makan, berkembang biak, dan beristirahat. Kondisi kualitas dan kuantitas habitat akan
kualitasnya tinggi maka akan menghasilkan hidupan satwa liar yang berkualitas tinggi.
Untuk mendapatkan kualitas habitat yang baik maka diperlukan pengelolaan habitat.
Pengelolaan habitat merupakan kegiatan praktis mengatur kombinasi faktor fisik dan
biotik lingkungan sehingga dicapai suatu kondisi yang optimal bagi perkembangan
sehingga tidak dapat mendukung kehidupan sebagian besar spesies dan kehilangan
sebagian besar fungsinya. Hilangnya habitat di kawasan hutan disebut deforestasi. Istilah
lain yang sering digunakan sebagai padanan degradasi habitat dan hilangnya habitat
adalah transformasi habitat dan konversi habitat. Sementara itu, fragmentasi adalah
perubahan konfigurasi habitat yang mengurangi habitat asal sehingga habitat asal
lambat-laun menjadi terisolasi. Proses ini hampir selalu diikuti dengan pengurangan
kelangsungan hidup spesies adalah daya dukung lingkungan. Dalam ekologi, daya
dukung lingkungan mempunyai banyak definisi. Meski demikian, pada umumnya day
dukung lingkungan dapat diartikan sebagai kemampuan suatu ruang ekologis dalam
menunjang kehidupan organisme secara optimum dalam periode tertentu. Dari kacamata
populasi, daya dukung lingkungan diartikan sebagai seberapa banyak materi, energi, dan
informasi yang bisa dihasilkan atau digali dari suatu ruang hidup tertentu bagi
Daya dukung habitat satwa liar secara umum ditentukan berdasarkan daya
dukung pakan (biomasa) dengan rumus modifikasi dari USDA karena faktor yang paling
Estimasi daya dukung pakan ditentukan pada bulan basah dan bulan kering, baik di
hutan primer maupun di hutan sekunder. Estimasi daya dukung pakan pada bulan kering
menunjukkan kisaran daya dukung pakan di hutan sekunder (berkisar antara 0,55 ± 0,07
dan 0,59 ± 0,08 ind/km2) yang lebih tinggi dari hutan primer (berkisar antara 0,09 ±
0,01 dan 0,11 ± 0,02 ind/km2). Kajian daya dukung habitat yang dilakukan oleh Olivier
pada tahun 1981 di Malaysia juga menghasilkan daya dukung habitat di hutan sekunder
(0,27 ind/km2) yang lebih tinggi dari hutan primer (0,12 ind/km2) (Santiapillai dan
komponen penyusun habitat. Nilai daya dukung habitat merupakan perbandingan antara
ketersediaan hijauan dengan tingkat konsumsi, sehingga daya dukung dihitung dengan
P adalah ketersediaan hijauan pakan (kg/ha), dan C adalah rata-rata komsumsi pakan
ketersediaan hijauan pakan. Salah satu cara meningkatkan produktivitas adalah dengan
A. Alat
1. Meteran
2. Timbangan
3. Alat tulis
4. Stop wacth
B. Bahan
berikut:
rumput yang dimakan oleh hewan ternak tersebut pada sekali renggutan.
jam.
(b).
2. Dibuat tabel dan grafik hubungan antara jumlah renggutan dengan waktu
(jam).
3. Waktu aktif makan (jumlah jam) ditentukan secraa proporsional (>40%
jumlah renggutan).
d. Cara membuat grafik hubungan jumlah renggutan dengan waktu aktif makan
(WAM).
Keterangan: cara di atas berguna untuk membuat semua grafik pada materi
ini.
Keterangan:
1. Dibuat 4 plot (2 plot di tempat teduh dan 2 plot di tempat terbuka) dalam
3. Dilakukan pemotongan dalam tiap plot dalam waktu yang sama, kemudian
4. Setelah 1 bulan dilakukan pemotongan kedua (B1) dan setelah satu bulan
5. Tiap daun yang ada kerusakan atau gugur maka harus dikurangi dari
pertumbuhannya..
tempat ternaung.
rumus:
CC = P/A x W
Keterangan:
CC = Caring Capacity
P = Produktivitass
W = Waktu setahun
X. Daftar Pustaka
Abdullah., dkk. 2009. Estimasi Daya Dukung Habitat Gajah Sumatera (Elephas
maximus sumatranus Temminck) Berdasarkan Aktivitas Harian dengan
Menggunakan Sistem Informasi Geografis (GIS) Sebagai Solusi Konflik dengan
Lahan Pertanian. Berk. Penel. Hayati Edisi Khusus. 3B, 29-36.
Kwatrina, Rozza T. 2011. Ketersediaan Tumbuhan Pakan dan Daya Dukung Habitat
Rusa timorensis de Blainville, 1822 di Kawasan Hutan Penelitian Dramaga.
Buletin Plasma Nutfa. 17:2, 129-137.
Mahanani, Agnes Indra., dkk. 2012. Daya Dukung Habitat Gajah Sumatera (Elephas
maximus sumatranus Temminck) di Suaka Margasatwa Padang Sugihan
Provinsi Sumatera Selatan. Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan
Sumberdaya Alam dan Lingkungan. 28-30.