Anda di halaman 1dari 56

PENGARUH SISTEM OLAH TANAH DAN PEMUPUKAN NITROGEN

JANGKA PANJANG TAHUN KE-30 TERHADAP PERTUMBUHAN


GULMA DAN PRODUKSI TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.)
DI LAHAN PERCOBAAN POLINELA BANDAR LAMPUNG

(Skripsi)

Oleh

YOGA SAPUTRA

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019
ABSTRAK

PENGARUH SISTEM OLAH TANAH DAN PEMUPUKAN NITROGEN


JANGKA PANJANG TAHUN KE-30 TERHADAP PERTUMBUHAN
GULMA DAN PRODUKSI TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.)
DI LAHAN PERCOBAAN POLINELA BANDAR LAMPUNG

Oleh

YOGA SAPUTRA

Menurunnya produksi jagung di Indonesia, salah satunya disebabkan oleh

keberadaan gulma. Cara untuk menggendalikan keberadaan gulma salah satunya

dengan pengolah tanah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh

sistem olah tanah dan pemupukan nitrogen jangka panjang tahun ke 30 terhadap

pertumbuhan gulma dan produksi tanaman jagung. Penelitian ini dilaksanakan

dari bulan Februari – Juni 2017 di lahan percobaan Politeknik Negeri Lampung.

Perlakuan disusun dengan Rancangan Acak Kelompok yang terdiri dari 2 faktor

dengan 4 ulangan. Faktor pertama sistem olah tanah yang terdiri dari olah tanah

intensif, olah tanah minimum dan tanpa olah tanah. Faktor kedua pemupukan

nitrogen yang terdiri dari N 0 kg ha-1 dan N 200 kg ha-1. Data hasil pengamatan

dianalisis dengan menggunakan Analisi Ragam. Homogenitas ragam diuji denga

Uji Barlet, jika asumsi terpenuhi data dianalisis dengan sidik ragam menggunakan

Uji F, perbedaan antar nilai tengah perlakuan diuji dengan BNT pada taraf 5%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa : (1) Perlakuan olah tanah intensif

menghasilkan bobot kering gulma total dan gulma daun lebar lebih tinggi

dibandingkan tanpa olah tanah pada 3,6 dan 9 MST. Perlakuan olah tanah intensif

menghasilkan bobot kering gulma golongan rumput lebih tinggi dibandingkan

perlakuan tanpa olah tanah pada 3 MST. Sedangkan perlakuan tanpa olah tanah

menghasilkan produksi jagung lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan olah

tanah intensif. (2) Perlakuan pemupukan N 200 kg ha-1 menghasilkan bobot

kering gulma total, daun lebar, rumput, tinggi tanaman dan produksi jagung lebih

tinggi dibandingkan dengan perlakuan pemupukan 0 kg ha-1. (3) Pengamatan 3

MST tidak menunjukkan perubahan komposisi gulma dengan gulma dominan

berturut-turut Calopogonium mucunoides, Richardia brasiliensis, Spigelia

antelmia, Rottbelia exaltata dan Cleome rutidosperma. Pengamatan 6 MST

menunjukkan perubahaan komposisi gulma dengan gulma dominan berturut-turut

adalah Richardia brasiliensis, Rottbelia exaltata, Calopogonium mucunoides dan

Cleome rutidosperma. pengamatan 9 MST terjadi perubahan komposisi gulma

dengan gulma dominan berturut-turut adalah Calopogonium mucunoides dan

Richardia brasiliensis. (4) Terdapat pengaruh interaksi antara perlakuan sistem

olah tanah dan pemupukan terhadap bobot kering gulma total pada 3,6 dan 9

MST, bobot kering gulma daun lebar pada 9 MST, bobot kering gulma rumput

pada 9 MST, dan produksi tanaman jagung

Kata kunci: Gulma, Jagung, Pemupukan, Sistem Olah Tanah.


PENGARUH SISTEM OLAH TANAH DAN PEMUPUKAN NITROGEN
JANGKA PANJANG TAHUN KE-30 TERHADAP PERTUMBUHAN
GULMA DAN PRODUKSI TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.)
DI LAHAN PERCOBAAN POLINELA BANDAR LAMPUNG

Oleh

YOGA SAPUTRA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar


SARJANA PERTANIAN

Pada

Program Studi Agroteknologi


Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Desa Sampalan, Kecamatan Kutawaluya, Kabupaten

Karawang pada tanggal 25 November 1993 sebagai anak pertama dari tiga

bersaudara dari pasangan Bapak Minarko yang berdarah Jawa dan Ibu Masni yang

berdarah Sunda. Penulis memulai pendidikan formal di SD Negeri 1 Sampalan

tahun 2000 – 2006, lalu melanjutkan pendidikan ke SMP Negeri 2 Kutawaluya

tahun 2006 – 2009 dan selanjutnya menempuh sekolah menengah atas di SMAN 1

Rengasdengklok tahun 2009 – 2012.

Pada tahun 2012, penulis melanjutkan pendidikan Sarjana di Jurusan

Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung, masuk melalui seleksi

Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) jalur Undangan dengan

beasiswa Bidikmisi. Selama mahasiswa penulis aktif di berbagai organisasi

menjadi Wakil Ketua Umum Forum Komunikasi Mahasiswa Bidikmisi tahun

2012-2014, menjadi Ketua Umum Unit Kegiatan Mahasiswa Fakultas Lembaga

Studi Mahasiswa Pertanian (UKMF LS-MATA) tahun 2014-2015, menjadi

Gubernur Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Pertanian (BEM FP) tahun 2016-

2017 dan menjadi Badan Perwakilan Mahasiswa Nasional Ikatan Senat

Mahasiswa Pertanian Indonesia (BPMN ISMPI) tahun 2016-2018. Semasa


berorganisasi di UKMF LS-MATA penulis juga pernah mendapatkan Program

Hibah Bina Desa dari Kemenristekdikti untuk pengabdian kepada masyarakat

dengan judul “Optimalisasi Lahan Pekarangan di Desa Gedung Gumanti untuk

Mewujudkan Desa Mandiri Pangan”.

Pada akhir semester 5 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa

Bangun Jaya Kecamatan Gunung Agung Kabupaten Tulang Bawang Barat, dan di

akhir semester 6 penulis melaksanakan Praktik Umum di Balai Besar Litbang

Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian (BB Biogen) dengan judul

“Analisis Kekerabatan 24 Genotipe Kakao (Thebroma cacao L.) Berdasarkan

Marka SSR (Simple Sequence Repeats)”. Selama kuliah penulis juga pernah

menjadi asisten dosen untuk mata kuliah dasar-dasar ilmu tanah, dasar-dasar

agronomi, fisiologi tumbuhan, bioteknologi pertanian dan kultur jaringan


PERSEMBAHAN

Dengan mengucap rasa syukur “Alhamdulillahirobbilalamin”


Kupersembahkan Skripsi ini kepada:

Ibunda terkasih yang tak pernah telat bertanya


“kapan dirimu akan diwisuda?”
Ayahanda tersayang yang selalu mengajarkan
bahwa berani berbuat, harus berani bertanggung jawab.
Adinda tercinta Bagas Saputra dan Syakila Putri
yang selalu memberikan semangat agar cepat wisuda.
“Terlambat lulus atau tidak tepat waktu bukan sebuah kejahatan,
bukan pula tindak pidana korupsi, sungguh sangat disayangkan
apabila kepintaran seseorang hanya diukur dari
siapa yang paling cepat diwisuda.
Bukankah sebaik-baiknya skipsi adalah skripsi yang selesai?
Baik selesai tepat waktu atau tidak tepat waktu”
Yoga Saputra

“Dan perjuangan adalah pelaksanaan dari kata-kata”


W.S Rendra

“Kadang hidup itu sama seperti skripsi,


banyak bab, banyak revisi yang harus dilewati.
Tapi semua akan selalu berakhir indah,
bagi kalian yang tak kenal lelah dan pantang menyerah”
Yoga Saputra
SANWACANA

Alhamdulillah, puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan rahmat dan karunia-Nya serta memberi kemudahan-Nya, sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Sistem Olah Tanah

dan Pemupukan Nitrogen Jangka Panjang Tahun ke 30 terhadap Pertumbuhan

Gulma dan Produksi Tanaman Jagung (Zea mays L.) di Lahan Percobaan Polinela

Bandar Lampung“. Sholawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Nabi

Muhammad SAW yang telah memberi teladan hidup yang baik bagi seluruh umat

manusia di dunia.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada Jurusan Agroteknologi Universitas Lampung. Dalam penulisan skripsi ini

penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna dan mungkin tidak

akan selesai tanpa bantuan dan arahan dari para dosen pembimbing dan teman-

teman. Maka perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar

besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si., Dekan Fakultas Pertanian

Universitas Lampung.

2. Ibu Prof. Dr. Ir. Sri Yusnaini, M.Si., Ketua Jurusan Agroteknologi Fakultas

Pertanian Universitas Lampung.


3. Bapak Prof. Dr. Ir. Setyo Dwi Utomo, M.Si., Ketua Program Studi Agronomi

dan Hortikultura Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

4. Bapak Dr. Hidayat Pujisiwanto, S.P,.M.P., selaku pembimbing pertama atas

kesabarannya dalam membimbing, memberikan nasihat, arahan dan motivasi

kepada penulis.

5. Bapak Prof. Dr. Ir Muhajir Utomo, M.Si., selaku pembimbing kedua atas

topik penelitian, bimbingan, saran, nasihat dan motivasi kepada penulis.

6. Bapak Dr. Ir. Kuswanta Futas Hidayat, M.P., selaku pembahas atas segala

arahan, masukan yang membangun, bimbingan dan motivasinya kepada

penulis.

7. Ibu Sri Ramadiana, S.P, M.Si., selaku pembimbing akademik atas

kesabarannya dalam memberikan bimbingan, masukan dan motivasi kepada

penulis.

8. Ibunda terkasih Ibu Masni dan Ayahanda tercinta Bapak Minarko yang telah

mendo’akan, mendidik dan membesarkan penulis dengan penuh kasih sayang

dan rasa sabar yang tak berbatas.

9. Adinda tersayang Bagas Saputra dan Syakila putri yang memberikan

semangat dan motivasi kepada penulis untuk segera menyelesaikan skripsi.

10. Bening Kurniarum Tinomo yang selalu mengingatkan, menemani, memberi

semangat dan motivasi untuk segera menyelesaikan skripsi.

11. Grup penelitian TOT jangka panjang tahun ke 30 Mbak Meiza, Mbak Debi,

Riyan Younka, Desta atas bantuan, masukan dan arahan kepada penulis.

12. Sahabat-sahabat SMA Anggi, Rizal, Aries, Alfindra, Budi, Ahmad atas

semangat yang telah diberikan kepada penulis.


13. Boedjang Moeda Corporation Wildan, Eldino, Gevara, Refki, Reiza, Mandra,

Rizki, Nadhif, Darwin, Jauhari, Hendrato, Syanda, Tiar, Trio, dan Putu serta

keluarga besar angkatan 2012 Agroteknologi atas memori dan kebersamaan

yang telah terbentuk.

14. Keluarga Besar Forkom Bidikmisi Tahun 2012, UKMF LS-MATA, BEM

Fakultas Pertanian Unila dan Ikatan Senat Mahasiswa Pertanian Indonesia

yang telah memberikan ruang bagi penulis untuk mengembangkan diri,

mempelajari kepemimpinan, semangat perjuangan, semangat saling berbagi,

dan nilai-nilai seperti loyalitas, militansi, kerja keras, kerja tuntas, kerja

ikhlas.

Semoga bantuan yang diberikan kepada penulis mendapatkan balasan dari Allah

SWT dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan para pembaca.

Bandar Lampung
Penulis

Yoga Saputra
i

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR ISI .......................................................................................... i

DAFTAR TABEL ................................................................................. iv

DAFTAR GAMBAR ............................................................................. v

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Masalah ..................................................... 1


1.2 Perumusan Masalah . ................................................................. 5
1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................... 5
1.4 Kerangka Pemikiran ................................................................... 6
1.5 Hipotesis ................................................................................... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Jagung (Zea Mays L) ...... 10


2.2 Sistem Olah Tanah .................................................................... 12
2.2.1 Olah Tanah Intensif .......................................................... 12
2.2.2 Olah Tanah Minimum ...................................................... 14
2.2.3 Tanpa Olah Tanah ............................................................ 15
2.3 Pemupukan Nitrogen ................................................................ 16
2.3.1 Pemberian Pupuk N ......................................................... 16
2.3.2 Pengaruh Pempukan N terhadap Gulma dan Produksi
Tanaman Jagung .............................................................. 17
2.4 Gulma ........................................................................................ 18
2.4.1 Gulma Pada Tanaman Jagung .......................................... 18
2.4.1 Alat Perkembangbiakan Gulma ....................................... 19
2.4.3 Akibat dari Keberadaan Gulma ....................................... 19
ii

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ................................................... 21


3.2 Alat dan Bahan .......................................................................... 21
3.3 Metode Penelitian ..................................................................... 22
3.4 Pelaksanaan Penelitian .............................................................. 22
3.4.1 Analisis Vegetasi Gulma Awal ........................................ 22
3.4.2 Pengolahan Tanah ............................................................ 23
3.4.3 Penentuan Petak Perlakuan .............................................. 23
3.4.4 Penanaman ....................................................................... 24
3.4.5 Pemupukan ....................................................................... 24
3.4.6 Pemeliharaan .................................................................... 24
3.4.7 Panen ................................................................................ 24
3.5 Pengamatan ............................................................................... 25
3.5.1 Gulma ............................................................................... 25
3.5.2 Tanaman ........................................................................... 27
3.6 Pengolahan Data . ...................................................................... 28

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengaruh Sistem Olah Tanah dan Pemupukan N Jangka


Panjang Tahun ke 30 terhadap Bobot Kering Gulma Total
Jenis dan Dominasi Gulma ....................................................... 29
4.2 Bobot Kering Gulma Pergolongan ............................................ 31
4.2.1 Pengaruh Sistem Olah Tanah dan Pemupukan N Jangka
Panjang Tahun ke 30 terhadap Bobot Kering Gulma
Golongan Rumput ........................................................... 31
4.2.2 Pengaruh Interaksi antara Perlakuan Sistem Olah Tanah
dan Pemupukan Nitrogen Jangka Panjang Tahun ke 30
terhadap Bobot Kering Gulma Golongan Rumput
pada 9 MST ..................................................................... 33
4.2.3 Pengaruh Sistem Olah Tanah dan Pemupukan N Jangka
Panjang Tahun ke 30 terhadap Bobot Kering Gulma
Golongan Daun Lebar ..................................................... 34
4.2.4 Pengaruh Interaksi antara Perlakuan Sistem Olah Tanah
dan Pemupukan Nitrogen Jangka Panjang Tahun ke 30
terhadap Bobot Kering Gulma Golongan Daun Lebar
pada 9 MST ..................................................................... 35
4.3.5 Pengaruh Sistem Olah Tanah dan Pemupukan N Jangka
Panjang Tahun ke 30 terhadap Bobot Kering Gulma
Golongan Teki ................................................................. 36
iii

4.3 Jenis dan Dominasi Gulma ....................................................... 37


4.3.1 Jenis dan Dominasi Gulma Sebelum Perlakuan ............... 37
4.3.2 Jenis dan Dominasi Gulma Setelah Perlakuan ................. 39
4.4 Perubahan Komposisi Gulma (Koefisien Komunitas) .............. 44
4.5 Pengaruh Sistem Olah Tanah dan Pemupukan N Jangka
Panjang Tahun ke 30 terhadap Tinggi Tanaman. ..................... 47
4.6 Pengaruh Sistem Olah Tanah dan Pemupukan N Jangka
Panjang Tahun ke 30 terhadap Produksi Tanaman .................. 48

V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan ................................................................................ 51


5.2 Saran ...................................................................................... 52

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................... 53

LAMPIRAN .......................................................................................... 56
iv

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Bobot kering gulma total pada setiap pengamatan akibat


pengaruh perlakuan sistem olah tanah dan pemupukan N jangka
panjang tahun ke 30 .………………………………………………… 30
2. Bobot kering gulma golongan rumput akibat perlakuan sistem
olah tanah dan pemupukan N jangka panjang tahun ke 30 ………… 32
3. Bobot kering gulma golongan rumput akibat interaksi antara
perlakuan sistem olah tanah dan pemupukan N jangka panjang
tahun ke 30 pada 9 MST ...…………………………………………... 33
4. Bobot kering gulma golongan daun lebar akibat perlakuan
sistem olah tanah dan pemupukan N jangka panjang
tahun ke 30 ...……………………………………………………....... 35
5. Bobot kering gulma golongan daun lebar akibat interaksi antara
perlakuan sistem olah tanah dan pemupukan N jangka panjang
tahun ke 30 pada 9 MST …………………………………………… 36
6. Bobot kering gulma golongan teki akibat perlakuan sistem olah
tanah dan pemupukan N jangka panjang tahun ke 30 ……………... 37
7. Jenis dan tingkat dominasi gulma pada sebelum aplikasi
pengolahan tanah dan pemupukan ………………………………... 38
8. Jenis dan tingkat dominasi gulma pada 3 MST akibat perlakuan
sistem olah tanah dan pemupukan N …………………………....... 41
9. Jenis dan tingkat dominasi gulma pada 6 MST akibat perlakuan
sistem olah tanah dan pemupukan N …………………………....... 42
10. Jenis dan tingkat dominasi gulma pada 9 MST akibat perlakuan
sistem olah tanah dan pemupukan N ……………………………... 43
11. Nilai koefisien komunitas gulma pada 3, 6 dan 9 MST akibat
perlakuan sistem olah tanah dan pemupukan N jangka panjang
tahun ke 30 ……………………………………………………... 46
v

12. Pengaruh sistem olah tanah dan pemupukan N jangka panjang


tahun ke 30 terhadap tinggi tanaman jagung …………………… 47
13. Pengaruh sistem olah tanah dan pemupukan N jangka panjang
tahun ke 30 terhadap produksi tanaman jagung ………………........... 48
-2
14. Hasil pengamatan bobot kering gulma (gr m ) akibat sistem
olah tanah dan pemupukan nitrogen jangka panjang tahun
ke 30 pada 3 MST ……………………………………………………. 57
15. Uji homogenitas ragam hasil pengamatan bobot kering gulma
(gr m-2) akibat sistem olah tanah dan pemupukan nitrogen
jangka panjang tahun ke 30 pada 3 MST ……………………….. …. 57
16. Analisis ragam pengaruh sistem olah tanah dan pemupukan
nitrogen jangka panjang tahun ke 30 terhadap bobot kering
gulma total (gr m-2) pada 3 MST ………………………………........ 58
17. Hasil pengamatan bobot kering gulma (gr m-2) akibat sistem
olah tanah dan pemupukan nitrogen jangka panjang tahun
ke 30 pada 6 MST …………………………………………………… 58
18. Uji homogenitas ragam hasil pengamatan bobot kering gulma
(gr m-2) akibat sistem olah tanah dan pemupukan nitrogen jangka
panjang tahun ke 30 pada 6 MST …………………………………… 59
19. Analisis ragam pengaruh sistem olah tanah dan pemupukan
nitrogen jangka panjang tahun ke 30 terhadap bobot kering gulma
total (gr m-2) pada 6 MST …………………………………………….. 59
20. Hasil pengamatan bobot kering gulma (gr m-2) akibat sistem olah
tanah dan pemupukan nitrogen jangka panjang tahun ke 30 pada
9 MST ………………………………………………………………… 60
21. Uji homogenitas ragam hasil pengamatan bobot kering gulma (gr m-2)
akibat sistem olah tanah dan pemupukan nitrogen jangka panjang
tahun ke 30 pada 9 MST …………………………………………….. 60
22. Analisis ragam pengaruh sistem olah tanah dan pemupukan nitrogen
jangka panjang tahun ke 30 terhadap bobot kering gulma total
(gr m-2) pada 9 MST …………………………………………………. 61
-2
23. Hasil pengamatan bobot kering gulma rumput (gr m ) akibat sistem
olah tanah dan pemupukan nitrogen jangka panjang tahun ke 30
pada 3 MST …………………………………………………………… 61
24. Uji homogenitas ragam hasil pengamatan bobot kering gulma rumput
(gr m-2) akibat sistem olah tanah dan pemupukan nitrogen jangka
panjang tahun ke 30 pada 3 MST …………………………………….. 62
vi

25. Analisis ragam pengaruh sistem olah tanah dan pemupukan nitrogen
jangka panjang tahun ke 30 terhadap bobot kering gulma rumput
(gr m-2) pada 3 MST …………………………………………………. 62
26. Hasil pengamatan bobot kering gulma rumput (gr m-2) akibat sistem
olah tanah dan pemupukan nitrogen jangka panjang tahun ke 30 pada
6 MST ………………………………………………………………… 63
27. Uji homogenitas ragam hasil pengamatan bobot kering gulma
rumput (gr m-2) akibat sistem olah tanah dan pemupukan nitrogen
jangka panjang tahun ke 30 pada 6 MST ……………………………. 63
28. Analisis ragam pengaruh sistem olah tanah dan pemupukan nitrogen
jangka panjang tahun ke 30 terhadap bobot kering gulma rumput
(gr m-2) pada 6 MST ………………………………………………… 64
-2
29. Hasil pengamatan bobot kering gulma rumput (gr m ) akibat sistem
olah tanah dan pemupukan nitrogen jangka panjang tahun ke 30 pada
9 MST ………………………………………………………………. 64
30. Uji homogenitas ragam hasil pengamatan bobot kering gulma
rumput (gr m-2) akibat sistem olah tanah dan pemupukan nitrogen
jangka panjang tahun ke 30 pada 9 MST ……………………………. 65
31. Analisis ragam pengaruh sistem olah tanah dan pemupukan nitrogen
jangka panjang tahun ke 30 terhadap bobot kering gulma rumput
(gr m-2) pada 9 MST ………………………………………………… 65
32. Hasil pengamatan bobot kering gulma daun lebar (gr m-2) akibat
sistem olah tanah dan pemupukan nitrogen jangka panjang tahun
ke 30 pada 3 MST …………………………………………………... 66
33. Uji homogenitas ragam hasil pengamatan bobot kering gulma daun
lebar (gr m-2) akibat sistem olah tanah dan pemupukan nitrogen
jangka panjang tahun ke 30 pada 3 MST …………………………… 66
34. Analisis ragam pengaruh sistem olah tanah dan pemupukan nitrogen
jangka panjang tahun ke 30 terhadap bobot kering gulma daun lebar
(gr m-2) pada 3 MST ………………………………………………… 67
35. Hasil pengamatan bobot kering gulma daun lebar (gr m-2) akibat
sistem olah tanah dan pemupukan nitrogen jangka panjang tahun
ke 30 pada 6 MST …………………………………………………… 67
36. Uji homogenitas ragam hasil pengamatan bobot kering gulma daun
lebar (gr m-2) akibat sistem olah tanah dan pemupukan nitrogen
jangka panjang tahun ke 30 pada 6 MST ……………………………. 68
37. Analisis ragam pengaruh sistem olah tanah dan pemupukan nitrogen
jangka panjang tahun ke 30 terhadap bobot kering gulma daun lebar
(gr m-2) pada 6 MST …………………………………………………. 68
vii

38. Hasil pengamatan bobot kering gulma daun lebar (gr m-2) akibat
sistem olah tanah dan pemupukan nitrogen jangka panjang tahun
ke 30 pada 9 MST ……………………………………………………. 69
39. Uji homogenitas ragam hasil pengamatan bobot kering gulma daun
lebar (gr m-2) akibat sistem olah tanah dan pemupukan nitrogen
jangka panjang tahun ke 30 pada 9 MST …………………………….. 69
40. Analisis ragam pengaruh sistem olah tanah dan pemupukan nitrogen
jangka panjang tahun ke 30 terhadap bobot kering gulma daun lebar
(gr m-2) pada 9 MST ………………………………………………… 70
-2
41. Hasil pengamatan bobot kering gulma teki (gr m ) akibat sistem
olah tanah dan pemupukan nitrogen jangka panjang tahun ke 30
pada 3 MST ………………………………………………………….. 70
42. Transformasi (x+0,5) hasil pengamatan bobot kering gulma teki
(gr m-2) akibat sistem olah tanah dan pemupukan nitrogen jangka
panjang tahun ke 30 pada 3 MST …………………………………… 71
43. Uji homogenitas ragam hasil pengamatan bobot kering gulma teki
(gr m-2) akibat sistem olah tanah dan pemupukan nitrogen jangka
panjang tahun ke 30 pada 3 MST ……………………………………. 71
44. Analisis ragam pengaruh sistem olah tanah dan pemupukan nitrogen
jangka panjang tahun ke 30 terhadap bobot kering gulma teki(gr m-2)
pada 3 MST …………………………………………………………. 72
45. Hasil pengamatan bobot kering gulma teki (gr m-2) akibat sistem
olah tanah dan pemupukan nitrogen jangka panjang tahun ke 30
pada 6 MST …………………………………………………………. 72
46. Transformasi (x+0,5) hasil pengamatan bobot kering gulma teki
(gr m-2) akibat sistem olah tanah dan pemupukan nitrogen jangka
panjang tahun ke 30 pada 6 MST …………………………………… 73
47. Uji homogenitas ragam hasil pengamatan bobot kering gulma teki
(gr m-2) akibat sistem olah tanah dan pemupukan nitrogen jangka
panjang tahun ke 30 pada 6 MST …………………………………... 73
48. Analisis ragam pengaruh sistem olah tanah dan pemupukan nitrogen
jangka panjang tahun ke 30 terhadap bobot kering gulma teki (gr m-2)
pada 6 MST …………………………………………………………. 74
49. Hasil pengamatan bobot kering gulma teki (gr m-2) akibat sistem
olah tanah dan pemupukan nitrogen jangka panjang tahun ke 30
pada 9 MST …………………………………………………………. 74
50. Transformasi (x+0,5) hasil pengamatan bobot kering gulma teki
(gr m-2) akibat sistem olah tanah dan pemupukan nitrogen jangka
panjang tahun ke 30 pada 9 MST …………………………………… 75
51. Uji homogenitas ragam hasil pengamatan bobot kering gulma teki
(gr m-2) akibat sistem olah tanah dan pemupukan nitrogen jangka
panjang tahun ke 30 pada 9 MST ……………………………………. 75
viii

52. Analisis ragam pengaruh sistem olah tanah dan pemupukan nitrogen
jangka panjang tahun ke 30 terhadap bobot kering gulma teki (gr m-2
pada 9 MST ………………………………………………………….. 76
53. Hasil pengamatan tinggi tanaman jagung (cm) akibat sistem olah
tanah dan pemupukan nitrogen jangka panjang tahun ke 30 pada
3 MST ……………………………………………………………….. 76
54. Uji homogenitas ragam hasil pengamatan tinggi tanaman jagung (cm)
akibat sistem olah tanah dan pemupukan nitrogen jangka panjang
tahun ke 30 pada 3 MST……………………………………………... 77
55. Analisis ragam pengaruh sistem olah tanah dan pemupukan nitrogen
jangka panjang tahun ke 30 terhadap tinggi tanaman jagung (cm)
pada 3 MST …………………………………………………………. 77
56. Hasil pengamatan tinggi tanaman jagung (cm) akibat sistem olah
tanah dan pemupukan nitrogen jangka panjang tahun ke 30 pada
6 MST ………………………………………………………………... 78
57. Uji homogenitas ragam hasil pengamatan tinggi tanaman jagung (cm)
akibat sistem olah tanah dan pemupukan nitrogen jangka panjang
tahun ke 30 pada 6 MST ……………………………………………... 78
58. Analisis ragam pengaruh sistem olah tanah dan pemupukan nitrogen
jangka panjang tahun ke 30 terhadap tinggi tanaman jagung (cm)
pada 6 MST …………………………………………………………. 79
59. Hasil pengamatan produksi tanaman jagung (ton ha-1) akibat sistem
olah tanah dan pemupukan nitrogen jangka panjang tahun ke 30 ……. 79
60. Uji homogenitas ragam hasil pengamatan produksi tanaman jagung
(ton ha-1) akibat sistem olah tanah dan pemupukan nitrogen jangka
panjang tahun ke 30 ………………………………………………….. 80
61. Analisis ragam pengaruh sistem olah tanah dan pemupukan nitrogen
jangka panjang tahun ke 30 terhadap produksi tanaman jagung
(ton ha-1) ……………………………………………………………… 80
ix

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Denah petak pengambilan sampel gulma …………………………...... 25


1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Masalah

Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk, kebutuhan pangan masyarakat

turut mengalami peningkatan. Demikian halnya terjadi pada peningkatan

permintaan masyarakat terhadap produk jagung. Selain digunakan sebagai salah

satu alternatif pangan penghasil karbohidrat, jagung juga banyak dimanfatkan

untuk pakan ternak, penghasil minyak nabati, diolah menjadi tepung, dan sebagai

bahan baku industri.

Menurut Kementerian Pertanian (2018), kebutuhan jagung Indonesia pada tahun

2017 mencapai 19,2 juta ton. Data tersebut mengalami peningkatan dari tahun

sebelumnya yaitu pada tahun 2016 sebesar 17,4 juta ton. Sejalan dengan

kebutuhan jagung yang meningkat, produksi jagung di Indonesia juga mengalami

peningkatan. Pada tahun 2017 produksi jagung Indonesia sebesar 28 juta ton, data

ini mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya yaitu tahun 2016 sebesar 23,6

juta. Berbeda dengan kebutuhan dan produksi jagung Indonesia, produktivitas

jagung Indonesia menurun. Pada tahun 2017 produktivitas jagung Indonesia

sebesar 5,2 ton/ha, data tersebut mengalami penurunan dari tahun sebelumnya

yaitu tahun 2016 sebesar 5,3 ton/ha.


2

Salah satu faktor yang mempengaruhi produktivitas jagung adalah penerapan

sistem olah tanah. Sistem olah tanah yang masih banyak diterapkan dalam

budidaya jagung di Indonesia adalah sistem olah tanah intensif (OTI). OTI

merupakan sistem olah tanah dengan cara membolak balikkan tanah dengan alat-

alat pertanian seperti cangkul atau bajak. OTI dimaksudkan untuk menciptakan

media tanam yang gembur agar baik untuk pertumbuhan tanaman. Akan tetapi,

jika ditinjau dari segi konservasi tanah dan air tindakan ini dapat menyebabkan

degragasi tanah.

Menurut Utomo (2000), degradasi tanah yang terjadi saat ini salah satunya

sebagai akibat dari sistem olah tanah intensif. Pengolahan tanah intensif dengan

mencangkul dan membajak sampai gembur dan bersih menurut para peneliti

terbukti sebagai penyebab utama meningkatnya degradasi tanah di Indonesia.

Selain dapat mengakibatkan penurunan kualitas tanah secara fisik, olah tanah

intensif juga dapat mengakibatkan penurunan kualitas tanah secara biologi dan

kimiawi. Sehingga ketika kualitas tanah secara fisik, biologi dan kimiawi

mengalami penurunan, maka akan berpengaruh secara langsung terhadap

pertumbuhan dan perkembagan tanaman yang akan mengakibatkan turunnya hasil

produksi.

Pengolahan tanah secara intensif selain dapat mengakibatkan degradasi tanah juga

dapat meningkatkan populasi gulma. Pengolahan tanah seringkali tidak mampu

mengendalikan keberadaan gulma karena selama pengolahan tanah terjadi proses

penyebaran organ-organ vegetatif gulma seperti stolon, rhizoma dan akar yang

terpotong oleh alat pertanian. Dengan meningkatnya populasi gulma maka akan
3

menyebabkan pertumbuhan tanaman terganggu karena tingginya kompetisi

tanaman dengan gulma sehingga secara langsung menurunkan hasil tanaman.

Maka dari itu penelitian ini lebih diarahkan pada olah tanah konservasi (OTK).

Olah tanah konservasi (OTK) teknologi pengelolaan lahan yang memperhatikan

kaidah konservasi tanah dan air dengan cara memanipulasi gulma dan residu

tanaman sebagai mulsa untuk menjamin keoptimalan pertumbuhan dan produksi

tanaman budidaya. Dengan adanya mulsa in situ, (a) aliram permukaan dan erosi

tanah dapat ditekan, (b) siklus hara dapat ditingkatkan, (c) keanekaragaman hayati

tanah dapat ditingkatkan, (d) ketersediaan air dapat ditingkatkan, (e) agregasi

tanah dapat ditingkatkan, (f) dan penyimpanan karbon tanah dapat ditingkatkan.

Olah tanah konservasi meliputi olah tanah minimum (OTM) dan tanpa olah tanah

(TOT) (Utomo, 2015).

Menurut Feriawan dkk. (2013), olah tanah konservasi (OTK) dapat menghasilkan

produksi jagung yang lebih tinggi dibanding olah tanah intensif (OTI). Hal ini

diakibatkan karena adanya residu pupuk baik organik maupun non-organik yang

tersisa di dalam tanah. Selain itu, ditinjau dari segi keuntungan ekonomi OTK

lebih efisien, dimana pengeluaran yang dilakukan tidak begitu besar. Meskipun

begitu, usaha untuk meningkatkan produksi tanaman selain dengan sistem olah

tanah konservasi (OTK), yaitu dengan pemupukan yang sesuai dengan kebutuhan

tanaman.

Pemupukan merupakan suatu tindakan pemberian unsur hara ke dalam tanah atau

tanaman dalam jumlah yang sesuai kebutuhan untuk pertumbuhan normal

tanaman. Pupuk tunggal seperti KCl, SP-36 dan Urea diperlukan sebagai sumber
4

untuk menambah unsur hara K, P dan N serta unsur mikro lainnya. Akan tetapi,

pemupukan anorganik secara terus menerus juga tidak baik bagi kesehatan tanah

maupun tanaman.

Nitrogen (N) merupakan salah satu hara makro yang menjadi pembatas utama

pertumbuhan tanaman. Sekitar 90% pertanaman jagung di daerah tropis pada

lahan kering dan sawah tadah hujan, hasilnya dapat meningkat dengan pemberian

pupuk nitrogen. Hal ini dikarenakan nitrogen berfungsi sebagai bahan penyusun

asam-asam amino, protein dan khlorofil yang penting dalam proses fotosintesis

serta bahan penyusun komponen inti sel (Komalasari dan Fuziah, 2009).

Pemberian pupuk nitrogen pada tanaman selain untuk meningkatkan pertumbuhan

tanaman, juga berpengaruh terhadap pertumbuhan gulma disekitarnya. Hal ini

akan menimbulkan kompetisi antara gulma dan tanaman untuk memperoleh faktor

pertumbuhan yang terbatas seperti cahaya, unsur hara dan air (Jatmiko dkk.,

2002). Unsur hara N yang berada pada lapisan reduksi akan diserap oleh gulma

melalui perakarannya yang kuat untuk berkembang dan melakukan aktivitas

fisologisnya. Hal ini yang menyebabkan pemupukan N menjadi salah satu

perlakuan pada penelitian ini.

Dengan diterapkannya kombinasi perlakuan sistem olah tanah dan pemupukan N

jangka panjang ini diharapkan dapat mempengaruhi keragaman, biomasa dan

pertumbuhan gulma serta dapat menjadi alternatif untuk mengendalikan gulma.

Selain itu juga dapat meningkatkann produksi tanaman jagung.


5

1. 2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka disusun rumusan

masalah sebagai berikut :

1. Apakah perlakuan sistem olah tanah jangka panjang mempengaruhi

pertumbuhan gulma dan produksi tanaman jagung?

2. Apakah perlakuan pemupukan N jangka panjang mempengaruhi pertumbuhan

gulma dan produksi tanaman jagung?

3. Apakah terjadi pengaruh interaksi antara perlakuan sistem olah tanah dan

pemupukan N jangka panjang terhadap pertumbuhan gulma dan produksi

tanaman jagung?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, maka disusun tujuan penelitian sebagai berikut :

1. Mengetahui pengaruh perlakuan sistem olah tanah jangka panjang terhadap

pertumbuhan gulma dan produksi tanaman jagung.

2. Mengetahui pengaruh pemupukan N jangka panjang terhadap pertumbuhan

gulma dan produksi jagung.

3. Mengetahui pengaruh interaksi antara perlakuan sistem olah tanah dan

pemupukan N jangka panjang terhadap pertumbuhan gulma dan produksi

tanaman jagung.
6

1.4 Kerangka Pemikiran

Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu komoditas pertanian yang ekonomis

dan berpeluang untuk dikembangkan. Jagung biasanya digunakan sebagai bahan

baku industri makanan, industri kimia, industri farmasi dan pakan ternak. Jagung

juga merupakan bahan pangan sumber protein dan karbohidrat, sebagai pakan

ternak, bahan ekspor non-migas dan sebagai bahan baku untuk pengembangan

industri.

Salah satu penyebab rendahnya produksi jagung di Indonesa adalah masalah

kompetisi gulma dengan tanaman yang budidaya. Gulma akan menjadi

kompetitor utama dalam mendapatkan sarana tumbuh yang tersedia di lahan

pertanian seperti unsur hara, air, cahaya, dan ruang tumbuh. Perebutan ini akan

menyebabkan terganggunya pertumbuhan tanaman sehingga menyebabkan

menurunkan hasil dari tanaman jagung yang dibudidayakan. Menurut Jumin

(2005), salah satu permasalahan yang sering ditemukan dilapangan dan sangat

berpengaruh terhadap produktivitas jagung adalah gulma. Kerugian-kerugian

yang ditimbulkan gulma pada tanaman jagung sebesar 10-20%, yaitu mengurangi

kualitas dan kuantitas produksi tanaman serta menjadi inang hama dan penyakit.

Sistem olah tanah yang masih banyak diterapkan dalam budidaya jagung di

Indonesia adalah olah tanah intensif (OTI). OTI merupakan sistem pengolahan

tanah dengan cara membolak balikkan tanah dengan alat-alat pertanian. OTI

dimaksudkan untuk menciptakan media tanam yang gembur agar baik untuk

pertumbuhan tanaman jagung. Selain itu, OTI juga diharapkan dapat menekan
7

pertumbuhan gulma, sebab setiap pengolahan tanah akan membunuh gulma yang

telah tumbuh.

Namun kenyataanya pengolahan tanah seringkali tidak mampu mengendalikan

keberadaan gulma, bahkan mengakibatkan peningkatan populasi gulma karena

selama pengolahan tanah terjadi proses penyebaran organ-organ vegetatif gulma

seperti stolon, rhizoma dan akar yang terpotong oleh alat pertanian. Dengan

meningkatnya populasi gulma maka akan menyebabkan pertumbuhan tanaman

terganggu karena tingginya kompetisi tanaman dengan gulma sehingga secara

langsung menurunkan hasil tanaman. Oleh karena itu, dalam budidaya jagung

petani harus mulai diarahkan pada sistem olah tanah konservasi (OTK) yaitu olah

tanah minimum (OTM) dan tanpa olah tanah (TOT).

Menurut Utomo (2015), Olah Tanah Minimum (OTM) merupakan suatu cara

meminimalisir gangguan lahan dari alat-alat berat pertanian. Pada sistem ini,

setelah lahan disemprot dengan herbisida lahan cukup dibersihkan dari gulma dan

sisa-sisa tanaman sebelumnya dibiarkan menjadi mulsa. Sedangkan tanpa olah

tanah (TOT) tanah tidak diolah sama sekali kecuali membuka lubang kecil untuk

meletakkan benih. Gulma yang tumbuh dikendalikan dengan herbisida ramah

lingkungan, kemudian gulma yang mati diletakkan diatas permukaan tanah dan

sisa-sisa tanaman sebelumnya dibiarkan menjadi mulsa. Mulsa tersubut

diharapkan dapat membantu dalam penambahan bahan organik tanah dan dapat

menekan pertumbuhan gulma.


8

Bahan organik dapat mempengaruhi pertumbuhan secara langsung maupun tidak

langsung. Pada pengaruh langsung bahan organik berfungsi sebagai penyumbang

unsur hara yang dapat membantu tanaman untuk tumbuh dan berkembang dengan

baik. Meskipun begitu, usaha untuk meningkatkan produksi tanaman selain

dengan sistem olah tanah konservasi (OTK), yaitu dengan pemupukan yang sesuai

dengan kebutuhan tanaman.

Nitrogen (N) merupakan salah satu hara makro yang menjadi pembatas utama

pertumbuhan tanaman. Sekitar 90% pertanaman jagung di daerah tropis pada

lahan kering dan sawah tadah hujan, hasilnya dapat meningkat dengan pemberian

pupuk nitrogen. Hal ini dikarenakan nitrogen berfungsi sebagai bahan penyusun

asam-asam amino, protein dan khlorofil yang penting dalam proses fotosintesis

serta bahan penyusun komponen inti sel (Komalasari dan Fuziah, 2009).

Pemberian pupuk nitrogen pada tanaman selain untuk meningkatkan pertumbuhan

tanaman, juga berpengaruh terhadap pertumbuhan gulma disekitarnya. Hal ini

akan menimbulkan kompetisi antara gulma dan tanaman untuk memperoleh faktor

pertumbuhan yang terbatas seperti cahaya, unsur hara dan air (Jatmiko dkk.,

2002). Unsur hara N yang berada pada lapisan reduksi akan diserap oleh gulma

melalui perakarannya yang kuat untuk berkembang dan melakukan aktivitas

fisologisnya.

Dengan olah tanah konservasi dan pemupuka nitrogen jangka panjang, diharapkan

hasil produksi tanaman akan meningkat, dapat menekan pertumbuhan gulma dan

hal ini mendukung tindakan konservasi tanah yang ramah lingkungan.


9

1.5 Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah dikemukakan, dapat disusun hipotesis

sebagai berikut:

1. Terjadi pertumbuhan gulma dan produksi tanaman jagung lebih tinggi pada

perlakuan tanpa olah tanah dibandingkan dengan olah tanah intensif.

2. Terjadi pertumbuhan gulma dan produksi tanaman jagung lebih tinggi pada

perlakuan pemupukan N 200 kg ha-1 dibandingkan dengan tanpa pemupukan.

3. Terjadi pengaruh interaksi antara sistem olah tanah dan pemupukan N

terhadap pertumbuhan gulma dan produksi tanaman jagung.


10

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Jagung (Zea mays L.)

Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman semusim yang menyelesaikan satu

siklus hidupnya selama 80-150 hari. Tanaman jagung merupakan tanaman

tingkat tinggi dengan klasifikasi sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta

Sub division : Angiospermae

Class : Monocotyledoneae

Ordo : Poales

Familia : Poaceae

Genus : Zea

Spesies : Zea mays L. (Iriany dkk. , 2007).

Budiman (2012) menjelaskan bahwa tinggi tanaman jagung sangat bervariasi

yaitu 1 m – 3 m, ada juga yang mencapai 6 m. Tinggi tanaman bisa diukur dari

permukaan tanah hingga ruas teratas sebelum bunga jantan, meskipun beberapa

varietas bisa menghasilkan anakan (seperti padi), pada umumnya jagung tidak

memiliki kemampuan ini.


11

Jagung termasuk tanaman biji berkeping tunggal (monokotil), jagung tergolong

berakar serabut. Pada tanaman yang sudah cukup dewasa muncul akar adventif

dari buku-buku batang bagian bawah yang membantu menyangga tegaknya

tanaman.

Batang jagung tegak dan mudah terlihat, sebagaimana sorgum dan tebu, namun

tidak seperti padi dan gandum. Pada tanaman jagung terdapat mutan yang

batangnya tidak tumbuh pesat sehingga tanaman berbentuk roset. Batang beruas-

ruas, dan ruas terbungkus pelepah daun yang muncul dari buku. Batang jagung

cukup kokoh namun tidak mengandung lignin.

Daun jagung adalah daun sempurna, bentuknya memanjang, dan antara pelepah

dan helai daun terdapat lingual. Tulang daun sejajar dengan ibu tulang daun.

Permukaan daun ada yang licin dan ada yang berambut. Stomata pada daun

jagung berbentuk halter, yang khas dimiliki familia Poaceae. Setiap stoma

dikelilingi sel-sel epidermis berbentuk kipas. Stuktur ini berperan penting dalam

respon tanaman menanggapi defisit air pada sel-sel daun.

Jagung memiliki bunga jantan dan bunga betina yang terpisah (diklin) dalam satu

tanaman (monoecious). Tiap kuntum bunga memiliki struktur khas bunga dari

suku Poaceae, yang disebut floret. Pada jagung, dua floret dibatasi oleh sepasang

glumae (tunggal; gluma). Bunga jantan tumbuh dibagian pucuk tanaman, berupa

karangan bunga (inflorescence). Serbuk sari berwarna kuning dan beraroma khas.

Bunga betina tersusun dalam tongkol. Tongkol tumbuh dari buku diantara batang

dan pelepah daun.


12

Pada umumnya, satu tanaman hanya dapat menghasilkan satu tongkol

produktif meskipun memiliki sejumlah bunga betina. Beberapa varietas unggul

dapat menghasilkan lebih dari satu tongkol produktif, dan disebut sebagai varietas

provilik. Bunga jantan jagung cenderung siap untuk penyerbukan 2-5 hari lebih

dini dari pada bunga betinanya (protandri).

2.2 Sistem Olah Tanah

Sistem olah tanah dapat diartikan sebagai kegiatan manipulasi mekanik terhadap

tanah. Tujuannya adalah untuk mencampur dan menggemburkan tanah,

mengontrol tanaman pengganggu, mencampur sisa tanaman dengan tanah, dan

menciptakan kondisi kegemburan tanah yang sesuai untuk pertumbuhan dan

perkembangan tanaman (Utomo, 2012).

Sistem olah tanah dimaksudkan untuk menjaga aerasi dan kelembaban sesuai

dengan kebutuhan tanah, sehingga penyerapan unsur hara oleh akar tanaman dapat

berlangsung dengan baik. Ada beberapa cara sistem olah tanah yang dapat

dikelompokkan menjadi 3 yaitu tanpa olah tanah, pengolahan tanah minimum dan

pengolahan tanah intensif (Utomo, 2012).

2.2.1 Olah Tanah Intensif

Olah tanah intensif (OTI) merupakan pengolahan tanah yang dilakukan dengan

tindakan membajak atau mencangkul tanah yang dapat menambah oksigen ke

dalam tanah, sehingga dengan adanya aerasi tanah yang baik (Soepardi, 1983

dalam Utomo (2012). Mengolah tanah secara intensif menyebabkan struktur


13

tanah menjadi gembur dan remah, khususnya lahan yang tanahnya berstruktur

berat (Utomo, 2012).

Pengolahan tanah yang efektif akan dapat memperbaiki sifat tanah. Akan tetapi

pengolahan tanah tanpa menerapkan teknik yang sesuai akan menyebabkan

kerusakan tanah. Dapat dikatakan bahwa hancurnya sebagian besar agregat

adalah akibat daya rusak alat pengolah tanah (Sutedjo dan Kartasapoetra, 1988

dalam Utomo, 2012). Menurut Utomo (1994), besarnya erosi di Indonesia yang

beriklim tropis bukan hanya karena agroekosistem yang kondusif terhadap

degradasi tetapi juga karena pengolahan tanah yang dilakukan tidak

memperhatikan kaidah konservasi.

Pengolahan tanah mempunyai akibat yang menguntungkan dan merugikan.

Akibat pengolahan dalam waktu pendek kerap kali menguntungkan. Pengolahan

tanah dalam keadaan kandungan lengas cukup akan memecah bongkah-bongkah

dan menjadikan persemaian lebih menguntungkan. Pengolahan selama musim

tumbuh terutama akan memecah kerak-kerak keras, yang disebabkan pukulan

curah hujan, menjamin aerasi yang cukup, dan mematikan tanaman pengganggu

(Utomo, 2012).

Permukaan lahan yang bersih dan gembur memang memudahkan penanaman

benih, tetapi tidak mampu menahan laju aliran air permukaan yang mengalir

deras, sehingga banyak partikel tanah yang mengandung humus dan hara tergerus

dan terbawa oleh air ke hilir. Sebaliknya pada musim kemarau, oleh karena laju

evaporasi cukup tinggi maka lapisan olah tanah yang tanpa ditutupi mulsa tersebut

tidak mampu menahan aliran uap air ke atas sehingga tanaman mengalami
14

kekeringan dan produktivitas lahan menurun. Selain itu, karena adanya

pengolahan tanah aerasi meningkat sehingga pelapukan bahan organik tanah yang

menghasilkan gas CO2 pun meningkat (Utomo, 2012).

Dengan demikian, di daerah tropika basah seperti Indonesia, sistem olah tanah

intensif di lahan kering justru memacu erosi dan mempercepat pelapukan bahan

organik tanah. Akibatnya, kesuburan tanah in situ dapat terkuras dan

produktivitas lahan untuk jangka panjang dapat menurun (Utomo, 1994; Utomo,

1995b) dan emisi gas rumah kaca (GRK) meningkat (Utomo dkk., 2009). Hal ini

berarti, olah tanah intensif sebetulnya berperan sebagai kontributor utama

degradasi lahan kering in situ dan degradasi lingkungan ex situ (Utomo, 2012).

2.2.2 OlahTanah Minimum

Olah tanah minimum (OTM) adalah cara pengolahan tanah yang dilakukan

dengan mengurangi frekuensi pengolahan. Pada sistem olah tanah minimum,

tanah diolah seperlunya saja, atau bila perlu tidak sama sekali (Utomo, 1990).

Selain itu pada sistem olah tanah minimum (OTM) gulma atau tumbuhan

pengganggu dikendalikan dengan cara kimia (herbisida) kemudian mulsa dari

gulma dan residu tanaman sebelumnya dibiarkan menutupi permukaan lahan

minimal 30% (Utomo, 2006).

Pengolahan tanah minimum diperlukan untuk menggemburkan tanah supaya

mendapatkan kondisi perakaran yang baik, sehingga unsur hara dapat terserap

dengan optimal untuk pertumbuhan tanaman. Pengurangan pengolahan tanah

dapat dilakukan untuk menghindari tanah menjadi padat dan dapat dilakukan
15

pemberian bahan organik pada permukaan tanah sebagai sumber unsur hara

(Utomo, 2012).

Pada tanah-tanah yang tipis top soil-nya, demikian juga pada tanah-tanah yang

mempunyai kemiringan, sebaiknya pengolahan tanahnyamemperhatikan sistem

pengolahan minimum disertai dengan usahapengembalian sisa-sisa tanaman

melalui teknik pemulsaan. Dengan demikianmaka kerusakan agregasi tanah dapat

dihindari, juga terdapat usahapengembalian atau peningkatan bahan-bahan

organik pada tanahnya (Utomo, 2012).

2.2.3 Tanpa Olah Tanah

Tanpa olah tanah (TOT) adalah cara penanaman yang tidak memerlukan

penyiapan lahan, kecuali membuka lubang kecil untuk meletakkan benih. Tanpa

olah tanah biasanya dicirikan oleh sangat sedikitnya gangguan terhadap

permukaan tanah dan adanya penggunaan sisa tanaman sebagai mulsa yang

menutupi sebagian besar (60 – 80%) permukaan tanah. Pada sistem tanpa olah

tanah (TOT) tumbuhan penggangguu dikendalikan dengan cara kimia (herbisida)

dan bersama-sama dengan sisa-sisa tanaman musiman sebelumnya, biomassa

dapat dimanfaatkan sebagai mulsa (Utomo, 2006).

Pada sistem tanpa olah tanah (TOT) yang terus menerus, residu bahan organik

dari tanaman sebelumnya mengumpul pada permukaan tanah, sehingga terdapat

aktivitas mikroba perombak tanah pada permukaan tanah yang lebih besar pada

tanah-tanah tanpa olah jika dibandingkan dengan pengolahan tanah sempurna

(Utomo 2012).
16

Pengolahan tanpa olah tanah selalu berhubungan dengan penanaman yang cukup

menggunakan tugal atau alat lain yang sama sekali tidak menyebabkan lapisan

olah menjadi rusak dan di permukaan tanah masih banyak dijumpai residu dari

tanaman maupun gulma. Cara ini dapat berjalan dengan baik untuk tanaman

serealia yang ditanam menurut larikan. Residu tanaman yang banyak

dipermukaan tanah tidak mengganggu perkecambahan dan pertumbuhan benih

(Utomo,2012).

2.3 Pemupukan Nitrogen

2.3.1 Pemberian Pupuk N

Nitrogen adalah unsur yang paling berlimpah di atmosfir, namun demikian N

merupakan unsur hara yang paling sering defisien pada tanah-tanah pertanian.

Hal ini muncul karena N adalah unsur hara yang dibutuhkan paling besar

jumlahnya dalam pertumbuhan tanaman. Fungsi hara N sangat penting terutama

pada pembentukan senyawa-senyawa protein dalam tanaman (Ibrahim dan Kasno,

2008).

Menurut Winarso (2003) sebagian besar N di dalam tanah dalam bentuk senyawa

organik tanah dan tidak tersedia bagi tanaman. Fiksasi N organik ini sekitar 95%

dari total N yang ada di dalam tanah. Nitogen dapat diserap tanaman dalam

bentuk ion NO3- dan NH4+ .

Pada umumnya kemampuan tanah menyediakan unsur hara, dapat mencerminkan

tingkat kesuburan tanah dan berkorelasi positif dengan hasil tanaman yang

diusahakan. Di lain pihak tingkat kesuburan tanah berkorelasi negatif dengan


17

kebutuhan pupuk atau dapat diartikan semakin tinggi tingkat kesuburan tanah,

maka makin rendah penggunaan pupuk buatan dan tidak perlu ditambahkan

(Suyamto dan Arifin, 2002). Tetapi jika jumlah unsur hara tidak dapat memenuhi

kebutuhan tanaman setelah melalui analisis tanah maka perlu ditambahkan nutrisi

yang ditambahkan dalam bentuk pupuk.

Hasil penelitian Syafruddin dkk. (2009) menunjukkan bahwa kebutuhan pupuk N

pada tanaman jagung hibrida adalah 150 – 250 kg/ha dengan hasil 11-14 ton/ha.

Pemberian N yang tidak tepat jumlah, cara dan waktu pemberiannya

menyebabkan pertumbuhan tanaman tidak optimal, produktivitas dan efisiensi

penggunaan N rendah, serta berdapak negatif pada lingkungan.

2.3.2 Pengaruh Pemupukan N terhadap Gulma dan Produksi Tanaman


Jagung

Pemberian pupuk nitrogen pada tanaman selain untuk meningkatkan pertumbuhan

tanaman, juga berpengaruh terhadap pertumbuhan gulma disekitarnya. Hal ini

akan menimbulkan kompetisi antara gulma dan tanaman untuk memperoleh faktor

pertumbuhan yang terbatas seperti cahaya, unsur hara dan air (Jatmiko dkk.,

2002). Unsur hara N yang berada pada lapisan reduksi akan diserap oleh gulma

melalui perakarannya yang kuat untuk berkembang dan melakukan aktivitas

fisologisnya. Hal ini yang menyebabkan pemupukan N menjadi salah satu

perlakuan pada penelitian ini.

Produktivitas tanaman jagung sangat dipengaruhi oleh ketersediaan hara,

khususnya nitrogen. Umumnya lahan pengembangan jagung di Indonesia

defisiensi hara N sehingga diperlukan tambahan pupuk N (organik dan anorganik)


18

agar tanaman tumbuh dan berproduksi secara optimal. Pemupukan N

memberikan kontribusi 30–50% terhadap peningkatan hasil jagung (Erisman,

dkk., 2008).

Pemupukan N pada tanaman jagung di tingkat petani beragam antarlokasi karena

adanya perbedaan kondisi lahan. Pada lahan kering tanah ultisol di Lampung,

takaran N berkisar antara 45 -160 kg/ha, yang diaplikasikan satu kali pada umur 2

minggu setelah tanam dengan tingkat hasil 4 - 5 ton/ha menggunakan varietas

jagung hibrida Bisi-2.

2.4 Gulma

Gulma ialah tanaman yang tumbuhnya tidak diinginkan. Gulma di suatu tempat

mungkin berguna sebagai bahan pangan, makanan ternak atau sebagai bahan

obat-obatan. Dengan demikian, suatu spesies tumbuhan tidak dapat

diklasifikasikan sebagai gulma pada semua kondisi. Namun demikian, banyak

juga tumbuhan diklasifikasikan sebagai gulma dimanapun gulma itu berada

karena gulma tersebut umum tumbuh secara teratur pada lahan tanaman budidaya

(Sembodo, 2010).

2.4.1 Gulma Pada Tanaman Jagung

Menurut Utomo (2006), jenis gulma yang tumbuh pada pertanaman jagung

meliputi Imperata cylyndica, Ageratum conyzoides, Ipomoea triloba, Borreria

alata, Mimisa pudica, Hyptis spc, Setaria spc, Asystasia gangetica dan Euphorbia

geniculata.
19

2.4.2 Alat Perkembangbiakan Gulma

Kebanyakan gulma adalah tanaman yang cepat tumbuh dan dapat menghasilkan

sejumlah besar biji dalam waktu singkat perkembangbiakan gulma sangat mudah

baik secara generatif maupun secara vegetatif. Secara generatif, biji-biji gulma

yang halus, ringan, dan berjumlah sangat banyak dapat disebarkan oleh angin,

air, hewan, maupun manusia. Perkembangbiakan secara vegetatif terjadi karena

bagian batang yang berada di dalam tanah akan membentuk tunas yang

nantinya akan membentuk tumbuhan baru. Demikian juga, bagian akar tanaman,

misalnya stolon, rhizomma, dan umbi, akan bertunas dan membentuk

tumbuhan baru (Barus, 2003).

2.4.3 Akibat Dari Keberadaan Gulma

Menurut Jumin (2005), salah satu permasalahan yang sering ditemukan

dilapangan dan sangat berpengaruh terhadap produktivitas jagung adalah gulma.

Kerugian-kerugian yang ditimbulkan gulma pada tanaman jagung sebesar 10-

20%, yaitu mengurangi kualitas dan kuantitas produksi tanaman serta menjadi

inang hama dan penyakit. Kehadiran gulma pada lahan pertanaman jagung tidak

jarang menurunkan hasil dan mutu biji. Penurunan hasil bergantung pada jenis

gulma, kepadatan, lama persaingan, dan senyawa allelopati yang dikeluarkan oleh

gulma. Secara keseluruhan, kehilangan hasil yang disebabkan oleh gulma

melebihi kehilangan hasil yang disebabkan oleh hama dan penyakit. Meskipun

demikian, kehilangan hasil akibat gulma sulit diperkirakan karena pengaruhnya

tidak dapat segera diamati. Berdasarkan beberapa penelitian Violic dalam Fadly
20

dkk. (2004) menunjukkan korelasi negatif antara bobot kering gulma dan hasil

jagung, dengan penurunan hasil hingga 95%.


21

III. BAHAN DAN METODE

3. 1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian jangka panjang tahun ke-30 yang dilakukan di

lahan Polinela yang berada pada 105°13’45,5” – 105°13’48,0” BT dan

05°21’19,6” – 05°21’19,7” LS, dengan elevasi 122 m dari permukaan laut

(Utomo, 2012). Pada awalnya selama 29 musim tanam, petak TOT tidak diolah.

Sedangkan pada tahun ke-30 petak TOT diolah kembali. Penelitian ini

dilaksanakan dari bulan Februari – Juni 2017.

3.2 Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah petak kuadran 0,5 m x 0,5 m,

timbangan, amplop, oven, seed tester, meteran, patok, tali, cutter dan alat tulis.

Sedangkan bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah benih jagung

varietas P 27 Gajah, pupuk Urea, SP-36, KCl, herbisida berbahan aktif Glifosat

dan 2,4-D serta bahan-bahan lain yang mendukung penelitian.


22

3.3 Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rancangan acak kelompok (RAK)

yang disusun secara faktorial dengan 4 ulangan. Faktor pertama adalah sistem

olah tanah yang terdiri dari olah tanah intensif (T1), olah tanah minimum (T2),

dan tanpa olah tanah (T3). Faktor kedua yaitu pemupukan nitrogen dengan dosis

0 kg N ha -1 (N0) , dan 200 kg N ha-1 (N2). Dengan demikian terbentuk 6

kombinasi perlakuan dengan 4 kelompok (ulangan) sehingga diperoleh 24 satuan

percobaan. Adapun kombinasi perlakuan yang diterapkan adalah sebagai berikut :

N0T1 = N 0 kg ha-1 + olah tanah intensif

N0T2 = N 0 kg ha-1 + olah tanah minimum

N0T3 = N 0 kg ha-1 + tanpa olah tanah

N2T1 = N 200 kg ha-1 + olah tanah intensif

N2T2 = N 200 kg ha-1 + olah tanah minimum

N2T3 = N 200 kg ha-1 + tanpa olah tanah

3.4 Pelaksanaan Penelitian

3.4.1 Analisis Vegetasi Gulma Awal

Analisis gulma awal dilakukan dengan menggunakan metode kuadran, alat yang

digunakan merupakan kuadran dengan ukuran 0,5m x 0,5m. Analisis dilakukan

dengan menghitung komposisi gulma yang ada pada masing-masing petak

ulangan. Setelah didapatkan masing-masing gulma dipisahkan sesuai spesies dari

masing-masing petak, lalu gulma dimasukan ke dalam amplop untuk dilakukan


23

pengeringan dengan menggunakan oven pada suhu 800C selama 2 x 24 jam.

Setelah itu gulma ditimbang untuk mendapat dominansi kerapatan (bobot kering).

3.4.2 Pengolahan Tanah

Pada tahun ke-30, pada petak olah tanah intensif (OTI), dilakukan pengolahan

tanah dengan dicangkul dua kali lalu tanah diratakan, serasah tanaman dan gulma

dibersihkan dan disingkirkan dari petak percobaan. Pada petak olah tanah

minimum dan tanpa olah tanah semua petak diolah kembali. Semua petak

percobaan dengan ukuran 4m x 6m diukur kembali dan disesuaikan dengan petak

percobaan pada musim-musim sebelumnya. Pada petak olah tanah minimum

(OTM) gulma yang tumbuh dibersihkan dari petak percobaan menggunakan koret,

kemudian gulma digunakan sebagai mulsa. Pada petak olah tanah intensif (OTI)

tanah dicangkul setiap awal tanam dan gulma dibuang dari petak percobaan. Pada

petak tanpa olah tanah (TOT) gulma yang tumbuh dikendalikan dengan

menggunakan herbisida Roundup dengan dosis 3-5 L ha-1 dan Lindomin dengan

dosis 0,5-1 L ha-1 pada dua minggu sebelum tanam, gulma dan sisa-sisa tanaman

sebelumnya dikembalikan ke petak percobaan sebagai mulsa.

3.4.3 Penetuan Petak Perlakuan

Lahan percobaan akan diberikan 3 perlakuan sistem olah tanah yaitu olah tanah

intensif, olah tanah minimum dan tanpa olah tanah serta perlakuan pemberian

pupuk N dan tanpa pemberian pupuk N. Petak-petak percobaan dibuat sebanyak

4 ulangan, dimana 1 ulangan terdapat 6 petak percobaan. Ukuran setiap petak 4m

x 6m dan jarak antar petak 0,25m serta jarak antar ulangan 0,5 m.
24

3.4.4 Penanaman

Penanaman benih jagung varietas P-27 dilakukan setelah setiap petak sudah diberi

perlakuan olah tanah masing-masing. Jarak tanam yang digunakan 75cm x 25cm,

setelah itu ditanami 1 benih jagung per lubang tanam.

3.4.5 Pemupukan

Pemupukan dilakukan dengan cara dilarik diantara barisan tanaman. Aplikasi

pupuk TSP dengan dosis 100 kg ha-1 dan KCl dengan dosis 50 kg ha-1 dilakukan

pada 1 MST. Sedangkan pupuk urea dengan dosis 200 kg N ha-1 diberikan 2 kali

yaitu : 1/3 dosis pada saat tanaman berumur 1 MST bersamaan dengan pupuk TSP

dan KCl, sedangkan 2/3 dosisnya diberikan pada saat awal pembungaan.

3.4.6 Pemeliharaan

Pemeliharaan meliputi penyulaman, penyiangan, serta pengendalian hama dan

penyakit. Penyulaman dilakukan pada lubang tanam yang tidak tumbuh benih

jagung dan dilaksanakan satu minggu setelah tanam. Penyiangan dilakukan

dengan diberikan herbisida Polaris 10 L ha-1 dan mencabut, mengoret gulma yang

tumbuh di petak percobaan.

3.4.7 Panen

Panen dilakukan setelah tanaman jagung berumur ± 100 HST. Jagung yang siap

dipanen dicirikan dengan klobot yang sudah dapat dilepas, biji mengkilap, keras,

dan bila ditekan dengan kuku tidak membekas.


25

3.5 Pengamatan

3.5.1 Gulma

1. Pengambilan Sampel Gulma

Pengambilan sampel gulma dilakukan 3 kali yaitu 3, 6, 9 MST di semua petak

percobaan. Setiap 1 pengambilan sampel dalam satu petak dilakukan 2 kali

ulangan pengambilan.

3 6

6 3

Gambar 1. Denah petak pengambilan sampel gulma

2. Bobot Kering Gulma

Pengamatan bobot kering gulma dilakukan dengan cara mengambil sampel gulma

pada kuadran berukuran 0,5m x 0,5m pada 3, 6, dan 9 MST sebanyak 2 kuadran

setiap petak, kemudian gulma dipisahkan dan dihitung jumlahnya sesuai jenis

masing-masing. Selanjutnya gulma dimasukan dalam amplop dan dikeringkan

dalam oven pada suhu 800C selama 2 hari, kemudian ditimbang.


26

3. Summed Dominance Ratio (SDR)

Setelah didapatkan nilai bobot kering gulma, maka dapat dihitung SDR untuk

masing-masing spesies pada petak percobaan dengan menggunakan rumus

berikut:

a. Kerapatan =

b. Kerapatan Relatif (%) = × 100%

c. Frekuensi =

d. Frekuensi Relatif (%) = × 100%

e. Dominansi =

f. Dominansi Relatif = × 100%

g. Indeks Nilai Penting = KR + FR + DR

h. Summed Dominance Ratio (SDR) =

(Tjitrosoedirdjo dkk., 1984).

2. Perubahan komposisi gulma

Pengamatan perubahan komposisi gulma dilakukan pada 3, 6, dan 9 MST.

Metode pengamatan dilakukan dengan metode kuadrat menggunakan kuadran

(0,5 m x 0,5 m) cara yang digunakan sama dengan analisis vegetasi awal sebelum

dilakukan penanaman. Perubahan komposisi gulma dapat dihitung dengan cara

sebagai berikut :

(C) =
( )
27

Keterangan rumus:

C = Koefisien komunitas

W = Jumlah nilai SDR terendah dari masing – masing komunitas yang

dibandingkan

a = Jumlah dari seluruh SDR pada komunitas pertama

b = Jumlah dari seluruh SDR pada komunitas kedua

Nilai C menunjukkan kesamaan komposisi gulma antar perlakuan yang

dibandingkan. Jika nilai C >75% maka dua komunitas yang dibandingkan

memiliki komposisi gulma yang sama (Tjitrosoedirjo dkk., 1984).

3.5.2 Tanaman

1. Tinggi tanaman

Tinggi tanaman diukur dari permukaan tanah sampai daun terpanjang yang

dilakukan pada saat 3 dan 6 MST. Pengukuran dilakukan dalam satuan

centimeter (cm) dengan menggunakan meteran. Jumlah tanaman yang diukur

adalah 5 tanaman/petak yang ditentukan secara acak pada 2 baris tengah petak

perlakuan.

2. Hasil Pipilan Kering per Hektar

Pengamatan hasil pipilan kering penting dilakukan karena merupakan hasil

akumulasi fotosintat. Pengamatan dilakukan terhadap jagung yang sudah

ditentukan sebelumnya. Pengukuran dilakukan pada saat panen. Bobot jagung

pipilan kering panen dikonversikan pada bobot jagung pipilan kering kadar air

( )
14% dengan rumus: KA 14% = ( )
× bobot kering pipilan.
28

3.6 Pengolahan Data

Homogenitas ragam akan diuji dengan uji Barlett addivitas data diuji dengan uji

Tukey. Jika asumsi terpenuhi, maka data dianalisa sidik ragam pada hipotesis 2

dan 3 dengan parameter yang dipakai adalah tinggi tanaman dan bobot kering

gulma, perbedaan nilai tengah perlakuan diuji dengan uji Beda Nyata Terkecil

(BNT) pada taraf kepercayaan 5%.


51

V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Kesimpulan yang dapat diperoleh dari penelitian yang dilakukan adalah:

1. Perlakuan olah tanah intensif menghasilkan bobot kering gulma total lebih

tinggi dibandingkan tanpa olah tanah pada 3,6 dan 9 MST. Perlakuan olah

tanah intensif menghasilkan bobot kering gulma golongan rumput dan daun

lebar lebih tinggi dibanding perlakuan tanpa olah tanah pada 3 MST.

Sedangkan perlakuan tanpa olah tanah menghasilkan produksi jagung lebih

tinggi dibanding dengan perlakuan olah tanah intensif.

2. Perlakuan pemupukan N 200 kg ha-1 menghasilkan bobot kering gulma total,

daun lebar, rumput, tinggi tanaman dan produksi jagung lebih tinggi

dibandingkan dengan perlakuan pemupukan 0 kg ha-1.

3. Pengamatan 3 MST tidak menunjukkan perubahan komposisi gulma dengan

gulma dominan berturut-turut Calopogonium mucunoides, Richardia

brasiliensis, Spigelia antelmia, Rottbelia exaltata dan Cleome rutidosperma.

Pengamatan 6 MST menunjukkan perubahaan komposisi gulma dengan

gulma dominan berturut-turut adalah Richardia brasiliensis, Rottbelia

exaltata, Calopogonium mucunoides dan Cleome rutidosperma. pengamatan


52

9 MST terjadi perubahan komposisi gulma dengan gulma dominan berturut-

turut adalah Calopogonium mucunoides dan Richardia brasiliensis.

4. Terdapat pengaruh interaksi antara perlakuan sistem olah tanah dan

pemupukan terhadap bobot kering gulma total pada 3,6 dan 9 MST, terhadap

bobot kering gulma daun lebar pada 9 MST, terhadap bobot kering gulma

rumput pada 9 MST, dan terhadap produksi tanaman jagung

5.2 Saran

Dilakukan penelitian lanjutan tentang pengaruh sistem olah tanah jangka panjang

dan waktu pengendalian gulma terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman jagung.
53

DAFTAR PUSTAKA

Barus, Emanuel . 2003. Pengendalian Gulma di Perkebunan. Kanisius.


Yogyakarta. 57 hlm.

Budiman, H. 2012. Budidaya Jagung Organik. Pustaka Baru Press.


Yogyakarta. 206 hlm.

Burhan, WS. 2001. Analisis Pertumbuhan Tanaman Jagung Manis (Zea mays
Saccharata), Pergeseran Komposisi Gulma Pada Beberapa Jarak Tanam.
Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian Indonesia. 3(2): 25-30.

Chamanabad, H. R. M., Asghari, A., Nateghi, G. 2011. Effect Of Nitrogen Ra tes


On Critical Period For Weed Control In Potato. Pak. J. Weed Sci. Res.
17(1): 33-40.

Erisman, J.W., Sutton, M.A., Galloway, J., Klimont, Z., and Winiwarter, W. 2008.
How a century of ammonia synthesis changed the world. Nat. Geosci. 1:
636–639.

Fadly, A.F., Efendi, R., dan Rauf, M. 2004. Pengaruh Cara Penyiangan Lahan
dan Pengendalian Gulma terhadap Pertumbuhan dan Hasil Jagung Pada
Tanah Berstruktur Berat. Seminar Mingguan Balai Penelitian Tanaman
Serealia, Maros.

Feriawan, A., Bahua, I., dan Pembengo, W. 2013. Dampak Pengolahan Tanah
dan Pemupukan Pada Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kedelai
(Glycine max (L.) Merril) Varietas Tidar. Bone Bolango.

Gunadi, S. 2002. Teknologi Pemanfaatan Lahan Marginal Kawasan Pesisir.


Jurnal Teknologi Lingkungan. 3(3): 232-236.

Ibrahim, A.S., dan Kasno, A. 2008. Interaksi Pemberian Kapur Pada Pemupukan
Urea terhadap Kadar N Tanah dan Serapan N Tanaman Jagung (Zea mays
L.). Balai Penelitian Tanaman Pangan. Semarang. 15 hlm

Iriany, R.N., Yasin, H,G., dan Andi T.M. 2007. Asal, Sejarah, Evolusi, dan
Taksonomi Jagung. Dalam Jagung : Teknik Produksi dan Pengembangan.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor
54

Jatmiko, S.Y., Harsanti, S., Sarwoto, dan Ardiwinata, A.N. 2002. Apakah
herbisida yang digunakan cukup aman?. Prosiding Seminar Nasional
Membangun Sistem Produksi Tanaman Pangan Berwawasan Lingkungan.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor.

Jayadi, S. 1991. Tanaman Makanan Ternak Tropika. Fakultas Peternakan.


Institut Pertanian Bogor.

Jumin, H. B. 2005. Dasar-Dasar Agronomi. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Kementrian Pertanian Republik Indonesia. 2018. Data Produksi, Produktivitas


dan Kebutuhan Jagung Indonesia Pada Tahun 2017.
http://www.kementan.go.id. Diakses pada 4 April 2019

Khair, R.K. 2017. Pengaruh Olah Tanah dan Pemupukan Nitrogen Jangka
Panjang terhadap Bobot Isi, Ruang Pori Total, Kekerasan Tanah dan
Produksi Tanaman Jagung (Zea mays L.) di Lahan Polinela Bandar
Lampung. (Skripsi). Universitas Lampung. Lampung.

Komalasari, O., dan Fauziah, K. 2009. Pengaruh Kualitas Biji Jagung Pada
Bebagai Taraf Pemupukan Nitrogen terhadap Vigor Benih Jagung.
Prosiding Seminar Nasional Serealia : Balai Penelitian Tanaman Serealia,
Maros.

Marcado, B. L. 1979. Introduction to Weed Science. SEARCA Publication. Los


Banos. Laguna Philippines. 279 p.

Purwanto. 2007. Mengenal Lebih Dekat Tanaman Leguminose. Pernerbit


Kanisius. Yogyakarta.

Sembodo, D.R.J. 2010. Gulma dan Pengelolaannya. Graha Ilmu. Yogyakarta.

Silawibawa, I.P., Satriawan, H., dan Suwardji. 2003. Pengaruh cara pengolahan
tanah terhadap kualitas tanah, populasi gulma, dan hasil jagung (Zea mays
L.) pada sistim agroforestry lahan kering. Pusat Pengkajian lahan kering
dan rehabilitasi lahan. Fakultas Pertanian UNRAM. Hal 188-194.

Sutedjo, M. M. 2002. Pupuk dan Cara Pemupukan . Penerbit Rineka Cipta.


Jakarta. 177 hlm.

Sutoto, B.S., Purwanto, M.E., dan Januati Ika. 2001. Penerapan Beberapa Cara
Persiapan Lahan dan Jarak Tanam Pada Bududaya Kedelai. Prosiding
Himpunan Ilmu Gulma Indonesia. Bogor. Hal 175 – 179.

Suyamto dan Arifin, Z. 2002. Bio-teknologi Pupuk Organik. Universitas


Muhammadiyah Sidoarjo. Sidoarjo. 148 hlm.
55

Syafruddin, S. Saenong, dan Subandi. 2009. Strategi pemupukan N pada tanaman


jagung. Laporan Pengelolaan Hara Spesifik Lokasi (PHSL). Kerja sama
Balitsereal dengan Potash & Phosphate Institute (PPI), Potash and
Phosphate Institute of Canada (PPIC). 17 hlm

Tjitrosoedirdjo, S., I. H. Utomo & J. Wiroatmodjo. 1984 . Pengelolaan Gulma di


Perkebunan. Gramedia. Jakarta.

Tooli, Remon R. 2015. Pengaruh Waktu Pertumbuhan Dan Pengolahan Tanah


Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman Kacang Panjang. (Skripsi).
Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Negeri Gorontalo

Utomo, M. 1990. Budidaya pertanian tanpa olah tanah, teknologi untuk


pertanian berkelanjutan. Direktorat Produksi Padi dan Palawija.
Departemen Pertanian. Jakarta.

Utomo, M. 1994. Degradasi tanah dan pertanian konservasi. Kursus Amdal Tipe
A. 22 Agustus – 3 September 1994. PSL Unila - Bappedal Pusat.

Utomo, M. 2006. Pengelolaan Lahan Kering Berkelanjutan. Universitas


Lampung. Bandar Lampung. 25 hlm.

Utomo, M. 2012. Tanpa Olah Tanah Teknologi Pengelolaan Pertanian Lahan


Kering. Lembaga Penelitian Universitas Lampung. Bandar Lampung.
110 hlm.

Utomo, M., 2000. Pengelolaan Lahan Kering Berkelanjutan. Seminar Nasional


IAAS Indonesia. Juli 2000 Mataram.

Utomo, M., 2015. Tanpa Olah Tanah Teknologi Pengelolaan Pertanian Lahan
Kering. Graha Ilmu. Yogyakarta. 157 hlm.

Utomo, M., H. Buchari dan I.S. Banuwa. 2009. Peran olah tanah konservasi
jangka panjang dalam mitigasi pemanasan global: penyerapan karbon,
pengurangan gas rumah kaca dan peningkatan produktivitas lahan.
Laporan Akhir Hibah Kompetitif Penelitian Sesuai Prioritas Nasional.
Tahun Pertama. DP2M.

Winarso, S. 2003. Kesuburan Tanah Dasar Kesehatan dan Kualitas Tanah.


Gava Media. Jember. 189 hlm.

Wirjahardja, S., dan Pancho, J.V. 1975. Some Problem in The Indification of
Weeds. http://agris.fao.org/aos/records/ID19770178490. Diakses pada 19
Januari 2019.

Anda mungkin juga menyukai