PELAYANAN KEFARMASIAN
Nomor :
01
Revisi Ke :
PUSKESMAS TEKARANG
Jalan Raya Sempadian Kec. Tekarang Kab. Sambas
1
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa karena
berkat rahmat dan inayahNya kami dapat menyelesaikan Pedoman Standar Pelayanan Kefarmasian di
Puskesmas Tekarang dengan lancar tanpa hambatan yang berarti.
Pedoman Standar Pelayanan Kefarmasian disusun dalam rangka memberikan acuan bagi petugas
farmasi di Puskesmas Tekarang dalam pemberian pelayanan kefarmasian di Puskesmas Tekarang. Melalui
Pedoman ini diharapkan kepada tenaga farmasi yang profesional pemberi layanan dan dapat memahami
berbagai hal dalam pelayanan kefarmasian.
Ucapan terima kasih dan penghargaan selayaknya di sampaikan kepada semua pihak yang telah
membantu penyusunan Pedoman ini. Semoga keinginan untuk dapat lebih meningkatkan mutu pelayanan
dan keselamatan pasien dapat tercapai.
Pedoman ini tentu saja masih belum sempurna seutuhnya, oleh karena itu permohonan maaf perlu
kami haturkan apabila dalam penyusunan Pedoman ini masih banyak kekurangan dan masih jauh dari
kesempurnaan. Meskipun demikian mudah-mudahan Pedoman Standar Pelayanan Kefarmasian masih
dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang terkait.
DAFTAR ISI
2
KATA PENGANTAR ............................................................................................................ 2
DAFTAR ISI .......................................................................................................................... 3
BAB I. PENDAHULUAN ...................................................................................................... 5
A. Pendahuluan ............................................................................................................ 5
B. Tujuan ..................................................................................................................... 5
C. Ruang Lingkup ........................................................................................................ 5
D. Batasan Operasioanl ............................................................................................... 5
E. Landasan Hukum ..................................................................................................... 6
3
C. Pelayanan Farmasi Klinik.......................................................................................... 19
1. Kajian dan Pelayanan Resep ......................................................................... 20
2. Pelayanan Informasi Obat ............................................................................. 21
3. Konseling ........................................................................................................ 22
4. Ronde / Visite Pasien ....................................................................................... 23
5. Monitoring Efek Samping Obat ........................................................................ 24
6. Pemantauan Terapi Obat ( PTO ) .................................................................... 25
7. Evaluasi Penggunaan Obat .............................................................................. 25
BAB I
4
PENDAHULUAN
A. PENDAHULUAN
Berdasarkan Surat Keputusan Kepala Puskesmas Nomor 183 Tahun 2023 bahwa pengelolaan
kefarmasian meliputi peresepan, pemesanan, penyediaan dan pengelolaan sediaan farmasi.
Persyaratan petugas yang berhak memberikan resep adalah dokter dan dokter gigi dan persyaratan
petugas yang berhak menerima resep adalah Apoteker yang telah memiliki Surat Izin Praktek
Apoteker (SIPA) dan Tenaga Teknis Kefarmasian yang telah memiliki Surat Izin Praktek Tenaga
Teknis Kefarmasian (SIPTTK). Apoteker juga bertanggung jawab melakukan pengelolaan terhadap
sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai termasuk narkotik psikotropika dan obat-obat yang telah
kadaluarsa. Kemungkinan terjadinya kesalahan pemberian obat dan Kejadian-kejadian Tidak
Diinginkan dan Kejadian Nyaris Celaka.
B. TUJUAN
Pedoman ini dibuat sebagai acuan dalam pelayanan Kefarmasian di Puskesmas Tekarang dan
jaringannya merupakan kegiatan yang terpadu dengan tujuan untuk mengidentifikasi, mencegah dan
menyelesaikan masalah obat dan masalah yang berhubungan dengan kesehatan. Tuntutan pasien
dan masyarakat akan peningkatan mutu Pelayanan Kefarmasian, mengharuskan adanya perluasan
dari paradigma lama yang berorientasi kepada produk menjadi paradigma baru yang berorientasi pada
pasien dengan filosofi Pelayanan Kefarmasian.
C. RUANG LINGKUP
Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas meliputi 2 (dua) kegiatan yaitu kegiatan yang bersifat
manajerial berupa pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis habis pakai dan kegiatan
pelayanan farmasi klinik. Kegiatan tersebut harus didukung oleh sumber daya manusia dan sarana
dan prasarana.
Pedoman ini dibuat untuk diterapkan di Puskesmas Tekarang dan jaringannya antara lain Sub
Unit Pelayanan yang ada di Puskesmas Tekarang, Puskesmas Pembantu, Pos Kesehatan Desa,
Lansia, Posyandu dan Posbindu.
D. BATASAN OPERASIONAL
Standar Pelayanan Kefarmasian adalah tolok ukur yang dipergunakan sebagai pedoman bagi
tenaga kefarmasian dalam menyelenggarakan pelayanan kefarmasian.
Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggungjawab kepada
pasien yang berkaitan dengan Sediaan Farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk
meningkatkan mutu kehidupan pasien.
Sediaan Farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetik.
5
Obat adalah bahan atau panduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk
mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan
diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk
manusia.
Bahan Medis Habis Pakai adalah alat kesehatan yang ditujukan untuk penggunaan sekali pakai
( single use ) yang daftar produknya diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah mengucapkan
sumpah jabatan Apoteker.
Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu Apoteker dalam menjalani
Pekerjaan Kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, dan Analis Farmasi.
E. LANDASAN HUKUM
Pedoman ini dibuat mengacu pada Permenkes RI No 26 Tahun 2020 Tentang Perubahan Atas
Permenkes No 74 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas.
BAB II
6
STANDAR KETENAGAAN
B. DISTRIBUSI KETENAGAAN
Jumlah kebutuhan Tenaga Teknis Kefarmasian di Puskesmas Tekarang dihitung berdasarkan
rasio kunjungan pasien, baik rawat inap maupun rawat jalan serta memperhatikan pengembangan
Puskesmas Tekarang. Untuk menentukan jumlah Apoteker di Puskesmas Tekarang digunakan
pembagian zona penanggungjawab pelayanan kefarmasian oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Sambas
berdasarkan SK Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sambas Nomor 154 Tahun 2019 tentang
Pelimpahan Wewenang Kegiatan Kefarmasian Tertentu dari Apoteker ke Asisten Apoteker atau
Tenaga Kesehatan Lainnya di Puskesmas Kabupaten Sambas.
C. JADUAL KEGIATAN
Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas Tekarang beroperasi pada jam dinas yaitu :
- Senin s/d Kamis : pukul 07.30 sampai dengan pukul 11.30
- Jumat : pukul 07.30 sampai dengan pukul 10.30
- Sabtu : pukul 07.30 sampai dengan pukul 11.30
- RGD dan Rawat Inap : Senin s/d Sabtu 24 Jam
Untuk pelayanan kefarmasian di luar jam dinas dilakukan pembagian tugas berdasarkan surat
pelimpahan wewenang dari petugas kefarmasian atau Apoteker kepada petugas klinis yang telah
ditentukan. Pelaksanaan layanan kefarmasian di luar jam dinas disesuaikan dengan prosedur atau
SOP yang sudah ditentukan oleh petugas farmasi.
BAB III
STANDAR FASILITAS
7
A. DENAH RUANG
Ruangan yang berkaitan dengan kefarmasian di Puskesmas Tekarang terdiri dari 2 yaitu ruang
penyimpanan obat atau gudang Obat dan ruang farmasi :
1. Denah ruang penyimpanan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai
Rak Obat
Rak Obat
Rak Obat
8
Rak Obat
Lema
ri
Lemar
i obat
meja
kas
Kul
Rak Obat
Rak Obat
Lemari obat
B. STANDAR FASILITAS
Sarana yang diperlukan untuk menunjang pelayanan kefarmasian di puskesmas Tekarang meliputi :
1. Meja penerimaan resep
Ruang penerimaan resep meliputi tempat penerimaan resep, satu set meja dan kursi, ruang ini
ditempatkan pada bagian paling depan.
2. Ruang pelayanan resep dan peracikan
Ruang pelayanan resep dan peracikan meliputi rak obat sesuai kebutuhan dan meja peracikan, di
ruang peracikan obat disediakan peralatan peracikan, air minum (air mineral) untuk pengencer,
sendok obat, bahan pengemas obat, lemari pendingin, termometer ruangan, etiket dan label obat,
buku-buku referensi / standar sesuai kebutuhan serta alat tulis secukupnya. Ruang ini harus
mendapat cahaya yang cukup bila memungkinkan disediakan pendingin ruangan.
3. Meja Penyerahan Obat
Meja penyerahan obat meluputi konter penyerahan obat. Meja penyerahan obat digabungkan
dengan ruang penerimaan resep.
4. Meja Konseling
Ruang konseling meliputi satu set meja dan kursi konseling, yang bergabung dengan meja
penerimaan resep dan penyerahan obat.
5. Ruang Penyimpanan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai
9
Ruang penyimpanan harus memperhatikan kondisi sanitasi, temperatur, kelembaban, ventilasi,
pemisahan untuk menjamin mutu produk dan keamanan petugas. Ruang penyimpanan yang baik
perlu dilengkapi dengan rak/ lemari obat, pallet, pendingin ruangan (AC), lemari pendingin, lemari
penyimpanan khusus narkotika dan psikotropika, pengukur suhu dan kartu suhu.
Istilah “ruang “di sini tidak harus diartikan sebagai wujud ruangan secara fisik, namun lebih
kepada fungsi yang dilakukan.
BAB IV
10
TATA LAKSANA PELAYANAN
11
d. Menerima Hasil Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis dari Instalasi Farmasi Kabupaten
sambas.
e. Mengelompokkan hasil usulan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai berdasarkan
kelas terapi.
f. Menetapkan daftar yang masuk ke dalam Formularium Puskesmas Tekarang.
g. Melakukan edukasi mengenai Formularium kepada semua staf atau petugas layanan klinis di
Puskesmas Tekarang.
Proses perencanaan kebutuhan sediaan farmasi per tahun dilakukan secara berjenjang.
Disediakan data pemakaian sediaan farmasi dengan menggunakan Laporan Pemakaian dan
Lembar Permintaan Obat (LPLPO). Kebutuhan sediaan farmasi Puskesmas Tekarang
menyesuaikan pada anggaran yang tersedia dan memperhitungkan waktu kekosongan obat,
buffer stock serta menghindari stok berlebih.
12
Tenaga Kefarmasian wajib melakukan pengecekan terhadap Sediaan Farmasi dan Bahan
Medis Habis Pakai yang diserahkan , mencakup jumlah koli, jenis, jumlah obat, nomor batch,
tanggal kadaluarsa, sumber pengadaan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai dan
keadaan barang sesuai dengan isi dokumen Surat Penerimaan Barang (SPB), ditandatangani
oleh petugas penerima dan ditandatangani oleh petugas yang menyerahkan barang, diketahui
oleh Kepala Puskesmas Tekarang.
Bila tidak memenuhi syarat petugas boleh mengajukan keberatan ke pihak Instalasi Farmasi
Kabupaten.
Masa kadaluarsa minimal dari Sediaan Farmasi yang diterima disesuaikan dengan periode
pengelolaan di Puskesmas Tekarang ditambah satu bulan.
13
2. Obat LASA di beri stiker warna hijau dengan tulisan LASA warna hitam dan ditempelkan
pada kotak.
3. Jika Obat LASA sama memiliki dua kekuatan yang berbeda maka Obat yang
berkekuatan besar diberi stiker warna merah – Obat LASA dengan kekuatan kecil diberi
stiker kuning.
4. Farmasis membaca resep yang mengandung Obat LASA dengan cermat dan jika tidak
jelas dikomfirmasikan kembali kepada penulis resep.
5. Sebelum menyerahkan Obat pada pasien farmasis mengecek ulang /membaca kembali
kebenaran resep dengan Obat yang akan diserahkan.
Puskemas Tekarang memiliki tempat untuk menyimpan obat emergensi untuk mengatasi
jika terjadi kegawatdarutan dalam pelayanan kesehatan, tempat penyimpanan terlihat jelas dan
mudah di jangkau.
Dengan adanya Pengelolaan Obat emergensi untuk menjamin :
a. Ketersediaan obat emergensi sesuai dengan daftar Obat emergensi yang telah ditetapkan.
b. Obat emergensi di simpan dan di kelompokan sesuai bentuk sediaan.
c. Obat emergensi tidak boleh tercampur dengan persediaan farmasi dan bahan medis habis
pakai untuk kebutuhan lain.
d. Obat emergensi jika dikeluarkan harus diganti dengan jumlah yang sama.
e. Obat-obat emergensi di segel dan dimonitor dalam penggunaan nya.
14
Sistem persediaan lengkap di ruangan
Persediaan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai di lakukan
menggunakan lembar Pemakaian Obat dan Lembar Permintaan Obat ( LPLPO )
yang dibuat oleh petugas yang bertanggungjawab di ruangan masing-masing dan
dilakukan setiap bulan nya.
Pendistribusian sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai di siapkan dan
dikelola oleh petugas farmasi sesuai permintaan dan kebutuhan.
Sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai yang disimpan di ruangan harus
sesuai jenis dan jumlah yang dibutuhkan.
Dalam kondisi sementara dimana tidak ada petugas farmasi yang mengelola
( petugas dinas luar atau sedang ada keperluan ) maka pendistribusiannya
didelegasikan kepada penanggung jawab yang telah diberikan pelatihan
kefarmasian.
Sistem resep perorangan
Pendistribusian sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai berdasarkan resep
perorangan atau pasien rawat jalan.
b. Jaringan pelayanan Puskesmas yang ada di wilayah kerja Puskesmas Tekarang antara
lain :
1. Puskesmas Pembantu
2. Poskesdes ( Pos Kesehatan Desa )
3. Posyandu
4. Lansia
5. Posbindu
Pendistribusian ke jaringan Puskesmas Tekarang dilakukan dengan cara pemberian
sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai sesuai dengan kebutuhan yang di minta
sebulan sekali dengan menggunakan format Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan
Obat ( LPLPO ) jaringan pelayanan kesehatan di wilayah kerja Puskesmas Tekarang.
15
Tahapan pemusnahan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai terdiri dari :
a. Membuat daftar sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai yang akan dimusnahkan.
b. Menyiapkan Berita Acara Penyerhan.
c. Mengkoordinasikan jadwal penyerahan kepada pihak IFK.
d. Mengirimksn / membawa sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai yang
kadaluarasa/rusak kepada pihak IFK .
e. Mendokumentasikan Berita Acara Penyerahan.
8. Administrasi
Administrasi meliputi pencatatan dan pelaporan terhadap seluruh rangkaian kegiatan
dalam pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai yang diterima, disimpan,
disitribusikan dan digunakan di Puskesmas atau unit pelayanan lainnya.
Tujuan pencatatan dan pelaporan adalah :
a. Bukti bahwa pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai telah dilakukan.
b. Sumber data untuk melakukan pengaturan dan pengendalian.
c. Sumber data untuk pembuatan laporan.
Pencatatan dilakukan setiap transaksi baik penerimaan maupun pengeluaran Sediaan
Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai. Untuk penerimaan di masukkan dalam buku Penerimaan
Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai dan untuk pengeluaran Sediaan Farmasi dan
Bahan Medis Habis Pakai baik ke jejaring fasilitas maupun jaringan pelayanan Puskesmas
Tekarang di buku Pengeluaran Harian Puskesmas Tekarang dan kemudian direkapitulasi setiap
pengeluaran Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai di catat dalam buku Rekapitulasi
Pengeluaran Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai Puskesmas.
Pelaporan dengan menggunakan format Lembar Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat
( LPLPO ) yang dilakukan setiap bulannya dan di kirim ke Dinas Kesehatan bagian Instalasi
Farmasi Kabupaten ( IFK ).
16
Pengarsipan dilakukan dengan cara menyimpan semua dokumen pelaporan dalam satu
arsip dan di susun sesuai bulan dalam tiap tahun nya kemudian di simpan selama 3 tahun.
Setelah lebih dari 3 tahun maka arsip akan dimusnahkan dengan cara di bakar dan di buat Berita
Acara Pemusnahan Arsip.
9. Pemantauan dan evaluasi pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai
Pemantauan dan evaluasi pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai
dilakukan secara periodik dengan tujuan untuk :
a. Mengendalikan dan menghindari terjadinya kesalahan dalam pengelolaan Sediaan Farmasi
dan Bahan Medis Habis Pakai sehingga dapat menjaga kualitas maupun pemerataan
pelayanan. Pengendalian dilakukan dengan cara menghitung stok opname dan dilakukan
secara periodik setiap bulannya.
b. Memperbaiki secara terus menerus pengelolaan dan memberikan penilaian capaian kinerja
pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai yaitu dengan adanya
Manajemen Risiko Pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai yang
dilakukan melalui beberapa tahap yaitu :
1. Menentukan konteks manajemen risiko pada proses Pengelolaan Sediaan Farmasi dan
Bahan Medis Habis Pakai.
2. Mengidentifikasi risiko antara lain :
Ketidaktepatan perencanaan kebutuhan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis
Pakai selama periode tertentu.
Pengadaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis tidak di dapat dari IFK.
Keterlambatan pemenuhan kebutuhan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis.
Ketidaktepatan pengalokasian dana yang berdampak terhadap ketersediaan
Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis
Kehilangan fisik yang tidak mampu telusur.
Kesalahan dalam pendistribusian.
17
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman,baik sintesis
maupun semi sintesis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya
rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang
dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang tentang
Narkotika.
Psikotropika adalah zat atau bahan baku atau obat, baik alamiah maupun sentesis bukan
narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang
menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.
Prekusor Farmasi adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat digunkan sebagai
bahan baku atau penolong untuk keperluan proses produksi industri farmasi atau produk antara,
produk ruahan, atau produk jadi yang mengandung ephedrine, pseudoephedrine, norephedrine atau
phenylpropanolamine, ergotamin, ergometrine, atau Potasium Permanganat.
Tempat penyimpanan Narkotika, Psikotropika atau Prekursor Farmasi di fasilitas pelayanan harus
mampu menjaga keamanan, khasiat dan mutu Narkotika, Psikotropika atau Prekursor Farmasi dan.
Tempat penyimpanan Narkotika, Psikotropika atau Prekursor Farmasi dapat berupa gudang, ruangan
atau lemari khusus. Wajib memenuhi standar pelayanan kefarmasian sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan dan menyimpan dalam bentuk obat jadi di tempat penyimpanan obat
yang aman berdasarkan analisis risiko.
Tempat penyimpanan Narkotika dilarang digunakan untuk menyimpan barang selain Narkotika.
Tempat penyimpanan Psikotropika dilarang digunakan untuk menyimpan barang selain Psikotropika.
Narkotika dan psikotropika disimpan dalam lemari khusus dan dilakukan sebagai berikut :
1. Penyimpanan obat narkotika dan psikotropika disimpan di lemari khusus.
2. Tempat penyimpanan obat narkotika dan psikotropika tidak boleh digunakan untuk menyimpan
barang lain selain obat psikotropika.
3. Tempat penyimpanan tidak mudah dipindahkan dan mempunyai dua ( 2 ) buah kunci yang
berbeda.
4. Kunci lemari khusus dikuasai oleh Apoteker penanggungjawab yang ditunjuk dan pegawai lain
yang dikuasakan.
5. Diletakkan ditempat yang aman dan tidak terlihat oleh umum.
Pemusnahan Narkotika, Psikotropika atau Prekursor Farmasi hanya dilakukan dalam hal :
a. Diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang berlaku dan atau tidak dapat diolah
kembali.
b. Telah kadaluarsa.
c. Tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan dan atau untuk
pengembangan ilmu pengetahuan, termasuk sisa penggunaan.
d. Dibatalkan izin edarnya; atau
e. Berhubungan dengan tindak pidana.
18
Pemusnahan Narkotika, Psikotropika atau Prekursor Farmasi yang berada di Puskesmas harus
dikembalikan kepada Instalasi Farmasi Pemerintah Daerah setempat.
Puskesmas yang melakukan penyerahan Narkotika, Psikotropika atau Prekursor Farmasi wajib
membuat pencatatan mengenai pemasukan dan atau pengeluaran Narkotika, Psikotropika atau
Prekursor Farmasi. Seluruh dokumen pencatatan, dokumen penerimaan, dokumen penyerahan
termasuk surat pesanan Narkotika, Psikotropika atau Prekursor Farmasi wajib disimpan secara
terpisah paling singkat 3 (tiga) tahun.
. Pencatatan paling sedikit terdiri atas :
a. Nama, bentuk sediaan, dan kekuatan Narkotika, Psikotropika atau Prekursor Farmasi.
b. Jumlah persediaan.
c. Tanggal, nomor dokumen dan sumber penerimaan.
d. Jumlah yang diterima.
e. Tanggal, nomor dokumen dan tujuan peyerahan.
f. Nomor batch dan kadaluarsa setiap penerimaan atau penyerahan.
g. Paraf atau identitas petugas yang ditunjuk.
Puskesmas wajib membuat, menyimpan dan menyampaikan laporan pemasukan dan
penyerahan atau penggunaan Narkotika, Psikotropika sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan dan setiap bulan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota dengan tembusan
Kepala Balai setempat.
Pelaporan paling sedikit terdiri atas :
a. Nama, bentuk sediaan dan kekuatan Narkotika, Psikotropika atau Prekursor Farmasi.
b. Jumlah persediaan awal dan akhir bulan.
c. Jumlah yang diterima, dan
d. Jumlah yang diserahkan.
19
1. Pengkajian dan Pelayanan Resep
Kegiatan pengkajian resep dimulai dari seleksi persyaratan admnistrasi, persyaratan
farmasetik dan persyaratan klinis pasien untuk pasien rawat inap maupun rawat jalan..
Persyaratan administrasi meliputi :
a. Nama, umur, jenis kelamin dan berat badan pasien
b. Nama dan paraf dokter
c. Tanggal resep
d. Ruangan / unit asal resep
Setelah kajian resep dilakukan maka yang akan dilakukan selanjutnya yaitu :
a. Pengambilan Obat yang dibutuhkan, pada rak penyimpanan Obat dengan memperhatikan
nama Obat, tanggal kadaluarsa dan keadaan fisik Obat.
b. Peracikan Obat.
c. Pemberian etiket warna putih untuk Obat dalam/oral dan etiket biru untuk Obat luar serta
tertera label “ KOCOK DAHULU “ pada sediaan farmasi dalam bentuk larutan.
Setelah itu dilakukan penyerahan Obat kepada pasien dengan memperhatikan hal-hal sebagai
berikut :
a. Memeriksa kembali penulisan pada etiket, jenis dan jumlah Obat.
b. Penyerahan Obat dilakukan dengan cara yang baik, sopan dan menggunakan bahasa yang
mudah dimengerti oleh pasien, mengingat pasien dalam keadaan tidak sehat memungkinkan
emosi kurang stabil.
c. Memastikan bahwa yang menerima Obat adalah pasien atau keluarga pasien.
d. Memberikan informasi cara penggunaan Obat.
20
Kegiatan Penyerahan (dispensing) dan Pemberian Informasi obat merupakan kegiatan
pelayanan menyerahkan sediaan farmasi dengan informasi yang memadai disertai
pendokumentasian dengan tujuan :
a. Pasien memperoleh obat sesuai dengan kebutuhan klinis/ pengobatan.
b. Pasien memahami tujuan pengobatan dan mematuhi instruksi pengobatan.
21
b. Lama penggunaan Obat, apakah selama keluhan masih ada atau harus dihabiskan meskipun
sudah terasa sembuh. Obat antibiotik harus dihabiskan untuk mencegah timbulnya resistensi.
c. Cara menggunakan Obat yang benar akan menentukan keberhasilan pengobatan. Oleh karena
itu pasien harus mendapatkan penjelasan mengenai cara penggunaan Obat yang benar
terutam untuk sediaan farmasi berikut ini :
Obat Oral
Obat tetes mata
Obat salep mata
Obat tetes telinga
Supposotoria
Krim atau salep kulit rektal
Tablet vagina
d. Efek yang akan timbul dari penggunaan Obat yang akan dirasakan, misalnya : berkeringat,
mengantuk, gelisah, tinja berubah warna, air kencing yang berubah warna dan sebagainya.
e. Hal-hal lain yang mungkin timbul, misal : efek samping Obat, interaksi Obat dengan Obat yang
lain atau makanan tertentu dan kontra indikasi dengan Obat tertentu dengan diet rebdah kalori,
kehamilan dan menyusui.
f. Cara penyimpanan Obat secara umum sebagai berikut :
Ikuti petunjuk pada label / kemasan Obat.
Simpan Obat dalam kemasan asli dan dalam wadah tertutup rapat.
Simpan Obat dalam suhu kamar dan hindari sinar matahari langsung.
Jangan menyimpan Obat di tempat yang basah atau lembab.
Jangan menyimpan Obat dalam lemari pendingin agar tidak beku kecuali jika tertulis di
etiket Obat.
Jangan menyimpan Obat yang telah kadaluarsa atau rusak.
Jangan menyimpan Obat di dalam mobil dalam waktu yang lama.
Jauhkan Obat dari jangkauan anak-anak.
3. Konseling
Merupakan suatu proses untuk mengidentifikasi dan penyelesaian masalah pasien yang
berkaitan dengan penggunaan Obat pasien rawat jalan dan rawat inap serta keluarga pasien.
Tujuan dilakukannya konseling adalah memberikan pemahaman yang benar Mengenai Obat
kepada pasien/ keluarga pasien antara lain tujuan pengobatan, jadwal pengobatan, cara dan lama
penggunaan Obat, efek samping, tanda-tanda toksisitas, cara penyimpanan dan penggunaan obat.
Kegiatan :
a. Membuka komunikasi antara petugas farmasi dengan pasien
22
b. Menanyakan hal-hal yang menyangkut Obat yang dikatakan oleh dokter kepada pasien
dengan metode pertanyaan terbuka (open-ended question), misalnya apa yang dikatakan
dokter mengenai obat, bagaimana cara pemakaian, apa efek yang diharapkan dari Obat
tersebut dan lain-lain
c. Memperagakan dan menjelaskan mengenai cara penggunaan obat
d. Verifikasi akhir, yaitu mengecek pemahaman pasien, mengidentifikasi dan menyelesaikan
masalah yang berhubungan dengan cara penggunaan Obat untuk mengoptimalkan tujuan
terapi.
Faktor yang perlu diperhatikan :
a. Kriteria pasien :
1. Pasien rujukan dokter
2. Pasien dengan penyakit kronis, misal : TB, DM, Epilepsi dan lain-lain.
3. Pasien dengan obat yang berindeks terapetik sempit ( Digoxin, Phenitoin ) dan
polifarmasi ( pasien menggunakan banyak Obat ).
4. Pasien geriatric
5. Pasien pediatric
6. Pasien pulang dengan kriteria di atas
b. Sarana dan prasarana :
1. Ruangan konseling
2. Kartu pasien/ catatan konseling
23
4. Mengkaji terapi Obat lama dan baru untuk memperkirakan masalah terkait Obat yang
mungkin terjadi.
b. Untuk Pasien lama dengan instruksi baru
1. Menjelaskan indikasi dan cara penggunaan Obat baru.
2. Mengajukan pertanyaan apakah ada keluhan setelah pemberian Obat.
c. Untuk semua pasien
1. Memberikan keterangan pada catatan pengobatan pasien.
2. Membuat catatan mengenai permasalahan dan penyelesaian masalah dalam satu buku
yang akan digunakan dalam setiap kunjungan.
Kegiatan visite bersama tim :
a. Melakukan persiapan yang dibutuhkan seperti memriksa catatan pengobatan pasien dan
menyiapkan pustaka penunjang.
b. Mengamati dan mencatat komunikasi dokter dengan pasien atau keluarga pasien terutama
tentang Obat.
c. Menjawab pertanyaan dokter tentang Obat.
d. Mencatat semua instruksi atau perbahan instruksi pengobatan., seperti Obat yang dihentikan,
Obat baru, perubahan dosis dan lain-lain.
Hal-hal yang perlu diperhatikan :
a. Memahami cara berkomunikasi yang efektif.
b. Memiliki kemampuan untuk berinteraksi dengan pasien dan tim.
c. Memahami teknik edukasi.
d. Mencatat perkembangan pasien.
Pasien rawat inap yang telah pulang ke rumah ada kemungkinan terputusnya kelanjutan terapi
dan kurangnya kepatuhan penggunaan Obat. Untuk itu, perlu juga dilakukan pelayanan
kefarmasian di rumah ( Home Pharmacy Care ) agar terwujudnya komitmen, keterlibatan dan
kemandirian dalam penggunaan Obat sehingga tercapai keberhasilan terapi Obat.
24
b. Mengidentifikasi Obat dan pasien yang mempunyai resiko tinggi mengalami efek samping obat.
c. Mengisi formulir Monitoring Efek Samping Obat ( MESO ).
d. Melaporkan ke Pusat Monitoring Efek Samping Obat Nasional.
Faktor yang perlu diperhatikan :
a. Kerja sama dengan tim kesehatan lain.
b. Ketersediaan formulir Monitoring Efek Samping Obat.
25
BAB V
LOGISTIK
26
Kebutuhan obat dan bahan medis habis pakai Puskesmas Tekarang diperoleh dari Instalasi Farmasi
Kabupaten setelah sebelumnya memasukkan permintaan ke Dinas Kesehatan dan Instalasi Farmasi
Kabupaten.
Adapun tahapan nya sebagai berikut :
1. Petugas membuat rekapitulasi penggunaan obat dalam satu bulan terakhir dan memasukkan dalam
format Lembar Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat ( LPLPO ).
2. Petugas membuat laporan pemakaian dan permintaan obat menggunakan format Lembar Pemakaian
dan Lembar Permintaan Obat ( LPLPO ) dan di kirim ke Instalasi Farmasi Kabupaten setiap awal bulan
nya.
3. Petugas obat menerima obat dari Instalasi Farmasi Kabupaten sesuai permintaan Puskesmas melalui
Lembar Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat ( LPLPO ) dengan mengikuti jadwal distribusi yang
telah ditentukan oleh Instalasi Farmasi Kabupaten.
4. Petugas obat memeriksa atas obat yang diterima dari Instalasi Farmasi Kabupaten, termasuk
kesesuaian jenis, jumlah, tanggal kadaluwarsa,no batch, sumber dan keadaan barang.
5. Petugas obat menata dan menyimpan obat kedalam gudang obat Puskesmas.
6. Petugas obat mencatat Penerimaan obat kedalam Kartu Stock gudang obat.
7. Petugas obat mendistribusikan obat keseluruh sub unit yang membutuhkan seperti Ruang
Pemeriksaan Umum, Ruang Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut, Ruang Pelayanan KIA, Rawat Inap,
Ruang Bersalin dan Laboratorium.
8. Petugas obat mendistribusikan obat keseluruh Pustu, Poskesdes dan Posyandu lansia berdasarkan
permintaan obat yang disampaikan melalui Lembar Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat ( LPLPO )
Sub Unit.
9. Petugas Obat melaksanakan pelayanan langsung kepada pasien yang telah diperiksa dan menerima
resep.
10. Petugas obat membuat laporan atas kegiatan penyediaan dan pemakaian obat menggunakan format
Lembar Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat ( LPLPO ) secara rutin setiap bulan.
BAB VI
KESELAMATAN PASIEN
27
Keselamatan pasien (patient safety) adalah reduksi dan meminimalkan tindakan yang tidak aman
dalam sistem pelayanan kesehatan sebisa mungkin melalui pratik yang terbaik untuk mencapai luaran klinis
yang optimum. (The Canadian Patient Safety Dictionary, October 2003). Keselamatan pasien
menghindarkan pasien dari cedera/cedera potensial dalam pelayanan yang bertujuan untuk membantu
pasien.
Tujuan Patient Safety terciptanya budaya keselamatan pasien di Puskesmas., meningkatnya
akuntabilitas ( tanggung jawab ) Puskesmas terhadap pasien dan masyarakat,menurunnya KTD ( Kejadian
Tidak Diharapkan ) di Puskesmas, terlaksananya program - program pencegahan, sehingga tidak terjadi
pengulangan KTD ( Kejadian Tidak Diharapkan ).
Pengunaan obat pada akhir-akhir ini semakin kompleks, terjadi peningkatan berbagai jenis obat yang
tersedia untuk pelayanan kesehatan. Penggunaan obat dapat berakibat timbulnya efek samping, reaksi
yang tidak diharapkan, kejadian yang tidak diharapkan akibat kesalahan pemberian obat, dan reaksi obat
yang tidak diharapkan.
Setiap tahapan dari pemberian obat pada pasien mulai dari peresepan, penyiapan obat, pemberian
obat, penyimpanan obat, dan monitoring penggunaan obat perlu diperhatikan untuk meminimalkan
terjadinya risiko dalam penggunaan obat.
Permasalahan dalam peresepan dapat terjadi akibat kurangnya pemahaman terhadap indikasi,
kontra indikasi, dan interaksi obat, kurangnya pemahaman terhadap pengaruh factor fisik, kognitif, emosi,
dan social yang dapat berakibat kesalahan pemberian atau pemakaian obat, resep tidak terbaca, tulisan
dokter yang tidak jelas, terlalu percaya kepada daya ingat daripada menggunakan referensi, memberikan
obat pada salah orang, salah dosis, salah obat, salah rute, dan salah waktu. Sumber kesalahan yang lain
adalah komunikasi dan edukasi yang tidak memadai kepada pasien.
Pada waktu penyiapan obat dapat terjadi kesalahan karena beban kerja di farmasi yang cukup besar.
Beberapa upaya untuk mencegah dapat dilakukan antara lain: memastikan obat yang diminta pada resep,
memperhatikan penggunaan obat yang masuk kategori obat yang perlu diwaspadai maupun obat LASA,
berhati-hati terhadap penggunaan singkatan, penataan tempat kerja, menata obat dengan teliti, dan
melakukan edukasi pada pasien.
Pada waktu pemberian obat dapat terjadi salah obat, salah dosis, salah orang, salah rute, dan salah
waktu, sehingga perlu dipastikan lima benar dalam pemberian obat: benar orang, benar obat, benar dosis,
benar rute, dan benar waktu pemberian obat. Efek samping obat, reaksi alergi harus dimonitor dengan
baik. Monitoring yang tidak memadai akan berakibat terhadap terjadinya kesalahan dalam penggunaan
obat.
Upaya yang dapat dilakukan oleh FKTP agar lebih aman dalam penggunaan obat antara lain dilakukan
dengan cara: penggunaan nama obat generic, memberikan obat secara khusus untuk tiap pasien, belajar
dan mempraktikan mencatat histori pemakaian obat, memperhatikan obat-obat yang sering menimbulkan
kejadian tidak diharapkan dan obat-obat berisiko tinggi yang perlu diwaspadai, menggunakan referensi,
menerapkan lima benar dalam pelayanan obat, melakukan komunikasi yang jelas dalam pelayanan obat,
28
membiasakan diri untuk melakukan pemeriksaan kembali ( double check ), dan melaporkan serta belajar
jika terjadi kejadian tidak diharapkan.
BAB VII
KESELAMATAN KERJA
29
Dalam undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan, Pasal 23 dinyatakan bahwa upaya
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) harus dilaksanakan di semua tempat kerja, khususnya tempat kerja
yang mempunyai resiko bahaya kesehatan, mudah terjangkit penyakit atau mempunyai karyawan
sedikitnya 10 orang. Jika memperhatikan dari isi pasal diatas, maka jelaslah bahwa Puskesmas termasuk
dalam kriteria tempat kerja dengan berbagai ancaman bahaya yang dapat menimbulkan dampak
kesehatan, tidak hanya terhadap para pelaku langsung yang bekerja di Puskesmas, tetapi juga terhadap
pasien maupun pengunjung Puskesmas.
Potensi bahaya di Puskesmas, selain penyakit-penyakit infeksi juga ada potensi bahaya-bahaya lain
yang mempengaruhi situasi dan kondisi di Puskesmas, yaitu kecelakaan (peledakan, kebakaran,
kecelakaan yang berhubungan dengan instalasi listrik, dan sumber-sumber cidera lainnya), radiasi, bahan-
bahan kimia yang berbahaya, gangguan psikososial dan ergonomi. Semua potensi bahaya tersebut di atas,
jelas mengancam jiwa dan kehidupan bagi para karyawan diPuskesmas, para pasien maupun para
pengunjung yang ada di lingkungan Puskesmas.
Dalam pekerjaan sehari-hari petugas keshatan selalu dihadapkan pada bahaya-bahaya tertentu,
misalnya bahaya infeksius, reagensia yang toksik , peralatan listrik maupun peralatan kesehatan. Secara
garis besar bahaya yang dihadapi dalam Puskesmas atau instansi kesehatan dapat digolongkan dalam :
1. Bahaya kebakaran dan ledakan dari zat/bahan yang mudah terbakar atau meledak (obat– obatan);
2. Bahan beracun, korosif dan kaustik;
3. Bahaya radiasi;
4. Luka bakar;
5. Syok akibat aliran listrik;
6. Luka sayat akibat alat gelas yang pecah dan benda tajam;
7. Bahaya infeksi dari kuman, virus atau parasit. Pada umumnya bahaya tersebut dapat dihindari
dengan usaha-usaha pengamanan, antara lain dengan penjelasan, peraturan serta penerapan
disiplin kerja. Pada kesempatan ini akan dikemukakan manajemen keselamatan dan kesehatan
kerja di Puskesmas / instansi kesehatan.
Dari berbagai potensi bahaya tersebut, maka perlu upaya untuk mengendalikan, meminimalisasi dan
bila mungkin meniadakannya, oleh karena itu K3 Puskesmas perlu dikelola dengan baik. Agar
penyelenggaraan K3 Puskesmas lebih efektif, efisien dan terpadu, diperlukan sebuah pedoman manajemen
K3 di Puskesmas, baik bagi pengelola maupun karyawan Puskesmas.
Manajemen adalah pencapaian tujuan yang sudah ditentukan sebelumnya, dengan mempergunakan
bantuan orang lain. Hal tersebut diharapkan dapat mengurangi dampak kelalaian atau kesalahan
( malpraktek ) serta mengurangi penyebaran langsung dampak dari kesalahan kerja. Proses manajemen
keselamatan dan kesehatan kerja laboratorium seperti proses manajemen umumnya adalah penerapan
berbagai fungsi manajemen, yaitu perencanaan, organisasi, pelaksanaan dan pengawasan. Fungsi
perencanaan meliputi perkiraan / peramalan, dilanjutkan dengan penetapan tujuan dan sasaran yang akan
dicapai, menganalisa data, fakta dan informasi, merumuskan masalah serta menyusun program. Fungsi
berikutnya adalah fungsi pelaksanaan yang mencakup pengorganisasian penempatan staf, pendanaan
30
serta implementasi program. Fungsi terakhir ialah fungsi pengawasan yang meliputi penataan dan evaluasi
hasil kegiatan serta pengendalian.
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU
31
Pengendalian Mutu pelayanan kefarmasian merupakan kegiatan untuk mencegah terjadinya masalah
terkait obat atau mencegah terjadinya kesalahan pengobatan yang bertujuan untuk keselamatan pasien.
(patient safety).
Unsur-unsur yang mempengaruhi mutu pelayanan :
a. Unsur masukan (input) yaitu sumber daya manusia, sarana dan prasarana, Standar Prosedur
Operasional.
b. Unsur Proses, yaitu tindakan yang dilakukan, komunikasi dan kerjasama.
c. Unsur Lingkungan, yaitu kebijakan, organisasi, manajemen, budaya respon dan tingkat pendidikan
masyarakat.
Pengendalian mutu Pelayanan kefarmasian terintegrasi dengan program pengendalian mutu
pelayanan kesehatan di Puskesmas Tekarang yang dilaksanakan secara berkesinambungan.
Kegiatan pengendalian mutu Pelayanan Kefarmasian meliputi :
a. Perencanaan, yaitu menyusun rencana kerja dan cara monitoring dan evaluasi untuk peningkatan
mutu sesuai standar.
b. Pelaksanaan, yaitu :
1. Monitoring dan evaluasi capaian pelaksanaan rencana kerja.
2. Memberikan umpan balik terhadap hasil capaian.
c. Tindakan hasil monitoring dan evaluasi yaitu :
1. Melakukan perbaikan kualitas pelayanan sesuai standar.
2. Meningkatkan kualitas pelayanan jika capaian sudah memuaskan.
BAB IX
PENUTUP
32
Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas Tekarang ditetapkan sebagai acuan pelaksanaan
Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas Tekarang. Untuk keberhasilan pelaksanaan Standar Pelayanan
Kefarmasian di Puskesmas Tekarang ini diperlukan komitmen dan kerjasama semua pemangku
kepentingan terkait. Hal tersebut akan menjadikan Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas Tekarang
semakin optimal dan dapat dirasakan manfaatnya oleh pasien dan masyakat yang pada akhirnya dapat
meningkatkan citra Puskesmas Tekarang dan kepuasan pasien atau masyarakat.
.
33