TINJAUAN TEORI
5
6
kelainan letak seperti letak muka atau pun letak dahi, kelainan
kedudukan anak seperti kedudukan lintang atau pun letak sungsang.
d. Psikis (Psikologis)
Psikologis adalah keadaan emosi, jiwa pengalaman, adat istiadat
dan dukungan dari orang-orang terdekat dapat mempengaruhi proses
persalinan. Umumnya wanita normal dapat merasakan kegembiraan
disaat merasa kesakitan awal menjelang kelahiran bayi.
e. Penolong
Proses persalinan tergantung dari kemampuan skill dan kesiapan
penolong menghadapi persalinan.15
2) Penanganan
a) Bantulah ibu dalam persalinan jika ibu tampak gelisah,
ketakutan dan kesakitan seperti memberi dukungan dan
yakinkan dirinya, berikan informasi mengenai proses dan
kemajuan persalinan, dengarkan keluhannya dan cobalah
untuk lebih sesitif terhadap perasaannya.
10
b. Kala II
Kala II dimulai dari pembukaan lengkap (10 cm) sampai bayi lahir.
Proses ini biasanya berlangsung 2 jam pada primi dan 1 jam pada
multi.10
1) Diagnosis
Persalinan kala II ditegakkan dengan melakukan pemeriksaan
dalam untuk memastikan pembukaan sudah lengkap atau kepala
janin sudah tampak di vulva dengan diameter 5-6 cm.14
Gejala-gejala Kala II adalah:
a) His, menjadi lebih kuat, kontraksinya selama 50-100 detik,
datangnya tiap 2-3 menit.
b) Pasien mulai mengejan.
c) Pada akhir kala II sebagai tanda bahwa kepala sudah sampai
di dasar panggul perineum menonjol, vulva menganga dan
rektum terbuka.11
2) Penanganan
a) Memberikan dukungan pada ibu secara terus menerus dengan
mendampingi ibu agar terhindar dari infeksi, menawarkan
minum, mengipasi dan memijat ibu.
b) Membantu ibu memilih posisi yang nyaman seperti jongkok,
menungging, tidur miring, setengah duduk.
c) Memberi dukungan mental untuk mengurangi kecemasan
atau ketakutan ibu dengan cara memberikan penjelasan
tentang proses dan kemajuan persalinan.14
12
c. Kala III
Kala III dimulai segera setelah bayi lahir sampai lahirnya
plasenta, yang berlangsung tidak lebih dari 30 menit.10 Waktu yang
paling kritis untuk mencegah perdarahan postpartum adalah ketika
plasenta lahir dan segera setelah itu. Manajemen aktif kala III
mempercepat kelahiran plasenta dan dapat mencegah atau
mengurangi perdarahan postpartum. Pengkajian awal pada kala III
yaitu palpasi uterus untuk menentukan apakah ada bayi yang kedua
lalu melakukan manajemen aktif kala III.16
Penatalaksanaan aktif pada kala III (pengeluaran aktif plasenta)
membantu menghindarkan terjadinya perdarahan pascapersalinan,
meliputi:
1) Pemberian oksitosin dengan segera
2) Pengendalian tali pusat terkendali
3) Masase uterus.14
d. Kala IV
Kala IV dimulai dari saat plasenta lahir sampai dengan 2 jam
pertama post partum.10
1) Diagnosis
Dua jam pertama setelah persalinan merupakan waktu yang kritis
bagi ibu dan bayi. Keduanya baru saja mengalami perubahan fisik
yang luar biasa. Petugas atau bidan harus tinggal bersama ibu dan
bayi dan memastikan bahwa keduanya dalam kondisi yang stabil
dan mengambil tindakan yang tepat untuk melakukan stabilisasi.14
2) Penanganan
a) Periksa fundus setiap 15 menit pada jam pertama dan setiap 30
menit pada jam kedua. Jika kontraksi tidak kuat, masase uterus
sampai menjadi keras. Apabila uterus berkontraksi, otot uterus
akan menjepit pembuluh darah untuk mengehentikan
13
b. Kelainan – Anatomik
1) Plasenta akreta, plasenta inkreta, dan plasenta perkreta
2) Plasenta belum lepas dari dinding uterus
3) Plasenta sudah lepas, tetapi belum dilahirkan (disebabkan oleh
tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah
penanganan kala II)
4) Plasenta melekat erat pada dinding uterus karena villi korialis
menembus desidua sampai miometrium hingga di bawah
peritoneum (plasenta akreta-perkreta).17
b. Plasenta inkarserata
Gejalanya:
1) Konsistensi uterus keras
2) Tinggi fundus uterus 2 jari dibawah pusat
3) Bentuk uterus agak globuler
4) Perdarahan sedang
5) Tali pusat terjulur
6) Ostium uterus konstriksi
7) Separasi plasenta sudah lepas
8) Syok jarang terjadi
c. Plasenta akreta
Gejalanya:
1) Konsistensi uterus cukup
2) Tinggi fundus uterus sepusat
3) Bentuk uterus discoid
4) Perdarahan sedang, sedikit bahkan tidak ada
5) Tali pusat tidak terjulur
6) Ostium uteri terbuka
16
5. Patofisiologis
Proses kala III yang didahuluui dengan tahap pelepasan/separasi
plasenta akan ditandai oleh perdarahan pervaginam (cara pelepasan
Duncan) atau plasenta sudah lepas sebagian tetapi tidak keluar
pervaginam (cara pelepasan Schulze), sampai akhirnya tahap ekspilsi,
plasenta lahir.
Pada retensio plasenta, sepanjang plasenta belum terlepas, maka
tidak akan menimbulkan perdarahan. Sebagian plasenta yang sudah
lepas dapat menimbulkan perdarahan yang cukup banyak (perdarahan
17
7. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi Retensio Plasenta yaitu:
a. Kelahiran prematur
Pengeluaran buah kehamilan antara 28 minggu dan 37 minggu atau
bayi dengan berat badan antara 1000 gram dan 2499 gram.
b. Kontraksi uterus yang lemah
c. Tindakan manajemen aktif Kala III yang tidak benar.6
8. Diagnosa
a. Data subjektif
Ibu mengatakan perutnya terasa mulas dan plasenta belum lahir.
b. Data objektif
Pemeriksaan fisik: Palpasi pada abdomen daerah perut didapatkan
uterus tidak teraba bulat dan keras, kontraksi kurang baik, TFU 1 jari
diatas pusat dan vesika urinaria teraba agak menonjol serta terjadi
perdarahan segera setelah anak lahir (postpartum primer).17
9. Penatalaksanaan
Penanganan retensio plasenta berupa pengeluaran plasenta apabila
plasenta belum lahir dalam satu setengah jam sampai satu jam setelah
bayi lahir terlebih lagi apabila disertai perdarahan.17
Jika plasenta tetap melekat, tidak ada tindakan lain yang harus
dilakukan sebelum dokter diberi tahu. Kemungkinan pemisahan manual
dapat diindikasikan. Jika plasenta dapat di palpasi di dalam vagina,
kemungkinan pemisahan telah terjadi, dan jika uterus berkontraksi
dengan baik, upaya maternal (mengejan) dapat dianjurkan. Jika terjadi
keraguan, bidan harus memakai sarung tangan steril sebelum melakukan
pemeriksaan vagina untuk memastikan terjadinya pemisahan. Sebagai
upaya terakhir, jika ibu tidak mampu mengejan secara efektif, tekanan
fundus dapat dilakukan. Uterotonik harus diberikan sebelum tekanan
fundus dilakukan. Kecermatan yang tinggi harus dilakukan untuk
memastikan bahwa pemisahan plasenta sudah terjadi dan uterus
berkontraksi dengan baik. Ibu harus rileks saat bidan member tekanan ke
bawah dan ke belakang pada fundus yang sedang berkontraksi kuat.21
Metode ini dapat menyebabkan nyeri yang cukup berat dan disstres
pada ibu dan mengakibatkan peregangan dan memar pada ligament
uterus penopang. Jika dilakukan tanpa kontraksi uterus yang baik,
inverse akut dapat terjadi. Hal ini merupakan prosedur yang sangat
20
berbahaya jika dilakukan oleh tangan yang tidak trampil dan tidak
dianjurkan dalam praktik sehari-hari jika dapat dilakukan metode yang
lain yang lebih aman.21
Pelepasan plasenta secara manual. Hal ini harus dilakukan oleh
dokter. Infuse intravena dipasang dulu dan anestetik bekerja secara
efektif. Pilihan anesthesia yang digunakan bergantung pada kondisi
umum ibu. Jika anestetik epidural efektif sudah diberikan dan masih
bekerja, tambahannya dapat diberikan untuk menghindari anestesi
umum. Anestetik spinal merupakan alternatif lain, tetapi jika waktu
merupakan faktor yang sangat mendesak, anestetik umum dapat
dilakukan.21
Pelepasan manual dilakukan dengan tindakan aseptik penuh dan
kecuali jika terdapat kedaruratan yang memaksa, tindakan ini tidak boleh
dilakukan sebelum memastikan keadekuatan kerja analgesia pada ibu.
Dengan tangan kiri, tali pusat dipegang dan direntangkan, sedangkan
tangan kanan ditangkupkan dan dimasukan ke dalam vagina dan uterus
sesuai arah tali pusat. Setelah letak plasenta ditemukan, tali pusat
dilepaskan sehingga tangan kiri dapat digunakan untuk menopang
fundus pada abdomen, untuk mencegah rupture uterus bagian bawah.
Operator akan merasakan adanya pelepasan tepian plasenta. Jari-jari
tangan direntangkan dan tepi diselipkan tangan secara di antara plasenta
dan dinding uterus, dengan telapak tangan menghadap plasenta. Secara
perlahan, plasenta dilepaskan dari dinding uterus dengan gerakan
mengiris dari arah tepi. Setelah lepas sepenuhnya, tangan kiri
merangsang kontraksi dan tangan kanan dikeluarkan dengan plasenta
dalam genggaman. Plasenta harus segera diperiksa kelengkapannya
sehingga eksplorasi uterus lebih lanjut dapat dilakukan tanpa
keterlambatan. Obat uterotonik diberikan setelah plasenta terpisah
sepenuhnya.21
Pada situasi yang sangat khusus, yaitu ketika tidak ada dokter yang
dapat dipanggil, bidan diharapkan dapat melakukan pelepasan plasenta
21
kanan dan kiri sambil digeser ke atas (cranial ibu) hingga semua
perlekatan plasenta terlepas dari dinding uterus.
m. Sementara satu tangan masih di dalam kavum uteri, lakukan
eksplorasi untuk menilai tidak ada sisa plasenta yang tertinggal.
n. Memindahkan tangan luar dari fundus ke supra simfisis (tahan
segmen bawah uterus) kemudian instruksikan asisten/penolong untuk
menarik tali pusat sambil tangan dalam membawa plasenta keluar
(hindari terjadinya percikan darah).
o. Melakukan penekanan (dengan tangan yang menahan supra simfisis)
uterus kearah dorso-kranial setelah plasenta dilahirkan dan
tempatkan plasenta di dalam wadah yang telah disediakan.
p. Mendekontaminasi sarung tangan (sebelum dilepaskan) dan
peralatan lain yang digunakan.
q. Melepaskan dan rendam sarung tangan dan peralatan lainnya di
dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit.
r. Mencuci tangan dengan saun dan air bersih mengalir.
s. Mengeringkan tangan dengan handuk bersih dan kering.
t. Memeriksa kembali tanda-tanda vital ibu.
f. Segera atasi atau rujuk ke fasilitas yang lebih lengkap bila terjadi
komplikasi perdarahan hebat atau infeksi.
3. Klasifikasi
Pemeriksaan dan pengawasan Hb dapat dilakukan dengan menggunakan
sahli. Dari hasil pemeriksaan sahli, kondisi Hb dapat digolongkan
sebagai berikut:
a. Hb 11 gr% = tidak anemia
b. Hb 9-10 gr% = anemia ringan
c. Hb 7-8 gr% = anemia sedang
d. Hb <7 gr% = anemia berat. 22
4. Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis anemia pada kehamilan, dapat
dilakukan anamnesis, akan didapatkan keluhan cepat lelah, sering
pusing, mata berkunang-kunang, dan keluhan mual muntah yang lebih
hebat pada kehamilan muda.
Pemeriksaan darah dilakukan minimal dua kali selama kehamilan,
yaitu pada trimester I dan III. Dengan pertimbangan bahwa sebagian
besar ibu hamil mengalami anemia, perlu dilakukan preparat Fe
sebanyak 90 tablet pada setiap ibu hamil di Puskesmas. 22
27
5. Pengaruh anemia
Bahaya anemia terhadap kehamilan dapa digolongkan menjadi:
a. Pengaruh anemia terhadap persalinan
1) Bahaya selama kehamilan:
a) Dapat terjadi abortus
b) Persalinan premature
c) Hambatan tumbuh kembang janin dalam rahim
d) Mudah terjadi infeksi
e) Ancaman dekompensasi kordis (Hb < 6 gr%)
f) Mola hidatidosa
g) Perdarahan antepartum
h) Ketuban pecah dini (KPD)
2) Bahaya saat persalinan
a) Gangguan his-kekuatan mengejan.
b) Kala pertama dapat berlangsung lama dan terjadi partus
terlantar
c) Kala dua berlangsung lama sehingga dapat melelahkan dan
sering memerlukan tindakan operasi kebidanan.
d) Kala tiga dapat diikuti retensio plasenta, dan perdarahan
postpartum akibat atonia uteri.
e) Kala empat dapat terjadi perdarahan post partum sekunder
dan atonia uteri.
f. Penyimpanan tablet Fe
30
2. Objektif
Data objektif yang menunjang pada kasus retensio plasenta
(Pemeriksaan Fisik):
a. Nadi dan pernapasan cepat
b. Tekanan darah menurun
c. Suhu meningkat
d. Ekstremitas terasa dingin
e. Fundus teraba masih tinggi
f. Kontraksi yang lemah atau kurang baik
g. Tali pusat terjulur depan vulva.15
3. Assasment
Assasment yang dapat ditegakkan untuk kasus retensio plasenta
a. Diagnosa
Ny….., Usia….., P…..A….. inpartu kala III dengan retensio
plasenta.
b. Masalah
Plasenta belum lahir dalam 30 menit setelah bayi lahir.
31
c. Potensial masalah
Perdarahan, syok, infeksi, anemia, histerektomi.15
4. Planning
Planning pada kasus retensio plasenta disesuaikan dengan kebutuhan
klien, tindakan segera dan kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain yang
kemudian direncanakan dan dievaluasi. Penanganan retensio plasenta:
a. Memperhatikan keadaan klien.
b. Mengetahui keadaan plasenta
c. Memberikan infuse dan cairan pengganti.
d. Retensio plasenta dengan perdarahan (langsung dilakukan plasenta
manual)
e. Retensio plasenta tanpa perdarahan (merujuk klien ke rumah sakit
untuk mendapatkan penanganan yang lebih baik).12
BAB III
METODOLOGI
A. Metode
Dalam penulisan laporan tugas akhir ini, metode yang digunakan adalah
metode studi kasus. Metode yang dilakukan sebagai upaya pendekatan
manajemen kebidanan yaitu salah satu proses pemecahan masalah yang
digunakan sebagai metode untuk mengorganisasi pikiran dan tindakan
berdasarkan teori ilmiah, temuan, keterampilan dalam rangkaian atau tahapan
yang logis untuk mengambil suatu keputusan yang terfokus dari klien.15 Studi
kasus adalah metode dengan memusatkan diri secara intensif terhadap suatu
objek tertentu, dengan mempelajari sebagai suatu kasus.25
Manajemen kebidanan adalah suatu metode yang bersifat mengumpulkan
suatu peristiwa atau gejala yang saat ini dialami pasien tertuju pada proses
pemecahan masalah melalui manajemen kebidanan yang meliputi tahap
pengkajian, interpretasi data, antisipasi masalah, tindakan segera atau
kolaborasi, rencana manajemen, pelaksanaan dan evaluasi.26
Metode pendokumentasian yang penulis gunakan ialah dalm bentuk SOAP.
Metode ini membantu mengungkapkan suatu kasus atau kejadian berdasarkan
teori yang ditetapkan pada keadaan yang sebenarnya. Pendokumentasian
SOAP terdiri dari :
1. S (Subjektif)
Menggambarkan pendokumentasian yang datanya berhasil diperoleh dari
hasil anamnesa (wawancara).
2. O (Objektif)
Menggambarkan pendokumentasian yang diperoleh dari hasil pemeriksaan
fisik klien, hasil laboratorium dan hasil tes diagnostik yang menjadi data
fokus untuk mendukung pemberian asuhan.
32
33
3. A (Analisa)
Menggambarkan suatu identifikasi dari hasil data subjektif dan data objektif
yang didapat.
4. P (Penatalaksanan)
Menggambarkan pendokumentasian tindakan yang diberikan kepada klien
sesuai dengan analisa.
langsung yang ditujukan terhadap kondisi, reaksi dan tingkah laku pasien
yang ditangkap oleh panca indra.25
4. Studi Dokumentasi
Studi dokumentasi yaitu cara pengumpulan data secara tertulis dengan cara
mencari informasi dan memelajari catatan medis pasien dengan mencatat data
yang ada dan sudah didokumentasikan dalam catatan medis pasien.28
Dilakukan dengan mecari informasi data yang ada dan mencatat data yang
berhubungan dengan gangguan kesehatan reproduksi melalui status pasien
maupun rekam medis.25
5. Studi Literatur
Studi literatur adalah pengumpulan data yang diperoleh dari berbagai
informasi baik berupa teori, generalisasi, maupun konsep yang telah
dikemukakan oleh berbagai ahli. Pengumpulan data yang diperoleh dari
berbagai informasi, baik berupa teori, generalisasi maupun konsep yang telah
dikemukakan oleh berbagai ahli.29