Anda di halaman 1dari 12

SUHU TINGGI dan AKTIVITAS MIKROORGANISME

Suhu
→ Faktor fisika yang sangat penting pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan kegiatan
mikroorganisme
→ Dapat berpengaruh terhadap lamanya fase lag, kecepatan pertumbuhan, konsentrasi sel,
kebutuhan nutrisi,kegiatan enzimatis, dan komposisi sel

Pembagian mikroorganisme berdasar suhu pertumbuhannya

Jenis Bakteri Minimum Optimum Maximum


Thermofil 25 – 45 ˚C 50 – 55 ˚C 70 – 90 ˚C
Mesofil 10 – 25 ˚C 30 – 40 ˚C 35 – 50 ˚C
Psikrofil 0 – 5 ˚C 15 – 20 ˚C 30 ˚C
Psikrotof 0 – 5 ˚C 25 – 30 ˚C 30 – 35 ˚C

Mikroorganisme psikrofil → m.o. yang dapat tumbuh pada suhu 0oC


Dibagi dalam dua kelompok :
1. Obligat psikrofil → suhu pertumbuhan optimal < 20˚C
2. Fakultatif psikrofil → suhu pertumbuhan optimal ≥ 20˚C

Mikroorganisme Psikrotof :
→ m.o. yang dapat tumbuh pada suhu 0˚C tetapi suhu optimal dan suhu maksimal
pertumbuhan berbeda dengan m.o. psikrofil
- Yeast psikrotrof : Candida, Torulopsis, Cryptococcus, Rhodotorula
- Jamur psikrotrof : Penicillium, Cladosporium, Trichothecium, Aspergillus
- Bakteri psikrotrof : Bacillus, Clostridium, Corynebacterium, Enterobacter,Escherichia,
Pseudomonas, Streptococcus, Lactobacillus, Leuconostoc,
Micrococcus, dll
o Suhu > suhu maksimal pertumbuhan → bersifat mematikan. Semakin tinggi suhu →
semakin besar laju kematiannya
o Bila suhu diturunkan sampai sekitar suhu maksimal pertumbuhannya → memperpanjang
fase lag
Besar kecilnya sifat penghambatan / mematikan tergantung pada beberapa faktor, antara lain :
- Ketahanan panas m.o. yang bersangkutan
- Tinggi rendahnya suhu
- Lama waktu berada pada suhu tersebut
- Komposisi media
- Sejarah pertumbuhan m.o

Waktu Generasi (menit)

21 - 3 C
1000
E.coli

500

10 20 30 40 50
Suhu (oC)

Gambar Pengaruh suhu terhadap waktu generasi mikrobia mesofil


(E. coli) dan psikrhofil (21 – 3 C)

Generation Time (waktu generasi)


→ waktu yang diperlukan bagi sejumlah sel untuk menjadi dua kali lipat

Proses Kematian Bakteri Oleh Panas


Dua pendapat tentang kematian bakteri :
1. Bakteri dikatakan mati → bila sudah kehilangan kemampuan untuk tumbuh (tidak
mampu memperbanyak diri
2. Bakteri disebut mati → bila sudah tidak ada kegiatan didalam sel sama sekali karena
rusaknya sistem metabolisme didalam sel

Mekanisme kematian bakteri oleh pemanasan


1. Panas tinggi → perubahan fungsi senyawa – senyawa selular → perubahan struktur
protein (denaturasi) → inaktivasi enzim → sistem metabolisme terganggu (rusak) → tidak
ada kegiatan sel (metabolisme / perbanyakan sel)
2. Pemanasan → kerusakan membran sel → menyebabkan pembebasan fraksi lipida
membran → membran sel kehilangan sifat permeabilitas selektifnya
→ terjadi pembebasan substansi – substansi dari dalam sel dan pembebasan enzim
periplasmik (alkalifosfatase) dan enzim sitoplasmik (enzim glukosa 6 fosfat
dehidrogenase
→ sehingga sistem metabolisme sel terganggu
3. Akibat pemanasan → kerusakan DNA → kematian sel

Kerusakan DNA disebabkan :


a. Pengaruh langsung
Putusnya ikatan hidrogen intramolekular DNA yang cukup → “kerusakan yang
bersifat irreversible”
b. Pengaruh tidak langsung
Karena inaktivasi enzim nuklease oleh panas
Kerusakan membran sel karena pemanasan → dapat dideteksi dengan pengamatan
mikroskopik/pengamatan lainnya
→ ditunjukkan dengan terbentuknya gelembung atau pembengkakan setempat pada
membran luar sel
menunjukkan rusaknya ikatan atau lepasnya ikatan antara lapisan membran luar dengan
lapisan peptidoglycan dan membran sitoplasma
→ dapat juga dideteksi dengan hilangnya sifat permeabilitas selektif sel
→ dapat diketahui pula dengan kenaikan sensitifitasnya terhadap senyawa garam dan
antibiotik

Faktor – faktor Yang Mempengaruhi Ketahanan Panas


Berdasarkan ketahanannya terhadap panas, mikroorganisme dibagi menjadi dua kelompok :
1. Spora bakteri yang tahan panas
2. Sel – sel vegetatif, spora ragi, dan jamur → yang relatif tidak tahan terhadap pemanasan
dan mudah dihancurkan oleh panas pada suhu 80ºC
Ketahanan panas mikroorganisme dan sporanya dipengaruhi oleh beberapa faktor:
1. Faktor implisit, yaitu faktor yang berkaitan dengan sel mikroorganisme sendiri
Misal : sifat individu dan umur sel
2. Faktor ekstrinsik, yaitu faktor lingkungan yang terdapat pada proses pemanasan sel
Misal : medium pemanas, suhu, dan lama pemanasan
 Sel vegetatif lebih peka terhadap panas dibandingkan dengan bentuk sporanya
 Spora bakteri merupakan spora yang paling tahan panas dibanding spora lainnya
 Umur sel dan fase pertumbuhan berpengaruh terhadap ketahanan panas m.o.
Misal: E. coli memiliki ketahanan panas paling tinggi pada saat sel berada pada fase lag
awal, fase log akhir, dan fase stasioner akhir, dan sangat peka terhadap panas dan
pada fase log awal
 Sel bakteri pada fase logaritmik lebih peka terhadap panas dibandingkan pada fase
pertumbuhan lain
 Suhu pertumbuhan sel m.o. mempengaruhi ketahanan panasnya
 Suhu pertumbuhan sel m.o. mempengaruhi ketahanan terhadap panas
- suhu maksimal pertumbuhan semakin tinggi, maka semakin tahan terhadap panas
- Bila suhu pertumbuhan < suhu optimal pertumbuhan → semakin peka terhadap
pemanasan
 Komposisi medium pertumbuhan mempengaruhi ketahanan m.o terhadap panas
semakin baik medium, maka m.o. panas :
- pepton dan kasein
- Mn++ dan Ca++ pada medium sporulasi
 Keadaan fisikokimia bahan / medium
→ mempengaruhi ketahanan terhadap panas
Misal : pH, Aw, garam, gula, lemak, senyawa karbohidrat, dan bahan lainnya
 pH makanan dapat menentukan lamanya proses pemanasan untuk tercapainya sterilisasi
komersial
# Makanan kaleng dengan pH ≥ 4,5 – 4,6 → harus dipanaskan secukupnya untuk
menghancurkan semua spora karena Clostridium botulinum dapat tumbuh pada pH 4,5 –
4,6
 Bakteri berspora yang dapat tumbuh pada pH 3,7 antara lain Bacillus thermoacidurans atau
Bacillus coagulans
 Bahan pangan dengan pH < 3,7 tidak dirusak oleh bakteri berspora → maka dapat
disterilisasi komersial dengan pemanasan yang lebih rendah daripada bahan pangan dengan
pH .> 4,5
 Pengurangan Aw dalam bahan yang dipanaskan berpengaruh terhadap naiknya ketahanan
panas sel vegetatif dan spora
→ bahan pangan dengan Aw rendah perlu pemanasan yang lebih tinggi dan waktu lebih
lama untuk memperoleh nilai sterilisasi = bahan pangan dengan Aw lebih tinggi
 Terdapatnya garam NaCl < 4%, adanya kenaikan kadar sukrosa didalam bahan →
menaikkan ketahanan panas bakteri
 Bahan makanan dengan lemak tinggi dan kadar air rendah memerlukan waktu pemanasan
yang lebih lama untuk membunuh sel bakteri
 Semakin tinggi konsentrasi awal sel atau sporanya, maka semakin tinggi ketahanan
panasnya

Ketahanan Mikroorganisme Terhadap Panas


- Penggunaan suhu tinggi dalam pengawetan makanan berpengaruh terhadap :
 m.o. dalam makanan
 mutu makanan yang diawetkan
- Dua cara pengawetan dengan panas
1. PASTEURISASI
o Tujuan - membunuh m.o. patogen
misal : pasteurisasi susu
- mengurangi m.o. penyebab kebusukan makanan
misal : pasteurisasi sari buah
o Metode - LTLT (62,8ºC ; 30 menit)
- HTST (71,7ºC ; 15 detik)
o Dapat membunuh m.o. patogen yang paling tahan panas dan dapat membentuk
spora yaitu Mycobacterium t.b.c dan Coxiella burnetti
o Dapat membunuh khamir, kapang, bakteri gram negatif, dan sel vegetatif bakteri
gram positif

Dua kelompok m.o yang tahan pasteurisasi:


- Bakteri thermoduric
Adalah bakteri yang tahan terhadap pemanasan pada suhu relatif tinggi
(pasteurisasi), tetapi tidak harus tumbuh pada suhu relatif tinggi. Misal :
Streptococcus dan Lactobacillus
- Bakteri termofilik
Adalah bakteri yang tahan pada suhu tinggi dan butuh suhu tinggi untuk
pertumbuhan. Misal : Bacillus dan Clostridium
2. STERILISASI
Definisi : cara pengawetan dengan suhu tinggi untuk membunuh semua
m.o. yang ada.
Sterilisasi komersial : sterilisasi untuk membunuh semua m.o. pembusuk yang dapat
tumbuh pada kondisi penyimpanan normal
Contoh : makanan kaleng → “steril komersial” (bukan steril absolut)

masih mengandung sejumlah m.o., tetapi tidak dapat tumbuh
dan menyebabkan kebusukan karena pH, Eh / suhu
penyimpanan yang tidak memungkinkan
→ jika selama penyimpanan pH makanan dan suhu
penyimpanan berubah → m.o. dapat tumbuh →
menyebabkan kebusukan makanan kaleng.

suhu relatif rendah, waktu relatif lama (121ºC ; 15’)


Sterilisasi
suhu tinggi, waktu singkat (UHT) → 135 - 150ºC ; 2 – 6 detik.
misal: sterilisasi susu

Ketahanan Panas Diantara Spesies Mikroorganisme Dipengaruhi Oleh :


1. Suhu optimum pertumbuhan
m.o. psikrofilik → m.o. mesofilik → m.o. termofiflik
(urutan sensitifitas terhadap pemanasan)
2. Kemampuan membentuk spora
- bakteri pembentuk spora lebih tahan panas dibanding bakteri yang tidak membentuk
spora
- bakteri pembentuk spora termofilik > mesofil
3. Sifat pewarnaan
Bakteri gram positif lebih tahan panas daripada gram negatif
4. Bentuk bakteri
Bakteri kokus lebih tahan panas daripada bakteri basil yang tidak membentuk spora
5. Kapang dan khamir
Sensitifitas terhadap panas, dimana askospora khamir lebih tahan panas daripada sel
vegetatif
 Spora aseksual kapang lebih tahan panas daripada miselium kapang
“skerotia”: miselium kapang yang paling tahan panas → sering menimbulkan masalah
dalam pengalengan buah
 Endospora bakteri (Bacillus dan Clostridium)
→ tahan panas, kering, dingin, senyawa kimia dan kondisi minimal lain

Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Ketahanan Panas Mikroorganisme


1. Jumlah sel m.o.
Semakin banyak jumlah sel m.o., maka semakin tinggi tingkat ketahanan panas m.o.
→ disebabkan karena sel memproduksi komponen – komponen pelindung (seperti
protein) karena dengan semakin besar jumlah sel, maka semakin besar peluang untuk
mendapatkan sel yang mempunyai ketahanan panas tinggi
2. Umur Sel
- sel m.o. lebih tahan panas pada fase statis (stasioner) karena sel – selnya merupakan
sel yang tua
- paling sensitif terhadap fase log
- spora bakteri tua lebih tahan panas daripada spora muda
- semakin berkurang aktivitas sel m.o, maka senakin meningkat ketahanan panasnya
3. Suhu Pertumbuhan
Ketahanan panas m.o. meningkat dengan semakin tingginya suhu inkubasi
misal: Salmonella senftenberg yang diinkubasi pada suhu 44ºC dan mempunyai
ketahanan panas tiga kali dibandingkan pada suhu 35ºC
4. Air
Ketahanan panas m.o. meningkat dengan semakin menurunnya kelembaban atau kandungan
air
→ disebabkan karena denaturasi protein yang terjadi lebih cepat jika dipanaskan dalam
air dibandingkan jika dipanaskan di udara
→ diduga bahwa pemanasan basah terhadap protein menyebabkan terbentuknya gugus
sulhidril yang menyebabkan peningkatan kapasitas pengikatan air oleh protein →
adanya air yang terikat pada protein mempermudah pemecahan ikatan – ikatan
peptida
→ pada keadaan kering perlu energi lebih besar untuk memecah ikatan – ikatan peptida
atau protein lebih sukar terdenaturasi → oleh karena itu m.o. lebih tahan panas
5. Lemak
Terdapatnya lemak dalam medium pemanasan akan meningkatkan ketahanan panas m.o.
Lemak adalah pelindung sel terhadap panas
- Asam lemak rantai panjang lebih bersifat protektif terhadap Clostridium botulinum
daripada asam lemak rantai pendek
6. Garam
o Pengaruh sangat bervariasi tergantung jenis dan konsentrasi garam, spesies m.o., dan
faktor – faktor lain
o Mekanisme pengaruh garam terhadap ketahanan panas bakteri :
- garam → dapat menurunkan Aw → sehingga dapat meningkatkan ketahanan panas
sel
- garam Ca++ dan Mg++ → meningkatkan Aw → menurunkan ketahanan sel m.o.
terhadap panas
o Garam NaCl → dapat melindungi Staphylococcus aureus terhadap panas
7. Karbohidrat (gula)
 Medium pemanasan yang mengandung gula dapat meningkatkan ketahanan panas m.o.
→ karena gula bersifat mengikat air dalam medium / sel → menurunkan Aw →
sehingga sel menjadi lebih tahan panas
 Pengaruh karbohidrat (gula) terhadap ketahanan panas sel m.o. tergantung jenis gula
dan spesies m.o.
Misal : glukosa → melindungi sel E. coli dan P. fluorescens terhadap panas lebih baik
dibanding NaCl pada Aw minimal pertumbuhan
glukosa → tidak melindungi, tetapi berbahaya bagi S aureus
8. pH
 Ketahanan panas m.o tertinggi pada pH optimum pertumbuhan (± pH 7,0)
Jika pH naik / turun menjauhi pH optimum, maka ketahanan panas m.o. akan menurun
 Makanan dengan keasaman tinggi / pH rendah membutuhkan panas lebih sedikit untuk
sterilisasi, dibandingkan dengan pH netral.
 Jenis asam untuk penurunan pH akan berpengaruh terhadap sensitivitas
bakteri terhadap panas
asam asetat / asam laktat lebih dapat menurunkan ketahanan panas dibandingkan dengan
HCl

9. Protein
Protein dalam medium pemanasan dapat bersifat melindungi m.o. terhadap panas
- Karena protein bersifat koloid dalam larutan, dan bahan – bahan koloid dapat
menurunkan hantaran panas
- Untuk mengawetkan makanan dengan protein tinggi perlu pemanasan lebih tinggi
dibandingkan makanan protein rendah
- Untuk membunuh m.o. sejenis dalam susu skim dibutuhkan suhu pemanasan lebih
besar dalam waktu yang sama dibandingkan membunuh m.o. dalam air
10. Senyawa antimikrobia
Senyawa antimikrobia dalam media pemanasan dapat menurunkan ketahanan panas m.o.
Misal: penambahan antibiotik, SO2 atau nitrit
Dapat menurunkan waktu pemanasan untuk pengawetan makanan
11. Suhu dan waktu pemanasan
- Pada suhu sama, maka waktu pemanasan berpengaruh sangat besar terhadap kematian sel
m.o.
- Semakin tinggi suhu pemanasan, maka semakin besar pengaruhnya terhadap kematian sel
m.o.
- Pada suhu lebih tinggi, maka membutuhkan waktu pemanasan semakin singkat
EVALUASI PROSES THERMAL

Definisi
Proses thermal adalah perlakuan panas pada bahan makanan pada kondisi tertentu dengan
tujuan mematikan mikrobia yang ada sehingga diperoleh bahan yang awet
Sterilisasi :
- Steril total : bebas dari mikrobia yang mengganggu
- Steril komersial : untuk mereduksi populasi mikrobia awal sebanyak 12 D (jumlah
populasi mikrobia akhir menjadi 10ˉ¹² jumlah mikrobia awal)
Referensi
Clostridium botulinum pada proses sterilisasi 250ºF (121,1ºC)

Ketahanan sel mikroba terhadap pemanasan dinyatakan dengan :


Nilai D : jumlah waktu (menit) pada suhu tertentu (T ºF) yang diperlukan untuk membunuh
90% populasi mikrobia yang ada
Nilai D (Decimal Reduction Time):
- menunjukkan berkurangnya jumlah populasi mikrobia yang masih hidup
sebanyak 1 satuan log (1 log cycle)
- Menunjukkan daya tahan dari mikroba terhadap panas pada suhu tertentu (TºF)
Makin tinggi nilai D → mikrobia makin tahan panas
Jumlah bakteri yang mati oleh panas dapat digambarkan sebagai kurva logaritmik (lihat
gambar)

102
Log jumlah bakteri

101
Nilai D

10-1
t1 t2 Waktu (menit)

Kurva Kematian Bakteri secara Logaritmik pada Suhu T oF


Ketahanan panas mikrobia pada suhu yang berbeda dapat digambarkan dengan kurva TDT
(Thermal Death Time Curve) dimana sebagai ordinat adalah harga D (menit) dan sebagai
absis adalah suhu pemanasan (T ºF)

Untuk menentukan kurva kematian mikroba juga dapat digunakan nilai Z


Nilai Z : jumlah kenaikan suhu (ºF) yang dibutuhkan dalam suatu kurva kematian mikrobia
untuk melalui harga D satu satuan log
Bahan pangan keasaman randah (pH > 4,5) → sterilisasi dengan pemanasan selama 12 D
yang ditunjukkan terhadap spora Clostridium botulinum
Konsep 12 D → berarti kemungkinan terjadinya kebusukan karena Clostridium botulinum
diperkecil sampai 1/10¹². Artinya setiap 10¹² kaleng hanya satu yang kemungkinan busuk oleh
Clostridium botulinum

Z (oF) = 20
D Menit

1D

240 260 280 Suhu oF

Thermal Death Time Curve

Nilai sterilitas biasanya dinyatakan dengan nilai Fo


Nilai Fo : jumlah waktu (menit) yang diperlukan untuk mematikan sejumlah tertentu spora
pada suhu 121,1ºC (250ºF), jika harga Z adalah 10ºC (18ºF)
→ sebagai standar biasanya dipergunakan Clostridium botulinum dengan tujuan untuk
mengurangi populasi sebanyak 10¹² atau yang disebut dengan konsep 12D

Bakteri Thermophilic dan Thermoduric


 Bakteri thermophilic : resisten terhadap panas (dapat hidup 8 - 14ºC diatas suhu
pasteurisasi
 Bakteri thermoduric : toleran terhadap panas (mampu bertahan pada suhu
pasteurisasi, namun tidak dapat tumbuh dan berkembang biak
pada suhu tersebut)

Anda mungkin juga menyukai