Anda di halaman 1dari 83

RESPONS PEMBERIAN BEBERAPA CARRIER BAKTERI PEREDUKSI SULFAT(BPS)

PADA KADAR AIR TANAH YANG BERBEDA TERHADAP SIFAT KIMIA TANAH
POPULASI BPS DAN PERTUMBUHAN TANAMAN JAGUNG PADA
TANAH SULFAT MASAM DI RUMAH KACA

SKRIPSI

OLEH :

MUHAMMAD AZWAR
120301146
AGROTEKNOLOGI - ILMU TANAH

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2018

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


RESPONS PEMBERIAN BEBERAPA CARRIER BAKTERI PEREDUKSI SULFAT(BPS)
PADA KADAR AIR TANAH YANG BERBEDA TERHADAP SIFAT KIMIA TANAH
POPULASI BPS DAN PERTUMBUHAN TANAMAN JAGUNG PADA
TANAH SULFAT MASAM DI RUMAH KACA

SKRIPSI

OLEH :

MUHAMMAD AZWAR
120301146
AGROTEKNOLOGI – ILMU TANAH

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk dapat meraih gelar sarjana
di Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2018

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Judul : Respons Pemberian Beberapa Carrier Bakteri Pereduksi Sulfat (BPS)
Pada Kadar Air Tanah Yang Berbeda Terhadap Sifat Kimia Tanah,
Populasi BPS dan Pertumbuhan Tanaman Jagung Pada Tanah Sulfat
Masam di Rumah Kaca

Nama : Muhammad Azwar

NIM : 120301146

Minat : Ilmu Tanah

Prodi : Agroteknologi

Disetujui Oleh
Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Ir. Asmarlaili Sahar Hanafiah, MS., DAA.) (Ir. Alida Lubis, MS.)
Ketua Anggota

Mengetahui,

(Dr. Ir. Sarifuddin, MP.)


Ketua Program Studi Agroteknologi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


ABSTRAK

MUHAMMAD AZWAR : Respons pemberian beberapa carrier bakteri


pereduksi sulfat (BPS) pada kadar air tanah yang berbeda terhadap sifat kimia
tanah, populasi BPS dan pertumbuhan tanaman jagung pada tanah sulfat masam di
rumah kaca dibimbing oleh Ibu Asmarlaili Sahar Hanafiah dan Ibu Alida Lubis.
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh pemberian beberapa
carrier bakteri pereduksi sulfat (BPS) pada kadar air tanah yang berbeda terhadap
sifat kimia tanah, populasi BPS dan pertumbuhan tanaman jagung pada tanah
sulfat masam di rumah kaca. Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca dan
laboratorium Biologi Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok dengan
2 faktor perlakuan yaitu carrier bakteri pereduksi sulfat (BPS) (kontrol, kompos
tkks dosis 15, 30, 45 ton/ha, kompos jerami dosis 15, 30, 45 ton/ha, gulma dosis
15, 30, 45 ton/ha) dan kadar air tanah (100% kapasitas lapang dan 110% kapasitas
lapang).
Hasil penelitian menunjukan bahwa pengaruh pemberian beberapa carrier
bakteri pereduksi sulfat (BPS) dengan kadar kadar air tanah yang berbeda pada
tanah sulfat masam berpengaruh nyata meningkatkan nilai C-organik dan
pertumbuhan tanaman jagung dengan dosis terbaik pada perlakuan C2
(kompos tkks 30 ton/ha).

Kata Kunci : Carrier Bakteri Pereduksi Sulfat, Bakteri Pereduksi Sulfat, Tanah
Sulfat Masam

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


ABSTRACT

MUHAMMAD AZWAR : Respons of several carriers of sulphate


reducing bacteria (BPS) at different groundwater content to soil chemical
properties, population of BPS and growth of corn crops on acid sulphate soil in
the greenhouse was guided by Mrs. Asmarlaili Sahar Hanafiah and Mrs. Alida
Lubis.
The research aims to study the effect of giving several carriers of sulphate
reducing bacteria (BPS) at different groundwater content to soil chemical
properties, population of BPS and growth of corn crops on acid sulphate soil in
the greenhouse. The research was carried out in greenhouse and soil biology
laboratory of Agricultural Faculty North Sumatera University. The research
design used was a randomized block design with 2 treatment factors is carriers of
sulphate reducing bacteria (BPS) (control, tkks compost doses 15, 30, 45 ton/ha,
straw compost doses 15, 30, 45 ton/ha, weed compost doses 15, 30, 45 ton/ha) and
groundwater content (100% field capacity and 110% field capacity).
The research result show that respons of several carriers of sulphate
reducing bacteria (BPS) with different groundwater content on acid sulphate soil
is significantly improve value of C-organic and growth of corn crops with the best
dose at treatment C2 (tkks compost doses 30 ton/ha).

Keywords : Carriers of Sulphate Reducing Bacteria, Sulphate Reducing Bacteria,


Acid Sulphate Soil

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Medan pada tanggal 06 September 1994 dari

Bapak Sulaiman dan Ibu Salamah Simbolon. Penulis merupakan anak pertama

dari 2 bersaudara.

Pada tahun 2000 penulis masuk pendidikan Sekolah Dasar di SD Nurul

Huda Medan selama 6 tahun. Pada tahun 2006, penulis melanjutkan pendidikan

menengah pertama di SMP Kemala Bhayangkari 1 Medan selama 3 tahun.

Kemudian pada tahun 2009, penulis melanjutkan sekolah menegah atas di SMA

Negeri 1 Medan selama 3 tahun.

Tahun 2012 penulis lulus sekolah menegah atas dan melanjutkan studinya

ke Universitas Sumatera Utara (USU) Medan melalui jalur SNMPTN Ujian

Tertulis dan mengambil jurusan di Program Studi Agroekoteknologi Fakultas

Pertanian pada bidang Ilmu Tanah. Pada saat mengikuti perkuliahan, penulis

termasuk ke dalam anggota Himpunan Mahasiswa Agroekoteknologi

(HIMAGROTEK) dan juga merupakan anggota Ikatan Mahasiswa Ilmu Tanah

(IMILTA) pada tahun 2015.

Penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di PTP.

NUSANTARA IV Unit Kebun Sosa, Kecamatan Sosa, Kabupaten Padang Lawas,

Provinsi Sumatera Utara.

Semasa kuliah, penulis pernah menjadi penerima beasiswa BBM pada

tahun 2015. Penulis juga sering mengikuti pelatihan workshop dan juga seminar

yang diadakan di luar dan dalam kampus.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT. yang telah

memberikan penulis berkah, rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi ini berjudul “Respons Pemberian Beberapa Carrier Bakteri

Pereduksi Sulfat (BPS) Pada Kadar Air Tanah Yang Berbeda Terhadap

Sifat Kimia Tanah, Populasi BPS dan Pertumbuhan Tanaman Jagung Pada

Tanah Sulfat Masam di Rumah Kaca” sebagai salah satu syarat untuk meraih

gelar sarjana di Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas

Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada ketua

komisi pembimbing yaitu Prof. Dr. Ir. Asmarlaili Sahar Hanafiah, MS., DAA. dan

juga kepada anggota komisi pembimbing yaitu Ir. Alida Lubis, MS. dan seluruh

pihak terkait yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh

karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun

sebagai bahan perbaikan skripsi ini.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih atas perhatiannya. Semoga

skripsi ini bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan dan perkembangan ilmu

pengetahuan.

Medan, Januari 2018

Penulis

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR ISI

ABSTRACT ........................................................................................................ i

ABSTRACT ....................................................................................................... ii

RIWAYAT HIDUP ........................................................................................... iii

KATA PENGANTAR ....................................................................................... iv

DAFTAR ISI ...................................................................................................... v

DAFTAR TABEL.............................................................................................. vi

DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... vii

DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... viii

PENDAHULUAN
Latar Belakang ........................................................................................ 1
Tujuan Penelitian .................................................................................... 2
Hipotesis Penelitian................................................................................. 3
Kegunaan Penelitian................................................................................ 3

TINJAUAN PUSTAKA
Tanah Sulfat Masam ............................................................................... 4
Luasan Tanah Sulfat Masam di Indonesia ..................................... 4
Proses Terbentuknya Tanah Sulfat Masam ................................... 4
Klasifikasi Tanah Sulfat Masam .................................................... 4
Ciri Tanah Sulfat Masam ............................................................... 5
Mekanisme dan Dampak Teroksidasinya Pirit .............................. 5
Bakteri pereduksi sulfat........................................................................... 8
Kompos ................................................................................................... 10
Kompos Tandan Kosong Kelapa Sawit ................................................. 12
Kompos Jerami Padi .............................................................................. 13
Kompos Gulma ...................................................................................... 14
Tanaman Jagung ..................................................................................... 15

METODOLOGI PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................. 16
Bahan dan Alat ........................................................................................ 16
Metode Penelitian.................................................................................... 17
Pelaksanaan Penelitian
Pengomposan ................................................................................. 18
Pengambilan Sampel Tanah........................................................... 19
Analisis Awal Tanah ..................................................................... 19
Persiapan Media Tanam................................................................. 20
Persiapan Isolate Bakteri Pereduksi Sulfat .................................... 20

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Perbanyakan Isolate Bakteri Pereduksi Sulfat ............................... 20
Perhitungan Populasi Bakteri Pereduksi Sulfat ............................. 21
Aplikasi Isolate Bakteri Pereduksi Sulfat Pada Kompos ............... 21
Aplikasi Carrier BPS Pada Media Tanam ..................................... 21
Penanaman ..................................................................................... 22
1 Pemupukan..................................................................................... 22
Penyiraman .................................................................................... 22
Pengendalian Hama dan Penyakit .................................................. 23
Pemanenan ..................................................................................... 23
Parameter Amatan
Kadar Sulfat Tanah............................................................... 23
2 pH Tanah .............................................................................. 23
C-Organik ............................................................................. 23
Populasi Bakteri Pereduksi Sulfat ........................................ 23
Tinggi Tanaman ................................................................... 23
Berat Kering Tajuk ............................................................... 23

HASIL DAN PEMBAHASAN


Kadar Sulfat Tanah.................................................................................. 24
pH Tanah ................................................................................................. 26
C-Organik ................................................................................................ 28
Populasi Bakteri Pereduksi Sulfat ........................................................... 30
Tinggi Tanaman ...................................................................................... 33
Berat Kering Tajuk .................................................................................. 37

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan.............................................................................................. 40
Saran ........................................................................................................ 40

DAFTAR PUSTAKA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR TABEL

No. Hal.

1. Kadar Sulfat Tanah ...................................................................................... 24

2. Ph Tanah....................................................................................................... 27

3. C-Organik ..................................................................................................... 28

4. Populasi Bakteri Pereduksi Sulfat ................................................................ 30

5. Tinggi Tanaman ........................................................................................... 33

6. Berat Kering Tajuk....................................................................................... 37

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR GAMBAR

No. Hal.

1. Posisi Kompos ............................................................................................. 21

2. Tanaman Jagung........................................................................................... 22

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal.

1. Peta Titik Pengambilan Sampel Tanah ........................................................ 45

2. Peta Jenis Tanah ........................................................................................... 46

3. Lokasi Pengambilan Sampel Tanah ............................................................. 47

4. Analisis Awal Tanah, Air dan Kompos ....................................................... 47

5. Penilaian Sifat-Sifat Tanah .......................................................................... 49

6. Kriteria pH Tanah ........................................................................................ 49

7. Standar Kualitas Kompos (SNI 19-7030-2004) .......................................... 50

8. Karakteristik Hara Makro dan Mikro Morgan ............................................. 51

9. Keterangan Benih......................................................................................... 52

10. Bagan Percobaan Penelitian ......................................................................... 53

11. Perhitungan Berat Tanah per Polibag ( 5 kg TKO ) ................................... 54

12. Perhitungan Dosis Kompos .......................................................................... 54

13. Perhitungan Kapasitas Lapang (KL) ........................................................... 55

14. Berat Total Polibag yang Dipertahankan Setiap Hari .................................. 56

15. Perhitungan Dosis Pupuk Dasar ................................................................... 56

16. Data Pengamatan Kadar Sulfat Tanah ......................................................... 57

17. Hasil Analisis Sidik Ragam Kadar Sulfat Tanah ......................................... 57

18. Data Pengamatan pH Tanah......................................................................... 58

19. Hasil Analisis Sidik Ragam pH Tanah ........................................................ 58

20. Data Pengamatan C-Organik Tanah ............................................................ 59

21. Hasil Analisis Sidik Ragam C-Organik Tanah ............................................ 59

22. Data Pengamatan Populasi BPS ................................................................... 60

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


23. Hasil Analisis Sidik Ragam Populasi BPS .................................................. 60

24. Data Pengamatan Tinggi Tanaman .............................................................. 61

25. Hasil Analisis Sidik Ragam Tinggi Tanaman .............................................. 61

26. Data Pengamatan Berat Kering Tajuk ......................................................... 62

27. Hasil Analisis Sidik Ragam Berat Kering Tajuk ......................................... 62

28. Ilustrasi gambar ............................................................................................ 63

29. Foto rangkaian kegiatan penelitian .............................................................. 64

30. Foto pertumbuhan bakteri pereduksi sulfat.................................................. 68

31. Foto tanaman ................................................................................................ 69

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perkembangan areal pertanian beberapa tahun terakhir mengarah ke lahan

marginal mengingat semakin terbatasnya lahan yang lebih baik bagi

pengembangan pertanian. Dalam hal ini lahan rawa pasang surut yang umumnya

berkembang jenis tanah sulfat masam merupakan salah satu lahan marginal yang

menjadi alternatif bagi perkembangan pertanian (Paramanathan, 2008).

PT Mapoli Raya di Aceh Tamiang merupakan salah satu perusahaan yang

membuka lahan rawa pasang surut untuk dijadikan perkebunan kelapa sawit.

Winarna et al (2007) menyatakan bahwa masalah utama yang dihadapi tanaman

pada lahan rawa pasang surut adalah kondisi drainase yang terhambat atau

tergenang sehingga permukaan air tanah perlu diturunkan. Setidaknya diperlukan

lapisan tanah yang tidak tergenang air sedalam 50-75 cm dan idealnya 100 cm.

Penurunan permukaan air tanah ini dapat menjadi masalah, karena dapat

menyebabkan oksidasi mineral pirit khususnya pada lapisan pirit yang dangkal.

Jika tanah ini dikeringkan atau teroksidasi, maka senyawa pirit akan membentuk

ferri hidroksida (Fe(OH)3), sulfat (SO42-) dan ion hydrogen (H+) sehingga tanah

menjadi sangat masam akibatnya kelarutan ion-ion Fe2+, Al3+ dan Mn2+ bertambah

di dalam tanah sehingga ketersediaan fosfat menjadi berkurang karena diikat oleh

besi atau aluminium. Biasanya bila tanah masam kejenuhan basa menjadi rendah,

akibatnya terjadi kekahatan unsur hara di dalam tanah (Hasibuan, 2008).

Sumber kemasaman tanah sulfat masam yang telah teroksidasi adalah ion

sulfat (SO42-) maka solusi dari permasalahan tersebut adalah mengurangi ion

sulfat yang terbentuk dengan memanfaatkan Bakteri Pereduksi Sulfat (BPS).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Groudev et al., 2001 menyatakan bahwa dalam melakukan reduksi sulfat, BPS

menggunakan sulfat sebagai sumber energi yaitu sebagai akseptor electron dan

menggunakan bahan organik sebagai sumber karbon. Djurle, 2004 menyatakan

bahwa semakin banyak ion sulfat yang direduksi maka semakin banyak juga ion

OH- yang dihasilkan sehingga pH akan semakin meningkat.

Kompos merupakan media yang paling baik sebagai carrier BPS

dikarenakan kompos merupakan bahan organik yang sudah mengalami

mineralisasi sehingga unsur-unsur yang dibutuhkan oleh BPS sudah tesedia

(Widyati, 2006). Namun, belum ada yang menguji kompos seperti apa yang

terbaik sebagai carrier bagi BPS, mengingat kandungan dari ketiga sumber

kompos yang digunakan berbeda-beda. Oleh sebab itu, maka penelitian ini perlu

dikembangkan dengan harapan dapat diketahui kompos yang terbaik sebagai

media carrier BPS untuk diaplikasikan pada tanah sulfat masam.

Tujuan Penelitian

- Untuk mempelajari pengaruh pemberian beberapa carrier bakteri pereduksi

sulfat (BPS) terhadap sifat kimia tanah, populasi BPS dan pertumbuhan

tanaman jagung pada tanah sulfat masam di rumah kaca.

- Untuk mempelajari pengaruh pemberian kadar air tanah terhadap sifat kimia

tanah, populasi BPS dan pertumbuhan tanaman jagung pada tanah sulfat

masam di rumah kaca.

- Untuk mempelajari interaksi antara pemberian beberapa carrier bakteri

pereduksi sulfat dan kadar air tanah yang berbeda terhadap sifat kimia tanah,

populasi BPS dan pertumbuhan tanaman jagung pada tanah sulfat masam di

rumah kaca.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Hipotesis Penelitian

- Semakin tinggi dosis carrier bakteri pereduksi sulfat (BPS) yang diberikan

maka semakin meningkatkan sifat kimia tanah, populasi BPS dan

pertumbuhan tanaman jagung pada tanah sulfat masam di rumah kaca.

- Semakin tinggi kadar air tanah yang diberikan maka semakin meningkatkan

sifat kimia tanah, populasi BPS dan pertumbuhan tanaman jagung pada tanah

sulfat masam di rumah kaca.

- Interaksi antara carrier bakteri pereduksi sulfat (BPS) dan kadar air tanah

yang diberikan akan meningkatkan sifat kimia tanah, populasi BPS dan

pertumbuhan tanaman jagung pada tanah sulfat masam di rumah kaca.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang carrier

bakteri pereduksi sulfat dan kondisi tanah yang terbaik sebagai sarana untuk

memperbaiki tanah sulfat masam dan meningkatkan pertumbuhan tanaman jagung

serta untuk kepentingan perkembangan ilmu pengetahuan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


TINJAUAN PUSTAKA

Tanah Sulfat Masam

Luasan Tanah Sulfat Masam Di Indonesia

Luas lahan rawa di Indonesia diperkirakan 33.40 juta ha, yang terdiri atas

20 juta ha rawa pasang surut dan 13.40 juta ha rawa lebak. Lahan sulfat masam

merupakan bagian dari lahan rawa pasang surut dan luasnya sekitar 6.70 juta ha

(Suriadikarta, 2005).

Proses Terbentuknya Tanah Sulfat Masam

Tanah sulfat masam terbentuk di daerah-daerah dimana sungai-sungai

mengalir dan dijumpai endapan-endapan fluvial yang dibawa oleh sungai-sungai

tersebut, yang selanjutnya membentuk dataran sungai. Tanah ini biasanya

mempunyai tekstur halus, karena fraksi-fraksi kasar sudah diendapkan di daerah

aliran sebelah atas. Endapan-endapan marine (pengendapan sedimen laut) dan

sungai inilah yang merupakan bahan induk tanah sulfat masam yang terbentuk di

daerah tersebut (Hakim dkk, 1986).

Klasifikasi Tanah Sulfat Masam

Tanah sulfat masam dapat dibedakan menjadi 2 golongan, yaitu tanah

sulfat masam potensial dan tanah sulfat masam aktual. Lahan sulfat masam

potensial mempunyai pH >3,5 yang makin tinggi selaras dengan kedalaman tanah.

Lahan sulfat masam potensial harus dijaga agar bahan sulfidik tidak teroksidasi.

Sedangkan lahan sulfat masam aktual merupakan lahan/tanah yang mempunyai

pH tanah lapang 3,5 dan mempunyai horizon sulfidik atau tanda-tanda horizon

sulfidik yang disebabkan teroksidasinya pirit, yang terjadi akibat drainase

berlebihan. Apabila pH tanah lapang mencapai <3,5 dapat menyebabkan kisi-kisi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


liat hancur, sehingga ion Al3+ sangat mendominasi dalam kompleks jerapan

(Adhi, et al dalam Adimihadja, dkk., 2000).

Ciri Tanah Sulfat Masam

Tanah sulfat masam mempunyai penciri utama, yaitu (1) bahan sulfidik

atau pirit, (2) lapisan (horison) sulfurik, (3) bercak jarosit, dan (4) bahan penetral

berupa karbonat atau basa-basa tertukar lainnya. Sifat tanah sulfat masam ditandai

warna tanah yang kelabu, bersifat mentah, dan kemasaman sedang sampai tinggi

(Noor, 2004).

Mekanisme dan Dampak Teroksidasinya Senyawa Pirit

Bahan sulfat masam terdiri atas tanah salin atau sedimen yang terdapat

besi sulfida (FeS2) di atas lapisan tanah dalam keadaan tergenang atau kondisi

anaerob. Akan tetapi, pirit menjadi teroksidasi menjadi asam sulfat. Asam sulfat

dihasilkan dari oksidasi pirit yang menyebabkan pH tanah berada pada tingkat

yang sangat bahaya pada waktu derajat keasaman 3.0. Tanah menjadi beracun,

meningkatkan aluminium, besi dan mangan yang terlarut serta kualitas unsur hara

menjadi tidak tersedia (Bloomfield, 1972).

Pirit (FeS2) pada kondisi anaerob atau tergenang adalah senyawa yang

stabil dan tidak berbahaya, akan tetapi menjadi berbahaya jika kondisi tanah

berubah menjadi aerob. Senyawa pirit dalam kondisi aerob akan teroksidasi dan

menghasilkan senyawa beracun serta meningkatkan kemasaman tanah, yang

berbahaya bagi pertumbuhan tanaman. Ada dua keadaan yang menyebabkan pirit

berada dalam kondisi aerob yaitu apabila tanah pirit diangkat ke permukaan tanah

(misalnya pada waktu mengolah tanah, membuat saluran, atau membuat surjan)

dan jika permukaan air tanah turun (misalnya pada musim kemarau). Hasil

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


oksidasi pirit, antara lain asam sulfat dan hidroksida besi yang menyebabkan

reaksi tanah sangat masam. Senyawa yang terbentuk secara alamiah dapat

mengalami reaksi penetralan dengan terbentuknya senyawa jarosit yang berupa

bercak-bercak karatan berwarna kuning jerami (Dent dan Langenhoff, 1986).

Tanah sulfat masam mengandung senyawa pirit (FeS2), reklamasi lahan

berupa pembuatan saluran dan drainase mengakibatkan senyawa ini terpapar

udara. Oksidasi pirit mengakibatkan hancurnya kisi-kisi mineral liat dan

menghasilkan ion Al dan Fe yang beracun bagi tanaman. Reaksi oksidasi pirit

menurut (Boyd, 1982 dalam Suriadikarta, 2005) adalah sebagai berikut:

1. FeS2 + H2O + 3,5 O2 FeSO4 + H2SO4

2. 2FeSO4 + ½ O2 + H2SO4 Fe2(SO4)3 + H2O

3. FeS2 + 7Fe2(SO4)3 + 8H2O 15 FeSO4 + 8H2SO4

Produksi ferri sulfat dari ferro sulfat sangat besar karena proses

pembentukannya dipercepat oleh aktivitas bakteri Thiobacillus ferrooxidans

(No.2) dan pada kondisi yang masam reaksi pirit dengan ferri sulfat (No. 3)

berlangsung sangat cepat. Ferri sulfat juga dapat terhidrolisis sehingga menambah

kemasaman seperti diperlihatkan reaksi berikut:

Fe2(SO4)3 + 6 H2O → 2 Fe(OH)3 + 3 H2SO4

Hasil reaksi adalah dihasilkannya Fe 3+ koloidal, dan asam sulfat yang

terlarut menjadi ion sulfat dan melimpahnya ion H+, yang mengakibatkan pH

tanah turun drastis dari awalnya netral-agak alkalis (pH 5,5-6,5) menjadi masam

ekstrim (pH 1,3 sampai <3,5). Pada kondisi ini terjadi keracunan ion H+, AI, SO42-

dan Fe2+, serta penurunan kesuburan tanah alami akibat hilangnya basa-basa tanah

sehingga tanah mengalami kahat P, K, Ca, dan Mg (Subagyo, 2006).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Kemasaman yang tinggi akibat teroksidasinya pirit, akan menghancurkan

ikatan alumino-silikat dan membebaskan ion Al3+ yang kemudian mendesak

kation hara seperti K, Ca, dan Mg dari komplek jerapan. Tingginya tingkat

kemasaman tanah juga mengakibatkan bertambahnya kelarutan ion-ion Fe2+, Al3+ ,

dan Mn2+ di dalam tanah yang bersifat racun bagi tanaman. Kemasaman tanah

(pH) yang rendah juga menyebabkan ketersediaan fosfat menjadi berkurang

karena diikat oleh besi atau aluminium dalam bentuk besi fosfat atau aluminum

fosfat, serta kejenuhan basa menjadi rendah sehingga terjadi kekahatan unsur hara

di dalam tanah. Selain itu unsur hara yang terdesak akan hilang melalui pencucian

air pengairan baik vertikal maupun horizontal sehingga tanah menjadi masam dan

miskin hara (Hasibuan, 2008).

Senyawa pyrit FeS2 yang stabil pada lahan rawa karena penggenangan

(kondisi reduksi), dapat membebaskan banyak ion H+ jika teroksidasi oleh

tindakan pengeringan dalam reklamasi lahan. Reaksi oksidasi pirit tersebut

adalah:

2FeS2 + 6H2O + 7O2 4SO42- + 8H+ + 2Fe(OH)3

Pada reaksi diatas terbebaskan 2 ion H+ untuk setiap ion sufat. Diperhitungkan

lebih dari 300 cmol H+/kg terbentuk; 300 cmol H+/kg sebanding dengan 10 hingga

30 kali lebih besar dari muatan negatif liat tanah yang umum diukur di tanah

dengan demikian kebanyakan partikel tanah tidak mempunyai muatan negatif

yang cukup untuk mengikat ion H+ di permukaannya. Ion H+ yang tidak terikat di

larutan tanah ini akan menurunkan pH sangat besar. Tanah akan menjadi sangat

masam ditambah lagi adanya ion SO42- yang sangat meracun. Tanah demikian

disebut tanah sulfat masam dengan ciri pH < 3,5 (Mukhlis, dkk 2011)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Bakteri Pereduksi Sulfat (BPS)

Bakteri pereduksi sulfat adalah mikroorganisme yang mampu tumbuh dan

hidup di lingkungan yang banyak mengandung sulfat, dan memanfaatkan sulfat

sebagai terminal akseptor electron dan senyawa organik sebagai donor electron

(Moosa et al., 2002).

Habitat pertumbuhan bakteri pereduksi sulfat cukup luas. Selain di lautan,

bakteri ini juga ditemukan di lahan sawah dan perairan darat. Mengingat bakteri

ini merupakan bakteri anaerob obligat, bakteri pereduksi sulfat lebih banyak

ditemukan pada lingkungan anoksik, terutama di bagian bawah sedimen.

Jorgensen (1982) melaporkan bahwa jumlah dan aktivitas bakteri pereduksi sulfat

meningkat dengan ketebalan lapisan sedimen. Namun demikian, ada kelompok

bakteri pereduksi sulfat yang mampu tumbuh pada kondisi oksik. Hal ini yang

menyebabkan ada keragaman bakteri yang tumbuh dalam sedimen.

Risatti et al., (1994) mengemukakan bahwa kelompok Desulfovibrio sp. lebih

dominan di bagian atas sedimen, sedangkan Desulfotomaculum sp. banyak

ditemukan pada bagian bawah sedimen.

Dalam melakukan reduksi sulfat, BPS menggunakan sulfat sebagai sumber

energi yaitu sebagai akseptor electron dan menggunakan bahan organik sebagai

sumber karbon (C). Karbon tersebut berperan sebagai donor elektron dalam

metabolisme juga merupakan bahan penyusun selnya (Groudev et al., 2001).

BPS menggunakan donor elekron H2 dan sumber C yang dapat diperoleh

dari bahan organik. Reduksi sulfat dapat terjadi dalam kisaran nilai pH, tekanan,

suhu dan kondisi salinitas yang luas. Reduksi sulfat dapat dihambat dengan

adanya oksigen, nitrat dan ion ferric. Reaksi reduksi sulfat adalah sebagai berikut:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


SO42- + 4H2 + 2H+ H2S + 4H2O + OH-

Dari reaksi tersebut terlihat bahwa pada proses reduksi ion sulfat, bukan hanya

H2S yang dilepaskan tetapi juga ion hidroksil (OH-). Semakin banyak ion sulfat

yang direduksi maka semakin banyak juga ion OH- yang dihasilkan sehingga pH

akan semakin meningkat (Djurle, 2004).

Bakteri pereduksi sulfat merupakan bakteri obligat anaerob yang

menggunakan H2 sebagai donor elektron (chemolithotrophic). BPS dapat

mereduksi sulfat pada kondisi anaerob menjadi sulfida, selanjutnya H2S yang

dihasilkan dapat mengendapkan logam-logam toksik (Cu, Zn, Cd) sebagai logam

sulfida. BPS memerlukan substrat organik yang berasal dari asam organik berantai

pendek seperti asam piruvat. Dalam kondisi alamiah, asam tersebut dihasilkan

oleh aktivitas anaerob lainnya (Hanafiah et al., 2009).

Kondisi anaerobik merupakan persyaratan habitat BPS. Substrat,

temperatur, pH juga dapat menentukan batasan dan telah menjadi subjek

penelitian di laboratorium dan dilapangan (Doshi, 2006).

Bahwa ada hal umum yang terjadi yang menghambat pertumbuhan

mikroba terutama jenis anaerob yaitu : 1) adanya oksigen tidak akan membunuh

bakteri tersebut namun bakteri tersebut mengalami dorman sebagai hasil

lingkungan yang kurang menguntungkan, 2) kehadiran bakteri lain dapat

mengubah dan menghambat pertumbuhan bakteri pereduksi sulfat

(Postgate,1984).

Kemampuan isolat bakteri pereduksi sulfat juga beragam, namun efisiensi

reduksi sulfat semua isolat meningkat dengan peningkatkan nilai pH. Penurunan

pH menurunkan kemampuan bakteri mereduksi sulfat. Pada pH 6, isolat ICBB

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


8820 mampu mereduksi sebesar 74,75%, berkurang menjadi 72,77% pada pH 4,

dan tidak mampu tumbuh pada pH 3 (Yusron, 2009).

Isolat BPS dari limbah kertas dan air panas belerang lebih efektif pada pH

diatas 4. Namun ketika dihadapkan pada kondisi pH dibawah 4 sampai 2,5 (sangat

masam) isolate dari limbah kertas dan air panas tidak terlalu efektif (Sitinjak,

2016).

Isolate yang berasal dari tanah sulfat masam mampu bertahan dalam

kondisi sangat masam. Isolate BPS dari tanah sulfat masam bukan hanya dapat

bertahan tetapi juga efektif pada pH diatas dan dibawah 4 sampai 2.5, meskipun

pada pH diatas 4 isolat dari tanah sulfat masam bukan isolat yang tertinggi dalam

meningkatkan pH. Kemampuan isolate TSM ini diduga berasal dari lingkungan

habitat aslinya. Lingkungan asli dari isolate ini, mempunyai pH sekitar 3,6

sehingga memungkinkan untuk bertahan dan lebih sesuai kondisi sangat masam

(Sitinjak, 2016).

Hasil perubahan pH dari berbagai sumber pereduksi sulfat setelah 14 hari

inkubasi menunjukan bahwa sumber isolate LK mampu menaikan pH tanah

berturut-turut dari pH tanah awal sebesar 4 ; 3,5 ; 3 ; 2,5 menjadi pH tanah akhir

sebesar 6,1 ; 5,04 ; 4,13 ; 3,96. Sedangkan isolate yang bersumber dari tanah

sulfat masam (TSM) mampu menaikan pH tanah berturut-turut dari pH tanah awal

sebesar 4 ; 3,5 ; 3 ; 2,5 menjadi pH tanah akhir sebesar 4,17 ; 3,65 ; 3,33 ; 2,83

(Sitinjak, 2016).

Kompos

Kompos adalah proses yang dihasilkan dari pelapukan (dekomposisi) sisa-

sisa bahan organik secara biologi yang terkontrol (sengaja dibuat dan diatur)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


menjadi bagian-bagian yang terhumuskan. Kompos sengaja dibuat karena proses

tersebut jarang sekali dapat terjadi secara alami, kareana di alam kemungkinan

besar terjadi kondisi kelembaban dan suhu yang tidak cocok untuk proses biologis

baik terlalu rendah atau terlalu tinggi (Firmansyah, 2010).

Ciri fisik kompos yang baik adalah berwarna cokelat kehitaman, agak

lembap, gembur dan bahan pembentuknya sudah tidak tampak lagi. Kualitas

kompos sangat ditentukan oleh besarnya perbandingan antara jumlah karbon dan

nitrogen (C/N rasio). Jika C/N rasio tinggi, berarti bahan penyusun kompos belum

terurai secara sempurna. Bahan kompos dengan C/N rasio tinggi akan terurai atau

membusuk lebih lama dibandingkan dengan bahan ber-C/N rasio rendah. Kualitas

kompos dianggap baik jika memiliki C/N rasio antara 12-15. (Novizan, 2005).

Rasio karbon dan nitrogen (C/N) sangat penting untuk memasok hara yang

diperlukan mikroorganisme selama proses pengomposan berlangsung. Seperti

yang telah dijelaskan, karbon dan nitrogen memiliki fungsi masing-masing yang

sama-sama penting dalam proses pengmposan. Karbon diperlukan

mikroorganisme sebagai penyumbang energi dalam proses dekomposisi,

sedangkan nitrogen diperlukan untuk menbentuk protein. Kandungan karbon juga

mempengaruhi proses pengikatan nitrogen oleh mikroorganisme. Bila kandungan

karbon terlalu sedikit mikroorganisme akan sulit mengikat nitrogen bebas karena

tidak cukupnya energi yang harusnya didapat dari karbon. Bila kandungan karbon

terlalu banyak jumlah kadar nitrogen akan terbatas sehingga pertumbuhan

mikroorganisme akan berhenti (Santoso dkk, 1999).

Dua unsur yang paling penting adalah karbon dan nitrogen karena dua

unsur tersebut merupakan unsur yang dibutuhkan bakteri decomposer untuk

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


mengurai sampah. Rasio C/N akan menmpengaruhi proses pengomposan dan

hasil dari pengomposan itu sendiri. Mikroorganisme membutuhkan sekitar 20-30

unit karbon untuk setiap unit nitrogen yang digunakan untuk proses produksi

protein (Stewart, 2006).

Kompos Tandan Kosong Kelapa Sawit

Tandan kosong kelapa sawit merupakan salah satu dari hasil limbah pabrik

kelapa sawit yang jumlahnya cukup besar. Selama ini limbah tersebut hanya

dibakar untuk diambil abunya sebagai pupuk kalium. Pembakaran tandan ini

praktis menghilangkan bahan organik yang ada didalam limbah, sehingga perlu

dilakukan pemanfaatan dengan menggunakan alternatif lain hingga dapat

digunakan sebagai pupuk organik (Hutauruk dan Marbun, 1993).

Tandan kosong kelapa sawit banyak mengandung lignoselulosa dengan

penyusun utama selulosa (45,95%), hemiselulosa (22,84%), dan lignin (16, 49%),

abu (1,23%), nitrogen (0,53%), minyak (2,41%). Tingginya selulosa,

hemiselulosa dan lignin menjadikan kompos TKS matang cukup lama yaitu 3

bulan. Sedangkan unsur hara yang terkandung pada TKS antara lain 42,8% C,

2,90% K2O, 0,80%P2O5, 0,30% MgO, 10 ppm B, 23 ppm Cu, dan 51 ppm ZN

(Singh et al., 1990 dalam Susanto et al., 2005).

Aplikasi TKS dengan berbagai dosis tanpa maupun dengan tambahan

pupuk organik secara nyata meningkatkan perubahan sifat kimia yaitu pH, C-

organik, N, P-tersedia, KTK dan kejenuhan basa. Sedangkan kadar Al tertukar

dalam tanah dengan aplikasi tandan kosong kelapa sawit ini mengalami

penurunan. Hal ini menunjukkan bahwa aplikasi tandan kosong kelapa sawit

disamping memperbaiki sifat kimia tanah dan dapat menekan Al bebas (Al-dd).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Tandan kosong kelapa sawit sebagai sumber bahan organik dapat mengikat

(ckelates) Al sehingga berbentuk ikatan Al- organik. Al tersebut akan

menurunkan Al tertukar dan meningkatkan pH tanah (Suntoro, 2001).

Kompos Jerami Padi

Jerami padi merupakan bahan organik yang potensial ketersediaannya bagi

usaha tani padi sawah. Potensi jerami padi di Indonesia sangat besar dari segi

kuantitas yaitu 77 juta ton dari hasil panen padi (BPS, 2008). Jumlah jerami

sebesar tersebut sangat potensial untuk dapat digunakan sebagai bahan baku

amelioran tanah. Sebagian besar jerami padi belum dimanfaatkan oleh petani,

namun menjadi bahan terbuang dan sering dibakar oleh petani yang menyebabkan

kehilangan kandungan hara pada jerami tersebut.

Produksi jerami padi dapat mencapai 4-5 ton per hektar tergantung pada

lokasi dan jenis varietas tanaman yang digunakan. Dinas Pertanian (2008),

menyatakan kandungan hara yang terdapat pada jerami, antara lain seperti N

0.64%, P 0.05%, K 2.03%, Ca 0.29%, Mg 0.14%, Zn 0.02%,Si 8.8%. Aplikasi

jerami 5 ton/ha/musim selama 4 musim menunjukkan bahwa jerami dapat

meningkatkan kadar C-organik 1,50%, K-dapat ditukar 0,22 me, Mg-dapat ditukar

0,25 me, kapasitas tukar kation tanah 2 me/100 g, Si tersedia dan stabilitas agregat

tanah. Apabila dihitung dalam hektar, sumbangan hara dari jerami tersebut adalah

170 kg K, 160 kg Mg, 200 kg Si dan 1,70 ton C-organik yang sangat diperlukan

bagi kegiatan jasad renik tanah atau setara dengan 340 kg KCl dan 361 kg kieserit.

Sehingga aplikasi bahan organik dapat memperkaya hara tanah. Secara tidak

langsung jerami juga mengandung senyawa N dan C yang berfungsi sebagai

substrat metabolisme mikrobia tanah, termasuk gula, pati, selulosa, hemisesulosa,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


pektin, lignin, lemak, dan protein. Senyawa tersebut menduduki 40% (sebagai C)

berat kering jerami. Pembenaman jerami kedalam lapisan olah tanah akan

mendorong bakteri pengikat N yang heterotropik dan fototropik (Sutanto, 2006).

Kompos Gulma

Pada areal perkebunan kelapa sawit PT Mapoli Raya, gulma yang paling

banyak tumbuh dan paling luas penyebaranya adalah gulma purun tikus

(Eleocharis dulcis Burm.f.). Steenis (2003) menyatakan bahwa tumbuhan ini

mempunyai rimpang pendek dengan stolon memanjang berujung bulat gepeng,

berwarna kecoklatan sampai hitam. Batang tegak, tidak bercabang, berwarna

keabuan hingga hijau mengkilap dengan panjang 50-200 cm dan tebal 2-8 mm.

Daun mereduksi menjadi pelepah yang berbentuk buluh seperti membran yang

menyelubungi pangkal batang, kadang-kadang dengan helaian daun rudimeter,

ujung daun tidak simetris, berwarna coklat kemerahan sampai lembayung, tanpa

lidah daun. Bunganya bulir majemuk, terletak pada ujung batang dengan panjang

2-6 cm dan lebar 3-6 mm, terdiri atas banyak buliran berbentuk silinder, bersifat

hemafrodit. Buah berbentuk telur sungsang, berwarna kuning sampai coklat.

Kandungan unsur hara bahan organik purun tikus adalah N 3,36%,

P 0,43%, K 2,02%, Mg 0,42%, S 0,76%, Al 0,57% dan Fe 142,20 mg/l

(Aribawa, 2001; Noor, 2004; Noor et al.,2006). Pemberian bahan organik purun

tikus yang dikombinasikan dengan kapur meningkatkan kesuburan tanah di lahan

rawa pasang surut (Noor et al., 2006). Kompos purun tikus dan paku-pakuan /

kelakai mengandung Fe tinggi sehingga dapat mengkhelat asam-asam organik dan

meningkatkan pH, Mg, dan Ca tanah (Noor et al., 2005). Pemberian amelioran

meningkatkan pH tanah gambut sekitar 0,10-1,20, dari 3,26 menjadi 3,38-4,46.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Pemberian kompos purun tikus 2,5 t/ha hampir sama dengan 2 ton dolomit/ha dan

dapat meningkatkan hasil tanaman tomat masing-masing sebesar 25,73% dan

25,97% (Lestari et al., 2009).

Tanaman Jagung

Tanaman jagung dapat beradaptasi luas terhadap lingkungan tumbuhnya.

Secara umum, tanaman jagung dapat tumbuh di dataran rendah sampai dengan

dataran tinggi sekitar 1.300 m diatas permukaan laut (dpl), kisaran suhu udaranya

antara 13oC - 38oC, dan mendapat sinar matahari penuh. Di Indonesia tanaman

jagung dapat tumbuh dan berproduksi tinggi di dataran rendah sampai dengan

ketinggian 750 m dpl. Curah hujan yang ideal untuk tanaman jagung adalah

100mm - 200mm per bulan. (Rukmana, 1997).

Umumnya tanaman jagung memiliki daya adaptasi yang baik di daerah

tropis seperti indonesia. Tanaman jagung juga mempunyai daya adaptasi baik

terhadap berbagai jenis tanah. Hampir semua jenis tanah pertanian cocok untuk

pengembangan budidaya jagung. Hal yang penting penting untuk diperhatikan

adalah tanahnya subur, banyak mengandung bahan organik, aerasi dan

drainasenya baik serta memiliki pH antara 5,5-7,5 (Rukmana, 1997)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Rumah kaca dan Laboratorium Biologi

Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian

tempat ± 25 meter diatas permukaan laut, dimulai pada bulan November 2016

sampai dengan Agustus 2017.

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah contoh tanah

sulfat masam sebagai media tanam, kompos TKKS, jerami dan gulma sebagai

carrier bagi BPS, EM4 sebagai activator untuk mempercepat proses

pengomposan, pupuk N, P, dan K sebagai pupuk dasar, isolat bakteri pereduksi

sulfat LK-4 (isolat yang diisolasi dari sludge limbah kertas Toba Pulp Lestari

dengan kode 4) sebagai agen pereduksi sulfat, media phosgate-E sebagai media

tumbuh spesifik BPS, tanaman jagung sebagai tanaman indikator, air untuk

menyiram tanaman, dan bahan kimia lainnya untuk keperluan analisis

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul untuk

mengambil contoh tanah, mesin pencacah kompos untuk menghaluskan bahan

yang akan dikomposkan, polibag 5 kg sebagai wadah tanah, timbangan untuk

menimbang tanah dan kompos, arit untuk mengambil jerami dan gulma, meteran

untuk mengukur luas lahan penelitian, ayakan tanah 10 mesh untuk menghaluskan

contoh tanah, GPS (Global Positioning System) untuk menandai titik koordinat

lokasi pengambilan bahan contoh tanah. Alat-alat untuk keperluan perbanyakan

bakteri pereduksi sulfat yaitu : Erlenmeyer, stirer, pH meter, autoclaf, laminar air

flow, incubator serta alat-alat gelas lainnya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak Kelompok (RAK)

dengan dua faktor dan dua ulangan yaitu :

Faktor I : Carrier Bakteri Pereduksi Sulfat (BPS)

C0 : Kontrol (tanpa pemberian kompos)

C1 : Kompos TKKS (37,5 g/5 kg TKO) setara 15 ton/ ha

C2 : Kompos TKKS (75 g/5 kg TKO) setara 30 ton/ ha

C3 : Kompos TKKS (112,5 g/5 kg TKO) setara 45 ton/ ha

C4 : Kompos jerami padi (37,5 g/5 kg TKO) setara 15 ton/ ha

C5 : Kompos jerami padi (75 g/5 kg TKO) setara 30 ton/ ha

C6 : Kompos jerami padi (112,5 g/5 kg TKO) setara 45 ton/ ha

C7 : Kompos gulma (37,5 g/5 kg TKO) setara 15 ton/ ha

C8 : Kompos gulma (75 g/5 kg TKO) setara 30 ton/ ha

C9 : Kompos gulma (112,5 g/5 kg TKO) setara 45 ton/ ha

Faktor II : Kondisi Tanah Sulfat Masam

K1 : 100% Kapasitas Lapang

K2 : 110% Kapasitas Lapang

Sehingga diperoleh 20 kombinasi perlakuan yaitu :

C0K1 C5K1 C0K2 C5K2

C1K1 C6K1 C1K2 C6K2

C2K1 C7K1 C2K2 C7K2

C3K1 C8K1 C3K2 C8K2

C4K1 C9K1 C4K2 C9K2

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Jumlah ulangan : 2 ulangan

Jumlah unit percobaan : 40 unit

Jumlah sampel seluruhnya : 40 tanaman

Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan sidik ragam dengan

model linear sebagai berikut :

Yijk = µ + pi + αj + βk + (αβ)jk + εijk

i = 1,2,3 j = 1,2,3,4,5,6,7,8,9,10 k = 1,2

Yijk : nilai pengamatan pada blok ke-i, carrier BPS ke-j, dan kondisi tanah ke-k

µ : Nilai tengah umum

pi : pengaruh blok ke-i

αj : pengaruh carrier BPS ke-j

βk : pengaruh kondisi tanah ke-k

(αβ)jk : pengaruh interaksi carrier BPS ke-j dan kondisi tanah ke-k

Εijk : pengaruh galat percobaan pada blok ke-i akibat perlakuan carrier BPS ke-

j dan kondisi tanah ke-k

Selanjutnya data dianalisis dengan Analysis of Variance (ANOVA), untuk

setiap parameter yang nyata dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan

(Duncan’s Multiple Range Test) pada taraf 5%.

Pelaksanaan Penelitian

Pengomposan

TKKS, gulma dan jerami yang telah dicacah diberi activator berupa

larutan EM4 sebagai bahan pendekomposer, kemudian masing-masing bahan

organik tersebut dicampur hingga merata dan ditambah air hingga kondisinya

cukup lembab. Bahan dimasukan dalam karung plastik dan disimpan di tempat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


yang tidak terkena cahaya matahari langsung. Setiap minggu dilakukan

pembalikan sembari dijaga kelembabannya.. Kompos yang sudah matang ditandai

dengan berwarna hitam, tidak dikenali lagi bentuknya serta C/N nya lebih kecil

dari 20. Setelah itu, diukur % KA masing-masing kompos untuk mendapatkan

berat basah kompos yang setara dengan berat kering kompos.

Pengambilan Sampel Tanah

Tanah yang diambil merupakan tanah sulfat masam yang berada di areal

perkebunan PT. Mopoli Raya Kebun Paya Rambe II, Kecamatan Seruway,

Kabupaten Aceh Tamiang pada blok yang berpirit dangkal sebanyak

2 lubang/ha dengan kedalaman 0-40 cm dari permukaan tanah.

Analisis Awal Tanah

Analisis awal tanah dilakuakan untuk menilai kondisi tanah dilapangan.

Analisis awal tanah yang dilakukan meliputi pengukuran pH tanah, pengukuran

kadar sulfat tanah dan lain-lain sebagai data untuk mendukung penelitian.

Persiapan Media Tanam

Contoh tanah yang telah diambil kemudian dikering udarakan, setelah itu

diayak dengan ayakan 10 mesh. Dilakukan pengukuran kadar air tanah untuk

menentukan banyaknya tanah yang akan dimasukan ke dalam polibag dan

kapasitas lapang untuk menentukan jumlah air yang ditambahkan untuk mencapai

kondisi kapasitas lapang.

Persiapan Isolate Bakteri Pereduksi Sulfat

Isolate Bakteri Pereduksi Sulfat yang digunakan pada penelitian ini

merupakan isolat Bakteri Pereduksi Sulfat LK-4 (isolat yang diisolasi dari limbah

sludge kertas Toba Pulp Lestari dengan kode 4) yang telah melewati pengujian di

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


laboratorium. Isolate LK ini merupakan hasil seleksi berdasarkan keefektifannya

dan kecepatannya dalam mereduksi sulfat serta meningkatkan pH tanah.

Perbanyakan Isoate Bakteri Pereduksi Sulfat

Setelah didapat isolate Bakteri Pereduksi Sulfat yang unggul kemudian

isolate tersebut diperbanyak dalam medium spesifik Bakteri Pereduksi Sulfat

yaitu Phosgate-E dengan komposisi media (KH2PO4 0,5g, NH4Cl 1g, Na2SO4 1g,

CaCl2.6H2O 1g, MgCl2.7H2O 2g, Sodium Lactate 8 ml, Yeast Extract 1g, Ascorbic

Acid 1g, Thioglycolic Acid 0,76 ml, Fe2SO4.7H2O 0,5g untuk 1L media). Bahan

kimia tersebut dimasukan ke dalam aquades 500 ml, diaduk hingga homogen dan

dijadikan 1 l. Sebelum diautoklaf media sudah ditetapkan pHnya terlebih dahulu

yaitu 7.4, kemudian media distrerilkan dengan autoklaf selama 15 menit pada

suhu 121oC. Setelah media siap, kemudian isolate Bakteri Pereduksi Sulfat

dipebanyak dalam media Phosgate-E yang dikerjakan secara steril di ruang LAF

(Laminar Air Flow) dan diinkubasi pada inkubator dengan suhu 35-40°C selama ±

5 hari. Pertumbuhan Bakteri Pereduksi Sulfat ditandai dengan berubahnya warna

coklat kehitaman sampai hitam pada media kultur.

Perhitungan populasi Bakteri Pereduksi Sulfat

Setelah diperbanyak, langkah selanjutnya adalah perhitungan populasi

Bakteri Pereduksi Sulfat. Perhitungan populasi Bakteri Pereduksi Sulfat dilakukan

dengan metode MPN (Most Probable Number). Populasi isolate yang digunakan

berjumlah ≥107 cfu/mL media posgate cair.

Aplikasi Isolate Bakteri Pereduksi Sulfat Pada Kompos

Sebelum isolat dimasukkan ke dalam kompos, masing-masing dari ketiga

jenis kompos tersebut telah ditimbang sesuai dosis tiap perlakuan yakni setara

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


dengan 15, 30 dan 45 ton/ha, kemudian dimasukkan ke dalam plastik dan

divakum agar hampa udara. Setelah dikemas berdasarkan dosis tiap perlakuan

kemudian kompos disterilkan dengan menggunakan autoklaf selama 15 menit

pada suhu 121oC, setelah kompos dingin maka isolate bakteri pereduksi sulfat

sebanyak 10% dari berat kompos dapat diinokulasikan kedalam kompos dengan

menggunakan jarum suntik yang dilakukan di LAF (Laminar Air Flow) dalam

keadaan steril. Kemudian inokulum kompos diinkubasi pada inkubator dengan

suhu 35-40°C selama ± 5 hari hingga bakteri tumbuh yang ditandai dengan

terbentuknya gelembung dipermukaan kompos

Aplikasi Carrier Bakteri Pereduksi Sulfat Pada Media Tanam

Carrier bakteri pereduksi sulfat yang telah siap kemudian dimasukan ke

dalam media tanam. Carrier ditempatkan di lubang tanam. Setelah itu, dingkubasi

selama 1 minggu dengan tujuan untuk menurunkan kadar sulfat dan meningkatkan

pH tanah sehingga tidak menggangu pertumbuhan tanaman jagung.

Kompos

Selang air

Tanah Sulfat Masam

Gambar 1. Posisi Kompos

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Penanaman

Penanaman dilakukan dengan sistem tugal, yakni dengan cara membuat

lubang tanam pada tanah kira-kira sedalam 5 cm dari permukaan tanah kemudian

dimasukan benih jagung sebanyak 3 benih per polibag Setelah berumur ± 1

minggu dilakukan penjarangan dengan hanya menyisakan satu tanaman yang

dianggap baik.

Tanaman jagung

Selang air

Kompos

Tanah Sulfat Masam

Gambar 2. Tanaman Jagung

Pemupukan

Dosis pemupukan tanaman jagung terdiri atas Urea 300 kg/ha (setara 0,75

gr/5 kg TKO), TSP 100 kg/ha (setara 0,25 gr/5 kg TKO) dan KCL 100 kg/ha

(setara 0,25 gr/5 kg TKO). Pupuk TSP dan KCL hanya diberikan sekali pada saat

tanam, sedangkan urea tiga kali masing-masing 1/3 bagian pada saat tanam, pada

umur 21 HST, dan pada umur 42 HST.

Penyiraman

Penyiraman tanaman dilakukan sesuai kondisi kapasitas lapang tanah yang

telah ditetapkan yakni 100% kapasitas lapang dan 110% kapasitas lapang.

Penentuan dosis penyiraman berdasarkan kapasitas lapang dilakukan dengan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


menetapkan besaran atau nilai kapasitas lapang tanah kemudian setiap hari bobot

tanah ditimbang, apabila terjadi pengurangan maka ditambahkan air hingga

mencapai nilai kapasitas lapang yang telah ditetapkan.

Pengendalian Hama dan Penyakit

Pengendalian hama dan penyakit dilakukan apabila terjadi serangan, waktu

dan dosis pemberian berdasarkan intensitas serangan yang terjadi di lapangan.

Pemanenan

Pemanenan dilakuakan pada akhir masa vegetatif ditandai dengan

keluarnya malai pada bunga jantan ± 75%. Pemanenan dilakukan dengan

memotong dan memisahkan bagian tajuk tanaman dengan bagian akar tanaman.

Kemudian dibersihkan setelah itu diovenkan. Selanjutnya dihitung berat kering

tajuk dan berat kering akar tanaman.

Parameter Amatan

- Kadar sulfat dengan metode Pengabuan Basah dengan campuran HNO 3

dan HClO4

- pH (H2O) dengan metode Elektometri

- C- organik (%) dengan metode Walkey & Black

- Populasi bakteri pereduksi sulfat (BPS) dengan metode MPN (Most

Probable Number)

- Tinggi Tanaman (cm)

- Berat kering tajuk (g)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


HASIL DAN PEMBAHASAN

Kadar Sulfat Tanah

Dari data pengukuran hasil kadar sulfat tanah dan hasil sidik ragam kadar

sulfat tanah (Lampiran 16 dan 16.1) diperoleh bahwa perlakuan carrier bakteri

pereduksi sulfat (BPS), perlakuan kadar air tanah dan kombinasi antara perlakuan

carrier bakteri pereduksi sulfat (BPS) dengan kadar air tanah tidak berpengaruh

nyata menurunkan kadar sulfat tanah. Rataan kadar sulfat tanah dapat dilhat pada

Tabel 1.

Tabel 1. Rataan kadar sulfat tanah akibat perlakuan carrier bakteri pereduksi sulfat
(BPS), kadar air tanah serta interaksi keduanya.
Kadar Air Tanah
Carrier Bakteri Pereduksi Sulfat (BPS) K1 K2 Rataan
(100% KL) (110% KL)
--------------ppm------------
C0 ( tanpa pemberian kompos ) 137,31 126,45 131,88
C1 (kompos tkks 15 ton/ha) 155,76 113,35 134,56
C2 (kompos tkks 30 ton/ha) 100,42 214,04 157,23
C3 (kompos tkks 45 ton/ha) 163,17 179,73 171,45
C4 (kompos jerami 15 ton/ha) 138,18 177,66 157,92
C5 (kompos jerami 30 ton/ha) 108,35 148,00 128,18
C6 (kompos jerami 45 ton/ha) 99,00 222,85 161,38
C7 (kompos gulma 15 ton/ha) 165,07 114,55 139,81
C8 (kompos gulma 30 ton/ha) 109,03 115,76 112,40
C9 (kompos gulma 45 ton/ha) 172,49 130,24 151,37
Rataan 134,96 154,26

Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa kombinasi antara setiap

perlakuan tidak berbeda nyata dengan kombinasi perlakuan yang lainnya. Kadar

sulfat tanah tertinggi terdapat pada perlakuan C6K2 (kompos jerami 45 ton/ha

dengan kondisi tanah 110% kapasitas lapang) yaitu sebesar 222,85 ppm dan kadar

sulfat tanah terendah terdapat pada perlakuan C6K1 (kompos jerami 45 ton/ha

dengan kondisi tanah 100% kapasitas lapang) yaitu sebesar 99 ppm.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa pada perlakuan K2 (110%KL) terjadi

peningkatan nilai kadar sulfat tanah dibandingkan perlakuan K1 (100%KL).

Secara umum peningkatan kadar air yang diberikan tidak menunjukan penurunan

nilai kadar sulfat tanah. Hal ini disebabkan karena pada perlakuan K2 (110% KL)

kondisi anaerob tidak terjadi. Tidak terjadinya kondisi anaerob disebabkan karena

faktor suhu. Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca. Suhu di dalam rumah kaca

yang lebih tinggi dibandingkan dengan suhu lingkungan mengakibatkan

terjadinya penguapan. Penguapan yang terjadi berdampak pada tanah mudah

kehilangan air sehingga pirit yang stabil pada kondisi anaerob menjadi teroksidasi

yang banyak melepaskan ion H+ dan ion sulfat (SO42-). Hal ini sesuai dengan

literatur Mukhlis, dkk (2011) yang menyatakan bahwa senyawa pyrit FeS2 yang

stabil pada lahan rawa karena penggenangan (kondisi reduksi), dapat

membebaskan banyak ion H+ jika teroksidasi oleh tindakan pengeringan dalam

reklamasi lahan. Reaksi oksidasi pirit tersebut adalah:

2FeS2 + 6H2O + 7O2 4SO42- + 8H+ + 2Fe(OH)3

Pada reaksi diatas terbebaskan 2 ion H+ untuk setiap ion sufat. Diperhitungkan

lebih dari 300 cmol H+/kg terbentuk; 300 cmol H+/kg sebanding dengan 10 hingga

30 kali lebih besar dari muatan negatif liat tanah yang umum diukur di tanah

dengan demikian kebanyakan partikel tanah tidak mempunyai muatan negatif

yang cukup untuk mengikat ion H+ di permukaannya. Ion H+ yang tidak terikat di

larutan tanah ini akan menurunkan pH sangat besar. Tanah akan menjadi sangat

masam ditambah lagi adanya ion SO42- yang sangat meracun.

Pada tabel 1 dapat dilihat bahwa pada perlakuan C5 dan C8 terjadi

penurunan kadar sulfat tanah sedangkan pada perlakuan C1, C2, C3, C4, C6, C7

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


dan C9 terjadi peningkatan kadar sulfat tanah dibandingkan dengan perlakuan C0

(tanpa pemberian kompos). Secara umum pemberian kompos sebagai carrier BPS

tidak menunjukan penurunan kadar sulfat tanah. Hal ini disebabkan karena kurang

tepatnya aplikasi kompos sebagai carrier BPS. Pada Lampiran 22a dapat dilihat

bahwa aplikasi kompos sebagai carrier BPS dilakukan di lubang tanam, namun

karena dosisnya yang cukup besar mengakibatkan sebagian kompos

membumbung di permukaan tanah. Hal ini menyebabkan kinerja bakteri

pereduksi sulfat menjadi tidak optimal karena bagian atas media tanam merupakan

lapisan yang paling terdampak oleh penguapan. Penguapan mengakibatkan kadar

air dalam tanah berkurang sehingga kondisi aerob yang terjadi. Hal tersebut

menyebabkan BPS tidak mampu mereduksi sulfat karena untuk dapat mereduksi

sulfat BPS membutuhkan lingkungan yang reduktif. Sulfat yang tidak tereduksi

oleh BPS menyebabkan tingginya hasil uji kadar sulfat tanah. Hal ini sesuai

dengan literatur Hanafiah et al (2009) yang menyatakan bahwa bakteri pereduksi

sulfat merupakan bakteri obligat anaerob yang menggunakan H2 sebagai donor

elektron (chemolithotrophic). BPS dapat mereduksi sulfat pada kondisi anaerob

menjadi sulfida, selanjutnya H2S yang dihasilkan dapat mengendapkan logam-

logam toksik sebagai logam sulfida.

pH Tanah

Dari data pengukuran hasil pH tanah dan hasil sidik ragam pH Tanah

(Lampiran 17 dan 17.1) diperoleh bahwa perlakuan carrier bakteri pereduksi sulfat

(BPS), perlakuan kadar air tanah dan kombinasi antara perlakuan carrier bakteri

pereduksi sulfat (BPS) dengan kadar air tanah tidak berpengaruh nyata

meningkatkan pH tanah. Rataan pH tanah dapat dilihat pada Tabel 2.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Tabel 2. Rataan pH tanah akibat perlakuan carrier bakteri pereduksi sulfat (BPS),
kadar air tanah serta interaksi keduanya.
Kadar Air Tanah
Carrier Bakteri Pereduksi Sulfat (BPS) K1 K2 Rataan
(100% KL) (110% KL)
C0 ( tanpa pemberian kompos ) 3,31 3,12 3,22
C1 (kompos tkks 15 ton/ha) 3,27 3,21 3,24
C2 (kompos tkks 30 ton/ha) 3,15 3,30 3,23
C3 (kompos tkks 45 ton/ha) 3,35 3,42 3,39
C4 (kompos jerami 15 ton/ha) 3,41 3,26 3,34
C5 (kompos jerami 30 ton/ha) 3,38 3,32 3,35
C6 (kompos jerami 45 ton/ha) 3,18 3,30 3,24
C7 (kompos gulma 15 ton/ha) 3,19 3,17 3,18
C8 (kompos gulma 30 ton/ha) 3,15 3,37 3,26
C9 (kompos gulma 45 ton/ha) 3,29 3,31 3,30
Rataan 3,26 3,27

Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa kombinasi antara setiap

perlakuan tidak berbeda nyata dengan kombinasi perlakuan yang lainnya. pH

tanah tertinggi terdapat pada perlakuan C3K2 (kompos tkks 45 ton/ha dengan

kondisi tanah 110% kapasitas lapang) sebesar 3,42 dan pH tanah terendah terdapat

pada perlakuan C0K2 (tanpa pemberian kompos dengan kondisi tanah 110%

kapasitas lapang) sebesar 3,12.

Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa pada perlakuan C1, C3, C4, C5, C6, C8

dan C9 terjadi peningkatan pH tanah dibandingkan dengan perlakuan C0 (tanpa

pemberian kompos). Pada perlakuan K2 (110%KL) terjadi peningkatan pH tanah

dibandingkan dengan perlakuan K1 (100%KL). Secara umum terjadi peningkatan

pH tanah, namun peningkatan yang terjadi sangat kecil dan masih menunjukan

nilai pH tanah yang sangat rendah yakni rata-rata pH tanah <3,50 (sangat masam).

Rendahnya nilai pH tanah yang diperoleh disebabkan karena tingginya kadar

sulfat terlarut dalam tanah tersebut yang dapat dilihat pada Tabel 1. Pada Tabel 1

dapat dilihat bahwa nilai kadar sulfat tanah sebesar >100ppm (sedang). Sulfat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


merupakan sumber kemasaman utama pada tanah sulfat masam sehingga apabila

kadar sulfat masih tinggi maka pH tanah akan tetap rendah. Hal ini sesuai dengan

literatur Dent dan Langenhoff (1986) menyatakan hasil oksidasi pirit antara lain

asam sulfat yang menyebabkan reaksi tanah sangat masam. Bloomfield (1972)

menyatakan bahwa asam sulfat yang dihasilkan dari oksidasi pirit menyebabkan

pH tanah berada pada tingkat yang sangat berbahaya pada waktu derajat

kemasaman 3.0. Tanah menjadi beracun, meningkatkan Al, Fe dan Mn yang

terlarut serta kualitas unsur hara menjadi tidak tersedia.

C-Organik

Dari data pengukuran hasil C-Organik dan hasil sidik ragam C-Organik

(Lampiran 18 dan 18.1) diperoleh bahwa perlakuan carrier bakteri pereduksi sulfat

(BPS) berpengaruh nyata meningkatkan C-Organik sedangkan perlakuan kadar air

tanah dan kombinasi antara perlakuan carrier bakteri pereduksi sulfat (BPS)

dengan kadar air tanah tidak berpengaruh nyata terhadap peningkatan C-Organik.

Rataan C-Organik dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Rataan C-Organik akibat perlakuan carrier bakteri pereduksi sulfat


(BPS), kadar air tanah serta interaksi keduanya.
Carrier Bakteri Pereduksi Sulfat Kadar Air Tanah Rataan
(BPS) K1 K2
------------%-----------
C0 ( tanpa pemberian kompos ) 1,78 1,95 1,87 a
C1 (kompos tkks 15 ton/ha) 2,66 2,87 2,77 bc
C2 (kompos tkks 30 ton/ha) 3,06 2,98 3,02 cdefg
C3 (kompos tkks 45 ton/ha) 3,31 3,17 3,24 defghij
C4 (kompos jerami 15 ton/ha) 2,62 2,48 2,55 b
C5 (kompos jerami 30 ton/ha) 2,64 3,00 2,82 bcde
C6 (kompos jerami 45 ton/ha) 3,05 3,15 3,10 cdefgh
C7 (kompos gulma 15 ton/ha) 2,84 2,77 2,81 bcd
C8 (kompos gulma 30 ton/ha) 2,87 2,98 2,93 bcdef
C9 (kompos gulma 45 ton/ha) 3,15 3,15 3,15 cdefghi
Rataan 2,79 2,85
Keterangan : Angka pada setiap perlakuan yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata
pada taraf 5% menurut uji beda rataan DMRT (Duncan Multiple Range Test)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa perlakuan C1 (kompos tkks 15

ton/ha) tidak berbeda nyata dengan perlakuan C2 (kompos tkks 30 ton/ha),

C3 (kompos tkks 45 ton/ha), C4 (kompos jerami 15 ton/ha), C5 (kompos jerami

30 ton/ha), C6 (kompos jerami 45 ton/ha), C7 (kompos gulma 15 ton/ha),

C8 (kompos gulma 30 ton/ha), dan C9 (kompos gulma 45 ton/ha), namun seluruh

perlakuan diatas sangat berbeda nyata dengan perlakuan C0 (tanpa pemberian

kompos). Kadar C-Organik tanah tertinggi terdapat pada perlakuan C3 (kompos

tkks 45 ton/ha) yaitu sebesar 3,24% dan terendah pada perlakuan C0 (tanpa

pemberian kompos) yaitu sebesar 1,87%.

Aplikasi berbagai jenis kompos sebagai carrier bakteri pereduksi sulfat

dapat meningkatkan C-organik tanah secara linear sejalan dengan pertambahan

dosis. Semakin besar dosis kompos yang diberikan maka semakin besar

kandungan C-organik tanah. Kompos merupakan pupuk organik hasil pelapukan

beberapa bahan organik. Dengan menambahkan kompos ke dalam tanah maka

secara otomatis akan meningkatkan sumber karbon organik di dalam tanah yang

pada akhirnya akan meningkatkan kandungan karbon organik tanah. Hal ini sesuai

dengan literatur Dinas Pertanian (2008) menyatakan aplikasi jerami 5

ton/ha/musim selama 4 musim menunjukkan bahwa jerami dapat meningkatkan

kadar C-organik 1,50%. Suntoro (2001) aplikasi TKS dengan berbagai dosis tanpa

maupun dengan tambahan pupuk organik secara nyata meningkatkan perubahan

sifat kimia yaitu pH, C-organik, N, P-tersedia, KTK dan kejenuhan basa.

Noor et al (2006) pemberian bahan organik purun tikus yang dikombinasikan

dengan kapur meningkatkan kesuburan tanah di lahan rawa pasang surut.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Populasi Bakteri Pereduksi Sulfat (BPS)

Dari data pengukuran hasil Populasi BPS dan hasil sidik ragam Populasi

BPS (Lampiran 19 dan 19.1) diperoleh bahwa perlakuan carrier bakteri pereduksi

sulfat (BPS), perlakuan kadar air tanah dan kombinasi antara perlakuan carrier

bakteri pereduksi sulfat (BPS) dengan kadar air tanah tidak berpengaruh nyata

meningkatkan Populasi BPS. Rataan Populasi BPS dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Rataan populasi BPS akibat perlakuan carrier bakteri pereduksi sulfat
(BPS), kadar air tanah serta interaksi keduanya.
Kadar Air Tanah
Carrier Bakteri Pereduksi Sulfat
K1 K2 Rataan
(BPS)
(100% KL) (110% KL)
--------------cfu-------------
C0 ( tanpa pemberian kompos ) 2,5 x 107 14,7 x 106 19,8 x 106
C1 (kompos tkks 15 ton/ha) 2,5 x 107 2,5 x 107 2,5 x 107
C2 (kompos tkks 30 ton/ha) 2,5 x 107 2,5 x 107 2,5 x 107
7 7
C3 (kompos tkks 45 ton/ha) 2,5 x 10 2,5 x 10 2,5 x 107
C4 (kompos jerami 15 ton/ha) 2,5 x 107 2,5 x 107 2,5 x 107
C5 (kompos jerami 30 ton/ha) 2,5 x 107 2,5 x 107 2,5 x 107
C6 (kompos jerami 45 ton/ha) 2,5 x 107 2,5 x 107 2,5 x 107
C7 (kompos gulma 15 ton/ha) 2,5 x 107 2,5 x 107 2,5 x 107
7 6
C8 (kompos gulma 30 ton/ha) 2,5 x 10 13,7 x 10 19,3 x 106
C9 (kompos gulma 45 ton/ha) 2,5 x 107 2,5 x 107 2,5 x 107
Rataan 2,5 x 107 22,8 x 106
Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat bahwa kombinasi antara setiap

perlakuan tidak berbeda nyata dengan kombinasi perlakuan yang lainnya. Seluruh

perlakuan memiliki populasi sebanyak 2,5 x 107 cfu (tumbuh sampai pengenceran

ke-7) kecuali perlakuan C0K2 yaitu sebanyak 14,7 x 106 cfu dan perlakuan C8K2

yaitu sebanyak 13,7 x 106 cfu (tumbuh sampai pengenceran ke-6).

Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa pada perlakuan C1, C2, C3, C4, C5, C6,

C7 dan C9 terjadi peningkatan populasi BPS dibandingkan dengan perlakuan

perlakuan C0 (tanpa pemberian kompos). Secara umum terjadi peningkatan

populasi BPS, namun peningkatan yang terjadi tidak signifikan karena

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


kemampuan tumbuh BPS yang hampir sama baiknya yakni seluruh perlakuan

mampu tumbuh sampai pengenceran ke-6 dan 7.

Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa perlakuan K2 (110%KL) terjadi

penurunan populasi BPS dibandingkan perlakuan K1 (100%KL). Secara umum

terjadi penurunan populasi BPS, namun penurunan yang terjadi tidak signifikan

karena kemampuan tumbuh BPS yang hampir sama baiknya yakni seluruh

perlakuan mampu tumbuh sampai pengenceran ke-6 dan 7.

Pertumbuhan BPS yang sama baiknya pada seluruh perlakuan termasuk

kontrol disebabkan karena beberapa faktor yaitu isolate LK yang diaplikasi dalam

penelitian ini habitat alamiahnya berasal dari kolam pengolahan limbah kertas

dengan kondisi anaerob sedangkan lingkungan baru isolate LK tersebut adalah

kondisi aerob sehingga mengakibatkan isolate LK tidak mampu bertahan hidup

dengan lingkungan barunya. Hal ini sesuai dengan literatur Posgate (1984)

menjelaskan bahwa ada hal umum yang terjadi yang menghambat pertumbuhan

mikroba terutama jenis anaerob yaitu adanya oksigen tidak akan membunuh

bakteri tersebut namun baktei tersebut mengalami dorman sebagai hasil

lingkungan yang kurang menguntungkan. Doshi (2006) menyatakan bahwa

kondisi anaerobik merupakan persyaratan habitat BPS. Substrat, temperatur, pH

juga dapat menentukan batasan dan telah menjadi subjek penelitian di

laboratorium dan dilapangan.

Kemasaman tanah yang tinggi menjadi salah satu faktor penghambat

pertumbuhan BPS yang bersumber dari limbah kertas (isolate LK). Pada Tabel 2

dapat dilihat bahwa nilai rata-rata pH tanah yang didapat <3,50 (sangat masam).

Nilai pH tanah yang sangat masam menyebabkan pertumbuhan BPS tersebut

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


menjadi tidak optimal. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Widyati (2012)

menyatakan bahwa pH dari sludge industri kertas yaitu 4,17 sehingga isolate BPS

dari sludge kertas tersebut lebih sesuai dan lebih aktif diatas pH 4. Sitinjak (2016)

menyatakan bahwa isolat BPS dari limbah kertas dan air panas belerang lebih

efektif pada pH diatas 4. Namun ketika dihadapkan pada kondisi pH dibawah 4

sampai 2,5 (sangat masam) isolate dari limbah kertas dan air panas tidak terlalu

efektif.

Kondisi aerob yang terjadi serta pH tanah yang sangat masam

mengakibatkan isolate BPS dari limbah kertas (isolate LK) yang diaplikasi

berdormansi ataupun tidak mampu bertahan dengan lingkungan barunya sehingga

BPS dari tanah sulfat masam yang dapat tumbuh dan bertahan. Hal tersebut dapat

dibuktikan dengan terdapatnya populasi BPS pada perlakuan kontrol yang dapat

dilihat pada Tabel 4. Hal ini semakin memperjelas bahwa BPS yang tumbuh

merupakan BPS dari tanah sulfat masam bukan BPS dari limbah kertas. Hal ini

sesuai dengan hasil penelitian Sitinjak (2016) yang menyatakan bahwa isolate

yang berasal dari tanah sulfat masam mampu bertahan dalam kondisi sangat

masam. Kemampuan isolate TSM ini diduga berasal dari lingkungan habitat

aslinya. Lingkungan asli dari isolate ini, mempunyai pH sekitar 3,6 sehingga

memungkinkan untuk bertahan dan lebih sesuai kondisi sangat masam.

Isolat yang bersumber dari tanah sulfat masam (TSM) terbukti mampu

bertahan pada kondisi aerob dan pH tanah yang sangat masam, namun isolate ini

kemampuannya dalam mereduksi sulfat dan menaikan pH tanah tidak lebih baik

dibandingkan isolat yang berasal dari limbah kertas (LK) sehingga hal inilah yang

menjadi penyebab rendahnya pH tanah serta tingginya kadar sulfat. Hal ini sesuai

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


dengan hasil penelitian Sitinjak (2016) yang menyatakan hasil perubahan pH dari

berbagai sumber pereduksi sulfat setelah 14 hari inkubasi menunjukan bahwa

sumber isolate LK mampu menaikan pH tanah berturut-turut dari pH tanah awal

sebesar 4 ; 3,5 ; 3 ; 2,5 menjadi pH tanah akhir sebesar 6,1 ; 5,04 ; 4,13 ; 3,96.

Sedangkan isolate yang bersumber dari tanah sulfat masam (TSM) mampu

menaikan pH tanah berturut-turut dari pH tanah awal sebesar 4 ; 3,5 ; 3 ; 2,5

menjadi pH tanah akhir sebesar 4,17 ; 3,65 ; 3,33 ; 2,83.

Tinggi Tanaman

Dari data pengukuran hasil tinggi tanaman dan hasil sidik ragam tinggi

tanaman (Lampiran 20 dan 20.1) diperoleh bahwa perlakuan carrier bakteri

pereduksi sulfat (BPS) berpengaruh nyata terhadap peningkatan tinggi tanaman,

sedangkan perlakuan kadar air tanah dan kombinasi antara perlakuan carrier

bakteri pereduksi sulfat (BPS) dan kadar air tanah tidak berpengaruh nyata

terhadap peningkatan tinggi tanaman. Rataan tinggi tanaman dapat dilihat pada

Tabel 5.

Tabel 5. Rataan tinggi tanaman akibat perlakuan carrier bakteri pereduksi sulfat
(BPS), kadar air tanah serta interaksi keduanya.
Kadar Air Tanah Rataan
Carrier Bakteri Pereduksi Sulfat (BPS)
K1 K2
----------Cm---------
C0 ( tanpa pemberian kompos ) 69,0 43,5 56,2 a
C1 (kompos tkks 15 ton/ha) 110,0 129,5 119,7 bcd
C2 (kompos tkks 30 ton/ha) 143,0 180,0 161,5 hij
C3 (kompos tkks 45 ton/ha) 152,0 168,0 160,0 hi
C4 (kompos jerami 15 ton/ha) 85,5 106,5 96,0 b
C5 (kompos jerami 30 ton/ha) 95,5 101,0 98,2 bc
C6 (kompos jerami 45 ton/ha) 144,0 111,0 127,5 cdefg
C7 (kompos gulma 15 ton/ha) 117,0 132,0 124,5 bcde
C8 (kompos gulma 30 ton/ha) 138,0 114,5 126,5 cdef
C9 (kompos gulma 45 ton/ha) 142,5 147,0 144,7 defgh
Rataan 119,6 123,3
Keterangan : Angka pada setiap perlakuan yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata
pada taraf 5% menurut uji beda rataan DMRT (Duncan Multiple Range Test)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Berdasarkan Tabel 5 dapat dilihat bahwa pada perlakuan C0 tidak berbeda

nyata dengan perlakuan C1, C2, C3, C4, C5, C6, C7, C8 dan C9. Tanaman

tertinggi terdapat pada perlakuan C2 (kompos tkks 30 ton/ha) yaitu sebesar 161,5

cm dan tanaman terendah terdapat pada perlakuan C0 (tanpa pemberian kompos)

yaitu sebesar 56,25 cm.

Pada Tabel 1 dan 2 dapat diihat bahwa nilai pH tanah yang sangat masam

serta kadar sulfat tanah yang cukup tinggi akibat dari teroksidasinya pirit,

seharusnya mengganggu pertumbuhan tanaman jagung. Namun, pada Tabel 5

dapat dilihat bahwa pada perlakuan C1 sampai C9 (diberi perlakuan kompos)

berbeda nyata dengan perlakuan C0 (tanpa pemberian kompos), hal tersebut

menunjukan bahwa pemberian kompos menyebabkan tinggi tanaman lebih baik

dibandingkan yang tidak diberi kompos (kontrol).

Pada Lampiran 22b dapat dilihat bahwa tebalnya lapisan kompos

dimanfaatkan oleh tanaman jagung untuk dapat bertahan dari kondisi tanah yang

kurang menguntungkan dengan cara perakaran tanaman jagung hanya tumbuh dan

berkembang di daerah yang berkompos, tidak sampai menyentuh lapisan tanah,

sehingga pada perlakuan yang diberi perlakuan kompos pengaruh buruk kondisi

tanah tidak menghambat pertambahan tinggi tanaman sedangkan pada perlakuan

kontrol (tanpa pemberian kompos) perakaran tanaman jagung langsung

bersinggungan pada tanah dengan pH sangat masam serta kandungan sulfat yang

cukup tinggi sehingga mengakibatkan perakaran tanaman jagung teracuni yang

berdampak pada terhambatnya pertambahan tinggi tanaman. Pada lampiran 25

terlihat bahwa tanaman jagung yang tumbuh pada perlakuan kontrol terlihat

sangat kerdil dibandingkan dengan yang diberikan perlakuan kompos. Hal ini

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


sesuai dengan literatur Hasibuan (2008) yang menyatakan bahwa kemasaman

yang tinggi akibat teroksidasinya pirit, akan menghancurkan ikatan alumino-

silikat dan membebaskan ion Al3+ yang kemudian mendesak kation hara seperti

K, Ca, dan Mg dari komplek jerapan. Tingginya tingkat kemasaman tanah juga

mengakibatkan bertambahnya kelarutan ion-ion Fe2+, Al3+ , dan Mn2+ di dalam

tanah yang bersifat racun bagi tanaman.

Pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa perlakuan C1 berbeda nyata dengan

perlakuan C2 dan C3. Perlakuan C4 tidak berbeda nyata dengan perlakuan C5 dan

C6. Perlakuan C7 tidak berbeda nyata dengan perlakuan C8 dan C9. Dari

penjelasan diatas diketahui bahwa perlakuan tkks saja yang berpengaruh nyata

sedangkan pada perlakuan jerami dan gulma tidak berpengaruh. Sehingga apabila

kompos jerami, gulma ataupun tkks dibandingkan maka yang terbaik dalam

meningkatkan tinggi tanaman adalah kompos tkks dengan dosis 30 ton/ha.

Pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa perlakuan C1 tidak berbeda nyata

dengan perlakuan C4 dan C7. Perlakuan C2 berbeda nyata dengan perlakuan C5

dan C8. Perlakuan C3 berbeda nyata dengan perlakuan C6 namun tidak berbeda

nyata dengan perlakuan C9. Pada dosis 15 ton/ha, tidak terdapat perbedaan tinggi

tanaman antara kompos tkks, jerami dan gulma. Pada dosis 30 ton/ha, kompos

tkks menunjukan perbedaan tinggi tanaman dengan kompos jerami ataupun

gulma. Pada dosis 45 ton/ha, tinggi tanaman pada perlakuan kompos tkks lebih

baik dibandingkan kompos jerami namun tidak berbeda dengan kompos gulma.

Sehingga apabila kompos jerami, gulma dan tkks dibandingkan maka yang terbaik

dalam meningkatkan tinggi tanaman adalah kompos tkks dengan dosis 30 ton/ha.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Kompos tkks lebih baik dijadikan carrier bagi BPS dibandingkan kompos

jerami ataupun gulma adalah karena nilai C/N kompos tkks paling mendekati nilai

C/N tanah. Pada Lampiran 4 terlihat bahwa nilai C/N kompos tkks (11,02) paling

tinggi dibandingkan dengan nilai C/N kompos jerami (6,4) dan kompos gulma

(8,6) sedangkan, nilai C/N ideal untuk kompos adalah mendekati nilai C/N untuk

tanah yaitu sebesar 10. Pada kompos jerami dan gulma nilai C/N yang didapat

terlalu rendah. Nilai C/N yang terlalu rendah mengakibatkan carbon yang ada

dalam kompos tersebut telah banyak dipergunakan oleh mikroba decomposer.

Carbon yang telah berpindah dalam tubuh mikroba tersebut mengakibatkan BPS

tidak dapat menggunakan carbon itu lagi, padahal carbon sangat penting

peranannya bagi BPS yakni sebagai bahan penyusun selnya serta sebagai donor

electron dalam metabolismenya. Sehingga hal tersebut yang menyebabkan

kompos tkks lebih baik dijadikan carrier bagi BPS dibandingkan kompos jerami

ataupun gulma. Hal ini sesuai dengan literatur Novizan (2005) yang menyatakan

kualitas kompos dianggap baik jika memiliki C/N rasio antara 12-15. Stewart

(2006) menyatakan dua unsur yang paling penting adalah karbon dan nitrogen

karena dua unsur tersebut merupakan unsur yang dibutuhkan bakteri decomposer

untuk mengurai sampah. Mikroorganisme membutuhkan sekitar 20-30 unit

karbon untuk setiap unit nitrogen yang digunakan untuk proses produksi protein.

Santoso, dkk (1999) menyatakan bahwa rasio karbon dan nitrogen (C/N) sangat

penting untuk memasok hara yang diperlukan mikroorganisme selama proses

pengomposan berlangsung. Karbon diperlukan mikroorganisme sebagai

penyumbang energi dalam proses dekomposisi, sedangkan nitrogen diperlukan

untuk membentuk protein.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Berat Kering Tajuk

Dari data pengukuran berat kering tajuk dan hasil sidik ragam berat kering

tajuk (Lampiran 21 dan 21.1) diperoleh bahwa perlakuan carrier bakteri pereduksi

sulfat (BPS) berpengaruh nyata terhadap peningkatan berat kering tajuk,

sedangkan perlakuan kadar air tanah dan kombinasi antara perlakuan carrier

bakteri pereduksi sulfat (BPS) dan kadar air tanah tidak berpengaruh nyata

terhadap peningkatan berat kering tajuk. Rataan berat kering tajuk dilihat pada

Tabel 6.

Tabel 6. Rataan berat kering tajuk akibat perlakuan carrier bakteri pereduksi sulfat
(BPS), kadar air tanah serta interaksi keduanya.
Kadar Air Tanah Rataan
Carrier Bakteri Pereduksi Sulfat (BPS)
K1 K2
----------gr---------
C0 ( tanpa pemberian kompos ) 2,80 2,40 2,60 a
C1 (kompos tkks 15 ton/ha) 38,15 42,95 40,55 bcde
C2 (kompos tkks 30 ton/ha) 73,65 110,60 92,13 hij
C3 (kompos tkks 45 ton/ha) 84,70 66,90 75,80 h
C4 (kompos jerami 15 ton/ha) 20,30 12,35 16,33 ab
C5 (kompos jerami 30 ton/ha) 14,05 34,95 24,50 abc
C6 (kompos jerami 45 ton/ha) 57,20 33,00 45,10 cdef
C7 (kompos gulma 15 ton/ha) 24,55 40,90 32,73 bcd
C8 (kompos gulma 30 ton/ha) 49,30 42,00 45,65 cdefg
C9 (kompos gulma 45 ton/ha) 74,75 77,45 76,10 hi
Rataan 43,95 46,35
Keterangan : Angka pada setiap perlakuan yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata
pada taraf 5% menurut uji beda rataan DMRT (Duncan Multiple Range Test)

Berdasarkan Tabel 6 dapat dilihat bahwa perlakuan C0 tidak berbeda nyata

dengan perlakuan C1, C4, C5, C6, C7 C8, namun berbeda nyata dengan perlakuan

C2 (kompos tkks 30 ton/ha), C3 (kompos tkks 45 ton/ha), C9 (kompos gulma 45

ton/ha). Berat kering tajuk tertinggi terdapat pada perlakuan C2 (kompos tkks 30

ton/ha) yaitu sebesar 92,13 gr dan Berat kering tajuk terendah pada perlakuan C0

(tanpa pemberian kompos) yaitu sebesar 2,6 gr.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa perlakuan C0 tidak berbeda nyata

dengan perlakuan C4, C5 dan C6. Hal ini dikarenakan akar tanaman jagung

tumbuh pada daerah yang berkompos saja sehingga menyebabkan pH kompos

berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman jagung. Pada Lampiran 4 terlihat

bahwa pH kompos jerami adalah 8,05 (agak alkalis) sedangkan pH yang ideal

bagi pertumbuhan tanaman jagung adalah 5,5-7,5 (agak masam–netral). pH

kompos jerami yang diatas pH ideal tanaman jagung mengakibatkan tidak

optimalnya pertumbuhan tanaman jagung.

Pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa perlakuan C0 tidak berbeda nyata

dengan perlakuan C1, C7 dan C8 meskipun pada Lampiran 4 menunjukan bahwa

pH kompos tkks 6,38 (agak masam) dan pH kompos gulma 6,10 (agak masam)

sesui dengan pH ideal tanaman jagung 5,5-7,5. Hal yang menjadi penyebabnya

dikarenakan dosis kompos pada perlakuan C1, C7 dan C8 sebesar 15 dan 30

ton/ha. Ketebalan komposnya masih lebih rendah dibandingkan dosis 45 ton/ha

mengakibatkan ada sebagian perakaran tanaman jagung menyentuh lapisan tanah

yang sangat masam sehingga dapat menggangu pertumbuhan tanaman jagung.

Pada penelitian ini faktor pH kompos dan ketebalan kompos sangat

mempengaruhi pertumbuhan tanaman jagung, hal tersebut dapat dibuktikan

dengan perlakuan C0 (kontrol) yang berbeda nyata dengan perlakuan C2, C3 dan

C9. Pada perlakuan C2, C3 dan C9, pH kompos tkks 6,38 (agak masam) dan pH

kompos gulma 6,10 (agak masam) sesui dengan pH ideal tanaman jagung 5.5-7.5,

sedangkan dosis kompos pada perlakuan ini sebesar 30 dan 45 ton/ ha masih lebih

besar dibandingkan 15 ton/ha sehingga kemungkinan perakaran tanaman jagung

untuk dapat menyentuh lapisan tanah yang berpH sangat masam lebih kecil

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


sehingga hal inilah yang menyebabkan perlakuan C0 (tanpa pemberian kompos)

berbeda nyata perlakuan dengan perlakuan C2, C3 dan, C9 (dosis kompos 30 dan

45 ton/ha). Sehingga apabila kompos jerami, gulma ataupun tkks dibandingkan

maka yang terbaik dalam meningkatkan berat kering tajuk adalah kompos tkks

dengan dosis 30 ton/ha.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Peningkatan dosis kompos yang diberikan berpengaruh nyata meningkatkan

nilai C-organik dan pertumbuhan tanaman jagung dengan dosis terbaik pada

perlakuan C2 (kompos tkks 30 ton/ha).

2. Peningkatan kadar air tanah yang diberikan tidak berpengaruh nyata

meningkatkan perbaikan sifat kimia tanah, populasi BPS dan pertumbuhan

tanaman jagung.

3. Interaksi carrier bakteri pereduksi sulfat (BPS) dengan kadar air tanah yang

diberikan tidak berpengaruh nyata meningkatkan perbaikan sifat kimia tanah,

populasi BPS dan pertumbuhan tanaman jagung.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mendapatkan hasil yang lebih

nyata karena kombinasi penyiraman dengan berbagai kadar air serta interaksi

carrier bakteri pereduksi sulfat (BPS) dengan kadar air tanah tidak berpengaruh

nyata meningkatkan perbaikan sifat kimia tanah, populasi BPS dan pertumbuhan

tanaman jagung. Namun dilihat dari beberapa hasil yang diperoleh dari penelitian

ini. Ada kemungkinan isolate LK-4 dengan carrier berupa kompos tkks 30 ton/ha

dapat digunakan untuk memperbaiki permasalahan pada tanah sulfat masam jika

habitat isolate tersebut sesuai.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR PUSTAKA

Adhimihardja, A., I. Juarsah, dan U. Kurnia. 2000. Pengaruh Penggunaan


Beberapa Jenis dan Takaran Pupuk Kandang Terhadap Produktivitas
Tanah Sulfat Masam. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor.
Aribawa, I.B. 2001. Pengaruh Dosis Kapur dan Bahan Organik Purun Tikus
Terhadap Perubahan Sifat Kimia Tanah dan Hasil Padi di Lahan Sulfat
Masam. Laporan Hasil Penelitian. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Tanah dan Agroklimat, Bogor.
Bloomfield, C and J.K. Coulter. 1972. Genesis and Management of Acid Sulphate
Soil. Advances in Agronomy 25: 265-326.
Badan Pusat Statistik. 2008. Statistik Indonesia 2008. Badan Pusat Statistik
Republik Indonesia, Jakarta.

Dent, D. 1986. Acid Sulphate Soils: A Base Line for Research and Development.
ILRI Publication 39. International Institute for Land Reclamation and
Improvement. TheNetherlands, Wageningen

Dinas Pertanian. 2008. Pedoman Pertanian Organik. http : // www. diperta.


jabarprov. go. id.

Djurle, C. 2004. Development of Model for Simulation of Biological Sulphate


Reduction with Hidrogen as Energy Source. Master Thesis. Department of
Chemical Engineering. Lund Institute of Technology. The Netherlands

Doshi, S.M. 2006. Bioremediation of Acid Mine Drainage Using Sulfate


Reducing Bacteria. National Network of Enviromental Management
Studies Fellow. www. Epa.gov.

Firmansyah, M.A. 2010. Teknik Pembuatan Kompos. Pelatihan Petani Plasma


Kelapa Sawit Kabupaten Sukamara Kalimantan Tengah.

Groudev, S.N., K.Komnitsas,I.I. Spasova and I. Paspaliaris. 2001. Treatment of


AMD by a Natural Wetland. Minerals Engineering 12 : 261-270.

Hakim, N., M. Y. Nyakpa., A. M. Lubis., S.G. Nugroho., M.R. Saul., M. A. Diha.,


G. B. Hong dan H. H. Bailey. 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. UNILA
Press, Lampung.

Hasibuan, B.E., 2008. Pengelolaan Tanah dan Air Lahan Marginal. USU Press,
Medan.

Hanafiah, A.S, T. Sabrina, H. Guchi. 2009. Ekologi dan Biologi Tanah. USU
Press, Medan.
Hutauruk, Ch dan T.M.H. Marbun. 1993. Penggunaan Tandan Kosong Sebagai
Mulsa Untuk Peningkatan Produksi di Kebun Kelapa Sawit OPHIR.
Lokakarya Pemanfaatan Tandan Kosong Kelapa Sawit Sebagai Pupuk.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Pusat Peneliian dan Direktorat Jenderal Perkebunan Tim Khusus Proyek
Perkebunan Inti Rakyat.

Jorgensen, B.B. 1982. Mineralization of Organic Matter In Sea Bed: the role of
sulphate reduction. Nature 296: 643-645.

Langenhoff, R. 1986. Distribution, Mapping, Classification and Use of Acid


Sulphate Soils in the Tropics. A Literature Study. STIBOKA Intern.
Comm. No. 74, Wageningen, The Netherlands.
Lestari, Y., H. Rosmini, dan M. Noor. 2009. Pengaruh Amelioran Terhadap Sifat
Kimia Tanah dan Hasil Tomat Pada Tanah Gambut. Dalam A. Supriyo, M.
Noor, A. Isdijanto, dan K. Anwar (Ed.). Prosiding Seminar Nasi-onal
Pengembangan Lahan Rawa, Banjarbaru 5 Agustus 2008. Balai Besar
Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian dan Badan
Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan.
Moosa, S.,M. Nemati and S.T.L. Harrison. 2002. A kinetic study on aerobic
reduction of sulphate. Part I : Effect of sulphate concentration. Chemical
and Engineering Science 57: 2773-2780.

Mukhlis, Sarifuddin dan H. Hanum. 2011. Kimia Tanah Teori dan Aplikasi.
USU - Press. Medan.

Noor, M. 2004. Lahan Rawa, Sifat dan Pengelolaan Tanah Bermasalah Sulfat
Masam. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Noor, M., Y. Lestari, dan M. Alwi. 2005. Teknologi Peningkatan Produksi dan
Konservasi Lahan Gambut. Laporan Akhir Tahun 2006. Balai Penelitian
Pertanian Lahan Rawa, Banjarbaru.

Noor, M., Y. Lestari, H. Rosmini, Nurtirtayani, S. Asikin, R.S. Simatupang, dan


S. Abdullah. 2006. Pengaruh bahan organik dan bahan amelioran terhadap
produktivitas sayuran di lahan gambut. Makalah disampaikan pada
Seminar Hasil Penelitian Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa 2005,
Banjarbaru, 30−31 Maret 2006.

Novizan. 2005. Kiat Mengatasi Permasalahan Praktis, Petunjuk Pemupukan yang


Efektif. Agro Pustaka. Jakarta.

Postgate, J.R. 1984. The Sulfate Reducing Bacteria. Cambridge University Press.
Cambridge.
Paramananthan, S. 2008. Tropical Lowland Peats: To Conserve or Develop Them.
International Palm Oil Sustainability Conference 2008. Sabah Malaysia.
Risatti, J.B., W.C. Capman and D.A. Stahl. 1994. Community structure of a
microbial mat: the phylogenetic dimension. Proceeding of National
Academy Science. USA, 10173-10177.

Rukmana, R. 1997. Usaha Tani Jagung. Penerbit Kanisius. yogjakarta.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Santoso, E., T. Prihartini, dan S. Widati. 1999. Pengaruh Pemanfaatan Jerami dan
Inokulan Mikrobia Terhadap Sifat Kimia Tanah dan Hasil Padi. Kongres
Nasional VII. HITI. Bandung.

Sitinjak M.S., 2016. Isolasi dan Uji Otensi Beberapa Isolate Bakteri Pereduksi
Sulfat Terhadap Perubahan Kemasaman Media Tumbuh. Skripsi, USSU e-
Repository.

Steenis, S.C.G.G.J. 2003. Flora. Pradnya Paramitha, Jakarta.

Stewart, Keith. 2006. It’ A Long Road to A Tomato. New York : Marlowe and
Company, Hal. 155, ISBN 978-1-56924-330-5.

Suntoro, 2001. Pengaruh residu penggunaan bahan organik, dolomit dan KCL
pada tanaman kacang tanah (Arachis hypogeae) pada Oxic Dystrudept di
Jumapolo Karanganyar. Jurnal habitat, 12 (3): 170-177

Suriadikarta, D.A. 2005. Pengelolaan Lahan Sulfat Masam untuk Usaha


Pertanian. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 24 (1) : 36-45

Sutanto, A., A.E Prasetyo, Fahroidayanti, A.F. Lubis, dan A.P. Dongoran. 2005.
Viabilitas bioaktivator jamur Tricoderma koningii pada media tandan
kosong kelapa sawit. Jurnal Penelitian tandan kelapa sawit. 13(1) : 25-33.

Subagyo, H. 2006. Klasifikasi dan Penyebaran Lahan Rawa Dalam Karakteristik


dan Pengelolaan Lahan Rawa. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Sumberdaya Lahan Pertanian. Bogor.

Sutanto, R. 2006. Penerapan Pertanian Organik. Jakarta, Kanisius

Widyati, E. 2006.Bioremediasi Tanah Bekas Tambang Batubara dengan Sludge


Industry Kertas untuk Memacu Revegetasi Lahan (Disertasi). Sekolah
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Winarna, D. Wiratmoko, E.S. Sutarta,S.Rahutomo, dan Sujadi. 2007. Potensi dan


Kendala Lahan Rawa Pasang Surut untuk Budidaya Tanaman Kelapa
Sawit. Prosiding Seminar Nasional Pertanian Lahan Rawa. Kuala Kapuas.
P : 223-235.

Yusron, M. 2009. Isolasi dan Idenifikasi Bakteri Pereduksi Sulfat pada


Pertambangan Batu Bara Muara Enim, Sumatera Selatan. J.Mat.Sci.Tech.
9(1): 26-35.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lampiran 1. Peta Titik Pengambilan Sampel Tanah

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lampiran 2. Peta Jenis Tanah

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lampiran 3. Lokasi Pengambilan Sampel Tanah
Nomor Blok Titik Kordinat Kedalaman Pirit (cm)
35 4.361187,98.184411 40
44 4.361095,98.185428 40
45 4.361043,98.184671 20
46 4.361748,98.184846 20
47 4.361350,98.184645 20
55 4.361015,98.185242 20

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lampiran 5. Penilaian Sifat-Sifat Tanah

Sangat Sangat
Sifat Tanah Satuan Rendah Sedang Tinggi
Rendah Tinggi
C (Karbon) % < 1,00 1,00 - 2,00 2,01 - 3,00 3,01 - 5,00 > 5,00
N (Nitrogen % < 0,10 0,10 - 0,20 0,21 - 0,50 0,51 - 0,75 > 0,75
C/N --- <5 5- 10 11 - 15 16 - 25 > 25
P2O5 Total % < 0,03 0,03 - 0,06 0,06 - 0,079 0,08 - 0,10 > 0,10
P2O5 eks- HCl % < 0,021 0,021 - 0,039 0,040 - 0,060 0,061 - 0,100 > 0,100
P-avl Bray II ppm < 8,0 8,0 - 15 16 - 25 26 - 35 > 35
P-avl Truog ppm < 20 20 - 39 40 - 60 61 - 80 > 80
P-avl Olsen ppm < 10 10 - 25 26 - 45 46 - 60 > 60
K2O eks- HCl % < 0,03 0,03 - 0,06 0,07 - 0,11 0,12 - 0,20 > 0,20
CaO eks- HCl % < 0,05 0,05 - 0,09 0,10 - 0,20 0,21 - 0,30 > 0,30
MgO eks- HCl % < 0,05 0,05 - 0,09 0,10 - 0,20 0,21 - 0,30 > 0,30
MnO eks- HCl % < 0,05 0,05 - 0,09 0,10 - 0,20 0,21 - 0,30 > 0,30
K-tukar me/100 < 0,10 0,10 - 0,20 0,30 - 0,50 0,60 - 1,00 > 1,00
Na-tukar me/100 < 0,10 0,10 -0,30 0,40 - 0,70 0,80 - 0,100 > 1,00
Ca-tukar me/100 < 2,0 2,0 - 5,0 6,0 - 10,0 11,0 - 20,0 > 20
Mg-tukar me/100 < 0,40 0,40 - 1,00 1,10 - 2,00 2,10 - 8,00 > 8,00
KTK (CEC) me/100 <5 5 - 16 17 - 24 25 - 40 > 40
KB (BS) % < 20 20 - 35 36 - 50 51 - 70 > 70
Kej. Al % < 10 10 - 20 21 - 30 31 -60 > 60
EC (Nedeco) mmhos/cm --- --- 2,5 2,6 - 10 > 10

Lampiran 6. Kriteria pH Tanah

Kriteria pH H2O pH KCl


Sangat Masam < 4,5 < 2,5
Masam 4,5 - 5,5 2,5 - 4,0
Agak Masam 5,6 - 6,5 ---
Netral 6,6 - 7,5 4,1 - 6,0
Agak Alkalis 7,6 - 8,5 6,1 - 6,5
Alkalis > 8,5 > 6,5

Menurut : 1. Staf Pusat Penelitian Tanah, 1983


2. BPP Medan, 1982

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lampiran 7. Standar Kualitas Kompos (SNI 19-7030-2004)

No. Parameter Satuan Persyaratan


1.Kadar Air % 50
2.Temperatur °C Suhu air tanah
3.Warna Kehitaman
4.Bau Berbau tanah
5.Ukuran partikel Mm 0,55 - 25
6.Kemampuan ikat air % 58
7.pH 6,80 - 7,49
8.Bahan asing % 1,5*
Unsur makro
9.Bahan organik % 27 - 58
10.
Nitrogen % 0,40
11.
Karbon % 9,80 - 32
12.
Phosfor (P2O5) % 0,10
13.
Ratio C/N 10 - 20
14.
Kalium (K2O) % 0,20*
Unsur Mikro
15.
Arsen mg/kg 13*
16.
Kadmium (Cd) mg/kg 3*
17.
Kobal (Co) mg/kg 34*
18.
Kromium (Cr) mg/kg 210*
19.
Tembaga (Cu) mg/kg 100*
20.
Merkuri (Hg) mg/kg 0,8*
21.
Nikel (Ni) mg/kg 62*
22.
Timbal (Pb) mg/kg 150*
23.
Selenium (Se) mg/kg 2*
24.
Seng (Zn) mg/kg 500*
Unsur Lain
25.
Kalsium % 25,50*
26.
Magnesium (Mg) % 0,60*
27.
Besi (Fe) % 2,00*
28.
Alumunium (Al) % 2,20*
29.
Mangan (Mn) % 0,10*
Bakteri
30.
Fecal Coli MPN/gr 1000
31.
Salmonella sp. MPN/ 4gr 3
Keterangan : *Nilainya lebih besar dari minimum atau lebih kecil dari
maksimum Sumber : Balai Penelitian Tanah (2005)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lampiran 8. Karakteristik Hara Makro dan Mikro Morgan*

Unsur Nilai
Makro dan SangatRendah Sedang Tinggi Sangat
Mikro Rendah Tinggi
Ca (ppm) 71 107 143 286 572
Mg (ppm) 2 4 6 23 60
K (ppm) 8 12 21 36 58
Mn (ppm) 1 1 3 9 23
Al (ppm 1 3 8 21 40
Fe (ppm) 1 3 5 19 53
P (ppm) 1 2 3 9 13
NH4 (ppm) 2 2 3 8 21
NO3 (ppm) 1 2 4 10 20
SO4 (ppm) 20 40 100 250 400
Cl (ppm) 30 50 100 325 600
*Penilaian didasarkan sifat umum secara empirik

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lampiran 9. Keterangan Benih

Merek dagang : Pioneer

Tanggal Selesai Uji


: 21/04/2016

Tanggal Akhir Label


: 27/08/2018

No Seri Label : 58836768

J4b MG/3

No Induk : 30200938

Varietas : P35

No Batch : 00009137

D0938

No Kelompok : M0421K

Sertifikat LSSM :No


01 LSSM-BTPH

Produsen Benih : PT. DuPont Indonesia

Alamat : Malang

Kadar Air (Maks)


: 12,0%

Benih Murni (Maks)


: 98,0%

Kotoran Benih (Maks): 2,0%

Daya Tumbuh (Min)


: 90%

Jenis Tanaman : Jagung

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lampiran 10. Bagan Percobaan Penelitian

Ulangan 1 Ulangan 2

C3K2 C8K2 C1K1 5K1

C4K2 C9K1 C9K1 C6K1

C0K1 C9K2 C3K1 C0K2

C7K2 C8K1 C8K2 C1K2

C7K1 C6K1 C6K2 C2K1

C5K1 C2K1 C4K1 C7K2

C2K2 C0K2 C9K2 C5K2

C3K1 C1K2 C3K2 C5K1

C6K2 C4K1 C4K2 C8K1

C5K2 C1K1 C2K2 C0K1

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lampiran 11. Perhitungan Berat Tanah per Polibag ( 5 kg TKO )

Dik : BTKU = 13,1 gr


BTKO = 11,9 gr

% KA = BTKU – BTKO x 100%


BTKO
= 13,1 - 11,9 x 100%
11,9
= 0,10 x 100%
= 10%

Berat tanah yang harus dimasukan ke dalam polibag adalah


BTKU = BTKO + ( BTKO x %KA )
= 5 kg + ( 5 kg x 10% )
= 5 kg + ( 5 kg x 0,1 )
= 5 kg + ( 0,5 kg )
= 5,5 kg tanah / polibag

Lampiran 12. Perhitungan Dosis Kompos

Dosis kompos 15 ton/ha = 5 kg x 15.103 kg


2.106 kg
= 37,5 x 10-3
= 37,5 gr / 5 kg TKO
Dosis kompos 30 ton/ha = 5 kg x 3.104 kg
2.106 kg
= 75 x 10-2
= 75 gr / 5 kg TKO
Dosis kompos 45 ton/ha = 5 kg x 45.103 kg
2.106 kg
= 112,5 x 10-3
= 112,5 gr / 5 kg TKO
Dosis kompos yang harus ditimbang adalah :
1. Kompos Tankos (TKKS)
Kadar air = 203,03 %
Dosis 15 ton/ha = 37,5 gr + ( 37,5 x 203,03 %)
= 37,5 gr + ( 37,5 x 2,03 )
= 37,5 gr + ( 76,12 )
= 113,62 gr
Dosis 30 ton/ha = 75 gr + ( 75 x 203,03 %)
= 75 gr + ( 75 x 2,03 )
= 75 gr + ( 152,25 )
= 227,25 gr
Dosis 45 ton/ha = 112,5 gr + (112,5 x 203,03 %)
= 112,5 gr + (112,5 x 2,03 )
= 112,5 gr + ( 228,37 )
= 340,87 gr

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2. Kompos Jerami Padi
Kadar air = 170,27 %
Dosis 15 ton/ha = 37,5 gr + ( 37,5 x 170,27 %)
= 37,5 gr + ( 37,5 x 1,70 )
= 37,5 gr + ( 63,75 )
= 101,25 gr
Dosis 30 ton/ha = 75 gr + ( 75 x 170,27 %)
= 75 gr + ( 75 x 1,70 )
= 75 gr + ( 127,5 )
= 202,5 gr
Dosis 45 ton/ha = 112,5 gr + (112,5 x 170,27 %)
= 112,5 gr + (112,5 x 1,70 )
= 112,5 gr + ( 191,25 )
= 303,75 gr

3. Kompos Gulma
Kadar air = 141,37 %
Dosis 15 ton/ha = 37,5 gr + ( 37,5 x 141,37 %)
= 37,5 gr + ( 37,5 x 1,4137 )
= 37,5 gr + ( 53,01 )
= 90,5 gr
Dosis 30 ton/ha = 75 gr + ( 75 x 141,37 %)
= 75 gr + ( 75 x 1,4137)
= 75 gr + ( 106,02 )
= 181,02 gr
Dosis 45 ton/ha = 112,5 gr + (112,5 x 141,37 %)
= 112,5 gr + (112,5 x 1,4137)
= 112,5 gr + ( 159,04 )
= 271,54 gr

Lampiran 13. Perhitungan Kapasitas Lapang (KL)

Kapasitas lapang tanah sebesar 26,6 %


Berat tanah kapasitas lapang (BTKL) adalah :
BTKL = BTKO + ( BTKO x %KL )
= 5 kg + ( 5 kg x 26,6% )
= 5 kg + ( 5 kg x 0,266 )
= 5 kg + ( 1,33 kg )
= 6,33 kg

1. Kondisi 100% KL adalah = 100/100 x 6,33 kg


= 1 x 6,33 kg
= 6,33 kg

2. Kondisi 110% KL adalah = 110/100 x 6,33 kg


= 1,1 x 6,33 kg
= 6,93 kg

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lampiran 14. Berat Total Polibag yang Dipertahankan Setiap Hari

C0K1 = tanpa kompos + 100 % KL = 0 gr + 6,33 kg = 6,33 kg


C0K2 = tanpa kompos + 110 % KL = 0 gr + 6,93 kg = 6,93 kg

C1K1 = kompos TKKS 15 ton/ ha + 100% KL = 113,62 gr + 6,33 kg = 6,44 kg


C1K2 = kompos TKKS 15 ton/ ha + 110% KL = 113,62 gr + 6,93 kg = 7,04 kg

C2K1 = kompos TKKS 30 ton/ ha + 100% KL = 227,25 gr + 6,33 kg = 6,55 kg


C2K2 = kompos TKKS 30 ton/ ha + 110% KL = 227,25 gr + 6,93 kg = 7,15 kg

C3K1 = kompos TKKS 45 ton/ ha + 100% KL = 340,87 gr + 6,33 kg = 6,67 kg


C3K2 = kompos TKKS 45 ton/ ha + 110% KL = 340,87 gr + 6,93 kg = 7,27 kg

C4K1 = kompos jerami 15 ton/ ha + 100% KL = 101,25 gr + 6,33 kg = 6,43 kg


C4K2 = kompos jerami 15 ton/ ha + 110% KL = 101,25 gr + 6,93 kg = 7,03 kg

C5K1 = kompos jerami 30 ton/ ha + 100% KL = 202,50 gr + 6,33 kg = 6,53 kg


C5K2 = kompos jerami 30 ton/ ha + 110% KL = 202,05 gr + 6,93 kg = 7,13 kg

C6K1 = kompos jerami 45 ton/ ha + 100% KL = 303,75 gr + 6,33 kg = 6,63 kg


C6K2 = kompos jerami 45 ton/ ha + 110% KL = 303,75 gr + 6,93 kg = 7,23 kg

C7K1 = kompos gulma 15 ton/ ha + 100% KL = 90,5 gr + 6,33 kg = 6,42 kg


C7K2 = kompos gulma 15 ton/ ha + 110% KL = 90,5 gr + 6,93 kg = 7,02 kg

C8K1 = kompos gulma 30 ton/ ha + 100% KL = 181,02 gr + 6,33 kg = 6,51 kg


C8K2 = kompos gulma 30 ton/ ha + 110% KL = 181,02 gr + 6,93 kg = 7,11 kg

C9K1 = kompos gulma 45 ton/ ha + 100% KL = 271,54 gr + 6,33 kg = 6,60 kg


C9K2 = kompos gulma 45 ton/ ha + 110% KL = 271,54 gr + 6,93 kg = 7,20 kg

Lampiran 15. Perhitungan Dosis Pupuk Dasar

1. Pupuk Urea = 300 kg/ha


Dosis per polibag = 5 kg x 300 kg
2.106 kg
= 0,75 gr / 5 kg TKO

2. Pupuk TSP = 100 kg/ha


Dosis per polibag = 5 kg x 100 kg
2.106 kg
= 0,25 gr / 5 kg TKO

3. Pupuk KCL = 100 kg/ha


Dosis per polibag = 5 kg x 100 kg
2.106 kg
= 0,25 gr / 5 kg TKO

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lampiran 16. Data Pengamatan Kadar Sulfat Tanah

Ulangan
Perlakuan Total Rataan
I II
C0K1 140,59 134,03 274,62 137,31
C0K2 61,28 191,62 252,9 126,45
C1K1 66,10 245,41 311,51 155,76
C1K2 80,59 146,10 226,69 113,35
C2K1 72,66 128,17 200,83 100,42
C2K2 200,24 227,83 428,07 214,04
C3K1 150,24 176,10 326,34 163,17
C3K2 140,24 219,21 359,45 179,73
C4K1 75,76 200,59 276,35 138,18
C4K2 120,59 234,72 355,31 177,66
C5K1 91,28 125,41 216,69 108,35
C5K2 185,76 110,24 296 148,00
C6K1 65,41 134,38 199,79 99,90
C6K2 158,55 287,14 445,69 222,85
C7K1 188,52 141,62 330,14 165,07
C7K2 86,1 143 229,1 114,55
C8K1 94,03 124,03 218,06 109,03
C8K2 40,59 190,93 231,52 115,76
C9K1 122,66 222,31 344,97 172,49
C9K2 65,41 195,07 260,4 130,24

Lampiran 16.1 Hasil Analisis Sidik Ragam Kadar Sulfat Tanah

SK DB JK KT Fhitung F5% F1%


Ulangan 1 47012,28 47012,28 21,62** 3,25 5,21
Perlakuan : 19 49639,02 2612,58 1,20tn 1,85 2,4
Carrier (C) 9 11908,80 1323,20 0,61tn 2,14 2,91
Kondisi Tanah
(K) 1 3723,16 3723,16 1,71tn 4,1 7,35
Interaksi (Ck) 9 34007,05 3778,56 1,74tn 2,14 2,91
Galat 19 41323,97 2174,95
Total 39 59

KK : 32,24 %

Keterangan : tn : tidak nyata


* : nyata pada taraf α 5%
** : sangat nyata pada taraf α 1%

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lampiran 17. Data Pengamatan pH Tanah

Ulangan
Perlakuan Total Rataan
I II
C0K1 3,26 3,35 6,61 3,31
C0K2 3,01 3,22 6,23 3,12
C1K1 3,26 3,28 6,54 3,27
C1K2 3,35 3,06 6,41 3,21
C2K1 3,37 2,93 6,3 3,15
C2K2 3,24 3,36 6,6 3,30
C3K1 3,43 3,27 6,7 3,35
C3K2 3,48 3,36 6,84 3,42
C4K1 3,35 3,46 6,81 3,41
C4K2 3,18 3,34 6,52 3,26
C5K1 3,36 3,39 6,75 3,38
C5K2 3,36 3,27 6,63 3,32
C6K1 3,31 3,05 6,36 3,18
C6K2 3,29 3,31 6,6 3,30
C7K1 3,11 3,26 6,37 3,19
C7K2 3,01 3,32 6,33 3,17
C8K1 3,07 3,22 6,29 3,15
C8K2 3,41 3,33 6,74 3,37
C9K1 3,23 3,34 6,57 3,29
C9K2 3,32 3,3 6,62 3,31

Lampiran 17.1 Hasil Analisis Sidik Ragam pH Tanah

SK DB JK KT Fhitung F5% F1%


Ulangan 1 0,00 0,00 0,00tn 3,25 5,21
Perlakuan : 19 0,32 0,02 0,97tn 1,85 2,4
Carrier (C) 9 0,16 0,02 1,03tn 2,14 2,91
Kondisi
Tanah (K) 1 0,00 0,00 0,07tn 4,1 7,35
Interaksi (Ck) 9 0,16 0,02 1,01tn 2,14 2,91
Galat 19 0,33 0,02
Total 39 59

KK : 4,32 %

Keterangan : tn : tidak nyata


* : nyata pada taraf α 5%
** : sangat nyata pada taraf α 1%

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lampiran 18. Data Pengamatan C-Organik Tanah

Ulangan
Perlakuan Total Rataan
I II
C0K1 2,2 1,35 3,55 1,78
C0K2 1,91 1,98 3,89 1,95
C1K1 2,62 2,69 5,31 2,66
C1K2 2,76 2,98 5,74 2,87
C2K1 2,76 3,36 6,12 3,06
C2K2 3,01 2,94 5,95 2,98
C3K1 3,22 3,4 6,62 3,31
C3K2 3,19 3,15 6,34 3,17
C4K1 2,62 2,62 5,24 2,62
C4K2 2,55 2,41 4,96 2,48
C5K1 2,83 2,44 5,27 2,64
C5K2 3,05 2,94 5,99 3,00
C6K1 2,87 3,22 6,09 3,05
C6K2 2,83 3,47 6,3 3,15
C7K1 2,69 2,98 5,67 2,84
C7K2 2,98 2,55 5,53 2,77
C8K1 2,8 2,94 5,74 2,87
C8K2 2,87 3,08 5,95 2,98
C9K1 2,76 3,54 6,3 3,15
C9K2 3,22 3,08 6,3 3,15

Lampiran 18.1 Hasil Analisis Sidik Ragam C-Organik Tanah

SK DB JK KT Fhitung F5% F1%


Ulangan 1 0,05 0,05 0,66tn 3,25 5,21
Perlakuan : 19 5,92 0,31 4,29** 1,85 2,4
Carrier (C) 9 5,64 0,63 8,63** 2,14 2,91
Kondisi Tanah
(K) 1 0,03 0,03 0,37tn 4,1 7,35
Interaksi (Ck) 9 0,25 0,03 0,38tn 2,14 2,91
Galat 19 1,38 0,07
Total 39 59

KK : 9,38 %

Keterangan : tn : tidak nyata


* : nyata pada taraf α 5%
** : sangat nyata pada taraf α 1%

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lampiran 19. Data Pengamatan Populasi BPS

Ulangan
Perlakuan Total Rataan
I II
C0K1 25 25 50 25,00
C0K2 25 4,5 29,5 14,75
C1K1 25 25 50 25,00
C1K2 25 25 50 25,00
C2K1 25 25 50 25,00
C2K2 25 25 50 25,00
C3K1 25 25 50 25,00
C3K2 25 25 50 25,00
C4K1 25 25 50 25,00
C4K2 25 25 50 25,00
C5K1 25 25 50 25,00
C5K2 25 25 50 25,00
C6K1 25 25 50 25,00
C6K2 25 25 50 25,00
C7K1 25 25 50 25,00
C7K2 25 25 50 25,00
C8K1 25 25 50 25,00
C8K2 25 2,5 27,5 13,75
C9K1 25 25 50 25,00
C9K2 25 25 50 25,00

Lampiran 15.1. Hasil Analisis Sidik Ragam Populasi BPS

SK DB JK KT Fhitung F5% F1%


Ulangan 1 46,23 46,23 2,11tn 3,25 5,21
Perlakuan : 19 417,03 21,95 1,00tn 1,85 2,4
Carrier (C) 9 185,40 20,60 0,94tn 2,14 2,91
Kondisi Tanah
(K) 1 46,23 46,23 2,11tn 4,1 7,35
Interaksi (Ck) 9 185,40 20,60 0,94tn 2,14 2,91
Galat 19 417,02 21,95
Total 39 59

KK : 19,57%

Keterangan : tn : tidak nyata


* : nyata pada taraf α 5%
** : sangat nyata pada taraf α 1%

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lampiran 20. Data Pengamatan Tinggi Tanaman

Ulangan
Perlakuan Total Rataan
I II
C0K1 70 68 138 69,00
C0K2 62 25 87 43,50
C1K1 96 124 220 110,00
C1K2 139 120 259 129,50
C2K1 132 154 286 143,00
C2K2 200 160 360 180,00
C3K1 152 152 304 152,00
C3K2 177 159 336 168,00
C4K1 103 68 171 85,50
C4K2 107 106 213 106,50
C5K1 78 113 191 95,50
C5K2 92 110 202 101,00
C6K1 137 151 288 144,00
C6K2 98 124 222 111,00
C7K1 145 89 234 117,00
C7K2 131 133 264 132,00
C8K1 151 125 276 138,00
C8K2 127 102 229 114,50
C9K1 132 153 285 142,50
C9K2 154 140 294 147,00

Lampiran 20.1 Hasil Analisis Sidik Ragam Tinggi Tanaman

SK DB JK KT Fhitung F5% F1%


Ulangan 1 286,22 286,22 0,83tn 3,25 5,21
Perlakuan : 19 41580,48 2188,45 6,36** 1,85 2,4
Carrier (C) 9 36567,23 4063,03 11,81** 2,14 2,91
Kondisi Tanah
(K) 1 133,22 133,22 0,39tn 4,1 7,35
Interaksi (Ck) 9 4880,03 542,23 1,58tn 2,14 2,91
Galat 19 6539,28 344,17
Total 39 59

KK : 15,27 %

Keterangan : tn : tidak nyata


* : nyata pada taraf α 5%
** : sangat nyata pada taraf α 1%

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lampiran 21. Data Pengamatan Berat Kering Tajuk

Ulangan
Perlakuan Total Rataan
I II
C0K1 3,3 2,3 5,6 2,80
C0K2 4,7 0,1 4,8 2,40
C1K1 19,4 56,9 76,3 38,15
C1K2 51,9 34 85,9 42,95
C2K1 75,9 71,4 147,3 73,65
C2K2 139,6 81,6 221,2 110,60
C3K1 88,7 80,7 169,4 84,70
C3K2 73,4 60,4 133,8 66,90
C4K1 35,7 4,9 40,6 20,30
C4K2 16,7 8 24,7 12,35
C5K1 4 24,1 28,1 14,05
C5K2 24,4 45,5 69,9 34,95
C6K1 67,9 46,5 114,4 57,20
C6K2 24,4 41,6 66 33,00
C7K1 40,1 9 49,1 24,55
C7K2 34,3 47,5 81,8 40,90
C8K1 67,5 31,1 98,6 49,30
C8K2 25,9 58,1 84 42,00
C9K1 70,3 79,2 149,5 74,75
C9K2 68,9 86 154,9 77,45

Lampiran 21.1. Hasil Analisis Sidik Ragam Berat Kering Tajuk


SK DB JK KT Fhitung F5% F1%
Ulangan 1 115,94 115,94 0,38tn 3,25 5,21
Perlakuan : 19 32509,19 1711,01 5,59** 1,85 2,4
Carrier (C) 9 29390,30 3265,59 10,66** 2,14 2,91
Kondisi Tanah
(K) 1 57,84 57,84 0,19tn 4,1 7,35
Interaksi (Ck) 9 3061,06 340,12 1,11tn 2,14 2,91
Galat 19 5818,20 306,22
Total 39 59

KK : 38,75 %

Keterangan : tn : tidak nyata


* : nyata pada taraf α 5%
** : sangat nyata pada taraf α 1%

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lampiran 22. Ilustrasi gambar

a. Posisi peletakan kompos

b. Penguapan
Permukaan Tanah

c.
d.

e. Air dari dalam tanah keluar

f. Inokulum Kompos
Bawah Tanah

g. Kadar air dalam Selang Air


h. Tanah berkurang
i. Tanah Sulfat Masam
j. Partikel Air

b. Zona pertumbuhan akar tanaman jagung

Tanaman jagung

Ketebalan Selang air


inokulum
kompos
± 10cm Inokulum kompos

Tanah Sulfat Masam

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lampiran 23. Foto rangkaian kegiatan penelitian

Pengambilan sampel tanah

Pembuatan kompos
a. Persiapan Bahan-Bahan Yang Akan Dikomposkan

Jerami tankos gulma


b. Pencacahan dan Penggilingan Bakal Kompos

Pencacahan bakal kompos penggilingan bakal kompos


c. Pengomposan Dengan Menggunakan Aktivator Em-4

Activator EM-4 bakal kompos yang telah dicampur EM-4

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


d. Proses Pembalikan Kompos

Pembalikan kompos
e. Penentuan Tingkat Kematangan Kompos

Pengujian tingkat kematangan kompos secara visual


f. Pengurangan Kadar Air Kompos

Pengurangan kadar air kompos dengan cara dikeringudarakan


g. Pengayakan Kompos

Pengayakan bertujuan untuk menghilangkan partikel kasar yg masih tertinggal

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


h. Pengukuran Kadar Air Kompos

Pengovenan kompos pengukuran kompos


i. Penimbangan Kompos

Penimbangan kompos sesuai dengan dosis masing-masing perlakuan


1. PEMBUATAN MEDIA POSTGATE

sebelum di autoclave setelah di autoclave


2. INOKULASI BPS PADA MEDIA POSTGATE

Sebelum inokulasi setelah inokulasi


3. PERUBAHAN WARNA SELAMA MASA INGKUBASI

Kuning kecoklatan hitam pekat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4. APLIKASI ISOLATE BPS PADA KOMPOS

Penyuntikan isolate bps ke dalam kompos


5. APLIKASI INOKULUM KOMPOS PADA MEDIA TANAM

Aplikasi inokulum kompos pada lubang tanam

6. PERTUMBUHAN TANAMAN HINGGA AKHIR MASA VEGETATIF

1 minggu setelah tanam 3 minggu setelah tanam

5 minggu setelah tanam 7 minggu setelah tanam

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lampiran 24. Foto pertumbuhan bakteri pereduksi sulfat

kontrol (tanpa pemberian inokulum BPS)

Diberi inokulum BPS

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lampiran 25. Foto tanaman

GAMBAR TANAMAN JAGUNG PADA AKHIR MASA VEGETATIF

C0K1 COK2

C1K1 C1K2

C2K1 C2K2

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


C3K1 C3K2

C4K1 C4K2

C5K1 C5K2

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


C6K1 C6K2

C7K1 C7K2

C8K1 C8K2

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


C9K1 C9K2

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Anda mungkin juga menyukai