JIHAN HUMAEROH
4820121109
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum. Wr. Wb.
Ucapan puji syukur kepada Allah SWT atas rahmat, hidayah dan inayah-Nya,
sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Tidak lupa saya
ucapkan terima kasih kepada bapak apt. Dedent Eka Bimmahariyanto S.Farm.,M.Si
selaku dosen pengampu mata kuliah Manajemen Farmasi yang telah memberikan
kesempatan kepada saya untuk menyusun makalah ini yang berjudul “Managemen
Farmasi Rumah Sakit”. Dan juga kami ucapkan terima kasih kepada teman-teman
yang telah membantu memberikan materi dan masukannya sehingga terselesainya
makalah ini.
Terlepas dari semua itu, saya menyadari masih banyak kekurangan dan
kesalahan dalam penyusunan makalah ini, baik dari segi materi maupun dari tata
bahasa. Oleh karena itu dengan tangan terbuka saya menerima kritik dan saran dari
bapak demi perbaikan makalah ini. Akhir kata semoga makalah ini, dapat menjadi
inspirasi bagi teman-teman dan pembaca, untuk memulai berkarya khususnya dalam
hal tulis menulis. Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Jihan Humaeroh
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................................ii
DAFTAR ISI................................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR.....................................................................................................v
iii
BAB IX PHARMACEUTICAL CARE DI RUMAH SAKIT DAN SARANA
PELAYANAN FARMASI LAINNYA.......................................................................25
iv
DAFTAR GAMBAR
v
BAB I
STRUKTUR ORGANISASI RUMAH SAKIT
Dalam melaksanakan pelayanan kefarmasian, instalasi farmasi dipimpin oleh
seorang kepala instalasi dengan pendidikan apoteker, dibantu oleh wakil kepala
instalasi serta membawahi beberapa bagian diantaranya administrasi farmasi;
distribusi farmasi yang meliputi depo rawat jalan. depo IGD, depo IBS, gas medis,
depo rawat inap I dan II; logistik; dan farmasi klinik (Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, 2016).
1
d. Bertanggung jawab dalam koordinasi penggunaan fasilitas kerja di lingkungan
instalasi agar terjalin kerjasama untuk meningkatkan mutu pelayanan
instalasi;
e. Mengawasi dan mengendalikan mekanisme kerja staf dan memberi arahan
cara penyelesaian masalah;
f. Melakukan koordinasi dengan unit kerja lainnya di lingkungan RSUD Dr.
Adjidarmo Kabupaten Lebak untuk menunjang kelancaran pelayanan instalasi
farmasi;
g. Mengkoordinir pelaporan berkala untuk disampaikan kepada pimpinan dari
setiap kegiatan di instalasi farmasi,
h. Mengkoordinir penyusunan usulan anggaran instalasi, usulan kebutuhan
ketenagaan instalasi dan usulan sarana yang diperlukan instalasi;
i. Menerima laporan pekerjaan kefarmasian yang dilaksanakan oleh wakil
kepala instalasi, penanggung jawab administrasi farmasi, penanggung jawab
distribusi farmasi, penanggung jawab logistik dan penanggung jawab farmasi
klinik;
j. Memastikan semua kegiatan pekerjaan kefarmasian sesuai dengan regulasi
yang ada;
k. Membantu memberikan solusi untuk semua masalah yang terjadi terkait
pekerjaan kefarmasian;
l. Melakukan koordinasi dengan instalasi luar Rumah Sakit terkait pekerjaan
kefarmasian atas sepengetahuan atasan yang ada di jajarannya;
m. Melaksanakan penilaian kinerja karyawan instalasi farmasi berbasis bukti
untuk disampaikan kepada atasan → SKP;
n. Bekerjasama dengan instalasi diklat RSUD Dr. Adjidarmo Kabupaten Lebak
untuk peningkatan kompetensi karyawan instalasi farmasi;
o. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh atasan yang ada di jajarannya
dalam rangka memperlancar pelaksanaan kegiatan di instalasi farmasi;
Tupoksi wakil kepala instalasi farmasi diantaranya:
2
a. Memastikan semua pekerjaan kefarmasian di depo rawat jalan sesuai SOP;
b. Memastikan semua pekerjaan kefarmasian di depo rawat inap sesuai SOP;
c. Memastikan semua pekerjaan kefarmasian di gudang/logistik sesuai SOP;
d. Memastikan semua pekerjaan kefarmasian di depo IGD sesuai SOP;
e. Memastikan semua pekerjaan kefarmasian farmasi klinik sesuai SOP;
f. Memastikan semua pekerjaan administrasi farmasi sesuai SOP;
g. Mengkoordinir penyusunan tata kerja yang meliputi cara pelaksanaan tugas,
pendistribusian tugas, penentuan target kerja, serta bimbingan dalam
pencapaian target pokja akreditasi PKPO;
h. Mengkoordinir, membuat dan memastikan ruangan dan penyimpanan
perbekalan farmasi sesuai dengan SOP terutama suhu dan kelembaban;
i. Merencanakan, membuat dan mengkoordinir tindak lanjut jika ditemukan
masalah terkait obat → KNC, KTD, dan lain sebagainya;
j. Melaksanakan tugas lain sesuai regulasi yang diberikan oleh kepala instalasi
atau atasan lain yang ada di jajarannya, dengan sepengetahuan kepala
instalasi.
Tupoksi penanggung jawab administrasi farmasi diantaranya:
3
j. Melaksanakan tugas lain sesuai regulasi yang diberikan oleh kepala instalasi
atau atasan lain yang ada di jajarannya, dengan sepengetahuan kepala
instalasi.
4
BAB II
INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT
2.1 Definisi Instalasi Farmasi di Rumah Sakit (IFRS)
Instalasi merupakan kesatuan fasilitas yang menyelenggarakan tugas
melaksanakan pelayanan medis, penunjang medis, dan penunjang non medis.
Instalasi dipimpin oleh seorang Kepala dalam jabatan fungsional yang berada di
bawah dan bertanggung jawab kepada Wakil Direktur Pelayanan dan Mutu.
Penambahan jumlah dan jenis instalasi ditetapkan oleh Direktur berdasarkan
peraturan perundang – undangan yang berlaku (Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia, 2016).
5
2.3 Tugas dan Fungsi Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS)
Menurut Peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia nomor 72 tahun
2016 tentang standar pelayanan farmasi di Rumah Sakit, tugas dan fungsi
Instalasi Farmasi Rumah Sakit meliputi:
6
BAB III
STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN
Standar Pelayanan Kefarmasian adalah tolok ukur yang dipergunakan sebagai
pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam menyelenggarakan pelayanan kefarmasian
(PMK No.58 2014/Keputusan Menteri Kesehatan sebelumnya adalah No.1197 Tahun
2004). Praktek pelayanan kefarmasian merupakan kegiatan yang terpadu dengan
tujuan untuk mengidentifikasi, mencegah dan menyelesaikan masalah obat dan
masalah yang berhubungan dengan kesehatan. Standar Pelayanan Kefarmasian di
rumah sakit bertujuan untuk:
7
sesuai tuntutan rumah sakit dan pasien. Sehubungan dengan berbagai kendala
sebagaimana disebut di atas, maka sudah saatnya pula farmasi rumah sakit
menginventarisasi semua kegiatan farmasi yang harus dijalankan dan berusaha
mengimplementasikan secara prioritas dan simultan sesuai kondisi rumah sakit.
Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit meliputi 2 (dua) kegiatan, yaitu
kegiatan yang bersifat manajerial berupa pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dan kegiatan pelayanan farmasi klinik.
Kegiatan tersebut harus didukung oleh sumber daya manusia, sarana, dan peralatan
(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2016).
1. Tujuan Pelayanan Kefarmasian
a. Melangsungkan pelayanan farmasi yang optimal baik dalam keadaan
biasa maupun dalam keadaan gawat darurat, sesuai dengan keadaan
pasien maupun fasilitas yang tersedia.
b. Menyelenggarakan kegiatan pelayanan profesional berdasarkan
prosedur kefarmasian dan etik profesi.
c. Melaksanakan KIE (Komunikasi Informasi dan Edukasi) mengenai
obat.
d. Menjalankan pengawasan obat berdasarkan aturan-aturan yang
berlaku.
e. Melakukan dan memberi pelayanan bermutu melalui analisa, telaah
dan evaluasi pelayanan.
f. Mengawasi dan memberi pelayanan bermutu melalui analisa, telaah
dan evaluasi pelayanan.
g. Mengadakan penelitian di bidang farmasi dan peningkatan metoda.
2. Fungsi Pelayanan Farmasi
a. Pengelolaan Perbekalan Farmasi
1) Memilih perbekalan farmasi sesuai kebutuhan pelayanan
rumah sakit.
2) Merencanakan kebutuhan perbekalan farmasi secara optimal.
8
3) Mengadakan perbekalan farmasi berpedoman pada
perencanaan yang telah dibuat sesuai ketentuan yang berlaku.
4) Memproduksi perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan
pelayanan kesehatan di rumah sakit.
5) Menerima perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan
ketentuan yang berlaku.
6) Menyimpan perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan
persyaratan kefarmasian.
7) Mendistribusikan perbekalan farmasi ke unit-unit pelayanan di
rumah sakit.
b. Pelayanan Kefarmasian dalam Penggunaan Obat dan Alat Kesehatan
1) Mengkaji instruksi pengobatan/resep pasien.
2) Mengidentifikasi masalah yang berkaitan dengan penggunaan
obat dan alat kesehatan.
3) Mencegah dan mengatasi masalah yang berkaitan dengan obat
dan alat kesehatan.
4) Memantau efektifitas dan keamanan penggunaan obat dan alat
kesehatan.
5) Memberikan informasi kepada petugas kesehatan,
pasien/keluarga.
6) Memberi pelayanan informasi obat kepada pasien/keluarga.
7) Melaporkan setiap kegiatan.
9
BAB IV
FORMULARIUM RUMAH SAKIT
Sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang mengatur mengenai
Jaminan Kesehatan, disebutkan bahwa Formularium Nasional (Fornas) merupakan
daftar obat terpilih sebagai pedoman dalam pelayanan kesehatan. Tujuan utama
pengaturan obat dalam Fornas untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan
melalui peningkatan efektivitas dan efisiensi pengobatan sehingga tercapai
penggunaan obat rasional. Demikian pula di rumah sakit, sesuai dengan Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 72 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di
Rumah Sakit bahwa Formularium Rumah Sakit harus tersedia untuk semua penulis
resep, pemberi obat, dan penyedia obat sebagai pedoman pemilihan dan penggunaan
obat di rumah sakit.
10
formularium, pemantauan kepatuhan terhadap formularium baik dari persediaan
maupun penggunaannya, serta adanya reviu formularium secara berkala.
11
1. Obat yang dikelola di rumah sakit merupakan obat yang memiliki Nomor
Izin Edar (NIE);
2. Mengutamakan penggunaan obat generik;
3. Memiliki rasio manfaat-risiko (benefit-risk ratio) yang paling
menguntungkan penderita;
4. Menguntungkan dalam hal kepatuhan dan penerimaan oleh pasien;
5. Memiliki rasio manfaat-biaya (benefit-cost ratio) yang tertinggi
berdasarkan biaya langsung dan tidak langsung; dan
6. Obat lain yang terbukti paling efektif secara ilmiah dan aman (evidence
based medicines) yang paling dibutuhkan untuk pelayanan dengan harga
yang terjangkau.
12
Gambar 2. Formulir Pengajuan Obat Untuk Masuk Dalam
13
a. Obat tidak beredar lagi di pasaran.
b. Obat tidak ada yang menggunakan lagi.
c. Sudah ada obat baru yang lebih cost effective.
d. Obat yang setelah dievaluasi memiliki risiko lebih tinggi
dibandingkan manfaatnya.
e. Berdasarkan hasil pembahasan oleh Komite/Tim Farmasi dan
Terapi.
f. Terdapat obat lain yang memiliki efikasi yang lebih baik dan/atau
efek samping yang lebih ringan.
g. Masa berlaku NIE telah habis dan tidak diperpanjang oleh industri
farmasi.
14
BAB V
PANITIA FARMASI DAN TERAPI
15
c. Melakukan seleksi dan evaluasi obat yang akan masuk dalam
Formularium Rumah Sakit;
d. Mengembangkan standar terapi;
e. Mengidentifikasi permasalahan dalam penggunaan obat;
f. Melakukan intervensi dalam meningkatkan penggunaan obat yang
rasional;
g. Mengkoordinir penatalaksanaan reaksi obat yang tidak dikehendaki;
h. Mengkoordinir penatalaksanaan kesalahan penggunaan obat (medication
error); dan
i. Menyebarluaskan informasi terkait kebijakan penggunaan obat di rumah
sakit.
16
g. Mencatat hasil keputusan.
h. Melaksanakan keputusan.
i. Membuat formularium berdasarkan kesepakatan.
Peran apoteker dalam Komite/Tim Farmasi dan Terapi:
a. Analisis dan diseminasi informasi ilmiah, klinis, dan farmakoekonomi
yang terkait dengan obat atau kelas terapi yang sedang ditinjau.
b. Evaluasi penggunaan obat dan menganalisis data.
17
BAB VI
PASIEN SAFETY
Keselamatan pasien merupakan indikator yang paling utama dalam sistem
pelayanan kesehatan, yang diharapkan dapat menjadi acuan dalam menghasilkan
pelayanan kesehatan yang optimal dan mengurangi insiden bagi pasien (Canadian
Patient Safety Institute, 2017). Menurut Kemenkes RI (2015), keselamatan pasien
(patient safety) adalah suatu sistem yang memastikan asuhan pada pasien jauh lebih
aman. Sistem tersebut meliputi pengkajian risiko, identifikasi insiden, pengelolaan
insiden, pelaporan atau analisis insiden, serta implementasi dan tindak lanjut suatu
insiden untuk meminimalkan terjadinya risiko. Sistem tersebut dimaksudkan untuk
menjadi cara yang efektif untuk mencegah terjadinya cidera atau insiden pada pasien
yang disebabkan oleh kesalahan tindakan.
18
2. Insiden tidak berbahaya Insiden yang tidak menimbulkan bahaya dan kerugian
pada pasien.
3. Insiden nyaris berbahaya Insiden yang tidak membahayakan pasien tetapi
memiliki potensi atau resiko untuk bahaya dan kerugian.
19
BAB VII
DISTRIBUSI SEDIAAN FARMASI DI RUMAH SAKIT
Distribusi merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam rangka menyalurkan/
menyerahkan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan dari tempat penyimpanan
sampai kepada unit pelayanan/pasien dengan tetap menjamin mutu, stabilitas, jenis,
jumlah, dan ketepatan waktu. IFRS harus menentukan sistem distribusi yang dapat
menjamin terlaksananya pengawasan dan pengendalian sediaan farmasi dan
perbekalan kesehatan di unit pelayanan.
20
digunakan untuk pasien rawat inap. Sistem unit dosis dapat menggunakan
metode unit dose dispensing (UDD) untuk satu unit dosis penggunaan (sekali
pakai) atau once daily dose (ODD) untuk dosis satu hari diberikan.
4. Sistem Kombinasi Sistem pendistribusian sediaan farmasi dan perbekalan
kesehatan bagi pasien rawat inap dengan menggunakan kombinasi a + b atau
b + c atau a + c.
Sistem distribusi Unit Dose Dispensing (UDD) sangat dianjurkan untuk
pasien rawat inap mengingat dengan sistem ini tingkat kesalahan pemberian Obat
dapat diminimalkan sampai kurang dari 5% dibandingkan dengan sistem floor stock
atau resep individu yang mencapai 18% (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,
2016)
21
BAB VIII
DAPAT, GUNAKAN, SIMPAN, BUANG (DAGUSIBU)
Dagusibu merupakan singkatan dari Dapatkan, Gunakan, Simpan dan Buang
yang ditujukan agar masyarakat paham mengenai obat. Tujuannya meningkatkan
pengetahuan masyarakat dalam pengelolaan dan pengawasan penggunaan obat yang
baik dan benar. Obat bebas yang didapat dari toko obat, apotek, atau obat yang dibeli
tanpa resep dokter biasanya dipersiapkan di rumah untuk penanganan sakit tanpa
bantuan tenaga kesehatan. Obat-obat tersebut diantaranya obat batuk, pilek atau obat
demam. Begitu pun obat dari resep dokter, tidak semua obat akan habis sekali
minum. Obat yang dapat mengurangi rasa nyeri atau obat demam, hanya dikonsumsi
ketika merasakan sakit tersebut sehingga obat tersebut harus disimpan selama tidak
digunakan.
8.1 DA (Dapatkan)
22
a. Perhatikan penggolongan dari obat
b. Perhatikan informasi dari obat yang tercantum pada brosur dan kemasan
c. Perhatikan tanggal kadaluwarsa pada kemasan obat tebuslah resep dokter
di apotek yang telah memiliki legalitas.
8.2 GU (Gunakan)
8.3 SI (Simpan)
8.4 BU (Buang)
a. Pastikan obat telah rusak, Expire Date/ kadaluwarsa, berubah warna dan
tidak diperlukan
b. Hancurkan obat (kapsul, tablet)
23
c. Untuk sediaan obat cair (suspensi, sirup), diencerkan terlebih dahulu
dengan air atau dapat ditambahkan pasir dan tanah kemudian buang
bersamaan dengan sampah lain
d. Terlebih dahulu lepaskan etiket dan tutup botol, kemudian botol dapat
dihancurkan supaya wadah tidak disalahgunakan
e. Obat Antibiotik tidak boleh di buang sembarangan yaitu menghilangkan
label yang ada pada wadah kemasan kemudian buang obat antibiotik
bersamaan dengan kemasan (Rasdianah & Uno, 3033).
24
BAB IX
PHARMACEUTICAL CARE DI RUMAH SAKIT DAN SARANA
PELAYANAN FARMASI LAINNYA
Istilah pharmaceutical care (asuhan kefarmasian) adalah suatu pelayanan
farmasi yang berorientasi pada pasien. Pada model praktik pelayanan farmasi klinik
tenaga farmasi harus menjadi salah satu anggota kunci pada tim pelayanan kesehatan,
dengan tanggung jawab pada outcome pengobatan. Asuhan kefarmasian
(Pharmaceutical care) adalah tanggung jawab langsung farmasis pada pelayanan yang
berhubungan dengan pengobatan pasien dengan tujuan mencapai hasil yang
ditetapkan yang memperbaiki kualitas hidup pasien. Asuhan kefarmasian tidak hanya
melibatkan terapi obat tapi juga keputusan tentang penggunaan obat pada pasien.
Termasuk keputusan untuk tidak menggunakan terapi obat, pertimbangan pemilihan
obat, dosis, rute dan metoda pemberian, pemantauan terapi obat dan pemberian
informasi dan konseling pada pasien (American Society of Hospital Pharmacists,
1993). Cipolle et al (1970) mendefinisikan asuhan kefarmasian sebagai suatu praktik
pelayanan kefarmasian di mana farmasis bertanggung jawab terhadap terapi obat
yang digunakan pasien dan mempunyai komitmen dan integritas terhadap praktik
tersebut.
Suatu kejadian dapat disebut DRPs bila memenuhi dua komponen berikut
(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2016):
1. Kejadian tidak diinginkan yang dialami pasien Kejadian ini dapat berupa
keluhan medis, gejala, diagnosis penyakit, ketidakmampuan (disability) atau
sindrom; dapat merupakan efek dari kondisi psikologis, fisiologis,
sosiokultural atau ekonomi.
25
2. Hubungan antara kejadian tersebut dengan terapi obat Bentuk hubungan ini
dapat berupa konsekuensi dari terapi obat maupun kejadian yang memerlukan
terapi obat sebagai solusi maupun preventif.
26
DAFTAR PUSTAKA
Canadian Patient Safety Institute (CPSI). (2017). Retrieved from Patient Safety
Incident: https://www.patientsafetyinstitute.ca/en/Topic/Pages/Patient-Safety-
Incident.aspx. Diakses 3 Maret 2022
27
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2022). Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2022 Tentang Organisasi Dan Tata
Kerja Rumah Sakit Di Lingkungan Kementerian Kesehatan. Jakarta:
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Rasdianah, N., & Uno, W. Z. (3033). Edukasi Penyimpanan dan Pembuangan Obat
Rusak. Jurnal Pengabdian Masyarakat Farmasi : Pharmacare Society,
Volume 1 Nomor 1.
Zulbayu, M. A., Nasir, N. H., Awaliyah, N. H., & Juliansyah, R. (2021). Edukasi
DAGUSIBU (Dapatkan, Gunakan, Simpan dan Buang) Obat di Desa Puasana,
Kecamatan Moramo Utara, Kabupaten Konawe Selatan. Jurnal Mandala
Pengabdian Masyarakat, Vol. 2, No. 2.
28