Anda di halaman 1dari 30

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala

limpahan rahmat dan hidayah-Nya. Sehingga kami dapat menyelesaikan

penyusunan penulisan Makalah ini sebagai tugas Mata kuliah Farmasi Industri.

Kami telah menyusun Tugas Makalah ini dengan sebaik-baiknya dan semaksimal

mungkin. Namun tentunya sebagai manusia biasa tidak luput dari kesalahan dan

kekurangan. Harapan kami, semoga bisa menjadi koreksi dimasa mendatang agar

lebih baik lagi dari sebelumnya.

Tak lupa ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Dosen Mata Kuliah

Farmasi Industri atas bimbingan, dorongan dan ilmu yang telah di berikan kepada

kami. Sehingga kami dapat menyusun dan menyelesaikan makalah ini tepat

waktunya dan insya Allah sesuai yang kami harapkan. Dan kami ucapkan pula

kepada rekan-rekan dan semua pihak yang terkait dalam penyusunan makalah ini.

Mudah-mudahan makalah ini bisa memberikan sumbangan pemikiran

sekaligus pengetahuan bagi kita semuanya. Amin

Jakarta, 23 Maret 2017

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i

KATA PENGANTAR .................................................................................. ii

DAFTAR ISI ................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1

A. Latar Belakang ............................................................................ 1

B. Rumusan Masalah ....................................................................... 3

C. Tujuan.......................................................................................... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 4

A. Industri Kosmetik ........................................................................ 4

B. Kosmetik ..................................................................................... 6

C. Cara Pembuatan Kosmetik .......................................................... 7

D. Persyaratan Pembuatan Kosmetik ............................................... 12

E. Undang-Undang Kosmetik.......................................................... 14

F. Faktor-faktor Industri Kosmetik ................................................. 16

G. Keterkaitan Pendirian Kosmetik ................................................. 17

H. Dampak Positif dan Negatif ........................................................ 18

BAB III PEMBAHASAN ................................................................................ 21

BAB III PENUTUP ....................................................................................... 26

A. Kesimpulan ................................................................................. 26

B. Saran ........................................................................................... 27

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 28

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kata kosmetik berasal dari bahasa Yunani kosmetike tekhneyang berarti

"teknik berpakaian dan berhias", dari kata kosmetikos berarti "terampil dalam

menyusun atau mengatur" dan juga dari kata kosmos, yang berarti "susunan"

dan "hiasan".Bukti awal penggunaan kosmetik ditemukan dimakam firaun pada

zaman Mesir kuno. Bukti arkeologi penggunaan kosmetik bisa ditelusuri sejak

zaman Mesir kuno dan Yunani kuno. Menurut sejumlah sumber,

perkembangan awal kosmetik bisa diketahui sejakbangsa Mesir kuno

menggunakan minyak jarak sebagai pengganti balsem, atau penggunaan krim

kulit yang terbuat darililin lebah, minyak zaitun dan air mawar pada

zaman Romawi (Schneider G, 2005).

Industri kosmetik di Indonesia saat ini berkembang pesat, Dari data

International Cosmetics Club Menyebutkan bahwa impor produk kosmetik

mencapai Rp 4 miliar sampai Rp 10 miliar perbulan. Bahkan pada tahun 2006

impor selama setahun mencapai Rp 1 triliun. Sementara itu untuk pasaran

lokal, menurut persatuan Kosmetik Indonesia (Potosmi) omzet penjualan

kosmetik bisa mencapai Rp 40 miliar untuk satu perusahaan besar dalam satu

bulan. Hal ini menunjukkan bahwa pemakaian kosmetik di Indonesia sangat

besar. Seiring perkembangan zaman, kosmetik seolah menjadi kebutuhan

primer bagi sebagian kaum wanita. Hal ini memberikan peluang bagi industri

1
kosmetik di Indonesia, sehingga banyak bermunculan produk baru dipasaran

yang dapat menimbulkan persaingan cukup ketat. Disisi lain konsumen

memiliki penilaian dan harapan sendiri terhadap kosmetik yang mereka

gunakan. Untuk mampu bersaing dan memuaskan konsumen tentunya suatu

produk harus mempunyai keunggulan kompetitif dibandingkan dengan produk

pesaing serta dapat memenuhi kebutuhan konsumen. Pihak perusahaan

kosmetik harud lebih teliti dalam menggali informasi mengenai preferensi

konsumen dan mampu menerapkan strategi pemasaran yang tepat. Dalam hal

ini diperlukan antisipasi kemungkinan-kemungkinan strategi yang akan

diterapkan oleh perusahaan pesaing. Salah satu cara yang dapat digunakan

untuk menganalisa strategi pemasaran adalah dengan menggunakan teori

permainan yaitu suatu model matematika yang digunakan dalam situasi konflik

atau persaingan antara berbagai kepentingan yang saling berhadapan sebagai

pesaing (Darmaji, 2008).

Penggunaan kosmetik pada saat ini sudah menjadi trend bagi masyarakat,

kosmetik seakan menjadi kebutuhan dasar dan tolak ukur untuk tampil lebih

percaya diri. Keberadaan industri kosmetik menjadi penting mengingat

permintaan konsumen yang tinggi. Makalah ini memaparkan berbagai

permasalahan terkait industri kosmetik, antara lain bagaimana klasifikasi

industri kosmetik dipandang dari berbagai segi perspektif, faktor produksi serta

dampak berdirinya suatu industri farmasi.

2
B. Rumusan Masalah

1. Bagaiman penjelasan tentang Industri Kosmetik?

2. Bagaiman penjelasan tentang Kosmetik?

3. Bagaiman Cara Pembuatan Kosmetik?

4. Bagaiman Persyaratan Pembuatan Kosmetik?

5. Bagaiman Undang-Undang tentang Kosmetik?

6. Bagaiman Faktor-faktor Industri Kosmetik?

7. Bagaiman Keterkaitan Pendirian Kosmetik?

8. Bagaiman Dampak Positif dan Negatif?

C. Tujuan

1. Dapat mengetahui dan memahami penjelasan tentang Industri Kosmetik

2. Dapat mengetahui dan memahami penjelasan tentang Kosmetik

3. Dapat mengetahui dan memahami Cara Pembuatan Kosmetik yang baik

4. Dapat mengetahui dan memahami Persyaratan Pembuatan Kosmetik

5. Dapat mengetahui dan memahami Undang-Undang tentang Kosmetik

6. Dapat mengetahui dan memahami Faktor-faktor Industri Kosmetik

7. Dapat mengetahui dan memahami Keterkaitan Pendirian Kosmetik

8. Dapat mengetahui dan memahami Dampak Positif dan Negatif

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Industri Kosmetik

Menurut definisi yang tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia Nomor 1799/MENKES/PER/XII/2010 Tentang Industri

Farmasi, industri farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri

Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat. Adapun

obat didefinisikan sebagai bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi

yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau

keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan,

penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan, dan kontrasepsi untuk

manusia. Sedangkan bahan obat adalah bahan baik yang berkhasiat maupun

tidak berkhasiat yang digunakan dalam pengolahan obat dengan standar mutu

sebagai bahan baku farmasi.

Industri farmasi memiliki fungsi pembuatan obat dan atau bahan obat,

pendidikan dan pelatihan,serta penelitian dan pengembangan. Industri farmasi

yang memproduksi obat dapat mendistribusikan atau menyalurkan hasil

produksinya langsung kepada pedagang besar farmasi, apotek, instalasi farmasi

rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat, klinik, dan toko obat sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan. Sedangkan industri farmasi yang

menghasilkan bahan obat dapat mendistribusikan atau menyalurkan hasil

produksinya langsung kepada pedagang besar bahan baku farmasi dan instalasi

4
farmasi rumah sakit sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Industri farmasi dapat melakukan kegiatan proses pembuatan obat dan atau

bahan obat untuk semua tahapan dan atau sebagian tahapan. Setiap pendirian

industri farmasi wajib memperoleh izin industri farmasi dari Direktur Jendral

Pembinaan Kefarmasian dan Alat Kesehatan Menteri Kesehatan RI. Adapun

persayaratan untuk mendapatkan izin tersebut adalah:

1. Berbadan usaha berupa perseroan terbatas.

2. Memiliki rencana investasi dan kegiatan pembuatan obat.

3. Memiliki NPWP.

4. Memilki secara tetap paling sedikit 3 (tiga) orang Apoteker Warga Negara

Indonesia, masing-masing sebagai penanggung jawab pemastian mutu,

produksi, dan pengawasan mutu; serta.

5. Komisaris dan direksi tidak pernah terlibat, baik langsung atau tidak

langsung dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan dibidang

kefarmasian.

Selain persayaratan di atas, industri farmasi juga wajib memenuhi

persyaratan CPOB yang dibuktikan dengan sertifikat CPOB. Sertifikat CPOB

berlaku selama 5 (lima) tahun sepanjang memenuhi persyaratan. Industri

farmasi juga diharuskan melakukan farmakovigilans (seluruh kegiatan tentang

pendeteksian, penilaian (assessment), pemahaman, dan pencegahan efek

samping atau masalah lainnya terkait dengan penggunaan obat). Apabila dalam

proses farmakovigilans tersebut industri farmasi menemukan obat dan atau

bahan obat hasil produksinya yang tidak memenuhi standard dan atau

5
persyaratan keamanan, khasiat / kemanfaatan, dan mutu, industri farmasi wajib

melaporkan hal tersebut kepada Kepala BPOM.

Industri farmasi dapat membuat obat secara kontrak kepada industri

farmasi lain yang telah menerapkan CPOB. Industri farmasi pemberi kontrak

wajib memiliki izin industri farmasi dan paling sedikit memiliki 1 (satu)

fasilitas produksi sediaan yang telah memenuhi persyaratan CPOB. Industri

farmasi pemberi kontrak dan industri farmasi penerima kontrak bertanggung

jawab terhadap keamanan, khasiat / kemanfaatan, dan mutu obat. Industri

farmasi wajib menyampaikan laporan industri secara berkala kepada Direktur

Jenderal Pembinaan Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementrian Kesehatan

tetang jumlah dan nilai produksi setiap obat dan atau bahan obat yang

dihasilkan.

B. Kosmetik

Menurut Wall dan Jellinenk, 1970, kosmetik dikenal manusia sejak

berabad – abad yang lalu. Pada abad ke – 19, pemakaian kosmetik mulai

mendapat perhatian, yaitu selain untuk kecantikan juga untuk kesehatan.

Perkembangan ilmu kosmetik serta industrinya baru dimulai secara besar-

besaran pada abad ke-20. Kosmetik adalah bahan atau campuran bahan untuk

digosok, diletakkan, dituangkan, dipercikkan, atau disemprotkan pada bagian

badan manusia dengan maksud untuk membersihkan, memelihara, menambah

daya tarik atau mengubah rupa, dan tidak termasuk golongan obat. Definisi

tersebut jelas bahwa kosmetik bukan suatu obat yang dipakai untuk pengobatan

maupun pencegahan penyakit (Tranggono, 2007).

6
Definisi kosmetik dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No.

445/MenKes/Permenkes/1998 adalah sediaan atau paduan bahan yang siap

untuk digunakan pada bagian luar badan (epidermis, rambut, kuku, bibir, dan

organ kelamin bagian luar), gigi, dan rongga mulut untuk membersihkan,

menambah daya tarik, mengubah penampakan, melindungi supaya tetap dalam

keadaan baik, memperbaiki bau badan tetapi tidak dimaksudkan untuk

mengobati atau menyembuhkan suatu penyakit.

C. Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik

Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik (CPKB) merupakan salah satu faktor

penting untuk dapat menghasilkan produk kosmetik yang memenuhi standar

mutu dan keamanan. Penerapan CPKB merupakan persyaratan kelayakan

dasar untuk menerapkan sistem jaminan mutu dan keamanan yang diakui dunia

internasional. Terlebih lagi untuk mengantisipasi pasar bebas di era globalisasi

maka penerapan CPKB merupakan nilai tambah bagi produk kosmetik

Indonesia untuk bersaing dengan produk sejenis dari negara lain baik di pasar

dalam negeri maupu internasional.

Adapun tujuan dari CPKB adalah,

Secara Umum:

1. Melindungi masyarakat terhadap hal-hal yang merugikan dari penggunaan

kosmetik yang tidak memenuhi persyaratan standar mutu dan keamanan.

2. Meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk kosmetik Indonesia

dalam era pasar bebas.

Secara Khusus :

7
1. Dengan dipahaminya penerapan CPKB oleh para pelaku usaha Kosmetik

sehingga bermanfaat bagi perkembangan 8eriodic Kosmetik.

2. Diterapkannya CPKB secara konsisten oleh 8eriodic Kosmetik

CPKB memuat aspek-aspek pokok sebagai berikut:

1. Sistem Manajemen Mutu.

2. Ketentuan Umum.

3. Personalia.

4. Bangunan dan Fasilitas

5. Peralatan.

6. Sanitasi dan Higiene.

7. Produksi.

8. Pengawasan Mutu.

9. Dokumentasi.

10. Audit Internal.

11. Penyimpanan.

12. Kontrak Produksi dan Pengujian.

13. Penangan Keluhan dan Penarikan Produk.

1. Sistem Manajemen Mutu

Sistem Manajemen Mutu, Prinsipnya adalah Industri kosmetik harus

membuat produk sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuanp enggunaanya,

memenuhi persyaratan dan tidak menimbulkan resko yang membahayakan

penggunanya karena tidak aman, mutu rendah atau tidak efektif.

Manajemen bertanggung jawab untuk pencapaian tujuan ini melalui suatu

8
“Kebijakan Mutu” yang memerlukan partisipasi dan komitmen dari semua

jajaran disemua departemen di dalam perusahaan. Untuk mencapai

tujuan yang konsisten dan dapat diandalkan, diperlukan manajemen mutu

yang didesain secara menyeluruh dan diterapkan secara benar.

Unsur dasar sistem manajemen mutu adalah :

a. Dijabarkannya struktur organisasi, tugas dan fungsi, tanggungjawab,

prosedur prosedur, instruksi-instruksi, proses dan sumber daya untuk

menerapkan manajemen mutu.

b. Sistem mutu harus dibentuk dan disesuaikan dengan kegiatan

perusahaan, sifat dasar produk-produknya, dan hendaknya diperhatikan

elemen-elemen penting yang ditetapkan dalam pedoman ini.

c. Pelaksanaan period mutu harus menjamin bahwa apabila diperlukan,

dilakukan pengambilan contoh bahan awal, produk antara dan produk

jadi, serta dilakukan pengujian terhadapnya untuk menentukan diluluskan

atau ditolak, yang didasarkan atas hasil uji dan kenyataan-kenyataan

yang dijumpai yang berkaitan dengan mutu.

2. Personalia

Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan

penerapan period pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan

kosmetik yang benar. Oleh sebab itu kosmetik bertanggung jawab untuk

menyediakan personel berkualitas dalam jumlah yang memadai untuk

melaksanakan semua tugas. Tiap personil hendaklah memahami tanggung

jawab masing –masing . Seluruh personil hendaklah memahami prinsip

9
CPKB dan memperoleh pelatihan awal dan berkesinambungan,

termasuk instruksi mengenai hygiene yang berkaitan dengan pekerjaan.

a. Persyaratan umum personalia:

1) Semua personil harus memenuhi persyaratan kesehatan, baik fisik

maupun mental, serta mengenakan pakaian kerja yang bersih.

2) Personil yang bekerja di area produksi hendaklah tidak berpenyakit

kulit, penyakit menular atau memiliki luka terbuka, memakai pakaian

kerja, penutup rambut dan alas kaki yang sesuai dan memakai sarung

tangan serta masker apabila diperlukan.

3) Personil harus tersedia dalam jumlah yang memadai, mempunyai

pengalaman praktis sesuai dengan prosedur, proses dan peralatan.

4) Personil di Bagian Pengolahan, Produksi dan Pengawasan Mutu

setidak-tidaknya berpendidikan minimal setara dengan Sekolah

Menengah Tingkat Atas.

5) Semua personil harus memahami prinsip Cara Pembuatan Kosmetik

yang Baik (CPKB), mempunyai sikap dan kesadaran yang tinggi

untuk melaksanakannya melalui pelatihan berkala dan berkelanjutan.

b. Organisasi,Kualifikasi dan Tanggung Jawab.

Dalam struktur organisasi perusahaan, bagian produksi dan

pengawasan mutu hendaklah dipimpin oleh orang yang berbeda dan tidak

ada keterkaitan tanggungjawab satu sama lain. (contoh struktur

organisasi Kepala Bagian Produksi dapat dijabat oleh seorang Apoteker,

Sarjana Farmasi, Sarjana Kimia atau tenaga lain yang memperoleh

10
pendidikan khusus di bidang produksi kosmetik dan mempunyai

pengalaman dan keterampilan dalam kepemimpinan sehingga

memungkinkan melaksanakan tugas sebagai seriodicenal.

1) Kepala Bagian Produksi hendaklah independen, memiliki wewenang

serta tanggung jawab penuh untuk mengelola produksi kosmetik

mencakup tugas operasional produksi, peralatan, personil, area

produksi dan dokumentasi.

2) Kepala Bagian Pengawasan Mutu dapat dijabat oleh seorang

Apoteker, Sarjana Farmasi, Sarjana Kimia atau tenaga lain yang

memperoleh pendidikan khusus dibidang pengawasan mutu produk

kosmetik.Kepala Bagian Pengawasan Mutu hendaklah mempunyai

wewenang dan tanggung jawab penuh dalam semua aspek

pengawasan mutu seperti penyusunan, dan penerapan prosedur

pengawasan mutu dan mempunyai wewenang (bila diperlukan)

menunjuk personil untuk memeriksa, meloloskan dan menolak bahan

awal, produk antara, produk ruahan, dan produk jadi yang dibuat

sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan dan disetujui.

Uraian tugas yang mencakup tanggung jawab dan wewenang setiap

personil inti (“Key Personil”) seperti Kepala Bagian Produksi, Kepala

Bagian Pengawasan Mutu, Kepala Bagian Teknik dan Kepala Bagian

Personalia hendaknya dirinci dan didefi nisikan secara jelas.Hendaknya

tersedia personil yang terlatih dalam jumlah yang memadai, untuk

11
melaksanakan supervisi langsung di setiap bagian produksi dan unit

pemeriksaan mutu.

c. Pelatihan

1) Semua personil yang langsung terlibat dalam kegiatan pembuatan

harus dilatih dalam pelaksanaan pembuatan sesuai dengan prinsip-

prinsip Cara Pembuatan yang Baik. Perhatian khusus harus diberikan

untuk melatih personil yang bekerja dengan material berbahaya.

2) Program pelatihan diberikan secara berkesinambungan paling sedikit

sekali dalam setahun untuk menjamin agar personil terbiasa dengan

persyaratan CPKB yang berkaitan dengan tugasnya. Pelatihan

hendaklah dilakukan menurut program tertulis yang telah disetujui

oleh Kepala Bagian Produksi dan atau Kepala Bagian Pengawasan

Mutu atau Bagian lain yang terkait. Pelatihan CPKB dapat diberikan

oleh atasan yang bersangkutan, tenaga ahli atau oleh pelatih dari luar

perusahaan. Materi pelatihan dapat berupa pengenalan CPKB secara

umum untuk semua personil di pabrik dan materi khusus untuk bagian

tertentu, misalnya Bagian Produksi atau Pengawasan Mutu.

3) Catatan hasil pelatihan harus dipelihara dan keefektifannya harus

dievaluasi. (Menkes/per/VIII/2010)

D. Adapun persayaratan untuk mendapatkan izin tersebut adalah:

1. Berbadan usaha berupa perseroan terbatas.

2. Memiliki rencana investasi dan kegiatan pembuatan obat.

3. Memiliki NPWP (Nomer Pokok Wajib Pajak).

12
4. Memilki secara tetap paling sedikit 3 (tiga) orang Apoteker Warga Negara

Indonesia, masing-masing sebagai penanggung jawab pemastian mutu,

produksi, dan pengawasan mutu; serta.

5. Komisaris dan direksi tidak pernah terlibat, baik langsung atau tidak

langsung dalam pelanggaran peraturan perundang–undangan di bidang

kefarmasian

Selain persayaratan di atas, industri farmasi juga wajib memenuhi

persyaratan CPOB yang dibuktikan dengan sertifikat CPOB. Sertifikat CPOB

berlaku selama 5 (lima) tahun sepanjang memenuhi persyaratan. Industri

farmasi juga diharuskan melakukan farmakovigilans (seluruh kegiatan tentang

pendeteksian, penilaian (assessment), pemahaman, dan pencegahan efek

samping atau masalah lainnya terkait dengan penggunaan obat). Apabila dalam

proses farmakovigilans tersebut industri farmasi menemukan obat dan atau

bahan obat hasil produksinya yang tidak memenuhi standard dan atau

persyaratan keamanan, khasiat / kemanfaatan, dan mutu, industri farmasi wajib

melaporkan hal tersebut kepada Kepala BPOM.

Industri farmasi dapat membuat obat secara kontrak kepada industri

farmasi lain yang telah menerapkan CPOB. Industri farmasi pemberi kontrak

wajib memiliki izin industri farmasi dan paling sedikit memiliki 1 (satu)

fasilitas produksi sediaan yang telah memenuhi persyaratan CPOB.Industri

farmasi pemberi kontrak dan industri farmasi penerima kontrak bertanggung

jawab terhadap keamanan, khasiat / kemanfaatan, dan mutu obat.Industri

farmasi wajib menyampaikan laporan industri secara berkala kepada Direktur

13
Jenderal Pembinaan Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementrian Kesehatan

tetang jumlah dan nilai produksi setiap obat dan atau bahan obat yang

dihasilkan.

Industri Farmasi yang melakukan pelanggaran peraturan dapat dikenai

sanksi berupa:

1. Peringatan secara tertulis.

2. Larangan mengedarkan untuk sementara waktu dan atau perintah untuk

penarikan kembali obat dan atau bahan obat dari peredaran bagi obat dan

atau bahan obat yang tidak memenuhi standard dan persyaratan keamanan,

khasiat / kemanfaatan, dan mutu.

3. Perintah pemusnahan obat dan atau bahan obat jika terbukti tidak memenuhi

persyaratan keamanan, khasiat / kemanfaatan, atau mutu.

4. Penghentian sementara kegiatan.

5. Pembekuan izin industri farmasi.

6. Pencabutan izin industri farmasi.

E. Menurut peraturan kepala badan pengawas obat dan makanan tentang

persyaratan menurut nomor 1176/ MENKES/PER/VII/2010 TAHUN 2010

tentang kosmetik

1. Menurut MENKES/PER/VII/2010 TAHUN 2010 Pasal 1

Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan:

a. Kosmetika adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk

digunakan pada bagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku,

bibir dan organ genital bagian luar) atau gigi dan membran mukosa

14
mulut terutama untuk membersihkan, mewangikan, mengubah

penampilan dan/atau memperbaiki bau badan atau melindungi atau

memelihara tubuh pada kondisi baik.

b. Bahan Kosmetika adalah bahan atau campuran bahan yang berasal

dari alam dan/atau sintetik yang merupakan komponen kosmetika

termasuk bahan pewarna, bahan pengawet dan bahan tabirsurya.

c. Bahan Pewarna adalah bahan atau campuran bahan yang digunakan

untuk memberi dan/atau memperbaiki warna pada kosmetika

2. MENURUT MENKES/PER/VII/2010 TAHUN 2010( PASAL 2)

a. Bahan Kosmetika harus memenuhi persyaratan mutu sebagaimana

tercantum dalam Kodeks Kosmetika Indonesia atau standar lain

yang diakui atau sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

b. Bahan Kosmetika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa

bahan yang diperbolehkan digunakan dalam pembuatan kosmetika.

c. Selain bahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2),

bahan tertentu dilarang digunakan dalam pembuatan kosmetika.

d. Bahan Pengawet adalah bahan atau campuran bahan yang

digunakan untuk mencegah kerusakan kosmetika yang disebabkan oleh

mikrooganisme

e. Bahan Tabir Surya adalah bahan yang digunakan untuk melindungi

kulit dari radiasi sinar ultra violet dengan cara menyerap,

memancarkan, dan menghamburkan.

15
f. Kepala Badan adalah Kepala Badan yang tugas dan tanggung

jawabnya dibidang pengawasan obat dan makanan.

F. Faktor yang mempengaruhi Industri Kosmetik

Menurut Whynne Hammond

1. Physical factor (faktor fisik daerah). Iklim tidak mempengaruhi proses

pelaksanaan dalam industry kosmetik. Masalah topografi dalam pendirian

industry kosmetik akan berhubungan dengan aksesbilitas industry tersebut

dalam memasarkan produknya.

2. Lahan sebagai sumberdaya. Industry kosmetik menggunakan lahan sebagai

lokasi/ tempat pendirian bangunan industry. Pemilihan lokasi yang baik

harus mempertimbangkan aspek aksesbilitas terhadap bahan baku dan pasar.

3. Capital (modal), berupa fixed capital yang tidak langsung habis, contohnya

bangunan industry serta financial capital berupa modal uang. Industry

kosmetik membutuhkan modal dalam jumlah yang besar.

4. Labour (tenaga kerja). Industry kosmetik menggunakan tenaga kerja upahan

yang bersal dari mana saja, terutama masyarakat sekitar lokasi industry

kosmetik. Pemilihan tenaga kerja mempertimbangkan segi kulaitas tenaga

kerja yang berupa keterampilan dan ketekunan.

5. Management (Pengelolaan Usaha). Industri kosmetik dalam pengelolaannya

meliputi inputs, process, outputs, serta distribution. Inputs meliputi

perolehan dan pengumpulan bahan baku, process meliputi cara mengolah

bahan baku menjadi bahan jadi, outputs merupakan hasil dari process bahan

baku, sedangkan distribution terdiri dari pemasaran hasil produksi.

16
6. Transportasi Industri kosmetik membutuhkan sarana transportasi dalam

perolehan bahan baku dan pendistribusian hasil produksi.

7. Marketing (Pemasaran). Daerah pemasaran industry kosmetik yakni daerah

perkotaan dengan system penawaran secara langsung produk kosmetik pada

para wanita.

8. Human and Change Factors. Industri kosmetik berdiri karena kebutuhan

wanita untuk mempercantik diri.

G. Keterkaitan pendirian Industri Kosmetik

Setiap industri membutuhkan hubungan operasional dengan industry lain

dalam mewujudkan keberlanjutan industrynya. Kebutuhan bahan mentah,

pertukaran informasi, dan proses pemasaran menjadi faktor dalam hubungan

operasional suatu industry. Hal ini disebut Industrial Linkages.

1. Keterkaitan Antar Faktor

Industry kosmetik termasuk Tangible Nature Links, yang meliputi

process link, sub contracting links, service links, danmarketing links.

Maksud dari keterkaitan ini adalah industry kosmetik memiliki keterkaitan

terhadap proses produksi, seperti kebutuhan alat produksi dan proses

pemasaran.

2. Keterkaitan Antar Industri

Industry kosmetik termasuk multi destination interplant linkages,

artinya industry ini memiliki bahan baku yang sama tapi mampu

menghasilkan barang dalam industry yang berbeda. Bahan baku berupa

campuran zat kimia (bahan pemutih, anti ageing, pencerah) menghasilkan

17
barang berbeda berupa bedak, lipstick, lotion, dll yang dapat diproduksi oleh

pabrik yang berbeda-beda.

3. Keterkaitan Antar Sektor

Industri kosmetik memiliki keterkaitan dengan sector jasa. Hasil

pengolahan dalam industri kosmetik menghasilkan produk berupa bedak,

lipstick, lotion, dll membutuhkan sector perdagangan dalam proses

pendistribusiannya agar sampai pada konsumen.

4. Keterkaitan spasial.

Industry kosmetik memiliki keterkaitan internasional, artinya produk

kosmetik diminati oleh semua manusia di setiap wilayah di dunia. Indonesia

melakukan eksport dan import produk kosmetik dari dan ke luar negeri.

H. Dampak Positif dan Negatif dalam pendirian Industri Kosmetik

1. Dampak Positif

Terbukanya lapangan kerja. Industry kosmetik membutuhkan banyak

tenaga kerja dalam proses pengolahannya. Oleh sebab itu, berdirinya

industry kosmetik menjadikan kesempatan kerja terbuka lebar, terutama

bagi masyarakat sekitar lokasi industry.

Terpenuhinya berbagai kebutuhan masyarakat, terutama bagi wanita

yang ingin meningkatkan daya tarik/ kecantikan melalui produk kosmetik.

a. Pendapatan masyarakat meningkat, melalui bekerja sebagai karyawan di

industry kosmetik

b. Terbukanya usaha-usaha lain di luar bidang industry kosmetik.

18
2. Dampak Negatif

a) Terjadi pencemaran lingkungan akibat limbah dari industry kosmetik.

Limbah dapat berupa polusi udara, polusi air, maupun polusi tanah.

b) Tingkat konsumerisme masyarakat menjadi tinggi, akibat keinginan yang

tidak bias dibatasi.

c) Hilangnya kepribadian masyarakat budaya Indonesia yang berkulit sawo

matang menjadi sifat kebaratan, yang menginginkan kulit putih dengan

menggunakan produk kosmetik.

d) Muncul peralihan mata pencaharian dari pertanian menjadi non pertanian

(buruh indusri kosmetik)

e) Industry pabrik yang didirikan di kota mengakibatkan tingkat urbanisasi

menjadi tinggi dan menyebabkan muncul pemukiman kumuh.

Limbah dalam suatu industri adalah buangan yang kehadirannya pada

suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungannya karena tidak

mempunyai nilai ekonomi.Limbah mengandung bahan pencemar yang

bersifat racun dan bahaya. Dalam kegiatan industri akan diikuti dengan

dampak negatif limbah industri terhadap lingkungan hidup manusia. Limbah

industri yang toksik akan memperburuk kondisi lingkungan dan akan

meningkatkan penyakit pada manusia dan kerusakan pada komponen

lingkungan lainnya.

Keberadaan limbah yang bersumber dari industri kosmetik cukup

mengkhawatirkan. Bahan beracun dan berbahaya banyak digunakan sebagai

bahan baku industri kosmetik maupun sebagai penolong. Beracun dan

19
berbahaya dari limbah ditunjukkan oleh sifat fisik dan kimia bahan itu

sendiri, baik dari jumlah maupun kualitasnya.

Beberapa kriteria berbahaya dan beracun telah ditetapkan antara lain

mudah terbakar, mudah meledak, korosif, oksidator dan reduktor, iritasi

bukan radioaktif, mutagenik, patogenik, mudah membusuk dan lain-

lain.Dalam jumlah tertentu dengan kadar tertentu, kehadirannya dapat

merusakkan kesehatan bahkan mematikan manusia atau kehidupan lainnya

sehingga perlu ditetapkan batas-batas yang diperkenankan dalam

lingkungan pada waktu tertentu. Padahal limbah industri kosmetik sangat

potensial sebagai penyebab terjadinya pencemaran.Pada umumnya limbah

industri kosmetik mengandung limbah B3, yaitu bahan berbahaya dan

beracun. Menurut PP 18/99 pasal 1, limbah B3 adalah sisa suatu usaha atau

kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan beracun yang dapat

mencemarkan atau merusak lingkungan hidup sehingga membahayakan

kesehatan serta kelangsungan hidup manusia dan mahluk lainnya.

20
BAB III

PEMBAHASAN

Industri kosmetik di Indonesia saat ini berkembang pesat, Dari data

International Cosmetics Club Menyebutkan bahwa impor produk kosmetik

mencapai Rp 4 miliar sampai Rp 10 miliar perbulan. Bahkan pada tahun 2006

impor selama setahun mencapai Rp 1 triliun. Sementara itu untuk pasaran lokal,

menurut persatuan Kosmetik Indonesia (Potosmi) omzet penjualan kosmetik bisa

mencapai Rp 40 miliar untuk satu perusahaan besar dalam satu bulan. Hal ini

menunjukkan bahwa pemakaian kosmetik di Indonesia sangat besar. Seiring

perkembangan zaman, kosmetik seolah menjadi kebutuhan primer bagi sebagian

kaum wanita. Hal ini memberikan peluang bagi industri kosmetik di Indonesia,

sehingga banyak bermunculan produk baru dipasaran yang dapat menimbulkan

persaingan cukup ketat. Disisi lain konsumen memiliki penilaian dan harapan

sendiri terhadap kosmetik yang mereka gunakan.

Menurut definisi yang tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia Nomor 1799/MENKES/PER/XII/2010 Tentang Industri

kosmetik, industri kosmetik adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri

Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat. Adapun

obat didefinisikan sebagai bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi

yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau

keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan,

pemulihan, peningkatan kesehatan, dan kontrasepsi untuk manusia. Sedangkan

21
bahan obat adalah bahan baik yang berkhasiat maupun tidak berkhasiat yang

digunakan dalam pengolahan obat dengan standar mutu sebagai bahan baku

farmasi.

Penggunaan kosmetik pada saat ini sudah menjadi trend bagi masyarakat,

kosmetik seakan menjadi kebutuhan dasar dan tolak ukur untuk tampil lebih

percaya diri. Keberadaan industri kosmetik menjadi penting mengingat

permintaan konsumen yang tinggi. Makalah ini memaparkan berbagai

permasalahan terkait industri kosmetik, antara lain bagaimana klasifikasi industri

kosmetik dipandang dari berbagai segi perspektif, faktor produksi serta dampak

berdirinya suatu industri farmasi.

Selain persayaratan di atas, industri farmasi juga wajib memenuhi

persyaratan CPOB yang dibuktikan dengan sertifikat CPOB. Sertifikat CPOB

berlaku selama 5 (lima) tahun sepanjang memenuhi persyaratan. Industri farmasi

juga diharuskan melakukan farmakovigilans (seluruh kegiatan tentang

pendeteksian, penilaian (assessment), pemahaman, dan pencegahan efek samping

atau masalah lainnya terkait dengan penggunaan obat). Apabila dalam proses

farmakovigilans tersebut industri farmasi menemukan obat dan atau bahan obat

hasil produksinya yang tidak memenuhi standard dan atau persyaratan keamanan,

khasiat / kemanfaatan, dan mutu, industri farmasi wajib melaporkan hal tersebut

kepada Kepala BPOM.

Industri farmasi dapat membuat obat secara kontrak kepada industri farmasi

lain yang telah menerapkan CPOB. Industri farmasi pemberi kontrak wajib

memiliki izin industri farmasi dan paling sedikit memiliki 1 (satu) fasilitas

22
produksi sediaan yang telah memenuhi persyaratan CPOB. Industri farmasi

pemberi kontrak dan industri farmasi penerima kontrak bertanggung jawab

terhadap keamanan, khasiat / kemanfaatan, dan mutu obat. Industri farmasi wajib

menyampaikan laporan industri secara berkala kepada Direktur Jenderal

Pembinaan Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementrian Kesehatan tetang jumlah

dan nilai produksi setiap obat dan atau bahan obat yang dihasilkan.

Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik (CPKB) merupakan salah satu faktor

penting untuk dapat menghasilkan produk kosmetik yang memenuhi standar mutu

dan keamanan. Penerapan CPKB merupakan persyaratan kelayakan dasar untuk

menerapkan sistem jaminan mutu dan keamanan yang diakui dunia internasional.

Terlebih lagi untuk mengantisipasi pasar bebas di era globalisasi maka penerapan

CPKB merupakan nilai tambah bagi produk kosmetik Indonesia untuk bersaing

dengan produk sejenis dari negara lain baik di pasar dalam negeri maupu

internasional.

Setiap industri membutuhkan hubungan operasional dengan industry lain

dalam mewujudkan keberlanjutan industrynya. Kebutuhan bahan mentah,

pertukaran informasi, dan proses pemasaran menjadi faktor dalam hubungan

operasional suatu industry.

Adapun penanggung jawab pemberi izin indutri kosmetik adalah Kasubdit

Produksi Kosmetika dan Makanan dengan uraian singkat tentang izin produksi

kosmetika berdasarkan Permenkes 1175 tahun 2010 tentang Izin Produksi

Kosmetika bahwa Izin Produksi Kosmetika terdiri dari pengurusan izin baru,

perpanjangan izin, perubahan izin (pindah lokasi, pergantian direktur, pergantian

23
penanggung jawab). Izin Produksi Kosmetika terdiri dari dua golongan, yakni

golongan A dan B. Golongan A harus memiliki penanggung jawab Apoteker,

sementara golongan B harus memiliki penanggung jawab tenaga teknis

kefarmasian. Industri kosmetika golongan A harus memiliki laboratorium. Selain

persyaratan di bawah ini, untuk menerbitkan izin produksi kosmetika harus ada

rekomendasi Dinkes Provinsi dan BPOM.

Adapun persyaratan pendirian antara lain : Surat permohonan (Sesuai

Lampiran 1 pada Permenkes 1175), nama direktur, fotokopi KTP pemilik/direksi

perusahaan, susunan direksi dan anggota, pernyataan direksi dan anggota tidak

terlibat pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang farmasi, fotokopi

akte notaris pendirian perusahaan, fotokopi nomor pokok wajib pajak (NPWP),

fotokopi izin usaha industri / tanda daftar industri (legalisir), denah bangunan

yang disahkan oleh Kepala BPOM, daftar peralatan dan mesin-mesin yang

digunakan, bentuk sediaan yang diproduksi, asli surat pernyataan kesediaan

bekerja sebagai penanggung jawab, fotokopi ijazah dan STR penanggung jawab

(Legalisir), bukti pembayaran penerimaan negara bukan pajak. Pengurusan

pendirian izin dengan waktu penyelesaian (sejak berkas lengkap ) adalah 14 hari

kerja setelah diterimanya rekomendasi Dinkes Provinsi dan BPOM dengan biaya :

PNBP untuk izin baru : Rp. 1.000.000 dan perpanjangan/penyesuaian/perubahan :

Rp. 500.000

Jenis usaha yang akan kami jalankan adalah pembuatan kosmetik dari bahan

alami. Kosmetik adalah bahan-bahan yang digunakan untuk memberikan dampak

kecantikan dan kesehatan bagi tubuh. Maka dari itu kami akan mendirikan

24
industri kosmetik dengan memafaatkan bahan alami sebagai bahan baku produk

kosmetik nantinya yang tidak menimbulkan efek samping dan aman untuk kulit

apabila pengunaannya yang tepat, serta dapat digunakan untuk semua usia.

Nama perusahaan yang akan kami buat adalah PT Beauty Indonesia yang

diambil dari kata Beauty yaitu kecantika dan Indonesia yang berarti perusahan ini

berada di indonesia. Usaha yang akan kami dirikan ini berlokasi di Jl. Moh. Kahfi,

No 21, Kec.Jagakarsa Kel. Sresengseng Sawah Jakarta Selatan. Adapun Logo

Perusahan

PT Beauty Indonesia

Logo perusahaan yang akan kami buat adalah Burung Merpati yang

membentangkan sayap dengan maksud perusahan ini dapat membentangkan

peroduknya di seluruh Indonesia dan warna logo warna merah mudah

menandakan tentang kecantikan dan keanggunan yang memakai peroduk

kosmetik dari perusahaan PT Beauty Indonesia.

25
BAB IV

KESIMPULAN

A. Kesimpulan

1. Industri Kosmetik Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia Nomor 1799/MENKES/PER/X3II/2010 Tentang Industri

kosmetik adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan

untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat sebagai bahan

atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk

mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi

dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan,

peningkatan kesehatan

2. Adapun Persyaratan yang harus di perhatiakan dalam mendirikan industry

kosmetik sesuai Permenkes 1175 tahun 2010 tentang Izin Produksi

Kosmetika, Selain persayaratan di atas, industri farmasi juga wajib

memenuhi persyaratan CPOB yang dibuktikan dengan sertifikat CPOB.

3. Alur perjinan Industri kosmetik pemberi kontrak wajib memiliki izin

industri kosmetik dan paling sedikit memiliki 1 (satu) fasilitas produksi

sediaan yang telah memenuhi persyaratan CPOB. Industri farmasi pemberi

kontrak dan industri farmasi penerima kontrak bertanggung jawab

terhadap keamanan, khasiat/kemanfaatan, dan mutu sediaan kosmetik

farmasi wajib menyampaikan laporan industri secara berkala kepada

Direktur Jenderal Pembinaan Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementrian

26
Kesehatan tetang jumlah dan nilai produksi setiap obat dan atau bahan

obat yang dihasilkan.

B. Saran

Untuk menyempurnaan pembuatan Makalah ini, kedepannya kami

mengharapkan adanya saran dan kritikan dari semua pihak baik dosen,

maupun seluruh mahasiswa yang membaca Makalah ”pendirian industry

kosmetik” terdapat kesalahan dankekurangan yang terdapat di dalamnya

27
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1984. Peraturan Pemerintah 18/99 pasal 1 dan Undang-Undang No.5


Tahun 1984 tentang Perindustrian. Pemerintah RI ; Jakarta.

Anonim, 1991. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 140/Menkes/Per/1991


tentang Wajib daftar Alkes, Kosmetika dan Perbekalan Kesehatan. Menteri
Kesehatan Republik Indonesia ; Jakarta.

Anonim, 1998. Peraturan Menteri Kesehatan RI No.


445/MenKes/Permenkes/1998 Tentang Bahan, Zat Warna, Substratum, Zat
Pengawet, Tabir Surya Pada Kosmetika. Menteri Kesehatan Republik
Indonesia ; Jakarta.

Anonim, 2010. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


1799/MENKES/PER/XII/2010. Tentang Industri Farmasi. Menteri
Kesehatan Republik Indonesia; Jakarta

Anonim, 2010. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


1775/MENKES/PER/VIII/2010. Tanggal 20 Agustus 2010 Tentang Ijin
Produksi Kosmetik. Menteri Kesehatan Republik Indonesia ; Jakarta.

Anonim, 2016. Cosmetic Club International Limited. http://www.cdrex .com/


cosmetic -club-international-limited-1621889.html. diakses pada tanggal 19
Maret 2017

Darmadji. 2008. Persatuan Perusahaan Kosmetik Indonesia.


http:)//perkosami.com/: diakses pada tanggal 19 Maret 2017

Günther Schneider, dkk. 2005. Skin Cosmetics" in Ullmann's Encyclopedia of


Industrial Chemistry, Wiley-VCH ; Weinheim.

Tranggono, RI., dkk. 2007. Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan Kosmetik.


Gramedia Pustaka Utama; Jakarta.

28

Anda mungkin juga menyukai