Anda di halaman 1dari 29

1

PENGARUH PEMBERIAN BAKTERI PEREDUKSI SULFAT (BPS) DAN


CARRIER KOMPOS TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT
TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKTIVITAS
KEDELAI PADA TANAH SULFAT MASAM

USULAN PENELITIAN

OLEH :

KHRISNA PANJAITAN
160301133
ILMU TANAH

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2020
2

PENGARUH PEMBERIAN BAKTERI PEREDUKSI SULFAT (BPS) DAN


CARRIER KOMPOS TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT
TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKTIVITAS
KEDELAI PADA TANAH SULFAT MASAM

USULAN PENELITIAN

OLEH :

KHRISNA PANJAITAN
160301133
ILMU TANAH

Usulan penelitian sebagai salah satu syarat untuk dapat memenuhi


komponen penilaian skripsi di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2020
3

Judul Penelitian :Pengaruh Pemberian Bakteri Pereduksi Sulfat (BPS) dan


Carrier Kompos Tandan Kosong Kelapa Sawit Terhadap
Pertumbuhan dan Produktivitas Kedelai pada Tanah Sulfat
Masam
Nama : Khrisna Panjaitan
NIM : 160301133
Program Studi : Agroteknologi
Minat : Ilmu Tanah

Disetujui Oleh :
Komisi Pembimbing

(Dr. Ir. Sarifuddin, MP.) (Prof. Dr. Ir. Asmarlaili Sahar Hanafiah, MS, DAA)
Ketua Anggota

Mengetahui

(Dr. Ir. Sarifuddin, MP.)


Ketua Program Studi Agroteknologi
i

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena

atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan proposal ini tepat pada

waktunya.

Usulan penelitian ini berjudul “Pengaruh Pemberian Bakteri Pereduksi

Sulfat (BPS) dan Carrier Kompos Tandan Kosong Kelapa Sawit Terhadap

Pertumbuhan dan Produktivitas Kedelai pada Tanah Sulfat Masam” yang

merupakan salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Fakultas

Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada komisi

pembimbing Bapak Dr. Ir. Sarifuddin, MP. selaku ketua komisi pembimbing dan

kepada Ibu Prof. Dr. Ir. Asmarlaili Sahar Hanafiah, MS, DAA, selaku anggota

yang telah memberikan bimbingan dan masukan selama penulisan usulan

penelitian ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada orang tua penulis

atas semangat, doa dan dukungannya.

Penulis menyadari bahwa usulan penelitian ini masih jauh dari sempurna.

Oleh karena itu, penulis menerima kritik dan saran yang bersifat membangun.

Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih.

Medan, November 2020

Penulis

i
ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

PENDAHULUAN
Latar Belakang...................................................................................... 1
Tujuan Penelitian.................................................................................. 3
Hipotesis Penelitian.............................................................................. 3
Kegunaan Penelitian............................................................................. 4

TINJAUAN PUSTAKA
Tanah Sulfat Masam............................................................................. 5
Bakteri Pereduksi Sulfat....................................................................... 8
Kompos Tandan Kosong Kelapa Sawit................................................ 9
Pupuk NPK........................................................................................... 12

BAHAN DAN METODE


Tempat dan Waktu Penelitian............................................................... 15
Bahan dan Alat...................................................................................... 15
Metode Penelitian................................................................................. 15
Pelaksanaan Penelitian.......................................................................... 16
Persiapan Areal Tanam........................................................... 16
Pengambilan Sampel Tanah................................................... 16
Pembuatan Kompos................................................................ 16
Analisis Awal Tanah dan Kompos......................................... 17
Persiapan Media Tanam......................................................... 17
Perbanyakan Isolat Bakteri Pereduksi Sulfat.......................... 18
Perhitungan Populasi Bakteri Pereduksi Sulfat...................... 18
Inkubasi Inokulum Kompos Bakteri Pereduksi Sulfat........... 18
Aplikasi Inokulum Kompos Bakteri Pereduksi Sulfat............ 18
Penanaman.............................................................................. 19
Pemupukan............................................................................. 19
Pemeliharaan Tanaman......................................................................... 20
Penyiraman............................................................................. 20
Pengendalian Gulma, Hama, dan Penyakit............................. 21
Pengambilan Sampel Tanah dan Tanaman .......................................... 22
Parameter Pengamatan.......................................................................... 22

DAFTAR PUSTAKA

ii
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Lahan sulfat masam di Indonesia tersebar meliputi daerah sepanjang pantai

timur dan utara Pulau Sumatera, pantai selatan dan timur Pulau Kalimantan,pantai

barat dan timur Pulau Sulawesi, dan pantai selatan Pulau Papua. Luas lahan sulfat

masam ditaksir 2,0 juta hektar,masing masing 800 ribu hektar tersebar di Pulau

Sumatera, 575 ribu hektar di Pualau Kalimantan, dan 625 ribu hektar di Pulau

Papua. Hasil sigi tanah yang dilakukan oleh Puslittanak-Bogor (1990/91)

menyatakan bahwa luas lahan sulfat masam di Indonesia sekitar 6,70 juta hektar

atau 20% dari luas lahan rawa pasang surut dan rawa lebak atau 10% dari luas

lahan basah (Noor, 2004).

Tanah sulfat masam merupakan bagian dari lahan rawa yang berpotensi

untuk usaha pertanian. Tanah ini mempunyai warna khas bercak kekuningan.

Warna bercak kekuningan inilah yang disebut jarosit. Istilah tanah sulfat masam

muncul karena berkaitan dengan kondisi tanah ini terdapat bahan sulfida (pirit)

yang apabila teroksidasi menyebabkan tanah menjadi masam sampai sangat

masam. Dari segi kimia tanah sulfat masam pada umumnya mempunyai pH tanah

yang rendah (tanah masam) dan miskin hara (Yenni, 2012).

Dalam pengembangan komoditas pertanian di suatu wilayah, akan

menghadapi berbagai permasalahan teknis di tanah masam lahan kering yaitu

berupa rendahnya tingkat kesuburan tanah dan ketersediaan air pada musim

kemarau. Tanah masam umumnya dicirikan oleh sifat reaksi tanah masam (pH

rendah) yang berkaitan dengan kadar Al tinggi, fiksasi P tinggi, kandungan basa-
2

basa dapat tukar rendah, kandungan besi dan mangan yang mendekati batas

meracuni, peka erosi, miskin elemen biotik (Mulyani et al., 2009).

Kendala lahan sulfat masam dapat diatasi dengan penggunaan ameliorasi

dan pemupukan. Amelioran adalah bahan yang dapat meningkatkan kesuburan

tanah melalui perbaikan kondisi fisik dan kimia. Pemberian bahan amelioran

seperti pupuk organik, tanah mineral, zeolit, dolomit, fosfat alam, pupuk kandang,

kapur pertanian, abu sekam, purun tikus (Eleocharis dulcis)dapat meningkatkan

pH tanah dan basa-basa tanah Penambahan bahan-bahan amelioran yang banyak

mengandung kation polivalen juga dapat mengurangi pengaruh buruk asam-asam

organik beracun (Badan Litbang Pertanian, 2011).

Semakin berkembangnya teknologi dalam pertanian mengatasi

permasalahan tanah sulfat masam dapat dilakukan dengan pemberian bakteri

pereduksi sulfat. Pemberian bakteri pereduksi sulfat yang diinkubasi ke dalam

kompos mampu menurunkan kadar sulfat pada tanah sulfat masam sebesar 89,76

% dan mampu meningkatkan pH tanah dari 4,15 menjadi 6,6 (Widyawati, 2007).

Komoditas yang berkembang di lahan sulfat masam cukup beragam,

meliputi tanaman pangan, tanaman sayuran, tanaman buah, dan tanaman

perkebunan (Yenni, 2012). Kedelai adalah salah satu tanaman pangan terpenting

di Indonesia. Penggalian potensi sumber pertumbuhan produksi kedelai kembali

digiatkan terutama perluasan areal tanam dalam menuju swasembada pangan

melalui program tersebut.Pajale adalah akronim dari padi, jagung dan kedelai

yang mana saat ini sedang maraknya program pemerintah untuk meningkatkan

produksi ketiganya guna pencapaian swasembada pangan berkelanjutan

(Ponto dkk, 2017).


3

Hasil penelitian (Uguru et al., 2012) menunjukkan bahwa tingkat

kemasaman tanah sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil kedelai.

Pertumbuhan akar kedelai sangat terhambat pada pH 3,5 yaitu panjang akarnya

hanya 5,1 cm tinggi tanaman hanya 1 cm dan biji tidak dapat terbentuk.

Peningkatan pH tanah menjadi 4, meningkatkan panjang akar kedelai menjadi

16,1 cm, tinggi tanaman 19,8 cm dan biji tetap tidak berbentuk. Biji kedelai baru

terbentuk. Biji kedelai baru terbentuk pada pH 4,5 dengan hasil 0,96 g/tanaman.

Varietas Anjasmoro dan Argomulyo merupakan dua varietas kedelai yang

memiliki ukuran biji lebih besar dari varietas kedelai Lawit dan Menyapa

sehingga lebih berpeluang dikembangkan di lahan pasang surut

(Koesrini et al., 2015).

Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk meneliti pengaruh

pemberian kompos tandan kosong kelapa sawit dan bakteri pereduksi sulfat

terhadap pertumbuhan dan produktivitas tanaman kedelai.

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh

pemberian bakteri pereduksi sulfat, kompos tandan kosong kelapa sawit dan dosis

kompos tandan kosong kelapa sawit terhadap pertumbuhan dan produktivitas

kedelai pada tanah sulfat masam.

Hipotesis Penelitian

1. Pengaplikasian bakteri pereduksi sulfat berpengaruh terhadap pertumbuhan

kedelai pada tanah sulfat masam.

2. Pemberian kompos TKKS dapat meningkatkan pertumbuhan dan produktivitas

tanaman kedelai pada tanah sulfat masam.


4

3. Pemberian kompos TKKS dengan taraf dosis meningkatkan pertumbuhan dan

produktivitas tanaman kedelai pada tanah sulfat masam.

Kegunaan Penelitian

Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana di Program Studi

Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dan sebagai

bahan informasi bagi kepentingan ilmu pengetahuan.


5

TINJAUAN PUSTAKA

Tanah Sulfat Masam

Tanah sulfat masam terdiri atas tanah sulfat masam tereduksi yang

dinamakan juga tanah sulfat masam potensial dan tanah sulfat masam teroksidasi

yang disebut tanah sulfat masam aktual. Tanah sulfat masam umumnya memiliki

sifat-sifat khas yang dicirikan oleh bahan-bahan sulfida atau horison sulfur pada

profil solum dan pH tanah yang rendah, yaitu dengan kemasaman tanah dari

masam hingga sangat masam. Karakteristik tanah sulfat masam aktual adalah pH

(H20, 1:1) tanah < 3,5; memiliki horison sulfur atau bercakbercak jarosit, dengan

hue ~ 2,5Y dan chroma ~ 6. Sebaliknya tanah sulfat masam potensial tidak

memperlihatkan bercak-bercak jarosit (Hairani et al., 2006).

Reaksi tanah sulfat masam tergolong masam sampai luar biasa masam,

berkisar pada pH 4 (untuk ordo Entisol) dan pH 3,5 (Ordo Inceptisol). Lahan

sulfat masam yang tergenang mempunyai kemasaman tanah nisbi tinggi dengan

pH > 4, tetapi apabila terjadi pengeringan, pH dapat turun secara drastis sehingga

menjadi sangat masam. Pengeringan dapat menurunkan pH tanah apabila diikuti

oleh proses oksidasi pirit mengikuti reaksi sebagai berikut :

FeS2 + 15/4 O2 + 7/2 H2O ↔Fe(OH)3 + 2 SO22- + 4 H+

FeS2 + 14 Fe3+ + 8 H2O ↔ 15 Fe2+ + 2 SO42- + 16 H+

(Noor, 2004).

Tanah sulfat masam pada kondisi kering akan terjadi proses oksidasi

senyawa pirit yang menyebabkan tanah menjadi masam, kelarutan unsur beracun

(Al, Fe, Mn) meningkat dan miskin hara. Kondisi tersebut dapat menghambat

pertumbuhan tanaman, produksi menjadi rendah dan tidak menguntungkan bagi


6

petani. Akibatanya petani tidak lagi mengusahakan lahan tersebut dan dibiarkan

menjadi lahan tidur. Jika air tersebut tersedia cukup, maka petak sawah akan

digenangi air dan dapat menghambat proses oksidasi pirit. Selain itu gerakan air

pasang surut dan besarnya curah hujan akan mempercepat proses pencucian unsur

beracun sepserti Al, Fe, Zn, dan Mn dari petakan sawah, karena itu pengelolaan

air menjadi faktor kunci keberhasilan pertumbuhan dan produksi tanaman

(Alwi dan Dakhyar, 2003).

Lahan sulfat masam sudah banyak digunakan untuk padi sawah (443.232

ha), tanaman semusim (59.237 ha) dan tanaman tahunan/ perkebunan (4.0 juta ha)

namun menghadapi banyak kendala, antara lain kemasaman tanah yang tinggi,

meningkatnya kelarutan unsur beracun seperti Al dan Fe dan rendahnya

ketersediaan hara. Kemasaman yang tinggi berdampak negatif terhadap sifat

kimia dan aktivitas mikroba tanah karena tidak semua mikroba tanah mampu

bertahan dalam kondisi sangat masam (Sudarno et al., 2018).

Secara umum ketersediaan unsur hara, baik hara makro maupun mikro

pada tanah sulfat masam umumnya rendah. Hal ini disebabkan karena bahan

induk tanah yang miskin hara dan kelarutan unsur hara yang rendah pada tingkat

kemasaman tinggi. Sebaliknya ketersediaan hara mikro Fe umumnya berlebih

bahkan sering kali konsentrasinya mencapai tingkat racun bagi tanaman. Selain

unsur Fe, unsur Al juga ada kalanya meracuni tanaman di lahan sulfat masam ini

(Ani dan Dedi, 2013).

Tanah yang berpotensi asam sulfat menjadi asam akibat drainase. Pyrite

hanya stabil dalam kondisi anaerobik. Drainase memungkinkan oksigen masuk ke

tanah dan pirit berada kemudian dioksidasi, menghasilkan asam sulfat. Reaksi
7

pirit dengan oksigen merupakan proses yang lambat, tetapi pirit teroksidasi

dengan cepat dengan besi III dalam larutan. Besi III dengan demikian direduksi

menjadi besi II, tetapi besi III dibuat ulang dari besi II oleh bakteri Thiobacillus

ferrooxidans. Oksidasi katalitik pirit ini dapat terjadi hanya pada pH kurang dari

4, karena besi III hanya dapat larut di bawah ini kondisi yang sangat asam.

Mungkin kelompok lain dari bakteri pengoksidasi sulfur terlibat dalam

pengasaman awal sistem (Dent, 1996).

Menurut hasil penelitian (Sutandi et al., 2011) menyatakan bahwa

kedalaman Pirit berpengaruh terhadap nilai pH tanah dan Al dapat dipertukarkan

(Aldd). Semakin dangkalnya pirit pH tanah semakin menurun dan (Aldd) semakin

tinggi. Penurunan pH tanah dan peningkatan Aldd disebabkan adanya drainase

sehingga pirit teroksidasi. Semakin dangkal lapisan pirit semakin banyak pirit

teroksidasi. Reaksi oksidasi pirit disederhanakan menjadi :

FeS2 + 15/4O2 + 7/2H2O → Fe(OH)3 + 2SO4 2- + 4H+

Tanah sulfat masam merupakan tanah yang umumnya ditemukan di daerah

rawa dan mengandung pirit (FeS2). Pemanfaatan lahan rawa khususnya tanah

sulfat masam baik sebagai lahan transmigrasi maupun lahan pertanian sudah lama

dilakukan. Mengingat kondisi tanah sulfat masam yang marginal dan fragile maka

untuk menjadikannya sebagai lahan pertanian yang berproduktivitas tinggi dalam

pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan diperlukan perencanaan

yang sangat teliti, agar kesalahan dalam pengembangan dan kerusakan lingkungan

yang terjadi dapat dihindari (Annisa dan Purwanto, 2010).

Kemasaman yang tinggi merupakan penciri utama tanah sulfat masam.

Kemasaman menggambarkan kondisi kimiawi, proses kimiawi yang mungkin


8

terjadi, serta akibatnya terhadap keadaan tanah. Reaksi tanah sulfat masam

tergolong masam sampai luar biasa masam, yakni berkisar antara pH 4 (Entisol)

dan pH < 3,5 (Inceptisol). Tanah sulfat masam potensial mempunyai kandungan

pirit pada kedalaman kurang dari 50 cm dari permukaan tanah yang cukup tinggi.

Salah satu cara untuk mengatasi masalah pada tanah ini adalah dengan

penyawahan (penggenangan), akan tetapi kendala lain akan muncul seperti

keracunan Fe2+, H2S, dan asam-asam organik (Ani dan Dedi, 2013).

Bakteri Pereduksi Sulfat

Bakteri pereduksi sulfat merupakan bakteri obligat anaerob yang

menggunakan H2 sebagai donor elektron (chemolithotrophic). BPS dapat

mereduksi sulfat pada kondisi anaerob menjadi sulfida, selanjutnya H2S yang

dihasilkan dapat mengendapkan logam-logam toksik (Cu, Zn, Cd) sebagai logam

sulfida. BPS memerlukan substrat organik yang berasal dari asam organik

berantai pendek seperti asam piruvat. Dalam kondisi alamiah, asam tersebut

dihasilkan oleh aktivitas anaerob lainnya (Hanafiah dkk., 2009).

Bakteri yang berperan dalam pereduksi sulfat ini termasuk dalam genus

Desulfovibrio yang terdiri atas Desulvibrio desulfuricans dan Desulfotomaculum.

Bakteri pereduksi sulfat ini bersifat obligat anaerob, yaitu hanya mampu hidup

dan giat berkembang dalam suasana anaerob. Bakteri pereduksi sulfat

memerlukan Eh < 100 mV untuk dapat tumbuh berkembang dengan baik. Bakteri

ini memanfaatkan energi dari proses reduksi sulfat sebagai penerima elektron

untuk menghasilkan sulfida (H2S) dengan sangat cepat (Noor, 2004).

Proses reduksi sulfat dan pengikatan logam Mn oleh Bakteri Pereduksi

Sulfat dapat dikondisikan dalam suatu bioreaktor anaerob. Dalam reaktor tersebut
9

substrat organik yang kompleks tersedia dengan adanya aktivitas fermentasi oleh

kelompok bakteri anaerob lainnya. Bakteri Pereduksi Sulfat memerlukan asam

organik pendek tertentu untuk respirasi anaerobnya. Aktivitas Bakteri Pereduksi

Sulfat dalam bioreaktor diharapkan dapat lebih efektif dengan pemberian zeolit

alam. Proses reduksi sulfat menjadi sulfida dihasilkan bikarbonat (HCO3)

menyumbang alkalinitas pada tanah sehingga meningkatkan pH tanah

(Purnamaningsih et al., 2017).

Menurut hasil penelitian (Widyawati, 2007) yang menyatakan bahwa

larutan yang tidak diinokulasikan tidak mengalami perubahan konsentraso sulfat,

sedangkan pada perlakuan yang diinokulasikan dengan BPS terjadi penurunan

konsentrasi sulfat sebesar 48.400 ppm menjadi 9.300 ppm. BPS menggunakan

sulfat sebagai akseptor elektron untuk aktivitas metabolisme, karena sulfat

menerima elektron maka senyawa ini akan mengalami reduksi menjadi sulfida

sehingga akan mengalami reduksi menjadi sulfida sehingga konsentrasi dalam

kultur tersebut mengalami penurunan.

Menurut hasil penelitian (Sudarno et al, 2018) menyatakan bahwa

populasi BPS meningkat dengan bertambahnya kadar air tanah yang diberikan.

Seluruh pori makro dan mikro pada media tanam telah terisi penuh oleh air

sehingga tercipta kondisi anaerob yang lebih disukai oleh BPS. Namun ada

beberapa kelompok bakteri pereduksi sulfat yang dapat hidup dalam keadaan

aerob.

Kompos Tandan Kosong Kelapa Sawit

Penambahan bahan organik merupakan sumber energi bagi makro dan

mikro-fauna tanah yang dapat menyebabkan aktivitas dan populasi mikrobiologi


10

dalam tanah meningkat, terutama yang berkaitan dengan aktivitas dekomposisi

dan mineralisasi bahan organik. Mikro flora dan fauna tanah ini saling

berinteraks, kerena bahan organik menyediakan energi untuk tumbuh dan bahan

organik memberikan karbon sebagai sumber energi (Atmojo, 2003).

Bahan organik merupakan sumber energi atau makanan bagi

mikroorganisme yang mempunyai peranan penting dalam kegiatan reduksi

oksidasi pada tanah sulfat masam. Suasana anaerob merupakan kondisi alami dari

lahan rawa pada umumnya. Kondisi ini menyebabkan terjadinya proses reduksi

sulfat SO42- menjadi sulfida (H2S) dan ferri (Fe3+) menjadi ferro (Fe2+) (Noor,

2004).

Teknologi penggunaan bahan amelioran telah terbukti mampu

meningkatkan produktivitas tanah sulfat masam. Bahan organik (BO) dapat

berperan sebagai sumber asam-asam organik yang mampu mengontrol kelarutan

logam dalam tanah ataupun berperan sebagai sumber hara bagi tanaman.

Asamasam organik yang terdapat dalam BO mampu mengkelat unsur-unsur

meracun dalam tanah sehingga menjadi tidak berbahaya bagi tanaman

(Stevenson, 1994 dalam Fahmi et al., 2019).

TKKS (Tandan Kosong Kelapa Sawit) di Indonesia adalah limbah pabrik

kelapa sawit yang jumlahnya sangat melimpah. Setiap pengolahan 1 ton TBS

(Tandan Buah Segar) akan dihasilkan TKKS (Tandan Kosong Kelapa Sawit)

sebanyak 22–23% TKKS (Tandan Kosong Kelapa Sawit) atau sebanyak 220–230

kg TKKS. Limbah ini belum dimanfaatkan secara baik oleh sebagian besar pabrik

kelapa sawit (PKS) dan masyarakat di Indonesia. Pengolahan/pemanfaatan TKKS

oleh PKS masih sangat terbatas. Sebagian besar pabrik kelapa sawit (PKS) di
11

Indonesia masih membakar TKKS dalam incinerator, meskipun cara ini sudah

dilarang oleh pemerintah. Alternatif pengolahan lainnya adalah dengan menimbun

(open dumping), dijadikan mulsa di perkebunan kelapa sawit, atau diolah menjadi

Kompos (Salmina, 2011).

Limbah industri kelapa sawit adalah limbah yang dihasilkan pada saat

proses pengolahan kelapa sawit. Limbah yang dihasilkan salah satunya adalah

limbah padat yaitu Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS). Limbah ini banyak

tersedia oleh perkebunan dam harga relatif terjangkau. Tandan Kosong Kelapa

Sawit (TKKS) dapat dimanfaatkan sebagai sumber pupuk organik yang memiliki

kandungan unsur hara yang dibutuhkan tanah dan tanaman. Kompos TKKS pada

umumnya mengandung unsur hara kompleks (makro dan mikro) walaupun dalam

jumlah sedikit, selain itu secara fisik kompos dapat memperbaiki struktur dan

stabilitas agregat tanah, meningkatkan penyerapan dan daya simpan air, sehingga

aktivitas mikroba tanah dapat berlangsung dengan tujuan mendukung

dekomposisi bahan organik menjadi unsur hara yang tersedia bagi tanaman

(Gia et al., 2015).

Aplikasi kompos tandan kosong kelapa sawit dengan berbagai dosis dapat

menurunkan kadar sulfat masam, dan meningkatkan pH tanah sulfat masam.

Sedangkan perlakuan bahan orgnaik dapat meningkatkan C-organik tanah dan

berpengaruh nyata pada tinggi tanaman. Hal ini menunjukkan bahwa aplikasi

tandan kosong kelapa sawit disamping memperbaiki sifat kimia tanah dan

berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Tandan kosong kelapa lebih baik

dijadikan carrier bakteri pereduksi sulfat karena C/N kompos TKS paling

mendekati nilai rasio tanah yaitu (C/N = 11,02) (Azwar, 2018).


12

Tandan kosong kelapa sawit dapat dimanfaatkan sebagai sumber pupuk

organik yang memiliki kandungan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanah dan

tanaman. Tandan kosong kelapa sawit mencapai 23% dari jumlah pemanfaatan

limbah kelapa sawit tersebut sebagai alternatif pupuk organik juga akan

memberikan manfaat lain dari sisi ekonomi. Keunggulan kompos tandan kosong

kelapa sawit meliputi: kandungan kalium yang tinggi, tanpa penambahan starter

dan bahan kimia, memperkaya unsur hara yang ada di dalam tanah, dan mampu

memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi. Kadar hara kompos tandan kosong

kelapa sawit mengandung N total (1,91%), K (1,51%), Ca (0,83 %), P (0,54 %),

Mg (0,09%), C- organik (51,23%), C/N ratio 26,82 %, dan pH 7,13 [3]. Hasil

analisis kadar hara kompos tandan kosong kelapa sawit yang dilakukan dalam

penelitian ini adalah N (3,62%), P (0,94%) dan K (0,62%)

(Hayat dan Andayani, 2014).

Salah satu aspek terpenting dalam keseimbangan unsur hara total adalah

rasio organik karbon dengan nitrogen (C/N Rasio). Rasio C/N bahan organik

adalah perbandingan antara banyaknya kandungan unsur karbon (C) terhadap

banyaknya kandungan unsur nitrogen (N) yang ada pada suatu bahan organik.

Besarnya C/N ratio menunjukkan mudah tidaknya bahan organik terdekomposisi.

Rasio C/N tinggi menunjukkan adanya bahan tanah lapuk yang relatif banyak

(misalnya selulosa, lemak dan lilin), sebaliknya semakin kecil nilai rasio C/N

menunjukkan bahwa bahan organik semakin mudah terdekomposisi. Dengan

pengomposan nisbah bahan organik dapat mencapai 20 sampai 15, sehingga

menurunnya nisbah C/N berarti ketersediaan nitrogen bagi tanaman meningkat.

Tingkatan nisbah C/N optimum mempunyai rentang antara 20 – 25 (kandungan N


13

sekitar 1,4 – 1,7%) yang ternyata ideal untuk dekomposisi maksimum karena

tidak akan terjadi pembebasan nitrogen melalui mineralisasi dari sisa-sisa organik

di atas jumlah yang dibutuhkan oleh mikroorganisme. Nisbah C/N yang baik

antara 20-30 dan akan stabil pada saat mencapai perbandingan 15. Nisbah C/N

yang terlalu tinggi mengakibatkan proses berjalan lambat karena kandungan

nitrogen yang rendah. C/N rasio akan mencapai kestabilan saat proses

dekomposisi berjalan sempurna (Badan Penelitian dan Pengembangan, 2011).

Pemupukan NPK

Tujuan utama pemberian pupuk adalah untuk meningkatkan produksi

utama. Efisiensi penyerapan unsur hari dari dalam tanah juga yang perlu

dipertimbangkan untuk menentukan jumlah pupuk yang harus diberikan. Unsur

hara yang diberikan dapat hilang dari dalam tanah melalui pencucian ke lapisan

yang lebih dalam, tererosi, digunakan oleh gulma dan makhluk lainnya sehingga

unsur tersebut tidak dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Tanah yang kurang subur

mengakibatkan efisiensi pupuk lebih rendah bila dibandingkan dengan tanah yang

lebih subur (Utomo et al., 2017).

Hara N, P, dan K merupakan hara esensial bagi tanaman dan sekaligus

menjadi faktor pembatas bagi pertumbuhan tanaman. Peningkatan dosis

pemupukan N di dalam tanah secara langsung dapat meningkatkan kadar protein

(N) dan produksi tanaman, tetapi pemenuhan unsur N saja tanpa P dan akan

menyebabkan tanaman mudah rebah, peka terhadap serangan hama penyakit dan

menurunnya kualitas produksi (Rauf et al., 2000).

Hasil penelitian pemupukan N, P, dan K di beberapa lokasi menunjukkan

bahwa walaupun pemberianNdan Pdapat meningkatkan hasil, namun tidak tinggi,


14

secara statistik tidak nyata dan tidakmenguntungkan petani. Sebaliknya,

pemupukan K nyata meningkatkan hasil. pada tanah masam (pH 4,5) dengan

kandungan P dan K tersedia masing-masing 22 ppm dan 38 ppm, tanaman kedelai

responsif terhadap pemupukan P dan K. tanaman kedelai juga sangat respons

terhadap residu P yang diberikan pada tanaman jagung pada musim sebelumnya.

Pengaruh residu P berkaitan dengan status P tanah dan cara pemberian P pada

tanaman jagung. Pada status P tanah rendah (3-4 ppm), residu P nyata menaikkan

hasil kedelai, tetapi pada P tanah tinggi 19 ppm, residu P tidak meningkatkan hasil

kedelai, baik diberikan dengan cara sebar maupun larik (Achmad, 2012).

Perbaikan kualitas tanah sulfat masam pada hasil penelitian

(Rahmadana ,2019) menunjukkan pemupukan NPK dan penggunaan pupuk

anjuran pada tanaman kedelai tidak berbeda nyata pada perlakuan yang lainnya.

Tetapi pemupukan dengan dosis anjuran dapat meningkatkan serapan P tanaman

kedelai.
15

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca, Laboratorium Kimia/Kesuburan

Tanah dan Biologi Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan,

dimulai pada bulan Januari 2021 sampai dengan selesai.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam peneltian ini adalah benih kedelai varietas

Anjasmoro sebagai objek yang diamati, bahan tanah sulfat masam sebagai media

tanam, ,polibag ukuran setara 10 kg tanah sebagai wadah tanah, pupuk urea, SP-

36 dan KCl sebagai penambah unsur hara, isolat bakteri pereduksi sulfat unggul

LK-4 (isolat yang diisolasi dari lumpur limbah kertas Toba Pulp Lestari dengan

kode 4) dengan populasi ≥108 cfu/ml sebagai agen pereduksi sulfat, kompos

TKKS sebagai carrier bakteri, EM-4 sebagai pendekomposisi bahan kompos,

bahan kimia untuk pembuatan media (posgate-E) serta bahan lain yang digunakan

pada penelitian ini.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah gelas ukur 200 mL untuk

mengukur volume air penyiraman, timbangan analog untuk menimbang tanah,

timbangan analitik untuk menimbang bahan kimia. LAF (Laminar Air Flow)

sebagai tempat isolasi bakteri, autoklaf untuk mensterilkan bahan dan alat, tabung

reaksi (Test tube) sebagai wadah media biakan bakteri, erlenmeyer sebagai wadah

perbanyakan isolat, jarum suntik digunakan untuk memasukkan isolat murni

bakteri ke dalam kompos, meteran untuk mengukur luas areal yang dipakai dan

tinggi tanaman, cangkul untuk mengambil contoh tanah, ayakan tanah 10 mesh

untuk menyaring contoh tanah yang akan dianalisis, GPS (Global Positioning
16

System) untuk menandai lokasi pengambilan bahan contoh tanah serta alat lain

yang digunakan untuk percobaan ini.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak Kelompok (RAK)

dengan non faktorial yang terdiri atas:

B1 = Kompos Tandan Kosong Kelapa Sawit (15 ton/ ha)

B2 = Kompos Tandan Kosong Kelapa Sawit (30 ton/ha)

B3 = Kompos Tandan Kosong Kelapa Sawit (45 ton/ha)

Sehingga diperoleh 3 perlakuan dengan jumlah ulangan 6 dan diletakkan

sesuai dengan bagan percobaan penelitian yaitu:

B1 B3 B2 B1 B3 B2

B2 B2 B3 B3 B2 B3

B3 B1 B1 B2 B1 B1

Jumlah unit percobaan : 18 unit

Data hasil penelitian dianalisis menggunakan sidik ragam berdasarkan

model linear berikut:

Yij = μ + γi + βj + εij

i = 1,2,3,4,5,6 j = 1,2,3

keterangan :
Yij = Nilai pengamatan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j,
μ = Nilai tengah umum
γi = Pengaruh blok ke-i
βj = Pengaruh dosis kompos ke-j
εij =Pengaruh galat percobaan pada blok ke-i terhadap dosis
kompos ke-j
17

Jika dari hasil analisis sidik ragam menunjukkan pengaruh yang nyata

maka akan dilanjutkan dengan uji beda rataan berdasarkan Duncan Multiple

Range Test pada taraf α 5%.

Pelaksanaan Penelitian

Persiapan Areal Tanam

Areal pertanaman yang digunakan adalah rumah kaca Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara. Areal tersebut dibersihkan terlebih dahulu. Luas areal

percobaan yang digunakan berukuran 10 m x 4 m.

Pengambilan Sampel Tanah

Tanah yang diambil merupakan tanah sulfat masam yang berada di areal

perkebunan PT. Mopoli Raya Kebun Paya Rambe II, Kecamatan Seruway,

Kabupaten Aceh Tamiang. Tanah yang diambil pada lapisan pirit kedalam (20-40

cm). Banyaknya bahan contoh tanah yang diambil berdasarkan luas blok kebun

yang diambil bahan tanahnya yaitu sebanyak 2 lubang per hektar sebagai

perwakilan contoh bahan tanah yang akan dijadikan sebagai media tanam.

Pembuatan Kompos

Kompos yang dibuat berasal dari tandan kosong kelapa sawit. Bahan

kompos diberi EM-4 sebagai bahan pendekomposer dan dicampur secara merata

pada bahan TKKS, dimasukkan ke dalam wadah dan ditutup. Setiap minggu

dilakukan pembalikan sembari dijaga kelembabannya.. Kompos yang sudah

matang ditandai dengan berwarna hitam, tidak dikenali lagi bentuknya serta C/N

nya lebih kecil dari 20. Setelah itu, diukur % KA masing-masing kompos untuk

mendapatkan berat basah kompos yang setara dengan berat kering kompos.
18

Analisis Awal Tanah

Tanah yang digunakan dalam percobaan terlebih dahulu dianalisis awal

untuk menilai keadaan tanah di lapangan, tanah yang telah diayak lalu dilakukan

pengukuran kadar air tanah untuk mementukan berat tanah yang digunakan dalam

percobaan setara berat kering oven. Dilakukan analisis awal sampel tanah seperti

pH tanah, kadar sulfat tanah, kejenuhan Al, KTK, serta tekstur tanah sebagai data

yang digunakan untuk mendukung penelitian.

Persiapan Media Tanam

Tanah yang diambil dianalisis kadar air serta kapasitas lapang, kemudian

dimasukkan ke polibag, sebanyak 10 kg berat tanah kering oven.

Perbanyakan Isolasi Bakteri Pereduksi Sulfat

Koleksi isolat bakteri pereduksi sulfat unggul isolat LK4 (Isolasi yang

diisolasi dari limbah sludge kertas Toba Pulp Lestari dengan kode 4) yang berasal

dari limbah kertas Toba Pulp Lestari yang unggul yang telah melewati pengujian

di laboratorium Biologi Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Perbanyakan dilakukan dengan menggunakan media spesifik Bakteri Pereduksi

Sulfat yaitu Phosgate-E dengan komposisi media. Diambil isolat bakteri Pereduksi

Sulfat yang unggul dan diperbanyakan pada media cair yang dikerjakan secara

steril.

Perhitungan Populasi Bakteri Pereduksi Sulfat

Sebelum bakteri diinokulasikan ke dalam kompos TKKS yang telah

matang, maka terlebih dahulu dilakukan perhitungan kepadatan sel bakteri pada

media cair yang sudah ditumbuhi oleh bakteri pereduksi sulfat dengan melakukan

seri pengenceran untuk melihat kepadatan populasi bakteri. Kepadatan populasi


19

yang dapat dimasukkan ke dalam kompos yaitu jika setelah mencapai populasi

≥108sel/mL.

Inkubasi Inokulum Kompos Bakteri Pereduksi Sulfat

Sebelum isolat dimasukkan ke dalam kompos, kompos tandan kosong

kelapa sawit tersebut telah ditimbang sesuai dosis tiap perlakuan yakni setara

dengan 15, 30 dan 45 ton/ha lalu dimasukkan ke dalam plastik dan divakum agar

hampa udara. Setelah dikemas berdasarkan dosis tiap perlakuan kemudian

kompos disterilkan dengan menggunakan autoklaf selama 15 menit pada suhu

112OC, setelah kompos dingin maka isolate bakteri pereduksi sulfat sebanyak 10%

dari berat kompos dapat diinokulasikan kedalam kompos dengan menggunakan

jarum suntik yang dilakukan di LAF (Laminar Air Flow) dalam keadaan steril.

Kemudian inokulum kompos diinkubasi pada inkubator dengan suhu 35-40°C

selama ± 5 hari hingga bakteri tumbuh yang ditandai dengan terbentuknya

gelembung dipermukaan kompos.

Aplikasi Inokulum Kompos Bakteri Pereduksi Sulfat

Inokulum kompos bakteri pereduksi sulfat yang dapat diaplikasikan dapat

dilihat dengan pertumbuhannya pada kompos ditandai dengan adanya gelembung

pada permukaan kompos. Inokulum kompos bakteri pereduksi sulfat yang

diaplikasikan ke media tanam merupakan media carrier isolat bakteri pereduksi

sulfat. Kemudian kompos ini diaplikasikan ke tanah dengan membuat lubang pada

media tanam kemudian kompos dimasukkan dan ditutup kembali dengan tanah

dan dilakukan inkubasi selama 7 hari sebelum dilakukan penanaman benih

kedelai.
20

Penanaman

Benih kedelai yang dipakai pada percobaan ini adalah varietas Anjasmoro.

Penanaman dilakukan dengan memasukkan benih ke dalam lubang tanam bersama

dengan tanah. Kemudian dilakukan penyiraman hingga 110 % KL.

Pemupukan

Pemupukan dilakukan pada saat penanaman dengan cara ditugal pada

media tanam dengan dosis pupuk sesuai dengan perlakuan yang dicobakan yaitu

urea 50 kg/ha, SP-36 100 kg/ha, dan KCl 150 kg/ha.

Pemeliharaan Tanaman

Penyiraman

Penyiraman setiap hari dilakukan sesuai dengan kebutuhan air kapasitas

lapang. Penyiraman dilakukan setiap sore hari. Kebutuhan volume air penyiraman

yang diperlukan saat menyiram yaitu berdasarkan penimbangan untuk mencapai

berat kapasitas lapang 110%.

Pengendalian Gulma, Hama dan Penyakit

Pengendalian hama dan penyakit dilakukan secara kimiawi dengan

menggunakan pestisida kimia sesuai dengan jenis organisme pengganggu tanaman

(OPT) yang menyerang tanaman yang dicobakan seperti serangga atau patogen

penyebab penyakit tanaman dengan melihat gejala serangan yang terlihat pada

bagian tanaman. Dosis dan konsentrasi pestisida kimia yang digunakan sesuai

dengan petunjuk penggunaan pada label yang tertera.

Pengambilan Sampel Tanah dan Tanaman

Pengambilan sampel tanah dan tanaman dilakukan pada akhir pengamatan

percobaan pada akhir vegetatif dan akhir generatif tanaman kedelai.


21

.Parameter pengamatan

Tanah

1. pH H2O dengan metode elektrometri

2. C-organik metode Walkley and Black

Tanaman

1. Tinggi Tanaman (cm) sampai akhir vegetatif

2. Berat Kering (g) pada akhir vegetatif

3. Serapan N (mg) = %N tajuk x bobot kering tanaman

4. Serapan P (mg) = % P tajuk x bobot kering tanaman


22

DAFTAR PUSTAKA

Achmad G. M. 2012. Optimasi Pemupukan NPK pada Kedelai untuk


Mempertahakan Kesuburan Tanah dan Hasil Tinggi di Lahan Sawah.
Balai Penelitian Tanaman Kacang-Kacangan dan Umbi-Umbian. Jurnal
IPTEK Tanaman Pangan Vol. 7 No.1.

Alwi, M. Dan Dakhyar Nazemi. 2003. Pengaruh Dimensi Saluran Kemalir


Terhadap Perubahan Sifat Kimia Tanah dan Pertumbuhan Kedelai di
Tanah Sulfat Masam. Balai Penelitian Lahan Rawa. Banjarbaru.

Ani S., Dedi N. 2013. Residu Jerami Padi untuk Meningkatkan Produktivitas
Tanah Sulfat Masam Berkelanjutan. Balai Penelitian Lahan Rawa.
Banjarbaru.

Annisa dan Purwanto. 2011. Retensi P Oleh Oksidasi Besi Tanah Sulfat Masam
Setelah Reklamasi Lahan. Jurnal Sumberdaya Lahan Vol. 4 No.1.

Atmojo, H. W. 2003. Peranan Bahan Organik terhadap Kesuburan Tanah dan


Upaya Pengelolaannya. Universitas Sebelas Maret. Surakarta. Hal 13.

Azwar, M. 2018. Respons Pemberian Beberapa Carrier Bakteri Pereduksi


Sulfat(BPS) pada Kadar Air Tanah yang Berbeda terhadap Sifat Kimia
Tanah Populasi BPS dan Pertumbuhan Tanaman Jagung pada Tanah
Sulfat Masam di Rumah Kaca. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Badan Litbang Pertanian. 2011. Ameliorasi Tanah Gambut Meningkatkan


Produksi Padi Dan Menekan Emisi Gas Rumah Kaca.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2011. Ragam Inovasi Pendukung
Pertanian Daerah. Badan Litbang Pertanian. Edisi 3-9 Agustus 2011
No.3417 Tahun XLI. Jakarta.

Dent,D. 1986. Acid sulphate soils: A basleine for research and development.
Publication No. 39 ILRI, Wageningen, The Netherlands.

Gia, A., Toga S. Dan Nini R. 2015. Respon Pemberian Kompos Tandan Kelapa
Sawit dan Zeolit Terhadap Pertumbuhan Bibit Kelapa Sait di Pre
Nursery. Universitas Sumatera Utara.

Hairani, A., Izzuddin Noor dan M. Saleh. 2006. Teknologi Budidaya Sayuran di
Lahan Masam Aktual. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Sumberdaya Lahan. Bogor.

Hanafiah, A.S, T. Sabrina, H. Guchi. 2009. Ekologi dan Biologi Tanah. USU
Press. Medan.
23

Hayat, E. S., S. Andayani. Pengelolaan Limbah Tandan Kosong Kelapa Sawit dan
Aplikasi Biomassa Chromolaena Odorata terhadap Pertumbuhan dan
Hasil Tanaman Padi Serta Sifat Tanah Sulfaquent. Jurnal Teknologi
Pengelolaan Limbah Vol 17(2) hal 44-51.

Koesrini, Khairil A. dan Eva Berlian. 2015. Penggunaan Kapur dan Varietas
Adaptif Untuk Meningkatkan Hasil Kedelai di Lahan Sulfat Masam
Aktual. Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa. Banjarbaru.

Mulyani, A., A. Rachman dan A. Dairah. 2009. Penyebaran Lahan Masam,


Potensi dan Ketersediannya Untuk Pengembangan Pertanian. Balai
Penelitian Tanah. Bogor.
Noor, M. 2004. Lahan Rawa Sifat dan Pengelolaan Tanah Bermasalah Sulfat
Masam. PT Raja Grafindo Persada: Jakarta.
Ponto, J., Benu, N.M., dan Kumaat, R. M. 2017. Upsus Pajale dalam Menunjang
Program Swasembada Pangan di Kabupaten Paten Bolaang
Mongondow.Jurnal Agri-Sosio Ekonomi Unsrat. Vol. 13.

Purnamaningsih, N. A., Endah R., dan Wahyu W. 2017. Pemanfaatan Konsorsium


Bakteri Pereduksi Sulfat Dan Zeolit Alam Dalam Pengendapan Logam
Mn. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.

Rahmadana, R. 2019. Respon Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Kedelai


Terhadap Pemberian Paket Teknologi BPS pada Tanah Sulfat Masam.
Universitas Sumatera Utara. Medan.

Rauf, A.W., T. Syamsuddin, S. R. Sihombing. 2000. Peranan Pupuk NPK pada


Tanaman Padi. Loka Pengkajian Teknologi Pertanian
No.01/LPTP/IRJA/99-00. Hal. 1-9.

Salmina. 2011. Studi Pemanfaatan Limbah Tandan Kosong Kelapa Sawit Oleh
Masyarakat Di Jorong Koto Sawah Nagari Ujung Gading Kecamatan
Lembah Melintang. STKIP PGRI. Sumatera Barat.

Stevenson, F. J. 1994. Humus Chemistry. Genesis, Composition, Reaction. Jurnal


dalam Fahmi A., Bostang R. Dan Beniot H. P. 2019. Kelarutan Posfat
dan Ferro pada Tanah Sulfat Masam yang Diberi Bahan Organik Jerami
Padi. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Sudarno, Y., Asmarlaili S. H. dan Mariani S. 2018. Uji Potensi Bakteri Pereduksi
Sulfat (BPS) Terhadap Perubahan Kemasaman Tanah Sulfat Masam dan
Pertumbuhan Tanaman Jagung dengan Kondisi Air Tanah Berbeda di
Rumah Kaca. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Sutandi, A., Budi N., dan Bayu S. 2011. Hubungan Kedalam Pirit Dengan
Beberapa Sifat Kimia Produksi Kelapa Sawit (Elais guineensis). Fakultas
Pertanian IPB. Bogor.
24

Uguru M. I., B. Oyiga, dan EA Jandong. 2012. Responses of Some Soybean


Genotypes to Different Soil pH Regimes in Two Planting Seasons. The
African Journal of Plant Science and Biotechnology 6(1), 26-37.

Utomo. M., Sudarsono, B. Rusman, T. Sabrina, J. Lumbanraja., Wawan, 2016.


Ilmu Tanah Dasar-dasar dan Pengelolaan. Hal 225.

Widyawati, E. 2007. Pemanfaatan Bakteri Pereduksi Sulfat untuk Bioremediasi


Tanah Bekas Tambang Batubara. BIODIVERSITAS 8 (3): 283-286.

Yenni. 2012. Ameliorasi Tanah Sulfat Masam Potensial untuk Budidaya Tanaman
Bawang Merah (Allium ascalonicum L.). Jurnal Lahan Suboptimal Vol.1
No.1:40-49.

Anda mungkin juga menyukai