Anda di halaman 1dari 2

PEMBAHASAN ACARA 5

Penjarangan merupakan kegiatan operasional pengurangan jumlah pohon dalam suatu


tegakan. Penjarangan tanaman atau tegakan adalah tindakan pengurangan jumlah batang
persatuan luas untuk mengatur kembali ruang tumbuh tanaman dalam rangka mengurangi
persaingan antar tanaman dan meningkatkan pertumbuhan serta kesehatan tegakan. Tujuan
dari kegiatan penjarangan adalah memelihara pohon-pohon yang terbaik pada suatu tegakan
dengan memberi ruang tumbuh yang cukup bagi tanaman atau tegakan tinggal sehingga pada
akhir daur akan diperoleh tegakan hutan yang memiliki massa kayu yang besar dan
berkualitas tinggi (Ding dkk., 2016).

Menurut Budi (2006), penjarangan dalam suatu tegakan memiliki manfaat untuk: 1)
Mengurangi jumlah pohon agar pohon yang ditinggalkan mempunyai cukup ruang untuk
perkembangan tajuk dan akar. 2) Untuk menciptakan tegakan yang higienis dengan
membuang pohon-pohon yang mati. 3) Menghilangkan pohon-pohon dengan pertumbuhan
yang buruk. 4) Memberikan kenyamanan bagi pohon-pohon yang mempunyai bentuk dan
vigor yang bagus sebagai tegakan akhir daur. 5) Mendapatkan pemasukan antara dari
penjualan kayu hasil penjarangan. Penjarangan dilakukan agar tercipta fase-fase pertumbuhan
secara baik yang meliputi fase semai (seedling/youngstage), fase pancang, sapihan
(saplings/thickets), fase tiang (poles/pole stage), dan fase pohon (trees/timber and old timber
stage). Tindakan penjarangan dilakukan pada fase tiang dan pohon dengan menebang
sebagian pohon, sehingga produksi kuantitatif semata-mata diarahkan ke produksi kualitatif
(Baker dkk., 1979). Terdapat beberapa metode pokok penjarangan yang dikemukakan oleh
Indriyanto (2008), yaitu: 1) Penjarangan rendah (low thinning); 2) Penjarangan tajuk (high
thinning); 3) Penjarangan mekanis (mechanical thinning); 4) Penjarangan seleksi (selection
thinning); 5) Penjarangan bebas (free thinning).

Pada Praktik Rencana Usaha Kehutanan, dilakukan pengamatan terhadap tegakan jati
di Petak 38C1, RPH Ngliron, BKPH Ngliron, KPH Randublatung dengan luas 17 ha. Jati
yang ada pada wilayah tersebut adalah Jati Plus Perhutani (JPP) yang ditanam tahun 2013 dan
rencananya akan dijarangi di tahun 2023. Penjarangan pada JPP biasanya dilakukan pertama
kali pada umur tegakan 10 tahun dan penjarangan kedua pada umur 15 tahun (5 tahun setelah
penjarangan pertama). Pohon yang dijarangi atau ditebang adalah pohon yang memiliki ciri
terserang penyakit, bentuk batangnya cacat atau tumbuh abnormal, pertumbuhannya lambat
atau tertekan, dan pohon yang bernilai rendah. Jumlah pohon yang akan dijarangi dapat
didasarkan pada ukuran tinggi pohon yang dipengaruhi oleh umur dan kesuburan tanah
(bonita).
Penentuan penjarangan suatu tegakan diawali dengan pembuatan petak ukur (PU)
seluas 0,1 ha (bentuk lingkaran) pada tegakan jati, namun sebelumnya ditentukan terlebih
dahulu pohon pusat/tengah dengan kriteria paling baik dan sehat dari pohon lainnya. Setelah
itu dilakukan pengamatan mulai dari pohon dibagian barat pohon tengah yang dilanjutkan
searah jarum jam hingga seluruh pohon dalam PU terindentifikasi. Hasil pengamatan
menunjukkan jumlah jati yang ada di petak ini yaitu 61 pohon pada 0,1 ha atau setara dengan
610 pohon pada 1 ha. Jumlah tersebut tidak melebihi jumlah yang ada di tabel normal (Tabel
WvW), yakni sejumlah 1049,6 sehingga pada petak ini tidak dilakukan penjarangan karena
nilai n lapangan lebih kecil daripada n tabel.

Baker, F., Daniel, T., & Helms, J. 1979. Principles of Silviculture. New York: McGraw-Hill
Inc. Book Co.
Budi, S. W. 2006. Pemeliharaan Tanaman Hutan. Itto Project Participatory Establishment
Collaborative Sustainable Forest Management In Dusun Aro, Jambi (pp. 37-39).
Jambi: Faculty of Forestry IPB.
Ding, Y., Zang, R., Lu, X., & Huang, J. 2016. The Impacts of Selective Logging and Clear-
cutting On Woody Plant Diversity After 40 Years of Natural Recovery In A Tropical
Montane Rain Forest, South China. Science of the Total Environment, 1683-1691.
Indriyanto. 2008. Pengantar Budi Daya Hutan. Jakarta: Bumi Aksara.

Anda mungkin juga menyukai