Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

MANAJEMEN MUTU CPOB

DI

OLEH:

NURUL INTAN ZAHARA

DOSEN : Apt. SRI ARYANDA S.Farm, M. Farm

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes)


JABAL GHAFUR SIGLI
PROGRAM STUDI S-I FARMASI KLINIS
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji serta syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. yang telah
melimpahkan rahmat, karunia dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
Makalah ini dengan baik. Adapun judul Makalah ini yaitu adalah “Manajemen
Mutu CPOB” Adapun tujuan dari Makalah ini adalah sebagai salah satu metode
pembelajaran bagi mahasiswi STIKes Jabal Ghafur Sigli. Ucapan terima kasih tidak
lupa kami sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas Makalah ini, kami menyadari atas kekurangan kemampuan
kami dalam pembuatan Makalah ini, sehingga akan menjadi suatu kehormatan besar
bagi kami apabila mendapatkan kritikan dan saran yang membangun agar Makalah
ini selanjutnya akan lebih baik dan sempurna serta komprehensif. Demikian akhir
kata dari kami, semoga Makalah ini bermanfaat bagi kita semua.

Sigli, 18 Mei 2022


Penulis

Nurul Intan Zahara

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................... ii
BAB I : PENDAHULUAN............................................................................. 1
BAB II : PEMBAHASAN.............................................................................. 2
A. Insustri Farmasi.................................................................................... 2
B. Manajemen Mutu Industri Farmasi...................................................... 4
BAB III : PENUTUP...................................................................................... 17
A. Kesimpulan........................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 18

ii
BAB I
PENDAHULUAN

Industri farmasi merupakan salah satu industri berbasis riset yang produknya
diatur secara ketat khususnya dalam hal mutu produk yang dihasilkan. Secara
berkesinambungan industri farmasi juga memerlukan inovasi, organisasi dan sistem
pemasaran yang efektif, serta promosi yang bersifat memberikan edukasi kepada
konsumen. Industri farmasi memiliki persyaratan khusus dalam manajemen mutu
produknya yaitu harus memenuhi aturan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB)
atau dikenal dengan Current Good Manufacturing Practice (cGMP). Penerapan
sistem manajemen mutu ini ditujukan untuk menghasilkan obat yang berkualitas.
Sesuai dengan Keputusan Menkes No 43/Menkes/SK/11/1988 tentang cara CPOB
mengatur tentang penjaminan mutu obat yang dihasilkan industri famasi di seluruh
aspek melalui serangkaian kegiatan produksi. Sehingga obat jadi yang dihasilkan
memenuhi persyaratan mutu dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Terkait
dengan peraturan tersebut, industri farmasi harus bisa memenuhi setiap aspek dalam
CPOB. Aspek-aspek yang harus dipenuhi dalam CPOB antara lain: Sistem Mutu,
Personalia, Bangunan dan Sarana Penunjang, Peralatan, Sanitasi dan Higiene,
Produksi, Pengawasan Mutu, Inspeksi Diri dan Audit Mutu, Penanganan Keluhan
Terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk dan Produk Kembalian, Dokumentasi,
Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak, Kualifikasi dan Validasi. Tujuannya
agar perusahaan (industri farmasi) ingin menghasilkan produk yang benar-benar
memenuhi persyaratan yang ditentukan dan sesuai dengan tujuan penggunaan.
Aspek-aspek CPOB yang diaplikasikan pada industri farmasi pada prinsipnya
memiliki kesamaan dengan aspek pada sistem manajemen mutu yang diterapkan di
industri lain seperti pada sistem manajemen mutu ISO 9000. Artinya perusahaan
farmasi di Indonesia telah menerapkan sistem manajemen mutu dengan memenuhi
aspek aspek yang terdapat dalam CPOB. Penerapan manajemen mutu ini pada
akhirnya bertujuan untuk meningkatkan kinerja perusahaan baik secara operasional
dan bisnis. Dengan demikian dapat dihipotesakan bahwa perusahaan farmasi yang
telah menerapkan CPOB seharusnya memiliki sistem manajemen mutu yang baik.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Industri Farmasi
Persaingan di industri farmasi yang semakin ketat mendorong setiap
perusahaan farmasi untuk menghasilkan obat yang bermutu, yaitu obat yang
memenuhi persyaratan dalam dokumen izin edar, tidak menimbulkan resiko yang
dapat membahayakan pengguna dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Mutu dari
produk obat tersebut mutlak untuk dijaga demi meningkatkan kepuasan pelanggan
(Sari et all., 2015). Dalam persaingan di industri farmasi yang semakin ketat setiap
perusahaan farmasi dituntut untuk dapat menghasilkan obat yang bermutu. Industri
farmasi diharuskan memproduksi obat dengan sedemikian rupa sehingga
menghasilkan produk yang bermutu yaitu produk haruslah memenuhi persyaratan
yang tercantum dalam dokumen izin edar, tidak menimbulkan resiko yang dapat
membahayakan penggunanya dan sesuai dengan tujuan penggunaannya (Sari et all.,
2015).
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1799 tahun 2010 tentang
Industri Farmasi menyatakan bahwa pengertian industri farmasi adalah badan usaha
yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan
obat atau bahan obat, disebutkan pula bahwa proses pembuatan obat dan/atau bahan
obat hanya dapat dilakukan oleh industri farmasi, selain itu industri farmasi berfungsi
sebagai tempat untuk mendapatkan pendidikan dan pelatihan serta penelitian dan
pengembangan.
Untuk memperoleh izin usaha industry farmasi, diperlukan tahap persetujuan
prinsip, yang diajukan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala
Badan dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi setelah sebelumnya mengajukan
permohonan Rencana Induk Pembangunan (RIP) kepada Kepala Badan. Persetujuan
Prinsip diberikan pada industry farmasi untuk dapat langsung melakukan persiapan
dan usaha pembangunan, pengadaan, pemasangan instalasi, peralatan dan lain-lain
yang diperlukan, termausk produksi percobaan dengan memperhatikan ketentuan
perundang-undangan di bidang obat. Persetujuan prinsip tersebut selama jangka
waktu 3 tahun dan selama jangka waktu tersebut, industri farmasi yang bersangkutan

2
harus menyampaikan laporan informasi kemajuan pembangunan fisik setiap 6 bulan
sekali kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan Pengawas
Obat dan Makanan (BPOM) dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi.
Berikut merupakan persyaratan untuk mendapatkan persetujuan prinsip
menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1799 tahun 2010, yaitu:
a. Fotokopi akta pendirian badan hukum yang sah sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan;
b. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk/identitas direksi dan komisaris perusahaan;
c. Susunan direksi dan komisaris;
d. Pernyataan direksi dan komisaris tidak pernah terlibat pelanggaran peraturan
perundang-undangan di bidang farmasi;
e. Fotokopi sertifikat tanah/bukti kepemilikan tanah;
f. Fotokopi Surat lzin Tempat Usaha berdasarkan Undang-Undang Gangguan (HO);
g. Fotokopi Surat Tanda Daftar Perusahaan;
h. Fotokopi Surat lzin Usaha Perdagangan;
i. Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak;
j. Persetujuan lokasi dari pemerintah daerah provinsi;
k. Persetujuan Rencana Induk Pembangunan (RIP) dari Kepala Badan;
l. Rencana Investasi dan kegiatan pembuatan obat;
m. Surat asli pernyataan kesediaan bekerja penuh dari masing-masing apoteker
penanggung jawab produksi, apoteker penanggung Jawab pengawasan mutu, dan
apoteker penanggung jawab pemastian mutu; dan
n. Fotokopi surat pengangkatan bagi masing-masing apoteker penanggung jawab
produksi, apoteker penanggung jawab pengawasan mutu, dan apoteker
penanggung jawab pemastian mutu dari pimpinan perusahaan.
Setelah melakukan tahap persetujuan prinsip, kemudian dilakukan
permohonan izin usaha industri. Diajukan pada Direktur Jenderal Kementrian
Kesehatan dengan tembusan Kepada BPOM dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi
setempat. Adapun persyaratan yang harus dipenuhi dalam memperoleh izin pendirian
industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1799 tahun 2010,
yaitu sebagai berikut:
a. Berbadan usaha berupa perseroan terbatas

3
b. Memiliki rencana investasi dan kegiatan pembuatan obat
c. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak
d. Memiliki secara tetap
e. Paling sedikit 3 (tiga) orang apoteker Warga Negara Indonesia masing-masing
sebagai penanggung jawab pemastian mutu, produksi, dan pengawasan mutu; dan
f. Komisaris dan direksi tidak pernah terlibat, baik langsung atau tidak langsun
dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang kefarmasian.

B. Manajemen Mutu Industri Farmasi


Mutu dari suatu obat tersebut mutlak untuk dijaga, oleh karena itu diperlukan
peran serta setiap elemen yang ada di perusahaan (industri farmasi) termasuk
manajemen dalam menjaga mutu dari produk yang dihasilkan. Salah satu sistem
manajemen mutu yang saat ini sedang berkembang adalah sistem manajemen mutu
yang didasarkan pada standar ISO yang telah bertaraf internasional, dan di Indonesia
kini harus menerapkan system CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik) (Sari et all.,
2015). CPOB diterapkan untuk memastikan agar mutu obat yang dihasilkan sesuai
dengan persyaratan dan tujuan penggunaan.mencakup seluruh aspek produksi dan
pengawasan mutu. CPOB merupakan pedoman yang sangat penting, tidak hanya bagi
industri farmasi dan regulator, tetapi juga bagi konsumen dalam memenuhi
kebutuhannya akan pengobatan yang aman, berkhasiat dan berkualitas (Fatmawati,
2014).
Menurut Kepala Badan POM RI Nomor HK.03.1.33.12.12.8195 tahun 2012
tentang Penerapan Pedoman Cara Pembuatan Obat Yang Baik, pengertian dari Cara
Pembuatan Obat yang Baik, yang selanjutnya disingkat CPOB, adalah cara
pembuatan obat yang bertujuan untuk memastikan agar mutu obat yang dihasilkan
sesuai dengan persyaratan dan tujuan penggunaan. Cara Pembuatan Obat yang Baik
(CPOB) bertujuan untuk menjamin obat dibuat secara konsisten, memenuhi
persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. CPOB
mencakup seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu.
Pemastian mutu suatu obat tidak hanya mengandalkan pada pelaksanaan
pengujian tertentu saja, namun obat hendaklah dibuat dalam kondisi yang
dikendalikan dan dipantau secara cermat.

4
CPOB ini merupakan pedoman yang bertujuan untuk memastikan agar mutu obat
yang dihasilkan sesuai persyaratan dan tujuan penggunannya; bila perlu dapat
dilakukan penyesuaian pedoman dengan syarat bahwa standar mutu obat yang telah
ditentukan tetap dicapai. Pedoman ini juga dimaksudkan untuk digunakan oleh
industri farmasi sebagai dasar pengembangan aturan internal sesuai kebutuhan
(Kepala BPOM, 2012).
Prinsip dari manajemen mutu yaitu industri farmasi harus membuat obat
sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan
yang tercantum dalam dokumen izin edar (registrasi) dan tidak menimbulkan risiko
yang membahayakan penggunanya karena tidak aman, mutu rendah atau tidak
efektif. Manajemen bertanggung jawab untuk pencapaian tujuan ini melalui suatu
“Kebijakan Mutu”, yang memerlukan partisipasi dan komitmen jajaran di semua
departemen di dalam perusahaan, para pemasok dan para distributor. Untuk
mencapai tujuan mutu secara konsisten dan dapat diandalkan, diperlukan sistem
Pemastian Mutu yang didesain secara menyeluruh dan diterapkan secara benar serta
menginkorporasi Cara Pembuatan Obat yang Baik termasuk Pengawasan Mutu dan
Manajemen Risiko Mutu. Hal ini hendaklah didokumentasikan dan dimonitor
efektivitasnya. Unsur dasar manajemen mutu adalah:
a. Suatu infrastruktur atau sistem mutu yang tepat mencakup struktur organisasi,
prosedur, proses dan sumber daya; dan
b. Tindakan sistematis yang diperlukan untuk mendapatkan kepastian dengan
tingkat kepercayaan yang tinggi, sehingga produk (atau jasa pelayanan) yang
dihasilkan akan selalu memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Keseluruhan
tindakan tersebut disebut Pemastian Mutu.
(Kepala BPOM, 2012).
Semua bagian sistem Pemastian Mutu hendaklah didukung dengan ketersediaan
personil yang kompeten, bangunan dan sarana serta peralatan yang cukup dan
memadai. Tambahan tanggung jawab legal hendaklah diberikan kepada kepala
Manajemen Mutu (Pemastian Mutu). Konsep dasar Pemastian Mutu, Cara
Pembuatan Obat yang Baik (CPOB), Pengawasan Mutu dan Manajemen Risiko
Mutu adalah aspek manajemen mutu yang saling terkait (Kepala BPOM, 2012).

5
b.1. Pemastian Mutu
Pemastian Mutu adalah suatu konsep luas yang mencakup semua hal baik
secara tersendiri maupun secara kolektif, yang akan memengaruhi mutu dari obat
yang dihasilkan. Pemastian Mutu adalah totalitas semua pengaturan yang dibuat
dengan tujuan untuk memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu yang sesuai
dengan tujuan pemakaiannya.

b.2. Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB)


CPOB adalah bagian dari Pemastian Mutu yang memastikan bahwa obat
dibuat dan dikendalikan secara konsisten untuk mencapai standar mutu yang sesuai
dengan tujuan penggunaan dan dipersyaratkan dalam izin edar dan spesifikasi
produk. CPOB mencakup Produksi dan Pengawasan Mutu.

b.3. Pengawasan Mutu


Pengawasan Mutu adalah bagian dari CPOB yang berhubungan dengan
pengambilan sampel, spesifikasi dan pengujian, serta dengan organisasi, dokumentasi
dan prosedur pelulusan yang memastikan bahwa pengujian yang diperlukan dan
relevan telah dilakukan dan bahwa bahan yang belum diluluskan tidak digunakan
serta produk yang belum diluluskan tidak dijual atau dipasok sebelum mutunya
dinilai dan dinyatakan memenuhi syarat. Setiap industri farmasi hendaklah
mempunyai fungsi Pengawasan Mutu.

b.4. Pengkajian Mutu Produk


Pengkajian mutu produk secara berkala hendaklah dilakukan terhadap semua
obat terdaftar, termasuk produk ekspor, dengan tujuan untuk membuktikan
konsistensi proses, kesesuaian dari spesifikasi bahan awal, bahan pengemas dan
produk jadi, untuk melihat tren dan mengidentifikasi perbaikan yang diperlukan
untuk produk dan proses.

BAB III
PENUTUP

6
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh dari penulisan makalah diatas yaitu yang
termasuk dalam manajemen mutu ialah pemastian mutu, Cara Pembuatan Obat yang
Baik (CPOB), pengawasan mutu, manajemen resiko mutu. Aspek lainnya yang
mendukung yaitu personalia; bangunan dan fasilitas; peralatan; sanitasi dan hygiene;
produksi; pengawasan mutu; inspeksi diri, audit mutu, dan audit & persetujuan
pemasok; penanganan keluhan terhadap produk dan penarikan kembali produk;
dokumentasi; pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak; serta kualifikasi dan
validasi.

DAFTAR PUSTAKA

Fatmawati, N. 2014. Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT Kalbe Farma,


Tbk. Kawasan Industri Delta Silicon Jl. M.H.Thamrin Blok A3-1, Lippo

7
Cikarang, Bekasi Periode 17 Juni-12 Juli dan 14 Agustus-30 Agustus 2013.
Fakultas Farmasi, Program Profesi Apoteker, Universitas Indonesia. Jakarta.

Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia Nomor
Hk.03.1.33.12.12.8195 Tahun 2012 Tentang Penerapan Pedoman Cara
Pembuatan Obat Yang Baik. 2012. Jakarta.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


1799/MENKES/PER/XII/2010 Tentang Industri Farmasi. 2010. Jakarta.

Sari, D. P., A. Susanty, & A. A. Wibowo. 2015. Perancangan Sistem Dokumentasi


Mutu Berdasarkan ISO9001:2008 di PT. Degepharm Semarang. Seminar
Nasional IENACO. Semarang.

Anda mungkin juga menyukai