Anda di halaman 1dari 16

ADMINISTRASI PEMBANGUNAN

“ DAMPAK PERTAMBANGAN BATUBARA DI KABUPATEN


BERAU KALIMANTAN TIMUR TERHADAP KETERSEDIAAN
AIR TANAH DAN EROSI”

KELOMPOK 1 :

AHMAD KRISNA
ANNISA PURI AYUNINGTYAS
AMIN FENDY RAHMELAN
DAMAYANTI
DIMAS KHOIRO
JUNIYARTI FIRMANINGSIH
MARYANI PUTRI HAMZAH
RADIK BINTANG SAGARA
RIKE SEVTIANA
SUCI AMELIA WIDIATI
SURYATI
TRI JAYANTO

6C ILMU ADMINISTRASI NEGARA


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM SYEKH YUSUF TANGERANG
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Alhamdulillahirabbilalamin, banyak nikmat yang Allah berikan, tetapi sedikit


sekali yang kita ingat. Segala puji hanya layak untuk Allah Tuhan seru sekalian alam
atas segala berkat, rahmat, taufik, serta hidayah-Nya yang tiada terkira besarnya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dalam rangka tugas mata kuliah
Administrasi Pembangunan.

Dalam penyusunannya, penulis memperoleh banyak bantuan dari berbagai


pihak, karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini.

Tidak ada gading yang tak retak, isi karya tulis ini juga tidak bebas dari
kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik, saran dan masukan yang
membangun. Akhir kata semoga isi karya tulis ini bisa bermanfaat.

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................................. i

DAFTAR ISI............................................................................................................................ ii

BAB I ........................................................................................................................................ 1

PENDAHULUAN ................................................................................................................... 1

A. Latar Belakang ............................................................................................................ 1

B. Rumusan Masalah ...................................................................................................... 2

C. Tujuan .......................................................................................................................... 2

D. Manfaat ........................................................................................................................ 2

BAB II ...................................................................................................................................... 3

PEMBAHASAN ...................................................................................................................... 3

A. Batu Bara ..................................................................................................................... 3

B. Hutan............................................................................................................................ 5

C. Kerusakan Hutan Akibat Pertambangan Batubara ................................................ 5

D. Gambaran Umum Lokasi Pertambangan ................................................................ 6

E. Dampak Kerusakan Lingkungan Akibat Pertambangan Batubara ...................... 7

F. Erosi Akibat Kerusakan Hutan di Kawasan Pertambangan .................................. 8

G. Upaya Penanggulangan Akibat Kegiatan Pertambangan Batubara ............... 10

BAB III................................................................................................................................... 11

KESIMPULAN ..................................................................................................................... 11

A. Kesimpulan ................................................................................................................ 11

B. Saran .......................................................................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 12

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia dikenal memiliki hutan tropis yang cukup luas dengan keaneka-ragaman
hayati yang sangat tinggi dan bahkan tertinggi kedua di dunia setelah Brazillia.
Berdasarkan data yang dipublikasikan oleh Badan Planologi Kehutanan RI tahun 2000
bahwa luas hutan Indonesia adalah 120,3 juta hektar atau 3,1% dari luas hutan dunia
(Suhendang, 2002). Seiring dengan berjalannya waktu dan tingkat kebutuhan akan
kayu semakin meningkat, mendorong masyarakat baik secara individu maupun
kelompok melakukan eksploitasi hasil hutan dengan tidak memperhatikan
kelestariannya. Kerusakan hutan di Indonesia tidak hanya terjadi pada hutan alam
tetapi juga telah terjadi pada hutan lindung. Padahal, hutan lindung memiliki fungsi
yang spesifik terutama berkaitan dengan ketersediaan air. Air merupakan sumber
kehidupan yang sangat penting terhadap keberlanjutan kehidupan bagi semua mahluk
hidup. Hal ini seperti telah tertuang dalam Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999
tentang Ketentuan Pokok Kehutanan yang menjelaskan bahwa hutan lindung
merupakan kawasan hutan karena keadaan sifat alamnya diperuntukkan guna
pengaturan tata air, pencegahan banjir dan erosi serta pemeliharaan kesuburan tanah
Batubara merupakan bahan tambang yang sangat diperlukan oleh suatu industri
untuk bahan bakar mesin yang digunakan untuk proses produksi maupun sebagai bahan
bakar untuk kereta. Bahan tambang ini diperoleh dengan melakukan penggalian
kedalam perut bumi karena letak bahan baku batubara yang berada pada lapisan tanah
dalam dimana proses yang terjadi selama ribuan tahun. Penambangan batubara
menimbulkan dampak yang sangat besar terhadap lingkungan sekitarnya. Salah
satunya pertambangan yang ada di kabupaten Berau, Kalimantan Timur yang dikelola
oleh PT Berau Coal. Hutan yang menjadi lokasi penambangan ditebang untuk
meperluas area penambangan agar memudahkan dalam eksploitasi dan mobilitas di
sekitar area tambang. Penebangan hutan ini menimbulkan dampak yang sangat besar

1
terhadap kehidupan ekosistem alam sekitar dan kehidupan masyarakat yang tinggal
dikawasan hilir sungai dekat penambangan batubara tersebut. Oleh karena itu, perlu
diketahui dampak kerusakan yang terjadi terhadap ekositem dan ketersediaan air tanah
yang menjadi sumber utama air bersih masyarakat di sekitar, agar dapat mengetahui
tindakan penanggulangan/perbaikan yang tepat dan cepat.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dari makalah ini adalah :
1. Bagaimana kegiatan penambangan batubara dapat menimbulkan dampak pada
ketersediaan air tanah yang digunakan masyarakat sekitar area tambang sebagai
sumber utama air bersih ?
2. Bagaimana upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki kondisi lingkungan
yang rusak akibat penambangan batubara di Kabupaten Berau, Kalimantan
Timur ?

C. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui dampak yang
ditimbulkan dari kegiatan penambangan batubara pada kawasan hulu sungai terhadap
ketersediaan sumber air tanah yang digunakan masyarakat yang tinggal didaerah hilir
sungai sebagai sumber air bersih. Selain itu juga dapat diketahui dampak dari
kerusakan hutan yang disebabkan oleh kegiatan penambangan batu bara yang
menyebabkan berubahnya ekosistem hutan tersebut.

D. Manfaat
Manfaat dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui pengaruh kegiatan
penambangan batubara terhadap ketersediaan sumber air tanah yang digunakan oleh
masyarakat yang tinggal pada bagian hilir sungai lokasi penambangan batubara,
sehingga dapat melakukan tindakan penanggulangan untuk mengurangi dampak dari
penambangan tersebut

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Batu Bara
Batubara adalah bahan galian yang terbentuk dari sisa tumbuhan yang
terperangkap dalam sedimen dan dapat dipergunakan sebagai bahan bakar, Jenis
sedimen ini terperangkap dan mengalami perubahan material organik akibat timbunan
(burial) dan diagenesa.
Batubara awalnya merupakan bahan organik yang terakumulasi dalam rawa-
rawa yang dinamakan peat. Pembentukan batubara memerlukan kondisi-kondisi
tertentu dan hanya terjadi pada era-era tertentu sepanjang sejarah geologi. Zaman
karbon kira-kira 340 juta tahun yang lalu (Jtl) adalah masa pembentukan batubara yang
paling produktif. Batubara adalah salah satu bahan bakar fosil. Pengertian umumnya
adalah batuan sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari endapan organik, utamanya
adalah sisa-sisa tumbuhan dan terbentuk melalui proses pembatubaraan. Unsur-unsur
utamanya terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen. Batu bara juga adalah batuan
organik yang memiliki sifat-sifat fisika dan kimia yang kompleks yang dapat ditemui
dalam berbagai bentuk.
Potensi sumber daya batubara di Indonesia sangat melimpah, terutama di pulau
kalimantan dan pulau sumatera. Batubara merupakan bahan bakar utama selain solar
(diesel fuel) yang digunakan dalam industri. Dari segi ekonomis batubara jauh lebih
hemat dari pada solar dengan perbandingan sebagai berikut: solar Rp. 0,74/kilokalori
sedangkan batubara Rp. 0.09/kilokalori. Dari segi kuantitas, batubara merupakan
cadangan energi fosil terpenting di Indonesia, Jumlahnya sangat melimpah, mencapai
puluhan milyar ton. Jumlah ini cukup untuk memasok kebutuhan energi listrik hingga
ratusan tahun kedepan.
Seperti yang diketahui, pertambangan batubara juga menimbulkan dampak
terhadap lingkungan sekitar. Aktivitas pertambangan mencemari lingkungan di sekitar
lokasi penambangan. Pencemaran tersebut antara lain :

3
1. Pencemaran Air
Penambangan batubara secara langsung menyebabkan pencemaran air, yaitu
dari limbah pencucian batubara tersebut dalam hal memisahkan batubara dengan
sulfur. Limbah pencucian tersebut mencemari air sungai sehingga warna air sungai
menjadi keruh, asam, dan menyebabkan pendangkalan sungai akibat endapan
pencucian batubara tersebut. Limbah pencucian batubara setelah diteliti mengandung
zat-zat yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia jika airnya dikonsumsi. Limbah
tersebut mengandung belerang (b), merkuri (Hg), asam slarida (HCn), mangan (Mn),
asam sulfat (H2SO4), dan timbal (Pb). Hg dan Pb merupakan logam berat yang dapat
menyebabkan penyakit kulit pada manusia seperti kanker kulit.
2. Pencemaran Tanah
Tidak hanya air yang tercemar, tanah juga mengalami pencemaran akibat
pertambangan batubara ini, yaitu terdapatnya lubang-lubang besar yang tidak mungkin
ditutup kembali yang menyebabkan terjadinya kubangan air dengan kandungan asam
yang sangat tinggi. Air kubangan tersebut mengadung zat kimia seperti Fe, Mn, SO4,
Hg dan Pb. Fe dan Mn dalam jumlah banyak bersifat racun bagi tanaman yang
mengakibatkan tanaman tidak dapat berkembang dengan baik. SO4 berpengaruh pada
tingkat kesuburan tanah dan PH tanah, akibat pencemaran tanah tersebut maka
tumbuhan yang ada diatasnya akan mati.
3. Pencemaran Udara
Penambangan batubara menyebabkan polusi udara, hal ini diakibatkan dari
pembakaran batubara. Menghasilkan gas nitrogen oksida yang terlihat cokelat dan juga
sebagai polusi yang membentuk acid rain (hujan asam) dan ground level ozone, yaitu
tipe lain dari polusi yang dapat membuat kotor udara.
Selain itu debu-debu hasil pengangkatan batubara juga sangat berbahaya bagi
kesehatan, yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit infeksi saluran pernafasan
(ISPA), dan dalam jangka panjang jika udara tersebut terus dihirup akan menyebabkan
kanker, dan kemungkinan bayi lahir cacat.

4
B. Hutan
Indonesia dikenal memiliki hutan tropis yang cukup luas dengan keaneka-
ragaman hayati yang sangat tinggi dan bahkan tertinggi kedua di dunia setelah
Brazillia. Berdasarkan data yang dipublikasikan oleh Badan Planologi Kehutanan RI
tahun 2000 bahwa luas hutan Indonesia adalah 120,3 juta hektar atau 3,1% dari luas
hutan dunia. Seiring dengan berjalannya waktu dan tingkat kebutuhan akan kayu
semakin meningkat, mendorong masyarakat baik secara individu maupun kelompok
melakukan eksploitasi hasil hutan dengan tidak memperhatikan kelestariannya.
Eksploitasi hasil hutan tersebut biasanya dilakukan secara ilegal seperti melakukan
pembalakan liar, perambahan, pencurian yang mengakibatkan kerusakan hutan di
Indonesia tidak terkendali (laju kerusakan hutan Indonesia 2,8 juta hektar per tahun).
Akibatnya, kerusakan hutan atau lingkungan tak terkendali tersebut mengakibatkan
luas hutan semakin menurun, lahan kritis semakin bertambah, dan sering terjadi
bencana alam seperti banjir, tanah longsor, dan lain sebagainya.
Kerusakan hutan di Indonesia tidak hanya terjadi pada hutan alam tetapi juga
telah terjadi pada hutan lindung. Padahal, hutan lindung memiliki fungsi yang spesifik
terutama berkaitan dengan ketersediaan air. Air merupakan sumber kehidupan yang
sangat penting terhadap keberlanjutan kehidupan bagi semua mahluk hidup. Hal ini
seperti telah tertuang dalam Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Ketentuan
Pokok Kehutanan yang menjelaskan bahwa hutan lindung merupakan kawasan hutan
karena keadaan sifat alamnya diperuntukkan guna pengaturan tata air, pencegahan
banjir dan erosi serta pemeliharaan kesuburan tanah.

C. Kerusakan Hutan Akibat Pertambangan Batubara


Bahan tambang merupakan bahan yang berada didalam bumi sehingga untuk
mengambilnya perlu dilakukan penggalian. Batubara merupakan salah satu bahan
tambang yang banyak ditemukan dikawasan hutan yang tua karena proses terbentuknya
batubara merupakan sedimentasi dari tanaman pada zaman purba yang mengalami
proses penimbunan hingga ribuan tahun. Dalam upaya eksploitasi bahan tambang

5
batubara ini, perlu dilakukan perluasan area tambang untuk memudahkan mobilitas
pengangkutan dan pengambilan batubara tersebut. Kawasan hutan yang memiliki
potensi batubara harus disingkirkan atau ditebang untuk dilakukan penggalian. Karena
besarnya sumber daya batubara pada suatu lokasi maka luas area hutan yang
disingkirkan untuk kegiatan tersebut semakin luas.

D. Gambaran Umum Lokasi Pertambangan


Wilayah Kabupaten Berau, terletak pada koordinat 1 ° 12’ 00” - 2 ° 36’ 00”
LU dan 116 ° 00’ 00” - 118° 57’ 00” BT. Letak Geografis Kabupaten Berau yang dekat
dengan garis katulistiwa menjadikan daerah ini memiliki iklim tropis dengan curah
hujan tinggi dan hari hujan merata sepanjang tahun. Intensitas penyinaran matahari
yang tinggi menjadikan suhu udara relatif tinggi sepanjang tahun dengan kelembaban
udara yang tinggi pula. Sebagai daerah dengan iklim tropis. Kabupaten Berau memiliki
dua musim yaitu musim penghujan dan musim kemarau. Kedua musim tersebut
diselingi dengan masa peralihan dengan curah hujan masih relatif banyak. Namun
demikian kondisi alam Kabupaten Berau yang masih dikelilingi oleh hutan tropis yang
masih lebat menjadikan daerah ini berkarakter hutan hujan tropis dengan curah hujan
yang relatif merata sepanjang tahun. Hal ini didorong oleh kelembaban udara yang
tinggi dan daerah perairan yang masih luas. Curah hujan cenderung tinggi sepanjang
tahun, berkisar antara 91 - 246 mm perbulan (Subardja, 2007).
Formasi pembawa lapisan batubara pada daerah potensi batubara konsesi PT.
Berau Coal adalah Formasi Berau dan Formasi Lati. Formasi ini terdiri dari satuan
batupasir, mudstone ,batulanau, batulempung, batubara dan batugamping. Ketebalan
Formasi Berau atau Formasi Lati berkisar 600 meter hingga 1.600 meter, umur Miosen
Tengah hingga Miosen Atas dan diendapkan dalam lingkungan delta dan laut dangkal.
Formasi ini jari jemari dengan Formasi Sterile di bagian bawahnya dan tidak selaras
dengan Formasi Labanan di bagian atasnya (Subardja, 2007).
Metode penambangan yang dilakukan pada PT. Berau Coal menggunakan pola
penambangan box-cut contour mining. Pola penambangan box cut contour

6
mining dilakukan pada areal-areal yang memiliki kemiringan lapisan relatif landai dan
dengan luas areal timbunan di luar areal tambang yang relatif sangat terbatas.
Pemakaian pola penambangan ini salah satunya adalah bertujuan agar luas areal yang
terganggu oleh kegiatan penambangan tidak terlalu luas. Areal untuk penimbunan
tanah penutup diusahakan tidak terlalu jauh dari areal bukaan dan sedapat mungkin
dengan memanfaatkan kembali bekas areal bukaan (Subardja, 2007).

Kawasan tambang batubara di kabupaten Berau terus dilakukan perluasan,


sementara penggunaan lahan disekitarnya mengalami penurunan. Dari tabel terlihat
bahwa sampai dengan tahun 2002 telah terjadi konversi hutan seluas 0,234 Ha, terdiri
dari 0,061 Ha industri (PT Berau Coal), 0,009 Ladang dan 0,161 Ha Semak Belukar.
Di sekitar lokasi tersebut, terdapat lahan kosong seluas 0,003 Ha , kemungkinan besar
lahan tersebut sebagai persiapan perluasan lahan PT. Berau Coal. Hal ini terlihat pada
pengamatan citra udara tahun 2006 terdapat kawasan industri, sementara kawasan
tersebut merupakan lahan kosong pada tahun 2002. Sampai dengan tahun 2006
konversi yang terjadi dari lahan hutan adalah seluas 0,451 Ha. Konversi tersebut
berturut-turut menjadi lahan industri PT Berau Coal adalah seluas 0,088 Ha, ladang
0,035 Ha, lahan kosong 0,034 dan semak belukar 0,294 Ha.

E. Dampak Kerusakan Lingkungan Akibat Pertambangan Batubara


Aktivitas pertambangan batubara yang dilakukan dikawasan Berau,
Kalimantan Timur tidak hanya mempunyai dampak langsung terhadap lingkungan
sekitar berupa pencemaran. Pengrusakan hutan dari kegiatan pertambangan tersebut
juga mempengaruhi siklus hidrologi dan kehidupan ekosistem didalam kawasan
tersebut. Selain itu, kegiatan tersebut juga memiliki dampak terhadap kehidupan
masyarakat yang tinggal dibagian hilir.
Hutan yang ditebang untuk kegiatan pertambangan batubara memiliki fungsi
dan pengaruh terhadap ketersediaan air tanah yang memiliki peran penting dalam
ketersediaan air bersih pada masyarakat. Hutan tersebut memiliki fungsi sebagai

7
penangkap tanah agar lapisan permukaan tanah yang dapat menyerap air tidak lari atau
berpindah.Tingginya kemampuan penyerapan air oleh permukaan tanah yang berada
di kawasan hutan, maka air hujan yang turun di sana tidak seluruhnya menjadi air
limpasan (run off). Sebagian besar meresap ke dalam tanah, hanya sedikit yang menjadi
air larian.Run off atau air limpasam adalah air yang tidak mampu diserap oleh
permukaan tanah. Air ini akan turun ke kawasan yang lebih rendah. Jika air limpasan
ini melebihi daya dukung sungai maka dapat menimbulkan banjir.
Sebagian besar air hujan yang turun di kawasan hutan akan diserap oleh tanah
(infiltrasi) dan tersimpan di aquifer. Selanjutnya, air yang tersimpan di aquifer akan
mengalir melalui celah-celah atau pori tanah yang akhirnya terkumpul atau mengalir
menjadi air tanah yang digunakan masyarakat sebagai air sumur. Selain melalui sumur,
air tanah tersebut juga dapat keluar sebagai mata air. Mata air tersebut mengalir melalui
sungai yang berada dikawasan hutan tersebut menuju hilir.

F. Erosi Akibat Kerusakan Hutan di Kawasan Pertambangan


Hutan sekitar kawasan pertambangan yang sudah rusak dapat menimbulkan
dampak erosi yang dapat berakibat buruk terhadap lahan dan ekosistem dikawasan
tersebut. Kawasan hutan yang sudah tidak memiliki tegakan pohon, hempasan air hujan
akan langsung menumbuk permukaan tanah yang menyebabkan terjadinya erosi.
Tumbukan air hujan secara terus menerus dapat mengikis lapisan atas tanah (top soil)
dan mengakibatkan tingginya nilai TSS pada aliran sungai sekitar area pertambangan.
Hal ini didasari oleh penelitian Ety Parwaty dkk, 2011, di kawasan aliran sungai dekat
lokasi pertambangan dengan kondisi hutan yang sudah gundul.
Tumbukan air hujan yang terus menerus akan mengikis top soil sehingga dapat
menimbulkan longsor (land slide). Dengan longsornya lapisan tanah yang kaya unsur
hara tersebut akan menghambat pertumbuhan vegetasi pada tanah yang
ditinggalkannya, sehingga lahan tersebut tidak dapat di reklamasi. Selain itu, tanah
yang tinggal tersebut juga dapat berdampak terhadap masyarakat yang tinggal dibagian
hilir sungai, karakteristik tanah pada lapisan kedua yang relatif keras dan memiliki pori

8
tanah yang relatif rapat dapat menghambat infiltrasi ketika terjadi hujan. Akibatnya air
hujan yang turun sebagian besar akan menjadi air limpasan (run off) yang langsung
mengalir menuju sungai. Apabila debit air limpasan yang masuk lebih besar daripada
kapasitas sungai menampung dan mengalirkan air maka akan terjadi banjir.
Erosi yang terjadi juga mempengaruhi ekosistem yang berada didaratan dan
perairan (sungai) yang berada dikawasan tersebut. Pengaruh tersebut antara lain:
1) Ekosistem Darat
Erosi akibat kerusakan tanaman hutan yang memegang peran dalam mengikat
lapisan tanah bagian atas (top soil) telah mengubah ekosistem hutan yang sebelumnya
kaya akan keanekaragaman hayati (flora dan fauna) menjadi lahan kosong yang sudah
rusak akibat kegiatan penambangan batubara. Tanaman memerlukan unsur hara yang
banyak terdapat pada lapisan tanah atas (top soil) untuk dapat tumbuh. Pengrusakan
pohon yang menjadi pengikat tanah lapisan atas tersebut membuat tanah tersebut
mudah terlepas. Air hujan yang jatuh ke tanah memiliki energi kinetik yang membuat
lapisan tanah tersebut perlahan-lahan terlepas. Puncak dari erosi tersebut yaitu
terjadinya tanah longsor yang membawa lapisan tanah tersebut berpindah dalam
jumlah yang besar. Dampak dari erosi tersebut tumbuhan dan hewan tidak dapat
menyesuaikan diri dengan kondisi tersebut sehingga ekosistem dihutan tersebut
berubah.
2) Ekosistem Air
Erosi yang terjadi akibat air hujan yang jatuh membawa partikel tanah dan
masuk kedalam sungai/perairan sebagai air limpasan. Partikel tanah tersebut akan
membuat konsentrasi TSS semakin tinggi sehingga membuat sungai tersebut menadi
keruh dan dangkal akibat sedimentasi. Keruhnya sungai tersebut akan mempengaruhi
kadar oksigen terlarut yang diperlukan oleh biota air untuk hidup. Berkurangnya kadar
DO tersebut berpengaruh terhadap keberadaan ikan pada perairan tersebut, ikan akan
berpindah atau mati. Tingginya konsentrasi TSS juga mempengaruhi masuknya cahaya
matahari yang diperlukan tanaman air untuk proses fotosintesis.

9
G. Upaya Penanggulangan Akibat Kegiatan Pertambangan Batubara
Upaya yang dapat dilakukan untuk menanggulangi lahan/hutan yang telah
rusak akibat penambangan batubara, diantaranya yaitu:
· Menanam kembali lahan yang ditebang dengan vegetasi yang dapat
mengembalikan kondisi ekosistem dengan cepat.
· Membuat terasering pada lahan yang rusak untuk mencegah erosi yang lebih besar.
· Menanam tanaman yang dapat menyimpan air tanah lebih banyak.
· Menggunakan lahan kosong tersebut sebagai lahan perkebunan sehingga dapat
memiliki fungsi ganda.

10
BAB III

KESIMPULAN

A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari penulisan makalah ini adalah
sebagai berikut:
a) Dampak penambangan batubara yaitu rusaknya hutan yang menjadi tempat
menyerapnya air kedalam tanah ketika hujan terjadi sehingga jumlah air tanah akan
berkurang karena infiltrasi yang terjadi sangat kecil.
b) Kerusakan hutan menyebabkan terjadinya erosi yang mengakibatkan berkurangnya
populasi ikan dan tanaman hutan disekitar lokasi penambangan batubara di
kabupaten Berau, Kalimantan Timur.
c) Penanggulangan hutan yang telah rusak tersebut dapat dilakukan dengan
mengadakan reboisasi dan pembuatan terasering untuk memperkecil erosi yang
terjadi. Selain itu penutupan kembali lahan bekas pertambangan juga perlu
dilakukan untuk mempercepat pertumbuhan vegetasi.

B. Saran
Kegiatan penambangan batubara memiliki dampak pencemaran terhadap air,
udara dan tanah. Dampak pencemaran tersebut sangat berpengaruh terhadap kesehatan
masyarakat yang tinggal dibagian hilir dimana masyarakat menggunakan sumber air
bersih yang berasal dari mata air pegunungan di kawasan penambangan batubara. oleh
karena itu, untuk penelitian selanjutnya perlu dilakukan kajian lebih lanjut mengenai
dampak pencemaran terhadap air tanah yang disebabkan oleh penambangan batubara.

11
DAFTAR PUSTAKA

Arifin, B. 1996. Kontroversi Program Konservasi Lahan. Jurnal Sosio Ekonomika 2


(3): 9-18.
Arsjad, S. 2000. Konservasi Tanah dan Air. Penerbit IPB Press: Bogor
Ditjen RRL (Direktorat Jenderal Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan). 1999. Luas
Lahan Kritis di Indonesia dan Statistik dalam Angka. Direktorat Rehabilitasi
Lahan dan Konservasi Tanah Departemen Kehutanan. Departemen Kehutanan:
Jakarta.

Forest Watch Indonesia. 2001. Potret Kehutanan Indonesia. Forest Watch


Indonesia: Bogor.

Nelson, A. & Nelson, K. D. 1973. Dictionary of water and water engineering


Butterwarths & Co, Ltd: London

Parwaty, Ety.Bambang Trisakti, Ita Carolita dan Tatik Kartika, 2004. Laporan
Akhir: Pengembangan Model Prediksi Kondisi Dinamis Kawasan Perairan Sagara
Anakan Menggunakan Teknologi Inderaja.Jakarta

Priyono, C.N.S dan S. A. Cahyono. 2003. Status dan strategi pengembangan


pengelolaan DAS di masa depan di Indonesia. Alami 8(1):1-5.

12
Lampiran I

KETUA : RADIK BINTANG SAGARA

NOTULEN : ANNISA PURI AYUNINGTYAS

SEKRETARIS : SURYATI

PEMATERI : AHMAD KRISNA

DAMAYANTI

JUNIYARTI FIRMANINGSIH

PENYANGGAH UTAMA : TRI JAYANTO

ANGGOTA : AMIN FENDY RAHMELAN

DIMAS KHOIRO

MARYANI PUTRI HAMZAH

RIKE SEVTIANA

SUCI AMELIA WIDIATI

13

Anda mungkin juga menyukai