Anda di halaman 1dari 223

ORTHOPTERA

Oleh :

PUPUT TIFANI
1904300105
AGRIBISNIS 3

PRAKTIKUM DASAR PERLINDUNGAN TANAMAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA
MEDAN
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan

rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas yang berjudul

“Laporan Praktikum OPT Ordo Orthoptera” ini tepat pada waktunya.

Saya mengucapkan banyak terima kasih kepada

1. Ibu Ir Efrida Lubis, M.P selaku dosen penanggung jawab praktikum dasar

perlindungan tanaman.

2. Ibu Rini Susanti S.P., M.P. selaku dosen praktikum dasar perlindungan

tanaman.

3. Abangda Riki Candra S.P selaku asisten dosen praktikum dasar

perlindungan tanaman.

Saya menyadari, tugas yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna.

Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun di butuhkan demi

kesempurnaan laporan ini.

Subulussalam, 12 November 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................. i

DAFTAR ISI ............................................................................................. ii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................ iii

PENDAHULUAN .................................................................................... 1

Latar Belakang ............................................................................ 1

Tujuan Praktikum........................................................................ 2

Kegunaan Praktikum ................................................................... 2

TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 3

Ordo Orthoptera .......................................................................... 3

Belalang Kumbara (Locusta migratoria) .................................... 3

Klasifikasi dan biologi ....................................................... 3

Siklus hidup ....................................................................... 4

Gejala serangan ................................................................. 4

Cara pengendalian ............................................................. 5

Jangkrik (Gryllus mitratus) ......................................................... 6

Klasifikasi dan biologi ....................................................... 6

Siklus hidup ....................................................................... 6

Gejala serangan ................................................................. 7

Cara pengendalian ............................................................. 7

Orong-Orong (Grillotalpa africana)........................................... 8

Klasifikasi dan biologi ....................................................... 8

Siklus hidup ....................................................................... 9

Gejala serangan ................................................................. 9

Cara pengendalian ............................................................. 9

ii
PELAKSANAAN PRAKTIKUM ............................................................ 11

Tempat dan Waktu ...................................................................... 11

Bahan dan Alat ............................................................................ 11

Cara Kerja ................................................................................... 11

HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................. 12

Hasil ........................................................................................... 12

Pembahasan................................................................................. 12

KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 15

Kesimpulan ................................................................................. 15

Saran ........................................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 16

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 belalang kembara (Locusta migratoria) ................................ 3

Gambar 1.2 Jangkrik (Gryllus mitratus) ................................................... 6

Gambar 1.3 Orong orong (Gryllotalpa africana) ..................................... 8

iv
PENDAHULUAN

Serangga merupakan golongan hewan yang paling dominan hidup di

muka bumi sekarang ini, dalam jumlah mereka yang melebihi hewan daratan

lainnya dan praktis mereka terdapat di mana-mana. ciri khusus serangga

adalah dibaginya tubuh menjadi tiga daerah yaitu, kepala, dada (thorax)

dan perut (abdomen). Kepala mempunyai sepasang antena, dada

mempunyai tiga pasang kaki dan sepasang sayap. Serangga memiliki jumlah

terbesar dari seluruh spesies yang ada di bumi ini, mempunyai berbagai

macam peranan dan keberadaanya ada di mana-mana, sehingga menjadikan

serangga sangat penting di ekosistem dan kehidupan manusia

(Falahudin dkk., 2015).

Serangga hama dapat menyerang pada seluruh fase pertumbuhan, baik

vegetatif maupun generatif (Sari dkk., 2018).

Serangga merupakan salah satu kekayaan hayati yang dimiliki Indonesia.

Insekta atau serangga merupakan spesies hewan yang jumlahnya paling dominan

diantara hewan dalam filum arthropoda. Insekta memiliki lebih banyak spesies

dari pada gabungan semua organisme hewan lainnya (Rozalli dkk., 2017).

Diantara sekian banyak anggota Insecta, terdapat 1 ordo yang memiliki

sebaran paling luas, yaitu Orthoptera. Ortoptera memiliki pola persebaran secara

ekolog. Ciri khusus Orthoptera adalah memiliki bentuk sayap yang lurus, mulut

tipe penggigit, dan mengalami metamorfosis tidak sempurna (astuti dan ruslan,

2019).

1
Tujuan Praktikum

Agar mengetahui cara pengendalian yang paling efektif dari jenis hama tersebut.

Kegunaan Praktikum

1. Sebagai syarat dalam mengikuti mata kuliah praktikum dasar perlindungan

tanaman

2. Sebagai sarana pembelajaran mengenai cara perlindungan tanaman dan

mengenali jenis jenis hama, penyakit dan gulma yang dapat menyerang

tanaman.

2
TINJAUAN PUSTAKA

Ordo orthoptera

Ordo Orthoptera merupakan salah satu anggota dari kelompok serangga

(kelas Insekta). Kata Orthoptera berasal dari bahasa Yunani, yaitu Ortho (lurus)

dan ptera (sayap). Serangga yang termasuk ordo orthoptera yaitu belalang,

jangkrik, dan orong orong. Serangga ordo orthoptera memiliki ciri sayap bagian

depan lurus, lebih tebal dan kaku, sedangkan sayap bagian belakang tipis seperti

selaput. Pada umumnya dari mereka adalah tumbuh tumbuhan, dan beberapa

lainnya adalah hama hama yang penting bagi tanaman. Orthoptera dapat hidup

diberbagai tipe ekosistem, seperti hutan, semak, lingkungan perumahan, dan lahan

pertanian (Mita, 2015).

Belalang kembara (Locusta migratoria)

Klasifikasi dan biologi

Gambar 1.1 belalang kembara (Locusta migratoria)

Klasifikasi belalang kembara (Locusta migratoria):

Kelas : Insekta

Ordo : Orthoptera

3
Famili : Acrididae

Genus : Locusta

Spesies : Locusta migratoria

Serangga ini memiliki antenna yang hampir selalu lebih pendek dari

tubuhnya dan juga memiliki ovipositor pendek. Suara yang ditimbulkan

beberapa belalang biasanya dihasilkan dengan menggosokkan femur

belakangnya terhadap sayap depan atau karena kepakan sayapnya sewaktu

terbang. Femur belakangnya umumnya panjang dan kuat yang cocok untuk

melompat. Serangga ini umumnya bersayap, walaupun sayapnya kadang tidak

dapat dipergunakan untuk terbang. Belalang betina umumnya berukuran lebih

besar dari belalang jantan (Pratiwi dkk., 2012).

Siklus Hidup

Siklus hidupnya meliputi: telur- nimfa kecil- nimfa besarimago (belalang

besar). Belalang berukuran besar dan hidup di semak-semak dan pepohonan.

Belalang kayu, baik yang masih muda (nimfa) maupun yang sudah dewasa

memakan daun-daun tanaman jagung sehingga mengurangi luas permukaan daun.

Belalang dewasa biasanya memakan bagian tepi daun (margi folii) sementara

nimfanya memakan di antara tulang-tulang daun sehingga menimbulkan lubang-

lubang pada daun (Putri dkk., 2019).

Gejala serangan

Belalang biasanya meninggalkan sobekan besar pada daun yang

dimulai dari tepi. Sobekan tersebut disebabkan oleh alat mulut dari belalang

4
yang berupa mandibulata. Gejala kerusakan yang ditimbulkan oleh alat mulut

ini antara lain sobekan pada daun (Ratnawinda, 2018).

Cara pengendalian

Untuk mendukung pengendalian hama yang berwawasan lingkungan

maka perlu dilakukannya pengendalian secara ramah lingkungan.) Salah satu

alternatif teknik untuk mengendalikan secara ramah lingkungan yaitu

pengendalian hayati yang lebih fokus menggunakan musuh alami hama, atau

agen pengendali hayati. Pengendalian hayati dapat menggunakan predator,

patogen, parasitoid maupun kompetitor yang dapat menekan populasi hama agar

menurunkan tingkat kerusakan bila dibandingkan jika musuh alami tidak ada

(Ramli dan kusnara, 2019).

Terjadinya eksplosi hama belalang kembara dapat diprediksi apabila

proporsi populasi belalang kembara yang diterok dari suatu wilayah telah

melewati ambang batasnya. Apabila hal ini sudah diketahui maka tindakan

preventif dapat segera dilakukan melalui tindakan pengendalian pada wilayah-

wilayah yang diketahui merupakan sentra populasi belalang kembara. Dengan

membunuh titik-titik sentra populasi ini maka kemungkinan terjadinya eksplosi

dan penyebaran hama ke wilayah yang lebih luas dapat dicegah secara efektif

(Sudarsono, 2003).

5
Jangkrik (Gryllus mitratus)

Klasifikasi dan biologi

Gambar 1.2 Jangkrik (Gryllus mitratus)

Klasifikasi jangkrik:

Kingdom : Animalia

Kelas : Insecta

Ordo : Orthoptera

Famili : Gryllidae

Genus : Gryllus

Spesies : Gryllus mitratus

Jangkrik sebagai salah satu anggota dari insekta merupakan hewan

serangga dari ordo orthoptera. Secara morfologi jangkrik memiliki ukuran tubuh

kecil sampai besar dan memiliki hubungan kekerabatan dekat dengan belalang.

Spesies jangkrik yang telah ditemukan berjumlah sekitar 900 jenis, sedangkan di

Indonesia terdapat 123 jenis jangkrik (Nugroho dkk., 2020).

Siklus hidup

Jangkrik tergolong serangga yang dalam kehidupannya mengalami

metamorfosis tidak sempurna. Kehidupannya dimulai dari fase telur, kemudian

6
menetas menjadi nimfa (serangga muda), melewati beberapa kali stadium instar

terlebih dahulu sebelum menjadi imago (serangga dewasa) yang ditandai dengan

terbentuknya dua pasang sayap (Widiyaningrum, 2009).

Gejala serangan

Jangkrik menyerang tanaman cabai pada fase pindah tanam hingga

tanaman cabai berumur 3 minggu. Jangkrik merusak dengan cara menggigit dan

memakan batang muda sehingga berpengaruh pada nilai ekonomi tanaman (Nisa,

2020).

Cara pengendalian

Pada umumnya pengendalian jangkrik dilakukan dengan

menyemprotkan insektisida sintetis. Penggunaan insektisida sintetis ini dapat

berdampak negatif pada lingkungan maupun organisme lain. Maka perlu

adanya alternatif pengendalian yang ramah lingkungan, salah satunya dengan

jamur yang bersifat pathogen terhadap serangga yaitu B. bassiana (Ardiyati,

2015).

Untuk mengendalikan hama serangga ini ada dua pilihan cara yang bisa

dilakukan yaitu dengan menggunakan pestisida kimia dan pengendalian hama

secara alami. Cara kimia yaitu dengan penggunaan pestisida kimiawi untuk

mematikan serangga telah banyak dilakukan manusia dan hasilnya dapat diketahui

dalam waktu yang singkat, tetapi penggunaan pestisida akan memberikan efek

terhadap serangga dan organisme lain serta lingkungan sekitarnya. Cara

pengendalian serangga yang lebih baik dari penggunaan pestisida kimiawi adalah

pengendalian dengan menggunakan pengendalian hama secara alami. Pengunaan

7
pestisida alami atau pengendalian secara hayati yaitu dengan memanfatkan musuh

alami dari serangga terebut (Ichbal dkk., 2018).

Orong-Orong (Grillotalpa africana)

Klasifikasi dan biologi

Gambar 1.3 Orong orong (Gryllotalpa africana)

Kingdom : Animalia

Filum : Arthropoda

Kelas : Insekta

Ordo : Orthoptera

Famili : Grillotalpidae

Genus : Gryllotalpa

Spesies : Gryllotalpa

Keberadaan orong-orong sangat dipengaruhi oleh kandungan bahan

organik di dalam tanah karena bahan organik tersebut bisa menjadi makanan

8
orong-orong selain akar tanaman (rerumputan) bahkan binatang-binatang yang

berukuran kecil yang berada di dalam tanah. Selain itu, keberadaan orong-orong

juga sangat dipengaruhi oleh kandungan (keberadaan) air di dalam tanah (Solikhin

dan Purnomo, 2020).

Siklus hidup

Telur anjing tanah/orong-orong diletakkan dalam lubang tanah yang dalam

secara berkelompok, terdiri dari 30-50 butir telur/kelompok telur. Stadium telur

berlangsung 7-21 hari. Nimfa anjing tanah/Orong-orong instar 1 dan 2 hidup

bersama induknya, instar berikutnya hidup sendiri-sendiri. Stadium nimfa

berlangsung 3 – 5 bulan (Lopez dan Djaelani, 2020).

Gejala serangan

Gejala serangan ditandai dengan layunya tanaman, karena akar tanaman

rusak (Moekasan dkk., 2005).

Cara pengendalian

Cara pengendalian orong-orong (Saleh dkk., 2017):

1. Perataan tanah agar air tergenang merata;

2. Penggenangan sawah 3-4 hari dapat membantu membunuh telur orong-

orong di tanah;

3. Penggunaan umpan (sekam dicampur insektisida);

4. Penggunaan insektisida (bila diperlukan) yang berbahan aktif karbofuran

atau fipronil.

9
Cara pengendalian orong orong (Istana Tanaman, 2020).

1. Pengendalian secara mekanis bisa dilakukan dengan cara menangkap

hama orong-orong secara langsung dan kemudian membunuhnya.

2. Pengendalian hama orong-orong secara alami dengan menggunakan

pestisida nabati. Bahan-bahan yang digunakan adalah kulit jengkol, akar

tuba, tembakau, atau jenu.

10
PELAKSANAAN PRAKTIKUM

Tempat dan waktu

Pelaksanaan praktikum dasar perlindungan tanaman tentang ordo

orthoptera dilaksanakan pada hari selasa tanggal 10 November 2020. Praktikum di

langsungkan melalui media zoom meeting dirumah masing masing.

Bahan dan alat

Bahan yang digunakan yaitu belalang kembara (Locusta migratoria),

jangkrik (Gryllus sp), dan anjing tanah/orong orong (Gryllotalpa sp).

Cara kerja

Para praktikan mempersiapkan bahan yang telah ditetapkan oleh dosen

penanggung jawab. Dosen akan menjelaskan tentang hama ordo orthoptera dan

hewan yang telah disiapkan. Para praktikan dapat memahami dan

menyesuaikannya dengan hewan yang telah disiapkan.

11
HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Dari penjelasan dosen dan asisten dosen mengenai hama dari ordo

orthoptera ini bahwa Orthoptera berasal dari kata ortos yang berarti lurus dan

ptera yang berarti sayap, jadi orthoptera adalah serangga yang yang memiliki

sayap yang lurus. Orthoptera mempunyai metamorfosis sederhana

(paurometabola) dengan perkembangan melalui tiga stadia yaitu telur-nimfa-

dewasa (imago). Tipe alat mulut ordo ini adalah mengigit dan mengunyah.

Belalang menjadi hama pada tanaman karena ia memakan daun sehingga

membuatnya berlubang lubang, hal ini dapat menghambat proses fotosintesis.

Sedangkan jangkrik dan orong orong menyerang bagian akar tanaman sehingga

dapat merusak jaringan didalamnya.

Cara pengendalian hama ini dapat menggunakan 3 cara yaitu dengan cara

teknis (perangkap), biologis (mencari predator dari hama tersebut), dan kimia

(insectisida/racun).

Pembahasan

Belalang merupakan hama yang menjadi salah satu penyebab kerusakan pada

tanaman padi. Belalang merupakan serangga yang berperan sebagai hama yang

termasuk ke dalam ordo Orthoptera. Belalang memiliki ciri tipe alat mulut

penggigit pengunyah dan memiliki sayap 2 pasang dengan bagian depan mengeras

dan bagian sayap belakang memiliki struktur membranus. Tipe mulut penggigit

pengunyah pada serangga belalang menyebabkan tanaman yang terkena

12
serangannya memiliki gejala daun tanaman habis dimakan. Gejala yang lebih

serius pada tanaman yaitu dapat menghabiskan seluruh daun tanaman sehingga

menyebabkan proses fotosintesis pada tanaman menjadi terganggu, dan jika

kejadian tersebut berlangsung secara terus-menerus dapat menyebabkan

penurunan hasil produksi bahkan kematian pada tanaman sehingga menimbulkan

kerugian (Patty, 2012).

Tubuh belalang terdiri dari 3 bagian utama, yaitu kepala, dada (thorax) dan

perut (abdomen). Belalang juga memiliki 6 enam kaki bersendi, 2 pasang sayap,

dan 2 antena. Kaki belakang yang panjang digunakan untuk melompat sedangkan

kaki depan yang pendek digunakan untuk berjalan. Meskipun tidak memiliki

telinga, belalang dapat mendengar. Alat pendengar pada belalang disebut dengan

tympanum dan terletak pada abdomen dekat sayap. Tympanum berbentuk

menyerupai disk bulat besar yang terdiri dari beberapa prosesor dan saraf yang

digunakan untuk memantau getaran di udara, secara fungsional mirip dengan

gendang telinga manusia. Belalang bernafas dengan trakea. Belalang ini

meletakkan telurnya dalam bentuk paket telur di dalam tanah. Telur dapat tidak

menetas selama musim kemarau, dan menetas setelah turun hujan. Stadia telur

pada tanah yang lembab menetas 4-5 minggu, stadia nimfa antara 50-80 hari, dan

belalang dewasa dapat hidup selama 4 bulan.

Jangkrik (Gryllus mitratus) memiliki ciri-ciri umum yaitu, badan dan

anggota badan terdiri atas segmen-segmen (beruas-ruas). Badan terdiri atas kepala

(chephalus), bagian dada (thorax), dan badan belakang/perut (abdomen). Jangkrik

betina mempunyai siklus hidup ± 3 bulan, sedangkan jangkrik jantan kurang dari

3 bulan. Kerusakan tanaman yang diakibatkan oleh belalang banyak terjadi pada

13
bagian daun. Cara pengendaliannya dapat menggunakan pestisida atau pun

menggunakan penggendalian hama secara alami.

Anjing tanah/orong orong (Gryllotalpa) merupakan hewan omnivora.

Orong-orong mempunyai sepasang tungkai depan yang memiliki fungsi untuk

dapat menggali tanah dan berenang dalam air. Dengan sepasang tungkai yang

memiliki bentuk seperti cangkul ini maka hewan orong-orong sudah mampu

untuk menggali terowongan di bagian bawah permukaan tanah. Orong orong

menyerang tanaman pada bagian akar.

14
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Kata Orthoptera berasal dari bahasa Yunani, yaitu Ortho (lurus) dan ptera

(sayap).

2. Ordo orthoptera mengalami metamorfosis tidak sempurna (telur-nimfa-

imago), dan tipe mulut menggigit mengunyah.

3. Tipe mulut penggigit pengunyah pada serangga belalang menyebabkan

tanaman yang terkena serangannya memiliki gejala daun tanaman habis

dimakan.

4. Gejala serangan jangkrik ditandai terpotongnya tanaman pada pangkal

batang.

5. Orong orong menyerang tanaman pada bagian akar.

6. Pengendalian hama ordo orthoptera dapat dilakukan secara mekanis,

kimiawi, biologi, kultur teknis, dan insektisida nabati.

Saran

Saran saya apa bila ingin melakukan pengendalian pada hama ini, untuk

tidak menggunakan bahan bahan kimia karena dapat memberikan dampak negatif

pada hama dan juga lingkungan.

15
DAFTAR ISI

Falahudin, I. (2015). Diversitas serangga ordo Orthoptera pada lahan gambut di

Kecamatan Lalan Kabupaten Musi Banyuasin. Bioilmi: Jurnal

Pendidikan, 1(1).

Astuti, D. S., & Ruslan, R. (2019). ANALISIS TINGKAT KEMIRIPAN

ORTHOPTERA MENGGUNAKAN INDEKS SORENSEN DAN

DENDOGRAM DI HUTAN BROMO KARANGANYAR JAWA

TENGAH, INDONESIA. Bioeksperimen: Jurnal Penelitian Biologi, 5(1),

39-47.

Rozali, A., Yolanda, R., & Purnama, A. A. (2017). JENIS-JENIS BELALANG

(Orthoptera: Ensifera) DI AREAL KAMPUS UNIVERSITAS PASIR

PENGARAIAN KECAMATAN RAMBAH HILIR KABUPATEN

ROKAN HULU. Jurnal Ilmiah Mahasiswa FKIP Prodi Biologi, 3(1).

Sari, I. G. P. D. P., Suartini, N. M., & Muksin, I. K. (2018). INVENTARISASI

JENIS-JENIS SERANGGA ORDO ORTHOPTERA PADA TANAMAN

JAGUNG DI DESA KESIMAN-DENPASAR. SIMBIOSIS, 6(1): 30-34.

Mita, D. P. (2015). INVENTARISASI ORDO ORTHOPTERA DI KAWASAN

TAMAN NASIONAL ALAS PURWO (TNAP) BANYUWANGI JAWA

TIMUR. Skripsi. Universitas Jember.

Pratiwi, T., Karmanah, K., & Gusmarianti, R. (2017). INVENTARISASI HAMA

DAN PENYAKIT TANAMAN JATI UNGGUL NUSANTARA DI

16
KEBUN PERCOBAAN COGREK BOGOR. Jurnal Sains Natural, 2(2),

123-133.

Putri, R. A., Novida, S., Hidayah, B. N., & Astuti, S. P. (2019). IDENTIFIKASI

SPESIES SERANGGA HAMA PADA TANAMAN JAGUNG

HIBRIDA. BioWallacea Jurnal Ilmiah Ilmu Biologi, 5(1), 18-22.

Ratnawinda, D. (2018). KERAGAMAN SERANGGA DAN JENIS PENYAKIT

PADA LAHAN TANAMAN BUNCIS (Phaseolus vulgaris L.) DENGAN

SISTEM PERTANIAN KONVENSIONAL.

Kusnara, S. T. R. (2019). PENAMBAHAN TEPUNG SERANGGA PADA

MEDIA PERBANYAKAN Metarhizium sp. UNTUK MENINGKATKAN

VIRULENSINYA TERHADAP HAMA BELALANG PADI

PANDANWANGI. AGROSCIENCE (AGSCI), 9(2), 178-188.

Sudarsono, H. (2003). Hama belalang kembara (Locusta migratoria Manilensis

Meyen): fakta dan analisis awal ledakan populasi di Provinsi

Lampung. Jurnal Hama dan Penyakit Tumbuhan Tropika, 3(2), 51-56.

Nugroho, A. A., Sabilla, N. H. S., Setyaningrum, D., Prastin, F. P., & Dani, T. R.

(2020). STUDI POLA INTERAKSI PERILAKU JANGKRIK (Gryllus

bimaculatus) JANTAN DAN BETINA. Florea: Jurnal Biologi dan

Pembelajarannya, 7(1), 41-47.

Widiyaningrum, P. (2009). PERTUMBUHAN TIGA SPESIES JANGKRIK

LOKAL YANG DIBudidaya KAN PADA PADAT PENEBARAN DAN

JENIS PAKAN BERBEDA. Berkala Penelitian Hayati, 14(2), 173-177.

17
Nisa, I. C. (2020). Komparasi Efektifitas Ekstrak Bawang Putih Dan Umbi

Gadung Dalam Mengatasi Hama Jangkrik Pada Tanaman

Cabai. Agroland: Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian, 27(2), 204-213.

Ardiyati, A. T., Mudjiono, G., & Himawan, T. (2016). Uji patogenisitas jamur

entomopatogen Beauveria bassiana (Balsamo) Vuillemin pada jangkrik

(Gryllus sp.)(Orthoptera: Gryllidae). Jurnal Hama dan Penyakit

Tumbuhan, 3(3), pp-43.

Ichbal, P., Citrawathi, D. M., & Dewi, N. S. R. (2019). NILAI PALATABILITAS

SERANGGA HAMA BAGI KODOK BUDUK (Bufo melanostictus)

SERTA POTENSINYA DALAM MENGENDALIKAN HAMA

SERANGGA. Jurnal Pendidikan Biologi undiksha, 5(3), 146-155.

Solikhin, S., & Purnomo, P. (2020). POPULASI ORONG-ORONG

(GRYLLOTALPA SPP.) DAN KERUSAKAN TANAMAN PADI

MUSIM TANAM GADU DI PUNGGUR, LAMPUNG TENGAH. Jurnal

Agrotek Tropika, 8(2), 401-407.

Da-Lopez, Y., & Djaelani, A. K. (2020). orong orong atau anjing tanah. Diakses
melalui https://mplk.politanikoe.ac.id/index.php/program-studi/28-
manajemen-pertanian-lahan-kering/informasi-materi-kuliah-praktek1/127-
orong-orong-atau-anjing-tanah. Pada 22 November 2020.

Moekasan, T. K., Prabaningrum, L., & Ratnawati, M. L. (2005). Penerapan PHT


pada sistem tanam tumpang gilir bawang merah dan cabai. Balai
Penelitian Tanaman Sayuran, Lembang, 43.

Saleh, Y. Himawan, B. A. Winda, Z. 2017. Teknologi Budidaya Pengelolaan


Tanaman Terpadu (PTT) Padi Gogo Di Pulau Morotai. 1-40.

Istana taman. 2020. Upaya Mengendalikan Hama ORONG-ORONG & Cara

Membuat Pestisida Nabati Untuk Hama Orong-orong. Diakses melalui

18
https://www.istanatanaman.com/upaya-mengendalikan-hama-orong-

orong/. Pada tanggal 14 November 2020.

19
LEPIDOPTERA

Oleh :

PUPUT TIFANI
1904300105
AGRIBISNIS 3

PRAKTIKUM DASAR PERLINDUNGAN TANAMAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA
MEDAN
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan

rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas yang berjudul

“Laporan Praktikum OPT Ordo Lepidoptera” ini tepat pada waktunya.

Saya mengucapkan banyak terima kasih kepada

4. Ibu Ir Efrida Lubis, M.P selaku dosen penanggung jawab praktikum dasar

perlindungan tanaman.

5. Ibu Rini Susanti S.P., M.P. selaku dosen praktikum dasar perlindungan

tanaman.

6. Abangda Riki Candra S.P selaku asisten dosen praktikum dasar

perlindungan tanaman.

Saya menyadari, tugas yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna.

Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun di butuhkan demi

kesempurnaan laporan ini.

Subulussalam, 01 Desember 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

Judul Halaman

COVER

KATA PENGANTAR .............................................................................. i

DAFTAR ISI ............................................................................................. ii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................ iii

PENDAHULUAN .................................................................................... 1

Latar Belakang ............................................................................ 1

Tujuan Praktikum........................................................................ 2

Kegunaan Praktikum ................................................................... 2

TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 3

Ordo Lepidoptera ........................................................................ 3

Ulat grayak (Spodopteralitura) ................................................... 3

Klasifikasi dan biologi ....................................................... 3

Siklus hidup ....................................................................... 4

Gejala serangan ................................................................. 5

Cara pengendalian ............................................................. 5

Ngengat (Heterocera) ................................................................. 6

Klasifikasi dan biologi ....................................................... 6

Siklus hidup ....................................................................... 7

Gejala serangan ................................................................. 7

Cara pengendalian ............................................................. 7

Ulat penggulung daun pisang (Erionota thrax) .......................... 9

Klasifikasi dan biologi ....................................................... 9

Siklus hidup ....................................................................... 10

Gejala serangan ................................................................. 10

ii
Cara pengendalian ............................................................. 10

PELAKSANAAN PRAKTIKUM ............................................................ 12

Tempat dan Waktu ...................................................................... 12

Bahan dan Alat ............................................................................ 12

Cara Kerja ................................................................................... 12

HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................. 13

Hasil ........................................................................................... 13

Pembahasan................................................................................. 13

KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 16

Kesimpulan ................................................................................. 16

Saran ........................................................................................... 17

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 18

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 ulat grayak (Spodopteralitura) .............................................. 3

Gambar 1.2 ngengat (Heterocera) ............................................................ 6

Gambar 1.3 ulat penggulung daun pisang (Erionota thrax) ..................... 9

iv
PENDAHULUAN

Latar belakang

Peranan serangga sangat penting bagi ekosistem, peranan tersebut dapat

menguntungkan atau merugikan. Peran menguntungkan diantaranya sebagai

polinator, dekomposer, berperan sebagai musuh alami serangga lain. Peran

serangga yang merugikan dapat menyebabkan kerusakan pada tanaman seperti

daun, batang dan buah. Serangga yang menimbulkan kerusakan pada tanaman dan

menyebabkan kerugian dikategorikan sebagai hama (Mokodompit dkk., 2018).

Serangga merupakan kelompok hewan yang dominan di muka bumi

dengan jumlah spesies hampir 80 persen dari jumlah total hewan di bumi. Dari

751.000 spesies golongan serangga, sekitar 250.000 spesies terdapat di Indonesia.

Serangga di bidang pertanian banyak dikenal sebagai hama. Sebagian bersifat

sebagai predator, parasitoid, atau musuh alami. Kebanyakan spesies serangga

bermanfaat bagi manusia. Sebanyak 1.413.000 spesies telah berhasil diidentifikasi

dan dikenal, lebih dari 7.000 spesies baru ditemukan hampir setiap tahun. Karena

alasan ini membuat serangga berhasil dalam mempertahankan keberlangsungan

hidupnya pada habitat yang bervariasi, kapasitas reproduksi yang tinggi,

kemampuan memakan jenis makanan yang berbeda, dan kemampuan

menyelamatkan diri dari musuhnya (Meilin dan Nasamir, 2016).

Bioinsektisida adalah mikroorganisme yang dapat digunakan sebagai agen

pengendalian serangga hama. Pemanfaatan bioinsektisida sebagai agen hayati

pada pengendalian hama merupakan salah satu komponen pengendalian hama

terpadu (PHT). Terdapat enam kelompok mikroorganisme yang dapat

1
dimanfaatkan sebagai bioinsektisida, yaitu cendawan, bakteri, virus, nematoda,

protozoa, dan ricketsia (Prayogo, 2006).

Serangga OPT dan musuh alami merupakan bagian dari keragaman hayati,

yang saling pengaruh mempengaruhi menuju keseimbangan. Namun demikian

keseimbangan alami antara serangga OPT dan musuh alami sering dikacaukan

oleh penggunaan bahan kimia sebagai sarana produksi. Pengembangan pertanian

organik sebagai salah satu teknologi alternatif untuk menciptakan pangan sehat

dan menanggulangi persoalan lingkungan sangat diperlukan [5,7,8]. Dengan

diminimalkannya penggunaan bahan kimia pada sawah organik, tentunya

memberi peluang meningkatnya keragaman dan kelimpahan serangga OPT dan

juga musuh alaminya, dibanding di sawah anorganik (Hadi, 2018).

Tujuan Praktikum

Agar mengetahui cara pengendalian yang paling efektif dari jenis hama

tersebut. Dan waktu yang tepat dalam mengendalikan hama terserbut.

Kegunaan Praktikum

3. Sebagai syarat dalam mengikuti mata kuliah praktikum dasar perlindungan

tanaman

4. Sebagai sarana pembelajaran mengenai cara perlindungan tanaman dan

mengenali jenis jenis hama, penyakit dan gulma yang dapat menyerang

tanaman.

2
TINJAUAN PUSTAKA

Ordo lepidoptera

Ordo Lepidoptera, kebanyakan tubuh dan tungkainya ditutupi oleh

sisik-sisik (lepidos= sisik; ptera= sayap). Sisik pada sayap tersusun seperti

genting, memberi corak warna yang khas menurut spesiesnya. Berdasarkan

dari bentuk tubuh dan aktifitasnya, ordo Lepidoptera dikelompokkan

menjadi dua sub ordo, yaitu Rhopalocera (butterflies) yang aktif pada

siang hari dan Heterocera (moth) yang aktif di malam hari (Sutra dkk.,

2012).

Ulat grayak (spodopteralitura)

Klasifikasi dan biologi

Gambar 1.1 ulat grayak (Spodopteralitura)

Kingdom : animalia

Film : arthropoda

Kelas : insecta

3
Ordo : lepidoptera

Famili : noctuidae

Genus : spodoptera

Spodoptera litura F. (Lepidoptera : Noctuidae) merupakan salah satu hama

serangga yang potensial menyerang tanaman palawija dan sayuran di Indonesia.

S. litura bersifat polifag dan menyerang lebih dari 112 spesies tanaman, antara

lain tembakau, kedelai, sawi, kubis, kacang tanah, kentang, cabai, bawang merah,

dan tanaman sayuran lainnya. Ledakan populasi hama ini beriringan dengan

adanya perubahan iklim, terutama periode kering yang diikuti curah hujan dan

kelembaban tinggi yang disertai oleh tersedianya makanan melimpah. Ledakan

populasi biasanya didahului oleh kondisi yang kurang menguntungkan bagi

perkembangan parasitoid dan predator (Hasnah dkk., 2012).

Siklus hidup

Imago sekitar 5-6 hari, telur 3-4 hari, umur larva dari instar -1 sampai

instar-6 sekitar 12-15 hari, dan umur pupa 7 hari.

Umur telur mulai dari peletakkan oleh imago sampai menetas menjadi

larva sekitar 3-4 hari. Serangga dewasa meletakkan telur dalam bentuk kluster

yang mengandung sekitar 350 butir dan ditutupi bulu-bulu yang halus. Larva yang

baru menetas makanannya dari daun yang ditempati telur dalam bentuk

berkelompok, kemudian menyebar dengan menggunakan benang yang keluar dari

mulutnya dan pindah dari tanaman ke tanaman lain. Larva instar terakhir masuk

ke dalam tanah, kemudian akan menjadi larva yang tidak aktif (Pra pupa) stadium

4
pupa berkisar7-11. menunjukkan bahwa stadium imago berkisar 5-6 hari. Pupa

yang ada dalam tanah akan berubah ke fase berikutnya menjadi serangga kupu-

kupu (Imago). Siklus hidup S. litura mulai dari telur sampai imago sekitar 30-60

hari (Fattah dan Ilyas, 2016).

Gejala serangan

Larva yang masih kecil merusak daun dengan meninggalkan sisa-sisa

epidermis bagian atas/transparan dan tinggal tulang-tulang daun saja. Larva

instar lanjut merusak tulang daun dan kadang-kadang menyerang buah.

Biasanya larva berada di permukaan bawah daun menyerang secara serentak

berkelompok, serangan berat dapat menyebabkan tanaman gundul karena

daun dan buah habis dimakan ulat. Serangan berat umumnya terjadi pada musim

kemarau (Tarigan dkk., 2012).

Cara pengendalian

Ulat grayak (Spodoptera litura) merupakan salah satu serangga hama

utama pada kedelai. Hama ini dapat dikendalikan dengan virus entomopatogen

yang dikenal sebagai Spodoptera litura nuclearpolyhedrosis virus (SlNPV).

SlNPV yang diproduksi sebagai bioinsektisida secara in vivo dapat digunakan

dalam program Pengendalian Hama Terpadu (PHT) dengan tiga strategi, yakni:

(1) mengusahakan epizootik SlNPV di pertanaman melalui transmisi vertikal dari

serangga induk betina terinfeksi ke keturunannya dan transmisi horizontal di

antara individu serangga dari generasi yang sama; (2) menginfestasikan ulat

grayak untuk tujuan konservasi inokulum SlNPV pada pertanaman yang pernah

terjadi epizootik pada musim sebelumnya; dan (3) mengaplikasikan SlNPV secara

5
berulang untuk tujuan jangka pendek karena tidak ada transmisi horizontal

(Arifin, 2012).

Pengendalian ulat grayak pada tanaman tembakau ditingkat petani

maupun perusahaan perkebunan kebanyakan masih menggunakan insektisida

kimia. Pengendalian hama dengan insektisida kimia telah menimbulkan banyak

masalah lingkungan. Salah satu alternatif untuk mengendalikan hama S.

Lituraa dalah dengan memanfaatkan agens hayati seperti jamur

entomopatogen antara lain : Beauveria bassiana, Metarhizium

anisopliae,Hirsutella thompsonii, Paecilomyces fumosoroceus, Lecanicillium

lecanii dan Spicaria sp (Masyitah dkk., 2017).

Ngengat (Heterocera)

Klasifikasi dan biologi

Gambar 1.2 ngengat (Heterocera)

Kingdom : animalia

Filum : arthropoda

Kelas : insecta

Ordo : lepidoptera

6
Genus : Heterocera

Ngengat (sub ordo Heterocera) memiliki tubuh yang lebih gemuk, warna

sayap kusam, antena umumnya tipe plumose. Pada waktu istirahat sayapnya

terbuka dan menutup abdomen sehingga yang terlihat adalah permukaan atas dari

sayap (Helmiyetti dkk., 2012).

Siklus hidup

Telur diletakkan secara berkelompok pada bagian bawah daun, bentuknya

menyerupai sisik ikan dengan ukuran yang berbeda-beda. Periode telur

berlangsung 3−4 hari. Larva terdiri atas lima instar, setiap instar lamanya 3−7

hari. Stadium pupa berlangsung 7−9 hari. Lama hidup ngengat adalah 2−7 hari

sehingga siklus hidup dari telur hingga ngengat adalah 27−46 hari dengan rata-

rata 37,50 hari (Nonci, 2004).

Gejala serangan

Larva menggerek buah sampai ke daging buah sehingga terlihat bekas

lubang gerekan yang mengeluarkan lendir (blendok), yang kadang-kadang

tertutup dengan kotoran. Bagian buah yang terserang adalah separuh bagian

bawah. Apabila serangan parah, buah akan busuk dan gugur (Muryati, 2007)

Cara pengendalian

Petani telah melakukan beberapa cara pengendalian, yaitu membungkus

buah dengan plastik dan memetik buah yang terserang. Buah yang dipetik

kemudian dikumpulkan dan dibakar atau ditimbun dalam tanah. Selain itu juga

7
dilakukan penyemprotan insektisida yang dilakukan sebanyak 3-4 kali/musim

buah (Muryati dkk., 2005).

Pengendalian ulat bulu umumnya dilakukan dengan insektisida kimia.

Cara ini dipilih karena mudah dilakukan dan hasilnya cepat diketahui.

Penggunaan insektisida berpotensi menimbulkan dampak merugikan, baik secara

ekonomis maupun ekologis, apabila diaplikasikan secara tidak bijaksana. Selain

pengendalian dengan insektisida kimia secara bijaksana tersebut, ulat bulu juga

dapat dikendalikan dengan pestisida nabati dari beberapa jenis tumbuhan, antara

lain mimba (Azadirachta indica). Ulat bulu juga dapat dikendalikan dengan

memanfaatkan musuh alami. Musuh alami ulat bulu terdiri atas parasitoid

(Apenteles colemani, Brachymeria sp., Eucelatoria bryani, Exorista sorbillans,

dan Xanthopimpla sp.), predator (laba-laba, semut rangrang, kepik Reduviidae

dan kepik Pentatomidae, serta beberapa patogen serangga kelompok virus

(Borrelinavirus sp.), dan jamur (Beauveria sp., Metharizium sp., Nomuraea sp.,

dan Paecylomyces sp.). juga dapat dikendalikan secara fisik/mekanis, misalnya

mengumpulkan dan membakar kelompok telur, ulat, dan kepompong yang berada

di batang dan ranting, melakukan sanitasi terhadap semak-semak di sekitar

pohon/tanaman inang ulat bulu, serta menggunakan lampu perangkap ngengat

yang biasanya untuk memonitor penerbangan ngengat. Di bawah lampu dipasang

ember berisi air sabun atau minyak. Ngengat yang tertarik pada lampu akan

masuk ke dalam ember, dan langsung mati (Arifin dan Subagyono, 2011).

8
Ulat penggulung daun pisang (Erionota thrax)

Klasifikasi dan biologi

Gambar 1.3 ulat penggulung daun pisang (Erionota thrax)

Kingdom : Animalia

Filum : Athropoda

Kelas : Insecta

Ordo : Lepidoptera

Famili : Hesperiidae

Genus : Erionata

Di antara jenis hama pada tanaman pisang, ulat penggulung daun, Erionota

thrax (L.) merupakan hama yang serangan dan kepadatannya cukup tinggi. Pada

perkebunan pisang, serangan hama ini bervariasi antara 34-47% dengan kepadatan

populasi perpohon pisang 1,73-5,47 ekor (Rahmawati dkk., 2018).

9
Siklus hidup

Larva berwarna hijau muda dan ditutupi lapisan tepung berwarna putih,

dan panjangnya sekitar 7 cm. Telur berwarna kuning dan diletakkan oleh serangga

betina dewasa di bagian tepi permukaan bawah daun. Larva muda memotong

miring tepi daun lalu menggulungnya membentuk tabung kecil. Di dalam

gulungan, ia memakan daun hingga habis. Selanjutnya, larva berpindah ke tempat

lain melakukan hal serupa, bahkan cenderung membuat gulungan lebih besar.

Pola itu diulang terus hingga larva tumbuh dewasa dan menyelimuti tubuh dengan

lilin. Setelah itu larva menjadi pupa dan kemudian menjadi imago (kupu-kupu)

yang terbang aktif di sore dan pagi hari (Paath dkk., 2019).

Gejala serangan

Tanaman yang terserang E. Thrax menunjukkan gejala daun pisang

tergunting dari bagian pinggir dan menggulung sejajar dengan tulang daun. Jika

populasi tinggi, hama ini dapat menyebabkan sebagian besar daun tergulung dan

dimakan sehingga proses fotosintesis terganggu serta buah yang dihasilkan tidak

maksimal. Kerugian akibat kehilangan hasil yang disebabkan oleh hama ini

bervariasi antara 10-30%. Selain berperan sebagai hama pemakan daun pisang,

yang lebih penting adalah E. thrax ini juga berperan sebagai agen penyebar bakteri

penyebab penyakit darah pisang (blood disease bacterium) antar tanaman pisang

(Wibowo, 2015).

Cara pengendalian

Pengendalian hamaini masih menggunakan insektisida sintetik. Padahal,

secara alami sudah terdapat musuh alami berupa parasitoid yang dapat

10
mengendalikan populasi ulat tersebut di alam. Parasitoid umumnya adalah

anggota Ordo Hymenoptera yang dapat menjadi spesies kunci dalam

mengendalikan populasi serangga lain di alam (Putra dan utami, 2018).

Pengendalian hama penggulung daun pisang dapat dilakukan dengan cara

mekanik atau dengan cara kimia, namun kedua cara ini kurang efektif dilakukan

sehingga perlu adanya pengendalian lain yang dapat dipadukan dalam

mengendalikan hama penggulung daun pisang yaitu pengendalian hayati atau

pengendalian biologi. Pengendalian hayati adalah pengendalian hama dengan

memanfaatkan musuh alami yang berada di alam. Salah satu musuh alami yang

dapat dimanfaatkan untuk mengendalikan hama adalah parasitoid. Parasitoid

adalah serangga yang hidup menjadi parasit di dalam atau pada tubuh serangga

lain, dan membunuhnya secara pelan-pelan (Pratiwi dkk., 2014).

11
PELAKSANAAN PRAKTIKUM

Tempat dan waktu

Pelaksanaan praktikum dasar perlindungan tanaman tentang ordo

lepidoptera dilaksanakan pada hari selasa tanggal 17 November 2020. Praktikum

di langsungkan melalui media zoom meeting dirumah masing masing.

Bahan dan alat

Bahan dan alat yang digunakan adalah ulat grayak (Spodopteralitura),

ngengat (Heterocera), dan ulat penggulung daun pisang (Erionota thrax).

Cara kerja

Para praktikan mempersiapkan bahan yang telah ditetapkan oleh dosen

penanggung jawab. Dosen akan menjelaskan tentang hama ordo Lepidoptera dan

hewan yang telah disiapkan. Para praktikan dapat memahami dan

menyesuaikannya dengan hewan yang telah disiapkan.

12
HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Lepidoptera adalah hama atau serangga yang memiliki sayap yang

bersisik, lepidos (sisik) dan ptera (sayap). Metamorfosis

sempurna merupakan metamorfosis yang melewati tahapan-tahapan mulai dari

telur – larva – pupa – imago (dewasa). Metamorfosis adalah suatu proses

perkembangan biologi pada hewan yang melibatkan perubahan penampilan fisik

dan struktur setelah penetasan. Sedangkan metamorfosis tidak sempurna adalah

metamorfosis yang melalui tahap telur yang menetas menjadi nimfa, kemudian

tumbuh dan berkembang menjadi imago (dewasa).

Hama Polifag adalah Hama yang menyerang lebih dari 2 tanaman inang.

Contoh: Ulat yang kecil memakan daun-daun yang berumur muda sedangkan ulat-

ulat dewasa menghancurkan seluruh tanaman dalam waktu yang relatif singkat.

Hama Monofag adalah Hama yang menyerang satu jenis tanaman.

Pembahasan

Siklus hidup ulat grayak, imago sekitar 5-6 hari, telur 3-4 hari, umur larva

dari instar -1 sampai instar-6 sekitar 12-15 hari, dan umur pupa 7 hari. Gejala

serangan yang diakibatkan oleh ulat grayak adalah Larva yang masih kecil

merusak daun dengan meninggalkan sisa-sisa epidermis bagian

atas/transparan dan tinggal tulang-tulang daun saja. Larva instar lanjut

merusak tulang daun dan kadang-kadang menyerang buah. Salah satu cara

pengendalian yang dapat dilakukan adalah menggunakan insektisida kimia. Salah

satu alternatif untuk mengendalikan hama S. Lituraa dalah dengan

13
memanfaatkan agens hayati seperti jamur entomopatogen antara lain :

Beauveria bassiana, Metarhizium anisopliae, Hirsutella thompsonii,

Paecilomyces fumosoroceus, Lecanicillium lecanii dan Spicaria sp.

Siklus hidup ngengat (Heterocera) yaitu periode telur berlangsung 3−4

hari. Larva terdiri atas lima instar, setiap instar lamanya 3−7 hari. Stadium pupa

berlangsung 7−9 hari. Lama hidup ngengat adalah 2−7 hari sehingga siklus hidup

dari telur hingga ngengat adalah 27−46 hari dengan rata-rata 37,50 hari. Gejala

yang ditimbulkan akibat hama ngengat ini adalah llarva menggerek buah sampai

ke daging buah sehingga terlihat bekas lubang gerekan yang mengeluarkan lendir

(blendok), yang kadang-kadang tertutup dengan kotoran. Bagian buah yang

terserang adalah separuh bagian bawah. Apabila serangan parah, buah akan

busuk dan gugur. Cara pengendalian yang dapat dilakukan dengan cara

membungkus buah dengan plastik dan memetik buah yang terserang. Buah yang

dipetik kemudian dikumpulkan dan dibakar atau ditimbun dalam tanah. Selain itu

juga dilakukan penyemprotan insektisida yang dilakukan sebanyak 3-4

kali/musim buah.

Serangga hama E. thrax ini memiliki empat fase dalam siklus hidupnya,

yaitu telur, larva (ulat), pupa, dan imago (serangga dewasa). Beberapa gejala

serangan dari hama penggulung daun pisang ini yang bisa diamati secara

langsung. Daun pisang yang terserang oleh ulat umumnya terkoyak dan tergulung

yang menyerupai tabung. Ketika daun tergulung tersebut dibuka akan ditemukan

ulat. Selain itu, larva atau ulat yang masih muda memotong tepi daun secara

miring. Jika terjadi serangan berat, daun pisang bisa sampai habis, maka hanya

tersisa pelepah daun yang penuh dengan gulungan daun. Cara pengendalian yang

14
dapat dilakukan antara lain secara mekanis, yaitu merobek-robek daun pisang,

mengambil daun pisang yang tergulung untuk memusahkan ulat yang ada di

dalamnya, dan memotong sebagian besar daun pada serangan berat. Secara kimia

dengan menggunakan insektisida, dan pengendalian secara biologi/pengendalian

hayati adalah pengendalian hama dengan memanfaatkan musuh alami yang berada

di alam. Salah satu musuh alami yang dapat dimanfaatkan untuk mengendalikan

hama adalah parasitoid. Parasitoid adalah serangga yang hidup menjadi parasit di

dalam atau pada tubuh serangga lain, dan membunuhnya secara pelan-pelan.

15
KESIMPULAN DAN SARAN

1. Lepidoptera adalah hama atau serangga yang memiliki sayap yang

bersisik, lepidos (sisik) dan ptera (sayap).

2. Metamorfosis sempurna merupakan metamorfosis yang melewati tahapan-

tahapan mulai dari telur – larva – pupa – imago (dewasa).

3. Metamorfosis tidak sempurna adalah metamorfosis yang melalui tahap

telur yang menetas menjadi nimfa, kemudian tumbuh dan berkembang

menjadi imago (dewasa).

4. Hama Polifag adalah Hama yang menyerang lebih dari 2 tanaman inang.

5. Hama Monofag adalah Hama yang menyerang satu jenis tanaman.

6. Gejala serangan yang diakibatkan oleh ulat grayak adalah Larva yang

masih kecil merusak daun dengan meninggalkan sisa-sisa epidermis

bagian atas/transparan dan tinggal tulang-tulang daun saja.

7. Untuk mengendalikan hama S. Lituraa dalah dengan memanfaatkan

agens hayati seperti jamur entomopatogen antara lain : Beauveria

bassiana, Metarhizium anisopliae, Hirsutella thompsonii, Paecilomyces

fumosoroceus, Lecanicillium lecanii dan Spicaria sp.

8. Gejala yang ditimbulkan akibat hama ngengat ini adalah llarva menggerek

buah sampai ke daging buah sehingga terlihat bekas lubang gerekan yang

mengeluarkan lendir (blendok), yang kadang-kadang tertutup dengan

kotoran.

9. Cara pengendalian yang dapat dilakukan dengan cara membungkus buah

dengan plastik dan memetik buah yang terserang

16
10. Daun pisang yang terserang oleh ulat umumnya terkoyak dan tergulung

yang menyerupai tabung. Selain itu, larva atau ulat yang masih muda

memotong tepi daun secara miring. Jika terjadi serangan berat, daun

pisang bisa sampai habis.

11. Pengendalian secara biologi/pengendalian hayati adalah pengendalian

hama dengan memanfaatkan musuh alami yang berada di alam.

Saran

Saran saya apa bila ingin melakukan pengendalian pada hama ini, untuk

tidak menggunakan bahan bahan kimia karena dapat memberikan dampak negatif

pada hama dan juga lingkungan.

17
DAFTAR PUSTAKA

Mokodompit, H. S., Pollo, H. N., & Lasut, M. T. (2019). IDENTIFIKASI JENIS

SERANGGA HAMA DAN TINGKAT KERUSAKAN PADA

Diospyros Celebica Bakh. EUGENIA, 24(2).

Meilin, A. (2016). Serangga dan Peranannya dalam Bidang Pertanian dan

Kehidupan. Jurnal Media Pertanian, 1(1), 18-28.

Prayogo, Y. (2006). Upaya mempertahankan keefektifan cendawan

entomopatogen untuk mengendalikan hama tanaman pangan. Jurnal

Litbang Pertanian, 25(2), 47-54.

Hadi, M. (2018). Perbandingan Karakter Ekologi OPT (Organisme Pengganggu

Tanaman) Dan Musuh Alaminya Pada Masa Tanam Yang Berbeda Di

Sawah Organik Dan Anorganik. Bioma: Berkala Ilmiah Biologi, 20(1),

40-43.

Sutra, N. S. M., & Salmah, S. (2012). Spesies Kupu-Kupu (Rhopalocera) Di

Tanjung Balai Karimun Kabupaten Karimun, Kepulauan Riau. Jurnal

Biologi UNAND, 1(1).

Hasnah, H., Husni, H., & Fardhisa, A. (2012). PENGARUH EKSTRAK

RIMPANG JERINGAU (Acorus calamus L.) TERHADAP

MORTALITAS ULAT GRAYAK Spodoptera litura F. Jurnal

Floratek, 7(2), 115-124.

Fattah, A., & Ilyas, A. (2016, July). Siklus Hidup Ulat Grayak (Spodoptera litura,

F) dan Tingkat Serangan pada Beberapa Varietas Unggul Kedelai di

18
Sulawesi Selatan. In Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi

Pertanian. Banjarbaru (Vol. 20).

Tarigan, R., Tarigan, M. U., & Oemry, S. (2012). Uji Efektifitas Larutan Kulit

Jeruk Manis Dan Larutan Daun Nimba Untuk Mengendalikan

Spodoptera Litura F.(Lepidoptera: Noctuidae) Pada Tanaman Sawi Di

Lapangan. Jurnal Agroekoteknologi Universitas Sumatera Utara, 1(1),

94030.

Arifin, M. (2012). Bioinsektisida SlNPV untuk mengendalikan ulat grayak

mendukung swasembada kedelai. Pengembangan Inovasi

Pertanian, 5(1), 19-31.

Masyitah, I., Sitepu, S. F., & Safni, I. (2017). Potensi Jamur Entomopatogen

untuk Mengendalikan Ulat Grayak Spodoptera litura F. pada Tanaman

Tembakau In Vivo: Potency of Entomopathogenic Fungi to control

Oriental Leafworm Spodoptera litura F. on Tobacco In Vivo. Jurnal

Online Agroekoteknologi, 5(3), 484-493.

Helmiyetti, H., Manaf, S., & Sinambela, K. H. (2012). Jenis-Jenis Kupu-Kupu

(Butterflies) yang Terdapat di Taman Nasional Kerinci Seblat Resor

Ketenong Kecamatan Pinang Belapis Kabupaten Lebong Propinsi

Bengkulu. Konservasi Hayati, 8(1), 22-28.

Nonci, N. (2004). Biologi dan musuh alami penggerek batang Ostrinia furnacalis

Guenée (Lepidoptera: Pyralidae) pada tanaman jagung. Jurnal Litbang

Pertanian, 23(1), 9-10.

19
Muryati, M. (2007). Pengaruh Umur Buah dan Faktor Iklim terhadap Serangan

Penggerek Buah Jeruk Citripestis sagitiferella Mr.(Lepidoptera:

Pyralidae). Jurnal Hortikultura, 17(2), 85504.

Muryati, M., Trisyono, Y. A., & Witjaksono, W. (2005). Preferensi Ngengat

Citripestis Sagitiferella terhadap Minyak Atsiri Tiga Varietas

Jeruk. Jurnal Hortikultura, 15(1), 84093.

Arifin, M., & Subagyono, K. (2011). Ulat Bulu, Serangga Hama yang Mudah

Dikendalikan. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Tanaman

Pangan, Bogor Jalan Tentara Pelajar, 10.

Rahmawati, R., Pasaru, F., & Yunus, M. (2018). Observasi Jenis Parasitoid Larva

Penggulung Daun Pisang Erionata thrax Linnaeus (Lepidoptera:

Hesperidae) Pada Ketinggian Tempat Yang Berbeda Di Kabupaten

Sigi. AGROTEKBIS: E-JURNAL ILMU PERTANIAN, 6(2), 239-246.

Paath, M. C., Pelealu, J., & Meray, R. M. (2019, July). JENIS DAN

PERSENTASE PARASITOID TELUR HAMA PENGGULUNG DAUN

PISANG (Erionata thrax L)(LEPIDOPTERA: HESPERIIDAE) PADA

BEBERAPA KETINGGIAN TEMPAT DI KABUPATEN MINAHASA.

In COCOS (Vol. 1, No. 4).

Wibowo, L. (2015). Kemelimpahan dan keragaman jenis parasitoid hama

penggulung daun pisang Erionota thrax L. di Kabupaten Lampung

Selatan. Jurnal Hama dan Penyakit Tumbuhan Tropika, 15(1), 26-32.

20
Putra, I. L. I. (2019). ULAT PENGGULUNG DAUN PISANG Erionota thrax

L.(Lepidoptera: Hesperiidae) DAN PARASITOIDNYA DI KEBUN

PLASMA NUTFAH PISANG YOGYAKARTA. Gontor AGROTECH

Science Journal, 4(2), 125-137.

Pratiwi, I. T., Wibowo, L., Wibowo, W., & Purnomo, P. (2014). Inventarisasi

Parasitoid Hama Penggulung Daun Pisang (Erionota Thrax L.) Di

Kabupaten Lampung Selatan. Jurnal Agrotek Tropika, 2(3).

21
DIPTERA

Oleh :

PUPUT TIFANI
1904300105
AGRIBISNIS 3

PRAKTIKUM DASAR PERLINDUNGAN TANAMAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA
MEDAN
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan

rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas yang berjudul

“Laporan Praktikum OPT Ordo Diptera” ini tepat pada waktunya.

Saya mengucapkan banyak terima kasih kepada

7. Ibu Ir Efrida Lubis, M.P selaku dosen penanggung jawab praktikum dasar

perlindungan tanaman.

8. Ibu Rini Susanti S.P., M.P. selaku dosen praktikum dasar perlindungan

tanaman.

9. Abang Riki Candra S.P selaku asisten dosen praktikum dasar

perlindungan tanaman.

Saya menyadari, tugas yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna.

Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun di butuhkan demi

kesempurnaan laporan ini.

Subulussalam, November 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI
Judul Halaman

COVER

KATA PENGANTAR .............................................................................. i

DAFTAR ISI ............................................................................................. ii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................ iv

PENDAHULUAN .................................................................................... 1

Latar Belakang ............................................................................ 1

Tujuan Praktikum........................................................................ 2

Kegunaan Praktikum ................................................................... 2

TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 3

Ordo Diptera ............................................................................... 3

Lalat rumah (Musca domestica).................................................. 3

Klasifikasi dan biologi ....................................................... 3

Siklus hidup ....................................................................... 4

Gejala serangan ................................................................. 5

Cara pengendalian ............................................................. 6

Lalat buah (Bacterocera sp)........................................................ 7

Klasifikasi dan biologi ....................................................... 7

Siklus hidup ....................................................................... 8

Gejala serangan ................................................................. 8

Cara pengendalian ............................................................. 8

Nyamuk (Culex pipiens) ............................................................ 9

Klasifikasi dan biologi ....................................................... 9

Siklus hidup ....................................................................... 10

Gejala serangan ................................................................. 10

ii
Cara pengendalian ............................................................. 11

PELAKSANAAN PRAKTIKUM ............................................................ 12

Tempat dan Waktu ...................................................................... 12

Bahan dan Alat ............................................................................ 12

Cara Kerja ................................................................................... 12

HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................. 13

Hasil ........................................................................................... 13

Pembahasan................................................................................. 13

KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 16

Kesimpulan ................................................................................. 16

Saran ........................................................................................... 17

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 18

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Lalat rumah (Musca domestica) ............................................ 3

Gambar 1.2 Lalat buah (Bacterocera sp) .................................................. 7

Gambar 1.3 Nyamuk (Culex pipiens) ....................................................... 9

iv
PENDAHULUAN

Latar belakang

Serangga adalah salah satu komponen keanekaragaman hayati yang juga

memiliki peranan penting dalam jaring makanan yaitu sebagai herbivora,

karnivora dan detrivora. Keberadaan serangga predator dan parasitoid dipengaruhi

oleh keanekaragaman tanaman penyusun struktur lansekap misalnya keberadaan

tumbuhan liar. Tumbuhan liar dapat digunakan sebagai tempat berlindung, inang

alternatif dan sumber pakan tambahan berupa tepung sari dan madu (Masfiyah,

2014).

Diptera diwakili oleh lalat, nyamuk, dan serangga holometabolous, yang

membedakan dari lainnya adanya sepasang sayap fungsional pada saat dewasa.

Ordo ini terdiri atas 153.000 spesies yang didistribusikan di sekitar 180 famili.

Berdasarkana ciri antena Diptera umumnya dikelompokan dalam 3 subordo yaitu

Nematocera, Brachycera dan Cycorrharpha” (AGATA, 2019).

Serangga merupakan hewan yang termasuk dalam filum arthropoda kelas

Insekta. Arthropoda berasal dari bahasa yunani arthro yang artinya ruas dan poda

berarti kaki, jadi arthropoda adalah kelompok hewan yang mempunyai ciri utama

kaki beruas-ruas. Serangga mempunyai ciri khas yaitu memiliki jumlah kaki enam

sehingga dimasukkan ke dalam kelas heksapoda. Tubuh serangga dibedakan

menjadi 3 bagian yaitu kepala, toraks dan abdoment. Memiliki 1 atau 2 pasang

sayap, mempunyai rangka luar (eksoskeleton), tubuh simetri bilateral, sistem

1
peredaran darah terbuka serta bernapas dengan insang, trakea dan spirakel

(Setianingsih, 2016).

Serangan OPT dalam budidaya salah satunya yaitu serangga. Serangga

merupakan hewan yang memiliki ciri berkaki enam (heksapoda) yang terbagi

kedalam hewan atau serangga yang menguntungkan atau merugikan bagi tanaman

budidaya. Serangga juga terbagi kedalam dua peran yaitu serangga yang memakan

tumbuhan atau herbivora dan serangga yang memakan serangga lainnya atau

karnivora. Serangga ditemukan hampir di semua ekosistem. Semakin banyak

tempat dengan berbagai ekosistem maka terdapat jenis serangga yang beragam.

Serangga yang berperan sebagai pemakan tanaman disebut hama, tetapi tidak

semua serangga berbahaya bagi tanaman. Ada juga serangga berguna seperti

serangga penyerbuk, pemakan bangkai, predator dan parasitoid (Tustiyani, 2020).

Tujuan Praktikum

Agar mengetahui cara pengendalian yang paling efektif dari jenis hama

tersebut. Dan waktu yang tepat dalam mengendalikan hama terserbut.

Kegunaan Praktikum

5. Sebagai syarat dalam mengikuti mata kuliah praktikum dasar perlindungan

tanaman

6. Sebagai sarana pembelajaran mengenai cara perlindungan tanaman dan

mengenali jenis jenis hama, penyakit dan gulma yang dapat menyerang

tanaman.

2
TINJAUAN PUSTAKA

Ordo diptera

Diptera merupakan salah satu ordo dengan kekayaan spesies yang sangat

beragam. Kelompok serangga ini dapat dibedakan dengan serangga lain, terutama

dilihat pada sepasang sayap depan yang tipis dan sepasang sayap belakang yang

tereduksi menjadi halter. Diptera sering dipersepsikan mempunyai peranan negatif

yang berdampak pada pertanian, kesehatan hewan dan manusia, kehutanan, serta

dapat menyebabkan alergi melalui makanan atau inhalasi. Meskipun memiliki

efek negatif, berbagai jenis dari ordo Diptera menyediaka jasa ekosistem yang

berharga yaitu sebagai scavengers (pemakan dan pengurai organisme yang telah

mati), predator, parasitoid, makanan bagi predator, dan penyerbuk (Rohmat,

2020).

Lalat rumah (Musca domestica)

Klasifikasi dan biologi

Kingdom : Animalia

Filum : Arthropoda

Kelas : Insecta

3
Ordo : Diptera

Famili : Muscidae

Genus : Musca

Spesies : M. Domestica

Lalat termasuk jenis serangga Subordo Cyclorhapha, Ordo Diptera yang

hampir dijumpai di setiap lingkungan manusia dan tersebar luas diseluruh Dunia.

Kelompok lalat yang berada di permukiman manusia dan sering mengadakan

kontak dengan manusia berasal dari family Calliphoridae. Lalat rumah merupakan

jenis serangga yang hidup di tempat kotor dan dapat membawa berbagai macam

mikroorganisme. Perkembangan lalat Musca domestica setiap tahunnya

mengalami peningkatan dari mulai telur hingga berkembang menjadi dewasa.

Musca domestica lebih cepat berkembangbiak apabila suhu, kelembaban,

makanan, serta media perkembangan dan tempat hidupnya sesuai (Nurhayati dan

Sukesi (2018).

Siklus hidup

Fase telur : Telur lalat berwarnah putih dengan ukuran lebih kurang 1 mm,

setiap kali bertelur akan menghasilkan 120-130 butir telur dan menetas dalam

waktu 10-12 jam. Pada suhu rendah telur ini tidak akan menetas (dibawah 12-13

°C) dan akan menetas pada suhu 30 °C. Fase larva : Ukuran larva kurang lebih

1mm setelah 4-5 hari pada suhu 30 °C melewati tiga fase instar, larva instar I dn II

berwarna putih, sedang larva instar III berwarna kekuningan. Larva memiliki

sepasang spirakle posterior yang jelas dan memakan barteri, dan bahan-bahan

4
dekompoosisi. Larva awalnya menyukai suhu dan kelembaban tinggi tetapi

menghindari cahaya. Sebelum menjadi pupa larva berhenti makan dan pindah

ketempat yang lebih kering dan dingin. Larva ini mudah terbunuh pada temperatur

73 °C. Pupa : Ketika terjadi pupasi, kulit larva mengkerut dan membentuk

puparium seperti peluru dengan mengembangkan kantong berisi darah ke depan

kepala. Lama stadium pupa 2-8 hari atau tergantug dari temperatur setempat,

bentuknya bulat lonjong dengan warnah coklat hitam. Stadium ini kurang

bergerak bahkan tidak bergerak sama sekali. Panjangnya kurang lebih ± 5 mm

mempunyai selaput luar disebut posterior spirakle yang berguna untuk

menentukan jenisnya. Lalat : Lalat muda, awalnya lalat tampak lunak, pucat abu-

abu dan tanpa sayap. Setelah istirahat, sayap dikembangkan dan kutikula

mengeras serta warnanya gelap, lalat muda mencari makan setelah sayapnya

mengembang selama waktu 2-24 jam setelah muncul dari pupa. Proses

pematangan menjadi lalat dewasa kurang lebih 15 jam dan setelah itu siap untuk

mengadakan perkawinan. Seluruh waktu yang diperlukan 7-22 hari, tergantung

pada suhu setempat, kelembaban dan makanan yang tersedia. Umur lalat dewasa

dapat mencapai 2-4 minggu ( Aliah, 2016).

Gejala serangan

Lalat rumah menyebarkan bakteri pada tanaman melalui mulutnya. Bagian

mulut lalat rumah secara khusus disesuaikan untuk makanan cair; mandibula dan

maksilanya tereduksi dan tidak berfungsi, dan bagian mulut lainnya membentuk

probosis yang dapat ditarik dan lentur dengan ujung yang membesar dan

berdaging yang disebut labelum.

5
Cara pengendalian

Berkaitan dengan sifat fototrofik lalat, yaitu kecenderungan lalat

terhadap cahaya, beberapa alat perangkap lalat menggunakan lampu

ultraviolet telah dikembangkan, dengan tipe perangkap terbuka, yaitu

dengan kertas perekat lalat yang tertutup oleh lampu ultraviolet, dan

menggunakanpheromoneuntuk meningkatkan keberhasilan perangkapan.

Beberapa perangkap lalat dengan lampu ultraviolet menggunakan

arus listrik untuk membunuh lalat atau kipas untuk memerangkap lalat

(Puspitarani dkk., 2017).

Upaya pengendalian dan pemberantasan lalat yaitu dengan menjaga

sanitasi lingkungan, membersihkan kandang dan penggunaan insektisida .

Penggunaan insektisida sintesis sangat mudah dan cepat dalam membunuh

serangga. Namun ada beberapa dampak dan resiko terhadap lingkungan

dan menimbulkan resistensi terhadap serangga. Untuk mengoptimalkan

dampak tersebut dapat dilakukan dengan memanfaatkan bahan alam yang

ramah lingkungan sebagai alternatif, salah satunya penggunaan insektisida alami

sebagai altrnatif (Darmadi dan Anita, 2018).

Lalat buah (Bacterocera sp)

Klasifikasi dan biologi

6
Kingdom : Animalia

Filum : Arthropoda

Kelas : Insecta

Ordo : Diptera

Famili : Tephritidae

Spesies : Bacterocera sp

Lalat buah termasuk hama yang menimbulkan kerugian besar bagi

pertanian di Indonesia, terutama petani buah dan sayuran.Di Indonesia bagian

barat terdapat 90 spesies lalat buah yang termasuk jenis local (indigenous), hanya

8 termasuk hama penting , yaitu Bactrocera (Bactrocera) albistrigata (de

Meijere),B.(B.) carambolae Drew dan Hancock, B.(B.)dorsalis Hendel, B.(B.)

papayae Drew dan Hancock, B.(B.) umbrosa (Fabricius),B.(Z.) cucurbitae

(Coquillett), B.(Z.)tau (Walker), dan Dacus ( Callantra) longicornis

(Wiedemann) (Syahfari dan Mujiyanto, 2013).

Siklus hidup

Siklus hidup lalat buah mempunyai 4 fase metamorfosis, siklus hidup lalat

buah ini termasuk ke perkembangan sempurna atau dikenal dengan holometabola.

7
Fase tersebut terdiri dari telur, larva, pupa dan imago. Telur diletakkan secara

berkoloni di dalam buah. Telur akan menetas menjadi larva dua hari setelah

diletakkan di dalam buah. Larva ini terdiri dari 3 instar bergantung pada

temperatur lingkungan dan kondisi inang. Pada instar ke 3, larva keluar dari dalam

daging buah dan akan menjatuhkan dirinya ke permukaan tanah lalu masuk di

dalam tanah. Di dalam tanah larva berubah menjadi pupa. Pupa berada di dalam

tanah sekitar 2– 3 cm di bawah permukaan tanah. Pupa berubah menjadi imago

setelah 13-16 hari kemudian. Siklus hidup lalat buah dari telur sampai imago

berlangsung selama kurang lebih 27 hari (Isnaini, 2013).

Gejala serangan

Gejala kerusakan pada buah yang diserang bervariasi. Serangan pada buah

muda menyebabkan bentuk buah menjadi tidak normal, buah berkalus, dan gugur.

Serangan pada buah tua menyebabkan buah menjadi busuk basah karena bekas

lubang larva umumnya terinfeksi bakteri dan jamur (Herlinda dkk., 2007).

Cara pengendalian

Usaha pengendalian lalat buah sudah banyak dilakukan diantaranya

menggunakan cara mekanik, kultur teknik, dan hayati. Namun usaha tersebut

belum memberikan hasil yang menggembirakan karena terdapat banyak kendala

diantaranya : serangan lalat buah banyak yang belum disadari, belum tersedia cara

pengendalian yang tepat, serta pengendalian yang dilakukan tidak ekonomis.

Selain itu juga dengan menggunakan pestisida kimia, namun disamping harganya

cukup mahal juga banyak mencemari lingkungan, terlebih lagi bila penggunaanya

tidak sesuai anjuran. Salah satu usaha pengendalian yang aman bagi lingkungan

8
dan cukup efektif dalam menekan populasi lalat buah adalah penggunaan metil

eugenol sebagai atraktan nabati lalat buah (Patty, 2012).

Berbagai upaya pengendalian lalat buah telah dilakukan antara lain :

tradisional, kimiawi, umpan protein, atraktan, maupun penggunaan teknik jantan

mandul. Secara mekanis dilakukan dengan cara membungkus buah antara lain

dengan kantong plastik dan daun kelapa. Alternatif pengendalian di Indonesia

yang mempunyai prospek dikembangkan adalah penggunaan protein, agen hayati

dan atraktan (Marpaung dkk., 2014).

Nyamuk (Culex pipiens)

Klasifikasi dan biologi

Kingdom : Animalia

Filum : Arthropoda

Kelas : Insecta

Ordo : Diptera

Famili : Culicidae

Genus : Culex

9
Spesies : Culex pipiens

Nyamuk Culex adalah nyamuk yang biasanya berada dirumah atau

nyamuk rumahan dan keberadaannya sangat dekat dengan manusia serta di

daerah persawahan, rawa-rawa dan genangan air (Kawulusan dkk., 2017).

Siklus hidup

Siklus hidup nyamuk terdiri dari telur, empat stadium larva, pupa dan

dewasa. Telur diletakkan di atas permukaan air. Masa inkubasi telur berlangsung

selama beberapa hari dan sesudah masa tersebut lengkap, telur segera menetas

bila diletakkan di air. Dari telur ini keluarlah larva yang dikenal sebagai jentik-

jentik. Pertumbuhan larva instar I sampai dengan instar IV berlangsung 6-8 hari.

Larva mengalami 4 kali pergantian kulit dan segera berubah menjadi pupa.

Bentuk pupa yaitu fase tanpa makan yang aktif dan sangat sensitif terhadap

pergerakan air, ini hanya berlangsung dalam waktu 2 sampai 3 hari. Kemudian

yang dewasa muncul dari sebuah celah dorsal, menunggu sayapnya mengeras,

dan pergi terbang ( Ahdiyah, 2015).

Gejala serangan

Gejala serangan nyamuk yaitu coklat dan membusuk. Nyamuk

menggunakan liur atau saliva pada permukaan buah, saliva ini yang melembutkan

permukaan buah kemudian memasukkan probosis (tabung memanjang yang

berfungsi untuk menghisap) pada buah.

Cara pengendalian

10
Pengendalian nyamuk dapat dilakukan dengan banyak cara, diantaranya

secara kimiawi misalnya dengan menggunakan bahan kimia untuk membunuh

atau menghambat pertumbuhan, juga non kimia misalnya dengan pengelolaan

lingkungan, pengendalian secara biologik dan genetik (Ruliansyah, 2009).

Tidak hanya dari sektor kesehatan, sektor pertanianpun saat ini giat

mengembangkan pertanian organik. Pada pertanian organik baik dalam

penggunaan pupuk maupun pengendalian serangga pertanian digunakan bahan-

bahan organik. Salah satu upaya pengendalian serangga pengganggu secara

biologi adalah penggunaan jamur Beauveria bassiana. Penelitian menunjukkan

jamur ini banyak digunakan di bidang pertanian antara lain pengendalian ulat

krop pada tanaman sawi, hama walang sangit (Leptocorisa oratorius), wereng

batang coklat (Nilaparvata lugens) pada tanaman padi serta hama kutu (Aphis sp.)

(Ikawati, 2016).

11
PELAKSANAAN PRAKTIKUM

Tempat dan waktu

Pelaksanaan praktikum dasar perlindungan tanaman tentang ordo

orthoptera dilaksanakan pada hari selasa tanggal 24 November 2020. Praktikum di

langsungkan melalui media zoom meeting dirumah masing masing.

Bahan dan alat

Bahan yang digunakan yaitu Lalat rumah (Musca domestica), Lalat buah

(Bacterocera sp) dan Nyamuk (Culex pipiens)

Cara kerja

Para praktikan mempersiapkan bahan yang telah ditetapkan oleh dosen

penanggung jawab. Dosen akan menjelaskan tentang hama ordo diptera dan

hewan yang telah disiapkan. Para praktikan dapat memahami dan

menyesuaikannya dengan hewan yang telah disiapkan.

12
HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Hama adalah organisme yang dianggap merugikan dalam kegiatan sehari

hari manusia. Predator adalah pemangsa organisme lain yang hidup bebas dialam.

Diptera berasal dari kata di (dua) dan ptera (sayap) berarti serangga yang

memiliki dua sayap, contohnya nyamuk dan lalat. Tipe mulut ordo diptera adalah

penjilat penghisap, penghisap, atau pencucuk penghisap.

Ovipositor adalah alat yang digunakan serangga untuk meletakkan

telurnya, biasanya dimiliki oleh serangga betina yang ukurannya lebih panjang

dari lalat jantan. Spirakel adalah alat pernapasan pada serangga. Halter adalah

sayap belakang yang tidak berkembang dan juga berfungsi sebagai pendengar dan

sebagi penentu arah.

Gejala serangan lalat buah antara lain yaitu buah terdapat bisul atau

tusukan kemudian terdapat bercak bercak atau bintik hiitam yang lama kelamaan

menjadi besar. Cara pengendalian yang dapat dilakukan yaitu menggunakan

perangkap/feromon, pembungkusan, sanitasi dan membersihkan area ladang.

Gejala serangan nyamuk yaitu coklat dan membusuk. Nyamuk

menggunakan liur atau saliva pada permukaan buah, saliva ini yang melembutkan

permukaan buah kemudian memasukkan probosis (tabung memanjang yang

berfungsi untuk menghisap) pada buah.

13
Pembahasan

Diptera merupakan salah satu ordo dengan kekayaan spesies yang sangat

beragam. Kelompok serangga ini dapat dibedakan dengan serangga lain, terutama

dilihat pada sepasang sayap depan yang tipis dan sepasang sayap belakang yang

tereduksi menjadi halter.

Siklus hidup lalat rumah yaitu Fase telur : Telur lalat berwarnah putih

dengan ukuran lebih kurang 1 mm, setiap kali bertelur akan menghasilkan 120-

130 butir telur dan menetas dalam waktu 10-12 jam. Fase larva : Ukuran larva

kurang lebih 1mm setelah 4-5 hari pada suhu 30 °C melewati tiga fase instar.

Lama stadium pupa 2-8 hari atau tergantug dari temperatur setempat, bentuknya

bulat lonjong dengan warnah coklat hitam. Proses pematangan menjadi lalat

dewasa kurang lebih 15 jam dan setelah itu siap untuk mengadakan perkawinan.

Seluruh waktu yang diperlukan 7-22 hari, tergantung pada suhu setempat,

kelembaban dan makanan yang tersedia. Umur lalat dewasa dapat mencapai 2-4

minggu.

Upaya pengendalian dan pemberantasan lalat yaitu dengan menjaga

sanitasi lingkungan, membersihkan kandang dan penggunaan insektisida .

Siklus hidup lalat buah mempunyai 4 fase metamorfosis, siklus hidup lalat

buah ini termasuk ke perkembangan sempurna atau dikenal dengan holometabola.

Serangan lalat pada buah muda menyebabkan bentuk buah menjadi tidak

normal, buah berkalus, dan gugur. Serangan pada buah tua menyebabkan buah

menjadi busuk basah karena bekas lubang larva umumnya terinfeksi bakteri dan

jamur.

14
Usaha pengendalian lalat buah sudah banyak dilakukan diantaranya

menggunakan cara mekanik, kultur teknik, dan hayati.

Nyamuk Culex adalah nyamuk yang biasanya berada dirumah atau

nyamuk rumahan dan keberadaannya sangat dekat dengan manusia serta di

daerah persawahan, rawa-rawa dan genangan air.

Siklus hidup nyamuk terdiri dari telur, empat stadium larva, pupa dan

dewasa. Pengendalian nyamuk dapat dilakukan dengan banyak cara, diantaranya

secara kimiawi misalnya dengan menggunakan bahan kimia untuk membunuh

atau menghambat pertumbuhan, juga non kimia misalnya dengan pengelolaan

lingkungan, pengendalian secara biologik dan genetik.

15
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Diptera berasal dari kata di (dua) dan ptera (sayap) berarti serangga yang

memiliki dua sayap, contohnya nyamuk dan lalat.

2. Tipe mulut ordo diptera adalah penjilat penghisap, penghisap, atau

pencucuk penghisap.

3. Ovipositor adalah alat yang digunakan serangga untuk meletakkan

telurnya, biasanya dimiliki oleh serangga betina yang ukurannya lebih

panjang dari lalat jantan.

4. Spirakel adalah alat pernapasan pada serangga.

5. Halter adalah sayap belakang yang tidak berkembang dan juga berfungsi

sebagai pendengar dan sebagi penentu arah.

6. Gejala serangan lalat buah antara lain yaitu buah terdapat bisul atau

tusukan kemudian terdapat bercak bercak atau bintik hiitam yang lama

kelamaan menjadi besar.

7. Cara pengendalian yang dapat dilakukan yaitu menggunakan

perangkap/feromon, pembungkusan, sanitasi dan membersihkan area

ladang.

8. Gejala serangan nyamuk yaitu coklat dan membusuk.

9. Pengendalian nyamuk dapat dilakukan secara kimiawi misalnya dengan

menggunakan bahan kimia untuk membunuh atau menghambat

pertumbuhan, juga non kimia misalnya dengan pengelolaan lingkungan,

pengendalian secara biologik dan genetik.

16
Saran

Saran saya apa bila ingin melakukan pengendalian pada hama ini, untuk

tidak menggunakan bahan bahan kimia karena dapat memberikan dampak negatif

pada hama dan juga lingkungan.

17
DAFTAR PUSTAKA

Masfiyah, E., Karindah, S., & Puspitarini, R. D. (2014). Asosiasi serangga

predator dan parasitoid dengan beberapa jenis tumbuhan liar di ekosistem

sawah. Jurnal Hama dan Penyakit Tumbuhan, 2(2), pp-9.

AGATA, D. M. (2019). KEANEKARAGAMAN JENIS SERANGGA ORDO

DIPTERA DI TAMAN KEHATI KIARA PAYUNG KABUPATEN

SUMEDANG (Doctoral dissertation, FKIP UNPAS).

Setianingsih, D. (2016). Studi keanekaragaman jenis kantong semar (Nepenthes

sp.) dan serangga yang terjebak di dalamnya di Taman Nasional

Sebangau Resort Habaring Hurung (Doctoral dissertation, IAIN Palangka

Raya).

Tustiyani, I., Utami, V. F., & Tauhid, A. (2020). IDENTIFIKASI

KEANEKARAGAMAN DAN DOMINASI SERANGGA PADA

TANAMAN BUNGA MATAHARI (Helianthus annuus L.) DENGAN

TEKNIK YELLOW TRAP. Agritrop: Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian

(Journal of Agricultural Science), 18(1), 89-97.

Rohmat, A. (2020). Keanekaragaman Serangga Penyerbuk Ordo Diptera pada

Agroforestri Kopi Arabika (Coffea arabica L.) di Kecamatan

Pangalengan, Jawa Barat (Doctoral dissertation).

Nurhayati, S., & Sukesi, T. W. (2018). Efek Insektisidal Ekstrak Etanol Daun

Jambu Biji Putih (Psidium Guajava L) terhadap Larva Lalat Rumah

18
(Musca Domestica L). Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia, 17(2), 59-

62.

Aliah, N., Susilawaty, A., & Ibrahim, I. A. (2016). Uji efektivitas ekstrak daun

cengkeh (Syzigium aromaticum) sebagai repellent semprot terhadap lalat

rumah (Musca domestica) (Doctoral dissertation, Universitas Islam Negeri

Alauddin Makassar).

Puspitarani, F., Sukendra, D. M., & Siwiendrayanti, A. (2017). Penerapan lampu

ultraviolet pada alat perangkap Lalat terhadap jumlah lalat rumah

terperangkap. HIGEIA (Journal of Public Health Research and

Development), 1(3), 151-161.

Adi, D., & Anita, D. (2018). Uji Mortalitas Lalat Rumah (Musca domestica)

Setelah Pemberian Ekstrak Kulit Duku (Lansium domesticum

Corr.). Klinikal Sains: Jurnal Analis Kesehatan, 6(1), 18-23.

Syahfari, H. (2013). Identifikasi hama lalat buah (Diptera: Tephritidae) pada

berbagai macam buah-buahan. Ziraa'ah Majalah Ilmiah Pertanian, 36(1),

32-39.

Isnaini, Y. N. (2013). Identifikasi Spesies dan Kelimpahan Lalat buah Bactrocera

spp di Kabupaten Demak (Doctoral dissertation, Universitas Negeri

Semarang).

Herlinda, S., Pujiastuti, Y., Samad, S., & Adam, T. (2008). Spesies Lalat Buah

yang Menyerang Sayuran Solanaceae dan Cucurbitaceae di Sumatera

Selatan.

19
Patty, J. A. (2018). Efektivitas metil eugenol terhadap penangkapan lalat buah

(Bactrocera dorsalis) pada pertanaman cabai. Agrologia, 1(1).

Marpaung, A., Armeilia Yulanda Atmyanti Marpaung, Y., Pangestiningsih, Y., &

Pinem, M. I. (2014). Survei Pengendalian Hama Terpadu Hama Lalat

Buah Bactroceraspp. Pada Tanaman Jeruk di Tiga Kecamatan Kabupaten

Karo. Jurnal Agroekoteknologi Universitas Sumatera Utara, 2(4), 100758.

Kawulusan, W. R., Sondakh, R. C., & Boky, H. B. (2017). Distribusi Spasial

Nyamuk Culex spp di Kecamatan Tuminting Kota Manando Tahun

2017. KESMAS, 6(3).

Ahdiyah, I. (2015). Pengaruh ekstrak daun mengkokan (nothopanax scutellarium)

sebagai larvasida nyamuk culex sp (Doctoral dissertation, Institut

Teknologi Sepuluh Nopember).

Ruliansyah, A., Ridwan, W., & Kusnandar, A. J. (2009). Efikasi Berbagai

Konsentrasi Ekstrak Daun Sirsak (Anona muricata) Terhadap Jentik

Nyamuk Culex quinquefasciatus. Aspirator Journal of Vector-Borne

Diseases, 1(1), 53232.

Ikawati, B. (2016). Beauveria bassiana sebagai alternatif hayati dalam

pengendalian nyamuk. Jurnal Vektor Penyakit, 10(1), 19-24.

20
COLEOPTERA

Oleh :

PUPUT TIFANI
1904300105
AGRIBISNIS 3

PRAKTIKUM DASAR PERLINDUNGAN TANAMAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA
MEDAN
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan

rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas yang berjudul

“Laporan Praktikum OPT Ordo Coleoptera” ini tepat pada waktunya.

Saya mengucapkan banyak terima kasih kepada

10. Ibu Ir Efrida Lubis, M.P selaku dosen penanggung jawab praktikum dasar

perlindungan tanaman.

11. Ibu Rini Susanti S.P., M.P. selaku dosen praktikum dasar perlindungan

tanaman.

12. Abangda Riki Candra S.P selaku asisten dosen praktikum dasar

perlindungan tanaman.

Saya menyadari, tugas yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna.

Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun di butuhkan demi

kesempurnaan laporan ini.

Subulussalam, 01 Desember 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI
Judul Halaman

COVER

KATA PENGANTAR .............................................................................. i

DAFTAR ISI ............................................................................................. ii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................ iv

PENDAHULUAN .................................................................................... 1

Latar Belakang ............................................................................ 1

Tujuan Praktikum........................................................................ 2

Kegunaan Praktikum ................................................................... 2

TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 3

Ordo Coleoptera .......................................................................... 3

Kumbang tanduk (Oryctes rhinoceros) ...................................... 3

Klasifikasi dan biologi ....................................................... 3

Siklus hidup ....................................................................... 4

Gejala serangan ................................................................. 5

Cara pengendalian ............................................................. 6

Kumbang beras (Sitophilus oryzae) ............................................ 7

Klasifikasi dan biologi ....................................................... 7

Siklus hidup ....................................................................... 8

Gejala serangan ................................................................. 8

Cara pengendalian ............................................................. 8

Kumbang tepung (Tribollium castaneum) .................................. 9

Klasifikasi dan biologi ....................................................... 9

Siklus hidup ....................................................................... 10

Gejala serangan ................................................................. 10

ii
Cara pengendalian ............................................................. 11

PELAKSANAAN PRAKTIKUM ............................................................ 12

Tempat dan Waktu ...................................................................... 12

Bahan dan Alat ............................................................................ 12

Cara Kerja ................................................................................... 12

HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................. 13

Hasil ........................................................................................... 13

Pembahasan................................................................................. 13

KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 16

Kesimpulan ................................................................................. 16

Saran ........................................................................................... 17

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 18

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 kumbang tanduk (Oryctes rhinoceros) .................................. 3

Gambar 1.2 Kumbang beras (Sitophilus oryzae) ...................................... 7

Gambar 1.3 Kumbang tepung (Tribollium castaneum) ............................ 9

iv
PENDAHULUAN

Latar belakang

Serangga diketahui merupakan jenis hewan dengan spesies terbanyak di

bumi, tercatat sudah sekitar lebih dari 800.000 spesies serangga yang ditemukan.

Terdapat sekitar 5.000 spesies capung (ordo Odonata), 20.000 spesies belalang

(ordo Orthoptera), 170.000 spesies kupu-kupu dan ngengat (ordo Lepidoptera),

120.000 lalat dan nyamuk (ordo Diptera), 82.000 spesies kepik dan hama (ordo

Hemiptera), 360.000 spesies kumbang (ordo Coleoptera), dan 110.000 spesies

semut dan lebah (ordo Hymenoptera). Tingkat keanekaragaman serangga yang

tinggi menjadikan organisme serangga sebagai salah satu obyek yang menarik

untuk dipelajari dalam dunia Biologi (Septiadi dkk., 2018).

Kumbang merupakan serangga dari Ordo Coleoptera yang memiliki

keanekaragaman yang tinggi dan melimpah, selain itu berperan penting dalam

fungsi ekosistem (Schowalter 2011). Peran kumbang dibutuhkan dalam ekosistem

karena aktivitas kumbang sebagai pemakan tanaman, predator, scavenger, dan

dekomposer. Aktivitas kumbang herbivora sangat penting bagi ekosistem karena

kumbang herbivora merupakan hama penting bagi tanaman dan dapat

mempengaruhi keanekaragaman tanaman, sedangkan kumbang predator dapat

mempengaruhi populasi serangga lainnya. Selain itu, kumbang juga banyak

berperan sebagai scavenger dan dekomposer dalam proses penguraian bahan

organik baik di permukaan tanah maupun di dalam tanah (Rahayu dkk., 2017).

Serangga adalah salah satu komponen keanekaragaman hayati yang juga

memiliki peranan penting dalam jaring makanan yaitu sebagai herbivora

1
karnivora dan detrivora. Keberadaan serangga predator dan parasitoid dipengaruhi

oleh keanekaragaman tanaman penyusun struktur lansekap misalnya keberadaan

tumbuhan liar. Tumbuhan liar dapat digunakan sebagai tempat berlindung, inang

alternatif dan sumber pakan tambahan berupa tepung sari dan madu (Masfiyah,

2014).

Coleoptera berasal dari bahasa Yunani kuno yaitu koleos (pelindung) dan

ptera (sayap). Serangga ini berkembang biak dengan cara metamorphosa

sempurna. Di Indonesia ordo dari Coleoptera diperkirakan kurang lebih 250 ribu

spesies yang tersebar luas dan dijumpai hampir sepanjang tahun. 40% dari

keseluruhan anggota serangga merupakan ordo Coleoptera, hal ini menyebabkan

beberapa dari ordo Coleoptera berperan sebagai hama pada lingkungan pertanian,

salah satunya pada tanaman kelapa sawit (Dewi dan Intan, 2020).

Tujuan Praktikum

Agar mengetahui cara pengendalian yang paling efektif dari jenis hama tersebut.

Kegunaan Praktikum

7. Sebagai syarat dalam mengikuti mata kuliah praktikum dasar perlindungan

tanaman

8. Sebagai sarana pembelajaran mengenai cara perlindungan tanaman dan

mengenali jenis jenis hama, penyakit dan gulma yang dapat menyerang

tanaman.

2
TINJAUAN PUSTAKA

Ordo Coleoptera

Ordo Coleoptera, dengan ciri-ciri sayap depan keras, tebal, menanduk,

tidak ada vena-venanya, berfungsi sebagai pelindung. Sayap belakang

membraneus dan melipat di bawah sayap depan pada waktu istirahat. Ukuran

tubuh kecil sampai besar. Larva dan dewasa mempunyai alat mulut bertipe

penggigit pengunyah, ada yang mempunyai seperti cucuk (rostrum), kadang-

kadang untuk penetrasi ke jaringan tanaman. Larva tidak mempunyai kaki

abdominal, umumnya dengan 3 pasang kaki thorakal. Habitatnya hidup di

berbagai ekosistem. Peranan sebagian bertindak sebagai hama, larva umumnya

merusak akar. Sebagian sebagai predator (Saraswati dan Eki, 2015).

Kumbang tanduk (Oryctes rhinoceros)

Klasifikasi dan biologi

Gambar 1.1 kumbang tanduk (Oryctes rhinoceros)

Kelas : Insekta

Filum : Arthropoda

Kelas : Insecta

Ordo : Coleoptera

Famili : Scarabaeidae

3
Genus : Oryctes

Spesies : Oryctes rhinoceros L

O. rhinoceros L (Coleoptera: Scarabidae) atau kumbang tanduk

merupakan salah satu hama penting pada kelapa sawit dan dikenal sebagai hama

penggerek pucuk kelapa sawit. Hama kumbang tanduk ini menyerang tanaman

kelapa sawit yang ditanam di lapangan sampai umur 2,5 tahun dengan merusak

titik tumbuh sehingga terjadi kerusakan pada daun muda. Kumbang tanduk pada

umumnya menyerang tanaman kelapa sawit muda dan menurunkan produksi

tandan buah segar (TBS) pada tahun pertama menghasilkan hingga 69%, bahkan

menyebabkan 25% tanaman muda mati (Mustama dkk., 2018).

Siklus hidup

Oryctes rhinoceros mengalami metamorfosis sempurna yang dimulai dari

telur, larva, prepupa, pupa dan imago. Siklus hidup kumbang ini antara 4-9 bulan,

namun pada umumnya 4,7 bulan. Jumlah telurnya 30-70 butir atau lebih, dan

menetas setelah lebih kurang 12 hari. Telur berwarna putih, mula-mula bentuknya

jorong, kemudian berubah agak membulat. Larva Oryctes rhinoceros yang biasa

disebut dengan gendon atau uret berwarna putih kekuningan, berbentuk silinder,

gemuk dan berkerut-kerut, melengkung membentuk setengan lingkaran seperti

huruf C dengan panjang 60-100 mm atau lebih. Instar I berlangsung selama 10-21

hari, instar II berlangsung selama 12-21 hari, instar III berlangsung selama 60-165

hari. Pupa berada di dalam tanah, berwarna coklat kekuningan berada dalam

kokon yang dibuat dari bahan-bahan organik di sekitar tempat hidupnya. Pupa

jantan berukuran sekitar 3-5 cm, yang betina agak pendek. Masa prapupa 8-13

hari. Masa kepompong berlangsung antara 18-23 hari. Kumbang yang baru

4
muncul dari pupa akan tetap tinggal di tempatnya antara 5-20 hari, kemudian

terbang keluar. imago Oryctes rhinoceros mempunyai panjang 30-57 mm dan

lebar 14-21 mm, imago jantan lebih kecil dari imago betina. Oryctes rhinoceros

betina mempunyai bulu tebal pada bagian ujung abdomenya, sedangkan yang

jantan tidak berbulu. Oryctes rhinoceros dapat terbang sampai sejauh 9 km. Imago

aktif pada malam hari untuk mencari makanan dan mencari pasangan untuk

berkembangbiak (Sitinjak, 2018).

Gejala serangan

Bagian yang diserang hama O. Rhinoceros biasanya pupus daun (daun

tombak). Stadium hama yang merugikan saat menjadi kumbang. Kumbang hanya

meninggalkan tempat bertelurnya pada malam hari, lalu menyerang pohon kelapa

sawit. Kumbang membuat lubang didalam pupus daun yang belum membuka,

mulai dari pangkal pelepah. Jika pupus terserang membuka, biasanya terlihat

tanda serangan berupa potongan simetris dikedua sisi pelepah daun. Untuk

tanaman muda, serangan hama ini dapat menghambat pertumbuhan atau bahkan

mematikan tanaman tersebut. menjadi kumbang. Kumbang hanya meninggalkan

tempat bertelurnya pada malam hari, lalu menyerang pohon kelapa sawit.

Kumbang membuat lubang didalam pupus daun yang belum membuka, mulai dari

pangkal pelepah. Jika pupus terserang membuka, biasanya terlihat tanda serangan

berupa potongan simetris dikedua sisi pelepah daun. Untuk tanaman muda,

serangan hama ini dapat menghambat pertumbuhan atau bahkan mematikan

tanaman tersebut (Ridho dkk., 2018).

5
Cara pengendalian

Selama ini petani sawit telah melakukan pengendalian, diantaranya

pemusnahan menggunakan insektisida melalui batang, pemusnahan Orycetes

rhinoceros secara langsung dari lubang gerekan pada kelapa sawit yang terserang

hama, tapi belum menunjukan hasil yang maksimal, perlakuan insektisida tidak

efektif mematikan hama Orycetes rhinoceros jika kondisi iklim tidak mendukung

(Yustina dkk., 2012).

Pengendalian kumbang tanduk (Oryctes rhinoceros L) sangat penting salah

satunya dengan menggunakan perangkap feromon sebagai insektisida alami,

selain alami feromon juga ramah lingkungan, dan lebih murah dibandingkan

dengan pengendalian konvensional. Feromon adalah sejenis zat kimia yang

berfungsi untuk merangsang dan memiliki daya pikat seksual pada jantan maupun

betina. Zat ini berasal dari kelenjar endokrin dan digunakan oleh makhluk hidup

untuk mengenali sesama jenis, individu lain, kelompok, dan untuk membantu

reproduksi. Feromon merupakan bahan yang mengantarkan serangga pada

pasangan seksualnya, sekaligus mangsa, tanaman inang, dan tempat berkembang

biaknya. Komponen utama feromon sintetis ini adalah etil-4 metil oktanoat

(Lestari dkk., 2020).

6
Kumbang beras (Sitophilus oryzae)

Klasifikasi dan biologi

Gambar 1.2 Kumbang beras (Sitophilus oryzae)

Kingdom : Animalia

Filum : Arthropoda

Kelas : Insecta

Ordo : Coleoptera

Family : Curculionidae

Genus : Sitophilus

Spesies : Sitophilus oryzae

Sitophilus oryzae L. Merupakan serangga hama penting digudang yang

tergolong insecta dan bersifat polifak yang tidak hanya menyerang beras tapi juga

menyerang jagung, ubi jalar, dan kacang hijau. Besarnya kerusakan yang

diakibatkan oleh S. Oryzae L. dapat dilihat dari besarnya populasi hama yang

menyerang serta lamanya penyimpanan (Susanti dkk., 2017).

7
Siklus hidup

Siklus hidupnya melampaui beberapa fase kehidupan mulai dari telur, ulat

(larva), kepompong (pupa) dan selanjutnya menjadi serangga dewasa. Kumbang

dewasa dan bentuk ulatnya sangat aktif merusak bahan simpan (Sakul dkk., 2012).

Gejala serangan

Serangga Sitophylus oryzae menyebabkan butiran beras menjadi

berlobang kecil-kecil serta mudah pecah dan remuk bagaikan tepung, sehingga

kualitasnya rendah karena rasanya tidak enak dan berbau apek. Kehadiran hama

kumbang beras ini perlu dikendalikan dengan tepat, agar kualitas dan kuantitas

beras dalam simpanan tidak menurun (Rizal dkk., 2019).

Cara pengendalian

Salah satu alternatif pengendalian hama gudang kumbang beras S. Oryzae

adalah dengan penggunaan pestisida nabati sebagai senyawa yang ramah

lingkungan dapat menolak atau mengusir serangga karena mengeluarkan bau yang

tidak disukai oleh serangga. Selain itu biji sirsak A. muricata merupakan pestisida

bahan alam yang menjanjikan untuk dikembangkan. Biji sirsak mengandung

bioaktif asetogenin yang bersifat insektisidal dan penghambat makan (anti

feedant), dan buah mentah, biji, daun, dan akar sirsak mengandung senyawa kimia

annonain yang dapat berperan sebagai insektisida, larvasida, penolak serangga

(repellent) dan antifeedant dengan cara kerja sebagai racun kontak dan racun perut

(Lihawa dan Toana, 2017).

8
Kebiasaan masyarakat petani dengan menggunakan insektisida sintetik

perlu dibatasi mengingat dampak negatif yang ditimbulkannya maka diupayakan

metode lain untuk mengendalikan hama kumbang beras (S. Oryzae L.) secara

aman dan efektif, yakni penggunaan insektisida nabati. Insektisida nabati adalah

insektisida yang bahan dasarnya berasal dari tumbuhan yang relatif mudah dibuat

dengan kemampuan yang terbatas. Insektisida nabati ini bersifat mudah terurai di

alam sehingga tidak mencemari lingkungan dan relatif aman bagi manusia dan

ternak, serta berperan sebagai racun kontak dan perut. Salah satu bahan

pengendaliannya dapat menggunakan tanaman sirih hutan yang berpotensi sebagai

insektisida nabati. Sirih hutan (Piper aduncum L.) termasuk Famili Piperaceae

yang merupakan salah satu tumbuhan yang bisa dijadikan sebagai insektisida

nabati (Rustam dkk., 2017).

Kumbang tepung (Tribollium castaneum)

Klasifikasi dan biologi

Gambar 1.3 Kumbang tepung (Tribollium castaneum)

Kingdom : Animalia

9
Filum : Arthropoda

Kelas : Insecta

Ordo : Coleoptera

Famili : Tribollium

Genus : Tribollium castaneum

Tribolium castaneum merupakan salah satu spesies serangga hama penting

di penyimpanan di daerah tropik. T. Castaneum merupakan salah satu spesies

serangga yang ditemukan pada beras di gudang Perusahaan Umum BULOG.

Serangga tersebut mampu bertahan pada bahan pangan dengan kadar air rendah,

terutama menimbulkan kerusakan pada serealia yang telah digiling, namun

perkembangbiakannya tidak cepat pada serealia yang berkadar air rendah, masih

utuh, dan bebas dari serpihan (Dharmaputra dkk., 2014).

Siklus hidup

T. castaneum termasuk dalam ordo coleoptera dan keluarga tenebrionidae.

T. castaneumini menyerang produk terutama dalam bentuk tepung. T.

Castaneum mengalami metamorfosis sempurna yaitu meliputi telur, larva, pupa,

dan imago (Subagiya dkk., 2018).

Gejala serangan

Imago dan larva T. castaneum selalu merusak tepung, jika belum terdapat

tepung mereka akan menunggu hasil perusakan butir beras, gaplek, jagung, kopra,

dan lain-lain oleh hama primer. Ketika terdapat dalam jumlah besar, kumbang

10
tepung akan menyebabkan tepung menjadi rentan terhadap jamur serta dapat

mencemari komoditas dengan sekresi dari kelenjar berbau hama tersebut.

Serangan berat yang disebabkan oleh T. Castaneum menyebabkan komoditas

tercemar oleh benzokuinon hasil ekskresi kumbang tersebut yang bersifat racun

sehingga komoditas tersebut tidak layak untuk dikonsumsi dan menyebabkan

tepung berwarna coklat (Hendrival dkk., 2016).

Cara pengendalian

Fumigasi merupakan upaya pengendalian yang hingga saat ini dianggap

efektif mengendalikan OPT pasca panen. Fumigasi pada tepung gandum dapat

dilakukan dengan menggunakan bahan aktif fosfin, karena tidak menyebabkan

pencemaran pada komoditas. Penggunaan fumigasi pada awal penyimpanan

sangat berperan dalam mengendalikan OPT yang terbawa selama proses di

lapang, sehingga hasil panen yang disimpan dapat terbebas dari keberadaan hama

gudang. Hasil panen yang terbebas dari serangan OPT pasca panen dapat

mempertahankan tingkat kuantitas dan kualitas (Aruma dan Hasjim, 2020).

Upaya yang dilakukan untuk pengendalian hama pada komoditas harus

memanfaatkan kombinasi teknik yang efektif, ekonomis dan menekan terjadinya

kontaminasi produk. Pengendalian yang dapat dilakukan yaitu berupa

pengendalian non kimiawi dan kimiawi.Pengendalian non kimiawi dengan

memperhatikan sanitasi gudang pada industri.3Sedangkan pengendalian secara

kimiawi dengan menggunakan fumigasi (Oktianty dkk., 2016).

11
PELAKSANAAN PRAKTIKUM

Tempat dan waktu

Pelaksanaan praktikum dasar perlindungan tanaman tentang ordo

Coleoptera dilaksanakan pada hari selasa tanggal 01 Desember 2020. Praktikum

di langsungkan melalui media zoom meeting dirumah masing masing.

Bahan dan alat

Bahan yang digunakan yaitu Kumbang tanduk (Oryctes rhinoceros),

kumbang beras (Sitophilus oryzae) dan kumbang tepung (Tribollium castaneum).

Cara kerja

Para praktikan mempersiapkan bahan yang telah ditetapkan oleh dosen

penanggung jawab. Dosen akan menjelaskan tentang hama ordo Coleoptera dan

hewan yang telah disiapkan. Para praktikan dapat memahami dan

menyesuaikannya dengan hewan yang telah disiapkan.

12
HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Coleoptera memiliki ciri ciri mempunyai dua pasang sayap, sayap depan

tebal keras dan mengandung zat tanduk (elitra), sayap belakang seperti selaput,

dan mengalami metamorfosis sempurna.

Gejala serangan kumbang tanduk yaitu adanya bagian yang bolong atau

patah pada pelepah. Terdapat guntingan pada daun yang masih muda sehingga

berbentuk segitiga terbalik dan berlubang lubang. Cara pengendalian yang dapat

dilakukan yaitu dengan cara kimia (insectisida), secara alami, menggunakan

perangkap dengan daya tarik cahaya, menggunakan garam dipucuk tanaman,

dengan menggunakan feromon.

Gejala serangan kutu beras yaitu butir butir beras yang diserang terdapat

lubang lubang kecil sehingga beras menjadi rapuh. Cara pengendalian yang dapat

dilakukan yaitu dengan memberi jeruk nipis pada tabung beras agar kutu pergi

karena baunya, sanitasi gudang, fumigasi, dan feromon.

Bahan yang diserang kumbang tepung warnanya menjadi kotor dan bau,

kemudian terdapat gumpalan gumpalan sebagai tempat peletakan telur dan

sekresi. Cara pengendalian yang dapat dilakukan yaitu dengan cara manual

(dengan menyaring tepung yang terdapat kumbang tepung), dengan cara

menjemur tepung dll.

Pembahasan

Ordo Coleoptera, dengan ciri-ciri sayap depan keras, tebal, menanduk,

tidak ada vena-venanya, berfungsi sebagai pelindung. Sayap belakang

membraneus dan melipat di bawah sayap depan pada waktu istirahat. Larva dan

13
dewasa mempunyai alat mulut bertipe penggigit pengunyah, ada yang mempunyai

seperti cucuk (rostrum), kadang-kadang untuk penetrasi ke jaringan tanaman.

O. rhinoceros L (Coleoptera: Scarabidae) atau kumbang tanduk

merupakan salah satu hama penting pada kelapa sawit dan dikenal sebagai hama

penggerek pucuk kelapa sawit. Oryctes rhinoceros mengalami metamorfosis

sempurna yang dimulai dari telur, larva, prepupa, pupa dan imago. Bagian yang

diserang hama O. Rhinoceros biasanya pupus daun (daun tombak). Kumbang

membuat lubang didalam pupus daun yang belum membuka, mulai dari pangkal

pelepah. Jika pupus terserang membuka, biasanya terlihat tanda serangan berupa

potongan simetris dikedua sisi pelepah daun. Untuk tanaman muda, serangan

hama ini dapat menghambat pertumbuhan atau bahkan mematikan tanaman

tersebut.

Sitophilus oryzae L. Merupakan serangga hama penting digudang yang

tergolong insecta dan bersifat polifak yang tidak hanya menyerang beras tapi juga

menyerang jagung, ubi jalar, dan kacang hijau. Siklus hidupnya melampaui

beberapa fase kehidupan mulai dari telur, ulat (larva), kepompong (pupa) dan

selanjutnya menjadi serangga dewasa. Serangga Sitophylus oryzae menyebabkan

butiran beras menjadi berlobang kecil-kecil serta mudah pecah dan remuk

bagaikan tepung, sehingga kualitasnya rendah karena rasanya tidak enak dan

berbau apek.

Tribolium castaneum merupakan salah satu spesies serangga hama penting

di penyimpanan di daerah tropik. T. Castaneum merupakan salah satu spesies

serangga yang ditemukan pada beras di gudang Perusahaan Umum BULOG.

14
Castaneum mengalami metamorfosis sempurna yaitu meliputi telur, larva, pupa,

dan imago. Ketika terdapat dalam jumlah besar, kumbang tepung akan

menyebabkan tepung menjadi rentan terhadap jamur serta dapat mencemari

komoditas dengan sekresi dari kelenjar berbau hama tersebut. Serangan berat yang

disebabkan oleh T. Castaneum menyebabkan komoditas tercemar oleh

benzokuinon hasil ekskresi kumbang tersebut yang bersifat racun sehingga

komoditas tersebut tidak layak untuk dikonsumsi dan menyebabkan tepung

berwarna coklat.

15
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Ordo Coleoptera, dengan ciri-ciri sayap depan keras, tebal, menanduk,

tidak ada vena-venanya, berfungsi sebagai pelindung.

2. Oryctes rhinoceros mengalami metamorfosis sempurna yang dimulai dari

telur, larva, prepupa, pupa dan imago.

3. Bagian yang diserang hama O. Rhinoceros biasanya pupus daun (daun

tombak).

4. Siklus hidup Sitophylus oryzae melampaui beberapa fase kehidupan

mulai dari telur, ulat (larva), kepompong (pupa) dan selanjutnya menjadi

serangga dewasa.

5. Serangga Sitophylus oryzae menyebabkan butiran beras menjadi

berlobang kecil-kecil serta mudah pecah dan remuk bagaikan tepung,

sehingga kualitasnya rendah karena rasanya tidak enak dan berbau apek.

6. Ketika terdapat dalam jumlah besar, kumbang tepung akan menyebabkan

tepung menjadi rentan terhadap jamur serta dapat mencemari komoditas

dengan sekresi dari kelenjar berbau hama tersebut.

7. Serangan berat yang disebabkan oleh T. Castaneum menyebabkan

komoditas tercemar oleh benzokuinon hasil ekskresi kumbang tersebut

yang bersifat racun sehingga komoditas tersebut tidak layak untuk

dikonsumsi dan menyebabkan tepung berwarna coklat.

16
Saran

Saran saya apa bila ingin melakukan pengendalian pada hama ini, untuk

tidak menggunakan bahan bahan kimia karena dapat memberikan dampak negatif

pada hama dan juga lingkungan.

17
DAFTAR PUSTAKA

Septiadi, F. B., Triyanto, D., & Setyawati, T. R. (2018). Aplikasi Mobile Sistem

Pakar Untuk Identifikasi Serangga Ordo Coleoptera Dengan Metode

Forward Chaining. Coding Jurnal Komputer dan Aplikasi, 6(1).

Rahayu, G. A., Buchori, D., Hindayana, D., & Rizali, A. (2017). Keanekaragaman

dan peran fungsional serangga Ordo Coleoptera di area reklamasi

pascatambang batubara di Berau, Kalimantan Timur. Jurnal Entomologi

Indonesia, 14(2), 97.

Masfiyah, E., Karindah, S., & Puspitarini, R. D. (2014). Asosiasi serangga

predator dan parasitoid dengan beberapa jenis tumbuhan liar di ekosistem

sawah. Jurnal Hama dan Penyakit Tumbuhan, 2(2), pp-9.

NURMALA DEWI, I. N. T. A. N. (2020). KEANEKARAGAMAN JENIS

SERANGGA ORDO COLEOPTERA PADA PERKEBUNAN KELAPA

SAWIT DI DESA TANJUNG PAKU KECAMATAN MERLUNG

KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT UNTUK MATERI

PRAKTIKUM ENTOMOLOGI (Doctoral dissertation, UNIVERSITAS

JAMBI).

Saraswati, E. (2015). Keanekaragaman Ordo Coleoptera diperkebunan kelapa

sawit dan hutan sekitar area perkebunan kelapa sawit, PT. Agro indomas

Terawan Estate kab. Seruyan (Doctoral dissertation, IAIN Palangka Raya).

Mustama, S. D., Tarmadja, S., & Kristalisasi, E. N. (2018). EFEKTIVITAS

PENGGUNAAN JARING DAN FEROMON SEBAGAI PERANGKAP

KUMBANG TANDUK DI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT. JURNAL

AGROMAST, 3(2).

18
Sitinjak, E. S. (2018). Uji Efektifitas Jamur Entomopatogenik Metarhizium

anisopliae dan Beauvaria bassiana Terhadap Mortalitas Larva Kumbang

Tanduk (Oryctes rhinoceros) pada Chipping Batang Kelapa Sawit.

Ridho, M., Tarmadja, S., & Santi, I. S. (2018). UJI EFEKTIVITAS

PENGENDALIAN URET KUMBANG TANDUK (Oryctes rhinoceros)

DENGAN MENGGUNAKAN EKSTRAK DAUN TEMBAKAU DAN

BELERANG. JURNAL AGROMAST, 3(1).

Fauziah, Y., & Sofia, R. (2012). Struktur Populasi Kumbang Tanduk (Orycetes

rhinoceros) Di Area Perkebunan Kelapa Sawit Masyarakat Desa Kenantan

Kabupaten Kampar-Riau. BIOGENESIS (JURNAL PENDIDIKAN SAINS

DAN BIOLOGI), 8(2), 54-63.

Lestari, W. (2020). PENGARUH KETINGGIAN PERANGKAP FEROMON

DALAM MENGENDALIKAN KUMBANG TANDUK (Oryctes

rhinoceros L.) DI PERKEBUNAN PT HERFINTA. Jurnal

Agroplasma, 7(2), 80-84.

Susanti, S. EFEKTIFITAS EKSTRAK DAUN PANDAN WANGI (Pandanus

amaryllifolius Roxb) TERHADAP KUMBANG BERAS (Sitophylus oryzae

L.). Agroland: Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian, 24(3), 208-213.

Sakul, E. H., Manoppo, J. S., Taroreh, D., Gerungan, R. I., & Gugule, S. (2012).

Pengendalian hama kumbang logong (Sitophylus oryzae L.) dengan

menggunakan ekstrak biji pangi (Pangium edule Reinw.). Eugenia, 18(3).

Rizal, S., Mutiara, D., & Agustina, D. (2019). Preferensi Konsumsi Kumbang

Beras (Sitophilus Oryzae L) Pada Beberapa Varietas Beras. Sainmatika:

Jurnal Ilmiah Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, 16(2), 157-165.

19
Lihawa, Z., & Toana, M. H. (2017). Pengaruh Konsentrasi Serbuk Majemuk Biji

Sarikaya Dan Biji Sirsak Terhadap Mortalitas Kumbang Beras Sitophilus

Oryzae L.(Coleoptera: Curculionidae) Di Penyimpanan. Agrotekbis, 5(2).

Rustam, R., Sutikno, A., & Putra, D. H. P. (2017). Pengaruh Beberapa Dosis

Tepung Daun Sirih Hutan (Piper aduncum L.) terhadap Hama Kumbang

Beras (Sitophilus oryzae L.). Jurnal Agroteknologi Tropika, 6(1), 17-22.

Dharmaputra, O. S., Halid, H., & Sunjaya, S. (2014). Serangan Tribolium

castaneum pada Beras di Penyimpanan dan Pengaruhnya terhadap Serangan

Cendawan dan Susut Bobot. Jurnal Fitopatologi Indonesia, 10(4), 126.

Subagiya, S., Sulistyo, A., & Nurchasanah, U. Toksisitas Biji Srikaya Terhadap

Kumbang Tepung (Tribolium Castaneum) Pada Gandum. Agrosains: Jurnal

Penelitian Agronomi, 20(1), 19-23.

Hendrival, H., Latifah, L., Saputra, D., & Orina, O. (2016). Kerentanan Jenis

Tepung terhadap Infestasi Kumbang Tepung Merah (Tribolium castaneum

Herbst)(Coleoptera: Tenebrionidae). Agrikultura, 27(3).

Aruma, R. S., & Hasjimb, S. (2020). PENGARUH FUMIGASI FOSFIN (PH3)

DALAM MENGENDALIKAN Tribolium castaneum (Herbst) PADA

TEPUNG GANDUM The Effect of Fosfin (PH3) Fumigation in Controlling

Tribolium castaneum (Herbst) in Wheat Flour. Jurnal Bioindustri Vol, 2(2).

Oktianty, R. (2016). Efektivitas Fumigan Sulfuryl Fluoride terhadap Pengendalian

Tribolium Castaneum (Insecta: Coleoptera) di Gudang Industri Pakan

Ternak di Wilayah Kota Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat (e-

Journal), 4(1), 188-192.

20
HEMIPTERA DAN HOMOPTERA

Oleh :

PUPUT TIFANI
1904300105
AGRIBISNIS 3

PRAKTIKUM DASAR PERLINDUNGAN TANAMAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA
MEDAN
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan

rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas yang berjudul

“Laporan Praktikum OPT Ordo Hemiptera” ini tepat pada waktunya.

Saya mengucapkan banyak terima kasih kepada

13. Ibu Ir Efrida Lubis, M.P selaku dosen penanggung jawab praktikum dasar

perlindungan tanaman.

14. Ibu Rini Susanti S.P., M.P. selaku dosen praktikum dasar perlindungan

tanaman.

15. Abangda Riki Candra S.P selaku asisten dosen praktikum dasar

perlindungan tanaman.

Saya menyadari, tugas yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna.

Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun di butuhkan demi

kesempurnaan laporan ini.

Subulussalam, 12 November 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI
Judul Halaman

COVER

KATA PENGANTAR .............................................................................. i

DAFTAR ISI ............................................................................................. ii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................ iv

PENDAHULUAN .................................................................................... 1

Latar Belakang ............................................................................ 1

Tujuan Praktikum........................................................................ 2

Kegunaan Praktikum ................................................................... 2

TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 3

Ordo Hemiptera .......................................................................... 3

Kutu putih (Bemisia tabaci) ........................................................ 3

Klasifikasi dan biologi ....................................................... 3

Siklus hidup ....................................................................... 4

Gejala serangan ................................................................. 5

Cara pengendalian ............................................................. 5

Kutu daun (Aphis gossypii) ......................................................... 6

Klasifikasi dan biologi ....................................................... 6

Siklus hidup ....................................................................... 7

Gejala serangan ................................................................. 8

Cara pengendalian ............................................................. 8

Kepik hijau (Nezara viridula) ..................................................... 9

Klasifikasi dan biologi ....................................................... 9

Siklus hidup ....................................................................... 11

Gejala serangan ................................................................. 11

ii
Cara pengendalian ............................................................. 11

Wereng coklat (Nilaparvata lugens)........................................... 12

Klasifikasi dan biologi ....................................................... 12

Siklus hidup ....................................................................... 13

Gejala serangan ................................................................. 14

Cara pengendalian ............................................................. 14

PELAKSANAAN PRAKTIKUM ............................................................ 16

Tempat dan Waktu ...................................................................... 16

Bahan dan Alat ............................................................................ 16

Cara Kerja ................................................................................... 16

HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................. 17

Hasil ........................................................................................... 17

Pembahasan................................................................................. 18

KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 21

Kesimpulan ................................................................................. 21

Saran ........................................................................................... 22

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 23

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Kutu putih (Bemisia tabaci) .................................................. 3

Gambar 1.2 Kutu daun (Aphis gossypii) ................................................... 7

Gambar 1.3 Kepik hijau (Nezara viridula) ............................................... 10

Gambar 1.3 Wereng coklat (Nilaparvata lugens) ..................................... 13

iv
PENDAHULUAN

Latar belakang

Serangga diketahui merupakan jenis hewan dengan spesies terbanyak di

bumi, tercatat sudah sekitar lebih dari 800.000 spesies serangga yang ditemukan.

Terdapat sekitar 5.000 spesies capung (ordo Odonata), 20.000 spesies belalang

(ordo Orthoptera), 170.000 spesies kupu-kupu dan ngengat (ordo Lepidoptera),

120.000 lalat dan nyamuk (ordo Diptera), 82.000 spesies kepik dan hama (ordo

Hemiptera), 360.000 spesies kumbang (ordo Coleoptera), dan 110.000 spesies

semut dan lebah (ordo Hymenoptera). Tingkat keanekaragaman serangga yang

tinggi menjadikan organisme serangga sebagai salah satu obyek yang menarik

untuk dipelajari dalam dunia Biologi (Septiadi dkk., 2018).

Serangga ditemukan hampir di semua ekosistem. Semakin banyak tempat

dengan berbagai ekosistem maka terdapat jenis serangga yang beragam. Serangga

yang berperan sebagai pemakan tanaman disebut hama, tetapi tidak semua

serangga berbahaya bagi tanaman. Ada juga serangga berguna seperti serangga

penyerbuk, pemakan bangkai, predator dan parasitoid. setiap serangga

mempunyai sebaran khas yang dipengaruhi oleh biologi serangga, habitat dan

kepadatan populasi (Siregar dkk., 2014).

Serangga juga dapat berperan sebagai kontrol biologi (predator bagi

serangga lain) yang mampu menekan populasi hama serangga perkebunan.

Serangga predator yang umum adalah belalang sembah (Hierodula sp.;

Mantodea; Mantidae) yang memangsa serangga-serangga lain. Dalam suatu

ekosistem perkebunan juga terdapat serangga parasit pada serangga lain

1
(Cleptoparasitisme), misalnya dari Ordo Diptera dan Hymenoptera yang dapat

bersifat sebagai sebagai endoparasit atau ektoparasit. Keberadaan serangga

parasit di perkebunan dapat membantu menekan populasi hama serangga

(Putra dkk.,2011).

Serangga hama dapat menyerang pada seluruh fase pertumbuhan, baik

vegetatif maupun generatif (Sari dkk., 2018).

Tujuan Praktikum

Agar mengetahui cara pengendalian yang paling efektif dari jenis hama tersebut.

Kegunaan Praktikum

9. Sebagai syarat dalam mengikuti mata kuliah praktikum dasar perlindungan

tanaman

10. Sebagai sarana pembelajaran mengenai cara perlindungan tanaman dan

mengenali jenis jenis hama, penyakit dan gulma yang dapat menyerang

tanaman.

2
TINJAUAN PUSTAKA

Ordo hemiptera

Nama "Hemiptera" berasal dari bahasa Yunani hemi (setengah) dan pteron

(sayap) sehingga jika diartikan secara keseluruhan, Hemiptera berarti "yang

bersayap setengah". Nama itu diberikan karena serangga dari ordo ini memiliki

sayap depan yang bagian pangkalnya keras seperti kulit, tetapi bagian

belakangnya tipis seperti membran. Sayap depan ini pada sebagian anggota

Hemiptera bisa dilipat di atas tubuhnya dan menutupi sayap belakangnya yang

seluruhnya tipis dan transparan, sementara pada anggota Hemiptera lain sayapnya

tidak dilipat sekalipun sedang tidak terbang (Wikipedia, 2019).

Kutu putih (Bemisia tabaci)

Klasifikasi dan biologi

Gambar 1.1 Kutu putih (Bemisia tabaci)

Kingdom : Animalia

Filum : Arthropoda

Kelas : Insecta

3
Ordo : Hemiptera

Famili : Aleyroidae

Genus : Bemisia

Spesies : B. tabaci

Hama Kutu Kebul (Bemisia tabaci Genn.) Ordo : Hemiptera; Famili :

Aleyrodidae; Genus : Bemisia; Species : tabaci. Mound dan Halsey (1978)

melaporkan, bahwa Genus Bemisia mempunyai 37 spesies yang diduga berasal

dari Asia. Bemisia tabaci adalah hama yang sangat polifag menyerang berbagai

jenis tanaman, antara lain tanaman hias, sayuran, buah-buahan maupun tumbuhan

liar (Nurtjahyani dan Murtini, 2015).

Siklus hidup

Telur berbentuk elips dengan panjang berkisar 0,2-0,3 mm, telur

biasanya diletakan secara berkelompok dibagian permukaan daun dan

permukaan buah. Masa inkubasi telur selama 4-6 hari pada suhu 26-320C,

sedangkan pada suhu 18-220C masa inkubasi telur selama 10-16 hari.

Jumlah telur yang diletakan di permukaan daun dan buah yang

terserang virus berjumlah 77butir dan pada daun dan buah sehat

berjumlah 14 butir. Bermisia tabaci memiliki tiga instar nimfa, yang akan

berlangsung selama 12-15 hari. Panjang tubuh nimfa berkisar 0,2-0,4 mm,

berbentuk bulat panjang dengan torak melebar dan cembung serta

ruang abdomen terlihat dengan jelas (Anonim, 2011).Ketika sudah menjadi

serangga memiliki panjang 1-1,5 mm, bersayap tipis, dan tubuh serangga

4
memiliki warna putih hingga kekuningan. Serangga yang baru menjadi

dewasa akan mengembangkan sayapnya selama 8-15 menit dan kemudian

tubuh akan tertutupi tepung lilin (Suharto, 2007). Lama hidup Bemasia

tabaci tergantung dengan keadaan lingkungan dan faktor lain. Lama

hidup imago rata-rata di Indonesia berskiar 6 hari. Namun, secara

umumnya serangga jantan umurnya lebih pendek dibandingkan betina berisar

9-17 hari dan betina mencapai 37-74 hari (Arfianto, 2018).

Gejala serangan

B. tabaci dapat menyebabkan terbentuknya bintik-bintik klorotik pada

daun karena tusukan stiletnya dan penutupan stomata oleh embun madu yang

dihasilkannya (Hendrival dkk., 2011).

Cara pengendalian

Pengendalian alami dengan mengurangi tindakan yang dapat merugikan

atau mematikan perkembangan musuh alami. Penyemprotan insektisida dengan

dosis yang berlebihan maupun frekuensi aplikasi yang tinggi akan mengancam

populasi musuh alami (parasitoid dan predator). Pengendalian fisik dan mekanik

yang bertujuan untuk mengurangi populasi hama, mengganggu aktivitas fisiologis

hama yang normal, dan mengubah lingkungan fisik menjadi kurang sesuai bagi

kehidupan dan perkembangan hama. Penyiangan gulma, pengairan, dan pola

tanam dapat membantu menekan populasi hama. Pengelolaan ekosistem melalui

usaha bercocok tanam, bertujuan untuk membuat lingkungan tanaman menjadi

kurang sesuai bagi kehidupan dan pembiakan serangga hama dan penyakit serta

mendorong berfungsinya agensi pengendali hayati. Pengendalian secara biologis.

5
Pengendalian secara biologis pada dasarnya adalah memanfaatkan musuh alami

untuk mengendalikan hama. Musuh alami yang terdiri dari parasitoid, predator,

dan patogen serangga hama merupakan agens hayati yang dapat dipakai sebagai

alat pengendalian hama kutu kebul (Marwoto1999). Predator kutu kebul dari

famili Anthocoridae, Coccinelidae, Chrysopidae, Hemerobiidae, dan kebanyakan

Miridae tidak mampu menjaga populasi kutu kebul di bawah ambang ekonomi di

rumah kaca, tetapi predator dari genera Macrolopus atau Dicyphus diketahui

mampu menurunkan populasi kutu kebul. Aplikasi pestisida nabati atau kimiawi

secara selektif diharapkan dapat mengembalikan populasi hama pada asas

keseimbangan. Serbuk biji mimba efektif mengendalikan kutu kebul (Marwoto

dan Inayati, 2018).

Salah satu upaya mengendalikan Hama B. tabaci adalah dengan

menggunakan insektisida nabati yang bersifat repellent (penolak), karena tidak

akan membahayakan bagi lingkungan dan organisme lain. Kardinan (2003: 7)

menyatakan bahwa tanaman yang mengandung minyak atsiri dapat digunakan

sebagai insektisida nabati bersifat repellent. Beberapa tanaman yang mengandung

minyak atsiri dan dapat digunakan sebagai insektisida nabati adalah tanaman kayu

putih, serai wangi dan nilam (Komala dkk., 2020).

Kutu daun (Aphis gossypii)

Klasifikasi dan biologi

6
Gambar 1.2 Kutu Hijau (Aphis gossypii)

Kingdom : Animalia

Filum : Arthropoda

Kelas : Insecta

Ordo : Hemiptera

Famili : Aphididae

Genus : Aphis

Spesies : Aphis gossypii

Aphis gossypii (Glover) (Hemiptera: Aphididae) merupakan serangga

fitofag kosmopolitan yang dapat ditemukan di wilayah tropis, subtropis dan

temperata (Schirmer, Sengonca dan Blaeser, 2008). Spesies ini ditemukan di

negara Yunani, Inggris, Gambia, Kenya, Lebanon, New Guinea, Pakistan,

Thailand, Suriname, Brazil, Filippina, dan Serbia. A. gossypii menyerang 11

famili tumbuhan endemik dan 7 famili tumbuhan indigenous di kepulauan Hawai

USA. A. gossypii yang diketahui kosmopolitan dapat ditemukan di agroekosistem

dataran rendah Sumatera Selatan (Riyanto, 2012).

Siklus hidup

7
Kutu daun umumnya meletakkan telur di bawah permukaan daun. Telur

yang baru saja diletakkan berubah warna menjadi kuning. Telur yang menempel

biasanya berjumlah 5 butir setiap hari selama 16-18 hari. Nimfa berukuran kecil,

berwarna hijau kekuning-kuningan. Kutu betina menjadi dewasa setelah berumur

4-20 hari. Panjang tubuh yang bersayap rata-rata 1,4 mm dan yang tidak bersayap

rata-rata 1,5 mm. Imago Aphis gossypii bersayap memiliki panjang 1,1-1,7 mm.

Toraks dan kepalanya berwarna hitam,, abdomen kuning kehijauan dan ujung

abdomen lebih gelap. Imago betina oviparous berwarna gelap hijau keungu-

unguan seperti warna imago jantan. Imago viviparous memproduksi keseluruhan

70-80 keturunan dengan rata-rata 4,3 ekor nimfa per hari. Imago kutu daun betina

parthenogenetik tanpa sayap memiliki panjang 1-2 mm. Warnanya beraneka

ragam mulai dari hijau cerah sampai hijau gelap, terkadang putih, kuning dan

hijau muda (Parwanti, 2019).

Gejala serangan

Pada tanaman cabai kutu daun biasanya berkoloni di bawah permukaan

daun atau sela-sela daun, mengisap cairan daun, tangkai daun, bunga dan buah

atau polong. Serangannya menyebabkan pucuk atau daun tanaman keriput, daun

tumbuh tidak normal, keriting dan menggulung. Beberapa spesies kutu daun

mengekskresikan embun madu yang menjadi substrat untuk pertumbuhan jamur

embun jelaga pada daun atau buah. Munculnya embun jelaga ini menyebabkan

permukaan daun tertutupi sehingga akan menghambat proses fotosintesis (Efendi

dkk., 2016).

Cara pengendalian

8
Penggunaan jaring berwarna merah dan putihdisekitar pertanaman

cabai merupakan salah satu usaha pengendalian yang ramahlingkungan untuk

mencegah masuknya seranggaA. gossypiike pertanaman cabai.Jaring berwarna

merah digunakan karenawarna merahmemilikipanjang

gelombangpalingpanjangdiantara warna lainnya yaitu sekitar 625-740 nm,

sedangkanseranggapada umumnyahanya mampu memberikan respon terhadap

cahaya dengan panjanggelombang antara 300-400 nm(Sodiq, 2009), sehingga

diharapkan serangga tidakmampu melihat tanaman cabai yang berada di dalam

jaring dan meninggalkan arealpertanaman cabai.Penggunaanjaring berwarna

putihdisebabkankarena warna putihmerupakan gabungan dari beberapa

warnaatau warnapolikromatik (Utami dkk., 2014).

Salah satu alternatip pengendalian yang dapat digunakan adalah dengan

patogen serangga. Beauveria bassiana adalah salah satu musuh alami berbentuk

jamur entomopatogen yang merupakan bagian dari PHT (Pengendalian Hama

Terpadu) (Maula, 2019).

Kepik hijau (Nezara viridula)

Klasifikasi dan biologi

9
Gambar 1.3 Kepik hijau (Nezara viridula)

Kingdom : Animalia

Filum : Arthropoda

Kelas : insecta

Ordo : Hemiptera

Famili : Pentatomidae

Genus : Nezara

Spesies : Nezara viridula

Nezara viridula L. (Hemiptera: Pentatomidae) ditemukan di seluruh daerah

tropis dan subtropis yang memakan berbagai bagian dari tanaman, dan dapat

dikenal dari warna hijau yang seragam serta panjangnya sekitar 16 mm sehingga

dinamakan kepik hijau. Di Indonesia, hama ini telah berkali-kali diberitakan

terdapat pada tanaman padi (di tangkai, daun, dan bulir), jagung, tembakau,

kentang, cabai, kapas, jeruk, buncis dan berbagai tanaman polong yang buahnya

juga ikut dihisap (Hasnah dkk, 2012).

10
Siklus hidup

Seekor imago betina kepik hijau mampu menghasilkan telur berkisar 104-

470 butir yang diletakkan secara berkelompok pada permukaan daun bagian atas

maupun bawah. Tiap kelompok telur terdiri dari 10-50 butir. Telur akan menetas

kurang lebih enam hingga tujuh hari setelah diletakkan imago. Setelah telur

menetas maka terbentuk nimfa I yang berlangsung selama lima sampai enam hari

sebelum berganti kulit (moulting) menjadi nimfa II. Nimfa II juga berlangsung

kurang lebih enam hari, sedangkan nimfa III dan IV hanya berlangsung selama

lima hari. Stadia nimfa V juga berlangsung lima hari sebelum berkembang

menjadi imago. Sedangkan siklus hidup kepik hijau mulai telur hingga terbentuk

imago berlangsung selama 31-76 hari (Prayogo, 2013).

Gejala serangan

Serangan kepik hijau menyebabkan polong yang masih muda menjadi

kosong dan kempis, karena biji tidak terbentuk dan polong gugur.

Serangan pada polong tua menyebabkan biji keriput, berbintik-bintik hitam

dan biji menjadi busuk (Kartika dkk., 2016).

Cara pengendalian

Pengendalian hama dengan insektisida kimia sintetik berdampak

negatif, misalnya hama tidak dapat terkendali dengan baik akibat timbulnya

masalah resistensi dan resurgensi pada hama sasaran. Oleh karena itu

dimanfaatkan bahan-bahan alami, seperti biji pinang (Areca catechu L.) (Fitriani

dkk., 2014).

11
Pengendalian hama ini masih mengutamakan pengendalian secara kimia,

dengan menggunakan insektisida sintetik yang kurang bijaksana sehingga

mengakibatkan terganggunya keseimbangan ekologi. Berdasar InstruksiPresiden

No.3 tahun 1986 dan Undang-Undang No. 12 tahun 1992, Pemerintah

menerapkan dan mengembangkan pengendalian hama terpadu (PHT) sebagai

kebijakan dasar bagi perlindungan tanaman yang berwawasan lingkungan. Salah

satu komponen PHT adalah pemanfaatan insektisida nabati yang berwawasan

lingkungan. Insektisida nabati relatif lebih mudah didapat, aman terhadap

organisme bukan sasaran dan mudah terurai di alam sehingga tidak menimbulkan

polusi. Insektisida nabati merupakan bahan insektisida yang terdapat secara alami

di dalam bagian-bagian tertentu dari tanaman seperti akar, daun, batang, biji, dan

buah. Insektisida nabati telah dikenal oleh petani secara turun temurun.

Penggunaan insektisida nabati oleh petani sering dilakukan dengan menggunakan

cairan perasan tumbuhan (yang diekstrak dengna air) atau dengan pembakaran

bagian tubuh yang mengandung insektisida (Hasnah dan Rusdy, 2014).

Wereng coklat (Nilparvata lugens)

Klasifikasi dan biologi

12
Gambar. 1.4 Wereng coklat (Nilaparvata lugens)

Kingdom : Animalia

Filum : Arthropoda

Kelas : Insecta

Ordo : Hemiptera

Famili : Delphacidae

Genus : Nilaparvata

Spesies : N. lugens

Wereng coklat merupakan serangga dengan genetik plastisitas yang tinggi

sehingga mampu beradaptasi dengan berbagai lingkungan pada waktu yang relatif

singkat. Hal ini terbukti dengan timbulnya biotipe/populasi baru yang dapat

mengatasi sifat ketahanan tanaman atau hama tersebut menjadi resisten terhadap

insektisida (Baehaki dan Munawar, 2008).

Siklus hidup

13
Wereng coklat mempunyai siklus hidup yang relatif pendek. Siklus

hidupnya berkisar 23 -33 hari yang terinci masa inkubasi telur wereng coklat

antara 7-11 hari, stadia nimfa antara 10-15 hari, dan pra-oviposisi 3-4 hari. Jumlah

telur yang diletakkan serangga dewasa sangat beragam, dalam satu kelompok

antara 3-21 butir. Seekor wereng betina selama hidupnya menghasilkan telur

antara 270-902 butir yang terdiri atas 76-142 kelompok. Telur menetas antara 7-

11 hari dengan rata-rata 9 hari (Nurbaeti et al., 2010). Metamorfosis wereng

coklat sederhana atau bertingkat (hetero metabola). Serangga muda yang menetas

dari telur disebut nimfa, makanannya sama dengan induknya. Nimfa mengalami 5

kali pergantian kulit (instar). Lamanya waktu untuk menyelesaikan stadium nimfa

beragam. Nimfa dapat berkembang menjadi dua bentuk wereng dewasa yaitu

bersayap panjang (makroptera) dan bersayap kerdil (brakhiptera) (Theresia

pasaribu, 2018).

Gejala serangan

Serangga ini merusak padi dengan cara mengisap cairan tanaman sehingga

tanaman menjadi kering seperti terbakar. Gejala serangan yang khas ini biasa

disebut hopperburn. Selain menyerang tanaman secara langsung, wereng cokelat

juga menjadi vektor penyebaran penyakit kerdil hampa (ragged stunt) dan kerdil

rumput (grassy stunt) (Iswanto dkk., 2016).

Cara pengendalian

Salah satu jamur penting pada pengendalian hama secara hayati yaitu

jamur Metarhizium anisopliae Metch. Sorokin. Jamur M. anisopliae var anisopliae

dapat menginfeksi serangga dari kelompok ordo Orthoptera, Coleoptera,

14
Hemiptera, Lepidoptera dan Hymenoptera. Di lapangan jamur ini banyak

menginfeksi wereng hijau selan wereng coklat . Pada kondisi tropik, M. anisopliae

cukup efektif menekan populasi wereng coklat di lapangan, karena kondisi panas

dan Iembab sangat efektif untuk menginfeksi serangga wereng coklat. Di Brazil,

jamur M. Anisopliae telah digunakan untuk mengendalikan populasi serangga

kepik, serta wereng batang dan wereng daun pada tanaman alfalfa. Serangga yang

terinfeksi oleh jamur M. anisopliae dan mati berwarna ke hijau-hijauan; hal ini

disebabkan oleh warna konidia jamur. Kematian serangga dapat diakibatkan oleh

toksin yang dikeluarkan oleh jamur tersebut.. Miselium jamur dilaporkan mampu

memproduksi senyawa metabolit yang toksik terhadap serangga. Di sisi lain,

mengemukakan bahwa dalam proses infeksinya konidia jamur patogen

menginfeksi bagian kutikula serangga, namun sampai saat ini belum jelas

mekanisme infeksinya (Suryadi dan Kadir, 2007).

Salah satu tumbuhan yang mempunyai potensi sebagai insektisida alami

adalah tumbuhan kirinyuh (Eupatorium odoratum L.). Tumbuhan ini merupakan

tanaman liar dan mudah ditemui serta belum dimanfaatkan secara optimal sebagai

bahan pengendali biologi. Pengujian kualitatif fitokimia ekstrak etanol daun

kirinyuh terhadap beberapa senyawa kimia oleh mendapatkan hasil bahwa daun

kirinyuh mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, tanin, dan seskuiterpenoid.

Senyawa-senyawa tersebut merupakan bahan aktif sebagai pengendali hama dan

menyebabkan adanya aktivitas biologi yang khas seperti penghambat makan dan

insektisidal (Febrianti dan Rahayu, 2012).

15
PELAKSANAAN PRAKTIKUM

Tempat dan waktu

Pelaksanaan praktikum dasar perlindungan tanaman tentang ordo

Coleoptera dilaksanakan pada hari selasa tanggal 15 Desember 2020. Praktikum

di langsungkan melalui media zoom meeting dirumah masing masing.

Bahan dan alat

Bahan yang digunakan yaitu kutu putih (Bemisia tabaci), kutu daun (Aphis

gossypi), kepik hijau (Nezara viridula), dan wereng coklat (Nilaparvata lugens).

Cara kerja

Para praktikan mempersiapkan bahan yang telah ditetapkan oleh dosen

penanggung jawab. Dosen akan menjelaskan tentang hama ordo Hemiptera dan

hewan yang telah disiapkan. Para praktikan dapat memahami dan

menyesuaikannya dengan hewan yang telah disiapkan.

16
HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Partenogenesis adalah bentuk reproduksi aseksual di mana betina

memproduksi sel telur yang berkembang tanpa melalui proses fertilisasi.

Metamorfosis Paurometabola adalah metamorfosis setengah sempurna, yang

proses menuju dewasa hanya melibatkan unsur ganti kulit dan ganti ukur.

Hemilitron adalah ujung sayap depan yang tranparan.

Gejala serangan wereng coklat (Nilaparvata lugens) yaitu tanaman akan

menguing dan mengering dengan cepat. Cara pengendalian yang dapat dilakukan

yaitu dengan cara membersihkan gulma, pengendalian hayati, menggunakan

musuh alami (laba laba, pardorus fuscifer, dll), dan dengan cara kimiawi

(insektisida).

Metamorfosis ordo hemiptera yaitu setengah sempurna : pergantian kulit –

tubuh bertambah besar – sayap bertumbuh secara bertahap. Tipe perkembangan

hidup ordo Hemiptera adalah "paurometabola" (telur - nimfa - imago). Tipe alat

mulut, baik nimfa rnaupun imago, bersifat menusuk-mengisap, dan keduanya

hidup dalam habi-tat yang sama.

Hemiptera berasal dari kata Hemi berarti "setengah" dan pteron artinya

"sayap". Golongan serangga yang termasuk ke dalam ordo ini memiliki sayap

depan yang mengalami modifikasi sebagai "hemelitron", yaitu setengah bagian di

daerah pangkal menebal, sedangkan sisanya berstruktur seperti selaput, dan sayap

belakang mirip selaput tipis (membran). Contohnya wereng, kutu putih, kutu

daun, dll.

17
Pembahasan

Bemisia tabaci adalah hama yang sangat polifag menyerang berbagai jenis

tanaman, antara lain tanaman hias, sayuran, buah-buahan maupun tumbuhan liar.

Telur berbentuk elips diletakan secara berkelompok dibagian permukaan

daun dan permukaan buah. Masa inkubasi telur selama 4-6 hari. Jumlah

telur yang diletakan di permukaan daun dan buah yang terserang virus

berjumlah 77butir dan pada daun dan buah sehat berjumlah 14 butir.

Bermisia tabaci memiliki tiga instar nimfa, yang akan berlangsung selama 12-

15 hari. Serangga yang baru menjadi dewasa akan mengembangkan

sayapnya selama 8-15 menit dan kemudian tubuh akan tertutupi tepung lilin.

Gejala serangan B. tabaci dapat menyebabkan terbentuknya bintik-bintik klorotik

pada daun karena tusukan stiletnya dan penutupan stomata oleh embun madu

yang dihasilkannya.

Kutu daun atau Aphis gossypii (Glover) (Hemiptera: Aphididae)

merupakan serangga fitofag kosmopolitan yang dapat ditemukan di wilayah

tropis, subtropis dan temperata. Siklus hidup kutu daun yaitu Kutu daun umumnya

meletakkan telur di bawah permukaan daun. Telur yang menempel biasanya

berjumlah 5 butir setiap hari selama 16-18 hari. Nimfa berukuran kecil, berwarna

hijau kekuning-kuningan. Kutu betina menjadi dewasa setelah berumur 4-20 hari.

Imago Aphis gossypii bersayap memiliki panjang 1,1-1,7 mm. Toraks dan

kepalanya berwarna hitam,, abdomen kuning kehijauan dan ujung abdomen lebih

gelap. Imago betina oviparous berwarna gelap hijau keungu-unguan seperti warna

imago jantan. Imago viviparous memproduksi keseluruhan 70-80 keturunan

dengan rata-rata 4,3 ekor nimfa per hari. Gejala serangannya menyebabkan pucuk

18
atau daun tanaman keriput, daun tumbuh tidak normal, keriting dan menggulung.

Beberapa spesies kutu daun mengekskresikan embun madu yang menjadi substrat

untuk pertumbuhan jamur embun jelaga pada daun atau buah. Munculnya embun

jelaga ini menyebabkan permukaan daun tertutupi sehingga akan menghambat

proses fotosintesis.

Di Indonesia, kepik hijau telah berkali-kali diberitakan terdapat pada

tanaman padi (di tangkai, daun, dan bulir), jagung, tembakau, kentang, cabai,

kapas, jeruk, buncis dan berbagai tanaman polong yang buahnya juga ikut dihisap.

Siklus hidup Seekor imago betina kepik hijau mampu menghasilkan telur berkisar

104-470 butir yang diletakkan secara berkelompok pada permukaan daun bagian

atas maupun bawah. Telur akan menetas kurang lebih enam hingga tujuh hari

setelah diletakkan imago. Setelah telur menetas maka terbentuk nimfa I yang

berlangsung selama lima sampai enam hari sebelum berganti kulit (moulting)

menjadi nimfa II. Nimfa II juga berlangsung kurang lebih enam hari, sedangkan

nimfa III dan IV hanya berlangsung selama lima hari. Stadia nimfa V juga

berlangsung lima hari sebelum berkembang menjadi imago. Gejala Serangan

kepik hijau menyebabkan polong yang masih muda menjadi kosong dan

kempis, karena biji tidak terbentuk dan polong gugur. Serangan pada

polong tua menyebabkan biji keriput, berbintik-bintik hitam dan biji menjadi

busuk.

Wereng coklat merupakan serangga dengan genetik plastisitas yang tinggi

sehingga mampu beradaptasi dengan berbagai lingkungan pada waktu yang relatif

singkat. Wereng coklat mempunyai siklus hidup yang relatif pendek. Siklus

hidupnya berkisar 23 -33 hari yang terinci masa inkubasi telur wereng coklat

19
antara 7-11 hari, stadia nimfa antara 10-15 hari, dan pra-oviposisi 3-4 hari. Gejala

serangan Serangga ini merusak padi dengan cara mengisap cairan tanaman

sehingga tanaman menjadi kering seperti terbakar. Gejala serangan yang khas ini

biasa disebut hopperburn. Selain menyerang tanaman secara langsung, wereng

cokelat juga menjadi vektor penyebaran penyakit kerdil hampa (ragged stunt) dan

kerdil rumput (grassy stunt).

20
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Hemiptera berasal dari kata Hemi berarti "setengah" dan pteron artinya

"sayap". Golongan serangga yang termasuk ke dalam ordo ini memiliki

sayap depan yang mengalami modifikasi sebagai "hemelitron".

2. Partenogenesis adalah bentuk reproduksi aseksual di mana betina

memproduksi sel telur yang berkembang tanpa melalui proses fertilisasi.

3. Metamorfosis Paurometabola adalah metamorfosis setengah sempurna,

yang proses menuju dewasa hanya melibatkan unsur ganti kulit dan ganti

ukur. Hemilitron adalah ujung sayap depan yang tranparan.

4. Gejala serangan wereng coklat (Nilaparvata lugens) yaitu tanaman akan

menguing dan mengering dengan cepat.

5. Cara pengendalian yang dapat dilakukan yaitu dengan cara membersihkan

gulma, pengendalian hayati, menggunakan musuh alami (laba laba,

pardorus fuscifer, dll), dan dengan cara kimiawi (insektisida).

6. Tipe perkembangan hidup ordo Hemiptera adalah "paurometabola" (telur -

nimfa - imago).

7. Tipe alat mulut, baik nimfa rnaupun imago, bersifat menusuk-mengisap,

dan keduanya hidup dalam habi-tat yang sama.

8. Gejala serangan B. tabaci dapat menyebabkan terbentuknya bintik-bintik

klorotik pada daun karena tusukan stiletnya dan penutupan stomata oleh

embun madu yang dihasilkannya.

9. Gejala serangan kutu daun menyebabkan pucuk atau daun tanaman

keriput, daun tumbuh tidak normal, keriting dan menggulung.

21
10. Gejala Serangan kepik hijau menyebabkan polong yang masih muda

menjadi kosong dan kempis, karena biji tidak terbentuk dan

polong gugur. Serangan pada polong tua menyebabkan biji keriput,

berbintik-bintik hitam dan biji menjadi busuk.

Saran

Saran saya apa bila ingin melakukan pengendalian pada hama ini, untuk

tidak menggunakan bahan bahan kimia karena dapat memberikan dampak negatif

pada hama dan juga lingkungan.

22
DAFTAR PUSTAKA

Septiadi, F. B., Triyanto, D., & Setyawati, T. R. (2018). Aplikasi Mobile Sistem

Pakar Untuk Identifikasi Serangga Ordo Coleoptera Dengan Metode

Forward Chaining. Coding Jurnal Komputer dan Aplikasi, 6(1).

Siregar, A. S., Bakti, D., & Zahara, F. (2014). Keanekaragaman jenis serangga di

berbagai tipe lahan sawah. Jurnal Agroekoteknologi Universitas Sumatera

Utara, 2(4), 102255.

PUTRA, I. P., WATINIASIH, N. L., & SUARTINI, N. M. (2011). Inventarisasi

serangga pada perkebunan kakao (Theobroma cacao) laboratorium unit

perlindungan tanaman Desa Bedulu, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten

Gianyar, Bali. Jurnal Biologi Udayana, 15(1).

Sari, I. G. P. D. P., Suartini, N. M., & Muksin, I. K. (2018). INVENTARISASI

JENIS-JENIS SERANGGA ORDO ORTHOPTERA PADA TANAMAN

JAGUNG DI DESA KESIMAN-DENPASAR. SIMBIOSIS, 6(1): 30-34.

wikipedia. (2019, juni 1). Retrieved januari 1, 2021, from wikipedia:

https://id.wikipedia.org/wiki/Hemiptera

Nurtjahyani, S. D., & Murtini, I. (2015). Karakterisasi Tanaman Cabai Yang

Terserang Hama Kutu Kebul (Bemisia tabaci).

Arfianto, F. (2018). Pengendalian Hama Kutu Putih (Bemisa Tabaci) pada Buah

Sirsak dengan Menggunakan Pestisida Nabati Ektrak Serai (Cymbopogon

Nardus L.). Daun: Jurnal Ilmiah Pertanian Dan Kehutanan, 5(1), 17-26.

23
Hendrival, H., Hidayat, P., & Nurmansyah, A. (2015). Keanekaragaman dan

kelimpahan musuh alami Bemisia tabaci (Gennadius)(Hemiptera:

Aleyrodidae) pada pertanaman cabai merah di kecamatan Pakem,

kabupaten Sleman, daerah istimewa Yogyakarta. Jurnal Entomologi

Indonesia, 8(2), 96-109.

Marwoto, M., & Inayati, I. (2018). Kutu kebul: hama kedelai yang

pengendaliannya kurang mendapat perhatian.

Komala, S. N., Rachmawati, J., & Udiarto, B. K. (2020). PENGARUH

EKSTRAK DAUN NILAM (Pogostemon cablin Benth.), DAUN KAYU

PUTIH (Melaleuca leucadendra Linn.) DAN DAUN SERAI WANGI

(Cymbopogon citratus (DC ex Nees.)) TERHADAP REPELLENCY

KUTU KEBUL (Bemisia tabaci Genn.). Bioed: Jurnal Pendidikan

Biologi, 8(2), 25-30.

Riyanto, R. (2012). Kelimpahan Serangga Predator Kutu Daun (Aphis

gossypii)(Glover)(Hemiptera: Aphididae) Sebagai Sumbangan Materi

Kontekstual pada Mata Kuliah Entomologi di Program Studi Pendidikan

Biologi FKIP UNSRI. In Seminar Kenaikan Pangkat FKIP Unsri (pp. 1-

14). Pendidikan MIPA FKIP Unsri.

PARWANTI, Y. (2019). UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK BUAH MAJA (Aegle

marmelos L. Corr.) SEBAGAI INSEKTISIDA NABATI KUTU DAUN

(Aphis gossypii Glover) PADA TANAMAN CABAI MERAH BESAR

(Capsicum annuum L. var. taro) (Doctoral dissertation, UIN Raden Intan

Lampung).

24
Nelly, N. O. V. R. I., & Yaherwandi, E. M. (2015). Keanekaragaman

Coccinelidae predator dan kutu daun (Aphididae spp.) pada ekosistem

pertanaman cabai. Pros Sem Nas Masy Biodiv Indonesia, 1(2), 247-53.

UTAMI, N. A. T. A., WIJAYA, I. N., SIADI, I. K., NYANA, I. D. N., &

SUASTIKA, G. (2014). Pengaruh Penggunaan Jaring Berwarna Terhadap

Kelimpahan Serangga Aphis gossypii pada Tanaman Cabai Rawit

(Capsicum frutescens L.). Jurnal Agroekoteknologi Tropika (Journal of

Tropical Agroecotechnology).

MAULA, F. (2019). PEMANFAATAN JAMUR Beauveria bassiana SEBAGAI

AGEN PENGENDALI HAMA KUTU DAUN (Aphis gossypii) PADA

DAUN TANAMAN CABAI (Capsicum annum L). Skripsi, 1(613412128).

Hasnah, H., Susanna, S., & Sably, H. (2012). Keefektifan cendawan Beauveria

bassiana Vuill terhadap mortalitas kepik hijau Nezara viridula L. pada

stadia nimfa dan imago. Jurnal Floratek, 7(1), 13-24.

Prayogo, Y. (2013). Patogenisitas cendawan entomopatogen Beauveria bassiana

(Deuteromycotina: Hyphomycetes) pada berbagai stadia kepik hijau

(Nezara viridula L.). Jurnal Hama dan Penyakit Tumbuhan

Tropika, 13(1), 75-86.

Kartika, N. I., Salbiah, D., & Sutikno, A. (2016). Uji Beberapa Konsentrasi

Ekstrak Tepung Daun Babadotan (Ageratum conyzoides L.) dalam

Mengendalikan Kepik Hijau (Nezara viridula L.) pada Kacang Panjang

(Vigna sinensis L.) (Doctoral dissertation, Riau University).

25
Fitriani, M., Laoh, J. H., & Rustam, R. (2014). Uji beberapa konsentrasi ekstrak

biji pinang (Areca catechu L.) untuk mengendalikan kepik hijau (Nezara

viridula L.)(Hemiptera: Pentatomidae) di laboratorium (Doctoral

dissertation, Riau University).

Hasnah, H., & Rusdy, A. (2015). Pengaruh ekstrak buah cabe Jawa (Piper

retrofractum Vahl.) terhadap perkembangan dan mortalitas kepik

hijau. Jurnal Floratek, 10(2), 87-96.

Baehaki, S. E., & Munawar, D. (2008). Uji biotipe wereng coklat, Nilaparvata

lugens Stal di sentra produksi padi. In Prosiding Seminar Nasional (pp.

347-360).

PASARIBU, L. T. (2018). Patogenisitas dan identifikasi molekuler delapan jamur

entomopatogen sebagai agensia pengendali hama wereng coklat batang

padi (Nilaparvata lugens stal.) pada tanaman padi.

Iswanto, E. H., Susanto, U., & Jamil, A. (2016). Perkembangan dan tantangan

perakitan varietas tahan dalam pengendalian wereng coklat di Indonesia.

Suryadi, Y., & Kadir, T. S. (2007). Pengamatan infeksi jamur patogen serangga

Metarhizium anisopliae (Metsch. Sorokin) pada wereng coklat. Berita

Biologi, 8(6), 501-507.

Febrianti, N., & Rahayu, D. (2012). Aktivitas insektisidal ekstrak etanol daun

kirinyuh (Eupatorium odoratum l.) terhadap wereng coklat (Nilaparvata

lugens Stal.). In Proceeding Biology Education Conference: Biology,

Science, Enviromental, and Learning (Vol. 9, No. 1).

26
ISOPTERA

Oleh :

PUPUT TIFANI
1904300105
AGRIBISNIS 3

PRAKTIKUM DASAR PERLINDUNGAN TANAMAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA
MEDAN
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan

rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas yang berjudul

“Laporan Praktikum OPT Ordo Isoptera” ini tepat pada waktunya.

Saya mengucapkan banyak terima kasih kepada

16. Ibu Ir Efrida Lubis, M.P selaku dosen penanggung jawab praktikum dasar

perlindungan tanaman.

17. Ibu Rini Susanti S.P., M.P. selaku dosen praktikum dasar perlindungan

tanaman.

18. Abangda Riki Candra S.P selaku asisten dosen praktikum dasar

perlindungan tanaman.

Saya menyadari, tugas yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna.

Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun di butuhkan demi

kesempurnaan laporan ini.

Subulussalam, 13 Januari 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI
Judul Halaman

COVER

KATA PENGANTAR .............................................................................. i

DAFTAR ISI ............................................................................................. ii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................ iv

PENDAHULUAN .................................................................................... 1

Latar Belakang ............................................................................ 1

Tujuan Praktikum........................................................................ 2

Kegunaan Praktikum ................................................................... 2

TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 3

Ordo Isoptera .............................................................................. 3

Rayap (Coptotermes curvignatus) .............................................. 3

Klasifikasi dan biologi ....................................................... 3

Siklus hidup ....................................................................... 4

Gejala serangan ................................................................. 5

Cara pengendalian ............................................................. 5

PELAKSANAAN PRAKTIKUM ............................................................ 6

Tempat dan Waktu ...................................................................... 6

Bahan dan Alat ............................................................................ 6

Cara Kerja ................................................................................... 6

HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................. 7

Hasil ........................................................................................... 7

Pembahasan................................................................................. 8

KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 9

Kesimpulan ................................................................................. 9

ii
Saran ........................................................................................... 9

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 10

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Rayap (Coptotermes curvignatus) ......................................... 3

iv
PENDAHULUUAN

Latar belakang

Permasalahan serangga di bidang pertanian tidak terlepas dari peran

serangga sebagai hama. Serangga merupakan salah satu kelompok binatang yang

merupakan hama utama bagi banyak jenis tanaman yang dibudidayakan manusia.

Selain sebagai hama tanaman beberapa kelompok dan jenis serangga dapat

menjadi pembawa atau vektor penyakit tanaman yang berupa virus atau jamur.

Tidak semua serangga bersifat merugikan karena juga ada serangga yang

memiliki dampak positif. Sebagian serangga bersifat sebagai predator, parasitoid,

atau musuh alami. Melalui peran sebagai musuh alami, serangga sangat

membantu manusia dalam usaha pengendalian hama. Selain itu serangga juga

membantu dalam menjaga kestabilan jaring-jaring makanan dalam suatu

ekosistem pertanian (Pradhana dkk, 2014).

Rayap tanah khususnya Coptotermessp memiliki sebaran yang luas

dan telah menyebabkan kerusakan yang cukup parah. Di Indonesia,

kerugian akibat serangan rayap perusak mencapai 224~ 238 milyar rupiah per

tahun (Tarmadi dkk, 2007).

Sebagaimana di negara-negara tropika lainnya, di Indonesia rayap dikenal

sebagai serangga perusak kayu dan bangunan gedung yang paling penting.

Serangannya pada kayu konstruksi bangunan dan bahan lignoselulosa lainnya

telah dilaporkan hampir di seluruh propinsi di Indonesia. Bahkan kerugian

ekonomis yang terjadi akibat serangannya pada bangunan gedung terus meningkat

dari tahun ke tahun (Subekti, 2010).

1
Terdapat beberapa tipe rayap berdasarkan lokasi sarang utama, namun

yang paling ganas adalah rayap tanah yaitu Coptotermes sp. Rayap tanah berbeda

dengan rayap kayu kering. Rayap kayu kering termasuk Famili Kalotermitidae

terutama merusak kayu yang sudah kering antara lain kusen, jendela dan mebel,

dan hidup dalam kayu yang sudah kering. Rayap tanah termasuk Family

RhinotermitidaedanTermitidae,umumnyamerusak kayu yang berhubungan dengan

tanah. Namun, kayu atau produk kayu yang tidak berhubungan dengan tanah juga

diserang dengan membuat terowongan dari tanah. Pusat sarang rayap tanah adalah

di dalam tanah. Rayap ini merusak pagar, tiang listrik, dan kayu perumahan (Jasni

dkk, 2017).

Tujuan Praktikum

Agar mengetahui cara pengendalian yang paling efektif dari jenis hama tersebut.

Kegunaan Praktikum

11. Sebagai syarat dalam mengikuti mata kuliah praktikum dasar perlindungan

tanaman

12. Sebagai sarana pembelajaran mengenai cara perlindungan tanaman dan

mengenali jenis jenis hama, penyakit dan gulma yang dapat menyerang

tanaman.

2
TIINJAUAN PUSTAKA

Ordo isoptera

Rayap dalam biologi adalah sekelompok hewan dalam salah satu ordo,

yaitu ordo Isoptera. Secara bahasa, isoptera berasal dari dua kata: iso = sama:

ptera = sayap. Dengan demikian isoptera dapat didefinisikan serangga yang

mempunyai sayap yang sama (Irwansyah, 2019).

Rayap (Coptotermes curvignatus)

Klasifikasi dan biologi

Gambar 1.1 Rayap (Coptotermes curvignatus)

Kingdom : Animalia

Filum : Arthropoda

Kelas : Insecta

Ordo : Isoptera

Famili : Rhinotermitidae

Genus : Coptotermes

3
Spesies : Coptotermes Curvignatus

Rayap adalah serangga sosial, yang hidup dalam koloni dengan populasi

hingga mencapai angka ribuan hingga jutaan. Seperti semut, lebah dan serangga

sosial lainnya. Penyusun koloni rayap memiliki kasta berbeda sesuai dengan

fungsinya. Penyokong dari koloni rayap adalah raja dan ratu, biasa disebut

produktifitas primer. Bersama sama mereka menghasilkan semua anggota koloni.

Kasta yang paling banyak adalah kasta pekerja, sampai dengan 90% dari anggota

koloni, mereka bertanggung jawab bpenuh untuk membangun sarang, mencari

makanan, dan melakukan pekerjaan domestik seperti membersihkan sarang,

memelihara ratu, rayap dan telur dan yang terakhir adalah kasta prajurit yang

bertugas menjaga koloni dari gangguan musuh (Yuliana, 2017).

Siklus hidup

Siklus hidup rayap dimulai dari stadium telur, telur akan menetas menjadi

nimfa setelah kurang lebih 5 hari, kemudian nimfa dapat berkembang menjadi

kasta reproduktif, pekerja, prajurit. Kasta reproduktif yang memiliki sayap disebut

laron. Laron akan keluar dari sarang pada awal musim hujan atau akhir musim

kemarau. Sepasang laron akan jatuh dan melepaskan sayapnya dan mencari

tempat untuk membentuk koloni baru. Secara bertahap perut laron betina akan

membesar sehingga berukuran besar dari kepalanya. Laron betina tersebut

kemudian bertugas sebagai ratu dan sepanjang hidupnya hanya bertelur

(Hadijono, 2007).

4
Gejala serangan

Gejalanya adanya lorong –lorong kembaraberupa kanal–kanal terbuat

dari tanah dan lapukan serat kayu, mudah dijumpai pada dinding batang dan

pelepah, bewarna coklat agak lembab (Pramana dkk, 2018).

Cara pengendalian

Berdasarkan pengamatan ada 4 metode aplikasi pengendalian

rayap,yaitu memasukkan pestisida ke dalam kayu, sistem pengumpanan,

metode fisik dan pengendalian hayati. Di Indonesia metode aplikasi

pengendalian rayap telah berkembang dengan baik diantaranya metode

kontak langsung dan pengumpanan. Efikasi umpan tergantung pada

keberhasilan penyampaian agens kontrol dengan aksi bioaktif lambat ke

seluruh koloni. Patogen serangga adalah calon umpan yang menarik sebab

mampu berbiak secara alami dan aman bagi serangga non target. Patogen

serangga dalam jumlah yang sedikit dapat menyebar keseluruh koloni

sebelum terdeteksi. Interaksi sosial (groomingdan berbagi makanan)

diharapkan dapat menyebarkan inokulum (Desyanti dkk, 2007).

Pengendalian populasi rayap sangat perlu dilakukan sebagai

upaya meminimalisasi kerusakan yang lebih parah. Dewasa ini

pengendalian rayap dilakukan secara kimiawi yaitu menggunakan pestisida

kimia antara lain golongan organofosfat dan piretroid, namun meninggalkan

residu berbahaya bagi lingkungan (Kartika dkk, 2007).

5
PELAKSANAAN PRAKTIKUM

Tempat dan waktu

Pelaksanaan praktikum dasar perlindungan tanaman tentang ordo Isoptera

dilaksanakan pada hari selasa tanggal 22 Desember 2020. Praktikum di

langsungkan melalui media zoom meeting dirumah masing masing.

Bahan dan alat

Bahan yang digunakan yaitu Rayap (Coptotermes curvignatus).

Cara kerja

Para praktikan mempersiapkan bahan yang telah ditetapkan oleh dosen

penanggung jawab. Dosen akan menjelaskan tentang hama ordo Isoptera dan

hewan yang telah disiapkan. Para praktikan dapat memahami dan

menyesuaikannya dengan hewan yang telah disiapkan.

6
HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Isoptera berasal dari kata iso (sama) dan ptera (sayap). Tipe alat mulut

ordo isoptera adalah menggigit mengunyah dengan posisi prognath (di depan).

Metamofosisnya yaitu peurometabola (bertahap).

Kasta produktif, pada kasta ini terdiri atas individu-individu seksual yaitu

betina (yang abdomennya biasanya sangat membesar) yang tugasnya bertelur dan

jantan (raja) yang tugasnya membuahi betina. Kasta prajurit, kasta ini ditandai

dengan bentuk tubuh yang kekar karena penebalan (sklerotisasi) kulitnya agar

mampu melawan musuh dalam rangka tugasnya mempertahankan kelangsungan

hidup koloninya. Kasta pekerja, Tugasnya melulu hanya bekerja tanpa berhenti

hilir mudik di dalam liang-liang kembara dalam rangka mencari makanan dan

mengangkutnya ke sarang, membuat terowongan-terowongan, menyuapi dan

membersihkan reproduktif dan prajurit, membersihkan telur-telur, dan —

membunuh serta memakan rayap-rayap yang tidak produktif lagi (karena sakit,

sudah tua atau juga mungkin karena malas), baik reproduktif, prajurit maupun

kasta pekerja sendiri.

Gejala awal serangan rayap ditandai adanya kerak tanah pada batang

tanaman berupa alur alur, dan alur alur tersebut bertambah banyak akhirnya

menutup semua permukaan kulit batang.

Cara pengendalian yang dapat dilakukan yaitu dengan kultur teknis

dengan cara mengolah tanah (membajak tanah/dengan cangkul), sanitasi dengan

membersihkan lahandan melakukan rotasi tanaman, secara alami dengan

7
menggunakan insektisida nabati berbahan jamur, menggunakn perangkap, dan

secara kimiawi dengan menggunakan insektisida kimia.

Pembahasan

Isoptera berasal dari dua kata: iso = sama: ptera = sayap. Dengan demikian

isoptera dapat didefinisikan serangga yang mempunyai sayap yang sama.

Siklus hidup rayap dimulai dari stadium telur, telur akan menetas menjadi

nimfa setelah kurang lebih 5 hari, kemudian nimfa dapat berkembang menjadi

kasta reproduktif, pekerja, prajurit. Kasta reproduktif yang memiliki sayap disebut

laron.

Gejalanya adanya lorong –lorong kembaraberupa kanal–kanal terbuat

dari tanah dan lapukan serat kayu, mudah dijumpai pada dinding batang dan

pelepah, bewarna coklat agak lembab

Di Indonesia metode aplikasi pengendalian rayap telah berkembang

dengan baik diantaranya metode kontak langsung dan pengumpanan.

Pengendalian populasi rayap sangat perlu dilakukan sebagai upaya

meminimalisasi kerusakan yang lebih parah.

8
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Isoptera berasal dari dua kata: iso = sama: ptera = sayap. Dengan demikian

isoptera dapat didefinisikan serangga yang mempunyai sayap yang sama.

2. Rayap terdiri atas kasta produktif, kasta prajurit dan kasta pekerja.

3. Siklus hidup rayap dimulai dari stadium telur, telur akan menetas menjadi

nimfa setelah kurang lebih 5 hari, kemudian nimfa dapat berkembang

menjadi kasta reproduktif, pekerja, prajurit.

4. Gejala awal serangan rayap ditandai adanya kerak tanah pada batang

tanaman berupa alur alur, dan alur alur tersebut bertambah banyak

akhirnya menutup semua permukaan kulit batang.

5. Ada 4 metode aplikasi pengendalian rayap,yaitu memasukkan pestisida

ke dalam kayu, sistem pengumpanan, metode fisik dan pengendalian

hayati.

6. Pengendalian rayap dilakukan secara kimiawi yaitu menggunakan

pestisida kimia antara lain golongan organofosfat dan piretroid, namun

meninggalkan residu berbahaya bagi lingkungan.

Saran

Saran saya apa bila ingin melakukan pengendalian pada hama ini, untuk

tidak menggunakan bahan bahan kimia karena dapat memberikan dampak negatif

pada hama dan juga lingkungan.

9
DAFTAR PUSTAKA

Pradhana, A. I., Mudjiono, G., & Karindah, S. (2014). Keanekaragaman serangga

dan laba-laba pada pertanaman padi organik dan konvensional. Jurnal

Hama dan Penyakit Tumbuhan, 2(2), pp-58.

Tarmadi, D., Prianto, A. H., Guswenrivo, I., Kartika, T., & Yusuf, S. (2007).

Pengaruh Ekstrak Bintaro (Carbera odollam Gaertn) dan Kecubung

(Brugmansia candida Pers) terhadap Rayap Tanah Coptotermes sp

Influence of Bintaro (Carbera odollam Gaertn) and Kecubung

(Brugmansia candida Pers) Extract against Subterranean Termite

Coptotermes sp. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kayu Tropis, 5(1), 38-42.

Subekti, N. (2010). Karakteristik populasi rayap tanah Coptotermes spp

(Blattodea: Rhinotermitidae) dan dampak serangannya. Biosaintifika:

Journal of Biology & Biology Education, 2(2).

Jasni, J., Damayanti, R., & Pari, R. (2017). Ketahanan alami jenis-jenis bambu

yang tumbuh di Indonesia terhadap rayap tanah (Coptotermes curvignathus

Holmgren). Jurnal Penelitian Hasil Hutan, 35(4), 289-301.

IRAWANSYAH, I. (2019). IDENTIFIKASI RAYAP (ORDO ISOPTERA) DI

PULAU PISANG DAN TEMBAKAK KABUPATEN PESISIR

BARAT (Doctoral dissertation, UIN Raden Intan Lampung).

Yuliana, N. (2017). KEANEKARAGAMAN RAYAP ORDO (ISOPTERA) DI

TAMAN NASIONAL BUKIT BARISAN SELATAN PROPINSI

LAMPUNG (Doctoral dissertation, UIN Raden Intan Lampung).

10
Hadijono, S. (2007). Analisis Pengembangan Strategi Jasa Termite Control di

Indonesia. Ilmiah Manajemen Bisnis.

Haitami, A., & Jamalludin, J. Identifikasi Hama Rayap Kelapa Sawit di Desa

Simpang Raya Kabupaten Kuantan Singingi.

Desyanti, D., Hadi, Y. S., Yusuf, S., & Santoso, T. (2007). Keefektifan Beberapa

Spesies Cendawan Entomopatogen untuk Mengendalikan Rayap Tanah

Coptotermes gestroi WASMANN (Isoptera: Rhinotermitidae) dengan

Metode Kontak dan Umpan Effectiveness of Some Entomopathogenic

Fungi Species as Bio-control Agent to Subterranean Termite Coptotermes

gestroi WASMANN (Isoptera: Rhinotermitidae) Using Contact and

Baiting Methods. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kayu Tropis, 5(2), 68-77.

Kartika, T., Yusuf, S., Tarmadi, D., Prasetyo, A. H., & Guswenrivo, I. (2007).

Pengembangan Formula Bahan Infeksi Cendawan sebagai Alternatif

Biokontrol Rayap Tanah Coptotermes sp. Development of Infection

Material Formula for Fungi as Bio-Control Alternative to Subterranean

Termites Coptotermes sp. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kayu Tropis, 5(2),

63-67.

11
MOLUSKA

Oleh :

PUPUT TIFANI
1904300105
AGRIBISNIS 3

PRAKTIKUM DASAR PERLINDUNGAN TANAMAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA
MEDAN
2020

12
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan

rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas yang berjudul

“Laporan Praktikum OPT Moluska” ini tepat pada waktunya.

Saya mengucapkan banyak terima kasih kepada

19. Ibu Ir Efrida Lubis, M.P selaku dosen penanggung jawab praktikum dasar

perlindungan tanaman.

20. Ibu Rini Susanti S.P., M.P. selaku dosen praktikum dasar perlindungan

tanaman.

21. Abangda Riki Candra S.P selaku asisten dosen praktikum dasar

perlindungan tanaman.

Saya menyadari, tugas yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna.

Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun di butuhkan demi

kesempurnaan laporan ini.

Subulussalam, 14 Januari 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

Judul Halaman

COVER

KATA PENGANTAR .............................................................................. i

DAFTAR ISI ............................................................................................. ii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................ iv

PENDAHULUAN .................................................................................... 1

Latar Belakang ............................................................................ 1

Tujuan Praktikum........................................................................ 2

Kegunaan Praktikum ................................................................... 2

TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 3

Ordo Lepidoptera ........................................................................ 3

Keong mas (Pomacea canaliculata) ........................................... 3

Klasifikasi dan biologi ....................................................... 3

Siklus hidup ....................................................................... 4

Gejala serangan ................................................................. 4

Cara pengendalian ............................................................. 5

Bekicot (Achatina fulica) ............................................................ 6

Klasifikasi dan biologi ....................................................... 6

Siklus hidup ....................................................................... 7

Gejala serangan ................................................................. 7

Cara pengendalian ............................................................. 7

PELAKSANAAN PRAKTIKUM ............................................................ 9

Tempat dan Waktu ...................................................................... 9

Bahan dan Alat ............................................................................ 9

Cara Kerja ................................................................................... 9

ii
HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................. 10

Hasil ........................................................................................... 10

Pembahasan................................................................................. 11

KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 13

Kesimpulan ................................................................................. 13

Saran ........................................................................................... 14

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 15

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Keong mas (Pomacea canaliculata) ..................................... 3

Gambar 1.2 Bekicot (Achatina fulica) ...................................................... 6

Gambar 1.3 struktur tubuh moluska .......................................................... 11

iv
PENDAHULUAN

Latar belakang

Indonesia merupakan negara ribuanpulau yang dihuni oleh flora dan

fauna. Kawasan inimerupakan habitat yang sesuai untuk hewan atau tumbuhan

tertentu sehingga mempunyai tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi atau

biasa disebut dengan mega biodiversity.Dengan kondisi seperti itu sangat

mudah ditemui organisme seperti keong darat, siput, limpet dan bekicot (Naomi

dkk, 2019).

Moluska merupakan kelompok invertebrata terbesar kedua yang

sebagian besar anggotanya hidup di wilayah perairan. Keanekaragamannya

mencapai lebih dari 50.000 spesies. Moluska memiliki nilai penting bagi manusia

yaitu sebagai bahan perhiasan dan bahan makanan. Selain itu, keberadaan,

kepadatan dan kemelimpahan Moluska di suatu daerah dapat digunakan sebagai

acuan penilaian kualitas ekologi di daerah tersebut (Istiqlal dkk, 2013).

Indonesia negara kepulauan merupakan surga bagi moluska baik yang

hidup dilaut maupun didarat, sebagian diantaranya merupakan spesies yang

endemik dan tidak diketemukan di daerah lain. Kekayaan dan keanekaragaman

moluska indonesia menjadi perhatian dan sorotan para peneliti asing. Sedangkan

penelti indonesia sendiri masih adem ayem saja (Hadiprajitno, 2007).

Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) adalah salah satu faktor

pembatas dalam usaha budidaya tanaman sayuran. Kekhawatiran yang berlebih

terhadap OPT biasanya mendorong penggunaan pestisida dengan efikasi tinggi,

tanpa memperhitungkan dampak negatifnya terhadap lingkungan. Namun

1
demikian, dengan meningkatnya kesejahteraan masyarakat, kesadaran akan

kesehatan diri dan kelestarian lingkungan membuat tuntutan masyarakat akan

kualitas bahan makanan dan lingkungan hidup makin meningkat. Hal ini terlihat

dari berbagai kegiatan pertanian seperti munculnya kegiatan pertanian organik dan

penerapan teknologi Pengendalian Hama Terpadu (PHT) (Suryaningsih &

Hadisoeganda, 2004).

Tujuan Praktikum

Agar mengetahui cara pengendalian yang paling efektif dari jenis hama

tersebut. Dan waktu yang tepat dalam mengendalikan hama terserbut.

Kegunaan Praktikum

13. Sebagai syarat dalam mengikuti mata kuliah praktikum dasar perlindungan

tanaman

14. Sebagai sarana pembelajaran mengenai cara perlindungan tanaman dan

mengenali jenis jenis hama, penyakit dan gulma yang dapat menyerang

tanaman.

2
TINJAUAN PUSTAKA

Moluska

Moluska (filum moluska, dari bahasa Latin: molluscus yang berarti lunak)

merupakan hewan triploblastik selomata yang bertubuh lunak. Kedalamnya

termasuk semua hewan lunak dengan maupun tanpa cangkang, seperti berbagai

jenis siput, kiton, kerang-kerangan, serta cumi-cumi dan kerabatnya. Sisa moluska

bisa didapatkan dalam bentuk cangkang, karena bahan cangkang yang

mengandung kapur tidak mudah terurai (dekomposisi) dalam tanah pada situs

arkeologi dalam bentuk utuh, pecahan, sebagai artefak ataupun non artefak

(Sutomo dan Zamhari, 2018).

Keong mas (Pomacea canaliculata)

Klasifikasi dan biologi

Gambar 1.1 Keong mas (Pomacea canaliculata)

Kingdom : Animalia

Filum : Moluska

Kelas : Insecta

Genus : Pomacea

3
Spesies : Pomacea canaliculata

Keong mas merupakan siput air tawar yang bukan asli Indonesia, tetapi

berasal dari Amerika Selatan. Keong mas dikenal tahun 1996 di Indonesia dengan

sifatnya yang khas tahan terhadap kekeringan. Perpindahan dan penyebaran

populasi keong mas dapat terjadi melalui berbagai cara, selain karena terbawa

aliran air juga bisa melalui transportasi perahu. Adanya sistem irigasi di Indonesia

menyebabkan penyebaran keong mas menjadi mudah, karena terbawa aliran air

(Riyanto, 2004).

Siklus hidup

Keong mas dewasa meletakkan telur pada tempat-tempat yang tidak

tergenang air (tempat yang kering) dan melakukan bertelur pada malam hari pada

rumpun tanaman, tonggak, saluran pengairan bagian atas dan rumput-rumputan.

Telur keong mas diletakkan secara berkelompok berwarna merah jambu seperti

buah murbei sehingga disebut juga keong murbei. Keong mas selama hidupnya

mampu telur sebanyak 15 - 20 kelompok, yang tiap kelompok berjumlah kurang

lebih 500 butir, dengan persentase penetasan lebih dari 85%. Waktu yang

dibutuhkan pada fase telur yaitu 1 - 2 minggu, pada pertumbuhan awal

membutuhkan waktu 2 - 4 minggu lalu menjadi siap kawin pada umur 2 bulan.

Keong mas dewasa berwarna kuning kemasan. Dalam satu kali siklus hidupnya

memerlukan waktu antara 2 - 2,5 bulan. Keong mas dapat mencapai umur kurang

lebih 3 tahun (Budiyono, 2006).

Gejala serangan

4
Keong mas adalah herbivora (pemakan tumbuhan), sangat berbahaya

karena menyerang padi pada umur muda sehingga daun pembentukan rumpun

terhambat, menyerang daun sehingga daun menjadi berlubang dan terdapat jalur-

jalur bekas lendir yang menyebabkan gugurnya daun (Gassa, 2011).

Cara pengendalian

Pengendalian keong mas yang telah banyak dilakukan umumnya

mencakup penanganan secara mekanis dan kultur teknis. Pengendalian secara

mekanis antara lain melalui penggunaan penghalang dari plastik, yakni pada saat

pembibitan di persemaian, pemasangan kawat kasa atau jalinan bambu atau lidi di

tempat masuk dan keluarnya air irigasi dari petak sawah untuk mencegah masuk

dan keluarnya keong mas ke persawahan, memusnahkan keong atau kelompok

telur sehingga siklus hidupnya akan terputus dan secara bertahap populasinya

akan tertekan (Rusdy, 2010).

Pengendalian keong mas dapat dilakukan dengan cara berikut

ini: (1) Mekanis, dengan memperhatikan pengolahan tanah, membuat filter

pada saluran masuk dan keluarnya air, dan mengutip langsung telur dan

keong masP.canaliculatadewasa; (2) Budaya teknis, berkenaan dengan benih

yang digunakan dan penggunaan pupuk dasar; (3) Biologis dengan

melakukan kegiatan peningkatan usaha tani, penggembalaan itik atau peng-

gunaan predator bekicot dan peng gunaan pestisida nabati; (4) Pengunaan

pestisida kimia(sintetis)menggunakan bahan kimia yang terbuat dari

niclocamine aktif (Zuliyanti dkk, 2017).

5
Bekicot (Achatina fulica)

Klasifikasi dan biologi

Gambar 1.2 Bekicot (Achatina fulica)

Kingdom : Animalia

Filum : Moluska

Kelas : Gastropoda

Genus : Achatina

Spesies : Achatina fulica

Dalam ilmu biologi, bekicot termasuk binatang lunak (mollusca) yang

digolongkan dalam kelas Gastropoda. Gastropoda adalah golongan mollusca

yang berjalan menggunakan perut sebagai kakinya. Habitat Gastropoda biasanya

hidup dilaut, di air tawar dan banyak pula yang hidup didarat. Bekicot merupakan

hewan hemaprodit atau hewan berkelamin ganda karena memiliki dua macam sel

gamet pada tubuhnya. Namun kedua sel gamet itu tidak masak dalam waktu yang

bersamaan sehingga masih diperlukan dua hewan agar terjadi fertilisasi

(Mardiana, 2015).

6
Siklus hidup

Telur → masa inkubasi (7 – 14 hari) → menetas → dewasa tubuh (15 – 25

hari) → masa pertumbuhan (49 – 59 hari) → dewasa kelamin → masa reproduksi

(60 hari – 3 tahun) (Khafida, 2017).

Gejala serangan

Hama bekicot menyerang pada semai tanaman dengan memakan helaian

daun dan tangkai daun dan hanya menyisakan sedikit bagian batang utama

(Lestari dan Rahmanto, 2020).

Cara pengendalian

Bekicot merupakan hama bagi tanaman, keberadaan bekicot sangat banyak

dan sulit dikendalikan salah satu konsep pengendalian terpadu adalah dengan cara

mekanik yaitu dengan pengutipan agar dapat dimanfaatkan untuk bokashi.

Bokashi merupakan pupuk kompos yang dihasilkan dari fermentasi bahan organik

pada penelitian ini digunakan bahan organik dari kotoran sapi dengan

menggunakan EM-4 (Mawarni, 2017).

Cara alami untuk membasmi hama bekicot adalah dengan menggunakan

predator dari hama bekicot. Cukup banyak predator yang memakan bekicot.

Contoh predator dari hama bekicot adalah kumbang tanah, kumbang capit,

kumbang xylopreda dan kumbang cryptocephale. Larutan garam terbukti dapat

mengusir hama bekicot. Faktor seperti larutan garam yang memiliki konsentrasi

garam lebih tinggi dari konsentrasi cairan pada tubuh bekicot. Dengan demikian

bekicot akan kehilangan air sehingga menyebabkan bekicot dehidrat dan membuat

7
tubuh bekicot seperti mengkerut apabila terkena larutan garam. Penangkapan

secara manual bisa anda lakukan apabila hama bekicot tidak terlalu banyak. Anda

hanya perlu menyiapkan wadah supaya siput dapat dengan mudah dikumpulkan.

Kemudian jika siput susat diangkat anda bisa menggunakan pencungkil supaya

bekicot mudah terlepas pada tanaman yang diserang. Cara membasmi bekicot

supaya lingkungan tidak lembab adalah meletakkan beberapa daun kering atau

tanah kering supaya tanah atau media tanam anda tidak terlalu lembab dan basah.

Adapun cara lain seperti pembersihan gulma dan tanaman liar membantu

mencipatakan lingkungan baru bagi tanaman anda. Pemberian insektisida pada

tanaman yang diserang hama bekicot perlu dilakukan. Penyebabnya adalah hama

bekicot termasuk dalam jenis kelompok insekta atau serangga. Oleh karenanya

penggunaan insektisida adalah cara yang tepat untuk membasmi hama bekicot

(Nida,2018).

8
PELAKSANAAN PRAKTIKUM

Tempat dan waktu

Pelaksanaan praktikum dasar perlindungan tanaman tentang ordo

lepidoptera dilaksanakan pada hari selasa tanggal 29 desember 2020. Praktikum di

langsungkan melalui media zoom meeting dirumah masing masing.

Bahan dan alat

Bahan dan alat yang digunakan adalah keong mas (Pomaceae

canaliculata), dan Bekicot (Achatina fulica).

Cara kerja

Para praktikan mempersiapkan bahan yang telah ditetapkan oleh dosen

penanggung jawab. Dosen akan menjelaskan tentang hama ordo moluska dan

hewan yang telah disiapkan. Para praktikan dapat memahami dan

menyesuaikannya dengan hewan yang telah disiapkan.

9
HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Heterotrof adalah organisme yang membutuhkan senyawa organik di mana

karbon diekstrak untuk pertumbuhannya atau organisme yang tidak mampu

membuat makanannya sendiri.

Radula adalah lidah bergerigi yang melengkung kebelakang, berfungsi

untuk melumatkan makanan.

Achasin dan akharan adalah lendir yang terdapat pada bekicot dan

merupakan geligo protein atau senyawa yang dapat digunakan sebagai obbat dan

penyembuh luka.

Moluska merupakan hewan triploblastik selomata yang bertubuh lunak.

Ke dalamnya termasuk semua hewan lunak dengan maupun tanpa cangkang,

seperti berbagai jenis siput, kiton, kerang-kerangan, serta cumi-cumi dan

kerabatnya. Moluska merupakan filum terbesar kedua dalam kerajaan binatang

setelah filum Arthropoda.

Gejala serangan keong mas terlihat pada batang, tangkai dan helai daun

yang rusak akibat bekas gigitan dan pada batang muda terpotong – potong. Cara

pengendalian keong mas dapat dilakukan dengan cara mekanis yaitu pengolaha

lahan dengan cara dibajak, perbaikan saluran irigasi diikuti sanitasi gulma,

memasang saringan pada saluran pintu air dan dengan pemungutan hama keong

mas.

10
Tubuh moluska terdiri dari tiga bagian utama yaitu kaki, badan, dan

mantel.

Gambar 1.3 struktur tubuh moluska

Pembahasan

Keong mas merupakan siput air tawar yang bukan asli Indonesia, tetapi

berasal dari Amerika Selatan. Keong mas dikenal tahun 1996 di Indonesia dengan

sifatnya yang khas tahan terhadap kekeringan.

Keong mas selama hidupnya mampu telur sebanyak 15 - 20 kelompok,

yang tiap kelompok berjumlah kurang lebih 500 butir, dengan persentase

penetasan lebih dari 85%. Waktu yang dibutuhkan pada fase telur yaitu 1 - 2

minggu, pada pertumbuhan awal membutuhkan waktu 2 - 4 minggu lalu menjadi

siap kawin pada umur 2 bulan. Keong mas dewasa berwarna kuning kemasan.

Dalam satu kali siklus hidupnya memerlukan waktu antara 2 - 2,5 bulan. Keong

mas dapat mencapai umur kurang lebih 3 tahun.

Keong mas adalah herbivora (pemakan tumbuhan), sangat berbahaya

karena menyerang padi pada umur muda sehingga daun pembentukan rumpun

11
terhambat, menyerang daun sehingga daun menjadi berlubang dan terdapat jalur-

jalur bekas lendir yang menyebabkan gugurnya daun.

Pengendalian keong mas dapat dilakukan dengan cara berikut

ini: (1) Mekanis, dengan memperhatikan pengolahan tanah, membuat filter

pada saluran masuk dan keluarnya air, dan mengutip langsung telur dan

keong masP.canaliculatadewasa; (2) Budaya teknis, berkenaan dengan benih

yang digunakan dan penggunaan pupuk dasar; (3) Biologis dengan

melakukan kegiatan peningkatan usaha tani, penggembalaan itik atau peng-

gunaan predator bekicot dan peng gunaan pestisida nabati; (4) Pengunaan

pestisida kimia(sintetis)menggunakan bahan kimia yang terbuat dari

niclocamine aktif

Bekicot termasuk binatang lunak (mollusca) yang digolongkan dalam

kelas Gastropoda. Hama bekicot menyerang pada semai tanaman dengan

memakan helaian daun dan tangkai daun dan hanya menyisakan sedikit bagian

batang utama.

Bekicot merupakan hama bagi tanaman, keberadaan bekicot sangat banyak

dan sulit dikendalikan salah satu konsep pengendalian terpadu adalah dengan cara

mekanik yaitu dengan pengutipan agar dapat dimanfaatkan untuk bokashi.

12
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Moluska (filum moluska, dari bahasa Latin: molluscus yang berarti lunak)

merupakan hewan triploblastik selomata yang bertubuh lunak.

2. Keong mas dewasa meletakkan telur pada tempat-tempat yang tidak

tergenang air (tempat yang kering) dan melakukan bertelur pada malam

hari pada rumpun tanaman, tonggak, saluran pengairan bagian atas dan

rumput-rumputan.

3. Heterotrof adalah organisme yang membutuhkan senyawa organik di mana

karbon diekstrak untuk pertumbuhannya atau organisme yang tidak

mampu membuat makanannya sendiri.

4. Radula adalah lidah bergerigi yang melengkung kebelakang, berfungsi

untuk melumatkan makanan.

5. Achasin dan akharan adalah lendir yang terdapat pada bekicot dan

merupakan geligo protein atau senyawa yang dapat digunakan sebagai

obbat dan penyembuh luka.

6. Gejala serangan keong mas terlihat pada batang, tangkai dan helai daun

yang rusak akibat bekas gigitan dan pada batang muda terpotong – potong.

7. Bekicot termasuk binatang lunak (mollusca) yang digolongkan dalam

kelas Gastropoda.

8. Hama bekicot menyerang pada semai tanaman dengan memakan helaian

daun dan tangkai daun dan hanya menyisakan sedikit bagian batang

utama.

13
Saran

Saran saya apa bila ingin melakukan pengendalian pada hama ini, untuk

tidak menggunakan bahan bahan kimia karena dapat memberikan dampak negatif

pada hama dan juga lingkungan.

14
DAFTAR PUSTAKA

Naomi, A., Hamzah, L. T., Nainggolan, Y. N., & Kumalawati, A. L. (2019).

Analisis keberadaan Bekicot (Achatina fulica) dengan Metode Indirect

Sampling di Lingkungan Universitas Tidar. Proceeding of Biology

Education, 3(1), 178-184.

Istiqlal, B. A., Yusup, D. S., & Suartini, N. M. (2013). Distribusi horizontal

moluska di kawasan padang lamun pantai Merta Segara Sanur,

Denpasar. Jurnal Biologi Udayana, 17(1).

Hadiprajitno, G. (2007). SPESIES BARU MOLUSKA INDONESIA, 15 TAHUN

TERAKHIR. Media Akuakultur, 2(2), 95-106.

Suryaningsih, E., & Hadisoeganda, W. W. (2004). Pestisida botani untuk

mengendalikan hama dan penyakit pada tanaman sayuran.

Sutomo, S., & Zamhari, A. (2018). MOLUSKA TEMUAN DI DESA SAKO

SEBAGAI SUMBER PEMBELAJARAN SEJARAH. KALPATARU

Jurnal Sejarah dan Pembelajaran Sejarah, 2(2), 91-99.

Riyanto, R. (2004). Pola Distribusi Populasi Keong Mas (Pomacea Canaliculata

L.) Di Kecamatan Belitang Oku. Majalah Ilmiah Sriwijaya, 37(1), 71-75.

Budiyono, S. (2006). Teknik mengendalikan keong mas pada tanaman

padi. Jurnal ilmu-ilmu Pertanian, 2(2), 128-133.

15
Gassa, A. (2011). Pengaruh buah pinang (Areca catechu) terhadap mortalitas

keong mas (Pomacea canaliculata) pada berbagai stadia. Jurnal

Fitomedika, 7(3), 171-174.

Rusdy, A. (2010). Pengaruh pemberian ekstrak bawang putih terhadap mortalitas

keong mas. Jurnal Floratek, 5(2), 172-179.

Siregar, A. Z., Tulus, T., & Lubis, K. S. (2018). Pemanfaatan Tanaman Atraktan

Mengendalikan Hama Keong Mas Padi. Jurnal Agrosains dan

Teknologi, 2(2), 121-134.

Mardiana, Z. H. (2015). Formulasi gel yang mengandung lendir bekicot (Achatina

fulica) serta uji aktivitas antibakteri terhadap Propionibacterium acnes.

Brainly. (2017, 11). Diakses pada 01 2021, dari brainly:

https://brainly.co.id/tugas/13389198#:~:text=Jawaban%20terverifikasi%20ahli&

text=Daur%20hidup%20siput%20secara%20berurutan%20adalah%20sebagai%2

0berikut%20%3A,60%20hari%20%E2%80%93%203%20tahun).

Lestari, F., & Rahmanto, B. TOKSISITAS EKSTRAK BAHAN NABATI

DALAM PENGENDALIAN HAMA Achatina fulica (Ferussac, 1821)

PADA TANAMAN NYAWAI (Ficus variegata (Blume)) THE PLANTS

EXTRACT TOXICITY AGAINTS Achatina fulica (Ferussac, 1821) IN

NYAWAI Ficus variegata (Blume).

Mawarni, R. (2017). GRANTING OF NPK FOOD AND BOKASHI

CANGKANG BEKICOT INFLUENCE TO THE GROWTH AND

16
PRODUCTION OF SWEAT CORN PLANT (Zea mays saccharata

Sturt). AGRIUM: Jurnal Ilmu Pertanian, 20(3).

nida. (2018, mei). diakses pada januari 2021, dari ilmubudidaya.com:

https://ilmubudidaya.com/cara-membasmi-hama-bekicot-pada-tanaman

17
GULMA

Oleh :

PUPUT TIFANI
1904300105
AGRIBISNIS 3

PRAKTIKUM DASAR PERLINDUNGAN TANAMAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA
MEDAN
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan

rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas yang berjudul

“Laporan Praktikum OPT Gulma” ini tepat pada waktunya.

Saya mengucapkan banyak terima kasih kepada

22. Ibu Ir Efrida Lubis, M.P selaku dosen penanggung jawab praktikum dasar

perlindungan tanaman.

23. Ibu Rini Susanti S.P., M.P. selaku dosen praktikum dasar perlindungan

tanaman.

24. Abangda Riki Candra S.P selaku asisten dosen praktikum dasar

perlindungan tanaman.

Saya menyadari, tugas yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna.

Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun di butuhkan demi

kesempurnaan laporan ini.

Subulussalam, 15 Januari 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

Judul Halaman

COVER

KATA PENGANTAR .............................................................................. i

DAFTAR ISI ............................................................................................. ii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................ iv

PENDAHULUAN .................................................................................... 1

Latar Belakang ............................................................................ 1

Tujuan Praktikum........................................................................ 2

Kegunaan Praktikum ................................................................... 2

TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 3

Penyakit tanaman ....................................................................... 3

Babadotan (Ageratum conyzoides L) .......................................... 3

Klasifikasi dan biologi ....................................................... 3

Siklus hidup ....................................................................... 4

Gejala serangan ................................................................. 4

Cara pengendalian ............................................................. 4

Bayam duri (Amaranthus spinosus L) ........................................ 5

Klasifikasi dan biologi ....................................................... 5

Siklus hidup ....................................................................... 6

Gejala serangan ................................................................. 6

Cara pengendalian ............................................................. 7

Ilalang (Imperata cylindrica) ...................................................... 7

Klasifikasi dan biologi ....................................................... 7

Siklus hidup ....................................................................... 8

Gejala serangan ................................................................. 8

ii
Cara pengendalian ............................................................. 9

Rumput teki (Cyperus rotundus L) ............................................. 9

Klasifikasi dan biologi ....................................................... 9

Siklus hidup ....................................................................... 10

Gejala serangan ................................................................. 11

Cara pengendalian ............................................................. 11

Pakisan (Nephrolepis exaltata) ................................................... 12

Klasifikasi dan biologi ....................................................... 12

Siklus hidup ....................................................................... 13

Gejala serangan ................................................................. 13

Cara pengendalian ............................................................. 13

PELAKSANAAN PRAKTIKUM ............................................................ 15

Tempat dan Waktu ...................................................................... 15

Bahan dan Alat ............................................................................ 15

Cara Kerja ................................................................................... 15

HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................. 16

Hasil ........................................................................................... 16

Pembahasan................................................................................. 18

KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 20

Kesimpulan ................................................................................. 20

Saran ........................................................................................... 20

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 21

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Babadotan .............................................................................. 3

Gambar 1.2 Bayam duri ............................................................................ 5

Gambar 1.3 Ilalang .................................................................................... 7

Gambar 1.3 Rumput teki ........................................................................... 9

Gambar 1.3 Pakisan .................................................................................. 12

iv
PENDAHULUAN

Keberadaan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) dalam aktivitas

budidaya tanaman perlu dikendalikan secara berkelanjutan dengan tujuan dapat

mengurangi dampak serangannya pada tingkat yang tidak merugikan secara

ekonomi. Apabila OPT tidak dikendalikan maka dapat menyebabkan terjadinya

penurunan kuantitas maupun kualitas hasil tanaman pertanian (Tampubolon dkk,

2018).

Gulma berinteraksi dengan tanaman melalui persaingan untuk

mendapatkan satu atau lebih faktor tumbuh yang terbatas, seperti cahaya, hara,

dan air. Tingkat persaingan bergantung pada curah hujan, varietas, kondisi tanah,

kerapatan gulma, lamanya tanaman, pertumbuhan gulma, serta umur tanaman saat

gulma mulai bersaing (Noeriwan dan Soerjandono, 2005).

Kehadiran gulma di sepanjang siklus hidup tanaman budidaya tidak selalu

berpengaruh negatif. Terdapat suatu periode ketika gulma harus dikendalikan dan

terdapat periode ketika gulma juga dibiarkan tumbuh karena tidak mengganggu

tanaman (Hendrival dkk, 2014).

Muncul dan berkembangnya jenis-jenis gulma dalam suatu lahan pertanian

selain dipengaruhi oleh iklim, keadaan tanah dan sifat biologi jenis gulma sendiri,

juga ditentukan oleh sistem pola tanam, pengolahan tanah dan cara pengendalian

(Umiyati, 2005).

Tujuan Praktikum

Agar mengetahui cara pengendalian yang paling efektif dari jenis hama tersebut.

1
Kegunaan Praktikum

15. Sebagai syarat dalam mengikuti mata kuliah praktikum dasar perlindungan

tanaman

16. Sebagai sarana pembelajaran mengenai cara perlindungan tanaman dan

mengenali jenis jenis hama, penyakit dan gulma yang dapat menyerang

tanaman.

2
TINJAUAN PUSTAKA

Gulma

Gulma merupakan tumbuhan yang tumbuh liar pada lahan budidaya atau

tumbuhan yang tidak dikehendaki keberadaannya dan menimbulkan kerugian

sehingga perlu dikendalikan (Isda dkk, 2013).

Babadotan (Ageratum conyzoides L)

Klasifikasi dan biologi

Gambar 1.1 babadotan

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Bangsa : Asterales

Suku : Asteraceae

3
Marga : Ageratum

Spesies : Ageratum conyzoides L

Babadotan merupakan gulma berdaun lebar yang mudah menyesuaikan

diri dengan berbagai kondisi lingkungan dan mengandung senyawa alelokimia

seperti alkaloid, saponin, flavonoid, polifenol, sulfur dan tanin yang dapat

menekan pertumbuhan tanaman yang ada di sekitarnya (Rana dkk, 2020).

Siklus hidup

Tumbuhan gulma ini termasuk jenis gulma annual dilihat dari siklus

hidupnya. Kelompok gulma ini hanya mampu menyelesaikan siklus hidupnya

dalam satu tahun atau semusim. Gulma semusim ini umumnya menghasilkan

banyak biji dan membutuhkan kondisi lingkungan yang khusus untuk dapat

melanjutkan hidupnya (Widayanti, 2019).

Gejala serangan

Kemampuan daun bandotan (Ageratum conyzoides) sebagai alelopati

diidentifikasikan karena adanya 3 phenolic acid yaitu gallic acid, counmalic acid

dan protocatechuic acid, yang dapat menghambat pertumbuhan beberapa gulma

pada tanaman padi (Muhabbibah dan Aini, 2009).

Cara pengendalian

Petani mengendalikan alang-alang secara manual, aman dan tidak

mencemari lingkungan tetapi tidak tuntas, sehingga menghabiskan waktu 168 hari

orang kerja untuk membabat, membakar dan mencangkul. Cara mekanik (bajak

4
ternak dan mesin) dapat juga dianjurkan namun sebelumnya menghendaki

pembabatan serta menghendaki lahan luas dan relatif datar (Juarsah, 2015).

Penggunaan herbisida ternyata paling efektif, praktis dan

menguntungkan dalam mengendalikan gulma alang-alang. Salah satu

herbisida yang digunakan untuk mengendalikan Alang-alang adalah herbisida

glifosat. Herbisida ini bersifat sistemik dan non selektif (Anwar dkk, 2015).

Bayam duri (Amaranthus spinosus)

Klasifikasi dan biologi

Gambar 1.2 bayam duri

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta

Super Divisi : Spermatophyta

Divisi : Magnoliophyta

5
Kelas : Magnoliopsida

Sub Kelas : Hamamelidae

Ordo : Caryophyllales

Famili : Amaranthaceae

Genus : Amaranthus

Spesies : Amaranthus spinosus

Bayam duri (Amaranthus spinosus L.) merupakan salah satu gulma yang

dapat menurunkan hasil produksi tanaman yang dibudidayakan. Bayam duri ialah

gulma dominan ketiga didunia yang memiliki daya saing lebih sebagai gulma

yang termaksud pertumbuhan yang cepat pada tanaman dimusim panas dan

daerah tropis (Siregar dkk, 2017).

Siklus hidup

Bayam duri termasuk kedalam gulma semusim yang siklus hidupnya

dimulai dari proses berkecambah, berproduksi, sampai akhirnya mati yang

berlangsung selama satu tahun yang ditemukan secara liar di kebun-kebun, tepi

jalan, tanah kosong yang terdapat di dataran rendah sampai dengan ketinggian

1.400 m diatas permukaan laut (Barus, 2003).

Gejala serangan

Terdapat suatu urutan spesies gulma yang karena residu maupun

ekstraknya dapat menimbulkan suatu peristiwa alelopati. Adapun bayam duri

merupakan jenis golongan gulma yang termasuk di dalamnya yang diduga

6
mempunyai residu yang sangat menghambat pertumbuhan jagung. Sebaliknya

dengan sendirinya ada juga tanaman yang dapat mengeluarkan alelopati yang

dapat menekan pertumbuhan gulma (Moenandir, 1988).Kandungan yang terdapat

pada daun bayam duri yaitu Amaratin, rutin, spinastorol, hentrikontanol, vitamin,

tanin, kalium nitrat, kalsium oksalat, garam fosfat, zat besi, serta vitamin

(Anggria, 2019).

Cara pengendalian

Pengendalian ramah lingkungan yang dapat dilakukan dengan

pemanfaatan alelopati ekstrak seresah daun mangga (Yohana dan Nugroho, 2020).

Pengendalian gulma dengan menggunakan herbisida sintetis merupakan

metode yang paling banyak digunakan petani sebagai penghambat pertumbuhan

dan perkembangan berbagai jenis gulma (Hasanah dkk, 2019).

Ilalang (Imperata cylindrica)

Klasifikasi dan biologi

Gambar 1.3 ilalang

7
Kingdom : Plantae

Sub Kingdom : Viridiplantae

Super Divisi : Embryophyta

Divisi : Tracheophyta

Kelas : Magnoliopsida

Super Ordo : Lilianae

Ordo : Poales

Famili : Poaceae

Genus : Imperata Cirillo

Spesies : Imperata Cylindrica (L.)

Alang-alang (Imperata cylindrica L.Beauv) merupakan rumput yang

tumbuh secara liar, dan tersebar luas dihutan, sawah, kebun atau pekarangan

rumah dan lingkungan terbuka lainnya (Atien, 2008)

Siklus hidup

Alang alang (Imperata cylindrica L) merupakan tumbuhan dari family

Gramineae. Tumbuhan ini mempunyai daya adaptasi yang tinggi, sehingga mudah

tumbuh di mana mana dan sering menjadi gulma yang merugikan para petani.

Gulma alang alang dapat bereproduksi secara vegetatif dan generatif atau tumbuh

pada jenis tanah yang beragam (Amin dan Muhammad Rusydi, 2019).

Gejala serangan

8
Alang alang (Imperata cylindrica L.) menyaingi tanaman lain dengan

mengeluarkan senyawa beracun dari akarnya dan dari pembusukan bagian

vegetatifnya. Senyawa yang dikeluarkan dari bagian tersebut adalah golongan

fenol. Dengan senyawa tersebut alang alang mempunyai kemampuan bersaing

yang lebih hebat sehingga pertumbuhan tanaman pokoknya lebih terhambat, dan

hasilnya semakin menurun (Izah, 2009).

Cara pengendalian

pengendalian rumput dan ilalang ketika usia tanaman padi masih muda

adalah menjadi sangat penting, dimana sering dilakukan dengan menggunakan

landak (bahasa jawa, red) atau dengan tangan (mencabut) (Surjadi, 2017).

Ilalang di gawangan dan piringan efektif dikendalikan secara kimia

dengan teknik sesuai dengan populasi ilalang yang ada. Gulma rumput di piringan

dapat dikendalikan baik secara manual maupun kimia. Gulma berkayu dapat

dikendalikan dengan metode dongkel anak kayu (Danu dan Rizki Akbar, 2019).

Rumput teki (Cyperus rotundus L)

Klasifikasi dan biologi

Gambar 1.4 rumput teki

9
Kingdom : Plantae

Subkingdom :Tracheobionta

Super Divisi : Spermatophyta

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Liliopsida

Sub Kelas : Commelinidae

Ordo : Cyperales

Famili : Cyperaceae

Genus : Cyperus

Spesies : Cyperus rotundus L.

Mempunyai ciri morfologi (a) Akar serabut yang tumbuh menyamping

dengan membentuk umbi yang banyak, tiap umbi mempunyai mata tunas, umbi

tidak tahan kering selama 14 hari di bawah sinar matahari maka daya tumbuhnya

akan hilang (b) Batang tumbuh tegak, berbentuk tumpul atau segitiga (c) Daun

berbentuk garis, mengelompok dekat pangkal batang, terdiri dari 4-10 helai,

pelepah daun tertutup tanah, helai daun berwarna hijau mengkilat (d) Bunga bulir

tunggal atau majemuk, mengelompok atau membuka, berwarna coklat,

mempunyai benang sari tiga helai, kepala sari kuning cerah, tangkai putik

bercabang tiga (e) Tinggi dapat mencapai 50 cm (Amalia dkk, 2014).

Siklus hidup

10
Siklus hidupnya sepanjang tahun, cara perkembangbiakannya dengan

umbi, biji. Masa tanaman dewasa dari 21 sampai 56 hari, merupakan tanaman C4,

umbi dapat tahan hidup hingga beberapa tahun (Baroroh, 2018).

Gejala serangan

Rumput teki (Cyperus rotundus) menyebabkan menurunnya hasil panen yang

disebabkan adanya persaingan unsur hara tanah. Gulma dan tumbuhan bersaing

untuk memperoleh unsu hara , air dan cahaya matahari dengan bergantung pada

densitas gulma yang berpengaruh terhadap penurunan hasil tanaman dimana

dengan semakin tingginya densitas maka hasil tanaman akan semakin menurun,

jenis gulma, varietas tanaman dan tingkat pemupukan (Cahayani, 2019).

Cara pengendalian

Pada saat ini alternatif pengendalian gulma yang berwawasan lingkungan

sedang marak dilakukan. Pengendalian tersebut dapat dilakukan dengan mencari

potensi senyawa golongan fenol dari tumbuhan lain sehingga dapat dimanfaatkan

sebagai bioherbisida. Selain itu efek dari bioherbisida ini tidak terkena secara

langsung terhadap tanaman budidaya dan mempunyai peluang kecil untuk

menyebabkan pencemaran (Riskitavani dan Purwani, 2013).

Teknik pengendalian gulma terbagi menjadi: pencegahan, pengendalian

gulma secara fisik, pengendalian gulma secara biologis, dan pengendalian gulma

secara kimiawi. Pengendalian secara mekanik berupa penyiangan menggunakan

alat dan pengendalian secara kimiawi dengan menggunakan herbisida paling

sering digunakan oleh petani. Salah satu pengendalian gulma yang dinilai efektif

adalah pengendalian secara kimia menggunakan herbisida. Penggunaan herbisida

11
harus dilakukan secara bijak dan sesuai agar tidak menimbulkan pencemaran

lingkungan serta keracunan pada manusia dan organisme di luar target (Umiyati

dkk, 2020).

Pakisan (Nephrolepis exaltata)

Klasifikasi dan biologi

Gambar 1.5 pakis pakisan

Kingdom : Plantae

Kelas : Polypodiopsida

Ordo : Polypodiales

Sub ordo : Polypodiineae

Famili : Nephrolepidaceae

Genus : Nephrolepis

Spesies : Nephrolepis exaltata

12
Nephrolepis memiliki akar yang tumbuh di bawar permukaan tanah,

bersifat non fotosintesis, berfungsi menyerap air dan nutrisi dari tanah(maslaha

2020).

Siklus hidup

Daur Hidup Tumbuhan Paku Homospora Secara singkat alur daur hidup

tumbuhan paku meliputi spora masak keluar dari sporofit – protalium – protalium

membentuk arkegonium dan anteridium – sperma membuahi ovum dengan media

air – terbentuk zigot – sporofit ( paku dewasa) – sporofit menghasilkan spora

(idschool, 2018).

Gejala serangan

Pakis-pakisan ini akan merugikan tumbuhan pokok, karena dapat

mengambil zat hara yang terdapat pada tumbuhan inang. Bagi para petani sawit,

pakis-pakisan dianggap sebagai tanaman pengganggu dan dibuang begitu saja

(Rahmadi dkk, 2014).

Cara pengendalian

pengendalian gulma di gawangan dapat menerapkan cara mekanis yaitu

dengan menggunakan peralatan seperti cangkul, parang, atau sabit. Jika gulma

golongan rumput, penyiangan dapat menggunakan cangkul, sehingga

perakarannya ikut tercabut, gulma berupa semak atau perdu dapat dilakukan

dengan pendongkelan dengan bantuan cangkul dan parang. Pengendalian gulma

secara mekanis akan efektif apabila areal perkebunan karet tidak terlalu luas.

Selain pengendalian secara mekanis, gulma di gawangan dapat dikendalikan

13
dengan metode kimiawi yaitu dengan pengaplikasian herbisida. Penggunaan

herbisida harus bijaksana, artinya harus sesuai dengan dosis dan frekuensi yang

tertera di kemasan herbisida agar tidak terjadi pemborosan (Pamungkas, 2017).

Pencampuran dua jenis herbisida meningkatkan efektifitas dan

ekonomis dalam metode pengendalian gulma. Pencampuran kedua jenis

herbisida ini akanmemperlihatkan hubungan satu bahan dengan bahan yang lain

yang dinamakan dengan interaksi. Ketika dua atau lebih bahan kimia

terakumulasi di dalam tanaman, mereka melakukan interaksi dan respon

ditunjukkan keluar menghasilkan reaksi yang berbeda ketika bahan kimia

tersebut diberikan sendiri-sendiri (Iqbal dkk, 2018).

14
PELAKSANAAN PRAKTIKUM

Tempat dan waktu

Pelaksanaan praktikum dasar perlindungan tanaman tentang gulma

dilaksanakan pada hari selasa tanggal 05 Januari 2021. Praktikum di langsungkan

melalui media zoom meeting dirumah masing masing.

Bahan dan alat

Bahan yang digunakan yaitu babadotan (Ageratum conyzoides L), bayam

duri (Amaranthus spinosus L), ilalang (Imperata cylindrica (L)), rumput teki

(Cyperus rotundus L), dan pakisan (Nephrolepis exaltata).

Cara kerja

Para praktikan mempersiapkan bahan yang telah ditetapkan oleh dosen

penanggung jawab. Dosen akan menjelaskan tentang gulma dan hewan yang telah

disiapkan. Para praktikan dapat memahami dan menyesuaikannya dengan hewan

yang telah disiapkan.

15
HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Gulma adalah tumbuhan yang tumbuh disekitaran tanaman budidaya yang

kehadirannya tidak diinginkan pada lahan pertanian karena menurunkan hasil

yang bisa dicapai oleh tanaman produksi dan juga menjadi sarang hama dan

penyakit.

Alelopati didefinisikan sebagai suatu fenomena alam dimana suatu

organisme memproduksi dan mengeluarkan suatu senyawa biomolekul (disebut

alelokimia) ke lingkungan dan senyawa tersebut memengaruhi perkembangan dan

pertumbuhan organisme lain di sekitarnya.

tumbuhan adalah organisme eukariota multiseluler yang tergolong ke

dalam kerajaan Plantae. Di dalamnya terdiri atas beberapa klad yakni, tanaman

berbunga, Gymnospermae atau Tumbuhan berbiji terbuka, Lycopodiopsida, paku-

pakuan, lumut, serta sejumlah alga hijau.

tanaman adalah beberapa jenis organisme yang dibudi dayakan pada suatu

ruang atau media untuk dipanen pada masa ketika sudah mencapai tahap

pertumbuhan tertentu.

Herbisida Biologi (Bioherbisida) merupakan pengendalian gulma secara

bilogis yaitu suatu cara pengendalian gulma dengan mempergunakan organisma

hidup.

16
Manfaat gulma Melindungi tanah dari erosi, menyuburkan tanah, sebagai

inang pengganti predator serangga hama atau pathogen, parasitoid serangga hama,

dan sebagai Trap Crop

Kerugian adanya gulma yaitu

1. Persaingan antara tanaman utama sehingga mengurangi kemampuan

berproduksi, terjadi persaingan dalam pengambilan air, unsur-unsur hara

dari tanah, cahaya dan ruang lingkup.

2. Pengotoran kualitas produksi pertanian, misalnya pengotoran benih oleh

biji-biji gulma.

3. Allelopathy yaitu pengeluaran senyawa kimiawi oleh gulma yang beracun

bagi tanaman yang lainnya, sehingga merusak pertumbuhannya.

4. Gangguan kelancaran pekerjaan para petani, misalnya adanya duri-duri

Amaranthus spinosus, Mimosa spinosa di antara tanaman yang

diusahakan.

5. Perantara atau sumber penyakit atau hama pada tanaman, misalnya Lersia

hexandra dan Cynodon dactylon merupakan tumbuhan inang hama ganjur

pada padi.

6. Gangguan kesehatan manusia, misalnya ada suatu gulma yang tepung

sarinya menyebabkan alergi.

7. Kenaikkan ongkos-ongkos usaha pertanian, misalnya menambah tenaga

dan waktu dalam pengerjaan tanah, penyiangan, perbaikan selokan dari

gulma yang menyumbat air irigasi.

8. Gulma air mngurangi efisiensi sistem irigasi, yang paling mengganggu dan

tersebar luas ialah eceng gondok (Eichhornia crssipes). Terjadi

17
pemborosan air karena penguapan dan juga mengurangi aliran air.

Kehilangan air oleh penguapan itu 7,8 kali lebih banyak dibandingkan

dengan air terbuka. Di Rawa Pening gulma air dapat menimbulkan pulau

terapung yang mengganggu penetrasi sinar matahari ke permukaan air,

mengurangi zat oksigen dalam air dan menurunkan produktivitas air.

9. Dalam kurun waktu yang panjang kerugian akibat gulma dapat lebih besar

daripada kerugian akibat hama atau penyakit. Di negara-negara sedang

berkembang (Indonesia, India, Filipina, Thailand) kerugian akibat gulma

sama besarnya dengan kerugian akibat hama.

pengendalian alang-alang dapat dilakukan dengan teknik perebahan, mekanis,

kultur teknis, kimia dan terpadu.

Pembahasan

Gulma merupakan tumbuhan yang tumbuh liar pada lahan budidaya atau

tumbuhan yang tidak dikehendaki keberadaannya dan menimbulkan kerugian

sehingga perlu dikendalikan.

Kelompok gulma babdotan hanya mampu menyelesaikan siklus hidupnya

dalam satu tahun atau semusim. Kemampuan daun bandotan (Ageratum

conyzoides) sebagai alelopati diidentifikasikan karena adanya 3 phenolic acid

yaitu gallic acid, counmalic acid dan protocatechuic acid, yang dapat

menghambat pertumbuhan beberapa gulma pada tanaman padi

Bayam duri termasuk kedalam gulma semusim yang siklus hidupnya

dimulai dari proses berkecambah, berproduksi, sampai akhirnya mati yang

berlangsung selama satu tahun yang ditemukan secara liar di kebun-kebun, tepi

18
jalan, tanah kosong yang terdapat di dataran rendah sampai dengan ketinggian

1.400 m diatas permukaan laut. Adapun bayam duri merupakan jenis golongan

gulma yang termasuk di dalamnya yang diduga mempunyai residu yang sangat

menghambat pertumbuhan jagung.

Tumbuhan ilalang mempunyai daya adaptasi yang tinggi, sehingga mudah

tumbuh di mana mana dan sering menjadi gulma yang merugikan para petani.

Gulma alang alang dapat bereproduksi secara vegetatif dan generatif atau tumbuh

pada jenis tanah yang beragam. Alang alang (Imperata cylindrica L.) menyaingi

tanaman lain dengan mengeluarkan senyawa beracun dari akarnya dan dari

pembusukan bagian vegetatifnya.

Rumput teki Siklus hidupnya sepanjang tahun, cara perkembangbiakannya

dengan umbi, biji. Masa tanaman dewasa dari 21 sampai 56 hari, merupakan

tanaman C4, umbi dapat tahan hidup hingga beberapa tahun. Rumput teki

(Cyperus rotundus) menyebabkan menurunnya hasil panen yang disebabkan

adanya persaingan unsur hara tanah.

Daur Hidup Tumbuhan Paku Homospora Secara singkat alur daur hidup

tumbuhan paku meliputi spora masak keluar dari sporofit – protalium – protalium

membentuk arkegonium dan anteridium – sperma membuahi ovum dengan media

air – terbentuk zigot – sporofit ( paku dewasa) – sporofit menghasilkan spora.

Pakis-pakisan ini akan merugikan tumbuhan pokok, karena dapat mengambil zat

hara yang terdapat pada tumbuhan inang.

19
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Gulma adalah tumbuhan yang tumbuh disekitaran tanaman budidaya yang

kehadirannya tidak diinginkan pada lahan pertanian karena menurunkan

hasil yang bisa dicapai oleh tanaman produksi dan juga menjadi sarang

hama dan penyakit.

2. Alelopati didefinisikan sebagai suatu fenomena alam dimana suatu

organisme memproduksi dan mengeluarkan suatu senyawa biomolekul

(disebut alelokimia) ke lingkungan dan senyawa tersebut memengaruhi

perkembangan dan pertumbuhan organisme lain di sekitarnya.

3. tumbuhan adalah organisme eukariota multiseluler yang tergolong ke


dalam kerajaan Plantae.
4. tanaman adalah beberapa jenis organisme yang dibudi dayakan pada suatu

ruang atau media untuk dipanen pada masa ketika sudah mencapai tahap

pertumbuhan tertentu.

5. Herbisida Biologi (Bioherbisida) merupakan pengendalian gulma secara

bilogis yaitu suatu cara pengendalian gulma dengan mempergunakan

organisma hidup.

Saran

Saran saya apa bila ingin melakukan pengendalian pada gulma ini, untuk

tidak menggunakan bahan bahan kimia karena dapat memberikan dampak negatif

pada hama dan juga lingkungan.

20
DAFTAR PUSTAKA

Tampubolon, K., Sihombing, F. N., Purba, Z., Samosir, S. T. S., & Karim, S.

(2018). Potensi metabolit sekunder gulma sebagai pestisida nabati di

Indonesia. Kultivasi, 17(3), 683-693.

Soerjandono, N. B. (2005). Teknik pengendalian gulma dengan herbisida

persistensi rendah pada tanaman padi. Buletin Teknik Pertanian, 10(1), 5-

8.

Hendrival, H., Wirda, Z., & Azis, A. (2014). Periode kritis tanaman kedelai

terhadap persaingan gulma. Jurnal Floratek, 9(1), 6-13.

Umiyati, U. (2016). Sinergisme campuran herbisida klomazon dan metribuzin

terhadap gulma. Agrijati Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Pertanian, 1(1).

Isda, M. N., Fatonah, S., & Fitri, R. (2013). Potensi Ekstrak Daun Gulma

Babadotan (Ageratum conyzoides L.) terhadap Perkecambahan dan

Pertumbuhan Paspalum conjugatum Berg. Al-Kauniyah: Jurnal

Biologi, 6(2), 120-125.

Rana, D. C. E., Rondonuwu, S., & Koneri, R. (2020). Pemberian Ekstrak Daun

Kiara Payung (Filicium decipiens (Wight dan Arn.) Thwaites) sebagai

Bioherbisida terhadap Pertumbuhan Gulma Babadotan (Ageratum

conyzoides L.). JURNAL BIOS LOGOS, 10(2), 41-47.

Widayanti, N. N. (2019). Pengaruh Pemberian Pupuk Hijau Cair Gulma

Terhadap Fraksi Serat Rumput Gajah Varietas Taiwan (Pennisetum

21
Purpureum Cv. Taiwan) Pada Umur Potong Yang Berbeda (Doctoral

dissertation, Universitas Mercu Buana Yogyakarta).

Muhabbibah, D. N. A. (2009). Pengaruh jenis dan konsentrasi ekstrak gulma

terhadap perkecambahan beberapa biji gulma (Doctoral dissertation,

Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim).

Juarsah, I. (2015). Teknologi pengendalian gulma alang-alang dengan tanaman

legum untuk pertanian tanaman pangan. Jurnal Agro, 2(1), 29-38.

Anwar, R., & Aryani, F. (2017). Pengaruh penambahan fermentasi air kelapa

terhadap efektifitas glifosat dalam membunuh alang-alang (Imperata

cylindra L.). Jurnal Agroqua: Media Informasi Agronomi dan Budidaya

Perairan, 13(1), 17-21.

Siregar, E. N., Nugroho, A., & Soelistyono, R. (2017). Uji alelopati ekstrak umbi

teki pada gulma bayam duri (Amaranthus spinosus l.) dan pertumbuhan

tanaman jagung manis (Zea mays l. saccharata). Jurnal Produksi

Tanaman, 5(2).

Anggria, Y. (2019). RESPON PERKECAMBAHAN BENIH SEMANGKA,

KEDELAI DAN JAGUNG AKIBAT PEMBERIAN BEBERAPA JENIS

EKSTRAK GULMA (Doctoral dissertation, University of Muhammadiyah

Malang).

Yohana, S. P., & Nugroho, A. (2020). Pengaruh Ekstrak Seresah Daun Mangga

(Mangifera indica L. var. Arumanis) pada Gulma Bayam Duri

(Amaranthus spinosus L.). Jurnal Produksi Tanaman, 8(1).

22
Hasanah, S. N., Wardoyo, E. R. P., & Mukarlina, M. AKTIVITAS EKSTRAK

ETANOL KULIT BUAH JENGKOL (Pithecellobium jiringa (Jack)

Prain.) SEBAGAI BIOHERBISIDA GULMA BAYAM DURI

(Amaranthus spinosus L.) DAN RUMPUT PAITAN (Paspalum

conjugatum Berg.). Protobiont, 8(3).

Amin, M. R. (2019). Pengaruh pemberian ekstrak Alang-alang (Imperata

cylindrica L.), Teki (Cyperus rotundus L.), dan Bandotan (Ageratum

conyzoides L.) terhadap gulma di lahan tanaman Cabai Rawit

(Capsicum frutescens L.) Desa Belung Kecamatan Poncokusumo

Kabupaten Malang (Doctoral dissertation, Universitas Islam Negeri

Maulana Malik Ibrahim).

Izzah, L. (2009). Pengaruh ekstrak beberapa jenis gulma terhadap

perkecambahan biji jagung (Zea mays L.) (Doctoral dissertation,

Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim).

Surjadi, E. (2017, September). Penerapan Teknologi Dalam Upaya Membantu

Proses Pengendalian Gulma Pada Tanaman Padi. In Seminar Nasional

Teknologi dan Informatika 2017. Muria Kudus University.

Danu, R. A. (2019). ANALISIS VEGETASI DAN DOSIS HERBISIDA Metil

Metsulfuron 20% UNTUK MENGENDALIKAN GULMA DI

PERKEBUNAN BESAR KELAPA SAWIT (Elais gueneensis Jacq.) YANG

SUDAH MENGHASILKAN (Doctoral dissertation, Universitas Andalas).

Amalia, D. R., Zaman, B., & Hadiwidodo, M. (2014). Pengaruh Jumlah Koloni

Rumput Teki (cyperus Rotundus L.) pada Media Tanah Tpaterhadap

23
Penurunan Konsentrasi Bod dan Cod dalam Lindi (Studi Kasus Tpa

Jatibarang–Semarang) (Doctoral dissertation, Diponegoro University).

Baroroh, N. (2018). Pengaruh herbisida nabati ekstrak daun rumput bambu

(Lophaterum gracile B.) terhadap pertumbuhan gulma Echinochloa

crusgalli, Ageratum conyzoides, dan Cyperus rotundus (Doctoral

dissertation, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim).

Cahayani, F. I. (2019). Potensi ekstrak daun Suren (Toona sureni Merr.) sebagai

bioherbisida terhadap pertumbuhan gulma Rumput Teki (Cyperus

rotundus L.) dan Bayam Duri (Amaranthus spinosus L.) (Doctoral

dissertation, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim).

Riskitavani, D. V., & Purwani, K. I. (2013). Studi potensi bioherbisida ekstrak

daun ketapang (Terminalia Catappa) terhadap gulma rumput teki

(Cyperus rotundus). Jurnal Sains dan Seni ITS, 2(2), E59-E63.

Umiyati, U., Widayat, D., Kurniadie, D., & Gumiwang, G. (2020). Herbisida

penoksulam 25 g/L sebagai pengendali gulma teki dan daun lebar pada

budidaya padi sawah sistem tanam pindah. Kultivasi, 19(2), 1105-1113.

Maslaha, V. I., Musyaddad, K., & Nuraida, N. (2020). IDENTIFIKASI JENIS

GULMA PADA LAHAN PERKEBUNAN KOPI (Coffea) DAN PINANG

(Areca Catechu) BRAM ITAM KUALA TUNGKAL (Doctoral dissertation,

UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi).

Admin. (2018, Agustus). idschool. Retrieved Januari 2020, from id.school.com: 1.

https://idschool.net/sma/daur-hidup-tumbuhan-

24
paku/#:~:text=Daur%20Hidup%20Tumbuhan%20Paku%20Homospora,-

Tumbuhan%20paku%20homospora&text=Secara%20singkat%20alur%2

0daur%20hidup,dewasa)%20%E2%80%93%20sporofit%20menghasilka

n%20spora.

Rahmadi, R., Awaluddin, A., & Itnawita, I. (2014). Pemanfaatan Limbah Padat

Tandan Kosong Kelapa Sawit dan Tanaman Pakis-Pakisan Untuk

Produksi Kompos Menggunakan Aktivator EM-4 (Doctoral dissertation,

Riau University).

Pamungkas, H. (2017). Efikasi Herbisida Isopropilamina Glifosat Dalam

Mengendalikan Gulma Perkebunan Karet (Hevea Brasiliensis) Belum

Menghasilkan.

Iqbal, M., Mawarni, L., & Purba, E. (2018). Pengendalian Gulma Dengan

Saflufenacil Secara Tunggal dan Campuran pada Pertan: Weed Control

With Saflufenacil Singly and Mixture in Immature Oil Palm on Peat

Land. Jurnal Online Agroekoteknologi, 6(3), 592-598.

25
PENYAKIT TANAMAN

Oleh :

PUPUT TIFANI
1904300105
AGRIBISNIS 3

PRAKTIKUM DASAR PERLINDUNGAN TANAMAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA
MEDAN
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan

rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas yang berjudul

“Laporan Praktikum OPT penyakit tanaman” ini tepat pada waktunya.

Saya mengucapkan banyak terima kasih kepada

25. Ibu Ir Efrida Lubis, M.P selaku dosen penanggung jawab praktikum dasar

perlindungan tanaman.

26. Ibu Rini Susanti S.P., M.P. selaku dosen praktikum dasar perlindungan

tanaman.

27. Abangda Riki Candra S.P selaku asisten dosen praktikum dasar

perlindungan tanaman.

Saya menyadari, tugas yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna.

Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun di butuhkan demi

kesempurnaan laporan ini.

Subulussalam, 16 Januari 2021

Penulis

1
DAFTAR ISI
Judul Halaman

COVER

KATA PENGANTAR .............................................................................. 1

DAFTAR ISI ............................................................................................. 2

DAFTAR GAMBAR ................................................................................ 4

PENDAHULUAN .................................................................................... 5

Latar Belakang ............................................................................ 5

Tujuan Praktikum........................................................................ 6

Kegunaan Praktikum ................................................................... 6

TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 7

Penyakit Tanaman ....................................................................... 7

Bercak daun (Cercospora capsici).............................................. 7

Klasifikasi dan biologi ....................................................... 7

Siklus hidup ....................................................................... 8

Gejala serangan ................................................................. 8

Cara pengendalian ............................................................. 9

Nematoda bintil akar (Meloidogine spp) .................................... 9

Klasifikasi dan biologi ....................................................... 9

Siklus hidup ....................................................................... 11

Gejala serangan ................................................................. 11

Cara pengendalian ............................................................. 11

PELAKSANAAN PRAKTIKUM ............................................................ 13

Tempat dan Waktu ...................................................................... 13

Bahan dan Alat ............................................................................ 13

Cara Kerja ................................................................................... 13

2
HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................. 14

Hasil ........................................................................................... 14

Pembahasan................................................................................. 17

KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 19

Kesimpulan ................................................................................. 19

Saran ........................................................................................... 20

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 21

3
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Bercak daun Cercospora capsici ........................................... 7

Gambar 1.2 Nematoda bintil akar Meloidogine spp ................................. 9

Gambar 1.3 konsep segitiga penyakit ....................................................... 16

4
PENDAHULUAN

Latar belakang

Jamur merupakan salah satu organisme yang dapat hidup dan berkembang

di tanah. Beberapa jamur tanah dilaporkan sebagai patogen tumbuhan dan yang

lainnya berperan sebagai antagonis. Populasi jamur tanah di sekitar pertanaman

pada umumnya tinggi dibandingkan pada tanah tanpa pertanaman (Hartati dkk,

2018).

Indonesia salah satu negara tropis yang berada di garis khatulistiwa

dengan sumber daya hayati ± 30.000 spesies tumbuhan, dan baru ± 7000 spesies

di antaranya yang dikenal sebagai tumbuhan berkhasiat obat. Dengan kata lain

masih banyak spesies tumbuhan di Indonesia yang belum dikenal manfaatnya

diantaranya sebagai obat tradisional, pestisida nabati dan rempah masakan,

sehingga berpeluang untuk dikaji lebih lanjut untuk tumbuhan yang lainnya

(Siswandi dkk, 2020).

Hama dan penyakit tanaman (HPT) merupakan salah satu faktor pembatas

produksi tanaman secara fisik, sedangkan penyakit menimbulkan gangguan

fisiologis pada tanaman (Yusuf dkk, 2018).

Nematoda merupakan salah satu jenis organisme pengganggu tumbuhan

(OPT) penting yang menyerang berbagai jenis tanaman utama di Indonesia dan

negara-negara tropis lainnya. Kehilangan hasil akibat serangan nematoda di

seluruh dunia dapat mencapai US$ 80 milyar per tahun (Price, 2000). Meskipun

demikian di Indonesia, kerusakan tanaman karena nematoda parasit, kurang

disadari baik oleh para petani maupun para petugas yang bekerja di bidang

5
pertanian. Hal ini mungkin disebabkan oleh gejala serangan nematoda yang sulit

diamati secara visual karena ukuran nematoda yang sangat kecil. Selain itu gejala

serangan nematoda berjalan sangat lambat dan tidak spesifik, mirip atau

bercampur dengan gejala kekurangan hara dan air, kerusakan akar dan pembuluh

batang (Mustika, 2005).

Tujuan Praktikum

Agar mengetahui cara pengendalian yang paling efektif dari jenis hama tersebut.

Kegunaan Praktikum

17. Sebagai syarat dalam mengikuti mata kuliah praktikum dasar perlindungan

tanaman

18. Sebagai sarana pembelajaran mengenai cara perlindungan tanaman dan

mengenali jenis jenis hama, penyakit dan gulma yang dapat menyerang

tanaman.

6
TINJAUAN PUSTAKA

Penyakit tanaman

Penyakit pada tumbuhan adalah gangguan yang disebabkan oleh

mikroorganisme berupa virus, bakteri, fungi (jamur), protozoa (hewan bersel

satu), dan cacing nematoda (Welianto, 2020).

Bercak daun Cercospora capsici

Klasifikasi dan biologi

Gambar 1.1 Bercak daun Cercospora capsici

Kingdom : Jamur

Filum : Ascomycota

Kelas : Dothideomycetes

Ordo : Capnodiales

Famili : Mycosphaerellaceae

Genus : Cercospora

7
Jenis : C. capsici

Penyakit bercak daun cabai adalah salah satu penyakit terpenting yang

menyerang cabai di Indonesia. Penyakit ini distimulir oleh kondisi lembab dan

suhu relatif tinggi. Penyakit bercak daun cabai dapat menyebabkan kerusakan

sejak dari persemaian sampai tanaman cabai berbuah. Jamur Cercospora capsici

dapat terbawa biji dan mungkin dapat bertahan pada sisa-sisa tanaman sakit

selama satu musim. Penyakit ini menyebabkan masalah serius terhadap

perkembangan tanaman cabai (Siswandi, 2019).

Siklus hidup

Reproduksi jamur secara umum terbagi atas dua tipe yaitu aseksual dan

seksual. Reproduksi aseksual tidak melibatkan persatuan inti yaitu dengan

pembelahan diri ataupun pembentukan tunas sedangkan reproduksi seksual

adanya persatuan dua inti jamur. Secara aseksual jamur dapat tumbuh dari

sepotong miselium, tetapi hal ini jarang terjadi. Perkembangbiakan yang

umumnya terjadi pada jamur adalah pertumbuhan dari spora aseksual (Frischa,

2017).

Gejala serangan

Gejala penyakit bercak daun cercospora ditandai dengan adanya bercak-

bercak berwarna kepucatan yang awalnya berukuran kecil, akhirnya secara

perlahan membesar. Pada bagian pinggiran daun terdapat bercak berwarna lebih

tua dari warna bercak dibagian tengahnya. Selain itu, sering terjadi sobekan di

pusat bercak tersebut. Jika sudah seperti ini daun akan langsung gugur. Walaupun

8
terkadang tidak langsung gugur, tetapi berubah warna menjadi kekuning-kuningan

sebelum akhirnya gugur (Sulastri dkk, 2014).

Cara pengendalian

Upaya pengendalian yang telah banyak dilakukan terhadap penyakit

bercak daun (Cercospora capsici) adalah dengan pemilihan varietas tahan,

perbaikan drainase, melakukan pengaturan jarak tanam, melakukan pemupukan

yang berimbang, pergiliran tanaman, penggunaan mulsa penutup tanah baik yang

bersifat organik atau anorganik, penggunaan pestisida, serta melakukan

pemusnahan sisa-sisa bagian tanaman yang sakit (Saputri, 2020).

Pendekatan secara terpadu dengan menggabungkan beberapa metode

pengendalian, termasuk pengendalian hayati dengan menggunakan agens hayati,

penggunaan musuh alami dan perspektif baru berupa imunisasi tanaman. sangat

dianjurkan guna mencapai efektifitas yang lebih tinggi dalam mengendalikan

suatu penyakit pada tanaman yaitu dengan menekan dan mengendalikan jamur

patogen (Isnawan dan Mubarok, 2014).

Nematoda bintil akar Meloidogine spp

Klasifikasi dan biologi

9
Gambar 1.2 Nematoda bintil akar Meloidogine spp

Kingdom : Animalia

Filum : Nemathelminthes

Kelas : Nematoda

Sub Kelas : Secernenteae

Ordo : Thylenchina

Famili : Heteroderidae

Genus : Meloidogyne

Spesies : Meloidogyne spp.

Nematoda Melodogyne merupakan nematoda parasit tumbuhan (NPT)

yang sangat merugikan baik dari segi kualitas dan kuantitas maupun hasil dari

tanaman budidaya karena sifatnya yang mampu menyerang seluruh tanaman

budidaya, termasuk tomat dan seledri, dimana tanaman tomat dan seledri yang

terserang oleh nematoda melodogyne hasilnya akan kurang baik dalam segi

kualitas maupun kuantitas dan jumlah produksi panen dapat menurun secara

derastis karena serangan dan gejalanya tidak terlalu nampak sehingga petani tidak

mau melakukan pengendalian karena bila dilihat secara kasat mata tidak ada

bedanya tanaman yang terserang dan tidak terserang dikarekan nematoda ini

menyerang pada akar tanaman yang berada di bawah tanah (Balkan dkk, 2019).

10
Siklus hidup

Siklus hidup nematoda dimulai dari telur, empat stadium larva, dan

dewasa. Telur kadang-kadang menetas pada saat larva berkembang

didalamnya. Oleh karena itu, stadium infektif dapat berupa telur infektif

atau larva infektif tergantung jenis nematoda. Apabila stadium infektif adalah

larva, biasanya larva tersebut dalam stadium ketiga (L-3). Jika stadium infektif

adalah telur, larva yang dikandung di dalamnya adalah larva stadium

kedua (L-2). Larva yang infektif tidak dapat makan, tetapi hidup dari

cadangan makanan di dalam sel-selususnya. Larva infektif dapat

menginfeksi inang definitif dengan cara termakan atau aktif menembus

melalui kulit. Apabila sudah berada di dalam inang definitif,cacing

muda akan menetap di dalam habitatnya dan berkembang menjadi

dewasa (Indriyati, 2017).

Gejala serangan

Gejala serangan pada tanaman tomat terlihat pada akar, yaitu berupa bintil

bintil yang disebut dengan puru akar/bengkak akar. Selain terbentuknya puru pada

sistem perakarannya, tanaman yang terserang Meloidogyne spp. daunnya juga

mengalami klorosis, tanaman kerdil, daunnya layu dan banyak yang gugur, lama-

kelamaan tanaman akan mati (Diantari dkk, 2015).

Cara pengendalian

Penggunaan agen hayati beberapa penelitian pengendalian Meloidogyne

spp. Secara hayati membuktikan bahwa beberapa agen hayati dapat

11
mengendalikan populasi nematoda hingga di bawah ambang kendali (Pertiwi dan

Rudita, 2017).

Berbagai cara pengendalian dilakukan terhadap nematoda puru

akar, Meloidogyne spp yaitu penanaman varietas tahan, rotasi tanaman dan

kultur teknis (Dwipayana dkk, 2017).

12
PELAKSANAAN PRAKTIKUM

Tempat dan waktu

Pelaksanaan praktikum dasar perlindungan tanaman tentang ordo

lepidoptera dilaksanakan pada hari selasa tanggal 05 Januari 2021. Praktikum di

langsungkan melalui media zoom meeting dirumah masing masing.

Bahan dan alat

Bahan dan alat yang digunakan adalah bercak daun (Cercospora capsici)

dan nematoda bintil akar (Meloidogine sp).

Cara kerja

Para praktikan mempersiapkan bahan yang telah ditetapkan oleh dosen

penanggung jawab. Dosen akan menjelaskan tentang penyakit tanaman yang telah

disiapkan. Para praktikan dapat memahami dan menyesuaikannya dengan hewan

yang telah disiapkan.

13
HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Penyebaran oleh Angin

Penyebaran penyakit oleh angin bersifat tular udara (air-borne); seperti

spora jamur patogen pada daun, tangkai dan buah. Penyebaran oleh angin

mencakup: (a) mengangkat inokulum ke udara (take-off); (b) memindahkan

inokulum dari satu tempat ke tempat lain (flight); (c) menempatkan inokulum

pada inangnya dari atmosfer (deposisi).

Penyebaran oleh Air atau Hujan

Penyebaran penyakit oleh air atau hujan bersifat tular air (water-born).

Adanya titik air atau hujan pada eksudat bakteri menyebabkan sel bakteri

terpencar dan tresebar ke berbagai tempat kontak atau penetrasi. Tersedianya air

yang dibutuhkan spora jamur untuk berkecambah atau bakteri untuk penetrasi

mempercepat terjadinya infeksi pada tanaman.

Penyebaran oleh Serangga

Serangga akan mendepositokan atau meninggalkan inokulum yang

dibawanya ke bagian tanaman yang terluka (karena proses makan serangga).

Penyebaran oleh Benih & Bakal Tanaman Lain

Patogen atau inokulum (spora jamur atau sel bakteri) sering terbawa di

dalam benih atau bakal tanaman yang terinfeksi, sehingga dapat menyebarkan

penyakit ke daerah lain atau tanaman lain.

14
Penyebaran oleh Manusia

Manusia merupakan penyebar patogen penyakit tanaman jarak jauh,

melalui introduksi benih atau bakal tanaman yang terinfeksi patogen antar negara

atau daerah. Manusia juga menyebarkan patogen tanpa sadar di lapang/kebun

pada saat memegang tanaman yang sakit kemudian pindah memegang tanaman

yang sehat.

Penyakit bercak daun adalah salah satu jenis penyakit yang umum

menyerang beberapa jenis tanaman budidaya. Seperti umumnya jenis penyakit

yang disebabkan oleh jamur, penyakit bercak daun juga sangat mudah menular ke

tanaman sehat lainnya. Penyebab penyakit bercak daun adalah jamur Cercospora

capsici. Jamur Cercospora capsici menginfeksi tanaman dengan cara menyebar

melalui angin, air hujan, hama vektor dan alat pertanian saat jamur masih berupa

spora. Kemudian spora ini juga bisa menyerang benih atau biji bahkan sebelum

ditanam.

Bintil akar adalah tonjolan kecil di akar tanaman yang terbentuk akibat

infeksi bakteri pengikat nitrogen yang bersimbiosis secara mutualistik dengan

tumbuhan. Penyebab bintil akar yaitu Fiksasi nitorgen dalam tanah dan Nematoda

(cacing) Meloidogyne.

Segitiga penyakit merupakan konsep pemahaman terhadap penyebab

penyakit tanaman yang dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu : 1. Inang (tanaman), 2.

Patogen (penyakit), 3. Lingkungan. Ketiga faktor tersebut saling terkait dan

berinteraksi dalam menyebabkan suatu penyakit. Jika salah satu faktor tersebut

tidak ada, maka penyakit tidak bisa muncul.

15
Gambar 1.3 konsep segitiga penyakit

Jamur adalah salah satu organisme penyebab penyakit yang menyerang

hampir semua bagian tumbuhan, mulai dari akar, batang, ranting, daun, bunga,

hingga buahnya. Penyakit ini menyebabkan bagian tumbuhan yang terserang,

misalnya buah, akan menjadi busuk. Jika menyerang bagian ranting dan

permukaan daun, akan menyebabkan bercak–bercak kecokelatan. Dari bercak–

bercak tersebut akan keluar jamur berwarna putih atau oranye yang dapat meluas

ke seluruh permukaan ranting atau daun sehingga pada akhirnya kering dan

rontok.

Secara garis besar bakteri menyebabkan penyakit tanaman dengan cara

menyebabkan busuk pada akar, batang, daun dan buah melalui sekresi enzim

penyebab busuk Bakteri juga mengeluarkan enzim hipertropi yang akan membuat

tanaman menderita puru/kanker/bengkak pada akar, batang, daun dan buah

Bakteri mengeluarkan racun yang mengakibatkan tanaman menjadi layu.

Virus tumbuhan hanya dapat masuk ke dalam sel tumbuhan melalui luka

yang terjadi secara mekanis atau serangga vektor. Hal ini disebabkan karena virus

tumbuhan tidak mempunyai alat penetrasi untuk menembus didnding sel

tumbuhan. Sebaliknya sebagian besar virus yang menyerang hewan dan bakteri

16
dapat melakukan penetrasi langsung melalui selaput sel, seperti bakteriofage

(virus yang menyerang bakteri) yang mempunyai alat penetrasi yang dapat

menembus selaput bakteri.

Nematoda adalah cacing yang berbentuk bulat panjang (gilik) atau seperti

benang. Istilah Nematoda berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata

yaitu nema yang berarti berenang dan ode yang berarti seperti. Nematoda

merupakan heawn tripoplastik dan pseudoselomata (berongga tubuh semu).

Pembahasan

Penyakit pada tumbuhan adalah gangguan yang disebabkan oleh

mikroorganisme berupa virus, bakteri, fungi (jamur), protozoa (hewan bersel

satu), dan cacing nematoda.

Reproduksi jamur secara umum terbagi atas dua tipe yaitu aseksual dan

seksual. Reproduksi aseksual tidak melibatkan persatuan inti yaitu dengan

pembelahan diri ataupun pembentukan tunas sedangkan reproduksi seksual

adanya persatuan dua inti jamur.

Upaya pengendalian yang telah banyak dilakukan terhadap penyakit

bercak daun (Cercospora capsici) adalah dengan pemilihan varietas tahan,

perbaikan drainase, melakukan pengaturan jarak tanam, melakukan pemupukan

yang berimbang, pergiliran tanaman, penggunaan mulsa penutup tanah baik yang

bersifat organik atau anorganik, penggunaan pestisida, serta melakukan

pemusnahan sisa-sisa bagian tanaman yang sakit.

17
Siklus hidup nematoda dimulai dari telur, empat stadium larva, dan

dewasa. Gejala serangan pada tanaman tomat terlihat pada akar, yaitu berupa

bintil bintil yang disebut dengan puru akar/bengkak akar. Berbagai cara

pengendalian dilakukan terhadap nematoda puru akar, Meloidogyne spp

yaitu penanaman varietas tahan, rotasi tanaman dan kultur teknis.

18
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Penyakit pada tumbuhan adalah gangguan yang disebabkan oleh

mikroorganisme berupa virus, bakteri, fungi (jamur), protozoa (hewan

bersel satu), dan cacing nematoda.

2. Faktor penyebaran penyakit pada tanaman yaitu dengan Penyebaran oleh

Angin, Penyebaran oleh Air atau Hujan, Penyebaran oleh Serangga,

Penyebaran oleh Benih & Bakal Tanaman Lain, Penyebaran oleh Manusia.

3. Segitiga penyakit merupakan konsep pemahaman terhadap penyebab

penyakit tanaman yang dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu : 1. Inang

(tanaman), 2. Patogen (penyakit), 3. Lingkungan.

4. Reproduksi jamur secara umum terbagi atas dua tipe yaitu aseksual dan

seksual.

5. Upaya pengendalian yang telah banyak dilakukan terhadap penyakit

bercak daun (Cercospora capsici) adalah dengan pemilihan varietas tahan,

perbaikan drainase, melakukan pengaturan jarak tanam, melakukan

pemupukan yang berimbang, pergiliran tanaman, penggunaan mulsa

penutup tanah baik yang bersifat organik atau anorganik, penggunaan

pestisida, serta melakukan pemusnahan sisa-sisa bagian tanaman yang

sakit.

6. Siklus hidup nematoda dimulai dari telur, empat stadium larva, dan

dewasa.

7. Gejala serangan pada tanaman tomat terlihat pada akar, yaitu berupa bintil

bintil yang disebut dengan puru akar/bengkak akar.

19
8. Berbagai cara pengendalian dilakukan terhadap nematoda puru

akar, Meloidogyne spp yaitu penanaman varietas tahan, rotasi

tanaman dan kultur teknis.

Saran

Saran saya apa bila ingin melakukan pengendalian pada hama ini, untuk

tidak menggunakan bahan bahan kimia karena dapat memberikan dampak negatif

pada hama dan juga lingkungan.

20
DAFTAR PUSTAKA

Hartati, S., Dono, D., Meliansyah, R., & Yusuf, M. A. (2018). Effect of Neem Oil

Formulation on the Population of Soil Fungi and Disease Intencity of

Cercospora Leaf Spot (Cercospora capsici) on Chilli Plants (Capsicum

annuum). CROPSAVER-Journal of Plant Protection, 1(2), 53-60.

Siswandi, S., Astuti, R., & Maimunah, M. (2020). Uji In-Vitro Ekstrak Kulit

Jengkol (Pithecellobium jiringa) sebagai Biofungisida terhadap Fusarium

oxysporum, Colletotrichum capsici, dan Cercospora capsici pada Tanaman

Cabai. Jurnal Ilmiah Pertanian (JIPERTA), 2(2), 144-157.

Tanjung, M. Y., Kristalisasi, E. N., & Yuniasih, B. (2018).

KEANEKARAGAMAN HAMA DAN PENYAKIT PADA TANAMAN

CABAI MERAH (Capsicum annum L) PADA DAERAH PESISIR DAN

DATARAN RENDAH. Jurnal Agromast, 3(1).

Mustika, I. (2015). Konsepsi dan strategi pengendalian nematoda parasit tanaman

perkebunan di Indonesia. Perspektif, 4(1), 20-32.

Welianto, A. (2020, April). kompas.com. Di akses pada Januari 2021, dari

https://www.kompas.com/skola/read/2020/02/04/090000069/hama-dan-

penyakit-pada-tumbuhan-arti-jenis-dan-contohnya?page=all.

Astuti, R. (2019). Uji Efektivitas Ekstrak Kulit Jengkol (Pithecellobium Jiringa)

Sebagai Biofungisida Terhadap Penyebab Penyakit Layu Fusarum

(Fusarium Oxysporum), Antraknosa (Colletotrichum Capsici) dan Bercak

Daun (Cercospora Capsici) pada Tanaman Cabai Merah (Capsicum

Annum L.) Secara In-Vitro (Doctoral dissertation, Universitas Medan

Area).

21
MS, T. F. (2017). KEANEKARAGAMAN JENIS JAMUR MAKROSKOPIS DI

HUTAN GEOPARK MERANGIN PROVINSI JAMBI SEBAGAI

PENGAYAAN MATERI AJAR MIKOLOGI (Doctoral dissertation,

Universitas Jambi).

Sulastri, S., Ali, M., & Puspita, F. (2014). Identifikasi Penyakit Yang Disebabkan

Oleh Jamur Dan Intensitas Serangannya Pada Tanaman Cabai (Capsicum

annum l.) di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas

Riau (Doctoral dissertation, Riau University).

Isnawan, B. H., & Mubarok, K. (2014). Efektifitas Penginduksi Resistensi dan

Biopestisida terhadap Penyakit Bercak Daun Cercospora dan Antraknosa

pada Cabai (Capsicum annuum L.). PLANTA TROPIKA: Jurnal Agrosains

(Journal of Agro Science), 2(2), 106-114.

SAPUTRI, R., & Gunawan, B. (2020). PENGARUH VARIETAS PADA RESPON

TANAMAN CABAI TERHADAP INOKULASI Cercospora

capsici (Doctoral dissertation, Sriwijaya University).

Igensius, B., & Syaifudin, E. A. (2019). Identifikasi Spesies Nematoda

Meloidogyne sp pada Tanaman Tomat (Solanum lycopersicum L) dan

Seledri (Apium graveolens L) di Samarinda.

Indrayati, L. (2017). Inventarisasi nematoda parasit pada tanaman, hewan dan

manusia. EnviroScienteae, 13(3), 195-207.

DIANTARI, P. A., SRITAMIN, M., & BAGUS, I. G. N. (2015). Aplikasi Ekstrak

Bahan Nabati Berbagai Tanaman terhadap Perkembangan Populasi dan

Reproduksi Nematoda Puru Akar Meloidogyne spp. pada Tanaman Tomat

22
(Lycopersicum esculentum Mill.). E-Jurnal Agroekoteknologi

Tropika, 4(2), 145-159.

PERTIWI, R. R. (2017). UJI EFEKTIVITAS ENZIM KITINASE ISOLAT

Trichoderma spp. TERHADAP DAYA TETAS TELUR NEMATODA PURU

AKAR (Meloidogyne incognita) PADA TANAMAN TEMBAKAU

(Nicotiana tabacum L.) Sebagai Sumber Belajar Biologi SMA (Doctoral

dissertation, University of Muhammadiyah Malang).

Dwipayana, M., WIJAYA, I. N., & SRITAMIN, M. (2017). Uji efektifitas ekstrak

daun sirih (Piper betle l.), kirinyuh (Chromoloena odorata) dan tembelekan

(Lantana camara l.) terhadap populasi nematoda puru akar (Meloidogyne

spp.) dan pertumbuhan tanaman cabai (Capsicum annuum l). JURNAL

NASIONAL, 1(1), 62-71.

23

Anda mungkin juga menyukai