan dan
formularium Rumah Sakit.

6
BAB III
STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN (RUMAH SAKIT DAN SARANA
PELAYANAN LAINNYA)
Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat
inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Standar Pelayanan Kefarmasian adalah tolok
ukur yang dipergunakan sebagai pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam
menyelenggarakan pelayanan kefarmasian. Pelayanan Kefarmasian adalah suatu
pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan
sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu
kehidupan pasien. Pengaturan Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit
bertujuan untuk (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2016):

1. meningkatkan mutu Pelayanan Kefarmasian;


2. menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian; dan
3. melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan Obat yang tidak rasional
dalam rangka keselamatan pasien (patient safety).

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 72 Tahun


2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di Rumah Sakit Standar Pelayanan
Kefarmasian di Rumah Sakit meliputi standar:

1. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
meliputi:
a. pemilihan;
b. perencanaan kebutuhan;
c. pengadaan;
d. penerimaan;
e. penyimpanan;
f. pendistribusian;
g. pemusnahan dan penarikan;

7
h. pengendalian; dan
i. administrasi.
2. Pelayanan farmasi klinik meliputi:
a. pengkajian dan pelayanan Resep;
b. penelusuran riwayat penggunaan Obat;
c. rekonsiliasi Obat;
d. Pelayanan Informasi Obat (PIO);
e. konseling;
f. visite;
g. Pemantauan Terapi Obat (PTO);
h. Monitoring Efek Samping Obat (MESO);
i. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO);
j. dispensing sediaan steril; dan
k. Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD)

8
BAB IV
FORMULARIUM RUMAH SAKIT
Formularium Rumah Sakit disusun mengacu kepada Formularium Nasional.
Formularium Rumah Sakit merupakan daftar obat yang disepakati staf medis
fungsional, disusun oleh Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) yang ditetapkan oleh
Pimpinan Rumah Sakit. Formularium Rumah Sakit harus tersedia untuk semua
penulis resep, pemberi obat, dan penyedia obat di rumah Sakit. Evaluasi terhadap
Formularium Rumah Sakit harus secara rutin dan dilakukan revisi sesuai kebijakan
dan kebutuhan rumah sakit.

Penyusunan dan revisi Formularium Rumah Sakit dikembangkan berdasarkan


pertimbangan terapetik dan ekonomi dari penggunaan obat agar dihasilkan
Formularium Rumah Sakit yang selalu mutakhir dan dapat memenuhi kebutuhan
pengobatan yang rasional.

4.1 Sistematika Formularium Rumah Sakit


Formularium Rumah Sakit setidaknya mencakup:

1. Sambutan direktur/kepala rumah sakit.


2. Kata pengantar Ketua Komite/Tim Farmasi dan Terapi.
3. Surat keputusan direktur rumah sakit tentang Tim Penyusun Formularium
Rumah Sakit.
4. Surat pengesahan Formularium Rumah Sakit.
5. Kebijakan penggunaan obat di rumah sakit.
6. Prosedur yang mendukung penggunaan formularium, diantaranya:
a. tata cara menambah/ mengurangi obat dalam formularium.
b. tata cara penggunaan obat di luar formularium atas reviu
Komite/Tim Farmasi dan Terapi dan persetujuan Komite/Tim
medis dan direktur/kepala rumah sakit.
7. Daftar obat yang sekurangnya memuat nama generik obat, kekuatan
sediaan, bentuk sediaan, rute pemberian, dan perhatian/peringatan.

9
Penulisan nama obat dituliskan berdasarkan alfabetis nama obat dan
mengacu kepada Farmakope Indonesia edisi terakhir. Obat yang sudah lazim
digunakan dan tidak memiliki nama Internasional Nonproprietary Name (INN)
digunakan nama lazim. Obat kombinasi yang tidak memiliki nama INN diberikan
nama berdasarkan nama kesepakatan sebagai nama generik untuk kombinasi dan
dituliskan masing-masing komponen berdasarkan kekuatannya. Satu jenis obat
dapat tercantum dalam lebih dari satu kelas terapi atau subterapi sesuai indikasi
medis.

4.2 Kriteria Pemilihan Obat Formularium Rumah Sakit


Kriteria pemilihan obat untuk masuk Formularium Rumah Sakit (Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, 2020)

1. Obat yang dikelola di rumah sakit merupakan obat yang memiliki Nomor
Izin Edar (NIE);
2. Mengutamakan penggunaan obat generik;
3. Memiliki rasio manfaat-risiko (benefit-risk ratio) yang paling
menguntungkan penderita;
4. Menguntungkan dalam hal kepatuhan dan penerimaan oleh pasien;
5. Memiliki rasio manfaat-biaya (benefit-cost ratio) yang tertinggi
berdasarkan biaya langsung dan tidak langsung; dan
6. Obat lain yang terbukti paling efektif secara ilmiah dan aman (evidence
based medicines) yang paling dibutuhkan untuk pelayanan dengan harga
yang terjangkau.

4.3 Revisi Formularium Rumah Sakit


Penyusunan dan revisi Formularium Rumah Sakit dikembangkan
berdasarkan pertimbangan terapeutik dan ekonomi dari penggunaan obat agar
dihasilkan Formularium Rumah Sakit yang selalu mutakhir dan dapat memenuhi
kebutuhan pengobatan yang rasional. Perubahan obat dalam formularium

10
dilakukan melalui pengusulan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,
2020):

1. Permohonan harus diajukan secara resmi melalui KSM kepada


Komite/Tim Farmasi dan Terapi menggunakan Formulir 1 (untuk
pengajuan obat masuk dalam formularium) atau Formulir 2 (untuk
pengajuan penghapusan obat dalam formularium).

Gambar 2. Formulir Pengajuan Obat Untuk Masuk Dalam

Gambar 3. Formulir Pengajuan Penghapusan Obat


2. Permohonan penambahan obat yang akan dimasukkan dalam
Formularium Rumah Sakit yang diajukan setidaknya memuat informasi:

11
a. Mekanisme farmakologi obat dan indikasi yang diajukan;
b. Alasan mengapa obat yang diajukan lebih baik daripada yang
sudah ada di dalam formularium; dan
c. Bukti ilmiah dari pustaka yang mendukung perlunya obat
dimasukkan ke dalam formularium.
3. Kriteria penghapusan obat dari formularium:
a. Obat tidak beredar lagi di pasaran.
b. Obat tidak ada yang menggunakan lagi.
c. Sudah ada obat baru yang lebih cost effective.
d. Obat yang setelah dievaluasi memiliki risiko lebih tinggi
dibandingkan manfaatnya.
e. Berdasarkan hasil pembahasan oleh Komite/Tim Farmasi dan
Terapi.
f. Terdapat obat lain yang memiliki efikasi yang lebih baik dan/atau
efek samping yang lebih ringan.
g. Masa berlaku NIE telah habis dan tidak diperpanjang oleh industri
farmasi.

12
BAB V
PANITIA FARMASI DAN TERAPI
Komite/Panitia Farmasi dan Terapi (KFT) merupakan unit kerja dalam
memberikan rekomendasi kepada pimpinan rumah sakit mengenai kebijakan
penggunaan obat di rumah sakit yang anggotanya terdiri dari dokter yang mewakili
semua spesialisasi yang ada di rumah sakit, apoteker instalasi farmasi, serta tenaga
kesehatan lainnya seperti keperawatan dan bagian gizi serta rekam medis. KFT
diketuai oleh seorang dokter dan sekretarisnya merupakan seorang apoteker. Komite
Farmasi dan Terapi (KFT) mengadakan rapat secara teratur, rapat dilakukan tiap 3
(tiga) bulan sekali. Panitia Farmasi dan Terapi mempunyai tugas diantaranya :

1. Mengembangkan kebijakan tentang penggunaan obat di rumah sakit,


2. Melakukan usulan obat baru pada formularium rumah sakit,
3. Melakukan perubahan item obat baru pada formularium rumah sakit,
4. Melakukan seleksi dan evaluasi obat yang akan masuk dalam formularium
rumah sakit,
5. Mengembangkan standar terapi,
6. Mengidentifikasi permasalahan dalam penggunaan obat,
7. Melakukan intervensi dalam meningkatkan penggunaan obat yang rasional,
8. Mengkoordinir penatalaksanaan Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki
(ROTD),
9. Mengkoordinir penatalaksanaan medication error dan
10. Menyebarluaskan informasi terkait kebijakan penggunaan obat di rumah sakit.

Peran Apoteker dalam komite/panitia lain yang terkait penggunaan obat di


rumah sakit antara lain:
1. Direct Observed Treatment Shortcourse (DOTS);
2. Keselamatan pasien rumah sakit;
3. Mutu Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit;
4. Penanggulangan AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndromes);

13
5. Pengendalian infeksi rumah sakit;
6. Perawatan paliatif dan bebas nyeri;
7. PKMRS; atau
8. Program Pengendalian Resistensi Antimikroba (PPRA);
9. Terapi Rumatan Metadon
10. Transplantasi;

14
BAB VI
PASIEN SAFETY
Patient safety (keselamatan pasien) adalah pasien bebas dari harm (cedera)
yang termasuk di dalamnya adalah penyakit, cedera fisik, psikologis, sosial,
penderitaan, cacat, kematian, dan lain-lain yang seharusnya tidak seharusnya terjadi
atau cedera yang potensial, terkait dengan pelayanan kesehatan (Canadian Patient
Safety Institute (CPSI), 2017).

Keselamatan pasien rumah sakit adalah hal yang sangat penting karena
menyangkut nyawa sehingga diperlukan suatu sistem di mana rumah sakit membuat
asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi penilaian risiko, identifikasi dan
pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis
insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi
solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko. Sistem tersebut diharapkan dapat
mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan
suatu tindakan atau tidak melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan
(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2017).

Sistem keselamatan pasien di rumah sakit meliputi asesmen risiko, identifikasi


dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis
insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi
solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya cedera yang
disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil
tindakan yang seharusnya diambil.

Insiden keselamatan pasien dapat diklasifikasikan sebagai berikut (WHO,


2018):

1. Insiden berbahaya Insiden yang dapat membahayakan dan merugikan pasien


sehingga planning perawatan tidak sesuai yang diharapkan.
2. Insiden tidak berbahaya Insiden yang tidak menimbulkan bahaya dan kerugian
pada pasien.

15
Insiden nyaris berbahaya Insiden yang tidak membahayakan pasien tetapi
memiliki potensi atau resiko untuk bahaya dan kerugian.

Keselamatan (safety) telah menjadi isu global termasuk juga untuk rumah
sakit. Ada lima isu penting yang terkait dengan keselamatan (safety) di rumah sakit
salah satunya adalah keselamatan pasien (patient safety). Sembilan solusi
keselamatan Pasien di Rumah Sakit menurut WHO Collaborating Centre for Patient
Safety, 2007 yaitu (WHO, 2018):

a. Perhatikan nama obat, rupa dan ucapan mirip (norum) atau look-alike sound-
alike (LASA).
b. Pastikan identifikasi pasien.
c. Komunikasi secara benar saat serah terima pasien.
d. Pastikan tindakan yang benar pada sisi tubuh yang benar.
e. Kendalikan cairan elektrolit pekat.
f. Pastikan akurasi pemberian obat pada pengalihan pelayanan.
g. Hindari salah kateter dan salah sambung slang.
h. Gunakan alat injeksi sekali pakai.

16
BAB VII
DISTRIBUSI SEDIAAN FARMASI DI RUMAH SAKIT
7.1 Sistem distribusi Obat
Distribusi merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam rangka
menyalurkan/ menyerahkan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan dari tempat
penyimpanan sampai kepada unit pelayanan/pasien dengan tetap menjamin mutu,
stabilitas, jenis, jumlah, dan ketepatan waktu. IFRS harus menentukan sistem
distribusi yang dapat menjamin terlaksananya pengawasan dan pengendalian
sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan di unit pelayanan. Sistem distribusi di
unit pelayanan dapat dilakukan dengan cara:

1. Sistem Persediaan Lengkap di Ruangan (floor stock)


a. Pendistribusian sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan untuk
persediaan di ruang rawat disiapkan dan dikelola oleh Instalasi Farmasi.
b. Sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan yang disimpan di ruang rawat
harus dalam jenis dan jumlah yang sangat dibutuhkan.
c. Dalam kondisi sementara di mana tidak ada petugas farmasi yang
mengelola (di atas jam kerja) maka pendistribusiannya didelegasikan
kepada penanggung jawab ruangan.
d. Setiap hari dilakukan serah terima kembali pengelolaan obat floor stock
kepada petugas farmasi dari penanggung jawab ruangan.
e. Menyediakan informasi, peringatan dan kemungkinan interaksi Obat
pada setiap jenis Obat yang disediakan di floor stock.
2. Sistem Resep Perorangan (Individual Prescription)
Pendistribusian sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan berdasarkan resep
perorangan/pasien rawat jalan dan rawat inap melalui Instalasi Farmasi.
3. Sistem Unit Dosis
Pendistribusian sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan berdasarkan resep
perorangan yang disiapkan dalam unit dosis tunggal atau ganda, untuk
penggunaan satu kali dosis/pasien. Sistem unit dosis ini digunakan untuk

17
pasien rawat inap. Sistem unit dosis dapat menggunakan metode unit dose
dispensing (UDD) untuk satu unit dosis penggunaan (sekali pakai) atau once
daily dose (ODD) untuk dosis satu hari diberikan.
4. Sistem Kombinasi
Sistem pendistribusian sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan bagi pasien
rawat inap dengan menggunakan kombinasi a + b atau b + c atau a + c.

Sistem distribusi Unit Dose Dispensing (UDD) sangat dianjurkan


untuk pasien rawat inap mengingat dengan sistem ini tingkat kesalahan
pemberian Obat dapat diminimalkan sampai kurang dari 5% dibandingkan
dengan sistem floor stock atau resep individu yang mencapai 18%. Sistem
distribusi dirancang atas dasar kemudahan untuk dijangkau oleh pasien
dengan mempertimbangkan:
a. Efisiensi dan efektivitas sumber daya yang ada dan.
b. Metode sentralisasi atau desentralisasi.

7.2 Metode Sentralisasi


Sentralisasi adalah sistem pendistribusian perbekalan farmasi yang
dipusatkan pada satu tempat yaitu instalasi farmasi. Pada sentralisasi, seluruh
kebutuhan perbekalan farmasi setiap unit pemakai baik untuk kebutuhan individu
maupun kebutuhan barang dasar ruangan disuplai langsung dari pusat pelayanan
farmasi tersebut. Resep orisinil oleh perawat dikirim ke IFRS, kemudian resep itu
diproses sesuai dengan kaidah cara dispensing yang baik dan obat disiapkan untuk
didistribusikan kepada penderita tertentu.

Keuntungan sistem ini adalah:

a. Semua resep dikaji langsung oleh tenaga farmasi, yang juga dapat
memberi informasi kepada perawat berkaitan dengan perbekalan farmasi
pasien.

18
b. Memberi kesempatan interaksi profesional antara tenaga farmasi-
dokterperawat-pasien.
c. Memungkinkan pengendalian yang lebih dekat atas persediaan.
d. Mempermudah penagihan biaya pasien.
Permasalahan yang terjadi pada penerapan tunggal metode ini di suatu
rumah sakit yaitu sebagai berikut:
a. Terjadinya delay time dalam proses penyiapan obat permintaan dan
distribusi obat ke pasien yang cukup tinggi.
b. Jumlah kebutuhan personel di Instalasi Farmasi Rumah Sakit meningkat.
c. Tenaga farmasi kurang dapat melihat data riwayat pasien (patient records)
dengan cepat.
d. Terjadinya kesalahan obat karena kurangnya pemeriksaan pada waktu
penyiapan komunikasi.

Sistem ini kurang sesuai untuk rumah sakit yang besar, misalnya kelas A
dan B karena memiliki daerah pasien yang menyebar sehingga jarak antara
Instalasi Farmasi Rumah Sakit dengan perawatan pasien sangat jauh.

7.3 Metode Desentralisasi


Sistem Pelayanan Terbagi (Desentralisasi) adalah sistem pendistribusian
sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan yang mempunyai cabang di dekat unit
perawatan/pelayanan. Bagian ini dikenal dengan istilah depo farmasi/satelit
farmasi. Pada desentralisasi, penyimpanan dan pendistribusian perbekalan farmasi
ruangan tidak lagi dilayani oleh pusat pelayanan farmasi. Instalasi farmasi dalam
hal ini bertanggung jawab terhadap efektivitas dan keamanan perbekalan farmasi
yang ada di depo farmasi.

Tanggung jawab tenaga farmasis dalam kaitan dengan distribusi


perbekalan farmasi di satelit farmasi:

a. Dispensing dosis awal pada permintaan baru dan larutan intravena tanpa
tambahan (intravenous solution without additives).

19
b. Mendistribusikan IV admixtur yang disiapkan oleh farmasi sentral.
c. Memeriksa permintaan obat dengan melihat medication administration
record (MAR).
d. Menuliskan nama generik dari obat pada MAR.
e. Memecahkan masalah yang berkaitan dengan distribusi

20
BAB VIII
DAPAT, GUNAKAN, SIMPAN, BUANG (DAGUSIBU)
DAGUSIBU merupakan sebuah program untuk meningkatkan kesehatan
masyarakat melalui pelayanan kesehatan yang dilakukan tenaga kefarmasian
berdasarkan Peraturan Pemerintah No.51 tentang Pekerjaan Kefarmasian (Pujiastuti
& Kristiani, 2019). DAGUSIBU merupakan singkatan dari DA (dapatkan obat
dengan benar), GU (Gunakan obat dengan benar), SI (Simpan Obat dengan benar)
dan BU (Buang obat dengan benar). DAGUSIBU adalah sebuah program dari Ikatan
Apoteker Indonesia (IAI). Program ini biasanya hanya berupa poster atau pamflet
yang terpasang di sarana kesehatan. Namun sosialisasi mengenai program ini sangat
kurang sehingga perlu memberikan informasi langsung kepada masyarakat (Pengurus
Pusat Ikatan Apoteker Indonesia, 2014).

8.1 DA (Dapatkan Obat Dengan Benar)


Berisi tentang tempat yang benar untuk memperoleh obat. Dalam
Peraturan Pemerintah (PP) No. 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian
dijelaskan bahwa pelayanan kefarmasian berupa penyerahan obat hanya dapat
dilakukan di fasilitas kesehatan seperti took obat, puskesmas, rumah sakit,
apotek, praktik bersama, klinik utama dan rumah sakit (Depkes RI, 2009).
Beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh masyarakat saat menerima obat
antara lain nama, logo, nomor izin edar, tangal kadaluarsa dan tampilan fisik
kemasan.

8.2 GU (Gunakan Obat Dengan Benar)


Dalam menggunakan obat masyarakat perlu memperhatikan petunjuk
penggunaan obat, baik yang tertera pada kemasan maupun berdasarkan
informasi yang diperoleh dari tenaga kesehatan. Masyarakat ditekankan bahwa
dapat menurunkan kemungkinan efek samping dari obat-obatan dengan hatihati
mengikuti petunjuk pada label obat dan menggunakan obat dengan jumlah yang
benar dan tepat waktu. Jika tidak memahami petunjuknya diharapkan bertanya
kepada apoteker atau dokter juga boleh kepada perawat. Kewaspadaan

21
masyarakat sangat diperlukan dalam penggunaan obat terutama efek samping
obat yang akan dikonsumsi dan pasien yang dikontraindikasikan untuk obat
tersebut

8.3 SI (Simpan Obat Dengan Benar)


Bertujuan agar masyarakat dapat menyimpan obatobatan sesuai dengan
tempat penyimpanan yang tertera pada kemasan. Penyimpanan obat yang tepat
dan benar dapat membantu memastikan obat bekerja sebagaimana mestinya
serta mencegah keracunan. Masyarakat ditekankan untuk dapat melindungi obat
yang telah mereka dapatkan. Beberapa kondisi penyimpanan yang perlu
diperhatikan yaitu panas, udara, cahaya, dan kelembagaan dapat merusak obat.
Peyimpanan obat dapat dilakukan di tempat sejuk dan kering dimana anak-anak
tidak dapat melihat atau menjangkaunya; menyimpan pil ataupun kapsul di
tempat sejuk karena mudah rusak jika pada kondisi panas maupun lembab
(misalnya pil aspirin dapat berubah menjadi cuka dan asam salisilat yang
mengiritasi perut) dan selalu menyimpan obat pada kemasan/wadah aslinya.

8.4 BU (Buang Obat Dengan Benar)


Meliputi cara mengenali ciri obat yang rusak dan cara pembuangan obat
yang tepat. Masyarakat diharapkan dapat mengetahui kerusakan obat jika telah
mengalami perubahan warna, tekstur, bau walaupun belum kadaluwarsa.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan masyarakat dalam membuang obat yaitu
menyingkirkan obat yang tidak digunakan dengan aman dan segera: memeriksa
tanggal kadaluwarsa dan membuangnya jika sudah kadaluwarsa; tidak
menyimpan obat lama atau tidak terpakai; tidak membuang obat ke toilet; serta
tidak membuangnya langsung ke tempat sampah melainkan dengan cara
dikeluarkan dahulu dari wadah aslinya dan dihancurkan (obat padat digerus dan
obat cair diencerkan), kemudian selanjutnya dibuang ke wadah tertutup rapat
(tempat sampah) (Zulbayu, Nasir, Awaliyah, & Juliansyah, 2021).

22
BAB IX
PHARMACEUTICAL CARE DI RUMAH SAKIT DAN SARANA
PELAYANAN FARMASI LAINNYA
Asuhan kefarmasian (Pharmaceutical care) adalah tanggung jawab langsung
farmasis pada pelayanan yang berhubungan dengan pengobatan pasien dengan tujuan
mencapai hasil yang ditetapkan yang memperbaiki kualitas hidup pasien. Asuhan
kefarmasian tidak hanya melibatkan terapi obat tapi juga keputusan tentang
penggunaan obat pada pasien. Termasuk keputusan untuk tidak menggunakan terapi
obat, pertimbangan pemilihan obat, dosis, rute dan metoda pemberian, pemantauan
terapi obat dan pemberian informasi dan konseling pada pasien mendefinisikan
asuhan kefarmasian sebagai suatu praktik pelayanan kefarmasian di mana farmasis
bertanggung jawab terhadap terapi obat yang digunakan pasien dan mempunyai
komitmen dan integritas terhadap praktik tersebut.

Fungsi Asuhan Kefarmasian:

1. Mengidentifikasikan DRP yang potensial dan aktual.


2. Memecahkan DRP yang aktual.
3. Mencegah DRP yang potensial.

Gambar 4. Langkah Asuhan Kefarmasian

23
9.1 Assesmen
Dalam melakukan assesmen hal yang perlu diperhatikan adalah
kemungkinan terjadinya masalah yang berkaitan dengan obat atau Drug Related
Problem (DRP). Selain itu data base pasien juga perlu dicatat sebagai bahan
pertimbangan untuk mencegah, mendeteksi dan memecahkan masalah yang
berkaitan dengan obat. Data base yang dikumpulkan meliputi demografi, riwayat
medis, terapi obat dan sosial.

a. Data demografi meliputi nama, alamat, jenis kelamin, tanggal lahir,


pekerjaan dan agama.
b. Data riwayat medis meliputi berat dan tinggi badan, masalah medis akut
dan kronis, simtom, vital sign, alergi, sejarah medis dan hasil lab.
c. Data terapi obat meliputi obat yang diresepkan, obat bebas, obat yang
digunakan sebelum dirawat, kepatuhan terapi, alergi dan assesmen
pengertian tentang terapi obat.
d. Data sosial meliputi kebiasaan diet, merokok, olah raga, konsumsi alkohol
dan pecandu obat-obatan

9.2 Penyusunan Rencana Pelayanan Kefarmasian


Kegiatan dalam menyusun rencana pelayanan kefarmasian adalah :

a. menentukan tujuan terapi


b. mengidentifikasi kondisi medis yang memerlukan terapi obat
c. memecahkan masalah terapi obat meliputi tujuan alternatif dan intervensi
dan mencegah masalah terapi obat.

9.3 Implementasi
Dalam tahap implementasi kegiatan yang dilakukan adalah melaksanakan
rencara pelayanan kefarmasian yang telah disusun. Kegiatan ini berupa
menghubungi dokter untuk mengklarifikasi atau memodifikasi resep, memulai
terapi obat, memberi edukasi kepada pasien dan keluarganya.

24
9.4 Monitoring
Dalam tahap monitoring beberapa hal harus diperhatikan diantaranya :
tekanan darah pasien, kerusakan organ, interaksi obat dan efek samping serta
kepatuhan pasien. (Ayu & Syaripuddin, 2019).

25
DAFTAR PUSTAKA

Ayu, G. A., & Syaripuddin, M. (2019). Peranan Apoteker dalam Pelayanan


Kefarmasian. Jurnal Kedokteran dan Kesehatan, Vol. 15, No. 1.

Canadian Patient Safety Institute (CPSI). (2017). Retrieved from Patient Safety
Incident: https://www.patientsafetyinstitute.ca/en/Topic/Pages/Patient-Safety-
Incident.aspx. Diakses 3 Maret 2022

IF RSUD Dr. Soetomo. (2018). Dagusibu. Surabaya: Unit Pelayanan Informasi Obat
& Konseling Instalasi Farmasi - RSUD Dr. Soetomo.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2015). Peraturan Presiden Republik


Indonesia Nomor 77 Tahun 2015 Tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit.
Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2016). Peraturan Menteri Kesehatan


Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian Di Rumah Sakit. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2017). Peraturan Menteri Kesehatan


Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2017 Tentang Keselamatan Pasien.
Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2020). Keputusan Menteri Kesehatan


Republik Indonesia Nomor Hk.01.07/Menkes/200/2020 Tentang Pedoman
Penyusunan Formularium Rumah Sakit. Jakarta: Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2020). Peraturan Menteri Kesehatan


Republik Indonesia No. 45 Tahun 2019 tentang Klasifikasi Organisasi Rumah

26
Sakit Di Lingkungan Kementerian Kesehatan . Jakarta: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2022). Peraturan Menteri Kesehatan


Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2022 Tentang Organisasi Dan Tata
Kerja Rumah Sakit Di Lingkungan Kementerian Kesehatan. Jakarta:
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia. (2014). Pedoman Pelaksanaan Gerakan


Keluarga Sadar Obat Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia. Jakarta:
Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia.

Pujiastuti, A., & Kristiani, M. (2019). Sosialisasi DAGUSIBU (Dapatkan, Gunakan,


Simpan, Buang) obat dengan benar pada guru dan karyawan SMA Theresiana
I Semarang. Indonesian Journal of Community Services, Vol 1, No 1 .

WHO. (2018). Classification of patient-safety incidents in primary. Retrieved from


https://www.who.int/bulletin/volumes/96/7/17-199802/en/.Diakses 9 Juni
2023

Zulbayu, M. A., Nasir, N. H., Awaliyah, N. H., & Juliansyah, R. (2021). Edukasi
DAGUSIBU (Dapatkan, Gunakan, Simpan dan Buang) Obat di Desa Puasana,
Kecamatan Moramo Utara, Kabupaten Konawe Selatan. Jurnal Mandala
Pengabdian Masyarakat, Vol. 2, No. 2.

27

Anda mungkin juga menyukai