PADA KADAR AIR TANAH YANG BERBEDA TERHADAP SIFAT KIMIA TANAH
POPULASI BPS DAN PERTUMBUHAN TANAMAN JAGUNG PADA
TANAH SULFAT MASAM DI RUMAH KACA
SKRIPSI
OLEH :
MUHAMMAD AZWAR
120301146
AGROTEKNOLOGI - ILMU TANAH
SKRIPSI
OLEH :
MUHAMMAD AZWAR
120301146
AGROTEKNOLOGI – ILMU TANAH
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk dapat meraih gelar sarjana
di Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
NIM : 120301146
Prodi : Agroteknologi
Disetujui Oleh
Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Ir. Asmarlaili Sahar Hanafiah, MS., DAA.) (Ir. Alida Lubis, MS.)
Ketua Anggota
Mengetahui,
Kata Kunci : Carrier Bakteri Pereduksi Sulfat, Bakteri Pereduksi Sulfat, Tanah
Sulfat Masam
Bapak Sulaiman dan Ibu Salamah Simbolon. Penulis merupakan anak pertama
dari 2 bersaudara.
Huda Medan selama 6 tahun. Pada tahun 2006, penulis melanjutkan pendidikan
Kemudian pada tahun 2009, penulis melanjutkan sekolah menegah atas di SMA
Tahun 2012 penulis lulus sekolah menegah atas dan melanjutkan studinya
Pertanian pada bidang Ilmu Tanah. Pada saat mengikuti perkuliahan, penulis
tahun 2015. Penulis juga sering mengikuti pelatihan workshop dan juga seminar
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT. yang telah
Pereduksi Sulfat (BPS) Pada Kadar Air Tanah Yang Berbeda Terhadap
Sifat Kimia Tanah, Populasi BPS dan Pertumbuhan Tanaman Jagung Pada
Tanah Sulfat Masam di Rumah Kaca” sebagai salah satu syarat untuk meraih
Sumatera Utara.
komisi pembimbing yaitu Prof. Dr. Ir. Asmarlaili Sahar Hanafiah, MS., DAA. dan
juga kepada anggota komisi pembimbing yaitu Ir. Alida Lubis, MS. dan seluruh
pihak terkait yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun
skripsi ini bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan dan perkembangan ilmu
pengetahuan.
Penulis
ABSTRACT ........................................................................................................ i
ABSTRACT ....................................................................................................... ii
DAFTAR TABEL.............................................................................................. vi
PENDAHULUAN
Latar Belakang ........................................................................................ 1
Tujuan Penelitian .................................................................................... 2
Hipotesis Penelitian................................................................................. 3
Kegunaan Penelitian................................................................................ 3
TINJAUAN PUSTAKA
Tanah Sulfat Masam ............................................................................... 4
Luasan Tanah Sulfat Masam di Indonesia ..................................... 4
Proses Terbentuknya Tanah Sulfat Masam ................................... 4
Klasifikasi Tanah Sulfat Masam .................................................... 4
Ciri Tanah Sulfat Masam ............................................................... 5
Mekanisme dan Dampak Teroksidasinya Pirit .............................. 5
Bakteri pereduksi sulfat........................................................................... 8
Kompos ................................................................................................... 10
Kompos Tandan Kosong Kelapa Sawit ................................................. 12
Kompos Jerami Padi .............................................................................. 13
Kompos Gulma ...................................................................................... 14
Tanaman Jagung ..................................................................................... 15
METODOLOGI PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................. 16
Bahan dan Alat ........................................................................................ 16
Metode Penelitian.................................................................................... 17
Pelaksanaan Penelitian
Pengomposan ................................................................................. 18
Pengambilan Sampel Tanah........................................................... 19
Analisis Awal Tanah ..................................................................... 19
Persiapan Media Tanam................................................................. 20
Persiapan Isolate Bakteri Pereduksi Sulfat .................................... 20
DAFTAR PUSTAKA
No. Hal.
2. Ph Tanah....................................................................................................... 27
3. C-Organik ..................................................................................................... 28
No. Hal.
2. Tanaman Jagung........................................................................................... 22
No. Hal.
9. Keterangan Benih......................................................................................... 52
Latar Belakang
pengembangan pertanian. Dalam hal ini lahan rawa pasang surut yang umumnya
berkembang jenis tanah sulfat masam merupakan salah satu lahan marginal yang
membuka lahan rawa pasang surut untuk dijadikan perkebunan kelapa sawit.
pada lahan rawa pasang surut adalah kondisi drainase yang terhambat atau
lapisan tanah yang tidak tergenang air sedalam 50-75 cm dan idealnya 100 cm.
Penurunan permukaan air tanah ini dapat menjadi masalah, karena dapat
menyebabkan oksidasi mineral pirit khususnya pada lapisan pirit yang dangkal.
Jika tanah ini dikeringkan atau teroksidasi, maka senyawa pirit akan membentuk
ferri hidroksida (Fe(OH)3), sulfat (SO42-) dan ion hydrogen (H+) sehingga tanah
menjadi sangat masam akibatnya kelarutan ion-ion Fe2+, Al3+ dan Mn2+ bertambah
di dalam tanah sehingga ketersediaan fosfat menjadi berkurang karena diikat oleh
besi atau aluminium. Biasanya bila tanah masam kejenuhan basa menjadi rendah,
Sumber kemasaman tanah sulfat masam yang telah teroksidasi adalah ion
sulfat (SO42-) maka solusi dari permasalahan tersebut adalah mengurangi ion
menggunakan sulfat sebagai sumber energi yaitu sebagai akseptor electron dan
bahwa semakin banyak ion sulfat yang direduksi maka semakin banyak juga ion
(Widyati, 2006). Namun, belum ada yang menguji kompos seperti apa yang
terbaik sebagai carrier bagi BPS, mengingat kandungan dari ketiga sumber
kompos yang digunakan berbeda-beda. Oleh sebab itu, maka penelitian ini perlu
Tujuan Penelitian
sulfat (BPS) terhadap sifat kimia tanah, populasi BPS dan pertumbuhan
- Untuk mempelajari pengaruh pemberian kadar air tanah terhadap sifat kimia
tanah, populasi BPS dan pertumbuhan tanaman jagung pada tanah sulfat
pereduksi sulfat dan kadar air tanah yang berbeda terhadap sifat kimia tanah,
populasi BPS dan pertumbuhan tanaman jagung pada tanah sulfat masam di
rumah kaca.
- Semakin tinggi dosis carrier bakteri pereduksi sulfat (BPS) yang diberikan
- Semakin tinggi kadar air tanah yang diberikan maka semakin meningkatkan
sifat kimia tanah, populasi BPS dan pertumbuhan tanaman jagung pada tanah
- Interaksi antara carrier bakteri pereduksi sulfat (BPS) dan kadar air tanah
yang diberikan akan meningkatkan sifat kimia tanah, populasi BPS dan
Kegunaan Penelitian
bakteri pereduksi sulfat dan kondisi tanah yang terbaik sebagai sarana untuk
Luas lahan rawa di Indonesia diperkirakan 33.40 juta ha, yang terdiri atas
20 juta ha rawa pasang surut dan 13.40 juta ha rawa lebak. Lahan sulfat masam
merupakan bagian dari lahan rawa pasang surut dan luasnya sekitar 6.70 juta ha
(Suriadikarta, 2005).
sungai inilah yang merupakan bahan induk tanah sulfat masam yang terbentuk di
sulfat masam potensial dan tanah sulfat masam aktual. Lahan sulfat masam
potensial mempunyai pH >3,5 yang makin tinggi selaras dengan kedalaman tanah.
Lahan sulfat masam potensial harus dijaga agar bahan sulfidik tidak teroksidasi.
pH tanah lapang 3,5 dan mempunyai horizon sulfidik atau tanda-tanda horizon
Tanah sulfat masam mempunyai penciri utama, yaitu (1) bahan sulfidik
atau pirit, (2) lapisan (horison) sulfurik, (3) bercak jarosit, dan (4) bahan penetral
berupa karbonat atau basa-basa tertukar lainnya. Sifat tanah sulfat masam ditandai
warna tanah yang kelabu, bersifat mentah, dan kemasaman sedang sampai tinggi
(Noor, 2004).
Bahan sulfat masam terdiri atas tanah salin atau sedimen yang terdapat
besi sulfida (FeS2) di atas lapisan tanah dalam keadaan tergenang atau kondisi
anaerob. Akan tetapi, pirit menjadi teroksidasi menjadi asam sulfat. Asam sulfat
dihasilkan dari oksidasi pirit yang menyebabkan pH tanah berada pada tingkat
yang sangat bahaya pada waktu derajat keasaman 3.0. Tanah menjadi beracun,
meningkatkan aluminium, besi dan mangan yang terlarut serta kualitas unsur hara
Pirit (FeS2) pada kondisi anaerob atau tergenang adalah senyawa yang
stabil dan tidak berbahaya, akan tetapi menjadi berbahaya jika kondisi tanah
berubah menjadi aerob. Senyawa pirit dalam kondisi aerob akan teroksidasi dan
berbahaya bagi pertumbuhan tanaman. Ada dua keadaan yang menyebabkan pirit
berada dalam kondisi aerob yaitu apabila tanah pirit diangkat ke permukaan tanah
(misalnya pada waktu mengolah tanah, membuat saluran, atau membuat surjan)
dan jika permukaan air tanah turun (misalnya pada musim kemarau). Hasil
reaksi tanah sangat masam. Senyawa yang terbentuk secara alamiah dapat
menghasilkan ion Al dan Fe yang beracun bagi tanaman. Reaksi oksidasi pirit
Produksi ferri sulfat dari ferro sulfat sangat besar karena proses
(No.2) dan pada kondisi yang masam reaksi pirit dengan ferri sulfat (No. 3)
berlangsung sangat cepat. Ferri sulfat juga dapat terhidrolisis sehingga menambah
terlarut menjadi ion sulfat dan melimpahnya ion H+, yang mengakibatkan pH
tanah turun drastis dari awalnya netral-agak alkalis (pH 5,5-6,5) menjadi masam
ekstrim (pH 1,3 sampai <3,5). Pada kondisi ini terjadi keracunan ion H+, AI, SO42-
dan Fe2+, serta penurunan kesuburan tanah alami akibat hilangnya basa-basa tanah
kation hara seperti K, Ca, dan Mg dari komplek jerapan. Tingginya tingkat
dan Mn2+ di dalam tanah yang bersifat racun bagi tanaman. Kemasaman tanah
karena diikat oleh besi atau aluminium dalam bentuk besi fosfat atau aluminum
fosfat, serta kejenuhan basa menjadi rendah sehingga terjadi kekahatan unsur hara
di dalam tanah. Selain itu unsur hara yang terdesak akan hilang melalui pencucian
air pengairan baik vertikal maupun horizontal sehingga tanah menjadi masam dan
Senyawa pyrit FeS2 yang stabil pada lahan rawa karena penggenangan
adalah:
Pada reaksi diatas terbebaskan 2 ion H+ untuk setiap ion sufat. Diperhitungkan
lebih dari 300 cmol H+/kg terbentuk; 300 cmol H+/kg sebanding dengan 10 hingga
30 kali lebih besar dari muatan negatif liat tanah yang umum diukur di tanah
yang cukup untuk mengikat ion H+ di permukaannya. Ion H+ yang tidak terikat di
larutan tanah ini akan menurunkan pH sangat besar. Tanah akan menjadi sangat
masam ditambah lagi adanya ion SO42- yang sangat meracun. Tanah demikian
disebut tanah sulfat masam dengan ciri pH < 3,5 (Mukhlis, dkk 2011)
sebagai terminal akseptor electron dan senyawa organik sebagai donor electron
bakteri ini juga ditemukan di lahan sawah dan perairan darat. Mengingat bakteri
ini merupakan bakteri anaerob obligat, bakteri pereduksi sulfat lebih banyak
Jorgensen (1982) melaporkan bahwa jumlah dan aktivitas bakteri pereduksi sulfat
bakteri pereduksi sulfat yang mampu tumbuh pada kondisi oksik. Hal ini yang
energi yaitu sebagai akseptor electron dan menggunakan bahan organik sebagai
sumber karbon (C). Karbon tersebut berperan sebagai donor elektron dalam
dari bahan organik. Reduksi sulfat dapat terjadi dalam kisaran nilai pH, tekanan,
suhu dan kondisi salinitas yang luas. Reduksi sulfat dapat dihambat dengan
adanya oksigen, nitrat dan ion ferric. Reaksi reduksi sulfat adalah sebagai berikut:
Dari reaksi tersebut terlihat bahwa pada proses reduksi ion sulfat, bukan hanya
H2S yang dilepaskan tetapi juga ion hidroksil (OH-). Semakin banyak ion sulfat
yang direduksi maka semakin banyak juga ion OH- yang dihasilkan sehingga pH
mereduksi sulfat pada kondisi anaerob menjadi sulfida, selanjutnya H2S yang
dihasilkan dapat mengendapkan logam-logam toksik (Cu, Zn, Cd) sebagai logam
sulfida. BPS memerlukan substrat organik yang berasal dari asam organik berantai
pendek seperti asam piruvat. Dalam kondisi alamiah, asam tersebut dihasilkan
mikroba terutama jenis anaerob yaitu : 1) adanya oksigen tidak akan membunuh
(Postgate,1984).
reduksi sulfat semua isolat meningkat dengan peningkatkan nilai pH. Penurunan
Isolat BPS dari limbah kertas dan air panas belerang lebih efektif pada pH
diatas 4. Namun ketika dihadapkan pada kondisi pH dibawah 4 sampai 2,5 (sangat
masam) isolate dari limbah kertas dan air panas tidak terlalu efektif (Sitinjak,
2016).
Isolate yang berasal dari tanah sulfat masam mampu bertahan dalam
kondisi sangat masam. Isolate BPS dari tanah sulfat masam bukan hanya dapat
bertahan tetapi juga efektif pada pH diatas dan dibawah 4 sampai 2.5, meskipun
pada pH diatas 4 isolat dari tanah sulfat masam bukan isolat yang tertinggi dalam
meningkatkan pH. Kemampuan isolate TSM ini diduga berasal dari lingkungan
habitat aslinya. Lingkungan asli dari isolate ini, mempunyai pH sekitar 3,6
sehingga memungkinkan untuk bertahan dan lebih sesuai kondisi sangat masam
(Sitinjak, 2016).
berturut-turut dari pH tanah awal sebesar 4 ; 3,5 ; 3 ; 2,5 menjadi pH tanah akhir
sebesar 6,1 ; 5,04 ; 4,13 ; 3,96. Sedangkan isolate yang bersumber dari tanah
sulfat masam (TSM) mampu menaikan pH tanah berturut-turut dari pH tanah awal
sebesar 4 ; 3,5 ; 3 ; 2,5 menjadi pH tanah akhir sebesar 4,17 ; 3,65 ; 3,33 ; 2,83
(Sitinjak, 2016).
Kompos
sisa bahan organik secara biologi yang terkontrol (sengaja dibuat dan diatur)
tersebut jarang sekali dapat terjadi secara alami, kareana di alam kemungkinan
besar terjadi kondisi kelembaban dan suhu yang tidak cocok untuk proses biologis
Ciri fisik kompos yang baik adalah berwarna cokelat kehitaman, agak
lembap, gembur dan bahan pembentuknya sudah tidak tampak lagi. Kualitas
kompos sangat ditentukan oleh besarnya perbandingan antara jumlah karbon dan
nitrogen (C/N rasio). Jika C/N rasio tinggi, berarti bahan penyusun kompos belum
terurai secara sempurna. Bahan kompos dengan C/N rasio tinggi akan terurai atau
membusuk lebih lama dibandingkan dengan bahan ber-C/N rasio rendah. Kualitas
kompos dianggap baik jika memiliki C/N rasio antara 12-15. (Novizan, 2005).
Rasio karbon dan nitrogen (C/N) sangat penting untuk memasok hara yang
yang telah dijelaskan, karbon dan nitrogen memiliki fungsi masing-masing yang
karbon terlalu sedikit mikroorganisme akan sulit mengikat nitrogen bebas karena
tidak cukupnya energi yang harusnya didapat dari karbon. Bila kandungan karbon
Dua unsur yang paling penting adalah karbon dan nitrogen karena dua
unit karbon untuk setiap unit nitrogen yang digunakan untuk proses produksi
Tandan kosong kelapa sawit merupakan salah satu dari hasil limbah pabrik
kelapa sawit yang jumlahnya cukup besar. Selama ini limbah tersebut hanya
dibakar untuk diambil abunya sebagai pupuk kalium. Pembakaran tandan ini
praktis menghilangkan bahan organik yang ada didalam limbah, sehingga perlu
penyusun utama selulosa (45,95%), hemiselulosa (22,84%), dan lignin (16, 49%),
hemiselulosa dan lignin menjadikan kompos TKS matang cukup lama yaitu 3
bulan. Sedangkan unsur hara yang terkandung pada TKS antara lain 42,8% C,
2,90% K2O, 0,80%P2O5, 0,30% MgO, 10 ppm B, 23 ppm Cu, dan 51 ppm ZN
pupuk organik secara nyata meningkatkan perubahan sifat kimia yaitu pH, C-
dalam tanah dengan aplikasi tandan kosong kelapa sawit ini mengalami
penurunan. Hal ini menunjukkan bahwa aplikasi tandan kosong kelapa sawit
disamping memperbaiki sifat kimia tanah dan dapat menekan Al bebas (Al-dd).
usaha tani padi sawah. Potensi jerami padi di Indonesia sangat besar dari segi
kuantitas yaitu 77 juta ton dari hasil panen padi (BPS, 2008). Jumlah jerami
sebesar tersebut sangat potensial untuk dapat digunakan sebagai bahan baku
amelioran tanah. Sebagian besar jerami padi belum dimanfaatkan oleh petani,
namun menjadi bahan terbuang dan sering dibakar oleh petani yang menyebabkan
Produksi jerami padi dapat mencapai 4-5 ton per hektar tergantung pada
lokasi dan jenis varietas tanaman yang digunakan. Dinas Pertanian (2008),
menyatakan kandungan hara yang terdapat pada jerami, antara lain seperti N
meningkatkan kadar C-organik 1,50%, K-dapat ditukar 0,22 me, Mg-dapat ditukar
0,25 me, kapasitas tukar kation tanah 2 me/100 g, Si tersedia dan stabilitas agregat
tanah. Apabila dihitung dalam hektar, sumbangan hara dari jerami tersebut adalah
170 kg K, 160 kg Mg, 200 kg Si dan 1,70 ton C-organik yang sangat diperlukan
bagi kegiatan jasad renik tanah atau setara dengan 340 kg KCl dan 361 kg kieserit.
Sehingga aplikasi bahan organik dapat memperkaya hara tanah. Secara tidak
berat kering jerami. Pembenaman jerami kedalam lapisan olah tanah akan
Kompos Gulma
Pada areal perkebunan kelapa sawit PT Mapoli Raya, gulma yang paling
banyak tumbuh dan paling luas penyebaranya adalah gulma purun tikus
keabuan hingga hijau mengkilap dengan panjang 50-200 cm dan tebal 2-8 mm.
Daun mereduksi menjadi pelepah yang berbentuk buluh seperti membran yang
ujung daun tidak simetris, berwarna coklat kemerahan sampai lembayung, tanpa
lidah daun. Bunganya bulir majemuk, terletak pada ujung batang dengan panjang
2-6 cm dan lebar 3-6 mm, terdiri atas banyak buliran berbentuk silinder, bersifat
(Aribawa, 2001; Noor, 2004; Noor et al.,2006). Pemberian bahan organik purun
rawa pasang surut (Noor et al., 2006). Kompos purun tikus dan paku-pakuan /
meningkatkan pH, Mg, dan Ca tanah (Noor et al., 2005). Pemberian amelioran
Tanaman Jagung
Secara umum, tanaman jagung dapat tumbuh di dataran rendah sampai dengan
dataran tinggi sekitar 1.300 m diatas permukaan laut (dpl), kisaran suhu udaranya
antara 13oC - 38oC, dan mendapat sinar matahari penuh. Di Indonesia tanaman
jagung dapat tumbuh dan berproduksi tinggi di dataran rendah sampai dengan
ketinggian 750 m dpl. Curah hujan yang ideal untuk tanaman jagung adalah
tropis seperti indonesia. Tanaman jagung juga mempunyai daya adaptasi baik
terhadap berbagai jenis tanah. Hampir semua jenis tanah pertanian cocok untuk
tempat ± 25 meter diatas permukaan laut, dimulai pada bulan November 2016
sulfat masam sebagai media tanam, kompos TKKS, jerami dan gulma sebagai
sulfat LK-4 (isolat yang diisolasi dari sludge limbah kertas Toba Pulp Lestari
dengan kode 4) sebagai agen pereduksi sulfat, media phosgate-E sebagai media
tumbuh spesifik BPS, tanaman jagung sebagai tanaman indikator, air untuk
menimbang tanah dan kompos, arit untuk mengambil jerami dan gulma, meteran
untuk mengukur luas lahan penelitian, ayakan tanah 10 mesh untuk menghaluskan
contoh tanah, GPS (Global Positioning System) untuk menandai titik koordinat
bakteri pereduksi sulfat yaitu : Erlenmeyer, stirer, pH meter, autoclaf, laminar air
Yijk : nilai pengamatan pada blok ke-i, carrier BPS ke-j, dan kondisi tanah ke-k
(αβ)jk : pengaruh interaksi carrier BPS ke-j dan kondisi tanah ke-k
Εijk : pengaruh galat percobaan pada blok ke-i akibat perlakuan carrier BPS ke-
setiap parameter yang nyata dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan
Pelaksanaan Penelitian
Pengomposan
TKKS, gulma dan jerami yang telah dicacah diberi activator berupa
organik tersebut dicampur hingga merata dan ditambah air hingga kondisinya
cukup lembab. Bahan dimasukan dalam karung plastik dan disimpan di tempat
dengan berwarna hitam, tidak dikenali lagi bentuknya serta C/N nya lebih kecil
Tanah yang diambil merupakan tanah sulfat masam yang berada di areal
perkebunan PT. Mopoli Raya Kebun Paya Rambe II, Kecamatan Seruway,
kadar sulfat tanah dan lain-lain sebagai data untuk mendukung penelitian.
Contoh tanah yang telah diambil kemudian dikering udarakan, setelah itu
diayak dengan ayakan 10 mesh. Dilakukan pengukuran kadar air tanah untuk
kapasitas lapang untuk menentukan jumlah air yang ditambahkan untuk mencapai
merupakan isolat Bakteri Pereduksi Sulfat LK-4 (isolat yang diisolasi dari limbah
sludge kertas Toba Pulp Lestari dengan kode 4) yang telah melewati pengujian di
yaitu Phosgate-E dengan komposisi media (KH2PO4 0,5g, NH4Cl 1g, Na2SO4 1g,
CaCl2.6H2O 1g, MgCl2.7H2O 2g, Sodium Lactate 8 ml, Yeast Extract 1g, Ascorbic
Acid 1g, Thioglycolic Acid 0,76 ml, Fe2SO4.7H2O 0,5g untuk 1L media). Bahan
kimia tersebut dimasukan ke dalam aquades 500 ml, diaduk hingga homogen dan
yaitu 7.4, kemudian media distrerilkan dengan autoklaf selama 15 menit pada
suhu 121oC. Setelah media siap, kemudian isolate Bakteri Pereduksi Sulfat
dipebanyak dalam media Phosgate-E yang dikerjakan secara steril di ruang LAF
(Laminar Air Flow) dan diinkubasi pada inkubator dengan suhu 35-40°C selama ±
dengan metode MPN (Most Probable Number). Populasi isolate yang digunakan
jenis kompos tersebut telah ditimbang sesuai dosis tiap perlakuan yakni setara
divakum agar hampa udara. Setelah dikemas berdasarkan dosis tiap perlakuan
pada suhu 121oC, setelah kompos dingin maka isolate bakteri pereduksi sulfat
sebanyak 10% dari berat kompos dapat diinokulasikan kedalam kompos dengan
menggunakan jarum suntik yang dilakukan di LAF (Laminar Air Flow) dalam
suhu 35-40°C selama ± 5 hari hingga bakteri tumbuh yang ditandai dengan
dalam media tanam. Carrier ditempatkan di lubang tanam. Setelah itu, dingkubasi
selama 1 minggu dengan tujuan untuk menurunkan kadar sulfat dan meningkatkan
Kompos
Selang air
lubang tanam pada tanah kira-kira sedalam 5 cm dari permukaan tanah kemudian
dianggap baik.
Tanaman jagung
Selang air
Kompos
Pemupukan
Dosis pemupukan tanaman jagung terdiri atas Urea 300 kg/ha (setara 0,75
gr/5 kg TKO), TSP 100 kg/ha (setara 0,25 gr/5 kg TKO) dan KCL 100 kg/ha
(setara 0,25 gr/5 kg TKO). Pupuk TSP dan KCL hanya diberikan sekali pada saat
tanam, sedangkan urea tiga kali masing-masing 1/3 bagian pada saat tanam, pada
Penyiraman
telah ditetapkan yakni 100% kapasitas lapang dan 110% kapasitas lapang.
Pemanenan
memotong dan memisahkan bagian tajuk tanaman dengan bagian akar tanaman.
Parameter Amatan
dan HClO4
Probable Number)
Dari data pengukuran hasil kadar sulfat tanah dan hasil sidik ragam kadar
sulfat tanah (Lampiran 16 dan 16.1) diperoleh bahwa perlakuan carrier bakteri
pereduksi sulfat (BPS), perlakuan kadar air tanah dan kombinasi antara perlakuan
carrier bakteri pereduksi sulfat (BPS) dengan kadar air tanah tidak berpengaruh
nyata menurunkan kadar sulfat tanah. Rataan kadar sulfat tanah dapat dilhat pada
Tabel 1.
Tabel 1. Rataan kadar sulfat tanah akibat perlakuan carrier bakteri pereduksi sulfat
(BPS), kadar air tanah serta interaksi keduanya.
Kadar Air Tanah
Carrier Bakteri Pereduksi Sulfat (BPS) K1 K2 Rataan
(100% KL) (110% KL)
--------------ppm------------
C0 ( tanpa pemberian kompos ) 137,31 126,45 131,88
C1 (kompos tkks 15 ton/ha) 155,76 113,35 134,56
C2 (kompos tkks 30 ton/ha) 100,42 214,04 157,23
C3 (kompos tkks 45 ton/ha) 163,17 179,73 171,45
C4 (kompos jerami 15 ton/ha) 138,18 177,66 157,92
C5 (kompos jerami 30 ton/ha) 108,35 148,00 128,18
C6 (kompos jerami 45 ton/ha) 99,00 222,85 161,38
C7 (kompos gulma 15 ton/ha) 165,07 114,55 139,81
C8 (kompos gulma 30 ton/ha) 109,03 115,76 112,40
C9 (kompos gulma 45 ton/ha) 172,49 130,24 151,37
Rataan 134,96 154,26
perlakuan tidak berbeda nyata dengan kombinasi perlakuan yang lainnya. Kadar
sulfat tanah tertinggi terdapat pada perlakuan C6K2 (kompos jerami 45 ton/ha
dengan kondisi tanah 110% kapasitas lapang) yaitu sebesar 222,85 ppm dan kadar
sulfat tanah terendah terdapat pada perlakuan C6K1 (kompos jerami 45 ton/ha
Secara umum peningkatan kadar air yang diberikan tidak menunjukan penurunan
nilai kadar sulfat tanah. Hal ini disebabkan karena pada perlakuan K2 (110% KL)
kondisi anaerob tidak terjadi. Tidak terjadinya kondisi anaerob disebabkan karena
faktor suhu. Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca. Suhu di dalam rumah kaca
kehilangan air sehingga pirit yang stabil pada kondisi anaerob menjadi teroksidasi
yang banyak melepaskan ion H+ dan ion sulfat (SO42-). Hal ini sesuai dengan
literatur Mukhlis, dkk (2011) yang menyatakan bahwa senyawa pyrit FeS2 yang
Pada reaksi diatas terbebaskan 2 ion H+ untuk setiap ion sufat. Diperhitungkan
lebih dari 300 cmol H+/kg terbentuk; 300 cmol H+/kg sebanding dengan 10 hingga
30 kali lebih besar dari muatan negatif liat tanah yang umum diukur di tanah
yang cukup untuk mengikat ion H+ di permukaannya. Ion H+ yang tidak terikat di
larutan tanah ini akan menurunkan pH sangat besar. Tanah akan menjadi sangat
penurunan kadar sulfat tanah sedangkan pada perlakuan C1, C2, C3, C4, C6, C7
(tanpa pemberian kompos). Secara umum pemberian kompos sebagai carrier BPS
tidak menunjukan penurunan kadar sulfat tanah. Hal ini disebabkan karena kurang
tepatnya aplikasi kompos sebagai carrier BPS. Pada Lampiran 22a dapat dilihat
bahwa aplikasi kompos sebagai carrier BPS dilakukan di lubang tanam, namun
pereduksi sulfat menjadi tidak optimal karena bagian atas media tanam merupakan
air dalam tanah berkurang sehingga kondisi aerob yang terjadi. Hal tersebut
menyebabkan BPS tidak mampu mereduksi sulfat karena untuk dapat mereduksi
sulfat BPS membutuhkan lingkungan yang reduktif. Sulfat yang tidak tereduksi
oleh BPS menyebabkan tingginya hasil uji kadar sulfat tanah. Hal ini sesuai
pH Tanah
Dari data pengukuran hasil pH tanah dan hasil sidik ragam pH Tanah
(Lampiran 17 dan 17.1) diperoleh bahwa perlakuan carrier bakteri pereduksi sulfat
(BPS), perlakuan kadar air tanah dan kombinasi antara perlakuan carrier bakteri
pereduksi sulfat (BPS) dengan kadar air tanah tidak berpengaruh nyata
tanah tertinggi terdapat pada perlakuan C3K2 (kompos tkks 45 ton/ha dengan
kondisi tanah 110% kapasitas lapang) sebesar 3,42 dan pH tanah terendah terdapat
pada perlakuan C0K2 (tanpa pemberian kompos dengan kondisi tanah 110%
Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa pada perlakuan C1, C3, C4, C5, C6, C8
pH tanah, namun peningkatan yang terjadi sangat kecil dan masih menunjukan
nilai pH tanah yang sangat rendah yakni rata-rata pH tanah <3,50 (sangat masam).
sulfat terlarut dalam tanah tersebut yang dapat dilihat pada Tabel 1. Pada Tabel 1
dapat dilihat bahwa nilai kadar sulfat tanah sebesar >100ppm (sedang). Sulfat
kadar sulfat masih tinggi maka pH tanah akan tetap rendah. Hal ini sesuai dengan
literatur Dent dan Langenhoff (1986) menyatakan hasil oksidasi pirit antara lain
asam sulfat yang menyebabkan reaksi tanah sangat masam. Bloomfield (1972)
menyatakan bahwa asam sulfat yang dihasilkan dari oksidasi pirit menyebabkan
pH tanah berada pada tingkat yang sangat berbahaya pada waktu derajat
C-Organik
Dari data pengukuran hasil C-Organik dan hasil sidik ragam C-Organik
(Lampiran 18 dan 18.1) diperoleh bahwa perlakuan carrier bakteri pereduksi sulfat
tanah dan kombinasi antara perlakuan carrier bakteri pereduksi sulfat (BPS)
dengan kadar air tanah tidak berpengaruh nyata terhadap peningkatan C-Organik.
tkks 45 ton/ha) yaitu sebesar 3,24% dan terendah pada perlakuan C0 (tanpa
dosis. Semakin besar dosis kompos yang diberikan maka semakin besar
secara otomatis akan meningkatkan sumber karbon organik di dalam tanah yang
pada akhirnya akan meningkatkan kandungan karbon organik tanah. Hal ini sesuai
kadar C-organik 1,50%. Suntoro (2001) aplikasi TKS dengan berbagai dosis tanpa
sifat kimia yaitu pH, C-organik, N, P-tersedia, KTK dan kejenuhan basa.
Dari data pengukuran hasil Populasi BPS dan hasil sidik ragam Populasi
BPS (Lampiran 19 dan 19.1) diperoleh bahwa perlakuan carrier bakteri pereduksi
sulfat (BPS), perlakuan kadar air tanah dan kombinasi antara perlakuan carrier
bakteri pereduksi sulfat (BPS) dengan kadar air tanah tidak berpengaruh nyata
meningkatkan Populasi BPS. Rataan Populasi BPS dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Rataan populasi BPS akibat perlakuan carrier bakteri pereduksi sulfat
(BPS), kadar air tanah serta interaksi keduanya.
Kadar Air Tanah
Carrier Bakteri Pereduksi Sulfat
K1 K2 Rataan
(BPS)
(100% KL) (110% KL)
--------------cfu-------------
C0 ( tanpa pemberian kompos ) 2,5 x 107 14,7 x 106 19,8 x 106
C1 (kompos tkks 15 ton/ha) 2,5 x 107 2,5 x 107 2,5 x 107
C2 (kompos tkks 30 ton/ha) 2,5 x 107 2,5 x 107 2,5 x 107
7 7
C3 (kompos tkks 45 ton/ha) 2,5 x 10 2,5 x 10 2,5 x 107
C4 (kompos jerami 15 ton/ha) 2,5 x 107 2,5 x 107 2,5 x 107
C5 (kompos jerami 30 ton/ha) 2,5 x 107 2,5 x 107 2,5 x 107
C6 (kompos jerami 45 ton/ha) 2,5 x 107 2,5 x 107 2,5 x 107
C7 (kompos gulma 15 ton/ha) 2,5 x 107 2,5 x 107 2,5 x 107
7 6
C8 (kompos gulma 30 ton/ha) 2,5 x 10 13,7 x 10 19,3 x 106
C9 (kompos gulma 45 ton/ha) 2,5 x 107 2,5 x 107 2,5 x 107
Rataan 2,5 x 107 22,8 x 106
Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat bahwa kombinasi antara setiap
perlakuan tidak berbeda nyata dengan kombinasi perlakuan yang lainnya. Seluruh
perlakuan memiliki populasi sebanyak 2,5 x 107 cfu (tumbuh sampai pengenceran
ke-7) kecuali perlakuan C0K2 yaitu sebanyak 14,7 x 106 cfu dan perlakuan C8K2
Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa pada perlakuan C1, C2, C3, C4, C5, C6,
terjadi penurunan populasi BPS, namun penurunan yang terjadi tidak signifikan
karena kemampuan tumbuh BPS yang hampir sama baiknya yakni seluruh
kontrol disebabkan karena beberapa faktor yaitu isolate LK yang diaplikasi dalam
penelitian ini habitat alamiahnya berasal dari kolam pengolahan limbah kertas
dengan lingkungan barunya. Hal ini sesuai dengan literatur Posgate (1984)
menjelaskan bahwa ada hal umum yang terjadi yang menghambat pertumbuhan
mikroba terutama jenis anaerob yaitu adanya oksigen tidak akan membunuh
pertumbuhan BPS yang bersumber dari limbah kertas (isolate LK). Pada Tabel 2
dapat dilihat bahwa nilai rata-rata pH tanah yang didapat <3,50 (sangat masam).
menyatakan bahwa pH dari sludge industri kertas yaitu 4,17 sehingga isolate BPS
dari sludge kertas tersebut lebih sesuai dan lebih aktif diatas pH 4. Sitinjak (2016)
menyatakan bahwa isolat BPS dari limbah kertas dan air panas belerang lebih
sampai 2,5 (sangat masam) isolate dari limbah kertas dan air panas tidak terlalu
efektif.
mengakibatkan isolate BPS dari limbah kertas (isolate LK) yang diaplikasi
BPS dari tanah sulfat masam yang dapat tumbuh dan bertahan. Hal tersebut dapat
dibuktikan dengan terdapatnya populasi BPS pada perlakuan kontrol yang dapat
dilihat pada Tabel 4. Hal ini semakin memperjelas bahwa BPS yang tumbuh
merupakan BPS dari tanah sulfat masam bukan BPS dari limbah kertas. Hal ini
sesuai dengan hasil penelitian Sitinjak (2016) yang menyatakan bahwa isolate
yang berasal dari tanah sulfat masam mampu bertahan dalam kondisi sangat
masam. Kemampuan isolate TSM ini diduga berasal dari lingkungan habitat
aslinya. Lingkungan asli dari isolate ini, mempunyai pH sekitar 3,6 sehingga
Isolat yang bersumber dari tanah sulfat masam (TSM) terbukti mampu
bertahan pada kondisi aerob dan pH tanah yang sangat masam, namun isolate ini
kemampuannya dalam mereduksi sulfat dan menaikan pH tanah tidak lebih baik
dibandingkan isolat yang berasal dari limbah kertas (LK) sehingga hal inilah yang
menjadi penyebab rendahnya pH tanah serta tingginya kadar sulfat. Hal ini sesuai
sebesar 4 ; 3,5 ; 3 ; 2,5 menjadi pH tanah akhir sebesar 6,1 ; 5,04 ; 4,13 ; 3,96.
Sedangkan isolate yang bersumber dari tanah sulfat masam (TSM) mampu
Tinggi Tanaman
Dari data pengukuran hasil tinggi tanaman dan hasil sidik ragam tinggi
sedangkan perlakuan kadar air tanah dan kombinasi antara perlakuan carrier
bakteri pereduksi sulfat (BPS) dan kadar air tanah tidak berpengaruh nyata
terhadap peningkatan tinggi tanaman. Rataan tinggi tanaman dapat dilihat pada
Tabel 5.
Tabel 5. Rataan tinggi tanaman akibat perlakuan carrier bakteri pereduksi sulfat
(BPS), kadar air tanah serta interaksi keduanya.
Kadar Air Tanah Rataan
Carrier Bakteri Pereduksi Sulfat (BPS)
K1 K2
----------Cm---------
C0 ( tanpa pemberian kompos ) 69,0 43,5 56,2 a
C1 (kompos tkks 15 ton/ha) 110,0 129,5 119,7 bcd
C2 (kompos tkks 30 ton/ha) 143,0 180,0 161,5 hij
C3 (kompos tkks 45 ton/ha) 152,0 168,0 160,0 hi
C4 (kompos jerami 15 ton/ha) 85,5 106,5 96,0 b
C5 (kompos jerami 30 ton/ha) 95,5 101,0 98,2 bc
C6 (kompos jerami 45 ton/ha) 144,0 111,0 127,5 cdefg
C7 (kompos gulma 15 ton/ha) 117,0 132,0 124,5 bcde
C8 (kompos gulma 30 ton/ha) 138,0 114,5 126,5 cdef
C9 (kompos gulma 45 ton/ha) 142,5 147,0 144,7 defgh
Rataan 119,6 123,3
Keterangan : Angka pada setiap perlakuan yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata
pada taraf 5% menurut uji beda rataan DMRT (Duncan Multiple Range Test)
nyata dengan perlakuan C1, C2, C3, C4, C5, C6, C7, C8 dan C9. Tanaman
tertinggi terdapat pada perlakuan C2 (kompos tkks 30 ton/ha) yaitu sebesar 161,5
Pada Tabel 1 dan 2 dapat diihat bahwa nilai pH tanah yang sangat masam
serta kadar sulfat tanah yang cukup tinggi akibat dari teroksidasinya pirit,
dimanfaatkan oleh tanaman jagung untuk dapat bertahan dari kondisi tanah yang
kurang menguntungkan dengan cara perakaran tanaman jagung hanya tumbuh dan
sehingga pada perlakuan yang diberi perlakuan kompos pengaruh buruk kondisi
bersinggungan pada tanah dengan pH sangat masam serta kandungan sulfat yang
terlihat bahwa tanaman jagung yang tumbuh pada perlakuan kontrol terlihat
sangat kerdil dibandingkan dengan yang diberikan perlakuan kompos. Hal ini
silikat dan membebaskan ion Al3+ yang kemudian mendesak kation hara seperti
K, Ca, dan Mg dari komplek jerapan. Tingginya tingkat kemasaman tanah juga
perlakuan C2 dan C3. Perlakuan C4 tidak berbeda nyata dengan perlakuan C5 dan
C6. Perlakuan C7 tidak berbeda nyata dengan perlakuan C8 dan C9. Dari
penjelasan diatas diketahui bahwa perlakuan tkks saja yang berpengaruh nyata
sedangkan pada perlakuan jerami dan gulma tidak berpengaruh. Sehingga apabila
kompos jerami, gulma ataupun tkks dibandingkan maka yang terbaik dalam
dan C8. Perlakuan C3 berbeda nyata dengan perlakuan C6 namun tidak berbeda
nyata dengan perlakuan C9. Pada dosis 15 ton/ha, tidak terdapat perbedaan tinggi
tanaman antara kompos tkks, jerami dan gulma. Pada dosis 30 ton/ha, kompos
gulma. Pada dosis 45 ton/ha, tinggi tanaman pada perlakuan kompos tkks lebih
baik dibandingkan kompos jerami namun tidak berbeda dengan kompos gulma.
Sehingga apabila kompos jerami, gulma dan tkks dibandingkan maka yang terbaik
dalam meningkatkan tinggi tanaman adalah kompos tkks dengan dosis 30 ton/ha.
jerami ataupun gulma adalah karena nilai C/N kompos tkks paling mendekati nilai
C/N tanah. Pada Lampiran 4 terlihat bahwa nilai C/N kompos tkks (11,02) paling
tinggi dibandingkan dengan nilai C/N kompos jerami (6,4) dan kompos gulma
(8,6) sedangkan, nilai C/N ideal untuk kompos adalah mendekati nilai C/N untuk
tanah yaitu sebesar 10. Pada kompos jerami dan gulma nilai C/N yang didapat
terlalu rendah. Nilai C/N yang terlalu rendah mengakibatkan carbon yang ada
Carbon yang telah berpindah dalam tubuh mikroba tersebut mengakibatkan BPS
tidak dapat menggunakan carbon itu lagi, padahal carbon sangat penting
peranannya bagi BPS yakni sebagai bahan penyusun selnya serta sebagai donor
kompos tkks lebih baik dijadikan carrier bagi BPS dibandingkan kompos jerami
ataupun gulma. Hal ini sesuai dengan literatur Novizan (2005) yang menyatakan
kualitas kompos dianggap baik jika memiliki C/N rasio antara 12-15. Stewart
(2006) menyatakan dua unsur yang paling penting adalah karbon dan nitrogen
karena dua unsur tersebut merupakan unsur yang dibutuhkan bakteri decomposer
karbon untuk setiap unit nitrogen yang digunakan untuk proses produksi protein.
Santoso, dkk (1999) menyatakan bahwa rasio karbon dan nitrogen (C/N) sangat
Dari data pengukuran berat kering tajuk dan hasil sidik ragam berat kering
tajuk (Lampiran 21 dan 21.1) diperoleh bahwa perlakuan carrier bakteri pereduksi
sedangkan perlakuan kadar air tanah dan kombinasi antara perlakuan carrier
bakteri pereduksi sulfat (BPS) dan kadar air tanah tidak berpengaruh nyata
terhadap peningkatan berat kering tajuk. Rataan berat kering tajuk dilihat pada
Tabel 6.
Tabel 6. Rataan berat kering tajuk akibat perlakuan carrier bakteri pereduksi sulfat
(BPS), kadar air tanah serta interaksi keduanya.
Kadar Air Tanah Rataan
Carrier Bakteri Pereduksi Sulfat (BPS)
K1 K2
----------gr---------
C0 ( tanpa pemberian kompos ) 2,80 2,40 2,60 a
C1 (kompos tkks 15 ton/ha) 38,15 42,95 40,55 bcde
C2 (kompos tkks 30 ton/ha) 73,65 110,60 92,13 hij
C3 (kompos tkks 45 ton/ha) 84,70 66,90 75,80 h
C4 (kompos jerami 15 ton/ha) 20,30 12,35 16,33 ab
C5 (kompos jerami 30 ton/ha) 14,05 34,95 24,50 abc
C6 (kompos jerami 45 ton/ha) 57,20 33,00 45,10 cdef
C7 (kompos gulma 15 ton/ha) 24,55 40,90 32,73 bcd
C8 (kompos gulma 30 ton/ha) 49,30 42,00 45,65 cdefg
C9 (kompos gulma 45 ton/ha) 74,75 77,45 76,10 hi
Rataan 43,95 46,35
Keterangan : Angka pada setiap perlakuan yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata
pada taraf 5% menurut uji beda rataan DMRT (Duncan Multiple Range Test)
dengan perlakuan C1, C4, C5, C6, C7 C8, namun berbeda nyata dengan perlakuan
ton/ha). Berat kering tajuk tertinggi terdapat pada perlakuan C2 (kompos tkks 30
ton/ha) yaitu sebesar 92,13 gr dan Berat kering tajuk terendah pada perlakuan C0
dengan perlakuan C4, C5 dan C6. Hal ini dikarenakan akar tanaman jagung
bahwa pH kompos jerami adalah 8,05 (agak alkalis) sedangkan pH yang ideal
pH kompos tkks 6,38 (agak masam) dan pH kompos gulma 6,10 (agak masam)
sesui dengan pH ideal tanaman jagung 5,5-7,5. Hal yang menjadi penyebabnya
dengan perlakuan C0 (kontrol) yang berbeda nyata dengan perlakuan C2, C3 dan
C9. Pada perlakuan C2, C3 dan C9, pH kompos tkks 6,38 (agak masam) dan pH
kompos gulma 6,10 (agak masam) sesui dengan pH ideal tanaman jagung 5.5-7.5,
sedangkan dosis kompos pada perlakuan ini sebesar 30 dan 45 ton/ ha masih lebih
untuk dapat menyentuh lapisan tanah yang berpH sangat masam lebih kecil
berbeda nyata perlakuan dengan perlakuan C2, C3 dan, C9 (dosis kompos 30 dan
maka yang terbaik dalam meningkatkan berat kering tajuk adalah kompos tkks
Kesimpulan
nilai C-organik dan pertumbuhan tanaman jagung dengan dosis terbaik pada
tanaman jagung.
3. Interaksi carrier bakteri pereduksi sulfat (BPS) dengan kadar air tanah yang
Saran
nyata karena kombinasi penyiraman dengan berbagai kadar air serta interaksi
carrier bakteri pereduksi sulfat (BPS) dengan kadar air tanah tidak berpengaruh
nyata meningkatkan perbaikan sifat kimia tanah, populasi BPS dan pertumbuhan
tanaman jagung. Namun dilihat dari beberapa hasil yang diperoleh dari penelitian
ini. Ada kemungkinan isolate LK-4 dengan carrier berupa kompos tkks 30 ton/ha
dapat digunakan untuk memperbaiki permasalahan pada tanah sulfat masam jika
Dent, D. 1986. Acid Sulphate Soils: A Base Line for Research and Development.
ILRI Publication 39. International Institute for Land Reclamation and
Improvement. TheNetherlands, Wageningen
Hasibuan, B.E., 2008. Pengelolaan Tanah dan Air Lahan Marginal. USU Press,
Medan.
Hanafiah, A.S, T. Sabrina, H. Guchi. 2009. Ekologi dan Biologi Tanah. USU
Press, Medan.
Hutauruk, Ch dan T.M.H. Marbun. 1993. Penggunaan Tandan Kosong Sebagai
Mulsa Untuk Peningkatan Produksi di Kebun Kelapa Sawit OPHIR.
Lokakarya Pemanfaatan Tandan Kosong Kelapa Sawit Sebagai Pupuk.
Jorgensen, B.B. 1982. Mineralization of Organic Matter In Sea Bed: the role of
sulphate reduction. Nature 296: 643-645.
Mukhlis, Sarifuddin dan H. Hanum. 2011. Kimia Tanah Teori dan Aplikasi.
USU - Press. Medan.
Noor, M. 2004. Lahan Rawa, Sifat dan Pengelolaan Tanah Bermasalah Sulfat
Masam. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Noor, M., Y. Lestari, dan M. Alwi. 2005. Teknologi Peningkatan Produksi dan
Konservasi Lahan Gambut. Laporan Akhir Tahun 2006. Balai Penelitian
Pertanian Lahan Rawa, Banjarbaru.
Postgate, J.R. 1984. The Sulfate Reducing Bacteria. Cambridge University Press.
Cambridge.
Paramananthan, S. 2008. Tropical Lowland Peats: To Conserve or Develop Them.
International Palm Oil Sustainability Conference 2008. Sabah Malaysia.
Risatti, J.B., W.C. Capman and D.A. Stahl. 1994. Community structure of a
microbial mat: the phylogenetic dimension. Proceeding of National
Academy Science. USA, 10173-10177.
Sitinjak M.S., 2016. Isolasi dan Uji Otensi Beberapa Isolate Bakteri Pereduksi
Sulfat Terhadap Perubahan Kemasaman Media Tumbuh. Skripsi, USSU e-
Repository.
Stewart, Keith. 2006. It’ A Long Road to A Tomato. New York : Marlowe and
Company, Hal. 155, ISBN 978-1-56924-330-5.
Suntoro, 2001. Pengaruh residu penggunaan bahan organik, dolomit dan KCL
pada tanaman kacang tanah (Arachis hypogeae) pada Oxic Dystrudept di
Jumapolo Karanganyar. Jurnal habitat, 12 (3): 170-177
Sutanto, A., A.E Prasetyo, Fahroidayanti, A.F. Lubis, dan A.P. Dongoran. 2005.
Viabilitas bioaktivator jamur Tricoderma koningii pada media tandan
kosong kelapa sawit. Jurnal Penelitian tandan kelapa sawit. 13(1) : 25-33.
Sangat Sangat
Sifat Tanah Satuan Rendah Sedang Tinggi
Rendah Tinggi
C (Karbon) % < 1,00 1,00 - 2,00 2,01 - 3,00 3,01 - 5,00 > 5,00
N (Nitrogen % < 0,10 0,10 - 0,20 0,21 - 0,50 0,51 - 0,75 > 0,75
C/N --- <5 5- 10 11 - 15 16 - 25 > 25
P2O5 Total % < 0,03 0,03 - 0,06 0,06 - 0,079 0,08 - 0,10 > 0,10
P2O5 eks- HCl % < 0,021 0,021 - 0,039 0,040 - 0,060 0,061 - 0,100 > 0,100
P-avl Bray II ppm < 8,0 8,0 - 15 16 - 25 26 - 35 > 35
P-avl Truog ppm < 20 20 - 39 40 - 60 61 - 80 > 80
P-avl Olsen ppm < 10 10 - 25 26 - 45 46 - 60 > 60
K2O eks- HCl % < 0,03 0,03 - 0,06 0,07 - 0,11 0,12 - 0,20 > 0,20
CaO eks- HCl % < 0,05 0,05 - 0,09 0,10 - 0,20 0,21 - 0,30 > 0,30
MgO eks- HCl % < 0,05 0,05 - 0,09 0,10 - 0,20 0,21 - 0,30 > 0,30
MnO eks- HCl % < 0,05 0,05 - 0,09 0,10 - 0,20 0,21 - 0,30 > 0,30
K-tukar me/100 < 0,10 0,10 - 0,20 0,30 - 0,50 0,60 - 1,00 > 1,00
Na-tukar me/100 < 0,10 0,10 -0,30 0,40 - 0,70 0,80 - 0,100 > 1,00
Ca-tukar me/100 < 2,0 2,0 - 5,0 6,0 - 10,0 11,0 - 20,0 > 20
Mg-tukar me/100 < 0,40 0,40 - 1,00 1,10 - 2,00 2,10 - 8,00 > 8,00
KTK (CEC) me/100 <5 5 - 16 17 - 24 25 - 40 > 40
KB (BS) % < 20 20 - 35 36 - 50 51 - 70 > 70
Kej. Al % < 10 10 - 20 21 - 30 31 -60 > 60
EC (Nedeco) mmhos/cm --- --- 2,5 2,6 - 10 > 10
Unsur Nilai
Makro dan SangatRendah Sedang Tinggi Sangat
Mikro Rendah Tinggi
Ca (ppm) 71 107 143 286 572
Mg (ppm) 2 4 6 23 60
K (ppm) 8 12 21 36 58
Mn (ppm) 1 1 3 9 23
Al (ppm 1 3 8 21 40
Fe (ppm) 1 3 5 19 53
P (ppm) 1 2 3 9 13
NH4 (ppm) 2 2 3 8 21
NO3 (ppm) 1 2 4 10 20
SO4 (ppm) 20 40 100 250 400
Cl (ppm) 30 50 100 325 600
*Penilaian didasarkan sifat umum secara empirik
J4b MG/3
No Induk : 30200938
Varietas : P35
No Batch : 00009137
D0938
No Kelompok : M0421K
Alamat : Malang
Ulangan 1 Ulangan 2
3. Kompos Gulma
Kadar air = 141,37 %
Dosis 15 ton/ha = 37,5 gr + ( 37,5 x 141,37 %)
= 37,5 gr + ( 37,5 x 1,4137 )
= 37,5 gr + ( 53,01 )
= 90,5 gr
Dosis 30 ton/ha = 75 gr + ( 75 x 141,37 %)
= 75 gr + ( 75 x 1,4137)
= 75 gr + ( 106,02 )
= 181,02 gr
Dosis 45 ton/ha = 112,5 gr + (112,5 x 141,37 %)
= 112,5 gr + (112,5 x 1,4137)
= 112,5 gr + ( 159,04 )
= 271,54 gr
Ulangan
Perlakuan Total Rataan
I II
C0K1 140,59 134,03 274,62 137,31
C0K2 61,28 191,62 252,9 126,45
C1K1 66,10 245,41 311,51 155,76
C1K2 80,59 146,10 226,69 113,35
C2K1 72,66 128,17 200,83 100,42
C2K2 200,24 227,83 428,07 214,04
C3K1 150,24 176,10 326,34 163,17
C3K2 140,24 219,21 359,45 179,73
C4K1 75,76 200,59 276,35 138,18
C4K2 120,59 234,72 355,31 177,66
C5K1 91,28 125,41 216,69 108,35
C5K2 185,76 110,24 296 148,00
C6K1 65,41 134,38 199,79 99,90
C6K2 158,55 287,14 445,69 222,85
C7K1 188,52 141,62 330,14 165,07
C7K2 86,1 143 229,1 114,55
C8K1 94,03 124,03 218,06 109,03
C8K2 40,59 190,93 231,52 115,76
C9K1 122,66 222,31 344,97 172,49
C9K2 65,41 195,07 260,4 130,24
KK : 32,24 %
Ulangan
Perlakuan Total Rataan
I II
C0K1 3,26 3,35 6,61 3,31
C0K2 3,01 3,22 6,23 3,12
C1K1 3,26 3,28 6,54 3,27
C1K2 3,35 3,06 6,41 3,21
C2K1 3,37 2,93 6,3 3,15
C2K2 3,24 3,36 6,6 3,30
C3K1 3,43 3,27 6,7 3,35
C3K2 3,48 3,36 6,84 3,42
C4K1 3,35 3,46 6,81 3,41
C4K2 3,18 3,34 6,52 3,26
C5K1 3,36 3,39 6,75 3,38
C5K2 3,36 3,27 6,63 3,32
C6K1 3,31 3,05 6,36 3,18
C6K2 3,29 3,31 6,6 3,30
C7K1 3,11 3,26 6,37 3,19
C7K2 3,01 3,32 6,33 3,17
C8K1 3,07 3,22 6,29 3,15
C8K2 3,41 3,33 6,74 3,37
C9K1 3,23 3,34 6,57 3,29
C9K2 3,32 3,3 6,62 3,31
KK : 4,32 %
Ulangan
Perlakuan Total Rataan
I II
C0K1 2,2 1,35 3,55 1,78
C0K2 1,91 1,98 3,89 1,95
C1K1 2,62 2,69 5,31 2,66
C1K2 2,76 2,98 5,74 2,87
C2K1 2,76 3,36 6,12 3,06
C2K2 3,01 2,94 5,95 2,98
C3K1 3,22 3,4 6,62 3,31
C3K2 3,19 3,15 6,34 3,17
C4K1 2,62 2,62 5,24 2,62
C4K2 2,55 2,41 4,96 2,48
C5K1 2,83 2,44 5,27 2,64
C5K2 3,05 2,94 5,99 3,00
C6K1 2,87 3,22 6,09 3,05
C6K2 2,83 3,47 6,3 3,15
C7K1 2,69 2,98 5,67 2,84
C7K2 2,98 2,55 5,53 2,77
C8K1 2,8 2,94 5,74 2,87
C8K2 2,87 3,08 5,95 2,98
C9K1 2,76 3,54 6,3 3,15
C9K2 3,22 3,08 6,3 3,15
KK : 9,38 %
Ulangan
Perlakuan Total Rataan
I II
C0K1 25 25 50 25,00
C0K2 25 4,5 29,5 14,75
C1K1 25 25 50 25,00
C1K2 25 25 50 25,00
C2K1 25 25 50 25,00
C2K2 25 25 50 25,00
C3K1 25 25 50 25,00
C3K2 25 25 50 25,00
C4K1 25 25 50 25,00
C4K2 25 25 50 25,00
C5K1 25 25 50 25,00
C5K2 25 25 50 25,00
C6K1 25 25 50 25,00
C6K2 25 25 50 25,00
C7K1 25 25 50 25,00
C7K2 25 25 50 25,00
C8K1 25 25 50 25,00
C8K2 25 2,5 27,5 13,75
C9K1 25 25 50 25,00
C9K2 25 25 50 25,00
KK : 19,57%
Ulangan
Perlakuan Total Rataan
I II
C0K1 70 68 138 69,00
C0K2 62 25 87 43,50
C1K1 96 124 220 110,00
C1K2 139 120 259 129,50
C2K1 132 154 286 143,00
C2K2 200 160 360 180,00
C3K1 152 152 304 152,00
C3K2 177 159 336 168,00
C4K1 103 68 171 85,50
C4K2 107 106 213 106,50
C5K1 78 113 191 95,50
C5K2 92 110 202 101,00
C6K1 137 151 288 144,00
C6K2 98 124 222 111,00
C7K1 145 89 234 117,00
C7K2 131 133 264 132,00
C8K1 151 125 276 138,00
C8K2 127 102 229 114,50
C9K1 132 153 285 142,50
C9K2 154 140 294 147,00
KK : 15,27 %
Ulangan
Perlakuan Total Rataan
I II
C0K1 3,3 2,3 5,6 2,80
C0K2 4,7 0,1 4,8 2,40
C1K1 19,4 56,9 76,3 38,15
C1K2 51,9 34 85,9 42,95
C2K1 75,9 71,4 147,3 73,65
C2K2 139,6 81,6 221,2 110,60
C3K1 88,7 80,7 169,4 84,70
C3K2 73,4 60,4 133,8 66,90
C4K1 35,7 4,9 40,6 20,30
C4K2 16,7 8 24,7 12,35
C5K1 4 24,1 28,1 14,05
C5K2 24,4 45,5 69,9 34,95
C6K1 67,9 46,5 114,4 57,20
C6K2 24,4 41,6 66 33,00
C7K1 40,1 9 49,1 24,55
C7K2 34,3 47,5 81,8 40,90
C8K1 67,5 31,1 98,6 49,30
C8K2 25,9 58,1 84 42,00
C9K1 70,3 79,2 149,5 74,75
C9K2 68,9 86 154,9 77,45
KK : 38,75 %
b. Penguapan
Permukaan Tanah
c.
d.
f. Inokulum Kompos
Bawah Tanah
Tanaman jagung
Pembuatan kompos
a. Persiapan Bahan-Bahan Yang Akan Dikomposkan
Pembalikan kompos
e. Penentuan Tingkat Kematangan Kompos
C0K1 COK2
C1K1 C1K2
C2K1 C2K2
C4K1 C4K2
C5K1 C5K2
C7K1 C7K2
C8K1 C8K2