Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH

MANAGEMEN FARMASI RUMAH SAKIT

DOSEN PENGAMPU MATA KULIAH

apt. Dedent Eka Bimmahariyanto S.Farm.,M.Si

JIHAN HUMAEROH

4820121109

PROGRAM STUDI S1 FAKULTAS KESEHATAN FAKULTAS KESEHATAN


UNIVERSITAS QAMARUL HUDA BADARUDDIN

TAHUN 2023
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum. Wr. Wb.

Ucapan puji syukur kepada Allah SWT atas rahmat, hidayah dan inayah-Nya,
sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Tidak lupa saya
ucapkan terima kasih kepada bapak apt. Dedent Eka Bimmahariyanto S.Farm.,M.Si
selaku dosen pengampu mata kuliah Manajemen Farmasi yang telah memberikan
kesempatan kepada saya untuk menyusun makalah ini yang berjudul “Managemen
Farmasi Rumah Sakit”. Dan juga kami ucapkan terima kasih kepada teman-teman
yang telah membantu memberikan materi dan masukannya sehingga terselesainya
makalah ini.

Dengan keseriusan dan ketekunan dalam pembuatan makalah ini, harapan


saya dapat memberikan manfaat bagi teman-teman dan para pembaca, khususnya
memotivasi untuk memulai menulis makalah. Serta dapat menjadi pembelajaran bagi
saya dalam pembuatan sebuah makalah, terkhusus dalam materi Manajemen Farmasi.

Terlepas dari semua itu, saya menyadari masih banyak kekurangan dan
kesalahan dalam penyusunan makalah ini, baik dari segi materi maupun dari tata
bahasa. Oleh karena itu dengan tangan terbuka saya menerima kritik dan saran dari
bapak demi perbaikan makalah ini. Akhir kata semoga makalah ini, dapat menjadi
inspirasi bagi teman-teman dan pembaca, untuk memulai berkarya khususnya dalam
hal tulis menulis. Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Mataram, 9 Juni 2023

Jihan Humaeroh

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................ii

DAFTAR ISI................................................................................................................iii

DAFTAR GAMBAR.....................................................................................................v

BAB I STRUKTUR ORGANISASI RUMAH SAKIT.................................................1

BAB II INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT......................................................5

2.1 Definisi Instalasi Farmasi di Rumah Sakit (IFRS).........................................5

2.2 Tujuan Instalasi farmasi Rumah Sakit............................................................5

2.3 Tugas dan Fungsi Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS)..............................6

BAB III STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN...............................................7

BAB IV FORMULARIUM RUMAH SAKIT............................................................10

4.1 Sistematika Formularium Rumah Sakit........................................................11

4.2 Kriteria Pemilihan Obat Formularium Rumah Sakit....................................11

4.3 Revisi Formularium Rumah Sakit................................................................12

BAB V PANITIA FARMASI DAN TERAPI.............................................................15

5.1 Organisasi Komite/Tim Farmasi dan Terapi.................................................15

5.2 Anggota Komite/Tim Farmasi dan Terapi....................................................15

5.3 Tugas Komite/Tim Farmasi dan Terapi........................................................15

5.4 Peran Anggota Komite/Tim Farmasi dan Terapi..........................................16

BAB VI PASIEN SAFETY.........................................................................................18

BAB VII DISTRIBUSI SEDIAAN FARMASI DI RUMAH SAKIT........................20

BAB VIII DAPAT, GUNAKAN, SIMPAN, BUANG (DAGUSIBU).......................22

iii
BAB IX PHARMACEUTICAL CARE DI RUMAH SAKIT DAN SARANA
PELAYANAN FARMASI LAINNYA.......................................................................25

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Struktur Organisasi Rumah Sakit...............Error! Bookmark not defined.


Gambar 2. Formulir Pengajuan Obat Untuk Masuk Dalam........................................13
Gambar 3. Formulir Pengajuan Penghapusan Obat.....................................................13

v
BAB I
STRUKTUR ORGANISASI RUMAH SAKIT
Dalam melaksanakan pelayanan kefarmasian, instalasi farmasi dipimpin oleh
seorang kepala instalasi dengan pendidikan apoteker, dibantu oleh wakil kepala
instalasi serta membawahi beberapa bagian diantaranya administrasi farmasi;
distribusi farmasi yang meliputi depo rawat jalan. depo IGD, depo IBS, gas medis,
depo rawat inap I dan II; logistik; dan farmasi klinik (Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, 2016).

Gambar 1. Struktur Organisasi Rumah Sakit

Tupoksi kepala instalasi farmasi diantaranya:

a. Mempelajari peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi instalasi


farmasi sebagai pedoman dalam melaksanakan tugas;
b. Menyusun rencana kerja instalasi melalui evaluasi rencana dan hasil kerja
tahun yang lalu, proyeksi kegiatan yang akan datang dengan arahan dari
atasan agar pelaksanaan kegiatan instalasi terlaksana dengan efektif dan
efisien;
c. Mengkoordinir penyusunan tatakerja di lingkungan instalasi farmasi yang
meliputi cara pelaksanaan tugas, pendistribusian tugas, penentuan target kerja,
serta bimbingan dalam pencapaian target kerja instalasi;

1
d. Bertanggung jawab dalam koordinasi penggunaan fasilitas kerja di lingkungan
instalasi agar terjalin kerjasama untuk meningkatkan mutu pelayanan
instalasi;
e. Mengawasi dan mengendalikan mekanisme kerja staf dan memberi arahan
cara penyelesaian masalah;
f. Melakukan koordinasi dengan unit kerja lainnya di lingkungan RSUD Dr.
Adjidarmo Kabupaten Lebak untuk menunjang kelancaran pelayanan instalasi
farmasi;
g. Mengkoordinir pelaporan berkala untuk disampaikan kepada pimpinan dari
setiap kegiatan di instalasi farmasi,
h. Mengkoordinir penyusunan usulan anggaran instalasi, usulan kebutuhan
ketenagaan instalasi dan usulan sarana yang diperlukan instalasi;
i. Menerima laporan pekerjaan kefarmasian yang dilaksanakan oleh wakil
kepala instalasi, penanggung jawab administrasi farmasi, penanggung jawab
distribusi farmasi, penanggung jawab logistik dan penanggung jawab farmasi
klinik;
j. Memastikan semua kegiatan pekerjaan kefarmasian sesuai dengan regulasi
yang ada;
k. Membantu memberikan solusi untuk semua masalah yang terjadi terkait
pekerjaan kefarmasian;
l. Melakukan koordinasi dengan instalasi luar Rumah Sakit terkait pekerjaan
kefarmasian atas sepengetahuan atasan yang ada di jajarannya;
m. Melaksanakan penilaian kinerja karyawan instalasi farmasi berbasis bukti
untuk disampaikan kepada atasan → SKP;
n. Bekerjasama dengan instalasi diklat RSUD Dr. Adjidarmo Kabupaten Lebak
untuk peningkatan kompetensi karyawan instalasi farmasi;
o. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh atasan yang ada di jajarannya
dalam rangka memperlancar pelaksanaan kegiatan di instalasi farmasi;
Tupoksi wakil kepala instalasi farmasi diantaranya:

2
a. Memastikan semua pekerjaan kefarmasian di depo rawat jalan sesuai SOP;
b. Memastikan semua pekerjaan kefarmasian di depo rawat inap sesuai SOP;
c. Memastikan semua pekerjaan kefarmasian di gudang/logistik sesuai SOP;
d. Memastikan semua pekerjaan kefarmasian di depo IGD sesuai SOP;
e. Memastikan semua pekerjaan kefarmasian farmasi klinik sesuai SOP;
f. Memastikan semua pekerjaan administrasi farmasi sesuai SOP;
g. Mengkoordinir penyusunan tata kerja yang meliputi cara pelaksanaan tugas,
pendistribusian tugas, penentuan target kerja, serta bimbingan dalam
pencapaian target pokja akreditasi PKPO;
h. Mengkoordinir, membuat dan memastikan ruangan dan penyimpanan
perbekalan farmasi sesuai dengan SOP terutama suhu dan kelembaban;
i. Merencanakan, membuat dan mengkoordinir tindak lanjut jika ditemukan
masalah terkait obat → KNC, KTD, dan lain sebagainya;
j. Melaksanakan tugas lain sesuai regulasi yang diberikan oleh kepala instalasi
atau atasan lain yang ada di jajarannya, dengan sepengetahuan kepala
instalasi.
Tupoksi penanggung jawab administrasi farmasi diantaranya:

a. Melakukan pelaporan narkotik dan psikotropik;


b. Mengawasi proses input obat-obatan kronis pada sistem BPJS;
c. Mengevaluasi laporan input resep pasien kronis BPJS perbulan untuk
kepentingan klaim BPJS;
d. Menerima dan menginventarisir surat masuk dan keluar;
e. Membuat laporan penggunaan obat kronis pasien BPJS;
f. Mengawasi inventarisis resep ruangan setiap hari;
g. Menyiapkan sarana kerja untuk semua petugas farmasi;
h. Melakukan pengarsipan terkait administrasi yang dibutuhkan instalasi
farmasi;
i. Memberikan masukan kepada kepala instalasi terkait penilaian kinerja
karyawan administrasi yang ada di jajarannya, berbasis bukti → SKP;

3
j. Melaksanakan tugas lain sesuai regulasi yang diberikan oleh kepala instalasi
atau atasan lain yang ada di jajarannya, dengan sepengetahuan kepala
instalasi.

4
BAB II
INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT
2.1 Definisi Instalasi Farmasi di Rumah Sakit (IFRS)
Instalasi merupakan kesatuan fasilitas yang menyelenggarakan tugas
melaksanakan pelayanan medis, penunjang medis, dan penunjang non medis.
Instalasi dipimpin oleh seorang Kepala dalam jabatan fungsional yang berada di
bawah dan bertanggung jawab kepada Wakil Direktur Pelayanan dan Mutu.
Penambahan jumlah dan jenis instalasi ditetapkan oleh Direktur berdasarkan
peraturan perundang – undangan yang berlaku (Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia, 2016).

2.2 Tujuan Instalasi farmasi Rumah Sakit


Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1197/MENKES/SK/X/
2004 tentang standart pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit, tujuan pelayanan
farmasi adalah:

a. Melangsungkan pelayanan farmasi yang optimal dalam keadaan biasa


maupun dalam keadaan gawat darurat, sesuai dengan keadaan pasien
maupun fasilitas yang tersedia
b. Menyelenggarakan kegiatan pelayanan profesional berdasarkan prosedur
kefarmasian dan etik profesi
c. Melaksanakan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) mengenai obat
d. Menjalankan pengawasan obat berdasarkan aturan-aturan yang berlaku
e. Melakukan dan memberi pelayanan bermutu melalui analisa, pengkajian
dan evaluasi pelayanan
f. Mengawasi dan memberi pelayanan bermutu melalui analisa, pengkajian
dan evaluasi pelayanan
g. Mengadakan penelitian dibidang farmasi dan peningkatan metoda.

5
2.3 Tugas dan Fungsi Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS)
Menurut Peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia nomor 72 tahun
2016 tentang standar pelayanan farmasi di Rumah Sakit, tugas dan fungsi
Instalasi Farmasi Rumah Sakit meliputi:

a. Menyelenggarakan, mengkoordinasikan, mengatur dan mengawasi seluruh


kegiatan Pelayanan Kefarmasian yang optimal dan profesional serta sesuai
prosedur dan etik profesi;
b. Melaksanakan pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai yang efektif, aman, bermutu dan efisien;
c. Melaksanakan pengkajian dan pemantauan penggunaan Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai guna memaksimalkan efek
terapi dan keamanan serta meminimalkan risiko;
d. Melaksanakan Komunikasi, Edukasi dan Informasi (KIE) serta
memberikan rekomendasi kepada dokter, perawat dan pasien;
e. Berperan aktif dalam Komite/Tim Farmasi dan Terapi;
f. Melaksanakan pendidikan dan pelatihan serta pengembangan Pelayanan
Kefarmasian; serta memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar
pengobatan dan formularium Rumah Sakit.
g. Memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar pengobatan dan
formularium Rumah Sakit.

6
BAB III
STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN
Standar Pelayanan Kefarmasian adalah tolok ukur yang dipergunakan sebagai
pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam menyelenggarakan pelayanan kefarmasian
(PMK No.58 2014/Keputusan Menteri Kesehatan sebelumnya adalah No.1197 Tahun
2004). Praktek pelayanan kefarmasian merupakan kegiatan yang terpadu dengan
tujuan untuk mengidentifikasi, mencegah dan menyelesaikan masalah obat dan
masalah yang berhubungan dengan kesehatan. Standar Pelayanan Kefarmasian di
rumah sakit bertujuan untuk:

1. meningkatkan mutu Pelayanan Kefarmasian;


2. menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian; dan
3. melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan obat yang tidak rasional
dalam rangka keselamatan pasien (patient safety).
Pelayanan Kefarmasian di rumah sakit harus menjamin ketersediaan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang aman, bermutu,
bermanfaat, dan terjangkau. Untuk menjamin mutu Pelayanan Kefarmasian di Rumah
Sakit, harus dilakukan Pengendalian Mutu Pelayananan Kefarmasian yang meliputi
monitoring dan evaluasi (monev). Sebagian besar rumah sakit di Indonesia belum
melakukan kegiatan pelayanan farmasi seperti yang diharapkan, mengingat beberapa
kendala antara lain kemampuan tenaga farmasi, terbatasnya pengetahuan manajemen
rumah sakit akan fungsi farmasi rumah sakit, kebijakan manajemen rumah sakit,
terbatasnya pengetahuan pihak terkait tentang pelayanan farmasi rumah sakit. Akibat
kondisi ini maka pelayanan farmasi rumah sakit masih bersifat konvensional yang
hanya berorientasi pada produk yaitu sebatas penyediaan dan pendistribusian
(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2016).
Standar Pelayanan Farmasi Rumah Sakit sebagaimana tercantum dalam
Standar Pelayanan Rumah Sakit masih bersifat umum, maka untuk membantu pihak
rumah sakit dalam mengimplementasikan Standar Pelayanan Rumah Sakit tersebut
perlu dibuat Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit yang bersifat paripurna

7
sesuai tuntutan rumah sakit dan pasien. Sehubungan dengan berbagai kendala
sebagaimana disebut di atas, maka sudah saatnya pula farmasi rumah sakit
menginventarisasi semua kegiatan farmasi yang harus dijalankan dan berusaha
mengimplementasikan secara prioritas dan simultan sesuai kondisi rumah sakit.
Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit meliputi 2 (dua) kegiatan, yaitu
kegiatan yang bersifat manajerial berupa pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dan kegiatan pelayanan farmasi klinik.
Kegiatan tersebut harus didukung oleh sumber daya manusia, sarana, dan peralatan
(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2016).
1. Tujuan Pelayanan Kefarmasian
a. Melangsungkan pelayanan farmasi yang optimal baik dalam keadaan
biasa maupun dalam keadaan gawat darurat, sesuai dengan keadaan
pasien maupun fasilitas yang tersedia.
b. Menyelenggarakan kegiatan pelayanan profesional berdasarkan
prosedur kefarmasian dan etik profesi.
c. Melaksanakan KIE (Komunikasi Informasi dan Edukasi) mengenai
obat.
d. Menjalankan pengawasan obat berdasarkan aturan-aturan yang
berlaku.
e. Melakukan dan memberi pelayanan bermutu melalui analisa, telaah
dan evaluasi pelayanan.
f. Mengawasi dan memberi pelayanan bermutu melalui analisa, telaah
dan evaluasi pelayanan.
g. Mengadakan penelitian di bidang farmasi dan peningkatan metoda.
2. Fungsi Pelayanan Farmasi
a. Pengelolaan Perbekalan Farmasi
1) Memilih perbekalan farmasi sesuai kebutuhan pelayanan
rumah sakit.
2) Merencanakan kebutuhan perbekalan farmasi secara optimal.

8
3) Mengadakan perbekalan farmasi berpedoman pada
perencanaan yang telah dibuat sesuai ketentuan yang berlaku.
4) Memproduksi perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan
pelayanan kesehatan di rumah sakit.
5) Menerima perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan
ketentuan yang berlaku.
6) Menyimpan perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan
persyaratan kefarmasian.
7) Mendistribusikan perbekalan farmasi ke unit-unit pelayanan di
rumah sakit.
b. Pelayanan Kefarmasian dalam Penggunaan Obat dan Alat Kesehatan
1) Mengkaji instruksi pengobatan/resep pasien.
2) Mengidentifikasi masalah yang berkaitan dengan penggunaan
obat dan alat kesehatan.
3) Mencegah dan mengatasi masalah yang berkaitan dengan obat
dan alat kesehatan.
4) Memantau efektifitas dan keamanan penggunaan obat dan alat
kesehatan.
5) Memberikan informasi kepada petugas kesehatan,
pasien/keluarga.
6) Memberi pelayanan informasi obat kepada pasien/keluarga.
7) Melaporkan setiap kegiatan.

9
BAB IV
FORMULARIUM RUMAH SAKIT
Sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang mengatur mengenai
Jaminan Kesehatan, disebutkan bahwa Formularium Nasional (Fornas) merupakan
daftar obat terpilih sebagai pedoman dalam pelayanan kesehatan. Tujuan utama
pengaturan obat dalam Fornas untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan
melalui peningkatan efektivitas dan efisiensi pengobatan sehingga tercapai
penggunaan obat rasional. Demikian pula di rumah sakit, sesuai dengan Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 72 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di
Rumah Sakit bahwa Formularium Rumah Sakit harus tersedia untuk semua penulis
resep, pemberi obat, dan penyedia obat sebagai pedoman pemilihan dan penggunaan
obat di rumah sakit.

Formularium Rumah Sakit merupakan daftar obat dan kebijakan penggunaan


obat yang disepakati staf medis, disusun oleh Komite/Tim Farmasi dan Terapi dan
ditetapkan oleh direktur/kepala rumah sakit. Formularium Rumah Sakit dapat
dilengkapi dengan mekanisme kerja Komite/Tim Farmasi dan Terapi serta tata kelola
Formularium Rumah Sakit. Formularium Rumah Sakit bermanfaat dalam kendali
mutu dan kendali biaya obat yang akan memudahkan pemilihan obat yang rasional,
mengurangi biaya pengobatan, dan mengoptimalkan pelayanan kepada pasien.
Penyusunan Formularium Rumah Sakit selain mengacu kepada Fornas, juga mengacu
pada Panduan Praktik Klinis Rumah Sakit serta mempertimbangkan hasil evaluasi
penggunaan obat di rumah sakit (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2016).

Menurut standar akreditasi rumah sakit, Formularium Rumah Sakit mengacu


pada peraturan perundang-undangan dan didasarkan pada misi rumah sakit,
kebutuhan pasien, serta jenis pelayanan yang diberikan. Pemantauan dan evaluasi
Formularium Rumah Sakit dilakukan terhadap kepatuhan penggunaan Fornas dan
kepatuhan penggunaan Formularium Rumah Sakit. Indikator pada Akreditasi Rumah
Sakit terkait formularium adalah tersedianya regulasi organisasi yang menyusun
Formularium Rumah Sakit, pemantauan terhadap penggunaan obat baru pada

10
formularium, pemantauan kepatuhan terhadap formularium baik dari persediaan
maupun penggunaannya, serta adanya reviu formularium secara berkala.

4.1 Sistematika Formularium Rumah Sakit


Formularium Rumah Sakit setidaknya mencakup:

1. Sambutan direktur/kepala rumah sakit.


2. Kata pengantar Ketua Komite/Tim Farmasi dan Terapi.
3. Surat keputusan direktur rumah sakit tentang Tim Penyusun Formularium
Rumah Sakit.
4. Surat pengesahan Formularium Rumah Sakit.
5. Kebijakan penggunaan obat di rumah sakit.
6. Prosedur yang mendukung penggunaan formularium, diantaranya:
a. tata cara menambah/ mengurangi obat dalam formularium.
b. tata cara penggunaan obat di luar formularium atas reviu
Komite/Tim Farmasi dan Terapi dan persetujuan Komite/Tim
medis dan direktur/kepala rumah sakit.
7. Daftar obat yang sekurangnya memuat nama generik obat, kekuatan
sediaan, bentuk sediaan, rute pemberian, dan perhatian/peringatan.
Penulisan nama obat dituliskan berdasarkan alfabetis nama obat dan
mengacu kepada Farmakope Indonesia edisi terakhir. Obat yang sudah lazim
digunakan dan tidak memiliki nama Internasional Nonproprietary Name (INN)
digunakan nama lazim. Obat kombinasi yang tidak memiliki nama INN diberikan
nama berdasarkan nama kesepakatan sebagai nama generik untuk kombinasi dan
dituliskan masing-masing komponen berdasarkan kekuatannya. Satu jenis obat
dapat tercantum dalam lebih dari satu kelas terapi atau subterapi sesuai indikasi
medis.

4.2 Kriteria Pemilihan Obat Formularium Rumah Sakit


Kriteria pemilihan obat untuk masuk Formularium Rumah Sakit (Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, 2020)

11
1. Obat yang dikelola di rumah sakit merupakan obat yang memiliki Nomor
Izin Edar (NIE);
2. Mengutamakan penggunaan obat generik;
3. Memiliki rasio manfaat-risiko (benefit-risk ratio) yang paling
menguntungkan penderita;
4. Menguntungkan dalam hal kepatuhan dan penerimaan oleh pasien;
5. Memiliki rasio manfaat-biaya (benefit-cost ratio) yang tertinggi
berdasarkan biaya langsung dan tidak langsung; dan
6. Obat lain yang terbukti paling efektif secara ilmiah dan aman (evidence
based medicines) yang paling dibutuhkan untuk pelayanan dengan harga
yang terjangkau.

4.3 Revisi Formularium Rumah Sakit


Penyusunan dan revisi Formularium Rumah Sakit dikembangkan
berdasarkan pertimbangan terapeutik dan ekonomi dari penggunaan obat agar
dihasilkan Formularium Rumah Sakit yang selalu mutakhir dan dapat memenuhi
kebutuhan pengobatan yang rasional. Perubahan obat dalam formularium
dilakukan melalui pengusulan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,
2020):

1. Permohonan harus diajukan secara resmi melalui KSM kepada


Komite/Tim Farmasi dan Terapi menggunakan Formulir 1 (untuk
pengajuan obat masuk dalam formularium) atau Formulir 2 (untuk
pengajuan penghapusan obat dalam formularium).

12
Gambar 2. Formulir Pengajuan Obat Untuk Masuk Dalam

Gambar 3. Formulir Pengajuan Penghapusan Obat


2. Permohonan penambahan obat yang akan dimasukkan dalam
Formularium Rumah Sakit yang diajukan setidaknya memuat informasi:
a. Mekanisme farmakologi obat dan indikasi yang diajukan;
b. Alasan mengapa obat yang diajukan lebih baik daripada yang
sudah ada di dalam formularium; dan
c. Bukti ilmiah dari pustaka yang mendukung perlunya obat
dimasukkan ke dalam formularium.
3. Kriteria penghapusan obat dari formularium:

13
a. Obat tidak beredar lagi di pasaran.
b. Obat tidak ada yang menggunakan lagi.
c. Sudah ada obat baru yang lebih cost effective.
d. Obat yang setelah dievaluasi memiliki risiko lebih tinggi
dibandingkan manfaatnya.
e. Berdasarkan hasil pembahasan oleh Komite/Tim Farmasi dan
Terapi.
f. Terdapat obat lain yang memiliki efikasi yang lebih baik dan/atau
efek samping yang lebih ringan.
g. Masa berlaku NIE telah habis dan tidak diperpanjang oleh industri
farmasi.

14
BAB V
PANITIA FARMASI DAN TERAPI

5.1 Organisasi Komite/Tim Farmasi dan Terapi


Komite/Tim Farmasi dan Terapi merupakan wadah yang
merekomendasikan kebijakan penggunaan obat kepada direktur/kepala rumah
sakit. Rekomendasi yang disusun oleh Komite/Tim Farmasi dan Terapi
selanjutnya disetujui oleh direktur/kepala rumah sakit. Komite/Tim Farmasi dan
Terapi harus mengadakan rapat secara teratur paling sedikit 2 (dua) bulan sekali
dan untuk rumah sakit besar rapat diadakan sekali dalam 1 (satu) bulan. Rapat
Komite/Tim Farmasi dan Terapi dapat mengundang pakar dari dalam maupun
dari luar rumah sakit yang dapat memberikan masukan bagi pengelolaan
Komite/Tim Farmasi dan 24 Terapi, memiliki pengetahuan khusus,
keahliankeahlian, atau pendapat tertentu yang bermanfaat bagi Komite/Tim
Farmasi dan Terapi (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2022).
Komite/Tim Farmasi dan Terapi perlu menetapkan aturan mengenai kuorum
untuk memastikan bahwa stakeholder terwakili dalam pertemuan Komite/Tim
Farmasi dan Terapi, misalnya jumlah anggota minimal yang harus ada untuk
terselenggaranya rapat dan jumlah perwakilan yang harus ada dalam rapat
(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2020).

5.2 Anggota Komite/Tim Farmasi dan Terapi


Komite/Tim Farmasi dan Terapi terdiri dari dokter, apoteker, dan tenaga
kesehatan lain yang di perlukan. Komite/Tim Farmasi dan Terapi dapat diketuai
oleh seorang dokter atau seorang apoteker. Apabila diketuai oleh dokter maka
sekretarisnya adalah apoteker, namun apabila diketuai oleh apoteker, maka
sekretarisnya adalah dokter.

5.3 Tugas Komite/Tim Farmasi dan Terapi


a. Menyusun program kerja yang akan dilakukan yang disetujui oleh
direktur;
b. Mengembangkan kebijakan tentang penggunaan obat di rumah sakit;

15
c. Melakukan seleksi dan evaluasi obat yang akan masuk dalam
Formularium Rumah Sakit;
d. Mengembangkan standar terapi;
e. Mengidentifikasi permasalahan dalam penggunaan obat;
f. Melakukan intervensi dalam meningkatkan penggunaan obat yang
rasional;
g. Mengkoordinir penatalaksanaan reaksi obat yang tidak dikehendaki;
h. Mengkoordinir penatalaksanaan kesalahan penggunaan obat (medication
error); dan
i. Menyebarluaskan informasi terkait kebijakan penggunaan obat di rumah
sakit.

5.4 Peran Anggota Komite/Tim Farmasi dan Terapi


Peranan ketua/sekretaris Komite/Tim Farmasi dan Terapi bertindak
sebagai motor penggerak dalam berbagai macam aktivitas Komite/Tim Farmasi
dan Terapi.

Peranan ketua dalam Komite/Tim Farmasi dan Terapi:

a. Memimpin Komite/Tim Farmasi dan Terapi.


b. Mengkoordinasi kegiatan Komite/Tim Farmasi dan Terapi.
c. Mengkoordinasi seluruh yang dibutuhkan dalam penyusunan Formularium
Rumah Sakit.
Peranan sekretaris dalam Komite/Tim Farmasi dan Terapi:
a. Mengajukan agenda yang akan dibahas.
b. Pemberian usulan pokok bahasan rapat.
c. Pencatatan dan penyiapan rekomendasi Komite/Tim Farmasi dan Terapi.
d. Penyusunan kajian jika diperlukan.
e. Komunikasi keputusan Komite/Tim Farmasi dan Terapi terhadap tenaga
kesehatan lain.
f. Menetapkan jadwal pertemuan.

16
g. Mencatat hasil keputusan.
h. Melaksanakan keputusan.
i. Membuat formularium berdasarkan kesepakatan.
Peran apoteker dalam Komite/Tim Farmasi dan Terapi:
a. Analisis dan diseminasi informasi ilmiah, klinis, dan farmakoekonomi
yang terkait dengan obat atau kelas terapi yang sedang ditinjau.
b. Evaluasi penggunaan obat dan menganalisis data.

17
BAB VI
PASIEN SAFETY
Keselamatan pasien merupakan indikator yang paling utama dalam sistem
pelayanan kesehatan, yang diharapkan dapat menjadi acuan dalam menghasilkan
pelayanan kesehatan yang optimal dan mengurangi insiden bagi pasien (Canadian
Patient Safety Institute, 2017). Menurut Kemenkes RI (2015), keselamatan pasien
(patient safety) adalah suatu sistem yang memastikan asuhan pada pasien jauh lebih
aman. Sistem tersebut meliputi pengkajian risiko, identifikasi insiden, pengelolaan
insiden, pelaporan atau analisis insiden, serta implementasi dan tindak lanjut suatu
insiden untuk meminimalkan terjadinya risiko. Sistem tersebut dimaksudkan untuk
menjadi cara yang efektif untuk mencegah terjadinya cidera atau insiden pada pasien
yang disebabkan oleh kesalahan tindakan.

Insiden keselamatan pasien adalah semua kejadian atau situasi yang


berpotensi atau mengakibatkan harm (penyakit, cidera, cacat, kematian, kerugian dan
lain-lain), hal tersebut dapat dicegah bahkan seharusnya tidak terjadi karena sudah
dikategorikan sebagai suatu disiplin. Dalam Permenkes RI No.
1691/MENKES/PER/VIII/2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit, insiden
keselamatan pasien adalah segala sesuatu yang terjadi secara sengaja atau tidak
sengaja dan kondisi mengakibatkan atau berpotensi untuk menimbulkan cidera pada
pasien, yang terdiri dari Kejadian tidak Diharapkan (KTD), Kejadian Nyaris Cedera
(KNC), Kejadian Tidak Cedera (KTC) dan Kejadian Potensial Cedera (KPC). Insiden
keselamatan pasien sewaktu-waktu dapat terjadi tanpa direncanakan yang dapat
membahayakan pasien dan tidak terpenuhi outcome dalam penyembuhan pasien.

Insiden keselamatan pasien dapat diklasifikasikan sebagai berikut (WHO,


2018):

1. Insiden berbahaya Insiden yang dapat membahayakan dan merugikan pasien


sehingga planning perawatan tidak sesuai yang diharapkan.

18
2. Insiden tidak berbahaya Insiden yang tidak menimbulkan bahaya dan kerugian
pada pasien.
3. Insiden nyaris berbahaya Insiden yang tidak membahayakan pasien tetapi
memiliki potensi atau resiko untuk bahaya dan kerugian.

19
BAB VII
DISTRIBUSI SEDIAAN FARMASI DI RUMAH SAKIT
Distribusi merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam rangka menyalurkan/
menyerahkan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan dari tempat penyimpanan
sampai kepada unit pelayanan/pasien dengan tetap menjamin mutu, stabilitas, jenis,
jumlah, dan ketepatan waktu. IFRS harus menentukan sistem distribusi yang dapat
menjamin terlaksananya pengawasan dan pengendalian sediaan farmasi dan
perbekalan kesehatan di unit pelayanan.

Sistem distribusi di unit pelayanan rumah sakitdapat dilakukan dengan cara


sebagai berikut:

1. Sistem Persediaan Lengkap di Ruangan (floor stock) a


a. Pendistribusian sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan untuk
persediaan di ruang rawat disiapkan dan dikelola oleh Instalasi
Farmasi.
b. Sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan yang disimpan di ruang
rawat harus dalam jenis dan jumlah yang sangat dibutuhkan.
c. Dalam kondisi sementara di mana tidak ada petugas farmasi yang
mengelola (di atas jam kerja) maka pendistribusiannya didelegasikan
kepada penanggung jawab ruangan.
d. Setiap hari dilakukan serah terima kembali pengelolaan obat floor
stock kepada petugas farmasi dari penanggung jawab ruangan.
e. Menyediakan informasi, peringatan dan kemungkinan interaksi Obat
pada setiap jenis Obat yang disediakan di floor stock.
2. Sistem Resep Perorangan (Individual Prescription) Pendistribusian sediaan
farmasi dan perbekalan kesehatan berdasarkan resep perorangan/pasien rawat
jalan dan rawat inap melalui Instalasi Farmasi.
3. Sistem Unit Dosis Pendistribusian sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan
berdasarkan resep perorangan yang disiapkan dalam unit dosis tunggal atau
ganda, untuk penggunaan satu kali dosis/pasien. Sistem unit dosis ini

20
digunakan untuk pasien rawat inap. Sistem unit dosis dapat menggunakan
metode unit dose dispensing (UDD) untuk satu unit dosis penggunaan (sekali
pakai) atau once daily dose (ODD) untuk dosis satu hari diberikan.
4. Sistem Kombinasi Sistem pendistribusian sediaan farmasi dan perbekalan
kesehatan bagi pasien rawat inap dengan menggunakan kombinasi a + b atau
b + c atau a + c.
Sistem distribusi Unit Dose Dispensing (UDD) sangat dianjurkan untuk
pasien rawat inap mengingat dengan sistem ini tingkat kesalahan pemberian Obat
dapat diminimalkan sampai kurang dari 5% dibandingkan dengan sistem floor stock
atau resep individu yang mencapai 18% (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,
2016)

21
BAB VIII
DAPAT, GUNAKAN, SIMPAN, BUANG (DAGUSIBU)
Dagusibu merupakan singkatan dari Dapatkan, Gunakan, Simpan dan Buang
yang ditujukan agar masyarakat paham mengenai obat. Tujuannya meningkatkan
pengetahuan masyarakat dalam pengelolaan dan pengawasan penggunaan obat yang
baik dan benar. Obat bebas yang didapat dari toko obat, apotek, atau obat yang dibeli
tanpa resep dokter biasanya dipersiapkan di rumah untuk penanganan sakit tanpa
bantuan tenaga kesehatan. Obat-obat tersebut diantaranya obat batuk, pilek atau obat
demam. Begitu pun obat dari resep dokter, tidak semua obat akan habis sekali
minum. Obat yang dapat mengurangi rasa nyeri atau obat demam, hanya dikonsumsi
ketika merasakan sakit tersebut sehingga obat tersebut harus disimpan selama tidak
digunakan.

Gambar 4. Logo DAGUSIBU

8.1 DA (Dapatkan)

Sebaiknya kita mendapatkan obat di tempat yang terjamin mutu dan


kualitas (obat asli) yaitu dari Apotik dan instalasi farmasi di rumah sakit,
Puskesmas, Klinik, toko obat yang resmi dan lain- lain, selain itu mendapat
informasi detail tentang obat yang dikonsumsi. Berikut cara mendapatkan obat
dengan benar :

22
a. Perhatikan penggolongan dari obat
b. Perhatikan informasi dari obat yang tercantum pada brosur dan kemasan
c. Perhatikan tanggal kadaluwarsa pada kemasan obat tebuslah resep dokter
di apotek yang telah memiliki legalitas.
8.2 GU (Gunakan)

merupakan bahan yang digunakan dengan dosis tertentu, penggunaan yang


tepat dan dimanfaatkan untuk mendiagnosa, menyembuhkan, mencegah penyakit
dan memelihara kesehatan. Penggunaan obat mengacu pada prinsip penggunaan
obat seperti tepat diagnosa, tepat indikasi, tepat pemilihan obat, tepat dosis, cara
dan lama pemberian serta tepat pemberian informasi.

8.3 SI (Simpan)

Supaya obat dapat digunakan hingga masa kadarluasa sebaiknya di simpan


dengan petunjuk penyimpanan yang tepat. Simpan di tempat yang tidak terkena
matahari langsung, kering dan tidak lembab. Perlu diperhatikan tempat
penyimpanan jauh dari jangkauan anak-anak. Simpan obat sesuai dengan
kemasan aslinya dan memastikan obat tersebut tertutup rapat agar terhindar dari
kontaminasi (Zulbayu, Nasir, Awaliyah, & Juliansyah, 2021).

8.4 BU (Buang)

Ciri-ciri obat kadaluwarsa adalah telah melewati tanggal waktu


kadaluwarsa dan obat tersebut telah berubah rasa, bau dan warna. Obat yang telah
kadaluwarsa tidak boleh dibuang sembarangan karena beresiko disalahgunakan
atau tidak sengaja terminum oleh orang sehingga sebaiknya obat dibuka dahulu
kemasannya lalu dihancurkan kemudian di buang ke tempat sampah. Cara
membuang obat yaitu :

a. Pastikan obat telah rusak, Expire Date/ kadaluwarsa, berubah warna dan
tidak diperlukan
b. Hancurkan obat (kapsul, tablet)

23
c. Untuk sediaan obat cair (suspensi, sirup), diencerkan terlebih dahulu
dengan air atau dapat ditambahkan pasir dan tanah kemudian buang
bersamaan dengan sampah lain
d. Terlebih dahulu lepaskan etiket dan tutup botol, kemudian botol dapat
dihancurkan supaya wadah tidak disalahgunakan
e. Obat Antibiotik tidak boleh di buang sembarangan yaitu menghilangkan
label yang ada pada wadah kemasan kemudian buang obat antibiotik
bersamaan dengan kemasan (Rasdianah & Uno, 3033).

24
BAB IX
PHARMACEUTICAL CARE DI RUMAH SAKIT DAN SARANA
PELAYANAN FARMASI LAINNYA
Istilah pharmaceutical care (asuhan kefarmasian) adalah suatu pelayanan
farmasi yang berorientasi pada pasien. Pada model praktik pelayanan farmasi klinik
tenaga farmasi harus menjadi salah satu anggota kunci pada tim pelayanan kesehatan,
dengan tanggung jawab pada outcome pengobatan. Asuhan kefarmasian
(Pharmaceutical care) adalah tanggung jawab langsung farmasis pada pelayanan yang
berhubungan dengan pengobatan pasien dengan tujuan mencapai hasil yang
ditetapkan yang memperbaiki kualitas hidup pasien. Asuhan kefarmasian tidak hanya
melibatkan terapi obat tapi juga keputusan tentang penggunaan obat pada pasien.
Termasuk keputusan untuk tidak menggunakan terapi obat, pertimbangan pemilihan
obat, dosis, rute dan metoda pemberian, pemantauan terapi obat dan pemberian
informasi dan konseling pada pasien (American Society of Hospital Pharmacists,
1993). Cipolle et al (1970) mendefinisikan asuhan kefarmasian sebagai suatu praktik
pelayanan kefarmasian di mana farmasis bertanggung jawab terhadap terapi obat
yang digunakan pasien dan mempunyai komitmen dan integritas terhadap praktik
tersebut.

Fungsi Asuhan Kefarmasian:

1. Mengidentifikasikan DRP yang potensial dan aktual.


2. Memecahkan DRP yang aktual.
3. Mencegah DRP yang potensial.

Suatu kejadian dapat disebut DRPs bila memenuhi dua komponen berikut
(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2016):

1. Kejadian tidak diinginkan yang dialami pasien Kejadian ini dapat berupa
keluhan medis, gejala, diagnosis penyakit, ketidakmampuan (disability) atau
sindrom; dapat merupakan efek dari kondisi psikologis, fisiologis,
sosiokultural atau ekonomi.

25
2. Hubungan antara kejadian tersebut dengan terapi obat Bentuk hubungan ini
dapat berupa konsekuensi dari terapi obat maupun kejadian yang memerlukan
terapi obat sebagai solusi maupun preventif.

26
DAFTAR PUSTAKA

Canadian Patient Safety Institute (CPSI). (2017). Retrieved from Patient Safety
Incident: https://www.patientsafetyinstitute.ca/en/Topic/Pages/Patient-Safety-
Incident.aspx. Diakses 3 Maret 2022

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2011). Peraturan Pemerintah Republik


Indonesia No. 1691/MENKES/PER/VIII/2011 tentang Keselamatan Pasien
Rumah Sakit. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2016). Farmasi Rumah Sakit dan


Klinik. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2016). Peraturan Menteri Kesehatan


Nomor 6 Tahun 2016 tentang Formularium Obat Herbal Asli Indonesia.
Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2016). Peraturan Menteri Kesehatan


Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian Di Rumah Sakit. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2020). Keputusan Menteri Kesehatan


Republik Indonesia Nomor Hk.01.07/Menkes/200/2020 Tentang Pedoman
Penyusunan Formularium Rumah Sakit. Jakarta: Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2020). Peraturan Menteri Kesehatan


Republik Indonesia No. 45 Tahun 2019 tentang Klasifikasi Organisasi Rumah
Sakit Di Lingkungan Kementerian Kesehatan . Jakarta: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.

27
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2022). Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2022 Tentang Organisasi Dan Tata
Kerja Rumah Sakit Di Lingkungan Kementerian Kesehatan. Jakarta:
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia. (2014). Pedoman Pelaksanaan Gerakan


Keluarga Sadar Obat Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia. Jakarta:
Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia.

Rasdianah, N., & Uno, W. Z. (3033). Edukasi Penyimpanan dan Pembuangan Obat
Rusak. Jurnal Pengabdian Masyarakat Farmasi : Pharmacare Society,
Volume 1 Nomor 1.

WHO. (2018). Classification of patient-safety incidents in primary. Retrieved from


https://www.who.int/bulletin/volumes/96/7/17-199802/en/.Diakses 9 Juni
2023

Zulbayu, M. A., Nasir, N. H., Awaliyah, N. H., & Juliansyah, R. (2021). Edukasi
DAGUSIBU (Dapatkan, Gunakan, Simpan dan Buang) Obat di Desa Puasana,
Kecamatan Moramo Utara, Kabupaten Konawe Selatan. Jurnal Mandala
Pengabdian Masyarakat, Vol. 2, No. 2.

28

Anda mungkin juga menyukai