USULAN PENELITIAN
OLEH :
KHRISNA PANJAITAN
160301133
ILMU TANAH
USULAN PENELITIAN
OLEH :
KHRISNA PANJAITAN
160301133
ILMU TANAH
Disetujui Oleh :
Komisi Pembimbing
(Dr. Ir. Sarifuddin, MP.) (Prof. Dr. Ir. Asmarlaili Sahar Hanafiah, MS, DAA)
Ketua Anggota
Mengetahui
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan proposal ini tepat pada
waktunya.
Sulfat (BPS) dan Carrier Kompos Tandan Kosong Kelapa Sawit Terhadap
merupakan salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Fakultas
pembimbing Bapak Dr. Ir. Sarifuddin, MP. selaku ketua komisi pembimbing dan
kepada Ibu Prof. Dr. Ir. Asmarlaili Sahar Hanafiah, MS, DAA, selaku anggota
penelitian ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada orang tua penulis
Penulis menyadari bahwa usulan penelitian ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu, penulis menerima kritik dan saran yang bersifat membangun.
Penulis
i
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
Latar Belakang...................................................................................... 1
Tujuan Penelitian.................................................................................. 3
Hipotesis Penelitian.............................................................................. 3
Kegunaan Penelitian............................................................................. 4
TINJAUAN PUSTAKA
Tanah Sulfat Masam............................................................................. 5
Bakteri Pereduksi Sulfat....................................................................... 8
Kompos Tandan Kosong Kelapa Sawit................................................ 9
Pupuk NPK........................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA
ii
PENDAHULUAN
Latar Belakang
timur dan utara Pulau Sumatera, pantai selatan dan timur Pulau Kalimantan,pantai
barat dan timur Pulau Sulawesi, dan pantai selatan Pulau Papua. Luas lahan sulfat
masam ditaksir 2,0 juta hektar,masing masing 800 ribu hektar tersebar di Pulau
Sumatera, 575 ribu hektar di Pualau Kalimantan, dan 625 ribu hektar di Pulau
menyatakan bahwa luas lahan sulfat masam di Indonesia sekitar 6,70 juta hektar
atau 20% dari luas lahan rawa pasang surut dan rawa lebak atau 10% dari luas
Tanah sulfat masam merupakan bagian dari lahan rawa yang berpotensi
untuk usaha pertanian. Tanah ini mempunyai warna khas bercak kekuningan.
Warna bercak kekuningan inilah yang disebut jarosit. Istilah tanah sulfat masam
muncul karena berkaitan dengan kondisi tanah ini terdapat bahan sulfida (pirit)
masam. Dari segi kimia tanah sulfat masam pada umumnya mempunyai pH tanah
berupa rendahnya tingkat kesuburan tanah dan ketersediaan air pada musim
kemarau. Tanah masam umumnya dicirikan oleh sifat reaksi tanah masam (pH
rendah) yang berkaitan dengan kadar Al tinggi, fiksasi P tinggi, kandungan basa-
2
basa dapat tukar rendah, kandungan besi dan mangan yang mendekati batas
tanah melalui perbaikan kondisi fisik dan kimia. Pemberian bahan amelioran
seperti pupuk organik, tanah mineral, zeolit, dolomit, fosfat alam, pupuk kandang,
kompos mampu menurunkan kadar sulfat pada tanah sulfat masam sebesar 89,76
% dan mampu meningkatkan pH tanah dari 4,15 menjadi 6,6 (Widyawati, 2007).
perkebunan (Yenni, 2012). Kedelai adalah salah satu tanaman pangan terpenting
melalui program tersebut.Pajale adalah akronim dari padi, jagung dan kedelai
yang mana saat ini sedang maraknya program pemerintah untuk meningkatkan
Pertumbuhan akar kedelai sangat terhambat pada pH 3,5 yaitu panjang akarnya
hanya 5,1 cm tinggi tanaman hanya 1 cm dan biji tidak dapat terbentuk.
16,1 cm, tinggi tanaman 19,8 cm dan biji tetap tidak berbentuk. Biji kedelai baru
terbentuk. Biji kedelai baru terbentuk pada pH 4,5 dengan hasil 0,96 g/tanaman.
memiliki ukuran biji lebih besar dari varietas kedelai Lawit dan Menyapa
pemberian kompos tandan kosong kelapa sawit dan bakteri pereduksi sulfat
Tujuan Penelitian
pemberian bakteri pereduksi sulfat, kompos tandan kosong kelapa sawit dan dosis
Hipotesis Penelitian
Kegunaan Penelitian
Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana di Program Studi
TINJAUAN PUSTAKA
Tanah sulfat masam terdiri atas tanah sulfat masam tereduksi yang
dinamakan juga tanah sulfat masam potensial dan tanah sulfat masam teroksidasi
yang disebut tanah sulfat masam aktual. Tanah sulfat masam umumnya memiliki
sifat-sifat khas yang dicirikan oleh bahan-bahan sulfida atau horison sulfur pada
profil solum dan pH tanah yang rendah, yaitu dengan kemasaman tanah dari
masam hingga sangat masam. Karakteristik tanah sulfat masam aktual adalah pH
(H20, 1:1) tanah < 3,5; memiliki horison sulfur atau bercakbercak jarosit, dengan
hue ~ 2,5Y dan chroma ~ 6. Sebaliknya tanah sulfat masam potensial tidak
Reaksi tanah sulfat masam tergolong masam sampai luar biasa masam,
berkisar pada pH 4 (untuk ordo Entisol) dan pH 3,5 (Ordo Inceptisol). Lahan
sulfat masam yang tergenang mempunyai kemasaman tanah nisbi tinggi dengan
pH > 4, tetapi apabila terjadi pengeringan, pH dapat turun secara drastis sehingga
(Noor, 2004).
Tanah sulfat masam pada kondisi kering akan terjadi proses oksidasi
senyawa pirit yang menyebabkan tanah menjadi masam, kelarutan unsur beracun
(Al, Fe, Mn) meningkat dan miskin hara. Kondisi tersebut dapat menghambat
petani. Akibatanya petani tidak lagi mengusahakan lahan tersebut dan dibiarkan
menjadi lahan tidur. Jika air tersebut tersedia cukup, maka petak sawah akan
digenangi air dan dapat menghambat proses oksidasi pirit. Selain itu gerakan air
pasang surut dan besarnya curah hujan akan mempercepat proses pencucian unsur
beracun sepserti Al, Fe, Zn, dan Mn dari petakan sawah, karena itu pengelolaan
Lahan sulfat masam sudah banyak digunakan untuk padi sawah (443.232
ha), tanaman semusim (59.237 ha) dan tanaman tahunan/ perkebunan (4.0 juta ha)
namun menghadapi banyak kendala, antara lain kemasaman tanah yang tinggi,
kimia dan aktivitas mikroba tanah karena tidak semua mikroba tanah mampu
Secara umum ketersediaan unsur hara, baik hara makro maupun mikro
pada tanah sulfat masam umumnya rendah. Hal ini disebabkan karena bahan
induk tanah yang miskin hara dan kelarutan unsur hara yang rendah pada tingkat
bahkan sering kali konsentrasinya mencapai tingkat racun bagi tanaman. Selain
unsur Fe, unsur Al juga ada kalanya meracuni tanaman di lahan sulfat masam ini
Tanah yang berpotensi asam sulfat menjadi asam akibat drainase. Pyrite
tanah dan pirit berada kemudian dioksidasi, menghasilkan asam sulfat. Reaksi
7
pirit dengan oksigen merupakan proses yang lambat, tetapi pirit teroksidasi
dengan cepat dengan besi III dalam larutan. Besi III dengan demikian direduksi
menjadi besi II, tetapi besi III dibuat ulang dari besi II oleh bakteri Thiobacillus
ferrooxidans. Oksidasi katalitik pirit ini dapat terjadi hanya pada pH kurang dari
4, karena besi III hanya dapat larut di bawah ini kondisi yang sangat asam.
(Aldd). Semakin dangkalnya pirit pH tanah semakin menurun dan (Aldd) semakin
sehingga pirit teroksidasi. Semakin dangkal lapisan pirit semakin banyak pirit
rawa dan mengandung pirit (FeS2). Pemanfaatan lahan rawa khususnya tanah
sulfat masam baik sebagai lahan transmigrasi maupun lahan pertanian sudah lama
dilakukan. Mengingat kondisi tanah sulfat masam yang marginal dan fragile maka
yang sangat teliti, agar kesalahan dalam pengembangan dan kerusakan lingkungan
terjadi, serta akibatnya terhadap keadaan tanah. Reaksi tanah sulfat masam
tergolong masam sampai luar biasa masam, yakni berkisar antara pH 4 (Entisol)
dan pH < 3,5 (Inceptisol). Tanah sulfat masam potensial mempunyai kandungan
pirit pada kedalaman kurang dari 50 cm dari permukaan tanah yang cukup tinggi.
Salah satu cara untuk mengatasi masalah pada tanah ini adalah dengan
keracunan Fe2+, H2S, dan asam-asam organik (Ani dan Dedi, 2013).
mereduksi sulfat pada kondisi anaerob menjadi sulfida, selanjutnya H2S yang
dihasilkan dapat mengendapkan logam-logam toksik (Cu, Zn, Cd) sebagai logam
sulfida. BPS memerlukan substrat organik yang berasal dari asam organik
berantai pendek seperti asam piruvat. Dalam kondisi alamiah, asam tersebut
Bakteri yang berperan dalam pereduksi sulfat ini termasuk dalam genus
Bakteri pereduksi sulfat ini bersifat obligat anaerob, yaitu hanya mampu hidup
memerlukan Eh < 100 mV untuk dapat tumbuh berkembang dengan baik. Bakteri
ini memanfaatkan energi dari proses reduksi sulfat sebagai penerima elektron
Sulfat dapat dikondisikan dalam suatu bioreaktor anaerob. Dalam reaktor tersebut
9
substrat organik yang kompleks tersedia dengan adanya aktivitas fermentasi oleh
Sulfat dalam bioreaktor diharapkan dapat lebih efektif dengan pemberian zeolit
konsentrasi sulfat sebesar 48.400 ppm menjadi 9.300 ppm. BPS menggunakan
menerima elektron maka senyawa ini akan mengalami reduksi menjadi sulfida
populasi BPS meningkat dengan bertambahnya kadar air tanah yang diberikan.
Seluruh pori makro dan mikro pada media tanam telah terisi penuh oleh air
sehingga tercipta kondisi anaerob yang lebih disukai oleh BPS. Namun ada
beberapa kelompok bakteri pereduksi sulfat yang dapat hidup dalam keadaan
aerob.
dan mineralisasi bahan organik. Mikro flora dan fauna tanah ini saling
berinteraks, kerena bahan organik menyediakan energi untuk tumbuh dan bahan
oksidasi pada tanah sulfat masam. Suasana anaerob merupakan kondisi alami dari
lahan rawa pada umumnya. Kondisi ini menyebabkan terjadinya proses reduksi
sulfat SO42- menjadi sulfida (H2S) dan ferri (Fe3+) menjadi ferro (Fe2+) (Noor,
2004).
logam dalam tanah ataupun berperan sebagai sumber hara bagi tanaman.
kelapa sawit yang jumlahnya sangat melimpah. Setiap pengolahan 1 ton TBS
(Tandan Buah Segar) akan dihasilkan TKKS (Tandan Kosong Kelapa Sawit)
sebanyak 22–23% TKKS (Tandan Kosong Kelapa Sawit) atau sebanyak 220–230
kg TKKS. Limbah ini belum dimanfaatkan secara baik oleh sebagian besar pabrik
oleh PKS masih sangat terbatas. Sebagian besar pabrik kelapa sawit (PKS) di
11
Indonesia masih membakar TKKS dalam incinerator, meskipun cara ini sudah
(open dumping), dijadikan mulsa di perkebunan kelapa sawit, atau diolah menjadi
Limbah industri kelapa sawit adalah limbah yang dihasilkan pada saat
proses pengolahan kelapa sawit. Limbah yang dihasilkan salah satunya adalah
limbah padat yaitu Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS). Limbah ini banyak
tersedia oleh perkebunan dam harga relatif terjangkau. Tandan Kosong Kelapa
Sawit (TKKS) dapat dimanfaatkan sebagai sumber pupuk organik yang memiliki
kandungan unsur hara yang dibutuhkan tanah dan tanaman. Kompos TKKS pada
umumnya mengandung unsur hara kompleks (makro dan mikro) walaupun dalam
jumlah sedikit, selain itu secara fisik kompos dapat memperbaiki struktur dan
stabilitas agregat tanah, meningkatkan penyerapan dan daya simpan air, sehingga
dekomposisi bahan organik menjadi unsur hara yang tersedia bagi tanaman
Aplikasi kompos tandan kosong kelapa sawit dengan berbagai dosis dapat
berpengaruh nyata pada tinggi tanaman. Hal ini menunjukkan bahwa aplikasi
tandan kosong kelapa sawit disamping memperbaiki sifat kimia tanah dan
dijadikan carrier bakteri pereduksi sulfat karena C/N kompos TKS paling
organik yang memiliki kandungan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanah dan
tanaman. Tandan kosong kelapa sawit mencapai 23% dari jumlah pemanfaatan
limbah kelapa sawit tersebut sebagai alternatif pupuk organik juga akan
memberikan manfaat lain dari sisi ekonomi. Keunggulan kompos tandan kosong
kelapa sawit meliputi: kandungan kalium yang tinggi, tanpa penambahan starter
dan bahan kimia, memperkaya unsur hara yang ada di dalam tanah, dan mampu
memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi. Kadar hara kompos tandan kosong
kelapa sawit mengandung N total (1,91%), K (1,51%), Ca (0,83 %), P (0,54 %),
Mg (0,09%), C- organik (51,23%), C/N ratio 26,82 %, dan pH 7,13 [3]. Hasil
analisis kadar hara kompos tandan kosong kelapa sawit yang dilakukan dalam
Salah satu aspek terpenting dalam keseimbangan unsur hara total adalah
rasio organik karbon dengan nitrogen (C/N Rasio). Rasio C/N bahan organik
banyaknya kandungan unsur nitrogen (N) yang ada pada suatu bahan organik.
Rasio C/N tinggi menunjukkan adanya bahan tanah lapuk yang relatif banyak
(misalnya selulosa, lemak dan lilin), sebaliknya semakin kecil nilai rasio C/N
sekitar 1,4 – 1,7%) yang ternyata ideal untuk dekomposisi maksimum karena
tidak akan terjadi pembebasan nitrogen melalui mineralisasi dari sisa-sisa organik
di atas jumlah yang dibutuhkan oleh mikroorganisme. Nisbah C/N yang baik
antara 20-30 dan akan stabil pada saat mencapai perbandingan 15. Nisbah C/N
nitrogen yang rendah. C/N rasio akan mencapai kestabilan saat proses
Pemupukan NPK
utama. Efisiensi penyerapan unsur hari dari dalam tanah juga yang perlu
hara yang diberikan dapat hilang dari dalam tanah melalui pencucian ke lapisan
yang lebih dalam, tererosi, digunakan oleh gulma dan makhluk lainnya sehingga
unsur tersebut tidak dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Tanah yang kurang subur
mengakibatkan efisiensi pupuk lebih rendah bila dibandingkan dengan tanah yang
(N) dan produksi tanaman, tetapi pemenuhan unsur N saja tanpa P dan akan
menyebabkan tanaman mudah rebah, peka terhadap serangan hama penyakit dan
pemupukan K nyata meningkatkan hasil. pada tanah masam (pH 4,5) dengan
terhadap residu P yang diberikan pada tanaman jagung pada musim sebelumnya.
Pengaruh residu P berkaitan dengan status P tanah dan cara pemberian P pada
tanaman jagung. Pada status P tanah rendah (3-4 ppm), residu P nyata menaikkan
hasil kedelai, tetapi pada P tanah tinggi 19 ppm, residu P tidak meningkatkan hasil
kedelai, baik diberikan dengan cara sebar maupun larik (Achmad, 2012).
anjuran pada tanaman kedelai tidak berbeda nyata pada perlakuan yang lainnya.
kedelai.
15
Tanah dan Biologi Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan,
Bahan yang digunakan dalam peneltian ini adalah benih kedelai varietas
Anjasmoro sebagai objek yang diamati, bahan tanah sulfat masam sebagai media
tanam, ,polibag ukuran setara 10 kg tanah sebagai wadah tanah, pupuk urea, SP-
36 dan KCl sebagai penambah unsur hara, isolat bakteri pereduksi sulfat unggul
LK-4 (isolat yang diisolasi dari lumpur limbah kertas Toba Pulp Lestari dengan
kode 4) dengan populasi ≥108 cfu/ml sebagai agen pereduksi sulfat, kompos
bahan kimia untuk pembuatan media (posgate-E) serta bahan lain yang digunakan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah gelas ukur 200 mL untuk
timbangan analitik untuk menimbang bahan kimia. LAF (Laminar Air Flow)
sebagai tempat isolasi bakteri, autoklaf untuk mensterilkan bahan dan alat, tabung
reaksi (Test tube) sebagai wadah media biakan bakteri, erlenmeyer sebagai wadah
bakteri ke dalam kompos, meteran untuk mengukur luas areal yang dipakai dan
tinggi tanaman, cangkul untuk mengambil contoh tanah, ayakan tanah 10 mesh
untuk menyaring contoh tanah yang akan dianalisis, GPS (Global Positioning
16
System) untuk menandai lokasi pengambilan bahan contoh tanah serta alat lain
Metode Penelitian
B1 B3 B2 B1 B3 B2
B2 B2 B3 B3 B2 B3
B3 B1 B1 B2 B1 B1
Yij = μ + γi + βj + εij
i = 1,2,3,4,5,6 j = 1,2,3
keterangan :
Yij = Nilai pengamatan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j,
μ = Nilai tengah umum
γi = Pengaruh blok ke-i
βj = Pengaruh dosis kompos ke-j
εij =Pengaruh galat percobaan pada blok ke-i terhadap dosis
kompos ke-j
17
Jika dari hasil analisis sidik ragam menunjukkan pengaruh yang nyata
maka akan dilanjutkan dengan uji beda rataan berdasarkan Duncan Multiple
Pelaksanaan Penelitian
Universitas Sumatera Utara. Areal tersebut dibersihkan terlebih dahulu. Luas areal
Tanah yang diambil merupakan tanah sulfat masam yang berada di areal
perkebunan PT. Mopoli Raya Kebun Paya Rambe II, Kecamatan Seruway,
Kabupaten Aceh Tamiang. Tanah yang diambil pada lapisan pirit kedalam (20-40
cm). Banyaknya bahan contoh tanah yang diambil berdasarkan luas blok kebun
yang diambil bahan tanahnya yaitu sebanyak 2 lubang per hektar sebagai
perwakilan contoh bahan tanah yang akan dijadikan sebagai media tanam.
Pembuatan Kompos
Kompos yang dibuat berasal dari tandan kosong kelapa sawit. Bahan
kompos diberi EM-4 sebagai bahan pendekomposer dan dicampur secara merata
pada bahan TKKS, dimasukkan ke dalam wadah dan ditutup. Setiap minggu
matang ditandai dengan berwarna hitam, tidak dikenali lagi bentuknya serta C/N
nya lebih kecil dari 20. Setelah itu, diukur % KA masing-masing kompos untuk
mendapatkan berat basah kompos yang setara dengan berat kering kompos.
18
untuk menilai keadaan tanah di lapangan, tanah yang telah diayak lalu dilakukan
pengukuran kadar air tanah untuk mementukan berat tanah yang digunakan dalam
percobaan setara berat kering oven. Dilakukan analisis awal sampel tanah seperti
pH tanah, kadar sulfat tanah, kejenuhan Al, KTK, serta tekstur tanah sebagai data
Tanah yang diambil dianalisis kadar air serta kapasitas lapang, kemudian
Koleksi isolat bakteri pereduksi sulfat unggul isolat LK4 (Isolasi yang
diisolasi dari limbah sludge kertas Toba Pulp Lestari dengan kode 4) yang berasal
dari limbah kertas Toba Pulp Lestari yang unggul yang telah melewati pengujian
Sulfat yaitu Phosgate-E dengan komposisi media. Diambil isolat bakteri Pereduksi
Sulfat yang unggul dan diperbanyakan pada media cair yang dikerjakan secara
steril.
matang, maka terlebih dahulu dilakukan perhitungan kepadatan sel bakteri pada
media cair yang sudah ditumbuhi oleh bakteri pereduksi sulfat dengan melakukan
yang dapat dimasukkan ke dalam kompos yaitu jika setelah mencapai populasi
≥108sel/mL.
kelapa sawit tersebut telah ditimbang sesuai dosis tiap perlakuan yakni setara
dengan 15, 30 dan 45 ton/ha lalu dimasukkan ke dalam plastik dan divakum agar
112OC, setelah kompos dingin maka isolate bakteri pereduksi sulfat sebanyak 10%
jarum suntik yang dilakukan di LAF (Laminar Air Flow) dalam keadaan steril.
sulfat. Kemudian kompos ini diaplikasikan ke tanah dengan membuat lubang pada
media tanam kemudian kompos dimasukkan dan ditutup kembali dengan tanah
kedelai.
20
Penanaman
Benih kedelai yang dipakai pada percobaan ini adalah varietas Anjasmoro.
Pemupukan
media tanam dengan dosis pupuk sesuai dengan perlakuan yang dicobakan yaitu
Pemeliharaan Tanaman
Penyiraman
lapang. Penyiraman dilakukan setiap sore hari. Kebutuhan volume air penyiraman
(OPT) yang menyerang tanaman yang dicobakan seperti serangga atau patogen
penyebab penyakit tanaman dengan melihat gejala serangan yang terlihat pada
bagian tanaman. Dosis dan konsentrasi pestisida kimia yang digunakan sesuai
.Parameter pengamatan
Tanah
Tanaman
DAFTAR PUSTAKA
Ani S., Dedi N. 2013. Residu Jerami Padi untuk Meningkatkan Produktivitas
Tanah Sulfat Masam Berkelanjutan. Balai Penelitian Lahan Rawa.
Banjarbaru.
Annisa dan Purwanto. 2011. Retensi P Oleh Oksidasi Besi Tanah Sulfat Masam
Setelah Reklamasi Lahan. Jurnal Sumberdaya Lahan Vol. 4 No.1.
Dent,D. 1986. Acid sulphate soils: A basleine for research and development.
Publication No. 39 ILRI, Wageningen, The Netherlands.
Gia, A., Toga S. Dan Nini R. 2015. Respon Pemberian Kompos Tandan Kelapa
Sawit dan Zeolit Terhadap Pertumbuhan Bibit Kelapa Sait di Pre
Nursery. Universitas Sumatera Utara.
Hairani, A., Izzuddin Noor dan M. Saleh. 2006. Teknologi Budidaya Sayuran di
Lahan Masam Aktual. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Sumberdaya Lahan. Bogor.
Hanafiah, A.S, T. Sabrina, H. Guchi. 2009. Ekologi dan Biologi Tanah. USU
Press. Medan.
23
Hayat, E. S., S. Andayani. Pengelolaan Limbah Tandan Kosong Kelapa Sawit dan
Aplikasi Biomassa Chromolaena Odorata terhadap Pertumbuhan dan
Hasil Tanaman Padi Serta Sifat Tanah Sulfaquent. Jurnal Teknologi
Pengelolaan Limbah Vol 17(2) hal 44-51.
Koesrini, Khairil A. dan Eva Berlian. 2015. Penggunaan Kapur dan Varietas
Adaptif Untuk Meningkatkan Hasil Kedelai di Lahan Sulfat Masam
Aktual. Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa. Banjarbaru.
Salmina. 2011. Studi Pemanfaatan Limbah Tandan Kosong Kelapa Sawit Oleh
Masyarakat Di Jorong Koto Sawah Nagari Ujung Gading Kecamatan
Lembah Melintang. STKIP PGRI. Sumatera Barat.
Sudarno, Y., Asmarlaili S. H. dan Mariani S. 2018. Uji Potensi Bakteri Pereduksi
Sulfat (BPS) Terhadap Perubahan Kemasaman Tanah Sulfat Masam dan
Pertumbuhan Tanaman Jagung dengan Kondisi Air Tanah Berbeda di
Rumah Kaca. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Sutandi, A., Budi N., dan Bayu S. 2011. Hubungan Kedalam Pirit Dengan
Beberapa Sifat Kimia Produksi Kelapa Sawit (Elais guineensis). Fakultas
Pertanian IPB. Bogor.
24
Yenni. 2012. Ameliorasi Tanah Sulfat Masam Potensial untuk Budidaya Tanaman
Bawang Merah (Allium ascalonicum L.). Jurnal Lahan Suboptimal Vol.1
No.1:40-49.