Oleh
Francis Amadeo Junianto
185100507111001
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2021
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya yang
memberi kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan praktek kerja lapang dalam masa
pandemi ini dan dapat menyelesaikan proposal penelitian yang berjudul “Meningkatkan
Pertumbuhan Tanaman Jati (Tectona grandis) Secara In Vitro dengan Menambahkan Kombinasi
Hormon Pertumbuhan IAA (indole-3-acetic acid) dan BAP (benzylaminopurine) di Southeast
Asian Regional Centre for Tropical Biology (SEAMEO BIOTROP)” dalam tepat waktu.
Walaupun tujuan utama dari penulisan proposal penelitian ini adalah sebagai salah satu
syarat kelulusan agar penulis mendapat gelar sarjana Bioteknologi, namun dalam proses
pembuatan proposal ini serta pelaksanaan magang nantinya yang akan diakhiri dengan
pembuatan laporan, penulis dapat memperluas kemampuannya dalam aspek penulisan literatur
sekaligus persiapan untuk menghadapi tugas akhir, mempelajari lebih dalam terkait hal yang
dipelajari selama perkuliahan, dan mendapat pengalaman kerja di lapangan secara langsung
yang nantinya akan bermanfaat untuk prospek kedepannya. Penulis
hendak menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan,
arahan, dan persetujuan sehingga pembuatan proposal penelitian ini dapat terwujudkan. Ucapan
terima kasih ditujukan kepada:
1. Kedua orang tua dan keluarga yang telah memberi doa, dukungan, dan motivasi
2. Ibu Freini Dessy Effendy, S.TP,MP, selaku dosen pembimbing praktek kerja lapang
yang telah memberi bimbingan dalam penulisan proposal praktek kerja lapang
3. Southeast Asian Regional Centre for Tropical Biology sebagai mitra yang menyediakan
sarana dalam melaksanakan kegiatan praktek kerja lapang
4. Dr. Widya Dwi Rukmi Putri, STP, MP, selaku ketua Jurusan Teknologi Hasil Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya
5. Rekan-rekan yang telah memberi bantuan dan arahan dalam proses penyusunan
proposal praktek kerja lapang
Penulis menyadari bahwa proposal penelitian ini masih memiliki banyak kekurangan yang
disebabkan oleh keterbatasan kemampuan dalam penulisan dan pengetahuan dari penulis. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan pemberian kritik dan saran yang konstruktif dari para pembaca
untuk memperbaiki sebagian besar kesalahan pada proposal ini dan menyempurnakan
penyusunan laporan hasil nantinya.
LEMBAR PERSETUJUAN................................................................................................................ i
KATA PENGANTAR.......................................................................................................................... ii
DAFTAR ISI....................................................................................................................................... iii
BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang............................................................................................................................ 1
1.2 Tujuan Praktek Kerja Lapang...................................................................................................... 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................................... 3
2.1 Pohon Jati.................................................................................................................................... 3
2.2 In-Vitro.......................................................................................................................................... 4
2.3 Media Perumbuhan...................................................................................................................... 5
2.4 Hormon IAA.................................................................................................................................. 5
2.5 Hormon BAP................................................................................................................................ 5
BAB 3 METODE PENELITIAN.......................................................................................................... 7
3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan................................................................................................. 7
3.2 Metode Pelaksanaan.................................................................................................................... 7
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
2
TINJAUAN PUSTAKA
atau dataran rendah, pohon jati dapat tetap tumbuh, namun ketinggian yang optimal terletak di
ketinggian antara 0 - 700 m dpl. Kondisi tanah yang sesuai untuk pertumbuhan jati harus dalam
kondisi agak basa dengan pH 6-8 dan tidak dibanjiri oleh air, walaupun jati dapat tumbuh pada
pH 4,5-7. Selain itu tanah tempat ditumbuhkannya pohon jati harus memiliki kandungan fosfor
dan kalsium yang tinggi, karena jati merupakan salah satu jenis tanaman yang membutuhkan
jumlah kalsium (Ca) dan fosfor (P) yang besar sebagai nutrisi pertumbuhannya (Suroso, 2018).
Jati yang tidak ternutrisi dengan baik tidak akan tumbuh lama dan hanya dapat bertahan sekitar
3 tahun. Dari hasil penelitian Pudjiono (2014), abu dari pohon jati memiliki kandungan kalsium
31% dan fosfor 29% yang tergolong cukup tinggi.
3
2.2. Pertumbuhan in vitro
In-vitro merupakan istilah yang diartikan sebagai prosedur biologis yang dilakukan
diluar organisme dengan menciptakan suasana dan kondisi yang hampir mirip dengan prosedur
secara in-vivo (prosedur biologis yang terjadi dalam organisme asalnya), seolah-olah peristiwa
yang terjadi di luar organisme menyerupai peristiwa yang terjadi di dalam organisme. In vitro
sendiri berasal dari bahasa latin yang artinya kaca, istilah tersebut digunakan dikarenakan segala
teknik yang meliputi kultivasi jaringan diluar organisme asalnya dilakukan dalam sebuah wadah
yang berbahan kaca seperti gelas beker, tabung reaksi dan cawan petri (Badger-Emeka, 2013).
Kultur jaringan tumbuhan mengarah pada kultivasi in-vitro pada setiap bagian atau
organ dari tumbuhan seperti biji tanaman, organ, eksplan, sel, dan jaringan secara aseptis. Salah
satu aspek penting dalam kultur jaringan adalah untuk menjaga dan mengkontrol suhu, sirkulasi
udara, kualitas cahaya, durasi selama berlangsungnya proses inkubasi eksplan, dan penentuan
senyawa organik dan inorganik pada media pertumbuhan agar eksplan dapat tumbuh dengan
optimal (Bhatia et al., 2015). Awal konsep kultur jaringan tumbuhan ditemukan oleh Haberlandt
pada tahun 1902 melalui teori totepotensi yang menyatakan bahwa sel-sel dapat dikultivasikan
dalam media sintetis atau media buatan, dengan memanipulasi media pertumbuhannya tersebut
maka sel tunggal yang dikultivasi dapat mengalami perkembangan selayaknya tumbuhan asli
hingga membentuk tumbuhan sepenuhnya. Tahap-tahap pelaksanaan kultur jaringan tanaman
secara garis besar meliputi proses pembuatan media, inisiasi atau pengambilan eksplan,
penanaman, penumbuhan, dan aklimatisasi (Kharjadi, 2008).
4
2.4. Hormon IAA
Auksin merupakan salah satu zat pengatur tumbuh yang umum digunakan dalam kultur
jaringan tumbuhan, dan biasanya dikombinasikan dengan sitokinin untuk meningkatkan
pertumbuhan kalus, suspensi sel dan organ, dan mengatur arah morfogenesis (George et al.,
2008). Secara kimiawi auksin merupakan senyawa dengan cincin aromatik dan gugus asam
karboksilat (Taiz dan Zeiger, 2003). Peran auksin secara fisiologis dalam tumbuhan adalah
mengatur pembelahan sel, pemanjangan dan diferensiasi, perkembangan embrio, tropisme akar
dan batang melalui fototropisme dan geotropisme, dominasi apikal, dan transisi ke pembungaan
(Balzan et al., 2014). Beberapa jenis auksin yang sering digunakan dalam kultur jaringan
diantaranya adalah IAA (indole-3-acetic acid), IBA (Indole-3-butyric acid), NAA (Naphthaline
acetic acid), dan 2,4-Dichlorophenoxyacetic acid (2,4-D) (Sathyanarayana & Varghese, 2007).
Fungsi utama auksin adalah pemanjangan batang tumbuhan (Dilworth, 2017) dengan
mempromosikan pertumbuhan sel dengan mengatur ekstensibilitas dinding sel tumbuhan.
Mekanisme auksin dalam pelebaran dinding sel yaitu dengan menstimulasi aktivitas pompa
membran H+ -ATPase yang dapat menyebarkan proton H+ di sekitar matriks dinding sel sehingga
kondisi menjadi asam (sekitar pH 4,5-6). Pengasaman dinding sel akan mengaktivasi beberapa
protein dan enzim pelonggaran dinding sel seperti selulase yang berperan dalam pemutusan atau
pelonggaran ikatan polisakarida antara matriks dinding yang berbeda dan enzim XTH yang
berperan dalam memodifikasi dinding sel yang membentuk kerangka xiloglukan-selolusa untuk
meregulasi tingkat ekspansi dan daya tahan pada sel (Majda & Robert, 2018).
IAA atau indole inolic acid merupakan zat pengatur tumbuh jenis auksin yang pertama
kali ditemukan dan merupakan fitohormon kelas auksin yang paling umum digunakan dan
dipelajari (Paque & Weijers, 2016). IAA merupakan hormon alami yang dapat disintesis oleh
tumbuhan dan beberapa jenis mikroba lainnya (Fu et al., 2015). Hormon IAA tergolong sangat
ampuh dalam aspek pertumbuhan dan perkembangan yang meliputi ekspansi sel, pembelahan
sel, dan differensiasi sel (Paque dan Weijers, 2016). Meskipun digunakan dalam kultur jaringan,
IAA cenderung mudah terdegradasi karena mudah teroksidasi dan termetabolisme dalam
jaringan tumbuhan. Untuk mencegah terjadinya degradasi hormon auksin pada jaringan
tumbuhan biasanya auksin alami digantikan dengan auksin sintetis seperti NAA (George et al.,
2008) yang lebih stabil, tidak mudah teroksidasi dan memiliki fungsi yang hampir sama seperti
IAA (Xing et al, 2016). Namun sifat terdegradasi pada IAA sangat berguna dalam aspek tertentu,
ketika menurunnya konsentrasi IAA pada jaringan tumbuhan, maka IAA akan mencapai
konsentrasi tertentu yang cukup optimal untuk menghasilkan tunas atau organ lainnya (George
et al., 2008). Salah satu kelebihan IAA dibanding NAA adalah dapat mempenetrasi gugus kepala
polar fosfolipid membran sel lebih baik dikarenakan ukuran cincin naftalena yang lebih kecil
(Flasinski dan Hac-Wydro, 2014).
5
2.5. Hormon BAP
Sitokinin merupakan salah satu dari beberapa hormon tumbuhan yang berperan dalam
pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan. Secara kimia, sitokinin adalah senyawa kelompok
adenin dengan isoprene, isoprene termodofikasi, atau rantai samping aromatik yang terlekat pada
gugus amino N6 (Wong et al., 2015). Hormon tersebut memiliki peran yang hampir meliputi
seluruh aspek pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan diantaranya meliputi pembelahan sel,
inisiasi dan perkembangan tunas, penuaan daun, dan perkembangan fotomorfogenik (Kieber,
2002). Sitokinin sering diaplikasikan sebagai zat pengatur pertumbuhan pada aplikasi kultur
jaringan tumbuhan (Karjadi dan Buchory, 2008), beberapa jenis sitokinin yang sering digunakan
diantaranya adalah BAP (benzyl amino purine), 2-ip (6-β-β-dimethylaminopurine), kinetin, dan
zeatin (Sathyanarayana dan Varghese, 2007).
Secara level seluler, terdapat beberapa mekanisme sitokinin dalam meregulasi
pertumbuhan dan mengaktivasi pembelahan sel pada tanaman. Pertama, sitokinin meregulasi
transisi fase G1/S (Pertumbuhan/Replikasi DNA) dan transisi fase G2/M (Pertumbuhan dan
Preparasi/Mitosis) selama siklus pembelahan sel. Pada saat fase G1, sitokinin melakukan
upregulasi d-type cyclin sehingga terjadi akumulasi d-type cyclin yang akan meningkatkan
aktivitas enzim cyclin-dependent protein kinase (CDK) dalam pelepasan faktor transkripsi untuk
replikasi DNA, yang kemudian akan meningkatkan transisi fase G1/S (Zhang et al., 2005). Saat
transisi dari fase G2 ke mitosis, sitokinin melakukan fosforegulasi enzim CDK (Wong et al., 2015),
dimana terjadi pelepasan inhibitor gugus fosfat pada CDK di bagian tirosin yang distimulasikan
oleh sitokinin, sehingga enzim CDK dapat teraktivasi dan masuk ke dalam fase mitosis dengan
cepat (Zhang et al ., 1995). Kedua, sitokinin juga mempengaruhi ekspresi gen Knotted Like
Homeobox (KNOX) yang mengkode protein berupa faktor trankripsi yang diperlukan dalam
pemeliharaan meristem agar sel-selnya selalu bersifat meristematic (Indiani, 2014).
Hormon BAP atau 6-benzylaminopurine merupkan salah satu zat pengatur tumbuh
sintetis golongan sitokinin. Hormon tesebut sangat sering digunakan karena bersifat stabil dan
tahan terhadap oksidasi karena memiliki ikatan rangkap jenuh, paling efektif untuk merangsang
pembentukan tunas (Maninggolang et al., 2018), dan efektif untuk pembentukan kalus, tunas
serta daun pada kultur eksplan (Rustam et al., 2020). Bila dibandingkan dengan sitokinin lainnya
BAP juga memiliki harga yang paling murah (Maninggolang et al., 2018).
Beberapa penelitian telah menunjukan efektivitas BAP dalam pembentukan tunas.
Penelitian dari Wahyuni (2014) menunjukan bahwa dengan konsentrasi BAP optimal sebanyak
0,4 mg/l dapat menginduksi pertumbuhan tunas di minggu ke tiga sebanyak 3 tunas dengan
presentase pertumbuhan tunas 33,33%. Penelitian lain dari Isda (2016) juga menunjukan bahwa
keberadaan hormon BAP akan sangat mempengaruh pertumbuhan tunas, pemberian 3 mg/l
BAP pada eksplan menghasilkan pertumbuhan tunas dengan presentase 83,33% dengan waktu
pertumbuhan tunas yang lebih cepat dibandingkan eksplan tanpa adanya pemberian BAP,
namun BAP yang dikombinasikan dengan senyawa lainnya akan meningkatkan efektifitas dalam
pertumbuhan tunas.
6
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3. Dokumentasi
Metode ini dilaksanakan dengan mengumpulkan berbagai bukti dari kegiatan kerja
lapang yang dapat berupa gambar dari kegiatan tersebut, dan data-data dari hasil
penelitian.
4. Studi Pustaka
Metode ini dilakukan melalui pencarian dan pengumpulan dokumen-dokumen
terkait dengan objek penelitian berupa jurnal, buku, literasi, laporan penelitian lainnya,
dan sumber-sumber resmi lainnya yang informasinya akan dinterpretasikan dalam
laporan hasil. Literatur yang diambil bertujuan untuk mendukung data-data hasil penelitian
dan teori yang diterapkan saat kegiatan kerja lapang dilaksanakan (Prasetyo, 2009).
7
5. Pelaksanaan Kegiatan Magang
8
Daftar Pustaka
Azizi, A. A., Ika, R., Darda, E. (2017). Multiplikasi Tunas In Vitro Berdasarkan Jenis Eksplan
pada Enam Genotipe Tebu (Saccharum officinarum L.) Jurnal Penelitian Tanaman Industri,
23(2), 90-97.
Badger-Emeka, L. (2013). In-vitro Fertilisation. Ogbonna, J. C., Ubi, B. E., & Enweani, I. B. (ed).
Fundamentals, Industrial and Medical Biotechnology. Universal Academic Services.
Beijing.
Balzan, S., Johal, G. S., & Carraro, N. (2014). The role of auxin transporters in monocots
development. Frontiers in Plant Science, 5(393), 1–12.
https://doi.org/10.3389/fpls.2014.00393
Bhatia, S., Dahiya, R., Sharma, K., & Bera, T. (2015). Modern Applications of Plants
Biotechnology in Pharmeautical Sciences. Elsevier. London.
Bustami, M. U. (2011). Penggunaan 2,4-D untuk induksi kalus kacang tanah. Media Litbang
Sulteng, 4(2), 137–141.
Dilworth, L. L., Riley, C. K., & Stennet, D. K. (2017). Plant Constituents: Carbohydrates, Oils,
Resins, Balsams, and Plant Hormones. Dalam Ruplika Delgoda (ed). Pharmacognosy:
Fundamentals, Applications, and Strategies. Elsevier. London.
Flanski, M & Hac-Wydro, K. (2014). Natural vs Synthetic Auxin: Studies on The Interaction
Between Biological Plant Hormones and Membrane Lipids. Environmental Research, 133:
123-134.
Fu, S. F., Wei, J. Y., Chen, H. W., Liu, Y. Y., Lu, H. Y., & Chou, J. Y. (2015). Indole-3-acetic
acid: A widespread physiological code in interactions of fungi with other organisms. Plant
Signaling & Behavior, 10(8), e1048052
George, E. F., Hall, M. A., & Klerk, G. J. De. (2008). Plant propagation by tissue culture 3rd
edition. In Plant Propagation by Tissue Culture 3rd Edition (Vol. 1, Issue July).
https://doi.org/10.1007/978-1-4020-5005-3
Ikeuchi, M., Sugimoto, K., & Iwase, A. (2013). Plant callus: Mechanisms of induction and
repression. Plant Cell, 25(9), 3159–3173. https://doi.org/10.1105/tpc.113.116053
Indriani, B. S. (2014). Efektifitas Substitusi Sitokinin dengan Air Kelapa pada Medium
Multiplikasi Tunas Krisan (Chrysanthemum indicum L.) Secara In-Vitro. Skripsi. Jurusan
Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Semarang.
Integrated Taxonomic Information System (ITIS). (2021). Tectona grandis L. f.
Taxonomic Serial No. 32247. https://www.itis.gov. Diakses pada tanggal 15 September
2021.
Isda, M. N., Fatonah, S., & Sari, L. N., (2016). Asal Bengkalis dengan Penambahan BAP dan
Madu Secara In Vitro. Journal of Biology, 9(2), 119-124.
Karjadi, A., & Buchory, A. (2008). Pengaruh Auksin Dan Sitokinin Terhadap Pertumbuhan Dan
Perkembangan Jaringan Meristem Kentang Kultivar Granola. Jurnal Hortikultura, 18(4),
85724. https://doi.org/10.21082/jhort.v18n4.2008.p
Kehutanan, P., Kehutanan, D., Perkebunan, D. A. N., & Yogyakarta, D. I. (n.d.). Uroso.sp.
Kieber, J. J., & Schaller, G. E. (2014). Cytokinins. The Arabidopsis Book, 12(February 2015),
e0168. https://doi.org/10.1199/tab.0168
Lamanda, S. A. (2018). Analisis Morfofisiologis Jati ( Tectona grandis Linn. f.). Jurnal Pertanian,
2(1), 78–86.
Lestari, P., Arifriana, R., & Nurjanto, H. H. (2019). Respons Semai Jati (Tectona grandis)
Unggul pada Beberapa Tingkat Konsentrasi Sulfur. Jurnal Sylva Lestari, 7(2), 128–138.
Majda, M., dan Robert, S. The Role of Auxin in Cell Wall Expansion. International Journal of
Molecular Science, 19(4), 951.
Maninggolan, A., Mandang, J. S. P., & Tilaar, W. (2018) Pengaruh BAP (Benzyl Amino Purine)
dan Air Kelapa Terhadap Pertumbuhan Tunas Pucuk dan Kandungan Sulforafan Brokoli
(Brassica oleracea L. var. italica Plenck) Secara In-Vitro. Jurnal Transdisiplin Pertanian,
14(1): 439 – 450.
Murtinah, V., Marjenah, M., Ruchaemi, A., & Ruhiyat, D. (2015). Pertumbuhan Hutan Tanaman
Jati (Tectona grandis Linn.f.) di Kalimantan Timur. Agrifor, 14(2), 287–292.
Nofrianinda, V., Yulianti, F., & Agustina, E. (2018). Pertumbuhan Planlet Stroberi (Fragaria
ananassa D) Var. Dorit pada Beberapa Variasi Media Modifikasi In Vitro di Balai Penelitian
Jeruk dan Buah Subtropika (BALITJESTRO). Biotropic : The Journal of Tropical Biology,
1(1), 32–41. https://doi.org/10.29080/biotropic.2017.1.1.32-41
Nursyamsi, N., Suhartati, S., & T, A. Q. (2007). Pengaruh Zat Pengatur Tumbuh Pada
Perbanyakan Jati Muna Secara Kultur Jaringan. Jurnal Penelitian Hutan Dan Konservasi
Alam, 4(4), 385–390. https://doi.org/10.20886/jphka.2007.4.4.385-390
Paque, S., & Weijers, D. (2016). Q&A: Auxin: The Plant Molecule that Influences Almost
Anything. BMC Biology, 14(1), 67-71.
Perhutani. (2014). Kinerja Perhutani 2014: Volume Produksi Rendah, Harga Kayu Melejit.
https://www.perhutani.co.id. Diakses pada tanggal 13 September 2021.
Perhutani. (2017). Perhutani, Produsen Kayu Jati Terbesar Dunia Ajak Konsumen Peduli
Kelestarian Hutan. https://www.perhutani.co.id. Diakses pada 13 September 2021.
Prasetyo, C. H. (2009). Teknik Kultur Jaringan Anggrek Dendrobium sp. di Pembudidayaan
Anggrek Widorokandang Yogyakarta. Tugas Akhir, Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Pudijono, S.( 2014). Produksi Bibit Jati Unggul (Tectona grandis L.F) dari Klon dan
Budidayanya. IPB Press. Bogor.
Rustam, Syamsudin, R., Soekandarsih, E., dan Trijuno, D. D. (2020). Studi Penggunaan Zat
Pengatur Tumbuh BAP terhadap Pembentukan Tunas dan Pertumbuhan Mutlak Rumput
Laut (Kappaphycus alvarezii, Doty.). Prosiding Simposium Nasional VII Kelautan dan
Perikanan 22 Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin. Makassar, 5
Juni 2020.
Saputra, I., Dwiyani, R., & Yuswanti, H. (2016). Mikropropagasi Tanaman Stroberi (Fragaria
Sp.) Melalui Induksi Organogenesis. E-Jurnal Agroekoteknologi Tropika (Journal of
Tropical Agroecotechnology), 5(4), 332–343.
Sathyanarayana, B. N., & Varghese, B. V., (2007). Plant Tissue Culture Practices and New
Experimental Protocols. JK International Publishing House. New Delhi.
Sholikhah, Lugiati, L. (2014). Pengaruh Fe2+ pada Media MS dengan Penambahan 2,4-D yang
Dikombinasikan dengan Air Kelapa terhadap Perkembangan dan Kandungan Metabolit
Sekunder Asiatikosida dan Madekasosida Kalus Pegangan (Centella asiatica L.Urban).
Tesis, Universitas Islam Negeri Mulana Malik Ibrahim.
Su, Y. H., Liu, Y. B., & Zhang, X. S. (2011). Auxin-cytokinin interaction regulates meristem
development. Molecular Plant, 4(4), 616–625. https://doi.org/10.1093/mp/ssr007
Suroso, S. P. (2018). Jati (Tectona grandis). Dinas Kehutanan dan Perkebunan Daerah
Istimewa Yogyakarta: Yogyakarta.
Taiz, L. & Zeiger, E. (2003). Plant Physiology. Dalam Thomas Lazar (ed). Annals of Botany.
Sinauer Associates. Sunderland.
Tambarussi, E. V., Rogalski, M., Galeano, E., Brondani, G. E., de Martin, V. de F., da Silva, L.
A., & Carrer, H. (2017). Efficient and new method for tectona grandis in vitro regeneration.
Crop Breeding and Applied Biotechnology, 17(2), 124–132. https://doi.org/10.1590/1984-
70332017v17n2a19
Wahyuni, S. R., Lestari, W., & Novriyanti, E. (2014). Induksi In Vitro Tanaman Gaharu
(Aquilaria microcarpa Baill.) dari Eksplan Tunas Aksilar dengan Penambahan 6-
Bnzylaminopurine (BAP). Jurnal Online Mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Riau, 1(2), 1-7.
Wiraatmaja, I. W. (2017). Bahan Ajar Zat Pengatur Tumbuh Auksin dan Cara Penggunaannya
dalam Bidang Pertanian. 182–191.
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_pendidikan_1_dir/ddeec13c19c352d21ccca286966a
08ec.pdf
Wong, W. S., Tan, S., Ge, L., Chen, X., & Yong, J. (2015). The Importance of Phytohormones
and Microbes in Biofertilizers. Dalam Dinesh K. Maheswari (ed). Bacterial Metabolites in
Sustainable Agroecosystem. Springer. Switzerland. 10.1007/978-3-319-24654-3_6.
Xing, X., Jiang, H., Zhou, Q. et al (2016). Improved Drought Tolerance by Early IAA- and ABA-
dependent H2O2 Accumulation Induced by α-naphthaleneacetic acid in Soybean
Plants. Plant Growth Regul (80), 303–314.
Zhang, Diederich, L., & John, P. C. (2005). The Cytokinin Requirement for Cell Division in
Cultured Nicotiana plumbaginifolia Cells can be Satisfied by Yeast Cdc25 Protein Tyrosine
Phosphatase: Implications for Mechanisms of Cytokinin Response and Plant
Development. Plant physiology, 137(1), 308–316.
Zhang, K Letham, D. S., & John, P. C. L. (1996). Cytokinin controls the cell cycle at mitosis by
stimulating the tyrosine dephosphorylation and activation of p34cdc2-like H1 histone kinase.
Planta, 200(1), 2-12.