Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH PENGENDALIAN HAMA TANAMAN

BELALANG KEMBARA (Locusta migratoria)

Dosen Pengampu:

Ir. Indri Hendarti M.Sc

Oleh:

Kornelius Gilang C1011211006

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI

JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN

UNIVERSITAS TANJUNGPURA

PONTIANAK

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyusun dan menyelesaikan makalah ini.
Tidak lupa pula penulis ucapkan terima kasih kepada Ibu Ir. Indri Hendarti, M.Sc
selaku dosen pengampu mata kuliah Pengendalian Hama Tanaman, yang senantiasa
membimbing penulis dalam menyelesaikan tugas makalah ini.

Makalah yang berjudul “Belalang Kembara (Locusta migratoria) ini disusun


untuk memenuhi tugas terstruktur pada mata kuliah Pengendalian Hama Tanaman.
Bilamana ada beberapa kesalahan yang terdapat dalam makalah ini, izinkan penulis
menghaturkan permohonan maaf. Sebab, makalah ini tiada sempurna dan masih
memiliki banyak kelemahan. Penulis juga berharap pembaca makalah ini dapat
memberikan kritik dan sarannya kepada penulis.

Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca untuk menambah wawasan,


ilmu pengetahuan, dan menjadi acuan untuk menulis makalah lainnya.

Pomtianak, Mei 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................i

DAFTAR ISI...............................................................................................................ii

I. PENDAHULUAN....................................................................................................1
A. Latar Belakang....................................................................................................................1

B. Tujuan....................................................................................................................................2

II. PEMBAHASAN.....................................................................................................3
A. Klasifikasi Belalang Kembara........................................................................................3

B. Morfologi..............................................................................................................................4

C. Siklus Hidup.........................................................................................................................5

D. Gejala Serangan.................................................................................................................5

E. Cara Pengendalian............................................................................................................6

F. Kasus Serangan di Lapangan.........................................................................................8

III. PENUTUP.............................................................................................................9
A. Kesimpulan...........................................................................................................................9

B. Saran......................................................................................................................................9

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................10

ii
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Belalang kembara (Locusta migratoria) merupakan salah satu hama


penting di Indonesia yang terdapat di beberapa propinsi yaitu Nusa
Tenggara Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara, Lampung,
Sumatera Selatan, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Barat. Hama ini
menjadi salah satu penghambat dalam upaya meningkatkan produksi tanaman.
Kerusakan dan kerugian yang ditimbulkan oleh hama belalang kembara sangat
beragam diikuti dengan peningkatan populasi. Belalang ini cenderung
untuk membentuk kelompok besar dan berpindah pindah sehingga dalam waktu
yang relative singkat dapat menyebar pada kawasan yang luas. Kelompok yang
bermigrasi dapat memakan tumbuhan yang berada pada jalur dilewatinya.
Beberapa wilayah di Indonesia pernah mengalami ledakan populasi
(outbreak) belalang kembara yang menyebabkan kerusakan utama terjadi pada
tanaman padi dan tanaman pertanian lainnya. Salah satu puncak serangan hama
ini terjadi di Provinsi Lampung pada bulan Mei 1998 dengan kerusakan yang
mencapai luas 6.818 ha lahan padi dan jagung yang tersebar di 43 kecamatan
dari 83 kecamatan (Sudarsono, 2003).
Selain di Provinsi Lampung, belalang kembara juga menyebabkan gagal
panen di Bengkulu, Sumbagsel dan di daerah-daerah lain seperti Nusa Tenggara
Timur dan Kalimantan Barat (Sudarsono, dkk., 2011). Fenomena ledakan
serangan hama belalang kembara berskala besar dipengaruhi oleh faktor biologi
dan faktor lingkungan. Secara biologi, belalang kembara merupakan spesies
polimorfik yang mengalami tiga transformasi populasi yaitu fase soliter
(populasi rendah dan berperilaku individual), fase transisi (mulai berkelompok)
dan fase gregarius (kelompok-kelompok belalang bergabung sehingga menjadi
rakus dan menyebabkan kerusakan) (Ellis, 1953: Kalshoven, 1981; Sudarsono,
2005).
Menurut Sudarsono, dkk., (2005) faktor utama pemicu proses
tranformasi belalang kembara adalah kepadatan populasi. Selain dipicu oleh

1
tingkat kepadatan populasi, proses transformasi polimorfik belalang kembara
juga dipengaruhi oleh pola curah hujan yang sesuai dengan perkembangan
populasi hama belalang kembara.
Belalang kembara merupakan serangga yang aktif pada siang hari, pada
pagi hari belalang terbang dan berputar-putar untuk mencari tempat yang sesuai
dan pada senja harinya akan hinggap pada tempat tersebut. Belalang akan
menempati bagian tanaman yang merupakan tempat yang cocok agar
kelangsungan hidupnya terpenuhi. (Adnan, 2009).
Kerusakan tanaman dipengaruhi oleh kemampuan makan belalang
kembara yang sangat bergantung pada jenis tanaman serta kualitas dan kuantitas
nutrisi pakan. Bahan pakan sangat diperlukan serangga untuk menjalankan
kehidupan, tumbuh dan berkembang, serta meneruskan keturunannya (Nation,
2008). Tanaman yang cenderung lebih disukai oleh hama belalang kembara
adalah terutama dari famili graminae dan salah satu tanaman yang sangat
disukainya adalah tanaman jagung (Sudarsono, 2003). Tanaman jagung
merupakan tanaman semusim (annual) dan siklus hidupnya relatif singkat yaitu
hanya satu kali panen (Purwomo & Hartono, 2007).
Tanaman jagung biasanya tidak dapat memproduksi dengan maksimal,
hal ini dikarenakan tanaman jagung sering diserang hama dan penyakit. Salah
satu diantaranya adalah hama belalang kembara yang diketahui dapat menyerang
pada seluruh fase pertumbuhan tanaman jagung baik fase vegetatif maupun
generatif (Adnan, 2009).
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis berkeinginan untuk
mengkaji lebih mendalam terkait belalang kembara sehingga dapat menentukan
pengendalian yang tepat dan efektif agar dapat meminimalkan keugian akibat
serangan hama tersebut

B. Tujuan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengkaji dan


mengetahui karakteristik baik biologi maupun morfologi dari belalang kembara,
serta mengetahui gejala serangan dan cara pengendalian belalang kembara.

2
II. PEMBAHASAN

A. Klasifikasi Belalang Kembara

Belalang merupakan salah satu hama penting tanaman pangan yang


ledakan populasinya dapat menyebabkan kerugian yang cukup parah. Belalang
kembara termasuk ke dalam genus Locusta yang terdiri dari beberapa sub-
spesies dengan wilayah penyebaran yang berbeda-beda. Locusta migratoria
manilensis Meyen merupakan sub-spesies belalang kembara yang terdapat di
seluruh Asia Tenggara, Timur dan Selatan Cina, negara-negara Pasifik dan
tercatat sebagai hama penting di Indonesia (Rhode, & Crosby, 2012).
Klasifikasi Belalang (Locusta migratoria Meyen) (Sudarsono, 2003):
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Orthoptera
Subordo : Caelifera
Famili : Acrididae
Subfamili : Oedipodinae
Genus : Locusta
Spesies : Locusta migratoria Meyen
Belalang kembara merupakan salah satu anggota dari famili Acrididae
yang terpenting. Serangga herbivora ini dikenal sangat rakus dan dapat
menyebabkan kerusakan ekonomi yang sangat besar. Belalang kembara
(Locusta migratoria) memiliki sifat khas sering bermigrasi dalam kelompok
yang besar dari areal pertanaman yang satu ke areal pertanaman yang lain
(Surachman dan Suryanto, 2007). Organisme ini hidup dalam ekosistem darat,
dan merupakan salah satu bagian dalam jaring-jaring makanan. Sehingga secara
alami, belalang kembara hidup dan menjadi penghuni dalam suatu ekosistem
(Lecoq, 1999).

3
B. Morfologi

Tubuh belalang kembara terbagi atas kepala, toraks, dan abdomen.


Kepala belalang kembara memiliki sepasang antena, mata tunggal dan majemuk,
serta alat mulut mandibulata. Toraksnya memiliki tiga pasang kaki dan dua
pasang sayap. Abdomen bersegmen dan memiliki lubang-lubang kecil, atau
spirakel yang menyebabkan udara dapat masuk ke dalam tubuh (Ikeda and
Inaba, 1972).
Belalang mempunyai tiga fase populasi yang sangat khas. Yang pertama
adalah fase soliter, yaitu ketika belalang kembara berada dalam populasi rendah
di suatu hamparan sehingga mereka cenderung mempunyai prilaku individual.
Dalam fase ini belalang bukanlah merupakan hama yang merusak karena
populasinya berada di bawah ambang luka ekonomi (economic injury level),
tingkat populasi hama yang telah menyebabkan kerusakan ekonomis) dan
perilakunya tidak rakus.
Tahap berikutnya fase transisi (transient), yaitu ketika populasi belalang
sudah cukup tinggi dan mulai membentuk kelompok-kelompok kecil. Fase ini
sudah perlu diwaspadai karena apabila kondisi lingkungan mendukung maka
belalang akan membentuk fase gregarius, yaitu ketika kelompok-kelompok
belalang telah bergabung dan membentuk gerombolan besar yang sangat
merusak. Pada keadaan ini belalang menjadi lebih agresif dan rakus sehingga
setiap areal pertanian yang dilewatinya mengalami kerusakan total (Sudarsono,
2003).
Proses transformasi belalang dari fase soliter menjadi fase gregarius
dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor utama pemicu proses transformasi ini
adalah kepadatan populasi. Belalang di Afrika L. m. migratoriode, misalnya,
diketahui akan berubah dari fase soliter menjadi gregarius apabila populasinya
mencapai sekitar 2000 ekor per ha. Proses tranformasi ini kemudian segera
diikuti oleh perubahan fisik dan perilaku nimfa (belalang muda) dari populasi
yang sama. Pada populasi belalang di Madagaskar, warna fisik nimfa berubah
dari hijau kecoklatan pada fase soliter menjadi kuning kecoklatan pada fase
gregarius. Sedangkan perubahan perilakunya terutama terjadi pada perilaku

4
terbang yang semula dimulai pada malam hari (soliter) kemudian berubah
menjadi saat siang hari dengan peningkatan jangkauan dan lama waktu terbang
(Sudarsono, 2003).
Selain perubahan sifat yang segera terjadi pada populasi yang ada,
terdapat juga perubahan sifat-sifat biologis belalang yang baru terlihat pada
populasi generasi berikutnya. Perubahan-perubahan ini antara lain bentuk dan
morfologi tubuh, jumlah ovariol, berat tubuh, ukuran nimfa, jumlah fase nimfa,
lama hidup, dan beberapa karakteristik biologis lainnya.

C. Siklus Hidup

Siklus hidup dimulai dari telur, telur yang baru dioviposisi berwarna
putih lalu berubah menjadi kuning. Telurnya terdapat dalam suatu paket seperti
bahan berupa buih yang cepat mengering yang dikeluarkan pada waktu bertelur.
Saat bertelur betina membuat lubang di dalam tanah. Nimfa yang baru menetas
biasanya masih diselimuti oleh selaput telur yang kemudian dilepaskannya.
Nimfa pada fase soliter berwarna hijau atau coklat. Fase gregarius nimfa
berwarna kemerah-merahan/oranye/kecoklat-coklatan dengan pola warna dua
garis horizontal hitam atau dua strip di belakang mata majemuk, memiliki dua
garis memanjang pada pronotum dan bakal sayap dan juga pada lateral dan
dorsal abdomen individu dewasa pada densitas rendah kepala relatif sempit,
pronutum kepala tinggi, femur belakang panjang. Pada densitas tinggi kepala
lebih lebar, pronotum kepala rendah, femur lebih pendek dari sayap, warna
tubuh coklat/kecoklatan dan abdomen lebih besar (betina), jantan warna tubuh
kekuning-kuningan, lebih lancip tubuhnya dan lebih aktif dari betina (Agus,
2017)

D. Gejala Serangan

Gejala khas serangan belalang kembara, yaitu robekan bergerigi tidak


beraturan pada daun. Pada tingkat serangan yang tinggi, belalang kembara
mampu memakan batang, daun hingga tunas tanaman. Belalang kembara
menyerang hamper pada semua stadia pertumbuhan jagung. Pada belalang
dewasa serangan awal dilakukan pada tepi daun tanaman jagung hingga menuju
bagian tengah daun sampai ketulang daun.

5
Penelitian Surachman & Suryanto tahun 2007, menunjukkan bahwa
belalang imago memakan bagian tepi daun, sementara nimfanya memakan
tulang-tulang daun sehingga menimbulkan lubang pada daun. Serangan hama
belalang mulai menyerang tanamanjagung pada umur 10 hari setelah tanam,
serangan meningkat terjadi pada umur 30- 45 hari setelah tanam. Pada umur 60
hari setelah tanam serangan hama belalang tidak bertambah, peningkatan
serangan pada umur 30-45 hari diduga terjadi akibat perubahan musim dari
musim kemarau ke musim penghujan. Awal masuk musim penghujan tetap
terjadi peningkatan serangan dikarenakan curah hujan yang relatif masih rendah.

E. Cara Pengendalian

Pada dasarnya pengendalian hama merupakan setiap usaha atau tindakan


manusia baik secara langsung maupun tidak langsung untuk mengusir,
menghindari dan membunuh spesies hama agar populasinya tidak mencapai aras
yang secara ekonomi merugikan. Pengendalian hama tidak dimaksudkan untuk
meenghilangkan spesies hama sampai tuntas, melainkan hanya menekan
populasinya sampai pada aras tertentu ynag secara ekonomi tidak merugikan.
Dengan demikian, taktik pengendalian apapun yang diterapkan dalam
pengendalian hama haruslah tetap dapat dipertanggungjawabkan secara ekonomi
dan secara ekologi (BPTP Kaltim, 2015).
Dalam pengendalian hama belalang dapat dilakukan dengan berbagai
cara, yaitu pengendalian secara kultur teknis, mekanik, kimia, biologis:
1. Pengendalian kultur teknis Pemeliharaan tanaman atau kontrol hama yang
baik dapat meningkatkan kesehatan tanaman. Penyiraman, pemupukan,
pengendalian hama dan penyakit, serta penggantian media tumbuh dapat
meningkatkan pertumbuhan tanaman. Secara tidak langsung, kultur teknis
yang baik dapat memantau keberadaan hama dan penyakit secara dini (Zero
Kun, 2015).
Macam-macam pengendalian secara kultur teknis:
a. Pola tanam: Tanam serempak, Panen serempak, Pergiliran
tanaman/Rotasi tanaman.
b. Pengolahan tanah sehat

6
Ditujukan terhadap hama yang dalam siklus hidup
mempunyai fase di dalam tanah. Contoh: Larva famili Scarabaeidae,
larva penggerek batang padi putih (pada pangkal padi). Perlunya
pengolahan tanah dikarenakan ada serangga yang sebagian atau
seluruh hidupnya berada di dalam tanah, yang amat dipengaruhi oleh
tekstur dan struktur tanah, komposisi kimiawi tanah, kelembaban
dan suhu tanah, serta adanya organisme tanah lainnya. Dengan
pengolahan tanah yang baik, hama-hama tersebut bisa terbunuh atau
terhambat perkembangannya karena terkena sengatan matahari,
dimakan predator di permukaan tanah, atau terbenam jauh ke dalam
tanah.
c. Benih sehat
Cara-cara pengendaliannya sebagai berikut:
1) Bibit atau biji serta benih yang sehat atau bebas sejak semula
2) Melakukan disinfested dari bibit (biji)
3) Pembersihan benih
4) Pengaturan waktu tanam bagi tanaman untuk menghasilkan
benih
2. Pengendalian secara biologis
Serangga atau hama lainnya secara alamiah memiliki musuh alami
berupa predator, parasit, patogen dan musuh organisme sejenis. Musuh
alami ini dapat mempengaruhi perkembangan populasi suatu hama dan
dapat dimanfaatkan untuk mengendalikan hama yang lazim di sebut
pengendalian hama secara biologis (Jokorohayadi, 2019).
3. Pengendalian secara mekanik
Pengendalian mekanik dapat dilakukan dengan gropyokan, dengan
cara menangkap belalai beramai-ramai menggunakan jaring atau alat lain
untuk mengumpulkan belalang baik yang dapat ditangkap hidup atau mati
(Sri, Trisnaningsih, Harnoto, 2005).
4. Pengendalian secara kimia
Pengendalian secara kimia dilakukan dengan cara penyemprotan
bahan kimia pada stadia instar muda, karena nimpa instar 1 dan 2 belum

7
aktif bergerak (Sri, dkk. 2005). Dalam pengendalian hama secara kimia
dapat menggunakan pestisida nabati untuk menggantikan perstisida sintetis,
contoh pestisida Insektisida dieldrin, Fenitrothion, Fenobukarb dan Fipronil.

F. Kasus Serangan di Lapangan

Pada tahun 1998 terjadi ledakan populasi hama belalang kembara


(Locusta migratoria manilensis Meyen) (Orthoptera: Acrididae) di beberapa
wilayah di Indonesia. Selama terjadinya wabah hama sekitar bulan April-Mei
1998 tersebut, serangan belalang menjadi berita utama di berbagai media massa
selama beberapa minggu. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan Hortikultura
menunjukkan bahwa serangan hama belalang kembara juga terjadi di Pulau
Sumba, Timor, Flores, dan Jawa. Dari semua wilayah ini, selama tahun 1998
Provinsi Lampung mengalami kerusakan yang paling serius. Komoditas utama
yang diserang oleh belalang kembara antara lain padi, jagung, tebu, dan
tanaman-tanaman gramineae lainnya. (Sudarsono, 2003)
Selain itu, Hama Belalang Kembar Menyerang Tanaman Pertanian Di
NTT. Banyak lahan yang rusak dan mengalami gagal panen akibat hama ini.
Satu diantaranya terdapat puluhan hektare lahan tanaman jagung milik petani di
Desa Kiritana, Kecamatan Kambera, Kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara
Timur, dirusak oleh ratusan ribu belalang kembara. Akibat serangan itu, tanaman
jagung yang sebulan lagi hendak dipane, langsung mati.
Daun jagung pun habis dan meranggas sehingga hanya tersisa batang.
Belalang kembara memakan daun-daun tanaman sehingga mengurangi luas
permukaan daun dan mengganggu fungsi fisiologis tanaman yang berpengaruh
terhadap produktivitas tanaman. Pemerintah daerah dan masyarakat setempat
ikut turun dalam pemberantasan hama dengan turun ke lokasi berkumpulnya
hama untuk melakukan penyemprotan secara manual. Beberapa masyarakat juga
melakukan pengendalian dengan menggunakan penjaring terhadap hama. Badan
Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) turut ambil bagian dalam pemberantasan
hama tersebut

8
III. PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan diatas, dapat disimpulkan sebagai berikut.


1. Belalang kembara miliki tiga fase populasi yang khas yaitu fase soliter,
transien dan gregarious. Ketiga fase ini memiliki perbedaan morfolgi yang
khusus yang dapat membedakan belalang kembara dengan belalang lainnya.
2. Pengendalian belalang kenbara dapat dilakukan secara kultur teknis,
mekanik, secara biologi dan secara kimiawi.

B. Saran

Belalang merupakan salah satu hama yang sangat merugikan bagi petani.
Namun demikian, hendaklah dalam upaya pengendalian hama belalang kembara
ini didasarkan pada prinsip pengendalian hama tanaman secara terpadu supaya
selain mencegah serangan hama juga dapat menjadi salah satu cara dalam
menjaga kelestarian lingkungan.

9
DAFTAR PUSTAKA

Adnan, A.M. (2009). Teknologi Penanganan Hama Utama Tanaman Jagung.


Prosiding Seminar Nasional Serealia, Balai Penelitian Tanaman Serealia

Agus, 2017. Belalang (Locusta migratoria manilensis Meyen). Kanal Pengetahuan


dan Informasi. UGM. Yogyakarta

BPTP Kaltim, 2015. Pengendalian Hama Tanaman Menggunakan Pestisida Nabati


Ramah Lingkungan. Kalimantan Timur

Hamim, S. 2003. Hama Belalang (Locusta Migratoria Manilensis Meyen): Fakta Dan
Analisis Awal Ledakan Populasi Di Provinsi Lampung. Lampung

Ikeda, K., & A. Inaba. 1972. Ilustrated Animal Anatomy. Tokyo : Morikita Shuppan,
Co. Ltd. Tokyo.

Jokorohayadi, 2019. Pengendalian Hama Tanpa Pestisida (Pengendalian Hama


Secara Biologis/Musuh Alami). BPP Muara Wis. Kalimantan Timur

Nation, James L. (2008). Insect Physiology and Biochemistry. Boca Raton (US):
CRC Press

Rhode, B.E. & Crosby, T.K. (2012). Migratory Locust (Locusta migratoria).
http://www.padil.gov.au. Diakses pada Tanggal 21 Mei 2023

Sri, Trisnaningsih, Harnoto. 2005. Pengelolaan Lingkungan Dalam Rangka


Mengantisipasi Perkembangan Hama Belalang. Bogor

Sudarsono, H. 2003. Hama Belalang Kembara (Locusta migratoria manilensis


Meyen): Fakta dan Analisis Awal Ledakan Populasi di Provinsi Lampung
Jurnal Hama dan Penyakit Tumbuhan Tropika 3(2): 51-56.

Sudarsono, Hamim. (2008). Pengaruh Lama Periode Kering dan Intensitas Curah
Hujan Terhadap Penetasan Belalang Kembara (Locusta migratoria manilensis
Meyen).J. HPT Tropika, 8(2): 117-122

10
Sudarsono, Hamim., Rosma Hasibuan, dan Damayanti Buchori. (2005). Biologi dan
Transformasi Belalang Kembara Locusta migratoria manilensis Meyen
(Orthoptera: Acrididae) pada Bebebapa Tingkat Kepadatan Populasi di
Laboratorium. J. HPT Tropika, 5(1): 24-31

Surachman, E. & A.W. Suryanto. 2007. Hama Tanaman Pangan, Hortikultura, dan
Perkebunan Masalah dan Solusinya. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Zero Kun, 20115. Dasar-Dasar Perlindungan Tanaman : Pengendalian Secara Kultur


Teknis. Palu

11

Anda mungkin juga menyukai