Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

SISTEM IRIGASI DAN DRAINASE SERTA WATER


DIFICIT UNTUK TANAMAN KELAPA SAWIT

Disusun Oleh :
Afrizal Hasibuan
NIM : 18/20021/BP

FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN STIPER
YOGYAKARTA
2020
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat yang
diberikan kepada kita semua atas terselesaikannya makalah ini tepat pada waktunya guna
membantu para mahasiswa memperluas wawasan ilmu pertanian dalam rangka
pengembangan Pertanian. Dengan ini mahasiswa (Khususnya fakultas Pertanian) diharapkan
mempunyai pandangan luas terhadap masalah pertanian.
Terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini
kepada para pembaca, diharapkan kritik serta saran yang bersifat konstruktif untuk perbaikan
bahan ajar ini dikemudian hari.
Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk kita semua. Amin.
Yogyakarta, Maret 2020
 

Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................................................
KATA PENGANTAR .....................................................................................
DAFTAR ISI....................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................
1. LATAR BELAKANG ......................................................................
2. RUMUSAN MASALAH...................................................................
3. TUJUAN.............................................................................................
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................
1. Sistem Irigasi dan Drainase untuk Tanaman Kelapa Sawit...............
2. Water Deficit untuk Tanaman Kelapa Sawit......................................
BAB III PENUTUP .........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Sistem irigasi di Indonesia dikembangkan untuk mengairi persawahan, walaupun
tidak semua persawahan yang ada sekarang ini dilayani oleh sistem irigasi. Persawahan itu
sendiri dikembangkan secara bertahap sejalan dengan kemampuan masyarakat setempat
menghadapi umpan balik yang berasal dari lingkungan produksi. Dalam tahap awal
pengembangan lahan dimulai dengan pembukaan areal hutan atau semak belukar menjadi
lahan yang siap untuk ditanami. Dalam perkembangan yang lebih lanjut dilakukan perataan
tanah dan pembuatan pematang-pematang untuk memungkinkan air hujan dapat ditampung
lebih lama khusunya untuk budidaya padi. Dalam tahap berikutnya mulai dikembangkan
irigasi untuk memberikan air oleh hujan.Daerah-daerah irigasi umumnya dimulai pada areal
tadah hujan dan berkembang dalam waktu yang cukup lama dengan tahapan –tahapannya
tersendiri. (Effendi Pasandaran, 1991).
Irigasi merupakan salah satu dari 15 aspek yang dikenali sebagai aspek – aspek dalam
pengembanhan wilayah sungai, yaitu : pengendalian banjir, irigasi, pembangkit tenaga listrik,
navigasi, penyediaan air bersih, air kota dan air industri, pengelolaan daerah aliran sungai,
rekreasi, perikanan darat dan perlindungan satwa liar, penanggulangan pencemaran,
pengendalian gulma air, drainase, pengendalian sedimen, pengendalian salinitas,
penangulangan kekeringan dan pengembangan air tanah. ` Jadi irigasi merupakan salah satu
aspek yang menonjol terutama bagi negara pertanian seperti Indonesia. Karena antara irigasi
dan drainase tidak pernah dapat dipisahkan, maka dalam konteks pembahasan irigasi ini
drainase pun merupakan aspek yang menonjol. Disini secara khusus dalam pengertian
drainase untuk kepentingan irigasi tersebut. Irigasi pada hakekatnya adalah upaya pemberian
air kepada tanaman dalam bentuk lengas tanah sebanyak keperluaan untuk tumbuh dan
berkembang. Tanaman, apabila kekurangan air akan menderita tekanan (stress) sehingga
mati. Demikian pula, apabila terlampau banyak air, dapat mengalami becek yang berakibat
kematian pula. Oleh karena itu upaya – upaya yang dilakukan dalam irigasi moderen adalah
mengendalikan lengas tanah sedemikian sehingga pas keperluan tanaman. Konsep ini
membawa peningkatan efisensi dan efektivitas irigasi dalam bentuk teknologi hemat air.
(Mardjono Notodihardjo, 1991).
2. RUMUSAN MASALAH
Penulis telah menyusun beberapa masalah yang akan dibahas dalam makalah ini
sebagai batasan dalam pembahasan bab isi. Beberapa masalah tersebut antaralain :
1. Apa itu sistem irigasi dan drainase tanaman kelapa sawit
2. Apa itu water dificit untuk tanaman sawit
3. TUJUAN
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penulisan dalam makalah ini
sebagai berikut
1. Mengetahui apa itu sistem irigasi dan drainase tanaman kelapa sawit
2. Mengetahi apa itu water dificit untuk tanaman sawit
BAB II
PEMBAHASAN
1. Sistem Irigasi dan Drainase untuk Tanaman Kelapa Sawit
Irigasi adalah usaha penyediaan, pengaturan, dan pembuangan air irigasi untuk
menunjang pertanian yang jenisnya meliputi irigasi permukaan, irigasi rawa, irigasi air
bawah tanah, irigasi pompa, dan irigasi tambak.
Sistem irigasi meliputi prasarana irigasi, air irigasi, manajemen irigasi,
kelembagaan pengelolaan irigasi, dan sumber daya manusia. Penyediaan air irigasi adalah
penentuan volume air per satuan waktu yang dialokasikan dari suatu sumber air untuk
suatu daerah irigasi yang didasarkan waktu, jumlah, dan mutu sesuai dengan kebutuhan
untuk menunjang pertanian dan keperluan lainnya. Pengaturan air irigasi adalah kegiatan
yang meliputi pembagian, pemberian, dan penggunaan air irigasi. Pembagian air irigasi
adalah kegiatan membagi air di bangunan bagi dalam jaringan primer dan/atau jaringan
sekunder.
Pemberian air irigasi adalah kegiatan menyalurkan air dengan jumlah tertentu dari
jaringan primer atau jaringan sekunder ke petak tersier. Penggunaan air irigasi adalah
kegiatan memanfaatkan air dari petak tersier untuk mengairi lahan pertanian pada saat
diperlukan. Pembuangan air irigasi, selanjutnya disebut drainase, adalah pengaliran
kelebihan air yang sudah tidak dipergunakan lagi pada suatu daerah irigasi tertentu.
sistem irigasi terdiri atas menyediakan, memberi air ke lahan sistem saluran dari
besar ke kecil, kualitas harus memenuhi syarat kebutuhan. Sedangka sistem drainase
terdiri atas membuang kelebihan air dari lahan, sistem saluran dari kecil ke besar, kualitas
tergantung pemakaian/akumulasi limbah.

Melalui aplikasi sistem manajemen tata air (water management system) terpadu
yang merupakan kombinasi antara berbagai aspek teknis seperti tanah, hidrologi, topografi
dan aspek sosial, diharapkan dapat menjadi solusi mengatasi ketersediaan lahan saat ini
yang dibutuhkan oleh perusahaan perkebunan dalam rangka pengembangan usahanya saat
ini dan ke depan nanti.
Kata kunci dalam water management system untuk bidang perkebunan adalah
“membuang air berlebih (drainage) dan menjaga muka air tanah yang dibutuhkan tanaman
(sistem irigasi).

Ada perusahaan yang areal perkebunannya tidak basah (bukan rawa dan juga
bukan areal yang terkena luapan) mengembangkan sistem irigasi untuk meningkatkan
produksinya. 

Beberapa perusahaan yang pernah ditangani oleh konsultan PT. Warekon Geoperta
Utama Sejati dalam hal penyusunan desain kebun dan tata kelola airnya (water
management system) antara lain Grup Astra Agro Lestari (di Kalimantan Selatan : lahan
PT. Subur Agro Makmur, PT. Tribuana Mas, PT. Persada Dinamika Lestari, PT. Cakung
Permata Nusa), Investor India (di Kalimantan Selatan : lahan PT. Tasnida Agro Lestari),
Investor China/ Tianjin Julong Group (di Kalimantan Selatan : lahan PT. Putra Bangun
Bersama), JA Wattie Group (di Kalimantan Selatan : lahan PT. Kintap Jaya Wattindo).

1.TIPE-TIPE DRAINASE : 

 Parit Sirip adalah saluran yang ada pada blok-blok, yang dibuat tiap beberapa lajur
tanaman tergantung kondisi tanah. Ujung parit sirip berhubungan dengan saluran
tersier.
 Kanal Tersier adalah saluran yang menerima limpasan dari parit-parit sirip.
 Kanal sekunder adalah kanal yang menerima beban limpasan dari kanal-kanal tersier. 
 Kanal semi primer adalah kanal yang menerima beban limpasan dari kanal tersier dan
kanal sekunder. Kanal semi primer merupakan alternative dari kanal sekunder
dikarenakan debit yang tertampung melebihi kapasitas dari kanal sekunder.
 Kanal primer adalah kanal yang menerima beban limpasan dari kanal-kanal sekunder
dan kanal semi primer. Dengan demikian debit terbesar ada pada bagian hilir saluran
primer. 
 Pada bagian hilir saluran primer terdapat outlet yang menghubungkan lahan kebun
dengan lahan di luar kebun yang telah dibatasi dengan tanggul.
 

2. TUJUAN PEMBUATAN DRAINASE :

 Membuang kelebihan air di musim hujan dan mempertahankan  air  pada musim
kemarau sehingga mengendalikan kedalaman water table maksimum 60 cm. 
 Khusus untuk tanah yang mengandung pirit (Fe2SO4), drainase berfungsi juga untuk
mencuci pirit.
 Khusus tanah bergambut selain menjaga kelembaban juga berfungsi mengurangi
kemasaman tanah, agar tanah memiliki kondisi rhizosphere yang sesuai bagi tanaman.
 Kedalaman permukaan air tanah pada parit kebun diusahakan agar tidak terlalu jauh
dari akar tanaman, jika permukaan air terlalu dalam maka oksidasi berlebih akan
mempercepat perombakan gambut, sehingga gambut cepat mengalami subsiden
(penurunan). 

3. PRINSIP DASAR DRAINASE :

Prinsip dasar dari suatu sistem drainase khususnya pada kebun kelapa sawit
adalah menyekap air, kemudian mengumpulkannya, dan membuang air yang berlebih
keluar areal. Dengan demikian, drainase harus dirancang dalam bentuk jaringan yang
memanfaatkan topografi (spot heigh) dan mengalirkan kelebihan air berdasarkan gaya
berat. Merancang sistem drainase yang baik harus mengacu pada peta topografi (spot
heigh) dan bukan berdasarkan kondisi visual saja (feeling); sesuatu yang sering terjadi
di perkebunan dan umumnya tidak efektif hasilnya. 

4. PRINSIP DASAR PEMBUATAN SISTEM DRAINASE : 


 Dilihat dari kondisi areal, baik tergenang secara permanen maupun sementara
merupakan indikasi adanya banjir.
 Volume air yang perlu di drainase.
 Dilihat dari jenis tanah, apakah areal tersebut bergambut atau mengandung pirit . 
 Untuk kepentingan peningkatkan hasil produksi.
 Sistem transportasi yang akan digunakan, apakah jalan (darat) atau sungai/kanal (yg
berfungsi sbg media transportasi). 

5. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBUATAN DRAINASE :

 Kepemilikan lahan yang akan dilalui oleh saluran drainase.


 Dampak terhadap lingkungan setelah dibangun drainase.

7. MEMPERHITUNGKAN KEMAMPUAN DRAINASE DALAM


MENGALIRKAN AIR :

 Pembuatan saluran drainese harus berdasarkan peta kontur atau peta spot heigh.
Sehingga arah aliran bisa maksimum.
 Pencarian rencana outlet.
 Lebar saluran dihitung berdasarkan data curah hujan tertinggi, kemiringan dan luar
areal yang akan di drainase. 

8. TEKNIS PEMBUATAN SALURAN DRAINASE : 

 Hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan saluran drainase adalah wajib adanya
peta kontur atau spot heigh agar pola aliran air dapat diketahui.
 Pembatasan wilayah areal yang akan di drainese dengan dibuatkannya tanggul
keliling sehingga membentuk folder tertutup yang berfungsi untuk mencegah aliran
air dari luar areal atau disebut juga zona tata air.
 Perhitungan lebar saluran yang dibutuhkan.
 Saluran air harus membentuk suatu jaringan dan saling berhubungan, di mana saluran
drainase lapangan (parit sirip) bermuara pada drainase pengumpul (kanal
tersier/sekunder/primer) dan drainase pengumpul bermuara pada drainase
pembuangan (outlet).  
 Pembuatan penampang saluran air harus semakin membesar pada daerah hilir sesuai
dengan urutan drainase lapangan, pengumpul, dan pembuangan.
 Pada bagian hilir dibuatkan bangunan pintu air agar air dilahan dapat di atur sesuai
kebutuhan tanaman. 

9. KENDALA DALAM PEMBUATAN DRAINASE :

 Biasanya terjadi pada saluran pembuangan/outlet menuju sungai. Kendala tersebut


berupa masalah sosial dan kondisi outlet tidak memadai (air di luar lebih tinggi
dibanding air di areal studi atau daya tampung outlet kurang dibanging dengan DAS
sungai tersebut).
 Sebagian besar managemen kebun sering mengabaikan sistem tata air dan lebih
mengutamakan target tanam, akibatnya bila pada musim hujan areal tersebut malah
kebanjiran yang seharusnya areal tersebut aman dari masalah tersebut.
2. Water Deficit Untuk Tanaman Kelapa Sawit

Kelangkaan air adalah minimnya jumlah air yang tersedia untuk memenuhi


kebutuhan di suatu wilayah. Kelangkaan air dapat disamakan dengan stres air, defisit
air, dan krisis air.
Water Deficit terhadap Produktivitas Sawit dapat membuat kalapa sawit Kekurangan air
akibat water deficit sebesar 100 mm dapat menurunkan produktivitas, sebesar 10%-
20% tergantung kualitas tanah (Corley dan Tinker, 2016). Simanjuntak dkk. (2014),
mengemukakan bahwa respon cekaman kekeringan berbeda-beda tergantung umur
tanaman, penurunan produksi paling besar terjadi pada tanaman yang telah tua. Secara
umum penurunan produksi tandan buah segar pada saat curah hujan rendah bisa
mencapai 5-45% (Siregar dkk., 2005; Siregar dkk.,2006).
Defisit air akan menurunkan produksi kelapa sawit dikarenakan tidak terjadi
pembentukan bunga dari ketiak daun, lebih banyak terbentuk bunga jantan, dan bunga
betina yang telah terbentuk akan mengalamai aborsi akibat kekurangan air.

Ketersediaan air merupakan salah satu faktor pembatas utama bagi produksi
kelapa sawit. Kekeringan menyebabkan penurunan laju fotosintesis dan distribusi
asimilat terganggu, berdampak negatif pada pertumbuhan tanaman baik fase vegetatif
maupun fase generatif. Pada fase vegetatif kekeringan pada tanaman kelapa sawit
ditandai oleh kondisi daun tombak tidak membuka dan terhambatnya pertumbuhan
pelepah. Pada keadaan yang lebih parah kekurangan air menyebabkan kerusakan
jaringan tanaman yang dicerminkan oleh daun pucuk dan pelepah yang mudah patah.
Pada fase generatif kekeringan menyebabkan terjadinya penurunan produksi tanaman
akibat terhambatnya pembentukan bunga, meningkatnya jumlah bunga jantan,
pembuahan terganggu, gugur buah muda, bentuk buah kecil dan rendemen minyak
buah rendah.

Laporan akhir dibuat untuk melaporkan kegiatan yang telah dilakukan selama


tahun anggaran 2005 yaitu membuat bak pembagi, pembangunan alat pengukur debit
manual di jalur S. Bubut, membuat jaringan irigasi di lapang untuk meningkatkan
daerah layanan irigasi suplementer bagi tanaman kelapa sawit seluas kurang lebih 1 ha,
percobaan lapang untuk mengkaji pengaruh irigasi suplementer (volume dan waktu
pemberian) terhadap pertumbuhan vegetatif kelapa sawit dan dampak peningkatan
aliran dasar (base flow) terhadap performance kelapa sawit pada musim kemarau,
identifikasi lokasi pengembangan dan membuat untuk 4 buah Dam Parit
dan upscalling pengembangan dam parit di DAS Cibeuteng dalam lingkup areal
Perkebunan Kelapa Sawit PTPN VIII Cimulang.
Pembangunan jaringan irigasi dilakukan dengan memanfaatkan sumber air
dari Dam Parit yang telah dibangun pada tahun sebelumnya dengan membangun
jaringan irigasi tertutup sampai dengan bak pembagi. Pemberian irigasi suplementer
dilakukan pada pada saat terjadi defisit air, maka dari bak pembagi dibuat jaringan
irigasi tidak permanen dengan menggunakan selang. Untuk mengairi areal
pertanaman yang posisinya terletak lebih tinggi digunakan pompa untuk mengangkat
air sampai bak pembagi kemudian dilanjutkan dengan sistem gravitasi. Sedangkan
untuk irigasi pertanaman kelapa sawit yang posisinya lebih rendah dari sumber air
maka distribusi air sampai dengan bak pembagi maupun ke pertanaman dilakukan
dengan sistem gravitasi.
 
Kajian tentang pengaruh irigasi suplementer (volume dan waktu pemberian) terhadap
pertumbuhan vegetatif kelapa sawit dilakukan dengan sistem percobaan yang
dilakukan di lapangan pada saat tanaman terjadi defisit air (Agustus s/d
September). Pemberian air dilakukan secara curah (penyiraman) pada areal perakaran
tanaman dengan diameter 4 dan 5 m. Dosis pemberian air setara 10 ml curah hujan
(10 l/m2) dan waktu pemberian air dilakukan tiap 3 hari sekali. Baris tanaman yang
terdapat dibawah tanaman perlakuan diharapkan mendapatkan air rembesan dan
dijadikan perlakuan base flow (B). Perlakuan diulang 3 di sajikan pada
Tabel Perlakuan pemberian irigasi suplementer pada kelapa sawit di PTPN VIII,
Cimulang, Jawa Barat. Parameter yang diamati yaitu: tinggi tanaman, diameter
batang, jumlah dan panjang pelepah.
 

Tabel Perlakuan pemberian irigasi suplementer pada kelapa sawit di PTPN VIII,


Cimulang, Jawa Barat
Perlakua Luas areal Jumlah Intervalpemberian Keterangan
n yang diairi pemberian(liter)
(m2)
A1 6,28 m2 62,8 liter 3 hari Perlakuan 1
A2 7,86 m2 78,6 liter 3 hari Perlakuan 2
B 0 0 - Base flow
K 0 0 - Kontrol
 
Identifikasi dan karakterisasi wilayah penelitian penting dilakukan sebelum
menentukan pembangunan dam parit untuk mengetahui karakteristik lingkungan yang
berhubungan dengan perhitungan neraca air, posisi dan dimensi dam, luas daerah tangkapan
dan daerah target irigasi. Data tersebut antara lain akan digunakan dalam analisis neraca air
lahan, Estimasi potensi kebutuhan air, penentuan letak dan dimensi channel
reservoir  dan pemodelan dam parit.
Analisis neraca air lahan guna mengetahui periode defisit dan surplus, sedangkan
analisis neraca air tanaman kelapa sawit juga dilakukan untuk mengetahui total kebutuhan air
tanaman yang harus dipasok melalui irigasi. Analisis neraca air tanaman digunakan untuk
menentukan kebutuhan air tanaman kelapa sawit. Pada prinsipnya metode ini dilakukan untuk
mengetahui potensi kehilangan hasil tanaman digunakan nisbah ETR/ETM menurut FAO
(Allen, 1998). Dengan teknik iterasi akan dicari volume dan interval irigasi yang harus
ditambahkan agar hasil akhir dari pertanaman memiliki nisbah ETR/ETM <
0,2. Dimensi reservoir ditetapkan berdasarkan estimasi jumlah curah hujan dan aliran
permukaan yang dapat dipanen dan jumlah defisit air. Lokasi yang dipilih merupakan saluran
drainase atau anak sungai dengan lebar penampang yang menyempit yang memiliki banyak
sungai berorde 1. Pemodelan dam parit mensimulasikan perubahan kondisi debit mikrodas
sebelum dan setelah dibangun dam parit. Hasil simulasi diharapkan dapat membantu dalam
proses penentuan jumlah, posisi, dan dimensi dam parit yang akan dibangun dalam suatu
DAS. 
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembangunan jaringan irigasi untuk areal dengan
posisi lebih rendah dari sumber air/dam parit dilakukan dengan sistem gravitasi
menggunakan pipa paralon diameter 2 inchi dengan panjang 100 m dari dam parit sampai ke
bak pembagi. Distribusi air dari bak pembagi yang memiliki kapasitas tampung 6
m3 (Gambar 2 Pembagi di Perkebunan Kelapa Sawit PTPN VIII) ke areal pertanaman
dilakukan dengan menggunakan sistem irigasi tidak permanen berpindah (mobile irrigation
system) dengan menggunakan selang air.
Hasil simulasi neraca air menunjukkan terdapat tiga tanggal dimana terjadi penurunan
ETR/ETM (defisit air) yaitu pada tanggal 29 Mei, 9 Agustus dan 2 September 2005 (Gambar
Fluktuasi ETR/ETM dan dosis irigasi untuk tanaman kelapa sawit di PTPN VIII) sehingga
memerlukan pasokan irigasi sebesar 10 mm/hari. Pemberian irigasi tidak dilakukan pada
tanggal 29 Mei karena meskipun terjadi defisit air persentase penurunan hasil (% RLY)
masih relatif aman yaitu dibawah 12%

Tanaman kelapa sawit di Cimulang memerlukan tambahan air pada bulan Agustus dan
September masing masing selama 10 dan 20 hari. Kebutuhan air tambahan bagi tanaman
kelapa sebanyak 5 ml/ hari setara dengan 5 l/m2 atau 50 m3/hari. Debit aliran dasar pada saat
musim kemarau tahun normal adalah 1,5 lt/hari atau setara dengan 129 m3/hari. Dengan
demikian maka dam parit dapat tersebut dapat mengairi tanaman kelapa sawit seluas 3,0 ha.

Dari hasil pengamatan tanaman kelapa sawit terlihat untuk tanaman yang mendapat
pengaruh aliran dasar, pertambahan tinggi tanaman lebih cepat (15-25 cm perbulan) jika
dibandingkan tanaman yang hanya mendapat curah hujan saja (7-13 cm perbulan).
Pertambahan panjang pelepah daun relatif sama untuk tanaman yang mendapat pengaruh
aliran dasar dan tanaman yang hanya memperoleh curah hujan (rata-rata 30 – 40 cm) seperti
tampak pada vegetatif tanaman kelapa sawit di PTPN VIII Cimulang. Pertambahan jumlah
pelepah tanaman yang mendapat pengaruh aliran dasar lebih sedikit hal ini mungkin
disebabkan umur tanaman yang lebih muda jika dibandingkan tanaman kelapa sawit yang
hanya mendapat curah hujan saja.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Dari penjelasan di atas, maka penulis mampu menyimpulkan bahwa bersama dengan
makalah “ Sistem irigasi dan drainase serta water deficit untuk tanaman kealpa sawit “
menyimpulkan bahwa dalam sistem irgasi dan drainase kelapa sawit harus diperhatikan untuk
pertumbuhan dan perkembangan kelapa sawit itu sendiri. Sehinnga yang harus dilakukan
dalam management persiapan lahan harus sudah ada irgasi dan drainase yang sudah
disiapkan. Sehingga nantinya tidak terjadinya defisit air pada tanaman kelapa sawit yang
mengakibatkan produksi rendah.
DAFTAR PUSTAKA
Corley dan Tinker, 2003. The Oil Palm (fourth edition). Blackwell Science Ltd. USA.
Peraturan Pemerintah no.20 tahun 2006 tentang Irigasi.

Siregar HH, Darlan NH, Hidayat TC, Darmosarkoro W, Harahap IY. 2006. Hujan sebagai
Faktor Penting untuk Perkebunan Kelapa Sawit. PPKS. ISBN 979-8529-70-7

Balai Peneltian Agroklimat dan Hidrologi badan libang kementrian pertanian indonesia dari
http://balitklimat.litbang.pertanian.go.id/index.php?
option=com_content&view=article&id=117&Itemid=68. Diakses pada tanggal 23 maret 2020. Pukul
14.43 WIB

Tbk,PT Golden Plantation.2015. SOP Agronomi Kelapa Sawit. PT Golden Plantation, Tbk. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai