Anda di halaman 1dari 17

PROPOSAL PENELITIAN

MENGUJI PEMBERIAN NUTRISI YANG BERBEDA TERHADAP NISBA


KELAMIN CORCYRA CEPHALONICA

Oleh:
FUJI ASTUTI PELEALU
18101102056

Dosen Pembimbing:
1. Drs. Marnix L. D. Langoy M.Si
2. Dr. Ir. Johanis J. Pelealu M.Si

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SAM RATULANGI
MANADO
2020
I. PENDAHULUAN
1.1.1 Latar Belakang
Jagung atau yang sering disebut dengan Zea Mays L adalah salah satu tanaman
pangan penghasil karbohidrat yang terpenting di dunia, selain gandum dan padi. Jagung
merupakan makanan pokok bagi masyarakat Amerika Tengah, Amerika Selatan, Afrika
dan bagi beberapa masyarakat di Indonesia (Hidayanto dan Yossita, 2014). Jagung sudah
dikenal lama dan merupakan pengganti beras sebagai makanan pokok beberapa
masyarakat di Indonesia.
Di Indonesia beberapa daerah penghasil tanaman jagung adalah Jawa Tengah,
Jawa Barat, Jawa Timur, Madura, Daerah Istimewa Yogyakarta, Nusa Tenggara Timur,
Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, dan Maluku. Jagung mempunyai kandungan gizi dan
protein lebih tinggi dibandingkan beras. Disamping itu, jagung juga mengandung
komponen pangan fungsional antara lain; serat pangan yang dibutuhkan tubuh (dietary
fiber), asam lemak esensial, isoflavon, mineral Fe (tidak ada dalam terigu), β-karoten
(pro vitamin A), komposisi asam amino esensial, dan vitamin serta mineral lainnya
(Suarni, 2009).
Corcyra cephalonica adalah hama yang menyerang padi, beras giling, jagung,
gandum, kacang tanah dan beberapa produk-produk pertanian dalam penyimpanan
(Osman, 1986). Dalam perbanyakan C. cephalonica, tahap yang paling kritis adalah pada
stadium larva, sedangkan kualitas dari larva sangat dipengaruhi oleh makanannya. Jenis
makanan yang berbeda akan memiliki sifat struktur, tekstur dan kandungan materi yang
berbeda pula (Minarni dan Wiyantono, 2007). Hasil penelitian Herlinda dkk. (2005)
menyatakan bahwa media yang sesuai untuk perkembangan C. cephalonica adalah
kombinasi menir dengan tepung jagung. Sedangkan hasil penelitian Minarni dan
Wiyantono (2007) menyatakan bahwa rerata jumlah telur tertinggi dihasilkan oleh
sepasang imago C. cephalonica adalah 514,75 butir pada media beras utuh.
Perbanyakan Corcyra cephalonica ini dimaksudkan untuk menjadi inang alternatif
dari parasitoid. Inang pengganti yang umum digunakan untuk produksi massal parasitoid
telur adalah serangga yang hidup di gudang, seperti ulat beras, Corcyra chepalonica
(Stainton) (Lepidoptera: Pyralidae) (Alba, 1990; Herlinda, dkk. 1997; Djuwarso &
Wikardi, 1999; Herlinda, 1999; Herlinda, dkk. 1999). Inang pengganti harus memenuhi
syarat, yaitu mudah dipelihara dan disediakan di laboratorium. Selain itu, pembiakan
inang pengganti harus relatif lebih cepat dan murah dibanding dengan pembiakan inang
alami (Herlinda, 2002).

4
Dalam pertumbuhan dan perkembangan suatu serangga memiliki dua faktor
yaitu faktor dalam dan faktor luar. Faktor dalam meliputi tinggi rendahnya populasi
serangga antara lain kemampuan berkembang biak, perbandingan kelamin, sifat
mempertahankan diri, siklus hidup dan umur imago. Sedangkan faktor luar terdiri atas
tiga faktor yang mempengaruh perkembangan serangga yaitu faktor fisik, makanan dan
hayati. Faktor fisik yang dimaksud ialah suhu, kelembaban, cahaya, curah hujan dan
angina. Faktor makanan merupakan sumber gizi yang mempengaruhi oleh serangga
untuk hidup dan berkembang, sedangkan faktor hayati adalah faktor-faktor hidup yang
ada di lingkungan seperti serangga, binatang lainnya, bakteri, jamur, virus, dan lainnya.
Demikian juga dengan Corcyra cephalonica dalam pertumbuhannya membutuhkan
faktor faktor tersebut.
Akhir-akhir ini, banyak dikaji penggunaan musuh alami parasitoid telur dari famili
Trichogrammatidae yang berpotensi sebagai agen pengendali hayati yang efektif.
Parasitoid telur mempunyai keuntungan dibanding parasitoid larva, karena memarasit telur
hama, sehingga dapat mengendalikan hama pada fase paling awal sebelum hama merusak
tanaman (Hasriyanty, 2007).
Upaya untuk meningkatkan peran parasitoid telur Trichogramma sp. sebagai agen
hayati pengendali hama dapat mencapai 300- 400 butir per betina (Alba, 1988; Alba,
1990). Dengan alasan tersebut diatas maka peniliatian ini dilakukan dengan beberapa cara
yaitu membantu musuh alami agar lebih mudah menemukan inangnya, menyesuaikan
keberadaan parasitoid dengan tersedianya telur inang, meningkatkan proporsi populasi
parasitoid terhadap telur inang, menggunakan pestisida yang aman terhadap parasitoid,
dan menyeleksi strain musuh alami yang mempunyai daya cari dan daya adaptasi yang
tinggi (Marwoto dan Nasir, 2003).
Agar pengendalian hayati dengan menggunakan parasitoid telur Trichogramma sp.
dapat berhasil maka perlu dilakukan perbanyakan parasitoid tersebut sebelum dilepas ke
lapangan. Pembiakan massal parasitoid telur Trichogramma sp. telah banyak dilakukan di
berbagai negara, seperti China, Malaysia, dan Indonesia. Pembiakan massal parasitoid
telur umumnya dilakukan di laboratorium dalam dua tahap, yaitu produksi massal inang
pengganti, lalu dilanjutkan dengan produksi massal parasitoid. Inang pengganti yang
umum digunakan untuk produksi masal parasitoid telur adalah serangga yang hidup di
gudang, seperti ulat beras Corcyra cephalonica (Stainton).

5
Sebagai inang pengganti, C. cephalonica memiliki beberapa kelebihan dibanding
dengan spesies serangga gudang lainnya, seperti mudah didapatkan dari berbagai macam
bahan simpanan lokal, seperti padi, beras, terigu, tepung jagung, dan dedak. Serangga ini
mudah dan murah dibiakkan di laboratorium. Ukuran telurnya cukup besar sehingga
nutrisi yang dibutuhkan parasitoid cukup untuk mendapatkan kebugaran cukup tinggi.
Ngengat betina memiliki keperidian yang tinggi dengan produksi telur dapat mencapai
300- 400 butir per betina (Alba, 1988; Alba, 1990).

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana perbedaan pemberian nutrisi yang berbeda terhadap nisba kelamin
Corcyra cephalonica

1.3 Tujuan Penelitian


Untuk menguji pemberian nutrisi yang berbeda trerhadap nisba kelamin Corcyra
cephalonica pada beberapa ketebalan media beras jagung

1.4 Manfaat Penelitian


Manfaat penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi terhadap peneliti
tentang penentuan nisba kelamin terhadap Corcyra cephalonica dan mengetahui nutrisi
yang terkandung didalam Corcyra cephalonica pada beberapa media tepung jagung.

6
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Morfologi dan siklus hiup Hama Gudang Ngengat Beras (Corcyra
Cephalonica)
C. cephalonica merupakan salah satu hama penting dalam gudang penyimpanan
beras dan tepung , hama ini dapat ditemukan diseluruh dunia terutama di daerah tropis.
C. cephalonica berkembang dengan cepat, dengan siklus hidup yang pendek dan
kemampuan menghasilkan telur tinggi maka dapat merusak beras dengan cepat berkisar
9,6%-20,2% (Syahri dan Thamrin 2012).
Telur C. cephalonica berbnetuk oval ukuran 0,5-0,3 mm diletakkan secara soliter
(tidak berkelompok), menempel pada bahan pangan atau serat karung. Setelah 3-5 hari
telur akan menetas dan menjadi larva. Larva berwarna kream keputihan kecuali dibagian
kapsul kepala dan protoraks berwarna coklat. Fase larva berlangsung selama 30 hari, saat
akan menjadi pupa larva naik ke permukaan bahan makanan dan membuat kokon dengan
menganyam benang sultra diantara butiran bahan makakan. C. cephalonica memiliki
metamorfosis yang lengkap (Holometabola). Masa pupa berlangsung selama 12 hari dan
lama hidup imago berlangsung 10 hari (Rachman, 2006).
Imago berwarna kelabu, kurang aktif, sayap lebih gelap dari pada membrannya.
Antena bertipe filiform dengan labial palpus yang lurus. Tungkai palsu larva berbentuk
kerucut. Perbedaan serangga jantan dan betina dari warna sayap dan sungut, pada C.
cephalonica jantan memiliki warna sayap terang dan sunggut yang panjang sedangkan
pada betina memiliki warna sayap yang lebih gelap.
Faktor suhu berpengaruh terhadap siklus hidup C. cephalonica di daerah suhu
rendah berlangsung 40-60 hari (Aanggara dan Sudarmaji, 2008). Faktor yang
mempengaruhi perkemangan C. cephalonica salah satunya adalah makanan, makanan
yang banyak mengandung karbohidrat dan protein. Bentuk pakan yang disukai larva
C.cephalonica adalah butiran yang halus dan kasar kaena butiran halus memudahkan
larva dalam menggandeng-gandengkan pakan membentuk gumpalan-gumpalan
(Kalshoven, 1981).

2.2 Klasifikasi Corcyra Cephalonica


Klasifikasi hama ngengat beras C. Cephalonica termasuk dalam :

Kingdom : Animalia

7
Filum : Arthropoda

Kelas : Insekta

Ordo : Lepidoptera

Sub ordo : Mikrolepidoptera

Famili : Phyralidae

Genus : Corcyra

Spesies : Corcyra Cephalonica(sumber)

Gambar 1. Imago C. cephalonica pada komoditas


beras (Felke, 2005).

2.3 Siklus Hidup Corcyra Cephalonica


Ngengat C. Cephalonica berwarna coklat pucat, panjang tubuh 12-15 mm,
rentang sayap depan 15-25 mm, antena sedang, kepala memiliki dua tonjolan kecil
sehingga sekilas menyerupai bangun segitiga (ciri khas). Didaerah tropis, C.
Cephalonica bermetamorfosis sempurna dengan siklus hidup kurang lebih 28 hari
pada suhu 35oC dan kelembapan udara 70%, sedangkan didaerah dengan suhu
rendah berlangsung 40-60 hari (Tran, 1999).

8
Gambar 2. Siklus Hidup C. cephalonica (Chaudhuri dan Senapati, 2015)

Gamb ar 3. Telur C.
cephalonica (Susilo et al., 2007).

Serangga C. cephalonica meletakkan telur pada komoditas yang diserangnya.


Telur C. cephalonica berbentuk oval, licin, dan berwarna putih kekuningan serta telur
diletakkan secara soliter (tidak berkelompok). Telur menetas dalam waktu 3-5 hari (CPC,
2000).

Gambar 3. Telur C. Cephalonica (Susilo et al., 2007)

Setelah inkubasi, telur menetas menjadi larva yang memiliki tungkai semu pada
abdomen ruas ke-3 hingga ke-6 dan 10. Larva berwarna putih kelabu hingga kekuningan
dengan panjang pertumbuhan 15-17 mm, diameter 1-1,5 mm, bobot mencapai 60,47 mg
dan aktif bergerak (Herlinda et al., 2005). Larva C. cephalonica juga bersifat kanibalisme
(Sahayaraj, 2002). Kondisi lingkungan yang optimum untuk perkembangan larva C.
cephalonica adalah 30°C dan kelembaban udara relatif 75% (Rees, 2004). Pada umumnya
larva terdiri dari 6 instar. Instar pertama berkisar 4-5 hari, instar kedua berkisar 5-6 hari,
instar keempat 3-4 hari, instar kelima 5-7 hari, instar keenam 8-10 hari dan lama waktu
stadia larva berkisar 28- 36 hari. Saat persiapan menjadi pupa, larva naik ke permukaan
bahan makanan dan membuat kokon dengan mensekresi benang-benang sutera untuk
mengikat kotoran dan butir-butir beras menjadi ruangan tempat tinggalnya (Widodo,
1987).

9
Gambar 5. Pupa C. cephalonica (Susilo et al., 2007).

Pupa berwarna cokelat dan terbentuk dalam kokon berwarna putih yang kuat (Kalshoven,
1981). Panjang pupa 14-16 mm dan bobot pupa 41-69 mg. Lama stadia pupa berlangsung

selama 12 hari (Herlinda et al., 2005).

Labial palpi
betina

Gambar 6. Imago Jantan (a) dan Imago Betina (b) (Bernardi et al., 2000).

Imago berwarna abu-abu dengan panjang 12-15 mm. Pertulangan sayapnya lebih
gelap dari pada membrannya. Antena bertipe filiform dengan labial palpi yang lurus.
Identifikasi imago berdasarkan jenis kelamin (Gambar 5) didasarkan pada bentuk labial
palpi dan ukuran tubuh imago. Pada imago jantan bentuk labial palpi lebih pendek dan
tumpul, sedangkan pada betina bentuk labial palpi lebih panjang dan runcing (Bernardi
et al., 2000). Imago jantan memiliki abdomen lebih kecil dibandingkan dengan imago
betina (Mbata, 1989). Lama hidup imago berlangsung selama 10 hari. Nisbah kelamin
adalah 1:1 (Prevett, 2000). Masa praoviposisi betina 1-2 hari setelah kemunculannya dari
pupa, sedangkan puncak oviposisi pada imago berumur 2-3 hari. Oviposisi dilakukan
pada malam hari dan fekunditas mencapai 400 telur pada 1 betina (Hoffman et al.,
2000).

2.4 Gejala Serangga

10
Herlinda et al., (2005) menyatakan ngengat beras C. cephalonica pada umumnya
menyerang beras giling. Ngengat beras saat fase larva aktif untuk memakan-makanan
yang tersedia, gejala serangga pada beras yaitu larva menggandeng-gandengkan
makakan dengan air liur sehingga material bahan simpanan seperti mengumpal.
Stadia larva merupakan hama primer beras aktivitas bersarang yang membentuk
ruang-ruang kecil (webbing) akan memperparah kerusakan beras. Larva aktiv bergerak
dan memakan bahan makanankemudian membuat gumpalan sebagai tempat tinggal dan
melangsukan hidup. Larva yang telahn membuat gumpalan akan berkembang dalam
gumpalan serta memakan bahan gumpalan (Anggara dan Sudarmaji, 2008).
Ngengat beras C. cephalonica merupakan hama pada tempat penyimpanan
komoditas dimna sekelompok kokon dapat ditemukan dalam karung penyimpanan
komoditas sehingga dikenal juga sebagai hama gudang. Serangga ini dapat menyerang
berbagai macam komoditas antara lain beras, tepung terigu, kopra, kacang-kacangan,
kakao, bungkil dan lain-lain (Rachman, 2006)
2.5 Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Corcyra cephalonica
Faktor penting yang mempengaruhi pertumbuhan serangga hama gudang adalah
kondisi gudang, meliputi suhu, sanitasi, sistem aerasi udara, kualitas pakan, kadar air
bahan pangan simpanan, ketersediaan pakan dan nutrisi yang terkandung pada pakan yang
cukup untuk hama gudang tersebut.
Serangga Lepidoptera pascapanen menghabiskan sebagian besar masa
perkembangannya sebagai larva. Stadia larva lepidoptera hama pascapanen lebih lama
daripada stadia larva coleoptera karena nutrisinya digunakan untuk produksi telur
(Syamsudin, 2008).
Kebutuhan nutrisi serangga dapat berubah sewaktu-waktu, tergantung pada
pertumbuhan, reproduksi, diapause atau perpindahan. Asam amino, adalah penyusun
protein, sering dinyatakan sebagai nutrisi yang paling berperan pada serangga herbivora.
Serangga herbivora memiliki kemampuan untuk biosintesis beberapa nutrisi, hampir
seluruh nutrisi yang dibutuhkan serangga tersebut diperoleh dari tanaman inang. Nutrisi
yang tidak bisa disintesis secara endogenous (di dalam tubuh serangga) dikelompokkan
menjadi nutrisi esensial. Sementara yang dapat diproduksi sendiri dikelompokkan dalam
nutrisi non-esensial. Banyak pengetahuan tentang nutrisi serangga herbivora diperoleh dari
penelitian rearing menggunakan pakan buatan. Hal yang paling umum adalah untuk
mengetahui nutrisi khusus dari kebutuhan serangga dan kemudian diukur pengaruh dari
ketiadaan nutrisi tersebut pada pertumbuhan dan atau reproduksi serangga. Hampir semua

11
serangga membutuhkan tingkat protein yang optimum untuk pertumbuhannya, tetapi
kebutuhan untuk masing-masing spesies berbeda. Serangga membutuhkan protein untuk
kebutuhan strukturalnya, sebagai enzim, untuk kebutuhan transport dan reseptor molekul
(Chapman, 1998).
Suhu lingkugan mempengaruhi tingkah laku serangga. Kenaikan suhu lingkungan
meningkatkan aktivitas makan serangga. Suhu juga mempengaruhi perkembangan
serangga hama pascapanen. Serangga yang hidup pada suhu tinggi yang stabil masa
perkembangannya lebih singkat daripada suhu yang fluktuatif (dengan rata-rata suhu yang
sama). Pada suhu rendah yang stabil, masa perkembangannya lebih lama dibandingkan
suhu fuktuatif dengan rata-rata sama rendah (Osman et al., 1983).
Preferensi serangga terhadap jenis pakan dipengaruhi oleh stimuli zat kimia
chemotropisme yang terutama ditentukan oleh bau, rasa, dan mutu gizi pada pakan. Hasil
perkalian dari dimensi linear dan bobot larva dihitung sebagai Indeks Pertumbuhan
Numerik (IPN). Indeks Pertumbuhan Numerik (IPN) tertinggi didapatkan apabila pakan
C. cephalonica banyak mengandung karbohidrat dan protein dengan perbandingan
karbohidrat lebih dari 50% (Apriliadi et al., 2005). Tersedianya pakan yang cocok bagi
kehidupan serangga dapat membantu serangga berkembang secara normal.
Ketidakcocokan pakan dapat timbul karena kurangnya kandungan unsur yang diperlukan,
rendahnya kadar air dalam pakan, permukaan butiran pakan yang keras dan bentuk fisik
pakan (Ebeling, 2002). Kadar air bahan pangan simpanan mempengaruhi lama stadium
larva. Kadar air bahan simpan yang rendah memperpanjang waktu stadium larva, tetapi
stadium telur dan pupa tidak terpengaruh sehingga hal ini mengubah keseimbangan
struktur umur dalam populasi yang sudah stabil (Sri et al., 2008)
2.6 Kebutuhan Nutrisi pada Serangga
Salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan serangga
adalah nutrisi yang terdapat pada makanan serangga. Nutrisi yang dibutuhkan serangga
dalam proses metabolisme terdiri dari karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral
(Chapman , 2013).
Karbohidrat terdiri dari monosakarida, disakarida, dan plisokarida. Karbohidrat
dalam tubuh serangga digunakan sebagai bahan penyusun dan sebagai bahan bakar dalam
proses metabolism (Chapman, 2013).
Protein merupakan sumber nitrogen bagi serangga yang digunakan dalam proses
pembentukan tubuh. Pada fase imago, imago betina membutuhkan nutrisi terutama protein
untuk prodiktivitas telur. Protein dibutuhkan untuk pertumbuhan yang optimal dan sebagai

12
enzim pada reaksi kimia yang berperan dalam metabolisme tubuh serangga (Chapman,
2013).
Lemak terdiri dari sterol dan phospholipids yang merupakan komponen dinding sel
dan membran fungsi spesifik. Serangga memperoleh sterol dari pakan Phospholipids
berperan penting dalam reproduksi serangga yaitu memicu oviposis dan berperan untuk
mengatur panas tubuh serangga. Lemak dibutuhkan untuk mensintesis ekdison yang
berfungsi sebagai hormone pergantian kulit dan berperan dalam pembentukan komponen
pada membrane sel (Chanpman, 2013).
Vitamin yang di butuhkan serangga adalah provitamin A, vitamin E, dan vitamin
B. Provitamin A merupakan komponen penting dalam pakan serangga yang berfungsi
untuk pembentukan pigmen melanin (pigmen warna kulit dan rambut). Apabila serangga
kekurangan vitamin ini, maka akan menyebabkan ukuran tubuh serangga lebih kecil dan
kurang aktiv. Vitamin E perperan untuk dalam hal memperbaik fekunditas serangga jenis
ngengat dan kumbang. Vitamin B merupakan substansi organik, kandungan vitamin B
hanya sebagian kecil saja yang didapatkan dari pakan dan berfungsi sebagai katalis enzim
untuk metabolism tubuh serangga (Champan, 2013).
Serangga memperoleh mineral dalam bentuk garam-garam mineral. Beberapa
contoh dari mineral misalnya klorida, fosfor, kalsium, potassium, sodium, mangan,
magnesium, besi, tembaga, dan seng. Mineral tidak dapat disistesis sendiri oleh serangga
sehingga mineral didapatkan dari pakan (Chapman, 2013).

13
III. METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan dilaboratorium Agen Hayati Kalasey (LAH.K) Balai


Perlindungan dan Pengujian Mutu Tanaman Pangan dan Hortikultura
(BPPMTPH) Provinsi Sulawesi Utara, mulai dari bulan Oktober – November
2021.

3.2 Alat dan Bahan


3.2.1 Alat

Tabung peneluran, kuas, wadah, timbangan analitik, aluminium foil,


timbangan biasa, toples kaca, label, bolpoin, lup.

3.2.2 Bahan

Beras jagung, telur Corcyra Cephalonica

3.3 Metode Penelitian


Penelitian ini menggunakan beras jagung sebagai pakan C. cephalonica,
dan disusun dengan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3
perlakuan dan 4 ulangan terdiri dari :
1. Beras Jagung, Sebanyak 1/2 kg.
2. Beras Jagung, Sebanyak 1 kg.
3. Beras Jgung, Sebanyak 1, 5 kg.
3.3.1 Prosedur Penelitian
1. Disiapkan bahan yang diperlukan untuk media tempat telur C.
Cephalonica yaitu beras jagung.
2. Telur C. Cephalonica diambil dari laboratorium Agen Hayati Kalasey
(LAH.K).
3. Pengumpulan telur C. Cephalonica dengan cara mengoles atas dan
bawah tabung peneluran yang terdapat telur C. Cephalonica, kemudian
telur ditapis hingga bersih dari kotoran.
4. Sebelum pengujian nutrisi dilakukan, diawali dengan penimbangan
telur C. Cephalonica sebanyak 0,06 gram.

14
5. Untuk pembiakan C. Cephalonica digunakan toples plastik kemudian
media beras jagung yang sudah dihaluskan dan ditimbang sebanyak ½
kg, 1kg dan 1/5 kg sebnyak 4 kali ulangan.
6. Campur bahan dengan perandingan 1:1 aduk secara merata, masukkan
kedalam toples plastik dan taburkan telur C. Cephalonica masing-
masing sebanyak 0,06 gr pada media ½ kg, 1 kg dan 1,5 kg.
7. Setelah itu telur C. Cephalonica ditaburkan pada media dengan jumlah
nutrisi yang berbeda pada media yaitu ½ kg, 1 kg dan 1,5 kg. Dan
diberi tanda label.
8. Lalu di simpan ditempat aman dari gangguan semut, kurang lebi 40-60
hari.
9. Selanjutnya dihitung dan dilihat nisba kelamin dengan menggunakan
kaca pembesar.

3.4 Analisis Data


Data yang diperoleh dianalisis varian (ANOVA).

15
DAFTAR PUSTAKA
Alba, MC. 1988. Trichogrammatids in the Philippines. Philipp. Entomol. 7: 253-
271.
Anggara, A. W dan Sudarmaji. 2008. Hama Pascapanen dan Pengendaliannya.
Balai Besar Penelitian Tanaman Padi.

Bernardi, E. B., M. L. Haddad dan J. R. P. Parra. 2000. Comparison of Artificial


Diets For Rearing Corcyra cephalonica (Stainton, 1865) (Lep., Pyralidae)
For Trichogramma Mass Production. Departamento de Entomologia,
Fitopatologia e Zoologia Agricola. Brazil. 60(1): 45-52.

Chapman, R. F. 2013. Nutrition. Direvisi oleh Simpson, S. J dan A. E. Douglas.


The Insects: Structure and Function 5th editions. Cambridge University
Press. New York. Hal. 81-99.

Chapman, R. F. 2013. Nutrition. Direvisi oleh Simpson, S. J dan A. E. Douglas.


The Insects: Structure and Function 5th editions. Cambridge University
Press. New York. Hal. 81-99.

Chaudhuri, N. dan S. K. Senapati. 2015. Development and Reproductive


Performance of Rice Moth Corcyra Cephalonica Stainton (Lepidoptera:
Pyralidae) in Different Rearing Media. J. Saudi Soc. Agric. Sci. King Saud
University, Arab Saudi.

Ebeling, W. 2002. Pests Of Stored Food Products. Urban Entomology. Chapter 7.


http:// www.entomology.ucr.edu/ebeling/ebeling7. Diunduh pada 31 Mei
2016.

Frangfurt. Hal. 40-41.

Hasriyanty, 2007. Karakter Morfologi Parasitoid Trichogramma chilotraeae


Nagaraja dan Nagarkatti (Hymenoptera: Trichogrammatidae): Salah Satu
parasitoid Telur Hama Plutella xyllostella L. J. Agisains 8(2):76-82.

16
Herlinda, S., A, Ekawati dan Yaulia, P., 2005. Petumbuhan dan Perkembangan
Cocyra cephalonica (Stainton) (Lepidoptera: Pyralidae) Pada Media
Lokal: Pengawasan Mutu Inang Pengganti. Agrikultural, 16 (3): 153-159.

Herlinda, S; A Rauf; U Kartosuwondo; dan Budihardjo. 1997. Biologi dan Potensi


Parasitoid Telur, Trichogrammatoidea bactrae bactrae Nagaraja
(Hymenoptera; Trichogrammatidae), untuk Pengendalian Penggerek
Polong Kedelai. Bul. HPT. 9:19–25.

Hoffman, J. E., W. Pache dan H. Kobel. 2000. The Rice Manual. AgrEvo.

Ilato, J., M. F. Dien dan C. S. Rante. 2012. Jenis dan Populasi Serangga Hama
Pada Beras di Gudang Tradisional dan Modern di Provinsi Gorontalo.
Eugenia, 18 (2): 102-111.

Kalshoven, L. G. E. 1981. Pests of Crops in indonesia. Revied and translated by


P. A. Van der Laan. PT Ichtiar Baru-Van Hoeve, Jakarta. 701 pp.

Marwoto dan Nasir, S., 2003. Peningkatan Peran Parasitoid Telur


Trichogrammatoidea bactrae-bactrae dalam Pengendalian Penggerek
Polong kedelai Etiella spp. J. Litbang Pertanian 22(4): 141-142.

Mbata, G. N. 1989. Studies on Some Aspects of the Biology of Corcyra


cephalonica (Stainton) (Lepidoptera: Galleriidae). Imo State University.
Nigeria. J. Stored Prod. Res. 25(4): 181-186

Minarni EW & Wiyantono. 2007. Uji Beberapa Bentuk Beras terhadap Jumlah
dan Kesesuaian Telur Corcyra Cephalonica sebagai Inang Pengganti
dalam Pembiakan Massal Prasitoid Trichogramma sp. J. Agitop 71(9):15-
18.
Minarni EW & Wiyantono. 2007. Uji Beberapa Bentuk Beras terhadap Jumlah
dan Kesesuaian Telur Corcyra Cephalonica sebagai Inang Pengganti
dalam Pembiakan Massal Prasitoid Trichogramma sp. J. Agitop 71(9):15-
18.

17
Osman, N. 1986. Development of the Rice Moth, Corcyra cephalonica (St.) on
Different Grains. Department of Plant Protection Faculty of Agriculture,
Malaysia. J. Pertanika 9(2)155-159.

Osman, N., V. F. Wright dan R. B. Mills. 1983. The Effect of Temperatures on


Certain Aspects of The Biology of Corcyra cephalonica St. Pertanika J. 14
(3): 125-130.

Priyaningtias, P. 2000. Analisis Kadar Vitamin B1 Dalam Beras Merah, Beras


Hitam, Beras Putih, Beras Ketan Putih. Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam. Universitas Negeri Yogyakarta. Yogyakarta.

Rachman, M. N. Y. 2006. Tanggap Fungsional Parasitoid Telur Trichogramma


pretiosum Riley terhadap Telur Inang Cocyra Cephalonica Stainton Pada
Pertanaman Kedelai. Skripsi, Institut Pertanian Bogor.

Sahayaraj, K. 2002. Small Scale Laboratory Rearing of A Reduviid Predator,


Rhynocoris Marginatus Fab. (Hemiptera: Reduviidae) on Corcyra
cephalonica Stainton Larvae by Larval Card Method. J. Cent-Eur. Agric.
3(2): 137-148.

Sri, S. D., D. A. Danik dan Nurhayati. 2008. Teknologi Pangan. Depdiknas.


Jakarta.

Susilo, F. X., Sunaryo dan Solikhin. 2007. Early Detection of Trichogramma


Chilonis Sexes Using The Egg Color and Size of Its Factitious Host,
Corcyra cephalonica. Jurnal HPT Tropika. 7: 30-38.

Syahri dan T. Thamrin. 2012. Tinjauan Perbaikan Teknologi Pasca Panen Padi
untuk Menekan Serangan-sersngsn Hama Gudang. Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian (BPTTP) Sumatra Selatan.

Syamsudin. 2008. Bioekologi Hama Pasca Panen dan Pengendaliannya. Dalam


Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEI PFI XIX
Komisariat, Sulawesi Selatan, 5 November 2008. Hal. 417-421.

18
Tran, B. M. D. 1996. Postharvest and Storage Pest: Insect and Mites. In CPC
Global Module. CD Rom. CAB Internasional.

Widodo, D. 1987. Hama dan Penyakit Padi. CV Pustaka Buana. Jakarta.

19

Anda mungkin juga menyukai