Anda di halaman 1dari 10

SERANGGA HAMA ULAT JENGKAL (Chrysodeixis chalcites)

PADA TANAMAN KACANG KEDELAI (Glycine max)


MAKALAH TUGAS MATA KULIAH ENTOMOLOGI

Oleh :

NAMA : AGUNG FAHREZA


NPM : 215001008
KELAS :B

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SILIWANGI
TASIKMALAYA
2021/2022
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah Puji dan syukur selalu terpanjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan nikmat sehat jasmani dan rohani sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini
dengan lancar tanpa ada halangan. Salawat dan salam semoga tercurah limpahkan kepada Nabi
Muhammad SAW beserta keluarga nya, sahabatnya dan kita selaku umatnya yang turut akan
ajaran nya hingga akhir zaman. Adapun judul makalah ini yaitu SERANGGA HAMA ULAT
JENGKAL (Chrysodeixis chalcites) PADA TANAMAN KACANG KEDELAI (Glycine max).
Tidak lupa penulis mengucapkan terimakasih kepada Dosen Pengampu Mata Kuliah
Entomologi Ibu HJ. Elya Hartini, IR., MT. yang telah membingbing dan memberikan materi
untuk memenuhi salah satu tugas makalah pada mata kuliah Entomologi ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna. Maka dari itu penulis
memohon maaf atas kekurangan dalam penulisan dan bahasa yang digunakan pada makalah ini,
penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya untuk penulis umunya bagi
semua orang.

Ciamis, 17 April 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

No table of contents entries found.

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Tanaman kedelai (Glycine max L.) merupakan tanaman pangan berupa semak yang
tumbuh tegak dan telah dibudidayakan oleh manusia sejak 2500 SM. Menurut Wulan Joe
(2011:5) Kacang kedelai terkenal kaya gizi, kedelai merupakan bahan makanan dengan ’’protein
lengkap” dan merupakan salah satu bahan pangan yang mengandung delapan asam amino yang
penting diperlukan oleh tubuh.

Rendahnya produktivitas kedelai yang dicapai secara nasional, salah satu faktor
penyebabnya adalah tingginya serangan hama. Hama yang banyak menyerang kedelai antara lain
ulat jengkal (Chrysodeixis chalcites). Ulat jengkal (Chrysodeixis chalcites) merupakan salah satu
hama penting pada tanaman kedelai (Glycine max (L.)Merr.) (Direktorat Perlindungan Tanaman
Pangan, 2016:37).

Pengendalian hama menggunakan insektisida sintesis untuk dihadapkan pada masalah


harga insektisida yang mahal dan pencemaran lingkungan (Indiati, 2012). Maka untuk
mengurangi dampak negative tersebut, salah satu alternatif teknologi pengendalian hama adalah
menggunakan insektisida nabati dengan memanfaatkan ekstrak tanaman yang berpotensi
mengendalikan hama.

B. TUJUAN PENULISAN
Tujuan pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui serangga hama ulat jengkal (Chrysodeixis chalcites) pada tanaman
kacang kedelai(Glycine max).
2. Untuk mengetahui klasifikasi dan morfologi dari ulat jengkal (Chrysodeixis chalcites)

C. MANFAAT PENULISAN
Yang diharapkan penulis adalah sebagai berikut :

1. Dapat meningkatkan pengetahuan dan wawasan mengenai serangga hama pada tanaman
kacang kedelai.
2. Dapat digunakan acuan untuk pembuatan makalah selanjutnya.
3. Dapat digunakan untuk mahasiswa dalam mengerjakan tugas mengenai serangga hama
tanaman pangan.

1
BAB II
ULAT JENGKAL (Chrysodeixix chalcites)

KLASIFIKASI ILMIAH
Kingdom : Animalia

Filum : Arthopoda

Kelas : Insecta

Ordo : Lepidoptera

Famili : Noctuidae

Genus : Chrysodeixix

Spesies : Chrysodeixix chalcites

BIOLOGI/MORFOLOGI

1. Chrysodeixix chalcites mengalami metamorfosis sempurna. Karena Serangga ini


mengalami empat tahap perkembangan yaitu telur, larva, pupa (kepompong), dan imago.
2. Imago Chrysodeixix chalcites mempunyai sayap dengan berwarna khas, yaitu dasarnya
hitam coklat dengan sepasang bintik putih pada masing-masing sayap. Imago
Chrysodeixix chalcites aktif pada malam hari dan tertarik oleh cahaya lampu.
3. Telur berbentuk bundar agak pipih dengan ukuran Panjang 0,75-1 mm dan lebar 0,5-0,75,
berenda putih, dan berwarna keputih-putihan yang kemudian berubah kekuning-kuningan
sebelum menetas.Warna telur akan berubah warna menjelang menetas menjadi coklat
kekuningan.
4. Banyak telur yang dihasilkan imago betina berkisar antara 250-700 butir telur. Lama
periode telur berkisar antara 5- 10 hari.
5. Larva berkepala kecil, mempunyai ukuran panjang 1,5-2 mm dan lebar 0,2-0,5 mm,
mempunyai tiga pasang tungkai palsu, berwarna coklat muda. Larva instar akhir
berukuran antara 30-40 mm.
6. Pupa berada di dalam kokon yang transparan. Pupa Chrysodeixix Chalcites berwarna
hijau muda dan pada punggungnya berwarna coklat hitam. Lama periode pupa
berlangsung antara 6-10 hari. Panjang pupa berkisar antara 10-15 mm dengan lebar
antara 5-6 mm.

2
7. Imago Chrysodeixix chalcites berwarna coklat sampai coklat keabu-abuan. Imago jantan
mempunyai tubuh relative lebih kecil dibandingkan imago betina. Lama hidup dari imago
ulat jengkal berkisar antara 3-6 hari. Perkembangan dari telur sampai menjadi imago
memerlukan waktu sekitar 24-32 hari.
8. Semakin lama adaptasi terhadap habitatnya, maka semakin pendek durasi bermakna
semakin berbahaya bagi tanaman.

FOTO

Serangga Hama Ulat Jengkal (Chrysodeixix chalcites)

3
BAB III
PEMBAHASAN
Ulat jengkal pada tanaman kedelai termasuk hama utama (Kalshoven 1981; Tengkano et
al. 2004). Ulat jengkal sebagai hama kedelai dijumpai di 14 provinsi di Indonesia dengan rerata
luas serangan 5.005 ha/tahun. Serangan ulat jengkal terutama terjadi di Lampung, Jawa Tengah,
Jawa Timur, dan Sulawesi Utara (Arifin 1992). Ulat jengkal (Chrysodeixix chalcites) merupakan
salah satu hama yang menggangu tanaman pangan salah satunya pada tanaman kedelai. Selain
dari pada itu, ulat jengkal juga sering hidup pada tanaman jagung, kentang, tembakau, kacang
hijau, tomat, apel.

Secara morfologi dan perilaku ulat jengkal ini sangat khas, sering disebut ulat jengkal
atau ulat kilan, karena cara ulat berjalan dengan berjingkat-jingkat, ulat seperti gerak tangan
manusia ketika mengukur dengan jengkal demi jengkal, yaitu dengan cara ujung tubuh bagian
belakang ditarik ke bagian depan sehingga tubuhnya melengkung, kemudian tubuh bagian depan
bergerak maju. Ulat bergerak seperti itu karena ulat tidak mempunyai kaki pada bagian tengah
tubuhnya. Apabila ada gangguan maka ulat akan meluruskan tubuhnya (posisi telentang).

Musuh alami ulat jengkal yaitu predator, parasitoid dan patogen. Predator yang telah
diketahui ialah Andrallus sp., Rhinocoris sp., Vespidae dan Carabidae. Parasitoid yang telah
diketahui ialah Apanteles sp., Microplitis sp., Tachinidae dan Braconidae. Patogen yang dapat
menyerang ialah cendawan dan virus (NPV). Dinamika populasi ulat jengkal pada tanaman
kedelai sangat dipengaruhi saat kedatangan ngegatnya. Kedatangan ngegat dipertanaman kedelai
biasanya pada umur 34 hst, dan puncak populasi akan terjadi sekitar umur 51 hst. Kerusakan
daun oleh ulat jengkal biasanya mulai pada awal pembungaan. Kerusakan terus meningkat
hingga fase pengisian biji sekitar 60 hst.

Stadium ulat Chrysodeixix chalcites terdiri atas lima instar dengan lama perkembangan
ulat antara 14-19 hari dengan rata-rata 16,2 hari. Pada serangan instar muda menyebabkan
bercak-bercak putih pada daun karena jaringan dan dimakan, namun epidemis dan tulang daun
ditinggalkan , sedangkan larva besar memakan habis helai daun menyebabkan daun yang
terserang tinggal beberapa tulang daunya saja. Kehilangan hasil karena defoliasi dapat
menurunkan bobot biji, dan pada akhirnya menurunkan hasil panen. Kerusakan daun 50 % pada
awal pembungaan hingga pembungaan penuh dapat menurunkan hasil 9-18%, atau setara dengan
135 kg sampai 270 kg/ha. Kerusakan daun total pada fase pengisian biji dapat menurunkan hasil
sebesar 80%, yaitu setara dengan 1200 kg/ha.

Anonim (2004) melaporkan lebih dari 90% kedelai di bagian selatan Amerika diserang
oleh P. includens dan P. chalcites. Hama ini dilaporkan menyebabkan defoliasi yang sangat
parah terutama terjadi setelah aplikasi insektisida sebelum fase pembungaan karena matinya
musuh alami ulat jengkal.

4
Pengendalian ulat jengkal yang banyak dilakukan saat ini adalah menggunakan
insektisida. Penggunaan insektisida untuk mengendalikan serangga hama masih menjadi pilihan
utama petani karena insektisida dapat dengan cepat menurunkan populasi hama dan dapat
dipergunakan setiap saat dan di mana saja. Namun penggunaan insektisida yang berlebihan juga
menimbulkan dampak yang tidak diinginkan antara lain: hama berkembang menjadi resisten
terhadap insektisida, organisme bukan sasaran termasuk predator dan parasitoid juga ikut mati,
menimbulkan ledakan hama sekunder, residu insektisida mencemari tanaman, tanah, air dan
udara serta menimbulkan fenomena resurjensi yaitu jumlah populasi keturunan hama itu menjadi
lebih banyak bila tidak diperlakukan dengan insektisida (Oka 2005).

Adapun komponen pengendalian hama menurut Oka (2005) yaitu :

1. Mengusahakan pertumbuhan tanaman sehat dengan cara mengatur pola tanam, pergiliran
tanam, sanitasi, pemupukan, pengelolaan tanah dan pengairan serta menggunakan tanaman
perangkap.

2. Pengendalian hayati menggunakan predator, parasitoid, patogen serangga.

3. Penggunaan varietas lahan.

4. Pengendalian mekanis, menanam tanaman penghalang, menggunakan alat perangkap.

5. Pengendalian secara fisik (suhu panas, dingin, suara, kelembaban, perangkap cahaya).

6. Pengendalian secara genetik (teknik jantan mandul).

7. Penggunaan insektisida.

5
BAB IV
PENUTUP
KESIMPULAN
Ulat jengkal (Chrysodeixis chalcites) merupakan salah satu hama penting pada tanaman
kedelai (Glycine max (L.)Merr.). Ulat jengkal juga merupakan hama yang mempunyai
metamorfosis sempurna karena mengalami empat tahap yaitu telur, larva, pupa (kepongpong),
dan imago. Chrysodeixis chalcites biasanya aktif pada malam hari sampai waktu pagi, dan
memiliki lima instar dengan lama perkembangan antara 14-19 hari dengan rata-rata 16,2 hari.
Instar muda biasanya menyerang pada daun kedelai sehingga menyebabkan bercak-bercak putih
yang dapat menurunkan hasil panen pada tanaman kedelai. Chrysodeixis chalcites sendiri
mempunyai musuh alami yaitu predator, parasitoid, dan patogen. Dengan ini petani harus
mampu mengendalikannya dengan cara : Mengusahakan pertumbuhan tanaman sehat dengan
cara mengatur pola tanam, pergiliran tanam, sanitasi, pemupukan, pengelolaan tanah dan
pengairan serta menggunakan tanaman perangkap; Pengendalian hayati menggunakan predator,
parasitoid, patogen serangga; Penggunaan varietas lahan; Pengendalian mekanis, menanam
tanaman penghalang, menggunakan alat perangkap; Pengendalian secara fisik (suhu panas,
dingin, suara, kelembaban, perangkap cahaya); Pengendalian secara genetik (Teknik jantan
mandul); dan Penggunaan insektisida.

SARAN
Dalam makalah ini tentunya masih ada kekurangan dalam segi penulisan maupun dalam
segi materi. Oleh karena itu, penulis memohon maaf atas kekurangan dan ketidakpuasan dalam
makalah ini. Untuk kedepannya penullis menyarankan supaya bisa diperbaiki dan diperlukan
kajian ulang mengenai materi hama ulat jengkal (Chrysodeixis chalcites) pada tanaman kedelai
ini.

6
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2004. Caterpillar pests of soybean. www.2.dpl.gov.au/fieldcrops/8748html

Arifin, M. 1992. Bioekologi, serangan, dan pengendalian hama pemakan daun kedelai.
Hlm 81-116 dalam Marwoto, N. Saleh, Sunardi, dan A. Winarto. (Eds.). Risalah
Lokakarya Pengendalian Hama Terpadu Tanaman Kedelai. Balittan Malang, 8-10
Agustus 1991.

Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan. 2016. Laporan Tahunan Direktorat


Perlindungan Tanaman Pangan Tahun 2015. Kementrian Pertanian, Direktorat Jenderal
Tanaman Pangan, Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan. Jakarta.

Indiati, S.W 2012. Pengaruh Insektisida Nabati dan Kimia terhadap Hama Thrips dan
Hasil Kacang Hijau. Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan. 31 (3).2012. Hlm.152-
157.

Anggito, Albi & Johan Setiawan. 2018. Metodologi Penelitian Kualitatif.


Sukabumi: CV Jejak

Joe, Wulan. (2011). 101++ Keajaiban khasiat kedelai. Yogyakarta: ANDI.

Kalshoven, L.G.E. 1981. Pest of Crops in Indonesia. Ichtiar Baru-Van Hoeve. Jakarta.
701 p.

Oka, I N. 2005. Pengendalian hama terpadu dan implementasinya di Indonesia. Gadjah


Mada Univ Press. 255 hlm

Anda mungkin juga menyukai