Anda di halaman 1dari 26

PROPOSAL PENELITIAN

PENGARUH PEMBERIAN SEKAM PADI DAN PUPUK


KANDANG AYAM TERHADAP PERTUMBUHAN EDAMAME
PADA TANAH ALLUVIAL

Oleh:

APRILIA BUANA TAURA

(C1011211089)

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2023
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI............................................................................................................2
BAB I.......................................................................................................................4
PENDAHULUAN...................................................................................................4
1.1 Latar Belakang.........................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................6
1.3 Tujuan Penelitian.....................................................................................6
1.4 Manfaat Penelitian...................................................................................7
BAB II......................................................................................................................8
TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................................8
2.1 Tanaman Kedelai Edamame (Glycine max L. Merill var. edamame)......8
2.1.1 Klasifikasi dan Taksonomi...................................................................8
2.1.2 Morfologi Tanaman Kacang Kedelai Edamame..................................9
1. Akar..................................................................................................................9
2. Batang............................................................................................................10
3. Daun...............................................................................................................10
4. Bunga.............................................................................................................10
5. Buah...............................................................................................................11
6. Biji..................................................................................................................11
2.2 Syarat Tumbuh Kedelai Edamame.........................................................12
2.3 Budidaya Kedelai...................................................................................12
1. Persiapan Lahan.....................................................................................12
2. Penanaman.............................................................................................13
3. Penyiangan dan pemupukan..................................................................13
4. Pengairan................................................................................................13
5. Pemanenan.............................................................................................14
2.4 Hama Utama Tanaman Edamame..........................................................14
2.5 Tanah Alluvial........................................................................................15
2.6 Sekam Padi.............................................................................................15
2.7 Pupuk Kandang Ayam............................................................................18
BAB III..................................................................................................................20
METODOLOGI PENELITIAN.............................................................................20
3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian..................................................................20
3.2 Bahan dan Alat.......................................................................................20
3.3 Rancangan Percobaan............................................................................20
3.4 Prosedur Penelitian................................................................................21
3.5 Pengamatan Parameter...........................................................................23
3.6 Analisis Data..........................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................25
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Edamame (Glycine max (L) Merrill) merupakan kedelai asal Jepang
yang popular sebagai cemilan. Edamame ini merupakan jenis tanaman yang
termasuk dalam sayuran (vegetable soybean), perbedaan dengan kedelai
biasa pada ukuran yang lebih besar dan rasanya lebih manis. Edamame juga
mengandung protein, senyawa organik seperti asam folat, mangan,
isoflavon, beta karoten, dan sukrosa. Pada varietas unggul kandungan
proteinnya bisa mencapai 41%-50%. Kandungan protein pada kedelai
relative lebih tinggi dibandingkan bahan penghasil protein lainnya
(Sudarmini et al., 2015).

Permintaan pasar global terhadap edamame cukup tinggi. Permintaan


pasar Jepang terhadap edamame mencapai 100.000 ton/tahun, dan Amerika
sebesar 7.000 ton/tahun, sedangkan Indonesia hanya dapat memenuhi
kebutuhan pasar Jepang sebesar 3% dan 97% sisanya dipenuhi oleh China
dan Taiwan (Nurman, 2013)

Pupuk penting untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup tanaman.


Dalam pupuk terkandung berbagai unsur hara yang penting bagi tanaman.
Pemupukan tanaman dapat dilakukan dengan menggunakan pupuk sintetik
maupun pupuk organik. Pupuk sintetik yang sering digunakan petani adalah
NPK. Penggunaan input kimiawi (pupuk dan pestisida sintetik) dengan dosis
tinggi tidak hanya berpengaruh menurunkan tingkat kesuburan tanah, tetapi
juga dapat meng- akibatkan pada merosotnya keanekaragaman hayati,
meningkat-nya serangan hama dan penyakit, timbulnya hama yang resisten
dan berkembangnya organisme parasit (Yuniarti, 2016). Menurut
Firmansyah et al. (2017), aplikasi pupuk NPK memberikan respons positif

4
pada dosis 200 kg/ha terhadap pertumbuhan dan hasil edamame.

Pemberian pupuk sintetik / anorganik berupa pupuk NPK juga


diperlukan untuk meningkatkan per- tumbuhan dan produksi kedelai karena
memiliki manfaat dalam meningkatkan ketersediaan unsur makro N, P dan
K dalam tanah sehingga meningkatkan hasil panen. Hasil penelitian Dewi et
al. (2015) menunjukkan bahwa pemberian dosis pupuk majemuk NPK pada
dosis 0 kg per ha, 120 kg per ha dan 250 kg per ha, terus meningkat yang
menunjukkan respons yang nyata terhadap jumlah biji dan indeks panen
tanaman kedelai. Hasil penelitian Azis et al. (2018), menunjukkan bahwa
NPK dosis 200 kg per ha memiliki produktivitas terbaik (5,27 ton per ha)
dibandingkan dengan dosis 300 kg per ha, dan 400 kg per ha, efektivitas
pupuk NPK adalah 131,17% dan efektif menggantikan dosis pupuk 200 kg
urea.

Selain masalah terdegradasinya unsur hara dalam tanah akibat air


hujan, masalah lain yang muncul yaitu kerusakan ekosistem tanah, dan
struktur tanah yang terdegradasi maka pupuk kandang ayam diaplikasikan
pada penelitian ini yang mempunyai kandungan N lebih tinggi dibandingkan
pupuk kandang sapi dan kambing dapat mengatasi masalah tersebut. Saat ini
petani juga dihadapkan dengan masalah rendahnya C-organik dalam tanah
akibat penggunaan pupuk kimia yang terus menerus sehingga merusak sifat
fisik, kimia dan biologi tanah sehingga pupuk kandang ayam diharapkan
mampu menyediakan bahan organik dalam tanah untuk pertumbuhan dan
hasil edamame Potensi lahan untuk pengembangan edamame di Indonesia
cukup luas (Yuniarti et al., 2016).

Pupuk kandang ayam dapat memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi
tanah, meningkatkan ketersediaan unsur hara tanah, mengikat air dan dapat
mengurangi sifat racun Al yang terkandung di dalam tanah ultisol. Pupuk
kotoran ayam menunjukkan pH 6,8, C-organik 12,23%, N-total 1,77%,
P2O5 27,45 (mg/100 g) dan K2O 3,21 (mg/100 g). Pemberian beberapa
dosis pupuk kotoran ayam mampu meningkat-kan N di dalam tanah karena

5
bahan organik dari pupuk kotoran ayam merupakan makanan bagi
mikroorganisme tanah yang sebagian terdapat mikroorganisme pengikat N.
Pemberian pupuk kotoran ayam pada tanah masam dapat menurunkan
fiksasi P oleh kation asam di dalam tanah, sehingga ketersediaan P dalam
tanah meningkat (Tufaila et al., 2014). Penggunaan pupuk organik kandang
ayam saja tidak bisa menyediakan unsur hara secara langsung bagi tanaman
karena sifatnya yang slow release sehingga aplikasi pupuk orgainik kandang
ayam dalam penelitian ini harus didampingi dengan aplikasi pupuk
anorganik yaitu pupuk NPK (Nafi’ah dan Vitalaya, 2017).

Dengan demikian pemberian pupuk NPK dan pupuk organik kandang


ayam merupakan salah satu komponen penting dalam usaha untuk
meningkatkan pertumbuhan dan hasil kedelai edamame.

penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh takaran pupuk


kandang ayam dan dosis pupuk NPK terhadap pertumbuhan dan hasil
tanaman edamame dan untuk mengetahui takaran pupuk kandang ayam dan
dosis pupuk NPK yang tepat pada budidaya tanaman edamame.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan Masalah Penelitian ini adalah:

1) Bagaimana interaksi antara pupuk kotoran ayam dan arang sekam,

2) Bagaimana dosis pupuk kotoran ayam,

3) Apa Pengaruh terhadap pertumbuhan edamame pada tanah alluvial

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan penelitian untuk mengetahui:

1) Untuk Melihat interaksi antara pupuk kotoran ayam dan arang sekam,

2) Untuk mengetahui dosis pupuk kotoran ayam,

6
3) Untuk mengetahui terhadap pertumbuhan edamame pada tanah
alluvial
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat Penelitian ini adalah :

1) Mahasiswa Mampu Melihat interaksi antara pupuk kotoran ayam dan


arang sekam,

2) Mahasiswa mampu mengetahui dosis pupuk kotoran ayam,

3) Mahasiswa mampu mengetahui terhadap pertumbuhan edamame pada


tanah alluvial

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Kedelai Edamame (Glycine max L. Merill var. edamame)


2.1.1 Klasifikasi dan Taksonomi
Berdasarkan klasifikasi kedudukan tanaman kedelai edamame dalam
sistematika taksonomi tumbuhan yaitu sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Subkingdom: Tracheobionta
Superdivision : Spermatophyta
Division : Magnoliophyta
Class : Magnoliopsida
Subclass : Rosidae
Order : Fabales
Family : Fabaceae /
Leguminosae Genus :
Glycine Willd.
Species : Glycine max (L.) Merr. var edamame (USDA, 2019)

3
6

2
4
1

Gambar 1. Morfologi Edamame (sumber:


https://padipalawija.files.wordpress.com
/2010/07/juvenil-kedelai.jpg)

8
2.1.2 Morfologi Tanaman Kacang Kedelai Edamame
Tanaman edamame tumbuh dengan tegak, membentuk semak, dan
merupakan tanaman semusim. Morfologi tanaman edamame terdiri dari
akar, batang, daun, bunga, polong, dan biji (Fitriadi S. et al., 2016). Tinggi
tanaman edamame berkisar antara 30-50 cm, bercabaang sedikit,
bergantung pada varietas dan lingkungan hidupnya. Tanaman kedelai
memiliki daun majemuk, berbentuk bulat dengan ujung lancip, berwarna
hijau tua hingga hijau kekuning-kuningan. Edamame berbunga secara
sempurna, yaitu memiliki benang sari dan putik dalam satu bunga. Mahkota
bunga akan rontok sebelum membentuk polong. Polong kedelai terbentuk 7-
10 hari setelah munculnya bunga mekar. Menurut Widati dan Hidayat
(2012), edamame memiliki bobot 30-50 g/100 biji, biasanya ditanam di
daerah subtropik, seperti Jepang, Taiwan, dan Cina, dipanen dalam bentuk
segar, polong masih hijau, dan disebut juga kedelai sayur (vegetable
soybean). Persyaratan kedelai edamame lebih ditekankan kepada ukuran
polong muda, dengan lebar 1,4-1,6 cm, dan panjang 5,5-6,5 cm. Dalam satu
tanaman, edamame mampu menghasilkan 20-36 polong, baik polong isi
maupun polong hampa (Latif, M. Fauzi et al., 2017).
1. Akar

Akar benih tanaman kedelai muncul dengan menembus mesofil atau


kulit biji setelah proses imbibisi berlangsung. Calon akar tesebut akan
tumbuh menuju daerah yang banyak menggandung mineral kemudian
kotiledon terangkat kepermukaan tanah (Cahyono, 2007). Sistem perakaran
kedelai terdiri dari dua macam, yaitu akar tunggang dan akar sekunder
(serabut) yang tumbuh dari akar tunggang. Salah satu kekhasan dari sistem
perakaran tanaman kedelai adalah adanya interaksi simbiosis antara bakteri
nodul akar (Rhizobium japanicum) dengan akar tanaman kedelai yang
menyebabkan terbentuknya bintil akar. Dalam bintil akar terjadi proses
fiksasi nitrogen yang akan dibutuhkan untuk menunjang pertumbuhan
tanaman (Sarwanto, 2008).

9
2. Batang

Batang tanaman kedelai dibedakan menjadi dua tipe pertumbuhan


batang, yaitu determinate dan indeterminate. Batang determinate yaitu
pertumbuhan batang yang berheti setelah masa berbunga, sedangkan batang
indeterminate yaitu pertumbuhan batang yang terus berlanjut meskipun
tanaman sudah berbunga. Batang tanaman kedalai tidak berkayu, termasuk
tanaman perdu (semak), berbulu halus dengan struktur bulu yang beragam,
batang berbentuk bulat, berwarna hijau, dan memiliki panjang yang
bervariasi dengan kisaran 30-100 cm. Umumnya tanaman kedelai memiliki
1-5 cabang produktif (Adisarwanto, 2002).

3. Daun

Terdapat dua tipe bentuk daun kedelai, yaitu berbentuk bulat (oval)
dan lancip (lanceolate). Kedua bentuk daun tersebut dipengaruhi oleh faktor
genetik. Terdapat bulu halus berwarna cerah yang menyelimuti permukaan
daunnya dengan jumlah yang bervariasi serta berukuran 1 mm dan lebar
0,0025 mm (Padjar, 2010). Bentuk ujung daun bisa tajam atau tumpul,
lembaran daun samping miring, dan sebagian besar akan menggugurkan
daunnya ketika polong mulai masak (Septiatin, 2008). Kedelai edamame,
memiliki daun yang lebih lebar dari kedelai biasa serta memiliki daun yang
lebih tebal dan berwarna hijau cerah. Saat daun telah menggalami penuaan
atau klorosif, maka daun akan menguning dan kemudian menjadi coklat.

10
4. Bunga

Bunga kedelai berbentuk kupu-kupu serta merupakan bunga sempurna


yaitu mempunyai alat kelamin jantan (benang sari) dan alat kelamin betina
(putik) dalam satu tangkai bunga. Proses penyerbukan terjadi saat mahkota
bunga masih tertutup sehingga kemungkinan terjadinya perkawinan silang
akan sangat kecil. Kedelai mulai berbunga saat memasuki umur 30-50 HST
dan muncul pada ketiak daun pada setiap ruas batang dengan bunga
berwarna putih atau ungu. Tiap tangkai bunga akan membentuk rangkaian
yang terdiri atas 3-15 bunga pada tiap tangkainya (Suhaeni, 2007).
5. Buah

Buah tanaman kedelai umunya disebut dengan polong sama seperti


tanaman kacang-kacangan lainnya. Polong kedelai berbentuk oval dan
memanjang dengan ujung yang lancip. Setiap polong rata-rata terdiri dari 2-
3 biji dan berwarna hijau saat polong masih muda dengan panjang polong
kisaran 1 cm. Setelah tua, polong berubah warna menjadi kuning jerami,
cokelat kekuning-kuningan, cokelat tua, cokelat keputih-putihan, dan putih
kehitam-hitaman. Pada permukaan kulit luar polong terdapat bulu yang
rapat maupun agak jarang. Setelah polong masak, ada yang bersifat mudah
pecah, dan tidak mudah pecah, tergantung varietasnya (Darman, 2007).
Menurut Padjar (2012), polong pertama terbentuk ketika berumur 7-10 hari
setelah munculnya bunga pertama.

6. Biji

Tanaman kedelai memiliki biji berkeping dua yang terbungkus oleh


kulit biji semipermeabel. Biji kedelai memiliki bentuk, ukuran, dan warna
yang beragam, tergantung pada varietasnya. Biji kedelai ada yang berbentuk
bulat lonjong, bulat, dan bulat pipih dengan warna putih, krem, kuning,
hijau, cokelat, dan hitam. Biji berukuran kecil, sedang, hingga berukuran
besar (Suprapto, 2002). Pada bagian utamanya, terbagi menjadi dua, yaitu
kulit biji dan janin (embrio). Terdapat bagian yang disebut pusar (hilum)

11
yang berwarna coklat, hitam, atau putih pada kulit bijinya. Kemudian, pada
ujung hilum terdapat mikrofil, berupa lubang kecil yang terbentuk saat
proses pembentukan biji (Padjar, 2010). Sedangkan untuk varietas kedelai
edamame, merupakan jenis kedelai yang tergolong dalam kedelai berbiji
besar dan berbentuk oval.

2.2 Syarat Tumbuh Kedelai Edamame


Kedelai edamame sebagian besar tumbuh di daerah yang beriklim
tropis dan subtropis, namun edamame paling cocok ditanam pada daerah
beriklim tropis atau berhawa panas dengan bercurah hujan 100-400 mm per
3 bulan, sehingga produktivitas tanaman menjadi optimal (Septiatin, 2008).
Menurut Sutomo (2011), umumnya pertumbuhan terbaik tanaman kedelai
edamame terjadi pada temperatur antara 25-27 oC, dengan penyinaran penuh
(minimal 10 jam/hari) dengan kelembaban rata-rata mencapai 50%. Kedelai
memerlukan pengairan yang cukup, dengan volume air yang tidak terlalu
banyak sehingga mencegah tanaman terserang busuk akar. Tanaman kedelai
biasa dapat tumbuh baik pada ketinggian 0,5-300 m-dpl. Namun, varietas
kedelai berbiji besar cocok ditanam dilahan dengan ketinggian 300-500
mdpl (Latif, M. Fauzi et al., 2017).

Tanaman kedelai mampu tumbuh pada semua jenis tanah, antara lain
tanah alluvial, regosol, grumosol, latosol, dan andosol. Namun untuk
mencapai tingkat pertumbuhan dan produktivitas yang optimal kedelai
harus di tanam pada jenis tanah yang berstruktur lempung berpasir atau liat
berpasir (Septiatin, 2008). Kacang kedelai toleran pada derajat keasaman
tanah pada kisaran pH 4,5 namun dapat tumbuh secara optimal pada pH 5,8-
7,0. Sedangkan pada pH kurang dari 5,5 pertumbuhannya akan berlangsung
lambat karena diindikasi keracunan aluminium (Padjar, 2010).

12
2.3 Budidaya Kedelai
1. Persiapan Lahan
Tanah dibajak 2 kali sedalam 30 cm, lalu dibersihkan dari sisa-sisa
tanaman dan gulma, kemudian dilakukan pemupukan menggunakan pupuk
organik dan pengapuran sebanyak satu kali. Selanjutnya, dilakukan
pembuatan saluran drainase sedalam 20-25 cm dan lebar 20 cm guna
mencegah terjadinya penggenangan air, karena tanaman kedelai tidak tahan
terhadap genangan air (Balitkabi. 2016). Pada lahan sawah tanaman kedelai
dapat ditanam secara monokultur dan polikultur.
2. Penanaman
Penanaman dilakukan dengan memastikan kondisi lahan tidak
mengalami kebanjiran dan kekeringan. Kemudian tanah ditugal dengan
kedalaman 3 cm dengan jarak tanam antar tanaman 20 x 40 cm dan masing-
masing lubang 2 biji perlubang tanam (Balitkabi, 2016). Sebelum benih
kedelai ditanam dilakukan seed treatment (perlakuan benih) dahulu, dengan
cara dilakukan penanaman. Selanjutnya, benih yang telah diberi perlakuan
dimasukkan dalam lubang tanam dan ditutup menggunakan tanah top soil
hingga media semai kedelai tertutup sempurna.

3. Penyiangan dan pemupukan


Penyiangan dilakukan setelah tanaman berumur 30 – 35 hari, dan
setelah itu langsung dipupuk, yaitu untuk tanaman monokultur dengan 50
kg urea dan 50 kg KCl. Bila kondisinya masih kurang baik, maka
penyiangan dilakukan lagi pada umur 55 hari. Sedangkan, penyiangan pada
tanaman tumpangsari dengan tanaman lain dapat dilakukan saat tanaman
berumur 40–45 hari, setelah itu diberi pupuk sebanyak 350 kg urea dan 100
kg KCl (Jumakir, 2008).

4. Pengairan
Pengairan merupakan mekanisme penunjang pertumbuhan yang baik

13
untuk tanaman sampai umur 70 hari, terutama saat tanaman memasuki masa
pembungaan maka tanaman akan memerlukan cukup banyak air untk
merangsang munculnya bunga. Demikian pula bila tanahnya terlalu banyak
air, maka perlu adanya drainase (Balitkabi, 2016). Proses pengairan
bertujuan untuk menjaga kandungan air dalam tubuh tanaman. Jika air
dalam tubuh tanaman berkurang maka sel akan mengalami kekeringan.
Sebaliknya, jika air dalam tubuh tanaman berlebih maka sel tanaman akan
mudah membusuk.

5. Pemanenan
Panen kedelai dilakukan bila sebagian daunnya sudah kering. Caranya
adalah dengan mencabut batang tanaman, termasuk daunnya. Tanaman
kedelai dapat dipanen saat tanaman berumur 75-110 HST, tergantung
varietas dan kondisi ketinggian tempat budidaya, sedangkan kedelai
edamame dapat dipanen saat tanaman berumur 70-90 HST tempat
(Balitkabi, 2008).

2.4 Hama Utama Tanaman Edamame


Kerusakan tanaman akibat serangan hama dapat menurunkan
produktivitas, resiko gagal panen, atau penurunan kualitas panen. Maka dari
itu, pengunaan pestisida untuk pengendalian hama harus diupayakan untuk
tidak ada residu pestisida pada hasil panen. Hal tersebut merupakan syarat
ambang batas residu yang ditetapkan untuk kedelai edamame sebagai
komoditas ekspor (Tohir, 2010). Bagi petani, pengunaan insektisida untuk
pengendalian hama merupakan cara yang paling gampang dan bahannya
mudah untuk didapatkan. Namun kenyataannya, masalah serangan hama
hampir tidak dapat diselesaikan secara tuntas dengan menggunakan
insektisida. Penyebabnya antara lain adalah lemahnya kemampuan dalam
mengidentifikasi jenis, stadia hama, dan gejala serangannya (Meithasari et
al., 2014).

14
Jenis hama utama yang banyak menyerang tanaman kedelai di
Indonesia teridentifikasi lebih dari 100 jenis hama potensial (Pujihastuti, R.,
2018). Tercatat ada 4 jenis hama utama yang dapat menyebabkan kerusakan
dan kerugian pada tanaman kedelai edamame. Beberapa jenis hama utama
tersebut terbagi mulai dari awal tanam hingga masa panen, antara lain lalat
bibit (Ophiomy paseoli), Lamprosema indicata, Riptortus linearis, dan
Atractomorpha crenulata (Marwoto, 2017). Diantara ke empat hama
tersebut, hama yang menyebabkan kerugian sangat besar pada tanaman
kedelai yaitu hama pemakan daun dan hama penghisap polong.

2.5 Tanah Alluvial


Tanah Aluvial merupakan tanah endapan, dibentuk dari lumpur dan
pasir halus yang mengalami erosi tanah. Banyak terdapat di dataran rendah,
di sekitar muara sungai, rawa-rawa, lembah-lembah, maupun di kanan kiri
aliran sungai besar. Tanah ini banyak mengandung pasir dan liat, tidak
banyak mengandung unsur-unsur zat hara. Ciri-cirinya berwarna kelabu
dengan struktur yang sedikit lepas-lepas dan peka terhadap erosi. Kadar
kesuburannya sedang hingga tinggi tergantung bagian induk dan iklim. Sifat
dari tanah Alluvial ini kebanyakan diturunkan dari bahan-bahan yang
diangkut dan diendapkan.

2.6 Sekam Padi


Sekam padi merupakan lapisan keras yang meliputi kariopsis yang
terdiri dari dua belahan yang disebut lemma dan palea yang saling
bertautan. Pada proses penggilingan beras sekam akan terpisah dari butir
beras dan menjadi bahan sisa atau limbah penggilingan. Sekam
dikategorikan sebagai biomassa yang dapat digunakan untuk berbagai
kebutuhan seperti bahan baku industri, pakan ternak dan energi atau bahan
bakar.

Dari proses penggilingan padi biasanya diperoleh sekam sekitar 20-

15
30%, dedak antara 8-12% dan beras giling antara 50-63,5% data bobot awal
gabah. Sekam dengan persentase yang tinggi tersebut dapat menimbulkan
problem lingkungan.

Sekam padi dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan yaitu :

a) sebagai bahan baku pada industri kimia, terutama kandungan zat

kimia furfural yang dapat digunakan sebagai bahan baku dalam

berbagai industri kimia.

b) sebagai bahan baku pada industri bahan bangunan, terutama

kandungan silika (SiO ) yang dapat digunakan untuk campuran

pada pembuatan semen portland, bahan isolasi, husk-board dan

campuran pada industry bata merah.

c) sebagai sumber energi panas pada berbagai keperluan manusia,

kadar selulosa yang cukup tinggi dapat memberikan pembakaran

yang merata dan stabil.

Sekam memiliki kerapatan jenis (bulk densil) 125 kg/ , dengan


nilai kalor 1 kg sekam sebesar 3300 kalori. Kalori menurut Houston (1972)
sekam memiliki bulk density 0,100 g/ml, nilai kalori antara 3300 – 3600 k.
Kalori/kg sekam dengan konduktivitas panas 0,271 BTU. Melihat potensi
sekam yang begitu besar sebagai sumber energi penggunaan sekam padi
sebagai bahan bakar alternatif pada rumah tangga, sebagai pengganti energi
kayu atau bahan bakar minyak, sangat memungkinkan.

Untuk lebih memudahkan diversifikasi penggunaan sekam, maka


sekam perlu dipadatkan menjadi bentuk yang lebih sederhana, praktis dan
tidak voluminous. Bentuk tersebut adalah arang sekam maupun briket arang
sekam. Briket arang sekam padi dapat dengan mudah untuk dimanfaatkan
sebagai bahan bakar yang tidak berasap dengan nilai kalori yang cukup

16
tinggi. Briket arang sekam padi mempunyai manfaat yang lebih luas lagi
yaitu disamping sebagai bahan bakar yang ramah lingkungan, sebagai
media tumbuh tanaman hortikultura khususnya tanaman bunga.

Ditinjau data komposisi kimiawi, sekam padi mengandung beberapa


unsur penting seperti dapat dilihat pada tabel 2.1 dengan komposisi
kandungan kimia menurut Suharno (1979) dan menurut DTC-IPB seperti
berikut ini :

Tabel 2.1 Komposisi kimiawi sekam padi

Komponen Persentase kandungan (%)

A. Menurut Suharno (1979)


1. Kadar air 9,02

2. Protein kasar 3,03

3. Lemak 1,18

4. Serat kasar 35,68

5. Abu 17,71

6. Karbohidrat kasar 33,71

B. Menurut DTC-IPB
1. Karbon (zat arang) 1,33

2. Hidrogen 1,54

3. Oksigen 33,64

17
4. Silika 16,98

Pembuatan arang sekam padi dimaksudkan untuk memperbaiki sifat


fisik sekam agar lebih mudah ditangani dan dimanfaatkan lebih lanjut. Salah
satu kelemahan sekam bila digunakan langsung sebagai sumber energi
panas adalah menimbulkan asap pada saat dibakar. Hal ini mengakibatkan
bahan yang dikeringkan berbau, asap dan warna bahan berubah sehingga
menurunkan kualitas bahan di samping menimbulkan polusi udara.

2.7 Pupuk Kandang Ayam


Pupuk kandang adalah pupuk yang berasal dari kotoran hewan ternak,
seperti sapi, kuda, kambing, ayam, dan domba yang mempunyai fungsi,
antara lain menambah unsur hara tanaman, menambah kandungan humus
dan bahan organik tanah, memperbaiki struktur tanah serta memperbaiki
jasad renik tanah (Sutedjo, 2010). Pupuk kandang terdiri atas campuran
kotoran padat, air kencing, dan sisa makanan (tanaman).

Pupuk kandang memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan


pupuk anorganik, yaitu dapat memperbaiki struktur tanah, menambah unsur
hara, menambah kandungan humus dan bahan organik, memperbaiki
kehidupan jasad renik yang hidup dalam tanah (Samadi dan Cahyono,
2005).

Kotoran ayam memiliki keunggulan karena mempunyai kandungan


unsur hara dan bahan organik yang lebih tinggi. Kotoran ayam
dibandingkan dengan pupuk kandang yang lain, mempunyai kandungan
unsur hara yang lebih tinggi terutama unsur N, P dan bahan organik
(Gunawan, 1998 dalam Firdaus, 2011). Disamping itu, ketersediaan kotoran
ayam yang sangat banyak dikarenakan pesatnya perkembangan peternakan
di sektor perunggasan, terutama ayam pedaging dan ayam petelur, karena
itu kotoran ayam sangat cocok untuk diolah menjadi pupuk kompos

18
organik.

Kotoran ayam merupakan salah satu limbah yang dihasilkan baik


ayam petelur maupun ayam pedaging yang memiliki potensi yang besar
sebagai pupuk organik. Komposisi kotoran sangat bervariasi tergantung
pada sifat fisiologis ayam, ransum yang dimakan, lingkungan kandang
termasuk suhu dan kelembaban. Kotoran ayam merupakan salah satu bahan
organik yang berpengaruh terhadap sifat fisik, kimia dan pertumbuhan
tanaman. Kotoran ayam mempunyai kadar unsur hara dan bahan organik
yang tinggi serta kadar air yang rendah. Setiap ekor ayam kurang lebih
menghasilkan ekskreta (feses) per hari sebesar 6,6% dari bobot hidup
(Taiganides, 2000 dalam Langi, 2017).

Menurut Subroto (2009), bahwa pemberian pupuk kotoran ayam dapat


memperbaiki struktur tanah yang sangat kekurangan unsur organik serta
dapat memperkuat akar tanaman jagung manis. Itulah sebabnya pemberian
pupuk organik ke dalam tanah sangat diperlukan agar tanaman yang tumbuh
di tanah itu dapat tumbuh dengan baik. Dari kenyataan yang ada bahwa
banyak masyarakat yang berpendapat khususnya petani bahwa kotoran
ayam sangat baik jika diberikan pada tanaman jagung manis namun harus
menggunakan dosis dan tata cara tertentu. Menurut banyak orang, selain
manfaatnya yang besar kotoran ayam sangat mudah diperoleh karena tidak
sebanyak orang yang memelihara sapi ataupun kambing yang kotoranya
sama-sama dijadikan pupuk organik.

Tanaman sayuran seperti kangkung, pada umumnya akan tumbuh baik


pada tanah dengan kandungan bahan organik (humus) yang tinggi, tidak
tergenang, memiliki aerasi dan drainase yang baik.

19
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian


Penelitian dilaksanakan di lahan penelitian Fakultas Pertanian
Untan dengan lama waktu penelitian Kurang lebih 3 bulan.

3.2 Bahan dan Alat


Bahan yang digunakan adalah benih tanaman kedelai varietas
Edamame, pupuk kotoran ayam, arang sekam, dolomit, Furadan 3G,
Dithane M-45, Decis 2,5 EC, dan inokulan Rhizobium. Alat yang
digunakan adalah cangkul, parang, sprayer, cheratester, timbangan
analitik, meteran, alat tulis, dan alat dokumentasi.

3.3 Rancangan Percobaan


Penelitian menggunakan percobaan faktorial 4x3 yang disusun
dalam Rancangan Acak Kelompok dengan tiga kali ulangan. Faktor 1
adalah dosis pupuk kotoran ayam (A) yang terdiri atas 4 taraf, yaitu:
a0 = 0 Mg ha-1 (0 kg per-petak)
a1 = 10 Mg ha-1 (2 kg per-petak)
a2 = 20 Mg ha-1 (4 kg per-petak)
a3 = 30 Mg ha-1 (6 kg per-petak)
Faktor 2 adalah dosis arang sekam (S) yang terdiri atas 3 taraf, yaitu:
s1 = 2,5 Mg ha-1 (0,5 kg per-petak)
s2 = 5,0 Mg ha-1 (1,0 kg per-petak)
s3 = 7,5 Mg ha-1 (1,5 kg per-petak)

20
3.4 Prosedur Penelitian
Persiapan Lahan
Lahan dibersihkan dari gulma dan dicangkul hingga gembur.
Kemudian dibuat kelompok sebagai ulangan sebanyak 3 kelompok dengan
jarak antar kelompok 1 m. Tiap kelompok terdiri atas 12 petak dengan
ukuran tiap petak 2 m x 1 m, jarak antar petak 0,5 m. Sebelum dilakukan
penanaman, tanah dicangkul kembali dengan tujuan agar tanah tetap
gembur. Selanjutnya, dilakukan pengapuran dengan dosis 1 kg per-petak
(5 Mg ha-1) dan penyebaran pupuk N dengan dosis 18 g per-petak (90 kg
ha-1) sebagai pupuk dasar.
Inokulasi Benih
Benih kedelai varietas Edamame yang telah diseleksi diinokulasi
terlebih dulu dengan inokulan Rhizobium. Benih kedelai dicampurkan
dengan tanah bekas yang telah ditanami oleh tanaman kedelai sebelumnya
dengan perbandingan 100 g tanah per 1 kg benih kedelai.

Perlakuan Pemupukan
Pemupukan kotoran ayam dan arang sekam dilakukan 10 hari
sebelum tanam dengan cara dicampurkan terlebih dulu sesuai dosis pada
masing-masing perlakuan hingga tercampur rata. Kemudian campuran
pupuk dan arang sekam ditaburkan secara merata pada permukaan tanah
petakan-petakan. Selanjutnya tanah dibalik-balik hingga rata.
Penanaman
Sebelum penanaman dilakukan, benih terlebih dulu direndam
dalam air untuk memperoleh benih yang baik dan bernas. Lubang tanam
dibuat dengan cara ditugal sedalam ± 3 cm dari permukaan tanah. Benih
ditanam sebanyak 2 butir per lubang tanam dan ditutup dengan tanah tipis-
tipis. Jarak tanam yang digunakan adalah 40 cm x 20 cm.
Pemeliharaan
a. Penyiraman
Penyiraman dilakukan dua kali sehari, yaitu pada pagi dan sore hari.
Jika hujan turun, maka tidak dilakukan penyiraman, atau disesuaikan

21
dengan kondisi lahan.
b. Penyulaman
Penyulaman dilakukan 1 minggu setelah tanam jika ada benih yang tidak
tumbuh.
c. Penyiangan dan Penggemburan
Penyiangan dilakukan dengan membersihkan gulma yang tumbuh di
petakan-petakan tanaman kedelai. Penyiangan awal dilakukan pada umur
2 minggu setelah tanam sekaligus dilakukan penggemburan. Penyiangan
selanjutnya dilakukan pada saat 6 minggu setelah tanam atau selesai masa
berbunga agar bunga kedelai tidak terganggu kegiatan penyiangan dan
penggemburan dan tidak rontok.
d. Penjarangan
Penjarangan dilakukan pada saat kedelai berumur 2 minggu setelah
tanam, dengan meninggalkan satu tanaman yang sehat per lubang.
Penjarangan dilakukan dengan menggunakan gunting.
e. Pengendalian hama dan penyakit
Pengendalian nematoda dalam tanah dilakukan dengan menggunakan
furadan 3G dengan dosis 2 g per-tanaman yang diberikan bersamaan saat
tanam. Pengendalian penyakit bercak daun menggunakan Dhitane M-45
dengan konsentrasi 2 g L-1 air. Pengendalian terhadap hama menggunakan
Decis 2,5 EC dengan konsentrasi 1 mL-1 air. Pengendalian dilakukan
secara preventif dimulai saat tanaman berumur 7 hari setelah tanam
dengan interval 1 minggu sekali dan dihentikan 2 minggu sebelum panen.
Pemanenan
Pemanenan dilakukan ketika polong telah mencapai masak fisiologi
yang dicirikan sebanyak 95% polong sudah kering, daun mulai menguning,
dan polong sudah terisi penuh.

22
3.5 Pengamatan Parameter
1. Tinggi tanaman (cm)
Tinggi tanaman diukur pada saat tanaman berumur 45 hari setelah tanam
(HST). Pengukuran dilakukan dari pangkal batang bawah di atas permukaan
tanah yang telah diberi penanda sampai pada titik tumbuh tanaman kedelai
sampel.
2. Jumlah cabang per-tanaman (buah)
Jumlah cabang per-tanaman dihitung saat panen pada tanaman sampel yang
telah ditentukan (3 tanaman) cabang yang dihitung adalah cabang primer.
3. Umur Tanaman Saat Berbunga (HST)
Umur tanaman saat berbunga dihitung jika 80% dari populasi tanaman dalam
petak telah mekar bunganya.
4. Umur tanaman saat panen (HST)
Umur tanaman saat panen dihitung jika semua tanaman dalam petak
penelitian telah menunjukkan ciri-ciri panen.
5. Jumlah polong per-tanaman (polong)
Jumlah polong per-tanaman dihitung pada saat panen dari tanaman sampel.
6. Persentase polong isi per tanaman (%)
Polong isi per-tanaman dihitung dengan mengurangi jumlah semua polong
yang terbentuk dengan polong hampa. Kemudian dihitung persentasenya
sebagai berikut.
Jumlah polong isi = jumlah
polong total – jumlah
polong hampa Polong isi

(%) = x
100%.
7. Berat kering polong isi per-tanaman (g)
Berat kering polong isi per-tanaman dihitung dengan menimbang semua
polong isi tanaman sampel yang telah dikeringkan di bawah sinar matahari
sampai kulit polong pecah.

23
8. Berat kering biji per-petak (kg)
Berat kering biji per-petak hasil diperoleh dengan menimbang semua biji
yang terbentuk dari petak hasil yang telah dikeringkan di bawah sinar
matahari hingga kadar air mencapai 12%.
9. Berat kering 100 biji (g)
Berat kering 100 biji kedelai dilakukan dengan cara menimbang biji
kering dari tanaman sampel yang telah dikeringkan di bawah sinar
matahari hingga mencapai kadar air 12 %.

10. Hasil biji kering per-hektar (kw ha-1)


Hasil biji kering per-hektar diperoleh dengan cara mengonversikan berat biji
kering per-petak menjadi berat biji kering per-hektar.
Hasil biji kering (kw ha-1)

Keterangan: Luas petak hasil = 120


cm x 60 cm (9 tanaman).

3.6 Analisis Data


Data penelitian dianalisis dengan menggunakan sidik ragam dan
jika terdapat pengaruh yang nyata, maka untuk membandingkan dua rata-
rata perlakuan dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada
taraf 5%, serta uji Orthogonal Polinomial untuk parameter hasil biji kering
kedelai per-hektar.

24
DAFTAR PUSTAKA

Agbede, T. M., Ojeniyi, S. O., Awodun, M. A., Giwa, R., Owo, P., State, O., &
Management, P. (2008). Effect of tillage method on growth, grain yield
and nutrient content of sorghum. International Journal of Sustainable
Crop Production, 3(August), 35–39.
Amrullah, A., Sopandie, D., Sugianta, S., & Junaedi, A. (2014). Peningkatan
Produktivitas Tanaman Padi (Oryza sativa L.) melalui Pemberian Nano
Silika Increased Productivity of Rice Plants (Oryza sativa L.) through The
Application of Nano Silica. JURNAL PANGAN.
Dutta, M. J. (2017). Innovation, Technology, and Development. 57–81.
https://doi.org/10.1007/978-981-10-3051-2_3
Handayani, T. (2006). PEMBIBITAN SECARA STEK-MINI TANAMAN
MELATI [Jasminum sambac (L.) Aiton]. Sains Dan Teknologi Indonesia,
8, 21–26.
Hasanah, U. (2009). Respon Tanaman Tomat (lycopersicum esculentum Mill)
Pada awal Pertumbuhan Terhadap Keragaman ukuran Agregat Entisol.
Jurnal Agroland, 16(2), 103–109.
Ismayasari, A. A., Wahyuningsih, & Paramita, O. (2014). Studi Eksperimen
Pembuatan Enting-Enting Dengan Bahan Dasar Kedelai Sebagai Bahan
Pengganti Kacang Tanah. Food Science and Culinary Education Journal,
1(1), 56–64.
Mahfudz, M., Isnaini, I., & Moko, H. (2006). Pengaruh Zat Pengatur Tumbuh
Dan Media Tanam Terhadap Pertumbuhan Stek Pucuk Merbau. Jurnal
Penelitian Hutan Tanaman, 3(1), 25–34.
https://doi.org/10.20886/jpht.2006.3.1.25-34
Marlina, N., Aminah, R. I. S., Rosmiah, & Setel, R. L. (2015). Aplikasi Pupuk
Kandang Kotoran Ayam pada Tanaman Kacang Tanah (Arachis Hypogeae
L.). Biosaintifika: Journal of Biology & Biology Education, 7(2), 136–
141. https://doi.org/10.15294/biosaintifika.v7i2.3957
Meitasari, A. D., & Wicaksono, K. P. (2017). Inokulasi rhizobium dan
perimbangan nitrogen pada tanaman kedelai ( Glycine max ( l ) merrill )
varietas Wilis inoculation of rhizobium and nitrogen equalization on
soybean ( Glycine max ( L ) Merrill ) varieties Wilis. PLANTROPICA
Journal of Agricultural Science, 2(1), 55–63.
Nenobesia, D., Mellab, W., & A, P. S. (2017). Pemanfaatan Limbah Padat
Kompos Kotoran Ternak dalam Meningkatkan Daya Dukung Lingkungan
dan Biomassa Tanaman Kacang Hijau (Vigna radiata L.). Jurnal Pangan.
Nurul, mas’ud waqiah. (2013). Budidaya padi sawah bukaan baru. In Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian pertanian (Vol. 53,
Issue 9).
Pardal, S. J. (2016). Evaluasi Galur Kedelai Transgenik Toleran Aluminium
pada Fasilitas Uji Terbatas Evaluation for Tolerance of Transgenic
Soybean Lines to. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan, 35(2), 155–
162.

25
Rahmianna, A. A., Pratiwi, H., & Harnowo, D. (2015). Budidaya Kacang
Tanah. Monograf Balitkabi, 13, 134–169. Salam, A. K. (2020). Ilmu Tanah. In
Akademika Pressindo.
Suyamto, S., Taufiq, A., & Marwoto, M. (2012). Potensi Pengembangan
Tanaman Kedelai di Perkebunan Kelapa Sawit. Jurnal Penelitian Dan
Pengembangan Pertanian, 31(4), 30922.
Timur, B. P. S. K. (2019). Statistik Sayur-Sayuran dan Buah-Buahan Provinsi
Kalimantan Timur 2019 1 (1st ed., Issues 1–19). Badan Pusat Statistik
Provinsi Kalimantan Timur.
Widiyaningrum, P., & Lisdiana. (2015). EFEKTIVITAS PROSES
PENGOMPOSAN SAMPAH DAUN DENGAN TIGA SUMBER
AKTIVATOR
BERBEDA Priyantini Widiyaningrum dan Lisdiana. Rekayasa, 13 (2)(19),
107–113.

26

Anda mungkin juga menyukai