Anda di halaman 1dari 7

II.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pakcoy

Pakcoy (Brassica rapa L.) adalah tanaman jenis sayur-sayuran yang

termasuk keluarga Brassicaceae. Tumbuhan pakcoy berasal dari China dan telah

dibudidayakan setelah abad ke-5 secara luas di China Selatan dan China Pusat

serta Taiwan. Sayuran ini merupakan introduksi baru di Jepang dan masih

sefamili dengan Chinesse vegetable. Saat ini pakcoy dikembangkan secara luas di

Filipina, Malaysia, Indonesia dan Thailand. Menurut Suhardiyanto dan Purnama,

(2011) taksonomi dari tanaman pakcoy adalah

Kingdom: Plantae

Divisio: Spermatophyta

Kelas: Dicotyledonae

Ordo: Rhoeadales

Famili: Brassicaceae

Genus: Brassica

Spesies: Brassica rapa L.

Yogiandre et al.(2011) menyatakan tanaman pakcoy merupakan salah satu

sayuran penting di Asia, atau khususnya di China. Daun pakcoy bertangkai,

berbentuk oval, berwarna hijau tua dan mengkilat, tidak membentuk kepala,

tumbuh agak tegak atau setengah mendatar. Tersusun dalam spiral rapat, melekat

pada batang yang tertekan. Tangkai daun berwarna putih atau hijau muda, gemuk

dan berdaging. Bunga berwarna kuning pucat. Tinggi tanaman mencapai 15-30

cm. Keragaman morfologis dan periode kematangan cukup besar pada berbagai
varietas. Pakcoy kurang peka terhadap suhu dibanding sawi putih, sehingga

tanaman ini memiliki daya adaptasi lebih tinggi. Pakcoy ditanam dengan

kerapatan tinggi yaitu sekitar 20-25 tanaman/meter². Pakcoy memiliki umur panen

singkat, tetapi kualitas produk dapat dipertahankan selama 10 hari pada suhu 0 ºC

dan RH 95% (Yogiandre et al., 2011).

Budidaya pakcoy, sebaiknya dipilih daerah yang memiliki suhu 15-30 ˚C

dan memiliki curah hujan lebih dari 200 mm/bulan, sehingga tanaman ini cukup

tahan untuk dibudidayakan di dataran rendah. Tahapan budidaya pakcoy didataran

rendah dan dataran tinggi juga tidak terlalu berbeda yaitu meliputi penyiapan

benih, pengolahan lahan, teknik penanaman, penyediaan pupuk dan proses

pemeliharaan tanaman (Sukmawati, 2012).

Menurut Perwitasari et al.(2012) kandungan betakaroten pada pakcoy dapat

mencegah penyakit katarak. Selain mengandung betakaroten yang tinggi, pakcoy

juga mengandung banyak gizi diantaranya protein, lemak nabati, karbohidrat,

serat, Ca, Mg, sodium, vitamin A, dan Vitamin C.

Pakcoy (Brassica sinensis L.) merupakan tanaman sayuran berumur pendek

(+ 45 hari), termasuk dalam famili Brassicaceae. Pakcoy jarang dimakan mentah,

umumnya digunakan untuk bahan sup atau sebagai hiasan (garnish). Bisa ditanam

di dataran rendah dan dataran tinggi, tetapi yang baik di dataran tinggi, cukup

sinar matahari, aerasi sempurna (tidak tergenang air) dan pH tanah 5,5-6. (Edie

dan Bobihoe, 2010).


B. Hama Tanaman Pakcoy

Menurut Direktorat Budidaya Tanaman Sayuran & Biofarmaka (2008),

pengendalian OPT dilakukan agar tidak terjadi kerusakan pada bagian

tananaman, sehingga masih menguntungkan secara ekonomis dan untuk

menghindari kerugian ekonomi berupa kehilangan hasil (kuantitas) dan

penurunan mutu (kualitas) produk serta menjaga kesehatan tanaman dan

kelestarian lingkungan hidup dan aman konsumsi. Pelaksanaan kegiatan

pengendalian OPT, harus diawali dengan pengenalan jenis hama dan penyakit

yang ada pada tanaman sawi, sehingga pada saat pelaksanaan pengendalian

OPT dapat dilakukan dengan tepat. Menurut Haryanto dan Suhartini (2002),

berikut ini adalah jenis hama dan penyakit yang menyerang tanaman pakcoy :

1. Ulat titik tumbuh (Crocidolomia binotalis Zell.)

Gejala seperti daun bagian dalam yang terlindungi oleh daun bagian

luar rusak dan kelihatan bekas gigitan. Penyebab kerusakan tersebut

adalah ulat titik tumbuh atau Crocidolomia binotalis Zell. Ulat ini

berwarna hijau. Dipunggungnya terdapat garis berwarna hijau muda dan

rambut yang berwarna hitam. Seranggan dewasa menghasilkan telur yang

jumlahnya 30-80 butir tiap kelompok. Telur ini akan menetas dalam

jangka waktu 1-2 minggu dan setiap hari jumlah telurnya akan bertambah.

Setelah menetas ulat akan melalap habis daun yang berada disekitarnya.

2. Ulat tritip (Plutella maculipennis)

Gejala akibat penyerangan ulat tririp daun tampak seperti bercak-

bercak tersebut adalah kulit ari daun yang tersisa setelah dagingnya
dimakan hama. Selanjutnya daun menjadi berlubang karena kulit ari daun

tersebut sobek. Serangan berat menyebabkan seluruh daging daun habis

termakan sehingga yang tertinggal hanyalah tulang-tulang daunnya.

Penyebab kerusakan tersebut adalah plutella maculipennis atau ulat tritip.

Ulat yang baru menetas warnanya hijau muda. Setelah dewasa warna

kepalanya menjadi lebih pucat dan terdapat bintik cokelat. Seranggan

dewasa menghasilkan telur secara berkelompok, tetapi hanya terdapat 2-3

butir setiap kelompok.

3. Siput (Agriolimax sp.)

Gejala pada tanaman sawi akibat siput adalah daunnya banyak

berlubang tetapi tidak merata. Sering pula dijumpai jalur-jalur bekas lendir

pada tanaman atau disekitarnya. Penyebab gejala tersebut adalah siput

Agriolimax sp. Hewan bercangkakng cokelat dengan tubuh lunak ini

bergerak amat lambat. Siput umurnya menyerang pada malam hari.

4. Ulat (Thepa javanica)

Gejalanya yaitu daun banyak berlubang dengan jarak antara lubang

sangat dekat dan menggerombol. Penyebab dari gejala tersebut adalah ulat

Thepa javanica.

5. Cacing bulu (Cut worn)

Gejala yang ditimbulkan adalah bagian pangkal batang sawi yang

terserang menjadi rapuh, lama-kelamaan tanaman menjadi roboh.

Penyebabnya adalah cacing bulu Cut worn yang menghuni tanah serta

menggerogoti pangkal batang.


C. Pestisida Nabati Ekstrak Mengkudu

Pestisida nabati merupakan pestisida yang dapat menjadi alternatif untuk

mengurangi penggunaan pestisida sintetis. Pestisida nabati adalah pestisida yang

bahan aktifnya berasal dari tanaman atau tumbuhan dan bahan organik lainnya

yang berkhasiat mengendalikan serangan hama pada tanaman. Salah satu tanaman

yang yang juga bisa digunakan sebagai pestisida nabati adalah tanaman

mengkudu.

Tanaman mengkudu diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledone

Anak kelas : Sympetalae

Bangsa : Rubiales

Suku : Rubiaceae

Genus : Morinda

Spesies : Morinda citrifolia

Rukmana (2002) memaparkan bahwa mengkudu termasuk jenis tanaman

yang umumnya memiliki batang pendek dan banyak cabang dengan ketinggian

pohon sekitar 3-8 m di atas permukaan tanah serta tumbuh secara liar di hutan-

hutan, tegalan, pinggiran sungai, dan pekarangan. Mengkudu dapat tumbuh di

berbagai tipe lahan dan iklim pada ketinggian tempat dataran rendah sampai 1.500
m diatas permukaan laut dengan curah hujan 1500– 3500 mm/tahun, pH tanah 5-

7, suhu 22-30 ᵒC dan kelembaban 50-70% (Rukmana 2002).

Buah mengkudu memiliki bentuk bulat sampai lonjong, panjang 10 cm,

berwarna kehijauan tetapi menjelang masak menjadi putih kekuningan. Daun

tersusun berhadapan dan bertangkai pendek. Daunnya tebal, lebar dan mengkilap.

Bentuk daun lonjong menyempit kearah pangkal (Ribka dan Dewi 2011). Daun

mengkudu merupakan daun tunggal berwarna hijau kekuningan, bersilang

hadapan, ujung meruncing dan bertepi rata dengan ukuran panjang 10- 40 cm dan

lebar 15-17 cm. Bunga mengkudu berwarna putih, berbau harum dan mempunyai

mahkota berbentuk terompet (Bangun et al. 2002).

Sejak kulit akarnya yang digunakan sebagai pewarna untuk menyamak

kain, daun muda/pucuk batang untuk sayuran dan obat, dan terutama buah tuanya

yang sudah masak sebagai bahan baku pembuatan jus/sri buah, dengan manfaat

obat yang sangat luas dan mujarab. Serangkaian penelitian yang dilakukan oleh

banyak laboratorium dan lembaga perguruan tinggi terkenal di Amerika Serikat,

membuktikan keampuhan komponen berkhasiat yang terdapat didalam buah yang

mengkudu masak. (Anonim, 2007).

Salah satu kandungan mengkudu adalah antrakuinon dan scolopetin yang

aktif sebagai anti mikroba, terutama bakteri dan jamur. Senyawa antrakuinon

dapat melawan bakteri Staphylococcus, Bacillus subtilis dan E. coli. Senyawa

scolopetin sangat efektiv sebagai unsure anti peradangan dan anti alergi (Bangun

ddan Sarwono, 2002).


Dari beberapa penelitian, ekstrak mengkudu dapat mempengaruhi

mortalitas hama serangga. Pada penelitian Sardes (2007), ekstrak mengkudu

mempengaruhi persentase mortalitas larva. Persentase mortalitas larva Plutella

xylostella yang tertinggi yaitu 70,00 %, pada perlakuan ekstrak daun mengkudu

400 g/liter air. Jika persentase mortalitas hama tinggi maka jumlah pupa dan

jumlah imago yang terbentuk akan rendah. Ekstrak daun mengkudu (Morinda

citrifolia) aktif sebagai biopestisida terhadap lalat baah Bactrocera dorsalis.

Ada beberapa jenis serangga yang dapat dibasmi dengan pestisida alami dari

ekstrak buah mengkudu, antara lain: semut merah, belalang, ulat daun, kutu putih,

dan berbagai serangga yang menyerang tanaman. Pestisida ini juga dapat

dimanfaatkan untuk membasmi hama ulat sawi (Plutella xylostella L). Kematian

ulat sawi setelah disemprot ekstrak mengkudu mencapai 90-100% (Hasnah dan

Nasril 2009).

Mengkudu mengandung minyak atsiri, alkaloid, saponin, flavonoid,

polifenol dan antrakuinon. Kandungan lainnya adalah terpenoid, asam askorbat,

scolopetin, serotonin, damnacanthal, resin, glikosida, eugenol dan proxeronin

(Bangun & Sarwono, 2005)

D. Hipotesis

Diduga perlakuan pestisida nabati ekstrak buah mengkudu dengan

konsentrasi 50% paling baik dalam mengendalikan hama utama pada tanaman

pakcoy serta mampu memberi pengaruh terbaik pada pertumbuhan dan hasil

tanaman pakcoy.

Anda mungkin juga menyukai