(Tesis)
Oleh:
KORNELLA RESTIANTI
PROGRAM PASCASARJANA
MAGISTER ILMU LINGKUNGAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019
ABSTRAK
Oleh:
KORNELLA RESTIANTI
Jumlah fasilitas pendidikan yang berada di jalur perlintasan kereta api cukup
banyak, diantaranya adalah SDN 01 Rajabasa Raya dan SDN 02 Kampung Baru
yang hanya berjarak 20-24m dari perlintasan kereta api. Penelitian ini bertujuan
untuk menganalisis pengaruh intensitas kebisingan kereta api terhadap gangguan
fungsi pendengaran siswa di SDN 01 Rajabasa Raya dan SDN 02 Kampung Baru
Bandar Lampung Tahun 2019. Pengukuran tingkat kebisingan menggunakan
Sound Level Meter (SLM). Data kebisingan dipetakan dalam bentuk peta kontur
kebisingan dengan menggunakan program Surfer 11. Sampel penelitian
diimplementasikan kepada 63 siswa yang terdiri dari 12 siswa SDN 02 Kampung
Baru dan 51 siswa SDN 01 Rajabasa Raya. Analisis data menggunakan model
regresi dianalisa menggunakan fungsi regresi logit. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa Terdapat sebanyak 55,6% responden merasakan kebisingan pelintasan
kereta api ≥55 dB. Peta kontur memperlihatkan jarak antara bangunan SDN 1
Rajabasa Raya dan SDN 02 Kampung Baru dengan tingkat kebisingan >55 dB
sehingga paparan tingkat kebisingan mencapai >55 dB yang menimbulkan
gangguan pendengaran pada sebanyak 42,9% siswa. Penelitian ini menyimpulkan
ada pengaruh intensitas kebisingan terhadap gangguan fungsi pendengaran setelah
dikontrol variabel riwayat keturunan dan riwayat penyakit pendengaran pada
siswa SDN 01 Rajabasa Raya dan SDN 02 Kampung Baru Bandar Lampung
Tahun 2019. Disarankan agar dilakukan relokasi sekolah yang setidaknya berjarak
lebih dari 104 m dari perlintasan kereta api. Fasilitas pendidikan yang ada perlu
melakukan pemasangan peredam bising (BPB), menanam tanaman yang dapat
digunakan untuk penghalang kebisingan.
By:
KORNELLA RESTIANTI
Oleh:
KORNELLA RESTIANTI
Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
MAGISTER SAINS
Pada
PROGRAM PASCASARJANA
MAGISTER ILMU LINGKUNGAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019
RIWAYAT HIDUP
Penulis merupakan anak keempat dari empat bersaudara pasangan Bapak Drs. Hi.
Tanjung Karang Timur tahun 1992, pendidikan menengah pertama di SMP Budi
Bhakti Bandar Lampung pada Tahun 1995, pendidikan menengah atas di SMA
Negeri 12 Sukarame Bandar Lampung lulus tahun 1998. Setelah lulus pendidikan
Sarjana Kesehatan Masyarakat pada tahun 2006. Pada tahun 2017 penulis
Universitas Lampung.
Arab Saudi dari tahun 2004-2008, pada tahun 2008-2018 bekerja sebagai PNS di
Motivator in life:
Okky Kristianto, SH and Rosita Tuti, SH, MH
yang selalu menemani dan memberikan perhatian dan dukungan
Almamater tercinta
MOTTO
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan Tesis ini sebagai
syarat untuk mencapai gelar sarjana Magister Manajemen pada Fakultas Ekonomi
dan Bisnis Universitas Lampung. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam
penyelesaian tesis ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu,
penulis mengucapkan terima kasih yang tulus ikhlas kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin, M.P. selaku Rektor Universitas
Lampung beserta jajarannya.
2. Bapak Prof. Drs. Mustofa Usman, M.A., Ph.D. selaku Direktur Program
Pascasarjana Universitas Lampung.
3. Bapak Dr. Ir. Samsul Bakri, M.Si, Selaku Ketua Program Studi Magister
Ilmu Lingkungan
4. Bapak Dr. Ir. Eng. Yul Martin, S.T., M.T, selaku dosen Pembimbing I atas
bimbingan dan arahan yang diberikan
5. Bapak Drs. Tugiyono, M.Si., Ph.D, selaku dosen Pembimbing II, atas
bimbingan dan arahan yang diberikan selama ini
6. Bapak Dr. Ir. Agus Setiawan, M.Si, selaku dosen Pembahas I, atas kritik dan
saran yang membangun untuk perbaikan tesis ini
7. Ibu Dr. Dyah Wulan Sumekar RW, S.K.M., M.Kes, selaku dosen Pembahas
II, atas kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan tesis ini
8. Teman teman angkatan 2017 Jurusan Ilmu Lingkungan Program Pascasarjana
Universitas Lampung.
9. Dosen dan seluruh civitas akademika
10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per-satu yang telah membantu
penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
Semoga Allah senantiasa memberikan kebaikan dan balasan atas jasa dan
budi yang telah diberikan kepada penulis. Demikian juga halnya dalam penulisan
Tesis ini, mohon maaf atas segala kekurangan dan ketidak-sempurnaan. Semoga
Tesis ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Kornella Restianti
DAFTAR ISI
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ......................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................. 4
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................... 5
1.4 Kerangka Teori ...................................................................................... 5
1.5 Kerangka Konsep ................................................................................... 6
1.6 Hipotesis ................................................................................................ 8
II. TINJAUAN PUSTAKA/KERANGKA PEMIKIRAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel 4. DefinisiOperasional........................................................................................48
Tabe1 25. Model Tanpa Interaksi Intensitas Bising dengan Lama Paparan......85
Tabe1 27. Model tanpa Interaksi Intensitas Bising dengan Tempat Tinggal .. 87
Tabe1 28. Model tanpa Interaksi Intensitas Bising dengan Riwayat
Keturunan(Model Tanpa Interaksi) 86
Gambar 4. Anatomi dari Telinga Luar, Telinga tengah dan Telinga Dalam......20
Gambar 7. Audiometer........................................................................................................39
masyarakat baik moda transportasi darat, laut, dan udara. Salah satu moda
yang berada di tengah tengah pemukiman penduduk, melintasi wilayah atau zona
pendidikan, zona tempat ibadah, pasar dan lain sebagainya. Jalur kereta api yang
penumpang atau jalur ekspedisi barang dari Bandar Lampung Provinsi Lampung
Jalur kereta api di Kota Bandar Lampung memiliki 3 stasiun yaitu; Stasiun
Tanjung Karang, Labuhan Ratu, dan Tarahan. Stasiun Tanjung Karang melayani
oleh jalur kereta api (seperti Kotabumi dan Blambangan Umpu), serta ke
pendidikan. Beberapa sekolah tersebut antara lain SDN 01 Rajabasa Raya dan
SDN 02 Kampung Baru yang berada pada jarak kurang dari 30 meter dari
waktu dan intensitas tertentu seperti: gangguan tidur, stress reaction, gangguan
Bising diartikan sebagai bunyi yang tidak dikehendaki yang bersumber dari
aktivitas alam seperti bicara dan aktivitas buatan manusia seperti mesin alat
seperti Rumah Sakit, tempat ibadah, maupun sekolah adalah 55 dB, sama halnya
karena kebisingan suara yang timbul saat kereta api melintasi di zona pendidikan
menderita dampak dari kebisingan, tercatat sebanyak 120 juta (2,1%) orang
Asia Tenggara dan 850.000 (0,4%) berada di Indonesia (Depkes RI, 1998). Hasil
18,5% gangguan fungsi pendengaran sebanyak 16,8% dan ketulian sebesar 0,4%
daya dengar adalah masa kerja, tingkat intensitas suara di sekitarnya, lama
ditimbulkan (Tarwaka dkk, 2004). Terdapat banyak faktor yang dapat menjadi
tinggi terhadap gangguan fungsi pendengaran adalah faktor umur dan lamanya
lintas terhadap kenyamanan siswa pada saat belajar mengajar, penelitian ini
menjelaskan bahwa rata-rata tingkat bising di sekolah yang terpapar adalah 66,4
dBA dengan bising maksimum 71,3 dBA dan minimum 61,1 dBA. Sasaran
penelitian ini adalah anak usia sekolah, Penentuan sasaran penelitian pada anak
usia sekolah didasarkan dari hasil penelitian Thenniarti (2017) yang menjelaskan
Ketulian (PGPKT) bahwa gangguan pendengaran lebih banyak terjadi pada anak
penelitian di sekolah dasar yang berada dekat dengan rel kereta api untuk
SDN 01 Rajabasa Raya dan SDN 02 Kampung Baru Bandar Lampung Tahun
2019?
berbeda-beda. Salah satu sumber kebisingan yang dekat dengan manusia adalah
kebisingan dari transportasi terutama kereta api. Seseorang yang terpapar bising
lebih dari intensitas dan waktu tertentu dapat menyebabkan gangguan fungsi
pendengaran.
corti yang terletak pada telinga bagian dalam yaitu koklea. Pajanan bising ini akan
riwayat kesehatan keluarga dan anak itu sendiri seperti riwayat gangguan fungsi
Sumber : Arsyad, 2007; Bailey, 1993; Buchari, 2007; Cody & Thane, 1991; Faller & Schuenke,
2004; Mitaran, 2016, SCENIHR, 2008, Stach, B. A, 2010.
1. 5 Kerangka Konsep
Variabel Lainnya:
1. Lamanya Paparan
2. Tempat Tinggal Jarak dengan Sumber kebisingan
3. Keturunan penyakit gangguan
fungsi pendengaran
4. Riwayat Infeksi Telinga Sebelumnya
5. Penggunaan earphone atau headphone
gangguan fungsi pendengaran pada siswa sekolah dasar yang dapat dipengaruhi
1.6 Hipotesis
sebelumnya, dan penggunaan earphone pada siswa SDN 01 Rajabasa Raya dan
adanya perubahan mekanik akibat adanya perubahan mekanik terhadap zat cair,
padat, maupun gas. Bunyi adalah gejala fisik berbentuk gelombang yang
memancar ke segala arah dan merambat serta diterima atau suatu getaran yang
Sumber bunyi adalah semua benda yang bergetar dan menghasilkan bunyi
yang merambat melalui medium atau zat perantara. Gelombang bunyi terdiri dari
dan rendah secara bergantian bergerak melalui medium atau zat penghantar berupa
udara, gas, zat cair dan zat padat. Dengan prinsip tersebut gelombang ini termasuk
2.2 Kebisingan
menyebabkan rasa sakit atau yang menghalangi gaya hidup. Kebisingan sebagai
tentang bising, tetapi secara umum bising didefinisikan sebagai tiap bunyi yang
membahayakan kesehatan (Depkes RI, 1987). Terdapat dua hal yang menentukan
jumlah getaran perdetik atau disebut Hertz (Hz), yaitu jumlah dari golongan-
golongan yang sampai ditelinga setiap detiknya. Biasanya suatu kebisingan terdiri
1. Bising kontinyu dengan spectrum frekuensi yang luas. Bising tetap berada
pada batas ±5 dB pada periode 0,5 detik berturut-turut. Contoh dari bising ini
2. Bising kontinyu dengan spectrum sempit. Bising ini relative tetap, namun
bising ini hanya memiliki frekuensi tertentu. Misalnya pada frekuensi 500,
1000, dan 4000 Hz. Contoh dari bising ini adalah gergaji atau katup gas.
10
3. Bising terputus-putus atau intermitten. Bising ini tidak terjadi secara terus
menerus, melainkan memiliki periode tenang, seperti suara lalu lintas atau
4. Bising impulsif. Jenis bising ini memiliki perubahan pada tekanan suaranya
yang melebihi 40 dB dalam tempo waktu yang sangat cepat dan dapat
mengejutkan bagi yang mendengarnya. Contoh dari jenis bising ini seperti
sumber bergerak seperti kendaraan bermotor, kereta api, atau pesawat terbang,
serta sumber tidak bergerak atau diam seperti industri atau mesin-mesin
1. Kebisingan jalan-raya
bermotor ini berasal dari mesin, transmisi rem, klakson, knalpot, serta
Kebisingan yang dihasilkan oleh kereta api berupa bunyi dan getaran
akibat dari gesekan roda kereta api dengan rel kereta api yang sama-sama
terbuat dari bahan yang keras. Selain itu kebisingan juga muncul dari bunyi
11
klakson, mesin kereta api, serta gesekan roda kereta api dan rel yang sering
berada di sekitar jalur kereta api. Oleh karena itu, bangunan yang berada di
sepanjang jalur kereta api dapat didesain dengan akustik yang baik untuk
mengurangi masuknya kebisingan dan dengan redaman yang baik pula untuk
oleh bangunan-bangunan yang berada di dekat bandara dan juga yang berada
beberapa ratus meter dari bandara tersebut, yang mana biasanya terjadi pada
saat pesawat lepas landas, mendarat, dan pada saat pesawat terbang rendah.
Namun, ketika pesawat berada pada ketinggian tertentu kebisingan tidak akan
4. Kebisingan industri
langsung oleh pekerja pabrik dan masyarakat sekitarnya. Oleh karena itu,
juga dapat dibedakan menjadi dua, yaitu bising interior dan juga bising luar.
1. Bising interior
Kebisingan yang terjadi akibat dari kegiatan manusia itu sendiri yang
dilakukan di dalam ruangan. Contoh dari bising ini seperti bantingan pintu,
bunyi televisi atau alat-alat musik, atau pembicaraan yang keras. Tingkat
bising pada setiap posisi di dalam ruangan dibentuk oleh dua bagian, yaitu
2. Bising luar
Bising ini berasal dari luar ruangan yang dapat berasal dari bunyi
kendaraan, kereta api, pesawat uddara, kapal motor atau lainnya. Bunyi ini
berasal dari gesekan mekanis kapal motor atau lainnya. Bunyi ini berasal dari
gesekan mekanis antara ban dengan badan jalan pada saat mengerem
kendaraan dengan kecepatan tinggi; suara knalpot akibat pedal gas yang
ditekan secara berlebihan; gesekan antara roda kereta api dan rel yang sama-
4. Sifat, sifat di sini merujuk kepada distribusi energi, bunyi terhadap waktu
bising impulsif, dimana bising impulsif ini terdiri dari satu atau lebih
lonjakan energy bunyi dengan kurang dari satu detik (Rahayu 2016).
1. Gangguan Fisiologis
2. Gangguan Psikologis
lainnya. Paparan bising dalam jangka waktu yang lama dapat menimbulkan
3. Gangguan Komunikasi
4. Gangguan Keseimbangan
oleh Menteri Lingkungan Hidup pada kawasan atau lingkungan kegiatan tertentu
1. Zona A
sosial. Intensitas tingkat kebisingan yang dianjurkan adalah berkisar 35-45 dB.
2. Zona B
3. Zona C
perdagangan dan pasar. Kebisingan pada zona ini dibatasi antara 50-60 dB.
4. Zona D
Zona ini diperuntukkan sebagai area industri, pabrik, stasiun kereta api,
dan juga terminal bis. Tingkat kebisingan pada zona ini antara 60-70 dB.
merupakan nilai yang mengatur tentang tekanan bising rata-rata atau level
kebisingan yang diatur dalam peraturan ini tidak berlaku untuk bising yang
bersifat impulsif atau dentuman yang lamanya <3 detik. Sedangkan NAB pajanan
1. Noise Dosimeter
untuk menghitung paparan bising yang diterima selama jam kerja. Dosimeter
akan mencatat tingkat kebisingan yang diterima oleh pekerja dan durasi
menjadi impuls listrik. Hasil dari pengukuran ini merupakan energi total yang
17
kemudian dicatat sebagai aliran listrik yang hamper sama dengan kebisingan
2. Audiometer
SLM itu sendiri terdiri dari beberapa bagian, yaitu mikrofon, amplifier, dan
dengan dua cara, yaitu cara sederhana dan cara langsung. Metode pengukuran
level meter, sehingga LAeq1T dapat langsung dibaca. Pengukuran dengan cara
sederhana dilakukan dengan membaca sound level meter per lima detik dalam
waktu 10 menit. Pencatatan data Leq selama 10 menit maka data yang didapatkan
adalah 120 data. Kemudian dihitung dengan rumus (Rusjadi dan Palupi, 2011):
yang melingkupi frekuensi suara rendah dan frekuensi suara tinggi yang dapat
diterima oleh telinga manusia normal pada umumnya, sedangkan skala B, C, dan
dihasilkan oleh pesawat terbang bermesin jet. Bentuk dan jenis sound lever meter
perlindungan pada peralatan dan struktur dari dampak bising. Salah satu
dengan alat kebisingan rendah. Selain itu reduksi kebisingan pada sumber
19
kebisingan pada media rambatan ini memiliki 2 cara, yaitu indoor noise
akan menggunakan alat pelindung telinga seperti ear plug, ear muff, atau
helm. Hal lain yang dapat dilakukan adalah pada bidang administrasi, yaitu
2.3 Telinga
antara 20-20.000 Hz. Selain sebagai alat pendengaran, telinga juga berfungsi
Bagian luar merupakan bagian terluar dari telinga.Telinga luar terdiri dari
daun telinga, lubang telinga, dan saluran telinga luar. Telinga luar meliputi daun
20
telinga atau pinna, liang telinga atau meatus auditorius eksternus, dan gendang
telinga atau membran timpani. Bagian daun telinga berfungsi untuk membantu
mengarahkan suara ke dalam liang telinga dan akhirnya menuju gendang telinga.
Rancangan yang begitu kompleks pada telinga luar berfungsi untuk menangkap
suara dan bagian terpenting adalah liang telinga. Saluran ini merupakan hasil
Terdapat banyak kelenjar yang menghasilkan zat seperti lilin yang disebut
serumen atau kotoran telinga. Hanya bagian saluran yang memproduksi sedikit
serumen yang memiliki rambut. Pada ujung saluran terdapat gendang telinga yang
timpani bergetar. Membrane timpani akan bergetar semakin cepat jika menerima
frekuensi getaran yang cepat, dan sebaliknya (Buchari, 2007). Anatomi dari
Gambar 4. Anatomi dari Telinga Luar, Telinga tengah dan Telinga Dalam
21
Bagian telinga dalam adalah posisi telinga yang terletak diarea petrosa
tulang temporal, dimana tulang tersebut terbagi atas dua cabang penting yang
1) Koklea
Pada bagian telinga dalam, terdapat rumah siput atau koklea. Koklea
membrane basiler dan organ corti. Koklea atau rumah siput berupa dua setengah
lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari beberapa kanalis-sirkularis. Koklea atau
rumah siput terdiri dari tiga bagian terpisah, yaitu kanal koklea (ductus
cochlearis), kanal vestibular (scala vestibule), dan kanal timpani (scala tympani).
Kanal timpani dan kanal vestibular bergabung dan berada di puncak dari koklea
atau helicoterma. Kedua kanal ini berisi penuh dengan cairan perilimfe dan
berakhir di jendela bulat dan jendela oval. Saluran koklea berisi cairan endolimfe
Telinga bagian dalam ini dikelilingi oleh kapsul tulang keras, dan terdiri dari
tulang labirin dimana di dalamnya berisikan cairan endolimfe. Selain itu terdapat
saluran lainnya yang berasal dari tulang temporanl dan dikelilingi oleh cairan
periimfe. Kedua cairan ini berbeda, terutama isinya, yaitu natrium dan kalium
(Faller, 2004).
2) Organ corti
Organ corti atau organ spiral terletak pada membrane basiler. Organ corti ini
terdiri dari lebih dari 15.000 sel sensori pendengaran. Organ corti ini memiliki
22
banyak sekali rambut yang merupakan reseptor bunyi. Tidak hanya sel-sel rambut,
namun terdapat pula sel pendukung yang berada di membrane basiler. Sel-sel
rambut tersebut terhubung dengan membrane tectoria yang berada di atasnya dan
Organ corti yang terdiri dari sel-sel rambut dimana sel-sel rambut tersebut
meneruskan getaran yang berasal dari oval wind yang mengantarkan membrane
basiler. Getaran ini merupakan impuls organ corti yang kemudian diteruskan ke
otak melalui syaraf pendengaran atau nervus cochlearis (Buchari, 2007; Faller,
2004).
Bunyi yang berasal dari luar ditangkap oleh daun telinga dan diteruskan ke
puncak koklea dan kemudian kembali lagi melalui kanal timpani. Arus sebaliknya
yang berasal dari perilimfe di vestibular dank anal timpani membuat getaran di
endolimfe pada saluran koklea dan merangsang sel sensori dengan menggerakkan
sel rambut di membrane tectoria. Getaran yang berasal dari cairan di koklea
pendengaran.
terjadinya defleksia stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion akan terbuka
23
dan melepaskan ion listrik dari badan sel. Hal ini juga menimbulkan proses
dalam dan menimbulkan sensasi suara. Semakin tinggi frekuensi pada gelombang
suara tersebut, semakin tinggi pula nada-nada yang diterima telinga. Frekuensi
intensitas suara yang didapatkan harus lebih tinggi daripada suara yang biasa
24
gangguan pada telinga dalam sehingga suara yang sampai ke otak berkurang
(Mitaran, 2016).
konsonan pada frekuensi yang agak tinggi (Tambunan, 2005). Beberapa gangguan
fungsi pendengaran yang banyak dialami oleh seseorang yang terpapar bising
adalah:
a. Tinnitus
bukan suatu penyakit melainkan suatu gejala awal dari penyakit, suara
mendenging tersebut serasa nyata dan berasal dari telinga atau kepala seseorang
(Surodjo, 2008). Tinnitus dapat dibagi menjadi tinnitus obyektif dan tinnitus
telinga. Tinnitus subyektif adalah bila suara tersebut hanya dapat didengar oleh si
b. Tuli
gangguan yang terjadi pada telinga, yang mana dapat diketahui dengan melakukan
evaluasi dari keluhan-keluhan pasien (Cody & Thane, 1991). Ketulian ini dapat
bersifat sementara, namun jika seseorang terus menerus terpapar bising yang
25
tinggi, maka dapat menjadi ketulian menetap (Arsyad, 2007). Menurut Arsyad
(2007), tuli dapat dibedakan menjadi tuli konduktif, tuli sensori dan tuli
campuran.
a. Tuli konduktif
disebabkan karena adanya masalah di bagian telinga luar ataupun telinga bagian
dalam. Pada tuli konduktif ini, dapat disebabkan karena adanya perforasi
telinga tengah sehingga bagian dasar stapedius menjadi kaku (Bailey, 1993).
b. Tuli sensorineural
bising atau Noise Induced Hearing Loss (NIHL) dapat diartikan sebagai
penurunan pendengaran atau tuli akibat pajanan bising yang melebihi nilai
koklea dan tuli sensorineural retrooklea. Tuli sensorineural koklea adalah tuli
obat-obat tertentu, trauma cavitis, trauma akustik, atau pajanan bising yang
melebihi dari nilai ambang batas. Tuli sensorineural retrokoklea lebih disebabkan
kepada neuroma akustik, cedera otak, perdarahan, dan kelainan otak lainnya.
26
yang berada dalam organ corti. Keadaan tersebut dapat menjadi lebih berat jika
kerusakan sel-sel spiral ganglion dan serabut syaraf perifer pendengar. c. Tuli
campuran
kombinasi dari tuli senorineural dan tuli konduktif. Sebagai contoh adalah adanya
radang telinga tengah yang disertai komplikasi ke telinga bagian dalam. Selain itu,
permanen.
a. Trauma akustik
Trauma akustik ini terjadi apabila terdapat kerusakan organic telinga yang
diakibatkan karena adanya energy suara yang sangat besar. Rangsangan fisik yang
berlebihan seperti getaran dapat mencederai koklea sehingga akan merusak sel-sel
rambut pendengaran. Selain proses fisika, proses kimia jua dapat mengakibatkan
munculnya rangsangan pada sel-sel rambut seperti proses kimia bahkan bisa
Sastrowinoto, 1985).
perlahan ambang pendengaran tersebut kembali seerti semula. Hal ini dapat terjadi
27
selama beberapa menit, jam, hingga minggu setelah pemaparan terjadi. Kenaikan
ambang sementara ini mulanya terjadi pada frekuensi 4000 Hz, namun akan
pendengaran yang menetap ini dapat terjadi dalam kurun waktu 3,5 hingga 20
Nilai Gangguan
Penampilan Fungsi Nilai pada Audiometri
Pendengaran
Tidak ada masalah pendengaran 0– Normal Nilai audiometri pada kedua
telinga adalah <25 dB
Ketulian hanya terjadi pada satu 1= Gangguan Pada telinga yang sehat, nilai
telinga ringan audiometrinya adalah <25 dB
unilateral
28
Tuli yang disebabkan oleh bising akan mempengaruhi organ corti di bagian
koklea terutama pada bagian sel-sel rambut. Sel-sel rambut luar akan pertama kali
dan lamanya paparan (10-15 tahun). Stereosilia pada sel-sel rambut tersebut
dengan bertambahnya intensitas bising dan lamanya paparan, maka akan lebih
Akibat dari hilangnya stereosilia, sel-sel rambut yang mati tersebut akan
sel-sel rambut pada sel penunjang pun akan menjadi rusak pula. Hal iniakan
degenerasi pada syaraf yang berada di nucleus pendengaran pada batang otak
Proses terjadinya rusaknya sel-sel rambut hingga destruksi total organ corti
terjadi karena rangsangan bunyi yang berlebihan dan jangka waktu yang lama
degenerative pada struktur sel-sel rambut di bagian organ corti. Hal ini
proses yang lama, namun tersembunyi sehingga penderita menyadari pada tahap
Umumnya, sifat dan jenis bising yang ada di suatu industri bermacam-
macam. Kebisingan dapat berupa jenis yang kontinyu dan intensitas yang tetap
untuk jangka waktu lama, bising kontinyu yang lebih berbahaya dibandingkan
dengan bising intermittent. Kebisingan dengan frekuensi yang lebih tinggi akan
b. Lamanya Pajanan
Pada bidang industri, lama pajanan sehari yang diperkenankan adalah kurang
dari 8 jam sehari dengan tingkat kebisingan 85 dB. Semakin tinggi frekuensinya,
maka akan semakin besar pula kontribusinya terhadap kejadian gangguan fungsi
c. Umur
bertambahnya umur. Orang yang berumur lebih dari 40 tahun akan menjadi lebih
rentan mengalami ketulian akibat bising (Depkes RI, 2005). Tidak ada variasi
yang mencolok antara individu-individu baik dalam hal jumlah maupun dalam hal
tingkat hearing loss karena umur (Afrina, 2007). Namun, risiko terjadinya
30
gangguan fungsi pendengaran akibat bising pada usia >40 tahun akan bertambah 2
kali lebih besar dibandingkan usia <40 tahun (Scenihr, 2008). d. Kerentanan
Individu
kondisi yang sama dan terpapar kebisingan akan mengalami perubahan nilai
ambang pendengarannya yang berbeda. Hal itu disebabkan karena respon masing-
e. Penggunaan Earphone/Headset
Sumber utama pajanan suara atau bising pada remaja dan dewasa muda
adalah musik rock, musik diskotik, dan suara musik dari Personal Musik Players
Pada zona ini, PMP seperti handphone, MP3 player, atau iPod banyak
telinga. Pada survey pendahuluan yang dilakukan oleh Tuomi mengenai kebiasaan
handphone secara terus menerus dengan volume yang maksimal, setara dengan
suara mesin bor yang intensitasnya sampai dengan 96 dB (Mitaran, 2016). Pada
penelitian yang dilakukan Meyer Bisch tahun 1996 dalam Scenihr, ada perbedaan
f. Genetik
fungsi pendengaran dan tuli sensorineural yang disebabkan karena adanya defek
pada koklea. Hal ini juga dapat terjadi akibat adanya gangguan proses recycle
pada saat proses difusi berlangsung dan sekresi ion-ion kalium pada potassium
struktur telinga tengah dan atresia saluran telinga luar. Selain itu, anak dengan
orang tua yang memiliki ketulian genetik beresiko untuk terkena gangguan fungsi
resisif atau terkait dengan X. Sekitar 80% ketulian herediter terjadi secara
autosomal resesif, 15-20% autosomal dominan dan sisanya terjadi secara x-linked
32
dan mitokondria. Tuli herediter memiliki prevalensi 50% dari seluruh kejadian tuli
yang berbeda-beda. Sekitar 1% dari seluruh gen manusia terlibat dalam proses
menjadi ketulian non sindromik dan ketulian sindromik. Perubahan genetik ini
berupa mutasi gen tunggal atau kombinasi mutasi pada gen yang berbeda dan
faktor lingkungan. Sekitar 50% dari kasus gangguan fungsi pendengaran akibat
mutasi gen dan diturunkan kepada keturunannya (Bolton & Golding, 2015).
memiliki kaitan dengan kelainan fisik lainnya. Kebanyakan dari ketulian non
mengenai 1 dari 4000 orang, 70% dari kasus tuli genetik adalah ketulian
Tuli yang dialami seseorang akibat dari genetik atau herediter dapat
memperkirakan suatu penyakit. Hasil uji analisis bivariat dari penelitian tersebut
penduduk Dusun Sepang ini terjadi melalui transmisi autosomal resesif. Dapat
g. Penyakit Lain
Anak-anak akan lebih rentan terkena penyakit yang disebabkan oleh infeksi
virus, bakteri, parasit. Umumnya, infeksi telinga tengah adalah yang paling
banyak diderita oleh anak-anak di dunia. Infeksi pada telinga ini akan
menimbulkan cairan dan lendir di bagian liang telinga. Cairan dan lendir yang
fleksibel. Pada umumnya, infeksi telinga ini terjadi pada saat anak mengalami flu,
ketulian secara langsung, namun letak otak yang berdekatan dengan telinga dapat
akibat infeksi virus dapat terjadi hanya pada satu telinga saja ataupun keduanya.
Gangguan fungsi pendengaran akibat infeksi ini umumnya masuk ke dalam tipe
adalah otitis media, citomegalo virus, rubella, dan lainnya (Mitaran, 2016).
Ketulian yang diakibatkan oleh faktor non-genetik dapat terjadi pada masa
kehamilan dan pada saat lahir. Kehamilan trimester 1 merupakan periode kritis
karena infeksi dari bakteri dan virus dapat menyebabkan ketulian. Infeksi yang
Marshall, 2007). Penyebab ketulian pada saat lahir diakibatkan oleh bayi yang
lahir premature, bayi dengan berat badan lahir rendah, hyprbilirubinemia, asfiksia,
toksik pada struktur telinga seperti koklea, vestibulum, kanalis semisirkularis dan
seseorag, namun tentu saja bergantung pada jenis obat, dosis obat yang
2008).
Hasil studi yang dilakukan pada masyarakat US pada tahun 2004 menemukan
bahwa orang yang mengkonsumsi aspirin atau acetaminophen secara teratur > 2
kali per minggu memiliki risiko lebih besar mengalami gangguan fungsi
(Mitaran, 2016).
Uji Rinne dapat mengetahui jenis ketulian, apakah bersifat konduktif atau
udara terjadi melalui udara dekat dengan telinga dan melibatkan liang telinga dan
Batang garpu tala diletakkan pada prosesus mastoideus dan kaki garpu tala
membandingkan intensitas bunyi yang dapat didengar pada kedua posisi tersebut.
Seseorang yang menderita tuli konduktif akan mendengar bunyi yang lebih baik
jika garpu tala diletakkan di atas prosesus mastoideus, sedangkan pada seseorang
yang menderita tuli perseptif akan mengalami hal yang sebaliknya. Uji rinne
Uji Weber dilakukan dengan cara meletakkan tangkai garpu tala di atas
kepala pada pertengahan dahi. Gelombang bunyi yang dihasilkan dari garpu tala
yang dihasilkan garpu tala tersebut akan terdengar sama keras jika pendengaran
normal. Tuli konduktif pada satu telinga menyebabkan getaran yang didengar oleh
responden lebih kuat pada sisi yang sakit, sedangkan pada perspektif unilateral,
bunyi dari garpu tala akan terdengar lebih baik pada sisi telinga yang sehat.
tulangan yaitu komponen langsung dan tidak langsung. Pada komponen langsung,
pada saat getaran dari garpu tala yang ditempelkan pada mastoidnya sudah tidak
dapat didengar lagi. Setelah itu, pemeriksa akan memindahkan garpu talanya ke
37
mastoidnya sendiri dan menghitung berapa lama dia dapat merasakan getaran dari
Uji Schwabach ini dikatakan normal apabila hantaran getaran pada tulang
apabila telinga pemeriksa dapat mendengar bunyi dari garpu tala setelah
dikatakan meningkat atau memanjang, apabila hantaran tulang pasien lebih lama
Uji Bing merupakan aplikasi dari efek oklusi, dimana penala terdengar lebih
keras jika telinga normal ditutup. Apabila liang telinga ditutup dan dibuka secara
bergantian pada saat penala yang bergetar ditempelkan pada mastoideus, maka
telinga normal tersebut akan mendengar bunyi yang mengeras dan melemah (Bing
Salah satu cara pengukuran fungsi pendengaran adalah audiometri, alat ini
Intensitas bunyi yang dihasilkan dapat berubah-ubah dan diukur dalam satuan
desibe. Audiometer adalah alat elektrokustik yag menghasilkan bunyi uji dengan
38
ruangan yang kedap, serta pemeriksa yang terlatih. Pada saat dilakukan
pemeriksaan audiometri diperlukan adanya ruangan yang sunyi dan jauh dari
diperlukan ruangan yang sunyi dan jauh dari keramaian lalu lintas. Responden
terdengar hingga tidak terdengar lagi, nilai pengukuran kedua nilai ambang batas
untuk menekan tombol yang telah disediakan apabila mendengar suara walaupun
detik dan dimulai dengan frekuensi 1000 Hz sampai suara tidak terdengar.
Gambar 7. Audiometer
Ada banyak sumber kebisingan dan getaran yang dihasilkan dalam sistem
perkeretaapian. Kebisingan yang bersumber dari kereta api dapat berasal dari
beberapa hal, yaitu suara gesekan antara rel dan roda kereta yang menghasilkan
getaran dan suara, suara yang ditimbulkan ketika kereta melewati jembatan,
kebisingan dari aerodinamis kereta, suatu traksi yang berasal dari mesin diesel,
rem, dan kipas kereta, serta klakson kereta sebagai sinyal peringatan (Thompson,
2009). Beberapa sumber kebisingan yang berasal dari kereta api itu sendiri
1. Kebisingan Traksi.
Kebisingan ini berasal dari mesin diesel, kebisingan knalpot, mesin, dan
transmisi getaran.
eksternal.
kereta.
4. Kebisingan Aerodinamis
udara.
1. Kebisingan yang berasal dari bunyi klakson kereta api pada saat kereta akan
2. Kebisingan yang berasal dari gesekan mekanis antara roda kereta dengan rel,
3. Kebisingan yang berasal dari sistem pengapisan. Pada beberapa kereta api
yang masih menggunakan mesin diesel akan menimbulkan suara bising yang
4. Frekuensi mobilitas kereta. Hal ini berkaitan dengan jumlah kereta yang
2.5 Sekolah
proses pendidikan (Suwarno, 2006). Hal ini berarti bahwa lingkungan sebagai
tingkah laku individu dan merupakan faktor yang berperan penting dalam belajar
seorang siswa. Agar tujuan belajar dapat tercapai dengan prestasi belajar yang
dapat mempengaruhi konsentrasi belajar antara lain: suara, pencahayaan, dan suhu
(Wahyuningsih, 2013).
hubungan antara peubah respon yang memiliki dua kategori dengan satu atau
lebih peubah penjelas berskala kontinu atau kategori (Hosmer dan Lemesow,
1989). Model peluang regresi logistik dengan p faktor (peubah penjelas) adalah :
exp( 0 1 X 1 .... p X p )
E (Y x ) ( x)
1 exp( 0 1 X 1 .... p X p )
( x)
g ( x) ln
1 ( x)
42
g ( x ) 0 1 X 1 .... p X p
kategori dengan k nilai, maka peubah boneka sebanyak k-1. Maka model
g ( x ) 0 1 X 1 .... jn D jn p X p
i 1
I ( ) f (Y yi | xi )
in
i1
model, secara teknis digunakan metode kuadrat terkecil terboboti secara iterative
model dilakukan sebagai upaya untuk memeriksa kebaikan model. Uji kebaikan
model merupakan suatu pemeriksaan apakah nilai yang diduga dengan peubah
didalam model lebih baik atau akurat dibandingkan dengan model tanpa peubah
43
tersebut (Hosmer dan Lemeshow, 1989). Dengan kata lain diadakan pengujian
hipotesis
H0 : ß= ß1 2 = ß = ……. = ßp= 0
G 2 ln L 0
Lk
G
,TolakH0
Xp
2
Dengan L0= fungsi kemungkinan tanpa peubah penjelas dan Lk= fungsi
dengan derajat bebas p. Sedangkan untuk uji nyata parameter secara parsial dapat
Hipotesis:
H0: ßj= 0
H1 : ßj ? 0
^ ^
Dengan ß j merupakan penduga ßj dan s (ß j) adalah dugaan galat baku dari
^
ß j .Statistik ujiWald mengikuti sebaran normal baku. Menurut Hosmer dan
satu unit peubah bebas x yang disebut log odds. Log odds merupakan. beda antara
dua penduga. logit yang dihitung pada dua nilai (misal x = a dan x = b) yang
Dinotasikan sebagai :
x=0.
45
Bandar Lampung dan berada di dekat rel perlintasan kereta api. Setelah dilakukan
penelusuran melalui Google Maps, lokasi sekolah dasar yang berada dekat dengan
perlintasan kereta api adalah SDN 02 Kampung Baru dan SDN 01 Rajabasa Raya.
Jarak antara rel perlintasan kereta api dengan sekolah dasar tersebut adalah kurang
dari 30 meter. Penelitian ini menggunakan data primer yang dilaksanakan pada
Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah ATK berupa alat tulis
a. Audiometer
d. stowatch
g. Kuesioner
dihasilkan dari desain penelitian cross-sectional ini berupa data prevalensi (Murti,
2011).
Penelitian ini akan melihat pengaruh antara kebisingan yang dihasilkan oleh
kereta api dengan fungsi pendengaran siswa Sekolah Dasar kelas 4 dan 5 di SDN
02 Kampung Baru dan SDN 01 Rajabasa Raya kota Bandar Lampung dengan
dilakukan guna mendapatkan data kebisingan di dalam dan di ruang kelas SDN 02
oleh tenaga ahli bersertifikasi dari Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Moeloek.
Sedangkan Wawancara kepada responden yaitu siswa sekolah dasar yang meliputi
sebelumnya dijawab oleh orang tua dengan mengisi kuesioner yang telah
Pada penelitian ini variabel independen yang akan diteliti adalah kebisingan
No. Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
1. Gangguan Fungsi Suatu kondisi dimana terjadi Mencatat status gangguan Audiometer 1. Tidak ada Ordinal
Pendengaran penurunan daya dengar seseorang fungsi pendengaran yang gangguan
secara kuantitatif berdasarkan hasil dialami oleh responden 2. Ada gangguan
pemeriksaan audiometri dengan nilai berdasarkan hasil
ambang audiometri nada murni ≥25 pemeriksaan audiometri
dB pada frekuensi rata-rata 250, 500, nada murni
1000, 2000, 4000, 6000, 8000 Hz
(WHO, 1991).
2. Intensitas Kebisingan Tingkat bising atau suara yang Melakukan pengukuran Sound Level Pengukuran Numerik
diterima oleh seseorang sebagai nilai intensitas bising selama Meter kebisingan dalam
hasil konversi tingkat pajanan waktu tertentu yaitu satuan dB
kebisingan tertentu dan durasi waktu bukan pada saat jam
terpajan tertentu (Mitara, 2016) belajar mengajar
berlangsung dan
pengukuran dilakukan di
kelas-kelas yang telah
ditentukan
3. Lamanya paparan Lamanya siswa terpajan bising di Wawancara Kuesioner 1. <1,88 menit Ordinal
sekolah yang berasal dari sumber 2. ≥1,88 menit
kebisingan selama lebih dari 5 kali
dengan lama paparan >1 menit
(Sutopo, 2007)
4. Tempat Tinggal Kedekatan letak wilayah tempat Wawancara Kuesioner 1. >50 meter Ordinal
responden bermukim dengan sumber 2. <50 meter
kebisingan yaitu rel perlintasan kereta
api (Simanjuntak, 2012)
49
5. Riwayat Keturunan Adanya penyakit keturunan telinga Wawancara Kuesioner 1. Tidak ada Ordinal
pada responden yang berasal dari riwayat
keluarga, dengan garis keturunan ke keturunan
atas (orang tua, kakek nenek) penyakit
Ya : Jika responden memiliki riwayat telinga
penyakit telinga keturunan. 2. Ada riwayat
Tidak : Jika responden tidak memiliki keturunan
riwayat penyakit telinga turunan penyakit
telinga
6. Riwayat penyakit Responden pernah memiliki Wawancara Kuesioner 1. Tidak ada Ordinal
pendengaran penyakit/infeksi terkait riwayat
Sebelumnya pendengarannya yang didiagnosa oleh penyakit
dokter. telinga
Ya : Jika responden pernah memiliki 2. Ada riwayat
penyakit pendengaran sebelumnya penyakit
Tidak : Jika responden tidak pernah telinga
memiliki penyakit terkait
pendengarannya
7. Penggunaan earphone Kebisingan seseorang dalam Wawancara Kuesioner 1. Tidak Ordinal
atau headset mendengarkan musik, telepon atau 2. Ya
lainnya dengan menggunakan headset
atau earphone setiap hari atau selama
beberapa waktu tertentu, 2016).
Ya : Jika responden biasa
mendengarkan musik menggunakan
headset atau earphone
50
dilakukan (Hastono & Sabri, 2006). Populasi pada penelitian ini adalah seluruh
siswa-siswi kelas 4 dan kelas 5 yang bersekolah di sekolah dasar negeri yang
letaknya dekat dengan jalur perlintasan kereta api yaitu SDN 02 Kampung Baru
dan SDN 01 Rajabasa Raya. Adapun siswa kelas 1 dan 2 tidak dijadikan sebagai
diajukan peneliti, adapun kelas 6 tidak masuk dalam kriteria karena siswa kelas 6
diukur dan nantinya akan dipakai untuk menduga karakteristik dari suatu populasi
(Hastono & Sabri, 2006). Responden pada penelitian ini adalah siswa SD kelas 4
dan 5 dan berada di ruang kelas yang dekat dengan rel. Siswa sekolah dasar
langsung kepada responden yang dibantu oleh orangtuanya. Sampel penelitian ini
perempuan.
51
sample size. dengan menggunakan rumus perhitungan besar sampel survei yaitu
simple random sampling (Lemeshow et. al, 1997). Dikarenakan besarnya populasi
diketahui atau terbatas (finite), maka rumus ukuran sampel untuk menaksir sebuah
57
Keterangan :
P = Proporsi populasi yang diharapkan = 24% (0,24)
q = 1-P→0,76
d = Tingkat presisi yang sebesar 10% = 0,1
Z 1-α/2 = Tingkat kepercayaan yang sebesar 95 % = 1,96 untuk
α=0,05 n = Jumlah sampel
N = Banyaknya populasi = 291
populasi pada kedua sekolah yang berjumlah 291. Setelah dilakukan perhitungan
adanya sampel yang keluar dari penelitian ini, maka jumlah sampel ditambah
untuk SDN 02 Kampung Baru dan SDN 01 Rajabasa Raya adalah 1:4,2.
Kampung Baru adalah 12 siswa dan SDN 01 Rajabasa Raya adalah 51 siswa
kertas dan menentukan secara acak dengan cara menjatuhkan kertas yang
Tabel 5.
Proporsi Jumlah Responden Pada Tiap Kelas di SDN 02 Kampung Baru
dan SDN 01 Rajabasa Raya
data intensitas kebisingan yang berasal dari kereta api dan diukur bukan pada saat
telinga kanan dan kiri, serta wawancara kepada siswa sekolah dasar dan kuesioner
Persiapan penelitian ini dimulai dari penentuan sekolah dan responden serta
responden setelah jam belajar selesai, yang meliputi wawancara dan pemeriksaan
untuk semua responden jumlah waktu yang dibutuhkan untuk wawancara adalah
pukul 11.30 yang dilakukan di SDN 01 Rajabasa Raya dan SDN 02 Kampung
Baru. Penjabaran dari masing masing pengumpulan data adalah sebagai berikut:
1. Wawancara
individu yang meliputi data usia, jenis kelamin, tempat tinggal, lamanya
untuk disampaikan kepada orang tuanya. Bagi yang setuju maka dilanjutkan
54
responden dirahasiakan.
Jika ada lembar informed consent belum memenuhi maka mencari responden
2. Pengukuran Audiometri
audiometer merk Elkon Tipe Eda 3N3 mille. Audiometer ini dilakukan
dengan membuat bilik kedap suara sebagai tempat pemeriksaan. Tahapan dari
b. Persiapan Responden
perlu mengetahui apayang harus didengar dan tanda apa yang harus
3. Pengukuran Kebisingan
Integrating Souns Level Meter atau SLM merk Braun dan Kjaer tipe 2250.
dan SDN 02 Kampung Baru berada di ruang kelas 4 dan 5 yang ada di lantai 1
masing area pengukuran terdiri dari 5 titik sehingga di seluruh area sekolah
ruang kelas berukuran panjang 7,8 meter dan lebar 6,7 meter. Titik
pengukuran kebisingan pada titik A diambil dari tembok yang paling dekat
dengan perlintasan kereta api, sedangkan titk G merupakan area yang paling
jauh dengan perlintasan kerata api. Adapun kondisi bangunan yang dapat
tersedianya jendela sekolah yang terbuat dari kaca dengan lubang ventilasi
yang dilakukan di titik-titik yang sudah ditentukan. Masing masing titik ada
yang di dalam kelas dan di luar kelas. Hal ini dimaksudkan agar nilai
kebisingan yang didapat murni berasal dari bising kereta api yang melintas.
Metode pengukuran dilakukan selama 10 menit untuk setiap titik. Nilai yang
digunakan adalah nilai ekuivalen yang diartikan sebagai tekanan bunyi yang
stabil dimana pada periode tertentu memiliki energi yang sama dengan
Survei Pendahuluan
Perencanaan Penelitian
Izin Penelitian
Penentuan Sampel
Setuju
Sampel Penelitian
Pengumpulan Data
Pengukuran
1. Intensitas kebisingan
Wawancara 2. Fungsi pendengaran
1. Lama paparan bising
2. Tempat tinggal
3. Riwayat keturunan dalam
keluarga Analisis Data
4. Riwayat infeksi telinga
5. Penggunaan earphone/headset
Analisis Data
3.9.1 Univariat
penelitian ini adalah jenis kelamin, lamanya paparan, tempat tinggal, riwayat
uji chi square. Pengujian hipotesis mengunakan derajat kepercayaan 95%. Hasil
(p-value) ≤0,05 maka hipotesis diterima dan jika (p-value) >0,05 maka hipotesis
ditolak yang berarti tidak ada hubungan yang bermakna (Hastono, 2001). Odds
ratio (OR) akan diperoleh dari hasil perhitungan chi square yang menjelaskan
kelompok yang memiliki resiko lebih besar dengan melihat odds kelompok
dengan analisis regresi logit. Model logit dirancang untuk melakukan prediksi
merupakan campuran antara variabel diskrit dan kontinyu dan distribusi data yang
µ = A+ b1X1+b2X2 +bkXk
Hosmer and Lemeshow’s goodness of fit test. Jika nilai Hosmer and Lemeshow’s
goodness of fit test statistik sama dengan atau kurang dari 0,05, maka hipotesis nol
ditolak yang berarti ada perbedaan signifikan antara model dengan nilai
observasinya, yang goodness fit model tidak baik, karena model tidak dapat
goodness of fit lebih besar dari 0,05, maka hipotesis nol tidak dapat ditolak dan
5.1 Kesimpulan
api ≥55 dB. Peta kontur kebisingan memperlihatkan bahwa jarak antara
tingkat kebisingan >55 dB. Jarak antara SDN 01 Rajabasa Raya dan 02
Kampung Baru Bandar Lampung dengan perlintasan kereta api berkisar antara
20-24 m sehingga paparan tingkat kebisingan mencapai >55 dB. Akibat dari
pendengaran pada siswa SDN 01 Rajabasa Raya dan SDN 02 Kampung Baru
pv=0,000)
5.2 Saran
pendengaran bagi siswa secara berkala minimal satu tahun sekali, perlunya
alat pereduksi sumber kebisingan agar kebisingan yang dihasilkan tidak tinggi
lebih dari 104 m dari sumber bising perlintasan kereta api. Khusus untuk SDN
pembangunan lokasi pendidikan di tempat baru dengan jarak lebih dari 104 m
dari perlintasan kereta api. Pemerintah perlu meninjau ulang lokasi pendidikan
khususnya untuk anak anak sekolah dasar yang berada terlalu dekat dengan
perlintasan kereta api karena akan memberikan efek kesehatan dalam kurun
kereta api perlu melakukan upaya untuk mengurangi kebisingan dengan cara
terutama pada tanaman yang memiliki kerimbunan dan kerapatan daun yang
cukup dan merata mulai dari permukaan tanah hingga ketinggian yang
diharapkan. Untuk itu, perlu diatur suatu kombinasi antara tanaman penutup
tanah, tanaman perdu, dan pohon berdaun hijau dan lebat seperti sejenis pohon
akasia, flamboyan, pohon ulin atau beringin untuk halaman sempit bisa
pada siswa.
105
DAFTAR PUSTAKA
Alberti 2002. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. Jakarta: PT. Gramedia.
Arsyad. 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorokan, Kepala
& Leher. Ed. 6. Jakarta : Penerbit FK UI.
Bolton & Golding, 2015 Sistem Instrumentasi dan Sistem Kontrol .Jakarta :
Penerbit Erlangga.
Cody & Thane, 1991; Prevalence of Noise induced Hearing Loss in Student
Musicians: International Journal of Audiology 49:309-316.
Departemen Kesehatan RI, 1987 Permenkes No. 718/ MEN/ Kes/ Per/ 1987
Tentang kebisingan yang Berhubungan dengan Kesehatan, Jakarta:
106
Faller, A. & Schuenke, M., 2004. The Human Body: An Introduction to Structure
and Function. New York:Thieme.
Ghozali, Imam. 2001. Aplikasi Analisis Multivariat dengan Program IBM SPSS.
Edisi 7. Semarang: Penerbit Universitas Diponegoro
Hastono dan Sabri, 2006. Statistik Kesehatan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Jacky, Oetoro 2011. Gangguan Pendengaran Akibat Bising. dalam buku Ajaran
Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher, Edisi ke-6.
Jakarta: Balai Penerbit FK UI.
Kementerian RI, 2006. Keputusan menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 428
Tahun 2006 Tentang Pedoman Manajemen Kesehatan Indera
Penglihatan dan pendengaran. Jakarta.
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 48 Tahun 1996 tentang Nilai Ambang
Batas Kebisingan di Kawasan atau wilayah.
Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 51 Tahun 1999. Tentang NAB Faktor
Risiko di Tempat Kerja. Jakarta.
Kusumawati, 2012. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta. PT. Toko
Gunung Agung. 2009
Mudd, Oghalai JS dan Brownell WE, 2012. Anatomy and physiology of the ear In
Lalwani, Current Diagnosis & Treatment in Otolaryngology Head
and Neck Surgery. New York: McGraw-Hill Company 577-95.
Prayoga, Chahaya, I & Dharma, S., 2011. Analisis Tingkat Kebisingan pada
Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan Medan Baru dan Kecamatan
Medan (Jurnal Penelitian) Petisah Tahun 2011. USU.
Kowalska and Davis, 2012, Statistical Methods 6th ed, Ames, IA: Iowa State
University Press.
Hardini, Sutopo, M. N., Rianto, B. U. D. and Ng, N. 2012. Hubungan Antara
Intensitas Kebisingan Aktivitas Penerbangan, Berita Kedokteran
Masyarakat, (Jurnal Penelitian) 23(718), pp.12–20.
109
Tarwaka, Solichul HA. Bakri dan Lilik Sudiajeng. 2004. Ergonomi Untuk
Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Produktivitas, Uniba Press,
Surakarta
Tipler, Paul A. 1998. Noise and hearing impairment. In: Levy BS, Wegman DH,
editors. Occupational health. 3rd ed. New York. USA: Little, Brown