Anda di halaman 1dari 6

The UN decade on ecosystem restoration sangat sejalan dengan semangat dan langkah-langkah

Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam restorasi hutan
Indonesia dengan menggunakan 3 (tiga) pendekatan:

1. Pendekatan restoring degraded lands at huge scale (merestorasi lahan yang terdegradasi dalam
skala besar)

Dalam pendekatan merestorasi lahan yang terdegradasi dalam skala besar pada prinsip dasarnya adalah
mempertahankan fungsi hutan (termasuk status penetapan Kawasan Hutan yang ada), menjamin
perlindungan dan pemeliharaan hutan (konservasi), memulihkan tingkat keanekaragaman hayati dan
keanekaragaman non hayati (restorasi) mengoptimalkan pemanfaatan hasil hutan bukan kayu dan jasa
lingkungan, mencapai kelestarian, dan memfasilitasi rehabilitasi, termasuk keanekaragaman hayati.

Dalam kurun waktu 2015-2021, pemerintah telah berupaya untuk terus melakukan pemulihan lahan
dengan skala besar dengan total area tidak kurang dari 4,69 juta hektar pemulihan lahan termasuk
gambut dan mangrove. Penanaman dimaksud ditujukan untuk peningkatan ketahanan ekologi,
produktivitas hutan, dan lahan yang terdegradasi.

Dengan demikian, restorasi hutan yang terdegradasi dalam skala besar harus terus dilakukan agar
struktur, fungsi, dinamika populasi, dan keanekaragaman hayati serta ekosistem hutan dapat kembali
ada (revitalisasi) seperti dalam keadaan awal sebelum degradasi.

2. Pendekatan restoring degraded lands at small scale that has big impacts (merestorasi lahan yang
terdegradasi dalam skala kecil yang mempunyai dampak besar)

Restorasi skala kecil berdampak besar dapat diupayakan dengan melakukan penghijauan kota.
Penghijauan kota menciptakan udara yang lebih bersih dan ruang yang lebih indah serta memiliki
manfaat besar bagi kesehatan mental dan fisik penduduk perkotaan.

Penghijauan kota dilakukan melalui kegiatan pembangunan hutan hak, penghijauan lingkungan, dan
pembangunan hutan kota. Pembangunan hutan hak dan penghijauan lingkungan dapat dilakukan
dengan cara agroforestri dan/atau murni. Pembangunan hutan kota dilaksanakan sesuai dengan tipe
dan bentuk hutan kota. Tipe hutan kota meliputi tipe kawasan permukiman, tipe kawasan industri, tipe
rekreasi, tipe pelestarian plasma nutfah, tipe perlindungan, dan tipe pengamanan. Bentuk hutan kota
meliputi jalur, mengelompok, dan menyebar.

Dengan demikian, penghijauan kota dapat membantu tersedianya ruang terbuka hijau 30% dari luas
wilayah kota. Proporsi ruang terbuka hijau ini digunakan untuk menjamin keseimbangan ekosistem kota,
baik keseimbangan sistem hidrologi dan sistem mikroklimat, maupun sistem ekologis lain, yang
selanjutnya akan meningkatkan ketersediaan udara bersih yang diperlukan masyarakat, serta sekaligus
dapat meningkatkan nilai estetika kota.

3. Pendekatan engaging and empowering people to use forest sustanaible is a key step towards
positive change (melibatkan dan memberdayakan masyarakat untuk menggunakan hutan secara lestari
merupakan langkah utama menuju perubahan positif)
Lingkungan yang sehat membutuhkan keterlibatan pemangku kepentingan, terutama di tingkat lokal
sehingga masyarakat dapat mengatur dan mengelola lahan tempat mereka bergantung dengan lebih
baik. Pemberdayaan masyarakat membantu memajukan solusi lokal dan mendorong partisipasi dalam
restorasi hutan. Model restorasi ini dapat juga disebut dengan restorasi berbasis masyarakat.

Oleh karena itu, pelibatan masyarakat menjadi penting dalam melakukan restorasi hutan. Pengelolaan
hutan terlalu berat kalau hanya diserahkan kepada pemerintah saja. Pelibatan masyarakat setempat,
termasuk masyarakat adat menjadi krusial. Selain itu, dalam restorasi hutan, dapat melibatkan para ahli
dan konservasionis yang mengetahui secara mendalam mengenai restorasi hutan.

Dengan demikian, restorasi hutan harus dilakukan dengan mengikutsertakan banyak orang, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Upaya tersebut dapat lancar dan sukses jika para ahli dan
konservasionis turut serta dengan masyarakat setempat yang kehidupannya bergantung pada hutan dan
paling banyak mempertaruhkan nasibnya apa pun hasil restorasi tersebut. Demikian pula, perlu adanya
kerja sama pemerintah dengan pihak-pihak lain yang berkepentingan untuk mengelola lahan dan
bekerja untuk melestarikan hutan.
BAB III

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan pembahasan pada Bab II, maka dapat diambil simpulan bahwa upaya restorasi hutan
Indonesia untuk kelestarian alam global yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia melalui Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan menggunakan 3 (tiga) pendekatan:

1. Pendekatan restoring degraded lands at huge scale (merestorasi lahan yang terdegradasi dalam
skala besar).

2. Pendekatan restoring degraded lands at small scale that has big impacts (merestorasi lahan yang
terdegradasi dalam skala kecil yang mempunyai dampak besar).

3. Pendekatan engaging and empowering people to use forest sustanaible is a key step towards
positive change (melibatkan dan memberdayakan masyarakat untuk menggunakan hutan secara lestari
merupakan langkah utama menuju perubahan positif).

B. Saran

Adapun saran yang dapat disampaikan berdasarkan simpulan di atas adalah sebagai berikut:
1. Pemerintah Indonesia harus terus meningkatkan kegiatan restorasi hutan dari tahun ke tahun.

2. Pemerintah harus konsisten melibatkan dan memberdayakan masyarakat dalam restorasi hutan.

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Abdurachman dkk., Vademecum Kehutanan Indonesia 2020, Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan, Jakarta, 2020.

Adji Samekto, Hukum Lingkungan, Universitas Terbuka, Tangerang Selatan, 2017.

FAO dan UNEP, The State of the World's Forests 2020 in Brief: Forests, Biodiversity and People, FAO dan
UNEP, Roma, 2020.

Hanif Faisol Nurofiq dkk., Status Hutan dan Kehutanan Indonesia 2020, Kementerian Lingkungan Hidup
dan Kehutanan, Jakarta, 2021.

............................................., The State Indonesia’s Forests 2022 towards FOLU Net Sink 2030, Ministry
of Environment and Forestry, Jakarta, 2022.
Hideki Miyakawa dkk., Pedoman Tata Cara Restorasi di Kawasan Konservasi, PHKA dan JICA RECA,
Jakarta, 2014.

Putu Krisna Adwitya Sanjaya, Hutan Lestari: Aspek Sosial Ekonomi yang Mempengaruhinya, UNHI Press,
Denpasar, 2020.

Sadino, Mengelola Hutan dengan Pendekatan Hukum Pidana: Suatu Kajian Yuridis Normatif (Studi Kasus
Provinsi Kalimantan Tengah), Biro Konsultasi Hukum dan Kebijakan Kehutanan (BKH-2K), Jakarta, 2017.

UNEP, Restorasi Hutan: Memulihkan Hutan Tropis untuk Pembaruan Rohani, Interfaith Rainforest
Initiative, Oslo, 2021.

Yanto Rochmayanto dkk., Strategi dan Teknik Restorasi Ekosistem Hutan Rawa Gambut, IPB Press, Bogor,
2021.

B. Jurnal/Buletin/Artikel/Internet

Dyah Puspasari, Babak Baru Restorasi Ekosistem, 1 April 2021,


https://www.menlhk.go.id/site/single_post/3806/babak-baru-restorasi-ekosistem, diakses pada tanggal
21 Februari 2023 jam 21.30 WIB.

Farijzal Arrafisena, Apa itu Restorasi Hutan dan Bagaimana Kita Bisa Melakukannya dengan Benar?, 5
April 2021, https://wanaswara.com/apa-itu-restorasi-hutan-dan-bagaimana-kita-bisa-melakukannya-
dengan-benar/, diakses pada tanggal 20 Februari 2023 jam 13.51 WIB.

Tinia Leyli Shofia Ahmad, Dede Setiadi, dan Didik Widyatmoko, Kajian Pemilihan Jenis Tumbuhan untuk
Restorasi Hutan Berdasarkan Beberapa Parameter Fotosintesis, Jurnal Biologi Indonesia, Vol. 9. No. 2,
2013.
C. Peraturan Perundang-undangan

Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan.

Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

Anda mungkin juga menyukai