Anda di halaman 1dari 34

PENGGUNAAN EKSTRAK RUMPUT LAUT DAN URINE SAPI SEBAGAI

SUMBER HARA PADA BUDIDAYA SELADA (Lactuca sativa L.) SISTEM


HIDROPONIK

PROPOSAL

Oleh:

ST. FADHILLAH ARSANI


NIM. D1B116071

JURUSAN/PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2020
PENGGUNAAN EKSTRAK RUMPUT LAUT DAN URINE SAPI SEBAGAI
SUMBER HARA PADA BUDIDAYA SELADA (Lactuca sativa L.) DALAM
SISTEM HIDROPONIK

Proposal
diajukan kepada Fakultas Pertanian
untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan studi
pada Jurusan/Program Studi Agroteknologi

ST. FADHILLAH ARSANI


NIM. D1B116071

JURUSAN/PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2020

ii
HALAMAN PENGESAHAN

Judul : Penggunaan Ekstrak Rumput Laut dan Urine Sapi sebagai


Sumber Hara pada Budidaya Selada (Lactuca sativa L.)
dalam Sistem Hidroponik
Nama : St. Fadhillah Arsani
Nim : D1B116071
Program Studi : Agroteknologi

Menyetujui;

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. La Ode Muh. Harjoni KW, S.P., M.Si. Dr. Ir. Tresjia Corina Rakian, M.P.
NIP. 19690601 199903 1 002 NIP. 19631112 198902 2 001

Mengetahui,

Ketua Jurusan/Program Studi


Agroteknologi,

Dr. Nini Mila Rahni, S.P., M.P.


NIP. 19761027 200604 2 001

Tanggal Disetujui: September 2020

iii
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wa rahmatullahi Wa barakatuh.

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah membimbing

manusia dengan petunjuk–Nya sebagaimana yang terkandung dalam Al Quran dan

sunnah. Adapun judul dalam penulisan proposal penelitian ini adalah “Penggunaan

Ekstrak Rumput Laut dan Urine Sapi sebagai Sumber Hara pada Budidaya Selada

(Lactuca sativa L.) dalam Sistem Hidroponik”. Proposal penelitian disusun untuk

memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan studi di Jurusan Agroteknologi

Fakultas Pertanian Universitas Halu Oleo.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Dr. La Ode Muh. Harjoni

Kilowasid, S.P., M.Si. Selaku Pembimbing I dan Dr. Ir. Tresjia Corina Rakian, M.P.

Selaku Pembimbing II yang telah banyak memberikan saran dan pemikiran dalam

penulisan penyusunan proposal penelitian ini. Oleh karena itu penulis mengharapkan

kritik dan saran dari berbagai pihak dalam perbaikan penyusunan proposal penelitian

ini. Sekian terimakasih.

Wassalamualaikum Wa rahmatullahi Wa barakatuh.

Kendari, September 2020

St. Fadhillah Arsani

iv
DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Sampul............................................................................................ i
Halaman Judul................................................................................................ ii
Halaman Pengesahan..................................................................................... iii
Kata Pengantar............................................................................................... iv
Daftar Isi.......................................................................................................... v
Daftar Gambar................................................................................................ vi
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang....................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................. 4
1.3 Tujuan dan Kegunaan............................................................................ 5
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Deskripsi Teori....................................................................................... 6
2.1.1 Karakteristik Tanaman Selada........................................................... 6
2.1.2 Syarat Tumbuh Tanaman Selada....................................................... 7
2.1.3 Rumput Laut Eucheuma cottonii....................................................... 8
2.1.4 Urine Sapi.......................................................................................... 10
2.1.5 Hidroponik......................................................................................... 12
2.2 Kerangka Pikir...................................................................................... 13
2.3 Hipotesis................................................................................................ 15
III. METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian................................................................. 16
3.2 Alat dan Bahan....................................................................................... 16
3.3 Rancangan Penelitian............................................................................. 16
3.4 Prosedur Penelitian................................................................................ 17
3.4.1 Pembuatan Sistem Hidroponik........................................................... 17
3.4.2 Persiapan Media dan Pot Tanaman.................................................... 17
3.4.3 Pembuatan Larutan Nutrisi Hidroponik............................................. 17
3.4.3.1 Pembuatan Larutan Hara.................................................................. 17
3.4.3.2 Ekstrak Rumput Laut....................................................................... 18
3.4.3.3 Urine Sapi........................................................................................ 19
3.4.4 Persiapan Bibit.................................................................................... 19
3.4.5 Pemindahan Tanaman......................................................................... 19
3.5 Variabel Penelitian................................................................................. 20
3.6 Analisis Data.......................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

v
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Bagan Alur Kerangka Pikir Penelitian........................................................15

2. Proses Pembuatan Larutan Hara (AB mix).................................................18

3. Proses Pembuatan Ekstrak Rumput Laut 100%..........................................19

vi
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pangan fungsional menjadi isu penting dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi

dan petunjuk diet dalam mencegah defisiensi mineral dan untuk mendukung

pertumbuhan, pemeliharaan dan pertumbuhan tubuh penduduk (Roberforoid, 2002).

Penggunaan pangan fungsional sering dikaitkan dengan kandungan vitamin, mineral,

dan antioksidan dari bahan pangan yang dikonsumsi. Bahan pangan yang cukup

mengandung vitamin, mineral dan antioksidan umumnya berasal dari sayuran daun,

di antara selada (Lactuca sativa L.). Selada mengandung gizi dan vitamin antara lain

Kalsium, Fosfor, Besi, Vitamin A, B dan C (Setyaningrum dan Saparinto, 2011).

Kandungan yang terdapat dalam daun selada berperan dalam perbaikan diet karena

mengandung serat dan selulosa yang dapat melancarkan pencernaan. Selain itu, daun

selada juga berperan dalam bidang kesehatan seperti mengontrol gula darah,

mengatasi insomnia, membuang racun pada tubuh, mencegah pengeroposan tulang,

menyehatkan mata, meningkatkan sistem kekebalan tubuh dan menyehatkan jantung.

Selada beperan penting sebagai sumber pangan fungsional, sehingga

menjadikannya sebagai salah satu komoditi hortikultura komersial yang baik.

Semakin bertambahnya jumlah penduduk Indonesia, serta meningkatnya kesadaran

penduduk akan kebutuhan gizi menjadi pemicu terhadap bertambahnya permintaan

akan sayuran yang mengandung vitamin dan mineral untuk melengkapi sumber

makanan pokok (Nazaruddin, 2003). Berdasarkan nilai ekonominya relatif tinggi,

serta permintaan pasar yang cukup banyak membuat sistem budidaya tanaman selada
2

semakin digandrungi, khususnya pertanian di daerah urban/kota. Berdasarkan data

Badan Pusat Statistik yang dipublikasikan pada tahun 2017 menunjukkan bahwa

produksi daun selada di Indonesia pada tahun 2015 dan 2016 meningkat sebesar

1.004 ton sedangkan pada tahun 2016 dan 2017 pertumbuhan produksi daun selada

meningkat jauh yaitu sebesar 26.407 ton.

Sistem budidaya sayuran yang dilakukan masyarakat Indonesia umumnya

berbasis tanah sebagai media tumbuh. Penerapan sistem budidaya semacam ini

terhadap selada, pencapai kualitas hasil panennya kurang memuaskan petani

pembudidayanya. Untuk memperbaiki kualitas hasil panen yang dapat memuaskan

petani, saat ini telah berkembang teknologi budidaya selada menggunakan sistem

hidroponik, di mana larutan hara sesuai sebagai media tanam. Melalui sistem

hidroponik ini, ketersediaan hara dan lingkungan pertumbuhan selada lebih

terkontrol. Dengan pengembangan teknologi, kombinasi sistem hidroponik mampu

mendayagunakan air, nutrisi, pestisida secara nyata lebih efisien (minimalis sistem)

dibandingkan dengan kultur tanah (terutama untuk tanaman berumur pendek).

Penggunaan sistem hidroponik tidak mengenal musim dan tidak memerlukan lahan

yang luas dibandingkan dengan kultur tanah untuk menghasilkan satuan

produktivitas yang sama (Lonardy, 2006).

Larutan nutrisi menjadi salah satu faktor penentu yang paling penting dalam

menentukan hasil dan kualitas tanaman. Budidaya sayuran daun secara hidroponik

umumnya menggunakan larutan hara berupa larutan hidroponik komersial (AB mix).

Permasalahannya, saat ini penggunaan larutan hara AB mix memerlukan biaya yang

relatif tinggi. Masyarakat umum memandang bahwa teknologi secara hidroponik


3

memiliki nilai ekonomi yang cukup besar dalam hal perawatan dan harga pupuk.

Untuk itu, upaya alternatif untuk mengefisienkan penggunaan larutan hara komersial

dalam pengembangan teknologi hidroponik sangat diperlukan melalui pemanfaatan

beberapa sumber hara dengan harga yang relatif lebih murah. Upaya ini dimaksudkan

dalam rangka agar petani kecil yang memiliki keterbatasan sosial dan ekonomi juga

dapat menerapkan budidaya sayuran, khsusnya selada melalui sistem hidroponik.

Mayoritas masyarakat memelihara hewan ternak sapi sebagai hewan

peliharaannya, namun limbahnya seperti urine belum dikelola dengan baik dan

cenderung menjadi sumber pencemaran udara disekitar lingkungan tersebut.

Penggunaan urin sapi sebagai pupuk organik juga memberikan keuntungan

diantaranya harga relatif murah, mudah didapat dan diaplikasikan, serta memiliki

kandungan hara yang dibutuhkan tanaman. Kandungan urin sapi antara lain Nitrogen

(N) : 1,4 hingga 2,2%, fosfor (P) : 0,6 hingga 0,7%, dan kalium (K) 1,6 hingga 2,1%.

Mardalena (2007) melaporkan penggunaan konsentrasi urine sapi yang telah

difermentasi 25 cc/liter air dan 50 cc/liter air memberikan pengaruh signifikan

terhadap umur berbunga, jumlah bunga betina, umur panen dan jumlah cabang

produktif tanaman mentimun.

Rumput laut telah menjadi komoditas perikanan bagi sejumlah petani rumput

laut di Sulawesi Tenggara. Rumput laut tidak hanya sebagai sumber karaginan,

namun juga dapat digunakan sebagai biofertilizer dan biostimulan pada tanaman

yang mampu mempengaruhi perkecambahan, pertumbuhan, perkembangan dan

produksi tanaman. Kandungan mineral dalam biomassa rumput laut meliputi Ca

sebanyak 1.540,66 mg/100 g, P sebanyak 474,03 mg/100 g, dan Fe sebanyak 132,65


4

mg/100 g (Handayani et al., 2004). Senyawa lain yang terkandung dalam ekstrak

rumput laut adalah polisakarida (galactan, fucoidan, alginat dan laminarin), protein

(lectin), asam lemak tak jenuh, pigmen (klorofil, karatenoid dan fikobiliprotein),

polyphenols (asam fenolat, flavonoids, asam cinnamon, isoflavon, asam benzoat,

lignan dan quercetin), unsur hara makro (K, Mg, Ca dan Na) serta fitohormon

(sitokinin, auksin, giberelin dan asam absisat) (Chojnacka et al., 2012).

Penyemprotan ekstrak rumput laut dengan kandungan unsur hara mikro (Co,

B, Mo, Zn dan Cu) maupun makro, serta hormon pemacu tumbuh (auksin, giberelin

dan sitokinin) dapat meningkatkan kemampuan akar tanaman untuk menyerap hara,

meningkatkan ketebalan batang serta memperkuat pertumbuhan vegetatif dan akar

tanaman. Tidak seperti halnya pupuk kimia, ekstrak rumput laut dapat terdegradasi

secara alami, tidak beracun, tidak mengontaminasi dan aman terhadap manusia dan

hewan. Pemanfaatan rumput laut sebagai pupuk atau bahan tambahan pupuk

diharapkan dapat menjadi alternatif pemecahan permasalahan lingkungan karena

aman bagi mikroba tanah maupun tanaman dan juga meningkatkan nilai ekonomi

rumput laut di Indonesia.

Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini dianggap perlu dilakukan

dalam rangka untuk mengetahui pengaruh penggunaan ekstrak rumput laut dan urine

sapi terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman selada (Lactuca sativa L.) dalam

sistem hidroponik.

1.2. Rumusan Masalah


5

Berdasarkan uraian latar belakang, maka rumusan masalah dalam penelitian

ini adalah :

1. Apakah penggunaan ekstrak rumput laut dan urine sapi dapat mensubtitusi larutan

hara komersial terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman selada dalam sistem

hidroponik?

2. Berapakah besar dosis larutan hara komersial yang dapat disubtitusi oleh larutan

ekstrak rumput laut dan urine sapi terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman

selada dalam sistem hidroponik?

1.3. Tujuan dan Kegunaan

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui pengaruh subtitusi larutan hara komersial dengan ekstrak

rumput laut dan urine sapi terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman selada

dalam sistem hidroponik.

2. Untuk memperoleh dosis larutan hara komersial yang dapat disubtitusi dengan

dosis ekstrak rumput laut dan urine sapi terhadap pertumbuhan dan produksi

tanaman selada dalam sistem hidroponik.

Kegunaan dari penelitian ini yaitu sebagai sumber informasi bagi petani dan

peneliti selanjutnya, khususnya mengenai penggunaan ekstrak rumput laut dan urine

sapi terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman selada dalam sistem hidroponik.
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Deskripsi Teori

2.1.1. Karakteristik Tanaman Selada

Selada adalah tanaman yang termasuk dalam famili Asteraceae (Sunarjono,

2014). Selada memiliki daun yang bergerigi dan berombak, berwarna hijau segar dan

ada juga yang berwarna merah (Supriati dan Herliana, 2014). Klasifikasi tanaman

selada menurut (Saparinto, 2013) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae
Super divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Asterales
Famili : Asteraceae
Genus : Lactuca
Spesies : Lactuca sativa L.
Selada memiliki banyak kandungan gizi yaitu serat, provitamin A

(karotenoid), kalium dan kalsium (Supriati dan Herliana, 2014). Daun selada

memiliki bentuk, ukuran dan warna yang beragam tergantung varietasnya. Tinggi

tanaman selada berkisar antara 20 – 30 cm. Selada memiliki sistem perakaran

tunggang dan serabut. Akar serabut menempel pada batang dan tumbuh menyebar ke

semua arah pada kedalaman 20 – 50 cm atau lebih (Novriani, 2014).

Tanaman selada termasuk jenis tanaman sayuran daun dan tergolong ke

dalam tanaman semusim (berumur pendek). Tanaman selada ada yang membentuk

krop (kumpulan daun-daun yang saling merapat membentuk kepala) dan ada varietas

yang tidak membentuk krop. Selada memiliki sistem perakaran tunggang dan
7

serabut. Akar serabut menempel pada batang dan tumbuh menyebar ke semua arah

pada kedalaman 20 – 50 cm atau lebih. Daun selada memiliki bentuk, ukuran dan

warna yang beragam tergantung varietasnya.

Umur panen selada berbeda-beda menurut kultivar dan musim, umumnya

berkisar 30 – 85 hari setelah pindah tanam. Bobot tanam sangat beragam, mulai dari

100 – 400 g. Panen yang terlalu dini memberikan hasil panen yang rendah dan panen

yang terlambat dapat menurunkan kualitas. Secara umum selada yang berkualitas

bagus memiliki rasa yang tidak pahit, aromanya menyegarkan, renyah, tampilan fisik

menarik serta kandungan seratnya rendah.

2.1.2. Syarat Tumbuh Tanaman Selada

Selada dapat tumbuh di dataran tinggi maupun dataran rendah. Namun,

hampir semua tanaman selada lebih baik diusahakan di dataran tinggi. Pada

penanaman di dataran tinggi selada cepat berbunga. Bila ditanam di dataran rendah

memerlukan pemeliharaan intensif dan cenderung lebih cepat berbunga dan berbiji.

Tanaman selada kurang tahan terhadap sinar matahari langsung, sehingga

memerlukan naungan (Nazarudin, 2000). Daerah yang cocok untuk penanaman

selada pada ketinggian sekitar 500-2000 mdpl dan suhu optimum bagi

pertumbuhannya adalah 15 – 20°C, curah hujan antara 1000 – 1500 mm per tahun

dan kelembaban 60 – 100% (Pracaya, 2002), ph yang dikehendaki tanaman selada

sebaiknya netral (6,5 – 7).

Budidaya selada secara hidroponik di dalam green house termasuk mudah

dikerjakan. Hal penting yang harus diperhatikan yaitu suhu dalam green house. Suhu
8

udara di atas 25°C dapat mengakibatkan boalding tipburn, warna daun pucat dan

rendahnya perkecambahan. Selain itu juga, komposisi larutan hara harus tepat.

2.1.3. Rumput Laut Kappaphycus Alvarezii

a. Klasifikasi Rumput Laut Kappaphycus Alvarezii

Kingdom : Plantae
Divisio : Rhodophyta
Kelas : Rhodophyceae
Ordo : Gigartinales
Famili : Solieriaceae
Genus : Kappaphycus
Spesies : Kappaphycus Alvarezii (Anggadiredja, 2011).

Kappaphycus Alvarezii merupakan karaginofit yang paling banyak

dibudidayakan di indonesia. Kappaphycus ini memiliki thallus berbentuk silindris,

permukaan licin, warna hijau, kuning, abu-abu atau merah. Penampakan tallus

bervariasi mulai dari bentuk sederhana sampai kompleks. Percabangan ke berbagai

arah dengan cabang-cabang utama keluar saling berdekatan ke daerah basal

(Pangkal). Cabang-cabang pertama dan kedua tumbuh dengan membentuk rumpun

yang rimbun dengan ciri khusus mengarah ke arah datangnya sinar matahari (Singgih

et al., 2014).

Rumput laut secara langsung dapat digunakan sebagai pupuk organik atau

dicampur dengan pupuk lainnya seperti pupuk kompos dan kimia. Keistimewaan

rumput laut sebagai pupuk organik dikarenakan rumput laut mengandung ZPT yang

berfungsi meningkatkan produksi buah, sayuran dan bunga. (Basmal, 2009).


9

b. Kandungan dan Pengaruh Rumput Laut terhadap Pertumbuhan Tanaman

Rumput laut mempunyai prospek yang baik untuk dikembangkan sebagai

bahan pupuk organik cair karena keunggulannya yang kaya unsur hara mikro dan zat

pengatur tumbuh yang berguna untuk memacu pertumbuhan dan meningkatkan

produksi tanaman (Loppies dan Yumas, 2017). Basmal (2010) melaporkan bahwa

rumput laut mengandung hara mikro yang terdiri dari nitrogen 1,00%, fosfor 0,05 %,

kalium 10,00 %, mg 0,80 %, sulfur 3,70 %, senyawa organik 50–55 % dan Abu 45–

50 %. Aplikasi ekstrak berbeda jenis telah dilaporkan meningkatkan toleransi

tanaman terhadap kekeringan dan suhu ekstrem. Kini ekstrak rumput laut telah

diterima lebih luas sebagai biostimulan tanaman.

Montano dan Tupas (1990) menyatakan rumput laut banyak mengandung

auksin, giberelin serta sitokinin yang berperan dalam memacu pertumbuhan tanaman

spesies lain. Zat pengatur tumbuh tersebut berperan hampir pada semua proses

pertumbuhan, Dwidjoseputro (1986) menyatakan bahwa auksin berpengaruh

terhadap pemanjangan sel, pertumbuhan akar, perkembangan tunas, kegiatan sel-sel

meristem, pembentukan bunga dan buah serta mampu mencegah gugurnya daun dan

buah. Heddy (1986) menambahkan bahwa giberelin dapat merangsang pertumbuhan

batang, meningkatkan luas daun beberapa jenis tumbuhan, mendorong pembentukan

buah partenokarpi, serta memecahkan dormansi biji dan tunas pada sejumlah

tanaman. Hormon sitokinin berperan dalam memacu pembelahan sel pada titik

tumbuh tanaman, membantu sintesis protein serta menunda proses penuaan (Bidwell,

1979).
10

Hal tersebut didukung oleh Ibrahim (2011), hasil penelitian menunjukkan

bahwa ekstraksi rumput laut sebagai pupuk organik cair memberikan pengaruh nyata

terhadap pertumbuhan tanaman padi. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa

ekstraksi rumput laut juga meningkatkan serapan nitrogen, fosfor dan kalium

tanaman secara nyata.


11

2.1.4. Urine Sapi

Urine sapi mengandung unsur N, P, K dan Ca yang cukup tinggi dan dapat

meningkatkan ketahanan tanaman terhadap serangan penyakit (Phrimantoro, 2002).

Urine sapi mengandung hormone IAA (Indole Acetate Acid) yang berfungsi sebagai

hormon untuk perkembangan sel sehingga pertumbuhan tanaman akan lebih cepat.

Nitrogen dalam urine sapi berbentuk senyawa amoniak sehingga memberikan

pengaruh negatif terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman karena suhunya yang

tinggi. Suhu ini dapat diturunkan dengan menurunkan kadar amoniak dalam urine

sapi dengan cara fermentasi, baik menggunakan bakteri pengurai atau dengan cara

menyimpan urine tersebut. Penggunaan urine sapi sudah mulai populer dikalangan

petani karena permintaan produk pertanian organik yang terus meningkat (Rizki et

al., 2014).

Said (2014), yang menyatakan bahwa beberapa manfaat dari unsur hara yang

terdapat dalam urine sebagai pupuk organik cair adalah sebagai berikut:

1. Nitrogen (N)

Unsur nitrogen dalam pupuk organik cair diperlukan untuk pertumbuhan dan

perkembangan bagian vegetatif tanaman seperti daun, batang, akar, berperan penting

dalam pembentukan hijau daun untuk terlaksananya proses fotosintesis, pembentukan

protein, lemak dan berbagai persenyawaan organik, meningkatkan mutu tanaman

penghasil daun-daunan serta mengembangbiakkan mikroorganisme dalam tanah.


12

2. Fosfor (P)

Unsur hara fosfor dalam pupuk organik cair juga memiliki peranan yang

sangat penting yaitu, merangsang pertumbuhan akar, khususnya akar benih/tanaman

muda, mempercepat serta memperkuat pertumbuhan tanaman muda menjadi tanaman

dewasa serta menaikkan persentase bunga menjadi buah atau biji, membantu

asimilasi dan pernapasan sekaligus mempercepat perbungaan dan pemasakan buah,

biji, sebagai bahan mentah untuk pembentukan berbagai protein.

3. Kalium (K)

Unsur kalium berfungsi dalam membantu pembentukan protein dan

karbohidrat, mempercepat tumbuh tanaman, mengeraskan jerami dan bagian kayu

yang layu, meningkatkan daya tahan tanaman terhadap kekeringan dan penyakit serta

meningkatkan mutu biji/buah.

4. Magnesium (Mg)

Salah satu unsur hara yang dapat hilang ataupun berkurang adalah unsur hara

magnesium. Magnesium merupakan salah satu ion logam yang terdapat dalam

molekul klorofil dan merupakan inti klorofil. Magnesium berfungsi sebagai salah

satu bagian enzim yang disebut organik Pyrophophatase dalam proses pembentukan

buah. Tanpa magnesium maka tidak terbentuk klorofil dan tidak akan terjadi proses

fotosintesa dan metabolisme (Siregar et al., 2015).

5. Besi (Fe)

Besi dibutuhkan untuk sintesis klorofil dan merupakan bagian sitokron yang

esensial yang berperan sebagai pembawa elektron dalam fotosintesis dan respirasi.

Besi berperan penting dalam pembentukan karbohidrat, lemak dan protein. Peran
13

besi sangat penting dalam tumbuh kembang tanaman, jika unsur ini tidak tersedia

pada tanah maka tanaman akan layu dan mati.

2.1.5. Hidroponik

Hidup sehat dengan cara kembali ke alam sedang menjadi kebiasaan baru

bagi masyarakat. Kecenderungan konsumen dalam memilih hasil produksi tanaman

dan makanan di kota-kota besar adalah mencari produk dengan nilai tambah terhadap

manfaat kesehatan, berpenampilan menarik dan dengan harga yang rasional. Produk-

produk tersebut sebagian besar dapat terpenuhi oleh produk hidroponik. Hidroponik

atau hydroponics, berasal dari bahasa latin yang terdiri atas kata hydro yang berarti

air dan kata ponos yang berarti kerja, sehingga hidroponik dapat diartikan sebagai

suatu pengerjaan atau pengelolaan air sebagai media tumbuh tanaman tanpa

menggunakan media tanah sebagai media tanam dan mengambil unsur hara mineral

yang dibutuhkan dari larutan nutrisi yang dilarutkan dalam air (Prakoso, 2010).

Sistem hidroponik dibanding dengan media tanah memiliki kelebihan yaitu

kebersihannya lebih mudah terjaga, tidak memerlukan pengelolaan tanah (lahan),

penggunaan pupuk dan air lebih efisien, tidak tergantung musim (hasil panen dapat

diperoleh ± 2 – 3 bulan), tidak menggunakan pestisida, tingkat produktivitas dan

kualitas cukup tinggi dan seragam, tanaman dapat dikontrol dengan baik, dapat

diusahakan di tempat yang tidak terlalu luas dan deferensiasi produk dapat dilakukan.

Larutan nutrisi yang dilarutkan di dalam air dapat dipertahankan dan dikontrol sesuai

dengan kebutuhan tanaman dengan tujuan untuk mendapatkan hasil yang diinginkan

(Prakoso, 2010).
14

Formula yang dapat digunakan sebagai nutrisi hidroponik sebagian besar

menggunakan bahan yang biasa digunakan sebagai sumber hara makro dan mikro.

Unsur hara makro meliputi kalium nitrat, kalsium nitrat, kalium fosfat dan

magnesium sulfat. Hara mikro biasanya ditambahkan ke dalam nutrisi hidroponik

guna memasok unsur-unsur mikro penting, diantaranya adalah Fe (besi), Mn

(mangan), Cu (tembaga), Zn (zenk), B (boron), Cl (klorin) dan Ni (nikel). Unsur hara

makro dibutuhkan dalam jumlah besar dan konsentrasinya dalam larutan relatif tinggi

sedangkan unsur hara mikro hanya diperlukan dalam konsentrasi yang rendah (Sastro

dan Nofi, 2016).

2.2. Kerangka Pikir

Permasalahan yang terjadi di dunia hortikultura khususnya pada tanaman

selada saat ini adalah produksi rendah yang dihasilkan belum mampu memenuhi

kebutuhan masyarakat, sedangkan permintaan akan komoditi ini terus meningkat.

faktor penyebab produksi selada belum memenuhi kebutuhan masyarakat adalah

minimnya lahan untuk budidaya tanaman tersebut.

Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan teknik

hidroponik. Hidroponik merupakan salah satu sistem budidaya pertanian yang

digunakan untuk memperbaiki kualitas sayuran yang dihasilkan. Sistem hidroponik

memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan budidaya secara konvensional,

yaitu pertumbuhan tanaman dapat dikontrol, tanaman dapat berproduksi dengan

kualitas dan kuantitas yang tinggi, tanaman jarang terserang hama penyakit karena

terlindungi, pemberian air irigasi dan larutan hara lebih efisien dan efektif, dapat
15

diusahakan terus menerus tanpa tergantung oleh musim dan dapat diterapkan pada

lahan yang sempit.

Kandungan gizi selada semakin disadari manfaatnya oleh masyarakat,

sehingga ketersediaan sayuran khususnya selada menjadi hal penting dalam

mendukung ketahanan pangan serta ketahanan nutrisi nasional. Sehingga perlu

dilakukan upaya peningkatan pertumbuhan tanaman selada dengan memberikan

nutrisi yang mengandung unsur hara penting bagi pertumbuhan vegetatif tanaman

yaitu Nitrogen, Fosfor dan Kalium. Bahan dasar yang dapat dimanfaatkan sebagai

nutrisi adalah ekstrak rumput laut dan urine sapi karena memiliki kandungan unsur

hara N, P, K yang tinggi. Penggunaan rumput laut dapat mempercepat pertumbuhan

tanaman selada mengingat rumput laut mempunyai hormon auksin, sitokinin dan

giberelin yang sangat bermanfaat untuk meningkatkan pertumbuhan dan produksi

tanaman. Selain rumput laut pemberian urine sapi yang difermentasi juga dapat

meningkatkan kandungan unsur hara yang dapat meningkatkan pertumbuhan

tanaman selada, sehingga produksi tanaman juga dapat meningkat.

Pemberian nutrisi harus sesuai kadar yang dibutuhkan oleh tanaman selada

supaya tanaman tidak kekurangan maupun kelebihan nutrisi, maka perlu dilakukan

penelitian mengenai penggunaan ekstrak rumput laut dan urine sapi pada tanaman

selada (Lactuca sativa L.) dengan sistem hidroponik dengan konsentrasi yang

berbeda.
16

Lahan Sempit

Selada memiliki nilai


permintaan yang meningkat

Sistem Hidroponik

Aplikasi Ekstrak Aplikasi Fermentasi


Rumput Laut Urine Sapi

Meningkatkan Pertumbuhan dan


Produksi Tanaman Selada

Gambar 1. Skema Kerangka Pikir Penelitian

2.3. Hipotesis

Berdasarkan landasan teori dan kerangka pemikiran, maka dapat ditentukan

hipotesis penelitian sebagai berikut:

1. Mengetahui pengaruh substitusi larutan hara komersial dengan ekstrak rumput

laut dan urine sapi terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman selada dalam

sistem hidroponik.

2. Memperoleh dosis larutan hara komersial yang dapat disubstitusi oleh larutan

ekstrak rumput laut dan urine sapi terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman

selada dalam sistem hidroponik


17

III. METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu

Penelitian ini akan dilakukan Rumah Kaca Laboratorium Lapangan 2

Fakultas Pertanian Universitas Halu Oleo, pada bulan September 2020 sampai

Januari 2020.

3.2. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada penelitian ini yaitu cutter, pH meter, TDS meter,

timbangan, neraca analitik, gelas ukur, gunting, wadah semai, instalasi hidroponik,

blender, saringan, kamera dan alat tulis.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih selada, urine sapi,

ekstrak rumput laut, air, biochar batok kelapa, ampas sagu halus, sekam bakar dan

kertas label.

3.3. Prosedur Penelitian

3.3.1. Pembuatan Sistem Hidroponik

Bak nutrisi dibuat dari mika bekas kue yang dibungkus dengan plastik hitam

kemudian bagian atas dilubangi dengan lebar lubang sesuai dengan ukuran net pot.

Net pot yang digunakan yaitu gelas plastik bekas yang telah dilubangi bagian

samping sebagai tempat pernapasan akar dan bagian bawah sebagai tempat kain

flanel.
18

3.3.2. Persiapan Media dan Pot Tanaman

Media tanam yang digunakan adalah arang batok kelapa dan ampas sagu

halus (sebagai penopang akar). Biochar dan ampas sagu halus dicampur dengan

perbandingan 1:1 diisikan pada net pot yang telah dibersihkan.

3.3.3. Pembuatan Larutan Nutrisi Hidroponik

3.3.3.1. Pembuatan Larutan Hara (AB Mix)

Larutan A: Larutan B:

Mg (NO3)2 . 6 H2O = 4.94 g KH2PO4 = 2.67 g

Ca (NO3)2 . 4 H2O = 16.78 g K2HPO4 = 1.64 g

NH4NO3 = 8.48 g K2SO4 = 6.62 g

KNO3 = 2.28 g NaSO4 = 0.60 g

NaCl = 0.33 g

Larutan A

Tuangkan semua larutan Tambahkan air hingga skala


A ke dalam wadah ukur 5 5 liter, aduk hingga rata dan Stock A
liter larut sempurna 5 liter
19
20

Mikro B Larutan B

Tuangkan semua larutan Tambahkan air hingga skala Stock B


B dan mikro B ke dalam 5 liter, aduk hingga rata dan 5 liter
wadah ukur 5 liter larut sempurna

Gambar 2. Proses pembuatan larutan hara (AB M)

3.3.3.2. Ekstrak Rumput Laut

Rumput laut yang digunakan yaitu rumput laut segar. Rumput laut tersebut

kemudian dicuci dengan menggunakan air bersih. Setelah dicuci, getah rumput laut

kemudian dikeluarkan secara mekanis dengan menggunakan penggilingan. Hasil

penggilingan tersebut dijernihkan terlebih dahulu dengan sentrifus untuk

mendapatkan getah rumput laut yang diawetkan (Eswaran et al., 2005). Fitrat cair

yang diperoleh dianggap sebagai konsentrasi 100%. Ekstrak rumput laut ini dapat

disimpan dalam lemari pendingin sebagai larutan stok. Selanjutnya dapat diambil

sejumlah volume yang diperlukan dan diencerkan hingga konsentrasi 10% untuk

diaplikasikan dalam penelitian.

200 g

Rumput Laut
21

Didapatkan
Blender Disaring
Ekstrak Rumput
Laut 100%

+ Air 500 ml

Gambar 3. Proses pembuatan ekstrak rumput laut 100%

3.3.3.3. Urine Sapi

Urine sapi ditampung dan dimasukkan ke dalam jerigen plastik yang tetap

tertutup, pengambilan dilakukan setiap pagi dan sore hari selama 3 hari. Urine sapi

difermentasikan selama 14 hari dan diaduk setiap hari. Setelah 14 hari fermentasi

urine terlebih dahulu disaring kemudian diaplikasikan. Larutan urine per tanaman

selada diterapkan untuk setiap aplikasi perlakuan (Oliveira et al., 2009).

3.3.4. Persiapan Bibit

Wadah semai yang telah dibersihkan diisikan sekam bakar setebal ± 2 – 3 cm,

kemudian benih selada disemaikan pada media sekam bakar yang telah dilembabkan

dan diberi lubang. Simpan di tempat yang lembab dan gelap, setelah muncul

kecambah pada benih selanjutnya benih dijemur dan dikontrol kelembaban media

sampai benih siap dipindahkan ke dalam instalasi. Pemeliharaan tanaman dilakukan


22

dengan cara menyemprotkan larutan hara (2,5 ml nutrisi A + 2,5 ml nutrisi B + 1

liter air), diaplikasikan apabila tanaman dalam keadaan kering.

3.3.5. Pemindahan Tanaman

Tahap pemindahan bibit dilakukan ketika bibit selada telah berumur 10 hari

dan memiliki 3 – 4 daun. Proses ini dilakukan dengan mencabut bibit kemudian

memindahkan bibit ke dalam netpot yang telah dipasangi sumbu selanjutnya

menempatkan netpot pada instalasi hidroponik yang telah diisi larutan nutrisi.

Penempatan sekaligus penanaman disesuaikan dengan pengacakan setiap kombinasi

perlakuan yang sebelumnya telah ditentukan.

3.4. Rancangan Penelitian

Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu rancangan acak

kelompok (RAK). Setiap kelompok terdiri dari 8 perlakuan yang diulang sebanyak 3

kali sehingga diperoleh 24 unit percobaan. Perlakuan dalam penelitian ini

menggunakan komposisi larutan media tumbuh hidroponik, yang tersusun dari

larutan hara komersial (LHK), larutan ekstrak cair rumput laut (ECRL), dan larutan

urine sapi (US). Kelompok komposisi larutan media tumbuh yang diuji adalah:

N0 = 100% LHK + 0% ECRL + 0% US

N1 = 50% LHK + 25% ECRL + 25% US

N2 = 50% LHK + 50% ECRL + 0% US


23

N3 = 50% LHK + 0% ECRL + 50% US

N4 = 25% LHK + 75% ECRL + 0% US

N5 = 25% LHK + 50% ECRL + 25% US

N6 = 25% LHK + 25% ECRL + 50% US

N7 = 25% LHK + 0% ECRL + 75% US

3.5. Variabel Penelitian

1) Tinggi Tanaman (cm)

Tinggi tanaman diukur dengan menggunakan meteran atau penggaris. Diukur dari

pangkal batang sampai ujung daun terpanjang. Pengukuran dilakukan setiap pekan

pada saat tanaman berumur 14 HST (Hari Setelah Tanam).

2) Jumlah Daun (helai)

Pengamatan jumlah daun dilakukan dengan menghitung setiap daun yang sudah

membuka sempurna dihitung pada saat tanaman berumur 14 HST.

3) Bobot Segar Tanaman (gram)

Pengamatan ini dilakukan dengan cara menimbang tanaman sampel setelah panen

tanpa melalui proses pengeringan terlebih dahulu.

4) Bobot Kering Tanaman (gram)

Tanaman selada yang telah ditimbang, selanjutnya dikeringkan pada oven listrik

dengan suhu 45 ºC dikeringkan hingga mencapai berat konstan kemudian

ditimbang kembali berat keringnya.


24

3.6. Analisis Data

Data hasil pengamatan yang diperoleh dianalisis menggunakan metode sidik

ragam dengan menggunakan software SPSS. Hasil analisis yang menunjukkan F

hitung lebih besar dari F tabel, akan dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil

(BNT) pada taraf kepercayaan 95% untuk mendapatkan perlakuan yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA

Anggadiredja JT, Achmad Z, Heri P, Sri I. 2011. Rumput Laut. Jakarta. Penebar
Swadaya.

Basmal J. 2009. Prospek Pemanfaatan Rumput Laut Sebagai Bahan Pupuk Organik.
Jurnal Squalen, 4(1):1-8.

Basmal J. 2010. Potensi Pemanfaatan Rumput Laut sebagai Bahan Pupuk Organik.
Jurnal Squalen, 4(1):1-8.

Bidwell RGS. 1979. Plant Physiology. Second edition. Mac Millan Publishing Co.
Inc. New York.

Bristow AW, DC. Whitehead dan JE Cockburn. 1992. Nitrogenous Constituents In


The Urinee Of Cattle, Sheep And Goats. J Sci Food Agric. 59, 387-394.

Chojnacka KW, Saeid A, Witkwoska Z, Tuhy L. Biologically Active Compounds in


Seaweed Extracts – the Prospects for the Application. The Open Conference
Proceedings Journal. 3, 20-28.

Dwidjoseputro D. 1986. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta. Gramedia.

Gotora T, Masaka L dan Sungirai M. 2014. Effect of Cow Urinee on the Growth
Characteristics of Fusarium lateritium, an Important Coffee Fungus in
Zimbabwe. International Journal of Agonomy. 14.

Heddy S. 1986. Hormon Tumbuhan. Jakarta. CV. Rajawali.

Ibrahim dan Bachrul. 2011. Pemanfaatan Ekstraksi Rumput Laut Alga Merah
(Eucheuma spinosum) Sebagai Pupuk Organik dan Pengaruhnya Terhadap
Pertumbuhan Tanaman Padi. Makassar. Universitas Hasanudin.

Liedl BE, Cummins M, Young A, Williams ML, Chatfield JM. 2004. Hydroponic
Lettuce Production Using Liquid Effluent from Poultry Waste
Bioremediation as a Nutrient Source. Acta Hort. 659, 721-728.

Lonardy MV. 2006. Respon Tanaman Tomat (Lycopersicum esculentum Mill.)


Terhadap Suplai Senyawa Nitrogen dari Sumber Berbeda pada Sistem
Hidroponik. Skripsi. Universitas Tadulako. Palu.

Mardalena. 2007. Respon Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Mentimun (Cucumis


sativus L.) Terhadap Urine Sapi yang Telah Mengalami Perbedaan Lama
Fermentasi. Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Menneer JC, Ledgard S, McLay C, Silvester W. 2003. The Effect of a Single
Application of Cow Urinee on Annual Nfixation Under Varying Simulated
Grazing Intensity, as Measured by Four Nisotopetechniques. Plant and Soil.
254, 469-480.

Montano NE. dan Tupas LM. 1990. Plant Growth Hormonal Activities of Aqueous
Extracts from Philipinies Seaweeds. SICEN Leaflet 2. Marine Sciense
Institute, University of Philipinies.

Nazaruddin. 2000. Budidaya dan Pengaturan Panen Sayuran Dataran Rendah.


Jakarta. Penebar Swadaya.

Nazaruddin. 2003. Budidaya dan Pengaturan Panen Sayuran Dataran Rendah.


Jakarta. Penebar Swadaya.

Novriani, 2014. Respon Tanaman Selada (Lactuca Sativa L.) terhadap Pemberian
Pupuk Organik Cair Asal Sampah Organik Pasar. Jurnal Ilmu
Agroteknologi. 9(2): 57-61.

Oliveira NLC, Mario P, Ricardo HSS, Paulo RC dan Pedro HRR. 2009. Soil and
Leaf Fertilization of Lettuce Crop with Cow Urinee. Horticultura
Brasileira 27(4): 431-437.

Pracaya R. 2002. Bertanam Sayuran di Kebun Pot dan Polibeg. Jakarta. Penebar
Swadaya.

Rizki K, A. Rasyad dan Murniati. 2014. Pengaruh Pemberian Urine Sapi yang
Difermentasi Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Sawi
(Brassicarafa). Jurnal Faperta. 1(2).

Roberforoid MB. 2002. Functional Food: Concepts and Application to Inulin and
Oligofructose. British Journal of Nutrition. 87, 139-143.

Saparinto C. 2013. Grown Your Own Vegetables – Paduan Praktis Menanam


Sayuran Konsumsi Populer di Pekaranagan. Yogyakarta. Lily Publisher.

Sastro Y., dan Rokhmah NA. 2016. Hidroponik Sayuran di Perkotaan. Jakarta. Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian.

Setyaningrum HD dan Saparinto C. 2011. Panen Sayuran Secara Rutin di Lahan


Sempit. Jakarta. Penebar Swadaya.

Singgih W, Rosmawaty P, Darmawan M, Arif RH. 2014. Teknik Pengelolaan ATC


Rumput Laut Euchema cottonii. Jakarta. Penebar Swadaya.
Siregar J, Sugeng T dan Diding S. 2015. Pengujian Beberapa Nutrisi Hidroponik
pada Selada (Lactuca sativa L.) dengan Teknologi Hidroponik Sistem
Terapung (THST) Termodifikasi. Jurnal Teknik Pertanian Lampung 4(1):
65-72.

Sunarjono H. 2014. Bertanam 36 Jenis Sayuran. Jakarta. Penebar Swadaya.

Supriati Y., dan Herlina E. 2014. 15 Sayuran Organik Dalam Pot. Jakarta. Penebar
Swadaya.

Mas’ud, H. 2009. Sistem Hidroponik dengan Nutrisi dan Media Tanam

Berbeda Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Selada. Jurnal Media Litbang Sulteng.

2(2): 131-136.
Lampiran 1. Denah Penelitian

U
KELOMPOK 1 KELOMPOK II KELOMPOK III

N0 N3 N2

N7 N2 N4

N2 N5 N1

N6 N7 N5

N3 N4 N3

N5 N1 N6

N4 N6 N0

N1 N0 N7

Keterangan:
N0 = 100% LHK + 0% ECRL + 0% US
N1 = 50% LHK + 50 ECRL + 0% US
N2 = 50% LHK + 25% ECRL + 25% US
N3 = 50% LHK + 0% ECRL + 50% US
N4 = 25% LHK + 75% ECRL + 0% US
N5 = 25% LHK + 50% ECRL + 25% US
N6 = 25% LHK + 25% ECRL + 50% US
N7 = 25% LHK + 0% ECRL + 75% US

Anda mungkin juga menyukai