Anda di halaman 1dari 6

Predator pada Tanaman Wortel

Wortel merupakan salah satu sayuran yang ditanam di Indonesia, terutama di daerah-
daerah yang bersuhu 15.6o C sampai dengan 21.1o C. Daerah tersebut umumnya berada pada
kisaran ketinggian 1000 sampai dengan 1200 meter di atas permukaan laut (mdpl). Suhu dingin
diperlukan untuk pertumbuhan yang optimum karena wortel berasal dari wilayah subtropis.
Daerah yang disinyalir sebagai asal-usul wortel adalah Timur Dekat (Asia Kecil, Traus-
Caucasia, Iran, dan dataran tinggi Turkmenistan) dan Asia Tengah (Punjab, Kashmir,
Afganistan, Tajikistan, dan bagian barat Tian-shan) (Rukmana 1995).

Kandungan paling banyak pada wortel adalah air dan karbohidrat. Wortel sedikit
mengandung lemak dan protein, namun kaya akan vitamin. Salah satunya adalah vitamin
A dalam bentuk beta karoten.

Kandungan vitamin lain dari wortel, antara lain:


 Biotin
Biotin yang merupakan salah satu vitamin B ini sangat berperan penting dalam
metabolisme lemak dan protein.
 Vitamin K1
Juga dikenal sebagai phylloquinone. Vitamin K penting untuk pembekuan darah
dan dapat menjaga kesehatan tulang.
 Vitamin B6
Vitamin B6 bersama dengan jenis vitamin B lain sangat berperan dalam
mengubah makanan menjadi energi.
 Kalium
Kalium merupakan mineral penting dalam membantu berbagai fungsi tubuh,
sebagai sumber tenaga dan kekuatan otot, nutrisi bagi jantung, juga membantu
mengendalikan tekanan darah.
Selain vitamin, wortel juga mengandung senyawa tanaman, seperti alfa-karoten,
lutein, polyacetylenes dan antosianin.

Dalam pemeliharaan dan produksi tanaman wortel terdapat beberapa kendala, salah satu
kendala utama dalam pengembangan dan produksi tanaman wortel adalah adanya organisme
pengganggu tanaman (OPT) yang merupakan hama tanaman wortel, antara lain:
1. Hyposidra sp.
Spesies ini termasuk famili Geometridae dari genus Hyposidra. Serangga ini
bertubuh kecil, berukuran panjang 40 mm, dan memiliki pelindung kulit berwarna
abu-abu terang, seperti kulit kayu. Di bagian punggung terdapat bintik-bintik kecil,
dan memiliki dua pasang kaki belakang dan tiga pasang kaki depan. Larva Hyposidra
bersifat polifag, memakan daun muda dan bunga tanaman. Tanaman inangnya antara
lain tanaman sayuran, termasuk tanaman wortel. Pupa (kepompong) berada di dekat
permukaan tanah dan setelah beberapa hari berubah menjadi ngengat. Ngengat
berukuran kecil, lembut, bertubuh ramping, bersayap agak lebar, dan ditandai dengan
adanya garis bergelombang. Ujung antena tidak menggelembung, ngengat Hyposidra
tertarik pada cahaya, terbang lemah, dan aktif pada malam hari. Gejala serangan yang
ditimbulkan oleh hama ini adalah terdapat luka gigitan serangga pada daun muda
(Pitojo 2006).
2. Heliothis assulta Gn..
Spesies Heliothis assulta termasuk ordo Lepidoptera, famili Noctuidae, dan genus
Heliothis. Hama ini dikenal sebagai ulat pupus. Telur ulat diletakkan secara tunggal di
atas permukaan daun, sehingga pada satu tanaman biasanya hanya terdapat satu ulat.
Warna larva beragam, tetapi kebanyakan hijau dengan strip membujur. Larva muda
agak berambut. Ulat bersifat kanibal dan fitofag. Stadium larva berlangsung antara 2-3
minggu, sementara daur hidup berlangsung selama 4 minggu. Ngengat berupa kupu
kecil, suka menghisap madu bunga, dan mampu memproduksi telur sebanyak 500-
2000 butir. Tanaman inang Heliothis assulta relatif terbatas dibandingkan dengan
Heliothis armigera. Beberapa tanaman inang hama ini yaitu tembakau, ceplukan,
jagung, sorgum, kapas, kentang, jarak, dan kedelai. Gejala serangan yang ditimbulkan
oleh hama ini adalah terdapat kerusakan pucuk tanaman karena ulat memakan pucuk
daun yang mengakibatkan pertumbuhan daun salah bentuk. Daun-daun muda
berlubang (Pitojo 2006).
3. Agrotis sp.
Ulat tanah termasuk ordo Lepidoptera, famili Noctuidae, dan genus Agrotis.
Hama ini dikenal dengan nama cut worm. Ulat tanah berukuran panjang sekitar 4-5 cm
dan berwarna kelabu, cokelat, atau hitam. Pada siang hari larva bersembunyi di sekitar
batang tanaman. Larva bersifat folifag. Stadium larva 7 berlangsung selama 18 hari,
stadium pupa 6-7 hari, dan stadium telur hingga imago sekitar 45 hari. Tanaman inang
hama ini antara lain jagung, kacangkacangan, dan tanaman sayuran. Hama ini
menyerang bagian pucuk tanaman muda hingga putus sehingga tanaman layu dan
terkulai (Pitojo 2006).
4. Nezara viridula.
Hama ini termasuk ordo Hemiptera, famili Pentatomidae, genus Nezara, dan
spesies Nezara viridula. Kepik berwarna hijau polos, bagian kepala dan pronotum
berwarna jingga atau kuning keemasan. Induk mampu menghasilkan telur sekitar 250
butir. Telur berwarna putih, diletakkan secara berkelompok 10-50 butir. Telur yang
akan menetas berwarna merah bata. Nimfa mengalami pergantian kulit sebanyak 5
kali. Nimfa instar 1 dan 2 berwarna hitam dan berbintik-bintik putih. Instar 3, 4, dan 5
masing-masing berwarna hijau, berbintik-bintik hitam dan putih, serta berukuran
semakin besar. Stadium imago maksimal berlangsung selama 47 hari, stadium telur 6
hari, dan stadium nimfa 23 hari. Gejala serangan hama ini berupa bintik coklat pada
kulit batang muda dan daun (Pitojo 2006).
5. Coccinella spp.
Kumbang Coccinella bertubuh besar dan berbentuk oval mendekati bulat. Kepala
tersembunyi di bawah pronotum dan memiliki antena pendek. Serangga dewasa
berwarna cerah, yaitu kuning, orange, atau merah dengan noda-noda hitam, kuning,
atau merah. Serangga dewasa bertelur setelah kawin. Telur berwarna kuning,
diletakkan pada permukaan daun dengan posisi berdiri. Larva berwarna gelap dan ada
yang bebercak kuning. Coccinella memakan mesofil daun, meninggalkan daun
berlubang seperti jendela kecil. Selain menyerang daun, serangga ini juga memakan
tangkai daun (Pitojo 2006).
6. Chrysodeixis chalcites.
Serangga hama ini dikenal dengan ulat jengkal atau green semilooper, termasuk
ordo Lepidoptera, famili Noctuidae dan mempunyai daerah penyebaran di Indonesia.
Telur C. chalcites diletakkan pada daun, berwarna keputihan. Stadium telur 3-4 hari.
Larvanya berwarna hijau dengan stadium larva 14-19 hari. Pupanya di daun dengan
stadium 6-11 hari. Ngengat berwarna coklat tua. Daun yang terserang C. chalcites
akan tampak tinggal epidermis dan tulang daunnya (Harnoto 1981).

Untuk mengatasi permasalahan tanaman yang diakibatkan oleh hama dapat dilakukan
dengan menggunakan musuh alami (pemanfaatan predator, parasitoid, dan patogen). Predator
merupakan salah satu kelompok musuh alami yang sangat penting dalam pengendalian biologi.
Predator dapat memangsa lebih dari satu mangsa dalam menyelesaikan satu siklus hidupnya dan
bersifat polyphagous, sehingga predator dapat melangsungkan hidupnya tanpa tergantung pada
satu mangsa. Oleh karena itu, predator merupakan komponen yang dapat membantu menurunkan
populasi hama (Laba 1999). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Maesyaroh (2016),
terdapat beberapa serangga yang berperan sebagai predator/musuh alami dari hama pada
tanaman wortel yang ditemukan menggunakan metode pitfall trap, yakni sebagai berikut:

1. Entromobidae,
Entromobidae dengan keberadaan dimulai pada saat tanaman berumur 2 MST
dengan jumlah 20 ekor dan mencapai puncak populasi pada saat tanaman berumur 11
MST dengan jumlah 622 ekor
2. Muscidae,
Muscidae awal keberadaan pada saat tanaman berumur 3 MST dengan jumlah 1
ekor dan mencapai puncak populasi pada saat tanaman berumur 5 MST dengan jumlah
8 ekor.
3. Formicidae,
Formicidae awal keberadaan dan puncak populasinya terdapat pada saat tanaman
wortel berumur 2 MST dengan jumlah 39 ekor. Kelompok Formicidae merupakan
kelompok yang sangat umum dan menyebarluas. Kebiasaan- JAGROS Vol.1 No.1
Desember 2016 ISSN 2548-7752 53 kebiasaan makan semut agak beragam. Banyak
yang bersifat karnivor, makan daging hewan-hewan lain (hidup atau mati), beberapa
makan tanaman-tanaman, beberapa makan jamur, dan banyak makan cairan tumbuh-
tumbuhan (Borror dkk., 1992).
Formicidae di perkebunan merupakan musuh alami karena menyerang ulat dan
beberapa macam hama lain (Simanjuntak, 2002).
4. Braconidae,
Braconidae keberadaannya ditemukan pada saat tanaman berumur 3, 5, dan 9 MST
dengan jumlah 1 ekor.
5. Chelisochidae,
Chelisochidae (cecopet) keberadaannya ditemukan pada saat tanaman berumur 6, 7,
dan 9 MST dengan jumlah masing-masing 1 ekor. Cocopet aktif pada malam hari dan
bersembunyi di siang hari dalam celah-celah dan lubang-lubang kecil di bawah kulit
kayu atau serasah. Biasanya memakan bagian tumbuhan yang mati dan busuk, tetapi
beberapa jenis lainnya adalah pemangsa, dan beberapa jenis berasosiasi dengan
mamalia.
6. Carabidae,
Carabidae selama pengamatan hanya ditemukan pada saat tanaman berumur 3 MST
dengan jumlah 1 ekor. Fase imago Carabidae berbentuk pipih, berwarna metalik, dan
memiliki mandibula yang kuat (Kalshoven 1981). Carabidae biasanya hidup dalam
atau dekat tanah, aktif pada malam hari (nokturnal), pada siang hari serangga ini
bersembunyi di bawah daun, di bawah batu ataupun di bawah batang tanaman. Larva
maupun imago Carabidae merupakan musuh dari serangga terutama ulat dan
kepompongnya.
7. Lysocidae.
Lycosidae awal keberadaan dan puncak populasinya pada saat tanaman berumur
2 MST dengan jumlah 11 ekor.

Predator-predator yang dapat ditemukan umumnya dari kelompok Lycosidae dan


Formicidae. Pengamatan langsung dan pitfall trap menghasilkan perbedaan komposisi
arthropoda yang teramati. Pada pengamatan langsung, yang dominan teramati adalah hama
Tagasta marginella, sementara pada pitfall trap adalah serangga lain Collembola.

Daftar Pustaka

Borror, D. J. Triplehorn, C. A., & Johnson, N. F. 1992. Pengenalan Pelajaran Serangga Edisi
Keenam. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Harnoto. 1981. Pengaruh beberapa formulasi insektisida terhadap biologi Plusia chalcites Esper.
Thesis FPS-IPB. 61 p.
Kalshoven, L. G. E. 1981. The Pest of Crops in Indonesia. Revised and Translated by P. A. Van
der Laan with assistance of G.H.L. Rothchilt. P.T. Ikhtiar Baru Van Hoeve, Jakarta.
Laba IW. 1999. Aspek biologi dan potensi beberapa predator hama wereng pada tanaman padi.
Jurnal Litbang Pertanian 18 (2).
Maesyaroh. 2016. KELIMPAHAN SERANGGA YANG BERPOTENSI SEBAGAI HAMA
DAN MUSUH ALAMI PADA AGROEKOSISTEM WORTEL DI CIKAJANG
KABUPATEN GARUT. JAGROS. Vol.1 No.1 Desember 2016 ISSN 2548-7752.
Pitojo S. 2006. Benih Wortel. Jakarta: Kanisius.
Rukmana R. 1995. Bertanam Wortel. Yogyakarta: Kanisius.
Simanjuntak, H. 2002. Musuh Alami Hama dan Penyakit Tanaman Teh. Direktorat Jenderal Bina
Produksi Perkebunan Departemen Pertanian, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai