Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PRAKTIKUM

HAMA DAN PENYAKIT BENIH


PENGENALAN BIOLOGI DAN GEJALA SERANGAN HAMA
GUDANG

Disusun Oleh:
Anisa Putri Rahayu
A41201689/ Golongan C

Dosen Pengampu :
Maria ‘Azizah, S.P., M.Si.
Dr. Ir. Suharjono, M.P

Teknisi :
Rina Sofiana, S.ST
Prayitno, SP

PROGRAM STUDI TEKNIK PRODUKSI BENIH


JURUSAN PRODUKSI PERTANIAN
POLITEKNIK NEGERI JEMBER
2023
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Hama gudang merupakan hama yang menyebabkan kerusakan baik secara
kuantitatif maupun kualitatif pada bahan simpanan. Kerusakan kuantitatif
mengarah pada berkurangnya jumlah, sedangkan kerusakan kualitatif mengarah
pada turunnya mutu bahan simpanan yang diserangnya. Hama gudang dapat
dijumpai sejak prapanen, dalam proses pengangkutan sampai pada tempat
penyimpanan di dalam gudang. Dari berbagai tempat yang dapat dihuni oleh
serangga, gudang tempat penyimpanan merupakan tempat berkembang biak yang
sangat ideal bagi hama. Hal ini dikarenakan di dalam gudang tersedia makanan
yang melimpah, kondisi lingkungan yang kondusif untuk berkembang biak, serta
keadaan musuh alami yang cukup rendah. Oleh sebab itu, induksi beberapa
serangga saja dalam gudang penyimpanan dapat berkembang dengan sangat cepat
dan menimbulkan kerusakan yang sangat besar dalam waktu yang relatif singkat
(Anonim, 2008; Sidik dan Halid, 1983; Fitria dkk., 2009 dalam Rahman et al,
2012).
Berbagai macam kerusakan yang ditimbulkan oleh hama gudang pada
bahan simpanan adalah terjadinya pengurangan berat, penurunan kualitas bahan,
dan pengurangan daya kecambah biji (Howe and Curie, 1964). Serangga hama
dapat menimbulkan kerusakan dan kehilangan hasil, baik kualitas maupun
kuantitasnya. Serangga hama dalam penyiimpanan dapat berbeda bentuk, ukuran,
sumber pakan yang disukai dan lingkungan fisik yang sesuai untuk hidup dan
berkembang biak (Suyono dan Soekarna, 1991 dalam Rimbing, 2015). Dari hal
tersebut, maka perlu dilakukan identifikasi hama gudang pada penyimpanan untuk
mengetahui serangga apa saja yang menyerang.
1.2 Tujuan
1. Mahasiswa dapat mengetahui karakteristik morfologi dari hama gudang.
2. Mahasiswa mampu mengetahui hama apa saja yang menyerang komoditas
padi, jagung, kacang hijau dan kedelai di gudang
3. Mahasiswa dapat menyusun secara sistematis gambaran ciri suatu hama
gudang.
4. Mahasiswa dapat mengetahui ciri ciri benih yang terserang hama gudang.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

Sitophilus merupakan salah satu hama gudang yang menyerang biji-bijian.


Klasifikasi kumbang beras (Sitophilus oryzae L.) yaitu Kingdom Animalia, Filum
Arthropoda, Kelas Insecta, Ordo Coleoptera, Famili Curculionidae, Genus
Sitophilus, Spesies S.oryzae, S. zeamais, S. granaries, S. Linearis (Anugeraheni
dkk., 2002).
Hama kutu beras ini memiliki sayap depan (elitron) yang keras, tebal dan
merupakan penutup bagi sayap belakang dan tubuhnya. Sitophilus oryzae ukuran
dewasa berwarna coklat tua, dengan bentuk tubuh yang langsing dan agak pipih.
Bentuk kepala yang bebas menyerupai segitiga dan kadang memanjang ke depan
atau ke bawah sehingga berubah menjadi moncong. Tipe alat mulutnya yaitu
penggigit dan pengunyah. Pada bagian pronotumnya terdapat enam pasang gerigi
yang menyerupai gigi gergaji (Kartasaputra, 2011). Kutu Sitophilus oryzae
merpakan hama primer pada beras. Kerusakan yang terjadi pada bahan simpan biji
beras dapat berupa kerusakan kuantitatif seperti penurunan berat bahan, dan
mengakibatkan kerusakan kualitatif seperti perubahan warna, kontaminasi
kotoran, bau tidak enak dan penurunan kandungan gizi (Kartasapotra, 2011).
Aktivitas makan, perkembangbiakan maupun kopulasi Sitophilus umumnya
dilakukan pada malam hari. Sitophilus memiliki metamorfosis sempurna dengan 4
tahap yang berbeda yang dimulai dari telur, larva (ulat), pupa (kepompong)
hingga menjadi imago (kutu dewasa).
Imago Sitophilus sp berwarna hitam, hitam kecoklatan dan coklat. 6
Kumbang betina bertelur sepanjang stadium dewasa. Setiap imago dewasa betina
mampu bertelur 300-400 butir. Imago betina meletakkan telurnya pada tiap
butiran beras yang telah dilubanginya terlebih dahulu. Telur Sitophilus diletakkan
satu per satu dalam lubang yang dibuat oleh kumbang betina pada beras yang
diserangnya, selanjutnya lubang gerekan tersebut ditutup dengan tepung sisa-sisa
gerekan tersebut. Telur dilindungi oleh lapisan lilin/gelatine hasil sekresi kutu
betina. Stadium telur berlangsung sekitar 7 hari, telur berwarna putih dan
panjangnya kira-kira 0,5 mm. Perkembangan optimum terjadi pada temperatur 25-
30oC dengan kemebaban relatif 70% (Ameilia dkk., 2015). Setelah menetas, larva
segera memakan bagian beras yang ada di sekitarnya dan membentuk lubang-
lubang gerekan. Larva ditandai dengan tidak berkaki, berwarna putih, kepala
kekuning-kuningan atau kecoklatan yang hidup dalam butiran beras.
Pada periode larva ini, merupakan periode paling rakus memakan dan
menghancurkan beras menjadi serbuk. Pada umumnya, beras bisa mengalami
susut bobot 5% waktu penyimpanan (Vidia dkk., 2014). Larva terdiri dari empat
instar, pada instar terakhir panjang larva kurang lebih 3 mm. Periode pupa
berlangsung di dalam beras dengan cara membentuk ruang pupa dengan
mengekskresikan cairan pada dinding liang gerek. Stadium pupa berkisar 6 hari.
Apabila akan menjadi kepompong atau pupa, larva tersebut menempatkan diri
pada celah-celah biji, dengan sedikit ikatan benang sutera pada bagian ujung
abdomennya. Larva membuat semacam kokon yang tidak sempurna di sudutsudut
tempat simpanan atau beras yang diserang. Selanjutnya, butiran beras yang
terserang menjadi mudah pecah dan remuk seperti tepung. Kualitas beras akan 7
menjadi rusak akibat serangan hama yang bercampur dengan air liur hama
(Asrofi, 2015). Imago atau kutu dewasa yang baru muncul segera membuat jalan
keluar dengan cara menggerek bagian beras tersebut sehingga membentuk lubang
besar. Imago merusak butiran bahan dengan bentuk alat mulutnya yang khas yaitu
berbentuk seperti moncong (rostrum), dikhususkan untuk melubangi butiran beras
atau bebijian lainnya yang keras (Anggara, 2007). Beras yang terserang menjadi
berlubang- lubang kecil-kecil sehingga mempercepat hancurnya beras tersebut
menjadi seperti tepung. Kerusakan yang berat mengakibatkan adanya
gumpalangumpalan pada bahan pascapanen akibat bercampurnya air liur dan
kotoran yang dihasilkan oleh Sitophilus (Kartasapoetra, 2011).
Hama gudang yang sering menyerang biji kacang-kacangan adalah
Callosobruchus chinensisL. Kerugian yang ditimbulkannya mencapai 96%. Hama
ini memakan kacang-kacangan khususnya kacang hijau, kacang kedelai mulai dari
merusak biji dan memakannya hingga tinggal bubuknya saja. Tersebar diseluruh
dunia terutama daerah tropis dan subtropis (Kartasaputra,1991) Hama yang
banyak dijumpai dan merusak kacang dalam simpanan di Indonesia adalah hama
bubuk kacang Callosobruchus chinensis (Slamet et al. 1985). C.
chinensistergolong ke dalam famili Bruchidae. Hama bubuk ini menyerang juga
bahan simpanan seperti kedelai, kacang panjang, kacang tunggak dan kacang
jogo. Callosobruchus spp. mengalami empat fase perkembangan yaitu telur,
larva, pupa dan imago (Kalshoven 1981). Telur berbentuk lonjong, berwarna abu-
abu, transparan dan berukuran 0,57 mm. Siklus hidup 25-35 hari, keperidian 150
butir telur, imago betina hidup 1-2 minggu, dan imago tidak makan. Telur
diletakkan di permukaan biji, satu telur satu biji, sedangkan pupa dan larva hidup
di dalam biji. Larva tidak bertungkai, berwarna putih dan pada kepala agak
kecoklatan. Pupa tipe bebas dan warnanya putih. Setelah meletakkan telur imago
mengeluarkan cairan pada permukaan biji yang digunakan sebagai signal bahwa
biji tersebut telah diteluri. Imago lebih menyukai biji berpermukaan halus
dibandingkan dengan biji berpermukaan kasar.Kondisi optimum untuk hidup
adalah temperatur 32ºC dan RH 90% (Harahap 1993).
Borror et al.(1996) mengemukakan bahwa Callosobruchusspp. Merupakan
kumbang berukuran kecil, bertubuh besar, dengan elitra yang memendek dan
tidak menutupi ujung abdomen. Tubuh seringkali agak menyempit pada bagian
anterior. Imago berwarna coklat kemerahan dengan elitra coklat terang bercak
gelap. Ciri lain adalah femur tungkai belakang membesar dan padaujung tampak
dua duri. Imago jantan dapat dibedakan dengan yang betina berdasarkan tipe
antena. Pada jantan antena bertipe pektinat, sedang betina tipe antena serrata.
Kacang hijau merupakan salah satu komoditas kacang-kacangan yang rentan
terhadap infestasi hama gudang. Hama gudang yang sering menyerang biji kacang
hijau adalah Callosobruchus chinensis. Hama ini tersebar di seluruh dunia
terutama daerah tropis dan subtropis (Kartasaputra 1987). Preferensi hama
terhadap kacang hijau sebagai inang ditentukan oleh bentuk polong, bulu polong,
kekerasan kulit biji, dan kandungan zat kimia (aroma) yang cocok untuk per-
tumbuhannya (Talekar dan Lin 1981). Induk C. chinensis mempunyai peranan
penting dalam pemilihan inang untuk meletakkan telurnya (Avidov et al. 1965).
Menurut Kartasaputra (1987), C. Chinensis mulai menyerang biji sejak di lapang
sampai tempat penyimpanan.
BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu Dan Tempat


Praktikum Bioekologi hama gudang dilaksanakan pada :
Hari, Tanggal : Senin, 13 Februari 2023
Waktu : 07.00 – 09.00 WIB
Tempat : Laboratorium TPB Lantai 2
3.1 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Adapun alat yang digunakan dalam praktikum ini sebagai berikut;
 kertas HVS
 Pensil/bolpoin
 Penghapus
 Handphone
3.2.2 Bahan
Adapun bahan yang digunakan dalam praktikum ini yakni; benih padi,
benih jagung, benih kacang hijau, benih kedelai, hama gudang Sitophillus sp
yang terdiri dari Kumbang beras (Sitophilus oryzae L.) dan Kumbang Jagung
(Sitophilus zeamays), hama kumbang kacang-kacangan (Callosobruchus sp).
3.2 Prosedur Kerja
 Menyiapkan alat dan bahan
 Menggambar hama gudang dan menyebutkan bagian-bagiannya
 Menggambar benih yang terserang hama dan disebutkan ciri-ciri benih
yang terserang
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

No Serangga/Hama Komoditas Gejala Kerusakan pada Benih


1 Padi  Terbentuknya beberapa lubang tak
a. Sitophilus sp beraturan bekas gigitsn pada permukaan
bulir beras
 Keberadaan hama pada stadia larva dan
pupa
 Bagian dalam bulir beras berubah
menjadi bubuk dan menyisakan bagian
pericart
 Terdapat alur berwarna putih benih dan
mengubah warna keseluruhan bulir
beras.
 Benih kopong
2 Jagung  Benih jagung berlubang
 Benih jagung kopong
 Benih yang terserang apabila dimsukan
kedalam air akan mangapung
 Imago muncul
3 b. Callosobruchus Kedelai  Benih kedelai berlubang
sp  Benih kedelai ada telur hama
 Ditandai adanya titik 0,6 x 0,35 mm
berwarna putih
 Biji terserang ditandai dengan lubang
bulat diameter 2- 4 mm

4 Kacang hijau  Benih kacang hijau berlubang


 Terdapat ulat
 Terdapat tekur hama
 Terdapat lubang kecil yang
mempercepat hancurnya biji menjadi
serbuk
 Berbau apek dan kotor

4.2 Pembahasan
Menurut FAO (1974) dalam Manueke (1993) kerusakan bahan pascapanen
atau bahan mempunyai nilai penting dalam arti ekonomi. Hal tersebut karena: (1)
bahan tersebut siap dikonsumsi, (2) menghabiskan biaya yang cukup banyak yaitu
mulai dari pembenihan, pengolahan tanah, penanaman, pemeliharaan dan panen.
Jadi, kerusakan yang sedikit pada bahan pascapanen sudah merupakan kerugian
yang besar dibandingkan dengan serangan organisme pengganggu pada tanaman
dipertanaman. Selain itu akibat lain dari adanya infestasi yang mengakibatkan
terjadinya perubahan pada bahan pascapanen seperti perubahan warna dan rasa
serta bau yang tidak enak atau terkontaminasi dengan penyakit yang terbawa oleh
organisme tersebut. Rimbing (2015), melaporkan bahwa bahan atau material yang
disimpan dalam tempat penyimpanan tidak luput dari serangan hama dan
penyakit. Organisme yang menyerang komoditi dalam penyimpanan pada
umumya terdiri dari golongan serangga, tikus, dan burung. Serangga merupakan
organisme yang paling banyak merusak pada material yang disimpan. Identifikasi
serangga hama pasca panen dilakukan berdasarkan karakter morfologisnya.
(Warna, bentuk tubuh, antenna, ukuran bentuk sayap, dan jumlah tarsi)
Strategi pengendalian hama yang dilakukan yaitu dengan melakukan yakni
sanitasi tempat penyimpanan dan pemeriksaan secara rutin. Kedua pengendalian
yang dilakukan yaitu melakukan pembersihan tempat penyimpanan secara rutin
kurang lebih tiga bulan sekali. Pengendalian yang dilakukan yaitu menyimpan
benih di tempat yang kedap air. Melakukan pengendalian dengan cara melakukan
pembersihan tempat penyimpanan secara rutin. menambahkan bahwa dalam
melakukan penyimpanan jagung, penyimpanan jagung lebih baik disimpan dalam
bentuk tongkol berkelobot daripada dalam bentuk yang sudah dipipil. Menurut
Tandiabang et al. (1996) dalam Nonci et.al (2015), melaporkan bahwa kerusakan
biji oleh S. zeamais pada jagung yang disimpan dalam bentuk kelobot lebih
rendah dibandingkan yang disimpan dalam bentuk pipilan.
Pada praktikum ini dilakukan identifikasi hama gudang dan benih yang
terserang. Dimana dapat korelasikan antara hama dan benih yang terserang mulai
dari ciri ciri warna, bentuk serta jumlah benih yang terserang. Lalu dalam
praktikum ini dapat membedakan antara benih yang terserang hama Sitophilus sp
maupun hama Callosobruchus sp. Selanjutnya kita dapat membedakan hama
dengan melihat ciri fisik dari kedua hama tersebut.
BAB 5. PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Laporan ini dapat di simpulkan dalam praktikum dilakukan pengamatan
hama Callosobruchus chinensis menyerang kacang-kacangan benih yang disimpan
menjadi rusak dan benih kacang-kacangan yang diserang menjadi bolong-bolong
serta kulit kacang terkelupas yang menyebabkan mutu benih berkurang dan benih
tidak dapat digunakan lagi untuk ditanam.
5.2 Saran
1.Bagi Mahasiswa
Mahasiswa harus fokus, teliti, dan menyimak arahan dari teknisi
laboratorium dengan harapan agar tidak terjadi kekeliruan Ketika praktikum
dilaksanakan.
2.Bagi Teknisi
Dapat dilakukan evaluasi atau penyegaran materi pada mahasiswa
mengenai matri atau praktikum sebelumnya. Penyegaran materi dapat berupa
evaluasi serta kendala dari praktikum sebelumnya dengan harapan mahasiswa
dapat melakukan evluasi dengan cara praktikum secara mandiri dirumah.
3.Bagi Dosen
Dosen dapat melakukan pendampingan secara intensif pada saat
mahasiswa melakukan praktikum, dengan harapan metodologi praktikum dapat
dijelaskan dengan materi pada saat kuliah sehingga mahasiswa dapat memahami
alur dan tujuan dari semua yang dilakukan pada saat praktikum.
DAFTAR PUSTAKA

Kalshoven, L.G.E. 1981. Pets Of Crops in Indonesia. Jakarta; Ikhtiar baru Van
hoeve.
Kartasaputra. A.G. 1991. Hama-hama Tanaman dalam Gudang. Jakarta: Bumi
Aksara Ikhtiar,
Nonci, N. and Muis, A., 2015. Biologi, Gejala Serangan, dan Pengendalian Hama
Bubuk Jagung Sitophilus zeamais Motschulsky (Coleoptera: Curculionidae).
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 34(2), pp.61-70.
Rahman, M.D., Dien, M.F. and Mamahit, J.E., 2012. Komunitas Serangga Hama
pada Komoditi Jagung di Kecamatan Mootilango, Kabupaten Gorontalo
Provinsi Gorontalo. Eugenia, 18(3).
Rimbing, S.C., 2015. Keanekaragaman Jenis Serangga Hama Pasca Panen pada
Beberapa Makanan Ternak di Kabupaten Bolaang Mongondow. ZOOTEC,
35(1), pp.164-177.
Surtikanti. 2004. Kumbang Bubuk Sitophilus zeamais Motsch. (Coleoptera:
Curculionidae) dan Strategi pengendaliannya. Jurnal Litbang Pertanian
23(4).

Anda mungkin juga menyukai