Anda di halaman 1dari 31

UJI ANTAGONISME CENDAWAN Trichoderma sp.

DAN
Gliocladium sp. TERHADAP Fusarium oxyporum f. sp. lycopersici
PENYEBAB LAYU TOMAT (Lycopersicum esculentum Mill)
SECARA IN VITRO

USULAN PENELITIAN

FIRZA NUR RISMANSYAH


4442210090

JURUSAN AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
karuniaNya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Uji
Antagonisme Cendawan Trichoderma sp. dan Gliocladium sp. Terhadap Fusarium
oxyporum f. sp. lycopersici Penyebab Layu Tomat (Lycopersicum esculentum Mill)
Secara In Vitro”. Dalam penyusunan proposal ini penulis mendapatkan bimbingan
dan arahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis Pada kesempatan ini
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Ir. Kartina AM, M.P. Selaku dosen pengampu mata kuliah Metodelogi
Penelitian I yang telah membimbing, memberikan saran, dan ilmu pengetahuan.
2. Prof. Dr. Ir. Nurmayulis, M.P. Selaku dosen pengampu mata kuliah Metodelogi
Penelitian II yang telah membimbing, memberikan saran, dan ilmu
pengetahuan.
3. Dr. Dewi Firnia, S.P., M.P. Selaku dosen pengampu mata kuliah Metodelogi
Penelitian III yang telah membimbing, memberikan saran, dan ilmu
pengetahuan.
4. Dr. Ir. Rusmana, M. P. Selaku dosen pengampu mata kuliah Metodelogi
Penelitian IV yang telah membimbing, memberikan saran, dan ilmu
pengetahuan.
5. Kedua Orang tua, Keluarga, dan teman perjuangan yang telah membantu dalam
penulisan proposal ini
6. Keluarga Rakyat Budug, yang telah memberikan motivasi dan semangat kepada
penulis.
Akhir kata penulis sampaikan terima kasih, semoga usulan penelitian ini
bermanfaat bagi pembaca.

Serang, April 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
DAFTAR LAMPIRAN..........................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...................................................................................4
1.3 Tujuan.....................................................................................................4
1.4 Hipotesis.................................................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Umum Tomat.........................................................................6
2.2 Botani dan Sistematika Tomat..............................................................7
2.3 Syarat Tumbuh Tomat (Lycopersicum esculentum Mill.)....................9
2.4 Penyakit Layu Fusarium (Fusarium oxysporum f. sp. Lycopersici).....9
2.5 Cendawan Trichoderma sp..................................................................11
2.6 Cendawan Gliocladium sp...................................................................12
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Jenis, Lokasi, dan Waktu Penelitian...................................................14
3.2 Bahan dan Alat....................................................................................14
3.3 Metode Penelitian...............................................................................14
3.3.1 Rancangan Penelitian.................................................................14
3.3.2 Rancangan Analisis...................................................................15
3.4 Pelaksanaan Penelitian........................................................................15
3.5 Rancangan Respons............................................................................17
3.5.1 Karakterisasi Jamur...............................................................17
3.5.2 Diameter Koloni Isolat..........................................................18
3.5.3 Persentase Daya Hambat Jamur Trichoderma sp. dan
Gliocladium sp. Terhadap Fusarium oxysporum...................18
3.5.4 Uji antagonis Trichoderma sp. dan Gliocladium sp. Terhadap
Fusarium oxysporum.............................................................18

ii
3.6 Pengolahan Data.................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................20
LAMPIRAN...........................................................................................................24

iii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Jadwal Kegiatan Penelitian Agustus-Oktober 2023..........................24


Lampiran 2. Komposisi Media...............................................................................25
Lampiran 3. Diagram Alur Penelitian....................................................................26

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tomat merupakan tanaman yang berasal dari daerah Andean, Amerika
Selatan yang meliputi wilayah Chili, Ekuador, Bolivia, Kolombia, dan Peru.
Sebagian besar tomat spesies liar tersebar secara merata di negara-negara tersebut.
Setelah itu, tomat menyebar ke negara-negara Eropa, selanjutnya menyebar ke
Cina, Asia, termasuk ke Indonesia. Di Indonesia tanaman ini mulai dibudidayakan
secara komersial tahun 1988 setelah adanya introduksi varietas hibrida dari Taiwan
yakni Precious 375 (Hidayati dan Rahmansyah, 2012).
Tomat (Lycopersicum esculentum Mill) adalah tanaman sayuran buah
yang termasuk dalam tanaman setahun dan berbentuk perdu. Tomat memiliki nilai
gizi yang sangat digemari dan mempunyai nilai gizi yang sangat tinggi (Tugiyono,
2006). Tanaman tomat merupakan salah satu komoditas sayuran yang multiguna,
selain sebagai sayuran, dapat digunakan juga sebagai bahan baku industri obat-
obatan dan kosmetik serta bahan baku pengolahan makanan. Tomat dapat
dikonsumsi sebagai buah segar dan untuk bumbu masakan, serta bahan baku
industri lainnya seperti jus tomat dan saus tomat. Tomat sebagai sumber vitamin
C, A dan Fe serat dan potasium yang dapat membantu penyerapan makanan
dalam pencernaan dan menurunkan tekanan darah tinggi (Suprapti dan
Firmansyah, 2015).
Produksi tomat di Provinsi Banten pada tahun 2015 sebanyak 1,051 ton,
hingga tahun 2017 tetap dalam hasil yang stabil. Namun tahun berikutnya terjadi
penurunan dan fluktuatif, dalam tahun 2018 mengalami penurunan menjadi 783
ton dan tahun 2019 menjadi 830 ton. Pada tahun 2020 kembali meningkat menjadi
1894 ton, namun di tahun 2021 menurun menjadi 1190 ton. Dalam setiap daerah
di Provinsi Banten pada tahun 2020 yaitu Kabupaten Pandeglang menempati
produktivitas tertinggi yaitu 112,19 kuintal/Ha, sedangkan Kota Tangerang
Selatan memiliki produktivitas terendah 4,00 kuintal/Ha (BPS Provinsi Banten,
2020).

1
Tanaman Tomat merupakan tanaman dapat tumbuh di berbagai tempat,
dari dataran yang rendah hingga dataran tinggi seperti pegunungan. Akan tetapi,
pertumbuhan tomat kurang baik pada daerah yang memiliki tanah basah dan
memiliki curah hujan yang tinggi. Buah dari tomat sering mengalami rusak atau
pecah-pecah. Tanaman tomat di musim hujan sering terserang penyakit, seperti
penyakit cendawan Phytophthora infestans dan sebangsanya (Tugiyono, 1999).
Beberapa penyakit penting pada tanaman tomat yang signifikan menurunkan
produksi hasil yaitu penyakit bercak coklat (early blight), busuk buah (buckeye rot
Phythopthora), layu Fusarium dan nematoda puru akar (Chaudhary et al., 2019).
Salah satu wilayah di Indonesia adalah Kecamatan Sedayu, Yogyakarta, memiliki
produktivitas tomat yang rendah disebabkan oleh banyak faktor seperti kondisi
cuaca yang kurang mendukung, kekurangan air, dosis pemupukan yang tidak
sesuai anjuran, serta gangguan dari Organisme Pengganggu Tanaman (OPT).
Penyakit yang terjadi seperti halnya antraknose (23,20%), penyakit layu Fusarium
(22,77%) dan bercak daun septoria (36,16%) dengan luas serangan yang mencapai
4,80 hektar dan sulit dikendalikan (BPP Sedayu, 2017).
Usaha peningkatan produksi tomat tidak selalu berjalan mulus, banyak
hambatan yang bisa terjadi baik yang bersifat ekonomis, sosial, maupun biologi.
Faktor biologis salah satu kendali yang sering terjadi karena adanya serangan
penyebab penyakit, salah satunya adalah penyakit layu Fusarium (Sopialena,
2015). Penyakit layu hingga kini merupakan salah satu penyakit yang paling
berbahaya yang menyerang berbagai tanaman. Penyakit layu Fusarium memiliki
sifat penularan yang cepat terutama pada lahan yang bertopografi lereng,
penyebab dari penyakit ini biasanya ditularkan melalui aliran air (Heriyanto,
2019). Pada tanaman tomat muda penyakit ini akan menyebabkan tanaman segera
layu dan mati, sedangkan pada tanaman dewasa masih dapat bertahan namun buah
yang dihasilkan kecil-kecil dan produksinya berkurang. Buah dari tanaman tomat
yang sakit bila dipotong menunjukkan adanya klorosi pada pembuluh xilem.
Penyebab dari penyakit layu pada tomat adalah jamur Fusarium oxysporum f sp.
lycopersici (Saac) (Ika, 2013).
Pengendalian dari petani yaitu dengan cara penyiraman hingga
pengaplikasian pestisida sintetis tetapi belum memberikan hasil yang memuaskan

2
dan biayanya juga mahal. Pestisida sintetis yang mengandung senyawa kimia
dalam dosis tinggi dapat menimbulkan permasalahan yang semakin kompleks.
Pestisida sintetis dapat meninggalkan residu bahan kimia yang bersifat racun dan
berbahaya bila produk pertanian tersebut dikonsumsi serta dapat mencemari
lingkungan hidup (Heriyanto, 2019). Berbagai varietas tomat juga menjadi cara
pengendalian yaitu perbaikan kultivar. Namun, hal tersebut belum meyakinkan
untuk seluruhnya dapat mengendalikan penyakit layu Fusarium pada tomat
terutama pada hasil produksi dari varietas yang tahan terhadap cuaca ekstrem.
Banyak varietas tomat komersial memiliki daya hasil tinggi dan dianjurkan
dibudidayakan, namun hingga saat ini belum ada varietas yang tahap terhadap
penyakit layu Fusarium. Umumnya varietas yang relatif tahan adalah varietas
lokal dengan produktivitas rendah (Dinas Pertanian, 2015).
Salah satu pengendalian yang aman dan mampu menekan penyebaran dari
cendawan Fusarium pada tomat ini adalah menggunakan agensi hayati. Agensi
hayati seperti jamur antagonis dapat memberikan perlawanan secara alami dan
memberikan dampak keseimbangan ekosistem, sehingga meminimalisir
terjadinya ledakan organisme lain yang dapat menyerang tanaman. Penerapan
agen biokontrol untuk pengendalian penyakit telah semakin meluas digunakan
oleh ahli patologi tanaman. Agen biokontrol yang efektif dapat mengurangi
inokulum patogen dan kejadian penyakit (Vilavong dan Kasem, 2017). Salah satu
pengendali hayati yang dapat digunakan adalah Trichoderma sp yang mempunyai
sifat antagonistik terhadap patogen tanah dan udara. Uji daya hambat tingkat
antagonis cendawan Trichoderma sp terhadap penyakit Fusarium pada tanaman
tomat secara in vitro dapat menekan pertumbuhan penyakit layu Fusarium. Sifat
antagonis dari cendawan Trichoderma sp sangat menghambat bahkan sampai
kepada mematikannya.
Hasil uji antagonis Trichoderma sp dalam menghambat pertumbuhan
jamur patogen berbeda, nilai zona hambat terbesar adalah 20,50 mm (Karim et al.,
2020). Aplikasi agens hayati dapat menghambat perkembangan nekrosis akar dan
nekrosis bonggol kelapa sawit. Tingkat hambatan relatifnya lebih tinggi terhadap
Fusarium spp. asal Papua dibandingkan dengan Cikabayan A dan Cikabayan B.
T. harzianum galur Jambi dan T. virens galur Jambi menunjukkan penghambatan

3
yang nyata berbeda dengan agens hayati lainnya, tingkat hambatannya mencapai
lebih dari 90%. Selanjutnya penghambatan infeksi F. oxysporum galur Cikabayan
A nyata ditunjukkan oleh T. virens Jambi dan T. harzianum Gadingrejo 1,
hambatannya sampai lebih dari 50% (Juariyah et al., 2018). Kemampuan
penghambatan uji antagonis jamur Gliocladium sp dalam menghambat
pertumbuhan jamur patogen Fusarium sp penyebab layu pada tanaman pisang
(Musa paradisiaca L.) dimana pada media dengan pH 5,5 setiap harinya terus
mengalami penghambatan pertumbuhan yang cukup baik, tercatat dari hari
pertama hanya sebesar 13% hingga hari terakhir meningkat mencapai angka
sebesar 35,2% (Hidayat et al., 2020).
Keefektifan dari cendawan Trichoderma sp dan Gliocladium sp telah
terbukti dalam beberapa penelitian untuk mengendalikan beberapa penyakit
tanaman. Berdasarkan latar belakang diatas penelitian dilakukan untuk mengamati
perlakuan dari cendawan Trichoderma sp dan Gliocladium sp terhadap Fusarium
oxysporum penyebab layu pada tanaman tomat melalui uji antagonisme secara in
vitro.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah dari penelitian ini adalah :
1. Bagaimana pengaruh antagonisme cendawan Trichoderma sp. dan
Gliocladium sp. terhadap patogen Fusarium oxysporum f. sp. lycopersici
secara in vitro?
2. Manakah cendawan antagonisme yang memiliki persentase zona penghambat
dan pengendalian terbaik terhadap pertumbuhan patogen Fusarium oxysporum
f. sp. lycopersici secara in vitro?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh
antagonisme cendawan Trichoderma sp. dan Gliocladium sp. terhadap patogen

4
Fusarium oxysporum f. sp. lycopersici penyebab layu pada tanaman tomat secara
in vitro.

1.4 Hipotesis
Hipotesis penelitian ini adalah:
1. Cendawan Trichoderma sp. mampu memberikan daya hambat terbaik terhadap
pertumbuhan Fusarium oxysporum f. sp. lycopersici penyebab layu pada
tanaman tomat secara in vitro.
2. Terdapat interaksi masing-masing cendawan antagonisme Trichoderma sp. dan
Gliocladium sp. terhadap patogen Fusarium oxysporum secara in vitro.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum Tomat


Tanaman tomat merupakan salah satu komoditas hortikultura yang bernilai
ekonomi tinggi. Tomat merupakan komoditas sayuran yang sangat penting dalam
menunjang ketersediaan pangan dan kecukupan gizi masyarakat. Tomat banyak
digemari orang karena rasanya enak, segar dan sedikit asam serta mengandung
banyak vitamin A, C dan sedikit vitamin B (Sugito et al., 2010 dalam Vika, 2013).
Tomat merupakan jenis sayuran buah yang tergolong dari familia
Solanaceae atau terung-terungan dicirikan dengan batang dan daunnya berbulu
halus sampai kasar. Solanaceae terdiri dari beberapa genus yaitu tomat, kentang,
terung, dan tekokak. Saat ini buah tomat merupakan salah satu komoditas
hortikultura yang bernilai ekonomi tinggi (Wijayani dan Widodo, 2005). Tomat
merupakan sayuran buah yang tergolong tanaman semusim berbentuk perdu yang
rata-rata produksi tomat di Indonesia masih rendah hanya sekitar 6,3 ton/ha jika
dibandingkan Taiwan, Saudi Arabia, dan India (Wasonowati, 2011). Rendahnya
produksi tomat disebabkan karena jenis tomat yang ditanam tidak cocok, kultur
teknik yang kurang baik dan pemberantasan hama atau penyakit yang kurang
efisien (Wijayani dan Widodo, 2005).
Tanaman tomat (Lycopersicum esculentun Mill.) adalah tumbuhan setahun,
berbentuk perdu atau semak dan termasuk golongan tanaman berbunga
(Angiospermae). Buahnya berwarna merah merekah, rasanya manis agak
kemasam-masaman. Tomat banyak mengandung vitamin dan mineral. Sebenarnya
tanaman tomat memang bersifat racun karena mengandung Lycopersicin. Akan
tetapi, kadar racunnya rendah dan akan hilang dengan sendirinya apabila buah telah
tua atau matang. Barangkali karena racun ini pulalah tomat yang masih muda terasa
getir dan berbau tidak enak (Santi, 2006).
Tanaman tomat merupakan tanaman semusim berbentuk perdu. Tomat, baik
dalam bentuk segar maupun olahan, memiliki komposisi zat gizi yang cukup
lengkap dan baik. Buah tomat terdiri dari 5-10 persen berat kering tanpa air dan 1

6
persen kulit dan biji. Tomat dibedakan berdasarkan tipe atau bentuk buah yaitu
tomat biasa, tomat apel, tomat kentang, tomat keriting, dan tomat Cherry. Warna
buah masak bervariasi dari kuning, oranye, sampai merah, tergantung dari jenis
pigmen yang dominan. Rasanya pun bervariasi, dari masam hingga manis. Buahnya
tersusun dalam tanda-tandan. Keseluruhan buahnya berdaging dan banyak
mengandung air (Nainggolan et al., 2011).

2.2 Botani dan Sistematika Tomat


Dalam ilmu botani tanaman, menurut Wiryanta (2002) tanaman tomat dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub Divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Tubiflorae (Solanales)
Famili : Solanaceae
Genus : Lycopersicum
Spesies : Lycopersicum esculentum Mill.
Tanaman tomat termasuk dalam tanaman yang menyerbuk sendiri. Tomat
dapat diklasifikasikan berdasarkan tipe pertumbuhannya menjadi tomat determinet
dan indeterminet. Tomat determinet memiliki ciri yaitu, pertumbuhan diakhiri
dengan terdapatnya bunga, waktu untuk panen lebih singkat, pertumbuhan batang
yang relatif lebih cepat, dan biasanya ditanam di daerah dataran rendah ataupun
dijadikan tanaman hias. Sedangkan tomat indeterminet memiliki ciri seperti,
tumbuh memanjang dari tunas aksial yang di bagian puncaknya terdapat bunga atau
buah, memiliki ukuran tanaman dan buah yang besar, siklus hidup yang relatif lebih
lama, dan dapat ditanam di lahan perkebunan maupun di dalam rumah kaca
(Yuslianti et al., 2021).
Tanaman tomat mempunyai akar tunggang yang tumbuh menembus ke
dalam tanah, dan akar serabut yang tumbuh ke arah samping tetapi tidak tumbuh

7
terlalu jauh. Karena sifat sistem perakaran tomat ini, maka akan lebih baik jika
tanaman tomat dibudidayakan di tanah yang gembur (Wiryanta, 2002).
Batang dari tomat bersifat lunak dan berair, terdapat rambut-rambut halus
pada permukaan batang dan dapat mengeluarkan bau yang khas apabila rambut
tersebut terkelupas. Pertumbuhan dari batang lebih cepat. Pada masa persemaian,
warna hipokotil ada dua, yaitu merah keungu-unguan (violet) karena mengandung
antosianin dan hijau yang menunjukkan tidak adanya antosianin. Perbedaan warna
hipokotil hanya bisa dilihat pada saat persemaian hingga berumur dua minggu dan
akan hilang seiring tanaman tumbuh di persemaian. Batang tomat tidak mampu
menahan dahan, daun, dan buah yang cukup banyak. Bunga tomat termasuk dalam
bunga lengkap yang ditandai dengan adanya alat kelamin betina (putik), alat
kelamin jantan (benang sari), mahkota, dan kelopak. Posisi bunga terdapat pada
tandan bunga. Posisi tandan bunga ada dua, yaitu di ujung tunas dan di antara ruas
batang tergantung tipe pertumbuhan tanaman. Setiap bunga memiliki pedisel
sebagai lapisan absisi. Bunga yang gagal berkembang menjadi buah akan gugur
pada lapisan absisi tersebut. Apabila bunga berkembang menjadi buah maka
keberadaan lapisan absisi akan mempermudah ketika panen (Syukur et al., 2015).
Daun tanaman tomat memiliki warna hijau dan dilapisi bulu-bulu halus.
Panjang daun bisa mencapai 20-30 cm dengan lebar 15-20 cm. letak daun tomat
berada di dekat ujung dahan atau cabang. Tangkai daun tomat berbentuk bulat
memanjang sekitar 7-10 cm dengan ketebalan 0,3 - 0,5 cm (Nurhakim, 2019).
Daunnya bercelah dengan tulang daun menyirip dan tersusun dalam sebuah tangkai
bersama, dan bercangap menjari (Sunarjono dan Febriani, 2018).
Buah tomat berbentuk bulat, bulat lonjong, bulat pipih, atau oval. Buah yang
masih muda berwarna hijau muda sampai hijau tua. Sementara itu, buah yang sudah
tua berwarna merah cerah atau gelap, merah kekuning-kekuningan, atau merah
kehitaman. Selain itu warna-warna di atas ada juga buah tomat yang berwarna
kuning. Biji tomat berbentuk pipih, berbulu, dan diselimuti daging buah. Warna
bijinya ada yang putih, putih kekuningan, ada juga yang kecokelatan. Biji inilah
yang umumnya dipergunakan untuk perbanyakan tanaman (Wiryanta, 2002).

8
2.3 Syarat Tumbuh Tomat (Lycopersicum esculentum Mill.)
Curah hujan yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman tomat adalah 750-
1.250 mm/tahun. Keadaan ini berhubungan erat dengan ketersediaan air tanah bagi
tanaman, terutama di daerah yang tidak terdapat irigasi teknis. Curah hujan yang
tinggi juga dapat menghambat persarian. Kekurangan sinar matahari menyebabkan
tanaman tomat mudah terserang penyakit, baik parasit maupun non parasit. Sinar
matahari berintensitas tinggi akan menghasilkan vitamin C dan karoten (provitamin
A) yang lebih tinggi. Penerapan unsur hara yang maksimal oleh tanaman tomat akan
dicapai apabila pencahayaan selama 12-14 jam/hari, sedangkan intensitas cahaya
yang dikehendaki adalah 0,25 mj/m2 per jam. Suhu udara rata-rata harian yang
optimal untuk pertumbuhan tanaman tomat adalah suhu siang hari 18-29ºC dan
pada malam hari 10-20 ºC. Sedangkan untuk kelembaban relatif yang tinggi sekitar
25% akan merangsang pertumbuhan untuk tanaman tomat yang masih muda karena
asimilasi CO2 menjadi lebih baik melalui stomata yang terbuka lebih banyak.
(Pudjiatmoko, 2008).
Tanaman tomat dapat ditanam di segala jenis tanah, mulai dari tanah pasir
sampai tanah lempung. Media tanam berfungsi sebagai tempat melekatnya akar,
juga sebagai penyedia unsur hara bagi tanaman. Campuran beberapa bahan untuk
media tanam harus menghasilkan struktur yang sesuai karena setiap jenis media
mempunyai pengaruh yang berbeda bagi tanaman. Taraf pH normal tanah berada
pada kisaran 6 hingga 8 atau pada kondisi terbaik memiliki pH 6,5 hingga 7,5.
Tanah dengan tingkat pH yang netral memungkinkan untuk tersedianya berbagai
unsur tanah yang seimbang. Tanah dengan derajat keasaman (pH) berkisar 5,5-7,0
sangat cocok untuk budidaya tomat. Dalam pembudidayaan tanaman tomat,
sebaiknya dipilih lokasi yang topografi tanahnya datar, sehingga tidak perlu dibuat
teras-teras dan tanggul (Safriani, 2018).

2.4 Penyakit Layu Fusarium (Fusarium oxysporum f. sp. lycopersici)


Fusarium adalah genus bentuk jamur ascomycota yang pertama kali
dideskripsikan oleh Link pada tahun 1809 sebagai Fusisporium. Anggota genus
yang sangat banyak dan dapat diperoleh dari tanaman dan tanah di seluruh dunia

9
sebagai patogen, endofit, dan saprofit. Anggota genus ini terkenal karena
kemampuannya sebagai patogen tanaman, meskipun bekerja dengan tanaman asli
dan tanah di daerah yang tidak terganggu menunjukkan bahwa jumlah spesies yang
tidak terkait dengan penyakit yang diketahui mungkin jauh lebih banyak daripada
yang menyebabkan penyakit. Sebagian besar anggota genus menghasilkan berbagai
metabolit sekunder, yang sangat bervariasi dalam bentuk kimia (Desjardins, 2006).
Penyakit tanaman yang disebabkan oleh spesies Fusarium tidak terbatas
pada wilayah atau skenario tanam tertentu dan dapat menjadi masalah di pertanian
komersial beriklim sedang seperti halnya di pertanian tropis subsisten. Satu-satunya
faktor yang dimiliki oleh semua skenario penyakit ini, terlepas dari spesies
Fusarium atau tanaman yang terlibat, adalah bahwa pilihan untuk pengendalian
biasanya terbatas dan sulit untuk diterapkan. Fusarium dapat menyebabkan
berbagai jenis penyakit, termasuk layu pembuluh darah, hawar kepala dan biji,
busuk batang, busuk akar dan tajuk, dan penyakit kanker, dengan beberapa spesies
mampu menyebabkan sindrom penyakit multipel atau tumpang tindih tergantung
pada inang dan lingkungan. Tanaman biasanya terinfeksi melalui sistem akar
dengan jamur yang menghalangi sistem vaskular dan mengurangi atau mencegah
aliran air dari akar ke tanaman bagian atas, yang menyebabkan tanaman layu
(Brown dan Robert, 2013).
Fusarium oxysporum merupakan cendawan tular tanah dengan 120 formae
specialis (f.sp.) pengelompokan taksonomi spesies parasit berdasarkan inang
spesifik. Beberapa spesies di antaranya, F. oxysporum f.sp. cubense yang
menyerang pisang dikenal dengan Panama disease, F. oxysporum f. sp. lycopersici
dengan inang tomat, F. oxsporum f. sp. conglutinans yang menyerang tanaman
Crucifereae, dan F. oxysporum f. sp. tuberosi yang menyerang kentang. Cendawan
ini menyebabkan layu pada jaringan vaskuler, busuk akar, daun layu dan
menguning serta rebah kecambah (Trubus, 2018).
Penyakit layu Fusarium oxysporum f. sp. lycopersici pada tanaman tomat
memilik ciri morfologi berupa hifa yang terisolasi dan koloni awalnya berwarna
putih, namun lambat laun berubah menjadi kuning krem atau kuning muda dan pada
kondisi tertentu berwarna merah keunguan. Jamur ini hidup di tanah atau memiliki
kultur murni yang membentuk tiga jenis konidia, yaitu makrokonidia,

10
mikrokonidia, dan klamidospora. Penyakit ini dapat menyebar dalam jarak pendek
melalui air atau peralatan pertanian yang terkontaminasi, sedangkan jarak jauh
dengan mengangkut tanaman sakit atau tanah yang terkontaminasi ke tempat lain.
Ketika tanaman tomat yang sehat ditanam di tanah yang terinfeksi, spora atau spora
miselium menembus langsung ke akar yang sehat, prosesnya lebih lambat daripada
infeksi melalui luka akar. Lesi dapat terjadi akibat kerusakan saat bibit dipindahkan
dari pembibitan selama penanaman. Setelah memasuki tabung awal, miselium
bergerak ke atas hingga mencapai urat tanaman. Dalam pembuluh xilem, miselium
menghasilkan mikrokonidia dalam jumlah besar, miselium bercabang dan masuk
ke ruang antar sel. Patogen tetap berada di dalam tanah dalam waktu yang lama
(puluhan tahun) bahkan ketika tidak ada tanaman tomat. Perkembangan patogen
dipengaruhi oleh suhu tanah yang tinggi dan pH yang rendah (Ika, 2013).

2.4 Cendawan Trichoderma sp.


Spesies dari genus Trichoderma termasuk dalam salah satu kelompok
mikroba yang paling berguna dan berdampak pada kesejahteraan manusia dalam
beberapa waktu terakhir. Jamur filamen ini memiliki banyak aplikasi. Spesies dari
genus Trichoderma adalah biofungisida yang paling banyak digunakan sebagai
pengubah pertumbuhan tanaman, dan merupakan sumber enzim untuk keperluan
industri, termasuk yang digunakan dalam industri biofuel atau bahan bakar hayati.
Selain itu, Trichoderma adalah produsen metabolit sekunder yang produktif,
beberapa di antaranya memiliki signifikansi klinis, dan beberapa spesies telah
direkayasa untuk bertindak sebagai pabrik sel mikroba untuk produksi protein
penting yang heterologous atau berbeda dalam hal ukuran, bentuk, dan jumlah gen..
Di dalam tanah, spesies Trichoderma digunakan dalam bioremediasi limbah
organik dan anorganik termasuk logam berat (Mukherjee et al., 2013).
Trichoderma banyak dimanfaatkan sebagai Agen Pengendali Hayati. Agen
pngendali hayati tidak memberi peluang pada patogen untuk mencapai populasi
yang cukup tinggi hingga dapat menyebabkan tingkat serangan penyakit yang
tinggi (Kartikowati et al., 2019). Agen hayati memerlukan waktu untuk
memberikan dampak positif, terkait proses adaptasi dan perkembangan untuk

11
mencapai populasi yang optimum untuk mengolonisasi tanaman. Penerapan
antagonis agensi hayati mampu menurunkan tingkat populasi patogen tanaman di
dalam tanah dan meningkatkan pertumbuhan tanaman (Muzdalifah et al., 2017).
Trichoderma dapat mengendalikan jamur termasuk dalam kelompok
taksonomi beragam serta oomycetes. Selain biokontrol, Trichoderma spp. telah
lama diketahui dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman (akar dan pucuk).
Trichoderma mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman melalui pelarutan
nutrisi, jamur ini menjajah akar tanaman secara internal dan eksternal dan
mengambil sukrosa dari akar, tetapi secara bersamaan meningkatkan kemampuan
fotosintesis dan pertahanan yang diinduksi (Mukherjee et al., 2013).
Karakter Trichoderma yang berguna untuk karakterisasi dan identifikasi
dalam general Hyphomycetes lainnya sering tidak berguna dalam membedakan
spesies Trichoderma, biasanya karena rentang sempit variasi morfologi yang
disederhanakan dalam Trichoderma, atau karena istilah deskriptif untuk
menggambarkan variasi warna atau pola tidak cukup tepat untuk menentukan
perbedaan antara spesies (Kubicek et al., 2019).

2.5 Cendawan Gliocladium sp.


Gliocladium adalah genus dari hyphomycetes. Keragaman hubungan ini
dengan jelas menunjukkan bahwa Gliocladium bersifat polifiletik. Berfokus
terutama pada spesies tipe, G. penicillioides, dan dua spesies dengan sifat
biokontrol, G. virens dan G. roseum (Kubicek dan Gary, 2002). Formulasi pestisida
hayati yang telah dihasilkan BALITHI adalah Bio-GL mengandung Gliocladium
spp. untuk mengendalikan penyakit tular tanah yang disebabkan oleh Phomosis
seclerotiodes, Phytium spp, Rhizoctonia solani, Sclerotinia sclerotiorum pada
tanaman hortikultura (Djunaedy, 2009).
Biakan jamur Gliocladium sp diberikan ke areal pertanaman dan berlaku
sebagai biodekomposer, mendekomposisi limbah organik (rontokan dedaunan dan
ranting tua) menjadi kompos yang bermutu. Serta dapat berlaku sebagai
biofungisida, yang berperan mengendalikan organisme patogen penyebab penyakit
tanaman. Penambahan Gliocladium sp ke dalam tanah sangat diperlukan karena

12
Untuk menambah populasinya untuk mengendalikan cendawan patogen, karena
semakin banyak populasi Gliocladium sp di dalam tanah daya antagonisnya akan
semangkin besar, selain itu antibiotik yang dihasilkan akan memungkin baik untuk
membunuh patogen (Iskandar & Pinem 2009).
Mekanisme antagonistik dari Gliocladium sp. terhadap organisme lain
adalah hiperparasitisme, antibiosis dan lisis atau kombinasi keduanya. Cendawan
ini pertama kali dilaporkan memproduksi bahan anti cendawan (anti Fungal)
gliotoxin dan virin. Hubungan antagonisme antara agens antagonis dengan patogen
dapat terjadi melalui beberapa hal yaitu parasitisme, antibiosis, kompetisi, predasi
dan lisis. Gliocladium sp dapat digunakan untuk mengendalikan penyakit tular
tanah, termasuk penyakit damping off pada acang buncis dan kubis, bercak daun
pada tomat dan penyakit penyemaian pada tanaman kapas (Herlina, 2013).

13
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis, Lokasi, dan Waktu Penelitian


Penelitian ini adalah penelitian eksperimen yang akan dilaksanakan di
Laboratorium Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa, pada bulan Agustus sampai dengan Oktober 2023.

3.2 Bahan dan Alat


Bahan-bahan yang akan digunakan pada penelitian ini adalah biakan jamur
antagonis Trichoderma sp. dan biakan jamur Gliocladium sp., isolat jamur
Fusarium oxysporum, Aquades, media PDA, Alkohol 70%, kertas, aluminium foil,
tisu, kertas label.
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian, yaitu erlenmeyer, magnet
strirer, batang L, neraca analitik, vortex, Laminar Air Flow, lampu bunsen, jarum
ose, tabung reaksi, mikro pipet, hot plate, cork borer, autoklaf, oven, cawan petri,
scaple, alat tulis, kamera, penggaris, pinset, shaker, gunting, gelas ukur, kaca
preparat, dan mikroskop.

3.3 Metode Penelitian


3.3.1 Rancangan Penelitian
Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah
Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan non faktor (faktor tunggal), yaitu
jamur antagonis terdiri 3 taraf :
A0 = Fusarium oxysporum (tanpa jamur antagonis)
A1 = Fusarium oxysporum + Trichoderma sp.
A2 = Fusarium oxysporum + Gliocladium sp.
Dari 3 taraf tersebut dilakukan 5 ulangan sehingga menghasilkan 15 kali
satuan percobaan.

14
3.3.2 Rancangan Analisis
Rancangan analisis yang digunakan dengan model linear penelitian ini
sebagai berikut:
Yij = µ + τi + ∑ij
Keterangan:
Yij = Respon atau nilai pengamatan pada perlakuan jamur antagonis
terhadap jamur Fusarium oxysporum dan ulangan ke-j

µ = Nilai rataan umum


τi = Pengaruh perlakuan jamur antagonis Trichoderma sp. dan
Gliocladium ke-i
i = Jamur antagonis
j = Ulangan (1, 2, 3, 4, 5)
Bila dalam hasil sidik ragam diperoleh Pengaruh perlakuan berbeda
nyata atau sangat nyata, maka dilakukan uji lanjut. Data penelitian digunakan
uji normalitas dan dianalisis dengan analisis varian satu arah (ANOVA),
kemudian dilanjutkan dengan uji beda nyata terkecil (BNT), bila terdapat
perbedaan yang signifikan.

3.4 Pelaksanaan Penelitian


1. Sterilisasi Alat
Alat-alat yang akan digunakan harus dalam keadaan streril. Alat-alat
yang akan digunakan dibungkus dengan alumunium foil maupun kertas.
Sebelum dibungkus, alat-alat terlebih dahulu dicuci dengan sabun dan setelah
kering dibilas terakhir dengan alkohol. Untuk alat-alat yang digunakan pada
saat inokulasi (seperti jarum ose), disterilkan kembali dengan pemanasan di atas
api spirtus, setelah diceplupkan atau disemprot dengan alkohol 70%. Untuk air
aquades disterilisasi dengan erlenmeyer sebagai wadah sebanyak 1.000 ml
dengan alumunium foil. Kemudian disterilisasi dengan autoklaf pada suhu
121℃, untuk aquades selama 1 jam, sedangkan alat disterilisasi dalam oven
selama 100℃ selama 15 menit.
2. Pembuatan Media Potato Dextrose Agar (PDA) dalam pH 7

15
PDA instan terlebih dahulu ditimbang sebanyak 39 gram pada neraca
analitik, kemudian dilarutkan dalam 1000 ml aquades pada wadah erlenmeyer.
Magnet stirer dimasukkan kemudian di aduk menggunakan hot plate hingga
homogen dan mendidih. Setelah homogen, media PDA disesuaikan terlebih
dahulu pH 7, jika kurang tambahkan tetesan HCl 0,5 M begitu pun sebaliknya
jika lebih gunakan tetesan NaOH 0,5 M. Kemudian media PDA disterilisasi
dengan autoklaf pada suhu 121℃ selama 20 menit. Campuran media yang
masih hangat (suhu 60-70℃) selanjutnya dituang ke dalam cawan petri steril
dan kemudian didinginkan hingga memadat. Media dikeringkan dalam
inkubator pada suhu 37℃ dalam suhu kamar. Setelah 24 jam jika tidak terjadi
kontaminasi, media siap digunakan untuk meremajakan isolat Fusarium
oxysporum maupun jamur antagonis.
3. Isolasi Jamur Fusarium oxysporum
Jamur diisolasi dari tanaman tomat yang mengalami penyakit layu
karena jamur Fusarium oxysporum. Sampel diambil dari dari pangkal batang
tanaman tomat. Pangkal batang yang telah dipotong dicuci bersih, lalu dipotong
kembali menjadi sebesar 0,5 cm. Setelah itu disterilkan alkohol 70% selama
lebih kurang 3 menit. Direndam kembali dengan NaCl 4% selama 3 menit, dan
terakhir dibilas dengan akuades steril sebanyak 3 kali. Kemudian dimasukkan
ke dalam erlenmeyer yang berisi 90 ml aquades, lalu ditutup dengan alumunium
foil kemudian dishaker selaam 30 menit dengan kecepatan 150 rpm. Kemudian
di tumbuhkan di media PDA dengan dimasukkan potongan batang ke dalam
cawan petri yang berisi media PDA yang dijadikan sebagai control. Sisa dari
potongan batang digerus dengan mortar dan alu hingga halus. Diencerkan 10-2,
10-4, 10-6, 10-8, 10-10, diambil 1 ml dan disebar pada 9 ml media PDA pada
cawan petri. Preparasi diinkubasikan dibawah kondisi standar yaitu pada suhu
selama 7-10 hari. Diberi label identitas pada isolat. Setelah sekitar 1 minggu,
dibuat stok dengan dikulturkan pada media regenerasi dalam cawan petri.
4. Isolasi Jamur Trichoderma sp. dan Gliocladium sp.
Isolasi jamur Trichoderma sp. dan Gliocladium sp. diambil dari rizosfer
tanah disekitar tanaman tomat yang sehat. Tanah yang diambil dengan
kedalaman 25 cm. Untuk Trichoderma sp. diambil sampel tanah sebanyak 1

16
gram, sedangkan untuk Gliocladium sp. diambil sebanyak 15 gram. Kemudian
masing-masing dilarutkan dalam 10 ml akuades. Suspensi kemudian di vortex.
Dilakukan pengenceran berseri sampai seri 10-5. Selanjutnya sebanyak 0,1 ml
suspense tanah dari seri pengenceran terakhir diinokulasikan pada media Potato
Dextrose Agar (PDA) dalam cawan petri secara aseptis dalam LAF dengan
menggunakan metode cawan sebar. Kultur diinkubasi di suhu 25-30℃ selama
1 minggu dan diamati secara berkala setiap harinya. Isolat ini kemudian
ditumbuhkan kembali pada media yang sama hingga diperoleh isolat murni.
Diidentifikasi karakteristik dari setiap jamur antagonis.
5. Pengukuran Diameter Koloni Isolat
Diameter koloni pada setiap jamur baik jamur antagonis maupun jamur
patogen diperoleh dari pengamatan ukuran diameter pertumbuhan koloni yang
terbentuk setiap hari sampai 7 hari setelah inokulasi (hsi). Diameter diukur
menggunakan jangka sorong.
6. Uji Antagonisme dan Daya Hambat
Uji daya hambat secara in vitro dengan menggunakan biakan ganda
dilakukan dengan meletakkan secara simetri potongan biakan Fusarium
oxysporum dan masing-masing jamur antagonis, dengan masing-masing ukuran
diameter 5 mm. Pengukuran diambil dari tepi cawan petri dengan jarak 3 cm
pada cawan petri berdiameter 9 cm. Pengamatan terhadap luas miselium jamur
Trichoderma sp. dan Gliocladium sp. Yang diaplikasikan dengan jamur
Fusarium oxysporum diamati setiap hari hingga hari ke-10.

3.5 Rancangan Respons


3.5.1 Karakterisasi Jamur
Karakterisasi dari setiap jamur baik jamur antagonis Trichoderma
sp. dan Gliocladium sp. dan jamur patogen Fusarium oxysporum diamati secara
mikroskopis dan makroskopis. Karakterisasi secara makroskopis dilihat
berdasarkan warna, elevasi, ukuran, bentuk, permukaan koloni yang tumbuh di
media Potato Dextrose Agar (PDA). Sedangkan secara mikroskopis dilihat dari
bentuk konidium yang diamati dengan menggunakan mikroskop. Pengamatan

17
dilakukan pada masing-masing jamur pada hari ke-6 setelah isolasi biakan
murni.
3.5.2 Diameter Koloni Isolat
Pengukuran diameter koloni isolat dilakukan setiap harinya hingga
hari ke-7. Pertumbuhan diameter koloni isolat jamur antagonis terhadap jamur
patogen dapat menunjukkan kecepatan pertumbuhan.
3.5.3 Persentase Daya Hambat Jamur Trichoderma sp. dan Gliocladium
sp. Terhadap Fusarium Oxysporum
Pengamatan dengan mengukur diameter dan lebar jamur
Trichoderma sp dan Fusarium oxysporum f. sp. lycopersici secara horizontal
dan vertikal dengan menggunakan alat ukur penggaris. Besarnya Penghambatan
dihitung dengan menggunakan rumus (Juariyah, et al., 2018):

(𝑟1−𝑟2)
P= x 100%
𝑟1

P = Penghambatan
r1 = Jari-jari koloni Fusarium oxysporum pada kontrol
r2 = Jari-jari koloni Fusarium oxysporum yang menuju ke arah jamur
antagonis

3.5.4 Uji antagonis Trichoderma sp. dan Gliocladium sp. Terhadap


Fusarium oxysporum
Pengamatan Mekanisme antagonis dilakukan secara makroskopis dan
mikroskopis. Pengamatan langsung (makroskopis) dilakukan pada biakan
ganda (dual culture), sedangkan mikroskopis dengan cara mengambil potongan
hifa 1x1 cm di daerah kontak kedua jamur, kemudian diletakkan pada gelas
preparat dan diamati dibawah mikroskop. Mekanisme yang terjadi antara jamur
patogen dengan jamur antagonis didasarkan pada kriteria yang dikemukakan
oleh Porter (1942), Skidmore & Dickinson (1976), dan Trigiano, Windham
(2008) (Amaria et al., 2015) :

18
a) Kompetisi, apabila koloni jamur antagonis menutupi koloni patogen dan
pertumbuhan jamur antagonis lebih cepat untuk memenuhi cawan petri
berdiameter 9 cm. Pada daerah kontak, hifa patogen mengalami lisis.
b) Antibiosis, apabila terbentuk zona kosong diantara jamur patogen dengan
jamur antagonis, terdapat perubahan bentuk hifa patogen, dan dihasilkan
pigmen di permukaan bawah koloni jamur antagonis.
c) Parasitisme, apabila hifa jamur antagonis tumbuh di atas hifa patogen, pada
daerah kontak ditemukan hifa jamur antagonis melilit hifa patogen, serta
mengalami lisis.

3.6 Pengolahan Data


Seluruh variabel pengamatan dianalisis menggunakan analisis varian
(ANOVA) dengan tingkat taraf 5%. Apabila terdapat beda nyata dilanjutkan dengan
uji duncan atau DMRT.

19
DAFTAR PUSTAKA

BPP Sedayu. 2017. Program Penyuluhan Pertanian tingkat BPP Kecamatan


Sedayu, Kabupaten Bantul. Yogyakarta.
Brown, Daren W., dan Robert H. Proctor. 2013. Fusarium Genomics, Molecular,
and Celullar Biology. UK : Caistor Academic Press.
Chaudhary J, Alisha A, Bhatt V, Chandanshive S, Kumar N, Mir Z, Kumar A,
Yadav SK, Shivaraj SM, Sonah H, dan Deshmukh R. 2019. Mutation
Breeding in Tomato: Advances, Applicability, and Challenges. Plants, 8 (5):
128.
Desjardins, A.E. 2006. Fusarium Mycotoxins: Chemistry, Genetic and Biology.
Dinas Pertanian DIY. 2015. Pedoman Teknik Budidaya Tomat. Yogyakarta : Dinas
Pertanian Daerah Istimewa Yogyakarta.
Djunaedy, Achmad. 2009. Biopestisida Sebagai Pengendali Organisme
Pengganggu Tanaman (OPT) yang Ramah Lingkungan. Jurnal Embryo.
Vol. 6(1): 88-95.
Fungsi Statistik Produksi BPS Provinsi Banten. 2020 Produksi Tanaman
Hortikultura Provinsi Banten 2020. Serang : BPS Provinsi Banten.
Heriyanto. 2019. Kajian Pengendalian Penyakit Layu Fusarium dengan
Trichoderma pada Tanaman Tomat. Jurnal Triton, 10 (1) : 45-58.
Herlina, Lina. 2013. Uji Potensi Gliocladium sp Terhadap Pertumbuhan dan
Produksi Tanaman Tomat. Jurnal Biosaintifika. Vol. 5(2): 88-93.
Hidayat, Taufiq., Ahmad Syauqi., dan Tintrim Rahayu. 2020. Uji Antagonisme
Jamur Gliocladium sp dalam Menghambat Pertumbuhan Jamur Fusarium
sp Penyebab Penyakit Layu Pada Tanaman Pisang (Musa paradisiaca L.).
Biosaintropis, 5 (2) : 59-65.
Ika, Rochdjatun Sastrahidayat. 2013. Penyakit Tanaman Sayur-sayuran. Malang :
UB Press.
Iskandar, M., dan Pinem WS. 2009. Uji Efektifitas Jamur (Gliocladium Virens dan
Trichoderma Koningii) Pada Berbagai Tingkat Dosis Terhadap Penyakit
Busuk Pangkal Batang (Fusarium oxysporum F. Sp. Passiflorae) Pada

20
Tanaman Markisah (Passiflora edulis F. Edulis) di Lapangan. USU e-
Journals (UJ).
Juariyah, Siti., Efi Toding Tondok., dan Meity Suradji Sinaga. 2018. Trichoderma
dan Gliocladium untuk Mengendalikan Penyakit Busuk Akar Fusarium
Pada Bibit Kelapa Sawit. Jurnal Fitopatologi Indonesia, 14 (6) : 196-204.
Karim, Abdul., Rahmiati., dan Ida Fauziah. 2020. Isolasi dan Uji Antagonis
Trichoderma terhadap Fusarium oxysporum secara In vitro. Jurnal Biosains,
6 (1) : 18-21.
Kartikowati, E., Haris R., Karya., dan Anwar S. 2019. Aplikasi Agen Hayati
(Paenibacillus polymixa) terhadap Penekanan Penyakit Hawar Daun
Bekteri Serta Hasil dan Pertumbuhan Padi Hitam (Oryza sativa) Var. Lokal.
Jurnal Ilmiah Pertanian. Vol. 7(1): 9-15.
Kubicek ., Christian P., dan Gary E. H. 2019. Evolution and Comparative Genomics
of The Most Common Trichoderma Species. BMC Genomics. Vol. 20 (485):
1-24.
Mukherjee, P. K., Benjamin A. Horwitz., Uma Shankar Singh., Mala Mukherjee,
dan Monika Schmoll. 2013. Trichoderma Biology and Applications. United
Kingdom : CAB International.
Musdalifa, M., Ambar, A. A., & Putera, M. I. 2017. Pemanfaatan Agensi Hayati
dalam Mengendalikan Pertumbuhan Perakaran dan Penyakit Layu
Fusarium Cabai Besar (Capsicum annum L). Jurnal Galung Tropika, 6 (3):
224-233.
Nainggolan, Palmarum, Delima Napitupulu, dan Dorkas Parhusip. 2011. Teknologi
Budidaya Tanaman Tomat dengan Sistem Mulsa Plastik di Dataran Tinggi.
Medan: Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Utara.
Nurhakim, Yusnu I. 2019. Sukses Budidaya Tumpang Sari Cabai & Tomat Praktis
& Menguntungkan. Jakarta: Ilmu Cemerlang Group.
Pudjiatmoko. 2008. Budidaya Tomat. Jurnal Atani Tokyo.
Http://Www.Atanitokyo. Blogspot.Com.
Safriani, H. 2018. Pengaruh Media Tanam Terhadap Pertumbuhan Tomat (Solanum
lycopersicum Mill.) sebagai Penunjang Praktikum Fisiologi Tumbuhan.

21
Skripsi. Fakultas Tarbiyah dan Keguruan. Universitas Islam Negeri Ar-
Raniry Darussalam. Banda Aceh.
Santi, T.K. 2006. Pengaruh Pemberian Pupuk Kompos terhadap Pertumbuhan
Tanaman Tomat (Lycopersicum esculentum Mill). Jurnal Ilmiah Progressif.
Vol. 3(9): 1-9.
Sopialena. 2015. Ketahanan Beberapa Varietas Tomat terhadap Penyakit Fusarium
oxsporum dengan Pemberian Trichoderma sp. APS Press: Minnesota.
Sugito, A., H. A. Djatmiko., dan L. Soesanto. 2010. Penekanan Nabati Pada Tanah
Tanaman Tomat Terkontaminasi Fusarium oxysporum f. sp. lycopersici.
Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia. Vol. 12(1): 13-18.
Sunarjono, Hendro, dan Febriani Ai Nurrohmah. 2018. Bertanam Sayuran Buah.
Jakarta: Penebar Swadaya.
Supriati, Yati, dan Firmansyah Siregar. 2015. Bertanam Tomat di Pot. Jakarta:
Penebar Swadaya.
Syukur, M., Helfi Eka Saputra., dan Rudy Hermanto. 2015. Bertanam Tomat di
Musim Hujan. Jakarta: Penebar Swadaya.
Trubus, Redaksi. 2018. Kenali Penyakit Tanaman Akibat Cendawan. Depok : PT
Trubus Swadaya.
Tugiyono, Herry. 1999. Bertanam Tomat. Jakarta : Penebar Swadaya.
Vika, Tenti O. 2013. Pemuliaan Tanaman Tomat (Solanum Lycopersicum L.),
Tahan Serangan Tomato Yellow Leaf Curl Virus (TYLCV). Makalah
Seminar. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
Vilavong, Somlit., dan Kasem S. 2017. Application of A New Bio-Formulation of
Chaetomium cupreum For Biocontrol of Colletotrichum gloeosporioides
Causing Coffee Anthracnose on Arabica Variety in Laos. Journal of
Agricultural Science. Vol. 39(3): 303-310.
Wasonowati, 2011. Meningkatkan Pertumbuhan Tanaman Tomat (Lycopersicon
eculentum) dengan Sistem Budidaya Hidroponik. Jurnal Agrovigor. Vol.
4(1): 1-8.
Wijayani, A.W. dan Widodo. 2005. Usaha Meningkatkan Kualitas Beberapa
Varietas Tomat Dengan Sistem Budidaya Hidroponik. Jurnal Ilmu
Pertanian. Vol. 12(1):77-83.

22
Yuslianti, Eulis R., Lis I. R., Dewi R. H., Adrian M. P., Fine Nur F., Hamdalah
Soleh P., Raudah J. D., Sarah Syarifah., dan Erindya N. R. 2021. Sayuran
dan Buah Berwarna Merah, Antioksidan Penangkal Radikal Bebas. Sleman:
Deepublish.

23
LAMPIRAN

Lampiran 1. Jadwal Kegiatan Penelitian Agustus-Oktober 2023


No Kegiatan Agustus September Oktober
.
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1 Sterilisasi

2 Pembuatan
Media

3 Isolasi Jamur
Patogen

4 Isolasi Jamur
Trichoderma sp.
dan Gliocladium
sp.

6 Pengukuran
Diameter Koloni
Isolat

7 Uji Daya
antagonisme dan
Daya Hambat

8 Pengamatan

24
Lampiran 2. Komposisi Media
Jenis Media Komposisi Media
Potato Dextrose Agar 12,8 gram
1000 ml

25
Lampiran 3. Diagram Alur Penelitian

Sterilisasi alat dengan


aquades

Pembuatan Media

Media PDA Media PDA Media PDA

Pengembangbiakan isolat Pengembangbiakan isolat Pengembangbiakan isolat


Glioclodium sp di cawan Trichoderma sp. di cawan Fusarium oxysporum di
petri petri cawan petri

Jamur Fusarium oxysporum dan


masing-masing jamur antagonis
(Trichoderma sp. dan
Gliocladium) secara terpisah

Uji Antagonisme dan Daya Pengukuran Diameter


Hambat Koloni Isolat

26

Anda mungkin juga menyukai