Anda di halaman 1dari 30

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Persalinan Normal


1. Pengertian
Persalinan dan kelahiran merupakan kejadian fisiologis yang normal.
Kelahiran seorang bayi juga merupakan peristiwa sosial yang ibu dan
keluarga menantikannya selama 9 bulan. Ketika persalinan dimulai,
peranan ibu adalah untuk melahirkan bayinya. Peran petugas kesehatan
adalah memantau persalinan untuk mendeteksi dini adanya komplikasi,
disamping itu bersama keluarga memberikan bantuan dan dukungan pada
ibu bersalin.
a. Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks, dan
janin turun ke dalam jalan lahir. Persalinan dan kelahiran normal
adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup
bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang
kepala yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik pada
ibu maupun pada janin.10
b. Persalinan adalah serangkaian kejadian yang berakhir dengan
pengeluaran bayi yang cukup bulan atau hampir cukup bulan, disusul
dengan pengeluaran plasenta dan selaput janin dari tubuh ibu.11
c. Persalinan adalah pengeluaran hasil konsepsi (janin dan plasenta)
yang telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui
jalan lahir atau melalui jalan lain, dengan atau tanpa bantuan
(kekuatan sendiri).12
d. Persalinan adalah rangkaian proses yang berakhir dengan
pengeluaran hasil konsepsi oleh ibu. Proses ini dimulai dengan
kontraksi persalinan sejati, yang ditandai oleh perubahan progresif
pada serviks dan diakhiri dengan pelahiran plasenta.13

5
6

Jadi dapat disimpulkan bahwa persalinan adalah proses dimana bayi,


plasenta dan selaput ketuban keluar dari uterus ibu. Persalinan dianggap
normal jika prosesnya terjadi pada usia kehamilan cukup bulan (setelah 37
minggu) tanpa disertai adanya penyulit.14

2. Tanda dan Gejala Persalinan


Tanda dan gejala yang biasanya kita jumpai yaitu:
a. Timbul rasa sakit atau nyeri abdomen oleh adanya his yang bersifat
intermiten datang lebih kuat, sering, dan teratur.
b. Keluar lendir bercampur darah (bloody show) yang lebih banyak
karena robekan kecil pada serviks.
c. Kadang-kadang ketuban pecah dengan sendirinya. Pemecahan
membran yang normal terjadi pada kala I persalinan. Hal ini terjadi
pada 12% wanita, dan lebih dari 80% wanita akan memulai persalinan
secara spontan dalam 24 jam.
d. Pada pemeriksaan dalam, serviks mendatar dan pembukaan telah ada.
Berikut ini adalah perbedaan penipisan dan dilatasi serviks antara
nulipara dan multipara.
1) Nulipara
Biasanya sebelum persalinan, serviks menipis sekitar 50-60% dan
pembukaan sampai 1 cm; dan dengan dimulainya persalinan,
biasanya ibu nulipara mengalami penipisan serviks 50-100%,
kemudian terjadi pembukaan.
2) Multipara
Pada multipara sering kali serviks tidak menipis pada awal
persalinan, tetapi hanya membuka 1-2 cm. Biasanya pada
multipara serviks akan membuka, kemudian diteruskan dengan
penipisan.
e. Kontraksi uterus mengakibatkan perubahan pada serviks (frekuensi
minimal 2 kali dalam 10 menit). 14
7

3. Sebab-sebab Mulainya Persalinan


a. Penurunan kadar progesteron
Progesterone menimbulkan relaksasi otot-otot rahim. Sebaliknya
estrogen meninggikan kerentanan otot rahim. Selama kehamilan
terdapat keseimbangan antara kadar progesterone dan estrogen di
dalam darah, tetapi pada akhir kehamilan kadar progesterone
menurun sehingga timbul his.
b. Teori oxytocin
Pada akhir kehamilan kadar oxytocin bertambah. Oleh karena itu
timbul kontraksi otot-otot rahim.
c. Keregangan otot-otot
Seperti halnya dengan kandung kencing dan lambung bila
dindingnya teregang oleh karena isinya bertambah maka timbul
kontraksi untuk mengeluarkan isinya. Demikian pula dengan rahim,
maka dengan majunya kehamilan makin teregang otot-otot dan otot-
otot rahim makin rentan.
d. Pengaruh janin
Hypofise dan kelenjar suprarenal janin rupa-rupanya juga memegang
peranan oleh karena pada anencephalus kehamilan sering lebih lama
dari biasa.
e. Teori prostaglandin
Prostaglandin yang dihasilkan oleh decidua, disangka menjadi salah
satu sebab permulaan persalinan. Hasil dari percobaan menunjukkan
bahwa progtaglandin F2 dan E2 yang diberikan secara intravena,
intra dan extraamnial menimbulkan kontraksi myometrium pada
setiap umur kehamilan. Hal ini juga disokong dengan adanya kadar
prostaglandin yang tinggi baik dalam air ketuban maupun darah
perifer pada ibu-ibu hamil sebelum melahirkan atau selama
persalinan.11
8

4. Faktor-faktor yang Memengaruhi Persalinan


a. Power
Power ialah suatu kekuatan yang mendorong janin keluar, terdiri
dari:
1) His
His adalah gelombang kontraksi ritmis otot polos dinding
uterus yang dimulai dari daerah fundus uteri dimana tuba falopii
memasuki dinding uterus, awal gelombang tersebut didapat dari
„peacemaker‟ yang terdapat di dinding uterus daerah tersebut. His
merupakan kontraksi dan relaksasi otot uterus yang bergerak dari
fundus ke korpus sampai dengan ke servik secara tidak sadar.
Resultante efek gaya kontraksi tersebut dalam keadaan normal
mengarah ke daerah lokus minoris yaitu daerah kanalis servikalis
(jalan lahir) yang membuka, untuk mendorong isi uterus ke luar.
Terjadinya his, akibat dari kerja hormon oksitosin, regangan
dinding uterus oleh isi konsepsi dan rangsangan terhadap pleksus
saraf Frankenhauser yang tertekan massa konsepsi.
b. Passage
Passege atau jalan lahir terdiri dari :
a) Jalan lahir keras yaitu tulang pinggul ( os coxae, os sacrumatau
promontorium, dan os coccygis ).
b) Jalan lahir lunak : yang berperan dalam persalinan adalah segmen
bahwa rahim, servik uteri dan vagina, juga otot-otot, jaringan
ikat dan ligament yang menyokong alat urogenital.
c. Passanger (janin atau plasenta)
Passanger terdiri dari janin dan plasenta. Janin merupakan passanger
utama, dan bagian janin yang paling penting adalah kepala, karena
kepala janin mempunyai ukuran yang paling besar, 90% bayi
dilahirkan dengan letak kepala. Kelainan-kelainan yang sering
menghambat dari pihak passanger adalah kelainan ukuran dan
bentuk kepala anak seperti hydrocephalus ataupun anencephalus,
9

kelainan letak seperti letak muka atau pun letak dahi, kelainan
kedudukan anak seperti kedudukan lintang atau pun letak sungsang.
d. Psikis (Psikologis)
Psikologis adalah keadaan emosi, jiwa pengalaman, adat istiadat
dan dukungan dari orang-orang terdekat dapat mempengaruhi proses
persalinan. Umumnya wanita normal dapat merasakan kegembiraan
disaat merasa kesakitan awal menjelang kelahiran bayi.
e. Penolong
Proses persalinan tergantung dari kemampuan skill dan kesiapan
penolong menghadapi persalinan.15

5. Kala dalam Persalinan


a. Kala I
Kala satu persalinan dimulai dari saat persalinan mulai sampai
pembukaan lengkap (10cm). Proses ini terbagi menjadi 2 fase, fase
laten (8 jam) serviks membuka sampai 3 cm dan fase aktif (7 jam)
serviks membuka dari 3 cm sampai 10 cm. kontraksi lebih kuat dan
sering selama fase aktif.10
1) Diagnosis
Ibu sudah dalam persalinan kala I jika pembukaan serviks kurang
dari 4 cm dan kontraksi terjadi teratur minimal 2 kali dalam 10
menit selama 40 detik.14

2) Penanganan
a) Bantulah ibu dalam persalinan jika ibu tampak gelisah,
ketakutan dan kesakitan seperti memberi dukungan dan
yakinkan dirinya, berikan informasi mengenai proses dan
kemajuan persalinan, dengarkan keluhannya dan cobalah
untuk lebih sesitif terhadap perasaannya.
10

b) Jika ibu tampak kesakitan, dukungan/asuhan yang dapat


diberikan seperti bantu ibu memilih posisi yang diinginkan,
tetapi jika ibu ingin ditempat tidur sebaiknya dianjurkan tidur
miring kiri, selain itu ajarkan kepadanya teknik bernapas
seperti ibu diminta untuk menarik napas panjang, menahan
napasnya sebentar kemudian lepaskan dengan cara meniup
udara ke luar sewaktu terasa kontraksi.
c) Penolong menjaga hak privasi ibu dalam persalinan, antara
lain menggunakan penutup atau tirai, tidak menghadirkan
orang lain tanpa sepengetahuan dan seizin ibu.
d) Untuk memenuhi kebutuhan energi dan mencegah dehidrasi,
berikan cukup minum.
e) Sarankan ibu untuk berkemih sesering mungkin.14

3) Diagnosis kala dan Fase persalinan

Tabel 2.1: Diagnosis kala dan fase persalinan22


Gejala dan tanda Kala Fase

Serviks belum berdilatasi Persalinan


palsu/ belum
inpartu
Serviks berdilatasi I Laten
kurang dari 4 cm
Serviks berdilatasi 4-9 I Aktif
cm : kecepatan
pembukaan 1 cm atau
lebih per jam, penurunan
kepala dimulai
Serviks membuka II Awal
lengkap (10 cm) : (nonekspulsif)
penurunan kepala
berlanjut, belum ada
keinginan untuk meneran
11

Serviks membuka II Akhir


lengkap (10 cm) : bagian (ekspulsif)
terbawah telah mencapai
dasar panggul, ibu
meneran

b. Kala II
Kala II dimulai dari pembukaan lengkap (10 cm) sampai bayi lahir.
Proses ini biasanya berlangsung 2 jam pada primi dan 1 jam pada
multi.10
1) Diagnosis
Persalinan kala II ditegakkan dengan melakukan pemeriksaan
dalam untuk memastikan pembukaan sudah lengkap atau kepala
janin sudah tampak di vulva dengan diameter 5-6 cm.14
Gejala-gejala Kala II adalah:
a) His, menjadi lebih kuat, kontraksinya selama 50-100 detik,
datangnya tiap 2-3 menit.
b) Pasien mulai mengejan.
c) Pada akhir kala II sebagai tanda bahwa kepala sudah sampai
di dasar panggul perineum menonjol, vulva menganga dan
rektum terbuka.11
2) Penanganan
a) Memberikan dukungan pada ibu secara terus menerus dengan
mendampingi ibu agar terhindar dari infeksi, menawarkan
minum, mengipasi dan memijat ibu.
b) Membantu ibu memilih posisi yang nyaman seperti jongkok,
menungging, tidur miring, setengah duduk.
c) Memberi dukungan mental untuk mengurangi kecemasan
atau ketakutan ibu dengan cara memberikan penjelasan
tentang proses dan kemajuan persalinan.14
12

c. Kala III
Kala III dimulai segera setelah bayi lahir sampai lahirnya
plasenta, yang berlangsung tidak lebih dari 30 menit.10 Waktu yang
paling kritis untuk mencegah perdarahan postpartum adalah ketika
plasenta lahir dan segera setelah itu. Manajemen aktif kala III
mempercepat kelahiran plasenta dan dapat mencegah atau
mengurangi perdarahan postpartum. Pengkajian awal pada kala III
yaitu palpasi uterus untuk menentukan apakah ada bayi yang kedua
lalu melakukan manajemen aktif kala III.16
Penatalaksanaan aktif pada kala III (pengeluaran aktif plasenta)
membantu menghindarkan terjadinya perdarahan pascapersalinan,
meliputi:
1) Pemberian oksitosin dengan segera
2) Pengendalian tali pusat terkendali
3) Masase uterus.14

d. Kala IV
Kala IV dimulai dari saat plasenta lahir sampai dengan 2 jam
pertama post partum.10
1) Diagnosis
Dua jam pertama setelah persalinan merupakan waktu yang kritis
bagi ibu dan bayi. Keduanya baru saja mengalami perubahan fisik
yang luar biasa. Petugas atau bidan harus tinggal bersama ibu dan
bayi dan memastikan bahwa keduanya dalam kondisi yang stabil
dan mengambil tindakan yang tepat untuk melakukan stabilisasi.14
2) Penanganan
a) Periksa fundus setiap 15 menit pada jam pertama dan setiap 30
menit pada jam kedua. Jika kontraksi tidak kuat, masase uterus
sampai menjadi keras. Apabila uterus berkontraksi, otot uterus
akan menjepit pembuluh darah untuk mengehentikan
13

perdarahan. Hal ini dapat mengurangi kehilangan darah dan


mencegah perdarahan pascapersalinan.
b) Anjurkan ibu untuk minum demi mencegah dehidrasi. Tawarkan
juga ibu untuk makan.
c) Biarkan bayi berada pada ibu untuk meningkatkan hubungan ibu
dan bayinya. Sebagai permulaan menyusui bayinya.
d) Ajari ibu atau anggota keluarga tentang bagaimana memeriksa
fundus dan menimbulkan kontraksi, tanda-tanda bahaya bagi ibu
dan bayi.14

B. Konsep Dasar Retensio Plasenta


1. Pengertian Retensio Plasenta
Retensio plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta
hingga atau melebihi waktu 30 menit setelah bayi lahir.10 Istilah retensio
plasenta dipergunakan kalau plasenta belum lahir.17
Retensio plasenta adalah bila plasenta tidak lepas atau keluar lebih
dari 30 menit setelah persalinan.18
2. Penyebab Retensio Plasenta
Plasenta yang sukar dilepas dengan pertolongan aktif kala tiga bisa
disebabkan oleh adhesi yang kuat antara plasenta dan uterus. Bila
sebagian kecil dari plasenta masih tertinggal di dalam uterus disebut rest
plasenta dan dapat menimbulkan perdarahan post partum primer atau
lebih sering sekunder.18
Retensio plasenta dapat terjadi karena:
a. Fungsional:
1) His kurang kuat
2) Terhalang oleh kandung kemih yang penuh
3) Plasenta sulit lepas
14

b. Kelainan – Anatomik
1) Plasenta akreta, plasenta inkreta, dan plasenta perkreta
2) Plasenta belum lepas dari dinding uterus
3) Plasenta sudah lepas, tetapi belum dilahirkan (disebabkan oleh
tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah
penanganan kala II)
4) Plasenta melekat erat pada dinding uterus karena villi korialis
menembus desidua sampai miometrium hingga di bawah
peritoneum (plasenta akreta-perkreta).17

3. Jenis Retensio Plasenta


a. Plasenta Adhesiva adalah implantasi yang kuat dari jonjot korion
plasenta sehingga menyebabkan kegagalan mekanisme separasi
fisiologis.
b. Plasenta Akreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga
memasuki bagian lapisan miometrium.
c. Plasenta Inkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga
mencapai lapisan miometrium.
d. Plasenta perkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta yang
menembus lapisan otot hingga mencapai lapisan serosa dinding
uterus.
e. Plasenta inkarserata adalah tertahannya plasenta di dalam kavum
uteri, disebabkan oleh kontriksi ostium uteri.10

4. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala dari retensio plasenta yaitu:
a. Terjadinya perdarahan segera
b. Uterus tidak berkontraksi
c. Tinggi Fundus Uteri tetap atau tidak berkurang
d. Plasenta belum lahir selama 30 menit setelah bayi lahir.10
15

Adapun tanda dan gejala berdasarkan jenis retensio plasenta yaitu:


a. Separasi /akreta parsial
Gejalanya:
1) Konsistensi uterus kenyal
2) Tinggi fundus sepusat
3) Bentuk uterus discoid
4) Perdarahan bisa sedang-banyak
5) Tali pusat terjulur didepan
6) Ostium uteri terbuka
7) Separasi plasenta lepas sebagian
8) Syok sering terjadi.

b. Plasenta inkarserata
Gejalanya:
1) Konsistensi uterus keras
2) Tinggi fundus uterus 2 jari dibawah pusat
3) Bentuk uterus agak globuler
4) Perdarahan sedang
5) Tali pusat terjulur
6) Ostium uterus konstriksi
7) Separasi plasenta sudah lepas
8) Syok jarang terjadi

c. Plasenta akreta
Gejalanya:
1) Konsistensi uterus cukup
2) Tinggi fundus uterus sepusat
3) Bentuk uterus discoid
4) Perdarahan sedang, sedikit bahkan tidak ada
5) Tali pusat tidak terjulur
6) Ostium uteri terbuka
16

7) Separasi plasenta melekat seluruhnya


8) Syok jarang sekali terjadi, kecuali akibat inversion oleh tarikan
kuat pada tali pusat.19

Tabel 2.2 Tabel Klasifikasi Retensio Plasenta


Gejala Separasi/akreta Plasenta Plasenta
parsial Inkarserata akreta

Konsistensi Kenyal Keras Cukup


uterus
Tinggi Sepusat 2 jadi bawah pusat Sepusat
fundus
Bentuk Discoid agak globuler Discoid
uterus
Perdarahan sedang-banyak Sedang sedikit/tidak
ada
Tali pusat terjulur sebagian terjulur tidak terjulur
Ostium uteri Terbuka Konstriksi Terbuka
Separasi lepas sebagian sudah lepas melekat
plasenta seluruhnya
Syok Sering Jarang jarang sekali,
kecuali akibat
inversion oleh
tarikan yang
kuat pada tali
pusat.
Sumber: Prawirohardjo (2009)

5. Patofisiologis
Proses kala III yang didahuluui dengan tahap pelepasan/separasi
plasenta akan ditandai oleh perdarahan pervaginam (cara pelepasan
Duncan) atau plasenta sudah lepas sebagian tetapi tidak keluar
pervaginam (cara pelepasan Schulze), sampai akhirnya tahap ekspilsi,
plasenta lahir.
Pada retensio plasenta, sepanjang plasenta belum terlepas, maka
tidak akan menimbulkan perdarahan. Sebagian plasenta yang sudah
lepas dapat menimbulkan perdarahan yang cukup banyak (perdarahan
17

kala III) dan harus diantisipasi dengan segera melakukan plasenta


manual, meskipun kala uri belum lewat setengah jam.18

6. Bentuk Pelepasan Plasenta


Terdapat 2 bentuk pelepasan plasenta, yaitu:
a. Schulze
Pelepasan dimulai pada bagian tengah dari plasenta dan disini
terjadi hematoma retro plasentair yang selanjutnya mengangkat
plasenta dari dasarnya. Plasenta dengan hematom di atasnya
sekarang jatuh ke bawah dan menarik lepas selaput janin. Bagian
plasenta yang nampak pada vulva ialah permukaan foetal, sedangkan
hematoma sekarang terdapat dalam kantong yang terputar balik.
Maka pada pelepasan plasenta secara Schultze tidak ada
perdarahan sebelu plasenta lahir dan sekurang-kurangnya terlepas
seluruhnya. Baru setelah terlepas seluruhnya atau lahir, darah
sekonyong-konyong mengalir. Pelepasan secara Schulze adalah cara
yang paling sering kita jumpai.11
b. Duncan
Pada pelepasan secara Duncan pelepasan plasenta mulai pada
pinggir plasenta. Darah mengalir keluar antara selaput janin dan
dinding rahim, jadi perdarahan sudah ada sejak sebagian dari
plasenta terlepas dan terus berlangsung sampai seluruh plasenta
lepas. Plasenta lahir dengan pinggirnya terlebih dahulu. Pelepasan
secara Duncan terutama terjadi pada plasenta letak rendah.11
18

7. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi Retensio Plasenta yaitu:
a. Kelahiran prematur
Pengeluaran buah kehamilan antara 28 minggu dan 37 minggu atau
bayi dengan berat badan antara 1000 gram dan 2499 gram.
b. Kontraksi uterus yang lemah
c. Tindakan manajemen aktif Kala III yang tidak benar.6

Adapun faktor predisposisi lainnya yaitu:


a. Grandemultipara
Persalinan lebih dari 4 kali.
b. Usia
Usia ibu < 20 tahun dan > 35 tahun
c. Overdistensi rahim, seperti kehamilan kembar, hidramnion, atau bayi
besar.
d. Partus lama
Persalinan yang berlangsung lebih dari 24 jam pada primi dan lebih
dari 18 jam pada multi.
e. Partus presipitatus
f. Kotiledon tertinggal
g. Riwayat atonia uteri
h. Plasenta akreta, inkreta dan perkreta
i. Manajeman aktif kala III yang tidak benar.
j. Gangguan koagulopati seperti anemia dan hipofibrinogenemi.7

Adapun faktor predisposisi lainnya yaitu:


a. Pembedahan uterus sebelumnya
b. Plasenta previa
c. Kebiasaan merokok
d. Multiparitas grande.20
19

8. Diagnosa
a. Data subjektif
Ibu mengatakan perutnya terasa mulas dan plasenta belum lahir.
b. Data objektif
Pemeriksaan fisik: Palpasi pada abdomen daerah perut didapatkan
uterus tidak teraba bulat dan keras, kontraksi kurang baik, TFU 1 jari
diatas pusat dan vesika urinaria teraba agak menonjol serta terjadi
perdarahan segera setelah anak lahir (postpartum primer).17

9. Penatalaksanaan
Penanganan retensio plasenta berupa pengeluaran plasenta apabila
plasenta belum lahir dalam satu setengah jam sampai satu jam setelah
bayi lahir terlebih lagi apabila disertai perdarahan.17
Jika plasenta tetap melekat, tidak ada tindakan lain yang harus
dilakukan sebelum dokter diberi tahu. Kemungkinan pemisahan manual
dapat diindikasikan. Jika plasenta dapat di palpasi di dalam vagina,
kemungkinan pemisahan telah terjadi, dan jika uterus berkontraksi
dengan baik, upaya maternal (mengejan) dapat dianjurkan. Jika terjadi
keraguan, bidan harus memakai sarung tangan steril sebelum melakukan
pemeriksaan vagina untuk memastikan terjadinya pemisahan. Sebagai
upaya terakhir, jika ibu tidak mampu mengejan secara efektif, tekanan
fundus dapat dilakukan. Uterotonik harus diberikan sebelum tekanan
fundus dilakukan. Kecermatan yang tinggi harus dilakukan untuk
memastikan bahwa pemisahan plasenta sudah terjadi dan uterus
berkontraksi dengan baik. Ibu harus rileks saat bidan member tekanan ke
bawah dan ke belakang pada fundus yang sedang berkontraksi kuat.21

Metode ini dapat menyebabkan nyeri yang cukup berat dan disstres
pada ibu dan mengakibatkan peregangan dan memar pada ligament
uterus penopang. Jika dilakukan tanpa kontraksi uterus yang baik,
inverse akut dapat terjadi. Hal ini merupakan prosedur yang sangat
20

berbahaya jika dilakukan oleh tangan yang tidak trampil dan tidak
dianjurkan dalam praktik sehari-hari jika dapat dilakukan metode yang
lain yang lebih aman.21
Pelepasan plasenta secara manual. Hal ini harus dilakukan oleh
dokter. Infuse intravena dipasang dulu dan anestetik bekerja secara
efektif. Pilihan anesthesia yang digunakan bergantung pada kondisi
umum ibu. Jika anestetik epidural efektif sudah diberikan dan masih
bekerja, tambahannya dapat diberikan untuk menghindari anestesi
umum. Anestetik spinal merupakan alternatif lain, tetapi jika waktu
merupakan faktor yang sangat mendesak, anestetik umum dapat
dilakukan.21
Pelepasan manual dilakukan dengan tindakan aseptik penuh dan
kecuali jika terdapat kedaruratan yang memaksa, tindakan ini tidak boleh
dilakukan sebelum memastikan keadekuatan kerja analgesia pada ibu.
Dengan tangan kiri, tali pusat dipegang dan direntangkan, sedangkan
tangan kanan ditangkupkan dan dimasukan ke dalam vagina dan uterus
sesuai arah tali pusat. Setelah letak plasenta ditemukan, tali pusat
dilepaskan sehingga tangan kiri dapat digunakan untuk menopang
fundus pada abdomen, untuk mencegah rupture uterus bagian bawah.
Operator akan merasakan adanya pelepasan tepian plasenta. Jari-jari
tangan direntangkan dan tepi diselipkan tangan secara di antara plasenta
dan dinding uterus, dengan telapak tangan menghadap plasenta. Secara
perlahan, plasenta dilepaskan dari dinding uterus dengan gerakan
mengiris dari arah tepi. Setelah lepas sepenuhnya, tangan kiri
merangsang kontraksi dan tangan kanan dikeluarkan dengan plasenta
dalam genggaman. Plasenta harus segera diperiksa kelengkapannya
sehingga eksplorasi uterus lebih lanjut dapat dilakukan tanpa
keterlambatan. Obat uterotonik diberikan setelah plasenta terpisah
sepenuhnya.21
Pada situasi yang sangat khusus, yaitu ketika tidak ada dokter yang
dapat dipanggil, bidan diharapkan dapat melakukan pelepasan plasenta
21

secara manual. Setelah mendiagnosis adanya retensi plasenta sebagai


penyebab perdarahan pascapartum, bidan harus bertindak cekatan untuk
menurunkan risiko awitan syok dan kehilangan darah. Harus diingatkan
bahwa risiko terjadinya syok akibat pelepasan plasenta secara manual
lebih besar jika anestetik tidak diberikan. Di Negara maju, bidan jarang
berhadapan langsung dengan situasi ini.21
Di rumah. Jika retensi plasenta terjadi setelah persalinan di rumah,
bantuan obstetric darurat harus dihubungi. Ibu tidak boleh dipindahkan
ke rumah sakit sampai infuse intravena diberikan dan kondisinya
stabil.21

Peran bidan dalam penatalaksanaan retensio plasenta meliputi:


a. Melakukan penatalaksanaan aktif kala tiga pada semua ibu yang
melahirkan melalui vagina.
b. Bila plasenta tidak lahir dalam waktu 15 menit, berikan 10 IU
oksitosin IM dosis kedua.
c. Periksa kandung kemih, jika ternyata penuh, gunakan teknik aseptic
untuk memasukan cateter nelaton desinfeksi tingkat tinggi atau steril
untuk mengosongkan kandung kemih.
d. Ulangi kembali penanganan tali pusat dan tekanan dorso-kranial.
e. Nasehati keluarga bahwa rujukan mungkin diperlukan jika plasenta
belum lahir dalam waktu 30 menit.
f. Pada menit ke 30 coba lagi melahirkan plasenta dengan melakukan
penegangan tali pusat untuk terakhir kalinya, jika plasenta tetap tidak
lahir, rujuk segera.
g. Jika plasenta belum lahir kemudian mendadak terjadi perdarahan
maka segera lakukan tindakan plasenta manual untuk segera
mengosongkan kavum uteri.
h. Melakukan prosedur manual plasenta sesuai dengan standar.
22

Adapun prosedur melakukan manual plasenta adalah sebagai berikut:


a. Memasang infus set dan cairan infuse NaCl 0,9% atau RL dengan
tetesan cepat, jarum berlubang besar (16 atau 18 G) untuk mengganti
cairan yang hilang.
b. Menjelaskan pada ibu prosedur dan tujuan tindakan.
c. Melakukan anastesia verbal atau algesia per rectal.
d. Menyiapkan dan menjalankan prosedur pencegahan infeksi.
e. Memastikan kandung kemih dalam keadaan kosong.
f. Menjepit tali pusat dengan klem pada jarak 5-10 cm dari vulva,
tegangkan dengan satu tangan sejajar lantai.
g. Secara obstetrik, masukan tangan lainnya (punggung tangan
menghadap ke bawah) ke dalam vagina dengan menelusuri sisi
bawah tali pusat.
h. Setelah mencapai bukaan servik, minta seorang asisten/penolong lain
untuk menegangkan klem tali pusat kemudian pindahkan tangan luar
untuk menahan fundus uteri.
i. Sambil menahan fundus, masukkan tangan dalam hingga ke kavum
uteri sehingga mencapai tempat implantasi plasenta.
j. Bentangkan tangan obstetrik menjadi datar seperti member salam
(ibu jari merapat ke jari telunjuk dan jari-jari lain saling merapat).
k. Tentukan implantasi plasenta, temukan tepi plasenta paling bawah.
Bila plasenta berimplantasi di korpus belakang, tali pusat tetap
disebelah atas dan sisipkan ujung jari-jari tangan diantara plasenta
dan dinding uterus dimana punggung tangan menghadap ke bawah
(posterior ibu). Bila di korpus depan maka pindahkan tangan ke
sebelah atas tali pusat dan sisipkan ujung jari-jari tangan diantara
plasenta dan dinding uterus dimana punggung tangan menghadap ke
atas (anterio ibu).
l. Setelah ujung-ujung jari masuk diantara plasenta dan dinding uterus
maka perluas pelepasan plasenta dengan jalan menggeser tangan ke
23

kanan dan kiri sambil digeser ke atas (cranial ibu) hingga semua
perlekatan plasenta terlepas dari dinding uterus.
m. Sementara satu tangan masih di dalam kavum uteri, lakukan
eksplorasi untuk menilai tidak ada sisa plasenta yang tertinggal.
n. Memindahkan tangan luar dari fundus ke supra simfisis (tahan
segmen bawah uterus) kemudian instruksikan asisten/penolong untuk
menarik tali pusat sambil tangan dalam membawa plasenta keluar
(hindari terjadinya percikan darah).
o. Melakukan penekanan (dengan tangan yang menahan supra simfisis)
uterus kearah dorso-kranial setelah plasenta dilahirkan dan
tempatkan plasenta di dalam wadah yang telah disediakan.
p. Mendekontaminasi sarung tangan (sebelum dilepaskan) dan
peralatan lain yang digunakan.
q. Melepaskan dan rendam sarung tangan dan peralatan lainnya di
dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit.
r. Mencuci tangan dengan saun dan air bersih mengalir.
s. Mengeringkan tangan dengan handuk bersih dan kering.
t. Memeriksa kembali tanda-tanda vital ibu.

Prosedur tindakan manual plasenta di tingkat pelayanan sekunder:


a. Sebelum memulai tindakan, lakukan narcosis/ pembiusan terlebih
dahulu.
b. Pasang infuse NaCl 0,9%
c. Lakukan desinfeksi tangan dan vulva termasuk daerah seputarnya.
d. Labia dibuka dengan tangan kiri sedangkan tangan kanan
dimasukkan secara obstetric ke dalam vagina.
e. Tangan kiri menahan fundus untuk mencegah kolporeksis (robekan
melintang pada bagian atas vagina).
f. Tangan kanan dengan posisi obstetric menuju ke ostium uteri dan
terus ke lokasi plasenta dengan menyusuri tali pusat.
24

g. Agar tali pusat mudah diraba, mintalah banyuan asisten untuk


meregangkan.
h. Sebelah tangan menyentuh plasenta, pindahkan ke pinggir lalu cari
bagian plasenta yang sudah lepas untuk menentukan bidang
pelepasan yang tepat.
i. Dengan menggunakan tangan kanan bagian bawah kelingking
(ulner), plasenta dilepaskan dari bagian yang sudah terlepas dari
dinding rahim dengan gerakan yang sejajar dengan dinding rahim.
j. Setelah seluruh plasenta terlepas, tarik plasenta keluar secara
perlahan-lahan.
k. Pastikan plasenta keluar lengkap dan tidak ada yang tersisa (jika
plasenta tidak dapat dilepaskan secara manual, segera rujuk ke
rumah sakit).
l. Apabila terjadi atonia uteri, segera lakukan kompresi bimanual
uterus dan berikan suntikan Ergometrin 0,2 mg IM atau IV sampai
kontraksi uterus baik.
m. Apabila kontraksi rahim tetap buruk dilanjutkan dengan tindakan
sesuai prosedur tindakan pada atonia uteri.17

Menurut Bukusaku, 2013 yaitu:


a. Berikan 20-40 IU oksitosin dalam 1000 ml larutan NaCl 0.9% atau
Ringer Laktat dengan kecepatan 60 tetes/menit dan 10 IU IM.
b. Lanjutkan infus oksitosin 20 IU dalam 1000 ml larutan NaCl 0.9%
atau ringer laktat dengan kecepatan 40 tetes/menit hingga perdarahan
berhenti.
c. Lakukan tarikan tali pusat terkendali.
d. Bila tarikan tali pusat tidak berhasil, lakukan plasenta manual secara
hati-hati.
e. Berikan antibiotik profilaksis dosis tunggal (ampisilin 2 g IV dan
metronidazol 500 mg IV)
25

f. Segera atasi atau rujuk ke fasilitas yang lebih lengkap bila terjadi
komplikasi perdarahan hebat atau infeksi.

C. Konsep Dasar Anemia


1. Pengertian
Anemia adalah penurunan jumlah sel darah merah atau penurunan
konsentrasi hemoglobin di dalam sirkulasi darah.6
Anemia adalah konsentrasi hemoglobin dalam darah kurang dari
13,5gr/dl pada laki-laki dewasa dan kurang dari 11,5 g/dl pada wanita
dewasa.
Sebagian besar anemia adalah anemia difisiensi Fe yang dapat
disebabkan oleh konsumsi Fe dari makanan yang kurang atau terjadi
perdarahan menahun akibat parasit, seperti antikilostomiasis.
Berdasarkan fakta tersebut dapat dikemukakan bahwa dasar utama
anemia pada bumil adalah kemiskinan sehingga tidak mampu memenuhi
standar makanan “empat sehat lima sempurna” dan situasi lingkungan
yang buruk sehingga masih terdapat penyakit parasit, seperti
antikostomiasis.22
Dari ketiga pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
anemia adalah penurunan konsentrasi hemoglobin di dalam sirkulasi
darah dengan konsentrasi hemoglobin kurang dari 13,5gr/dl pada laki-
laki dewasa dan kurang dari 11,5 gr/dl pada wanita dewasa.

2. Tanda dan gejala


Gejala-gejala yang umumnya sering terjadi pada anemia adalah sebagai
berikut:
a. Badan terasa lemah dan mengantuk
b. Terasa pusing dan mudah lelah
c. Malaise
d. Sakit kepala
e. Terkadang lidah luka
26

f. Nafsu makan turun atau anoreksia


g. Mual dan muntah
h. Konsentrasi hilang
i. Nafas pendek (pada anemia yang parah)
Pada ibu hamil dengan anemia, hasil pemeriksaan akan menunjukan:
a. Kulit pucat
b. Mukosa, gusi, dan kuku jari pucat
c. Takhikardi (pada anemia yang parah)
d. Rambut dan kuku rapuh (pada anemia yang parah)
e. Lidah licin (pada anemia yang parah).22

3. Klasifikasi
Pemeriksaan dan pengawasan Hb dapat dilakukan dengan menggunakan
sahli. Dari hasil pemeriksaan sahli, kondisi Hb dapat digolongkan
sebagai berikut:
a. Hb 11 gr% = tidak anemia
b. Hb 9-10 gr% = anemia ringan
c. Hb 7-8 gr% = anemia sedang
d. Hb <7 gr% = anemia berat. 22

4. Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis anemia pada kehamilan, dapat
dilakukan anamnesis, akan didapatkan keluhan cepat lelah, sering
pusing, mata berkunang-kunang, dan keluhan mual muntah yang lebih
hebat pada kehamilan muda.
Pemeriksaan darah dilakukan minimal dua kali selama kehamilan,
yaitu pada trimester I dan III. Dengan pertimbangan bahwa sebagian
besar ibu hamil mengalami anemia, perlu dilakukan preparat Fe
sebanyak 90 tablet pada setiap ibu hamil di Puskesmas. 22
27

5. Pengaruh anemia
Bahaya anemia terhadap kehamilan dapa digolongkan menjadi:
a. Pengaruh anemia terhadap persalinan
1) Bahaya selama kehamilan:
a) Dapat terjadi abortus
b) Persalinan premature
c) Hambatan tumbuh kembang janin dalam rahim
d) Mudah terjadi infeksi
e) Ancaman dekompensasi kordis (Hb < 6 gr%)
f) Mola hidatidosa
g) Perdarahan antepartum
h) Ketuban pecah dini (KPD)
2) Bahaya saat persalinan
a) Gangguan his-kekuatan mengejan.
b) Kala pertama dapat berlangsung lama dan terjadi partus
terlantar
c) Kala dua berlangsung lama sehingga dapat melelahkan dan
sering memerlukan tindakan operasi kebidanan.
d) Kala tiga dapat diikuti retensio plasenta, dan perdarahan
postpartum akibat atonia uteri.
e) Kala empat dapat terjadi perdarahan post partum sekunder
dan atonia uteri.

3) Pada kala nifas


a) Terjadinya subinvolusi uteri yang menimbulkan perdarahan
postpartum
b) Memudahkan infeksi puerperium
c) Pengeluaran ASI berkurang
d) Mudah terjadi infeksi mamae. 22
b. Bahaya terhadap janin, sekalipun tampaknya janin mampu menyerap
berbagai nutrisi dari ibunya, dengan adanya anemia kemampuan
28

metabolisme tubuh akan berkurang sehingga pertumbuhan dan


perkembangan janin dalam rahim akan terganggu. Akibat anemia
pada janin antara lain adalah:
1) Abortus
2) Kematian intrauteri
3) Persalinan prematuritas tinggi
4) Berat badan lahir rendah
5) Kelahiran dengan anemia
6) Dapat terjadi cacat bawaan
7) Bayi mudah mendapat infeksi sampai kematian perinatal
8) Intelgensis rendah.22

6. Tablet Fe (Zat Besi)


a. Pengertian
Tablet Fe adalah suatu tablet mineral yang sangat dibutuhkan
untuk membentuk sel darah merah (hemoglobin). Salah satu unsur
penting dalam pembentukan sel darah merah adanya kandungan
tablet Fe. Secara alamiah tablet Fe diperoleh dari makanan sehari-
hari dapat menimbulkan penyakit anemia gizi atau dikenal dengan
masyarakat sebagai penyakit kurang darah.30 Oleh sebab itu, tablet
ini diperlukan ibu hamil. Sudah selayaknya ibu hamil mendapatkan
90 tablet Fe selama masa kehamilannya.31
b. Manfaat
Tablet Fe merupakan mineral yang dibutuhkan untuk membentuk
membentuk sel drah merah (hemoglobin). Selain itu, mineral ini juga
berperan sebagai komponen untuk membentuk mioglobin (protein
yang membawa oksigen ke otot), kolagen (protein yang terdapat di
tulang, tulang rawan, dan jaringan penyambung, serta enzim. Tablet
Fe juga berfungsi dalam sistem pertahanan tubuh. Tablet Fe juga
berfungsi dalam sistim pertahanan tubuh. Tablet Fe sangat penting
untuk kesehatan ibu hamil, diantaranya: mencegah anemia defisiensi
29

besi, mencegah terjadinya perdarahan pada saat persalinan dan dapat


meningkatkan asupan nutrisi bagi janin.31

c. Kebutuhan tablet Fe pada Masa Kehamilan


Kebutuhan tablet Fe pada waita hamil yaitu rata-rata mendekati
800 mg. kebutuhan ini terdiri dari, sekitar 300 mg diperlukan untuk
janin dan plasenta serta 500 mg lagi digunakan untuk meningkatkan
massa hemoglobin maternal. Kurang lebih 200 mg lebih akan
dieksresikan lewat usus, urin dan kulit. Makanan ibu hamil setiap
100 kalori akan menghasilkan sekitar 20-25 mg tablet Fe
perhari.selama kehamilan dengan perhitungan 288 hari, ibu hamil
akan menghasilkan tablet Fe sebanyak 100 mg sehingga kebutuhan
Fe masih kekurangan untuk wanita hamil.31

d. Efek samping tablet Fe


Efek samping dari pil atau tablet tambah darah ini adalah kadang
dapat terjadi mual, muntah, perut tidak enak, susah buang air besar,
tinja berwarna hitam, namun hal ini tidak berbahaya.13

e. Cara dan Waktu minum tablet Fe


Tablet Fe dapat diminum dengan air putih atau air jeruk yang
mengandung vitamin C untuk mempermudah penyerapan. Tetapi,
tablet Fe tidak boleh diminum menggunakan teh, susu, kopi karena
dapat menghambat proses absorpsi Fe. Sebaiknya diminum pada
malam hari sebelum tidur, karena mengurangi efek mual yang akan
timbul setelah meminumnya. Jika diminum pada pagi hari, maka ibu
akan mual muntah karena salah satu efeknya menimbulkan tidak
enak pada perut.13

f. Penyimpanan tablet Fe
30

Simpan di tempat kering dan tidak terkena sinar matahari langsung


atau dekat dengan sumber panas dan setelah bungkus dibuka ditutup
kembali. Tujuannya agar tablet Fe tidak teroksidasi.13

D. Aplikasi Manajemen Kebidanan pada Kasus Retensio Plasenta


1. Subjektif
Data subjektif yang menunjang pada kasus retensio plasenta:
a. Plasenta belum lahir dalam 30 menit sesudah anak lahir.
b. Tidak adanya mulas.
c. Grandemultipara, persalinan lebih dari 4 kali.
d. Usia < 20 tahun dan > 35 tahun.
e. Riwayat kehamilan, perslianan yang lalu.15

2. Objektif
Data objektif yang menunjang pada kasus retensio plasenta
(Pemeriksaan Fisik):
a. Nadi dan pernapasan cepat
b. Tekanan darah menurun
c. Suhu meningkat
d. Ekstremitas terasa dingin
e. Fundus teraba masih tinggi
f. Kontraksi yang lemah atau kurang baik
g. Tali pusat terjulur depan vulva.15

3. Assasment
Assasment yang dapat ditegakkan untuk kasus retensio plasenta
a. Diagnosa
Ny….., Usia….., P…..A….. inpartu kala III dengan retensio
plasenta.
b. Masalah
Plasenta belum lahir dalam 30 menit setelah bayi lahir.
31

c. Potensial masalah
Perdarahan, syok, infeksi, anemia, histerektomi.15

4. Planning
Planning pada kasus retensio plasenta disesuaikan dengan kebutuhan
klien, tindakan segera dan kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain yang
kemudian direncanakan dan dievaluasi. Penanganan retensio plasenta:
a. Memperhatikan keadaan klien.
b. Mengetahui keadaan plasenta
c. Memberikan infuse dan cairan pengganti.
d. Retensio plasenta dengan perdarahan (langsung dilakukan plasenta
manual)
e. Retensio plasenta tanpa perdarahan (merujuk klien ke rumah sakit
untuk mendapatkan penanganan yang lebih baik).12
BAB III
METODOLOGI

A. Metode
Dalam penulisan laporan tugas akhir ini, metode yang digunakan adalah
metode studi kasus. Metode yang dilakukan sebagai upaya pendekatan
manajemen kebidanan yaitu salah satu proses pemecahan masalah yang
digunakan sebagai metode untuk mengorganisasi pikiran dan tindakan
berdasarkan teori ilmiah, temuan, keterampilan dalam rangkaian atau tahapan
yang logis untuk mengambil suatu keputusan yang terfokus dari klien.15 Studi
kasus adalah metode dengan memusatkan diri secara intensif terhadap suatu
objek tertentu, dengan mempelajari sebagai suatu kasus.25
Manajemen kebidanan adalah suatu metode yang bersifat mengumpulkan
suatu peristiwa atau gejala yang saat ini dialami pasien tertuju pada proses
pemecahan masalah melalui manajemen kebidanan yang meliputi tahap
pengkajian, interpretasi data, antisipasi masalah, tindakan segera atau
kolaborasi, rencana manajemen, pelaksanaan dan evaluasi.26
Metode pendokumentasian yang penulis gunakan ialah dalm bentuk SOAP.
Metode ini membantu mengungkapkan suatu kasus atau kejadian berdasarkan
teori yang ditetapkan pada keadaan yang sebenarnya. Pendokumentasian
SOAP terdiri dari :
1. S (Subjektif)
Menggambarkan pendokumentasian yang datanya berhasil diperoleh dari
hasil anamnesa (wawancara).
2. O (Objektif)
Menggambarkan pendokumentasian yang diperoleh dari hasil pemeriksaan
fisik klien, hasil laboratorium dan hasil tes diagnostik yang menjadi data
fokus untuk mendukung pemberian asuhan.

32
33

3. A (Analisa)
Menggambarkan suatu identifikasi dari hasil data subjektif dan data objektif
yang didapat.
4. P (Penatalaksanan)
Menggambarkan pendokumentasian tindakan yang diberikan kepada klien
sesuai dengan analisa.

Teknik Pengumpulan Data


Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data pada penyusunan Laporan
Tugas Akhir ini adalah :
1. Wawancara
Wawancara yaitu suatu metode yang digunakan untuk mengumpulkan data
sebanyak mungkin yang ditujukan kepada klien, keluarga dan tenaga
kesehatan yang terlibat dalam penulisan Laporan Tugas Akhir ini secara lisan
dari seseorang atau sasaran penelitian, atau bercakap-cakap, berhadapan muka
dengan orang tersebut.28 Jadi data tersebut diperoleh langsung melalui suatu
pertemuan atau percakapan.
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik merupakan suatu rangkaian kegiatan yang bertujuan untuk
memperoleh data objektif klien yang sebenarnya, yang dilakukan secara
sistematis dan teliti sehingga didapatkan hasil yang akurat.28
3. Observasi
Observasi adalah prosedur yang berencana, yang antara lain meliputi melihat
dan mencatat jumlah dan taraf aktivitas tertentu yang ada hubungannya
dengan masalah yang diteliti.28 Observasi yaitu metode pengumpulan data
tentang perilaku manusia, dilakukan tanpa melakukan interview kepada
klien.27 Observasi adalah pengamatan dan pencatatan secara sistematik
terhadap gejala tampak yang dilaksanakan baik secara langsung maupun tidak
34

langsung yang ditujukan terhadap kondisi, reaksi dan tingkah laku pasien
yang ditangkap oleh panca indra.25

4. Studi Dokumentasi
Studi dokumentasi yaitu cara pengumpulan data secara tertulis dengan cara
mencari informasi dan memelajari catatan medis pasien dengan mencatat data
yang ada dan sudah didokumentasikan dalam catatan medis pasien.28
Dilakukan dengan mecari informasi data yang ada dan mencatat data yang
berhubungan dengan gangguan kesehatan reproduksi melalui status pasien
maupun rekam medis.25
5. Studi Literatur
Studi literatur adalah pengumpulan data yang diperoleh dari berbagai
informasi baik berupa teori, generalisasi, maupun konsep yang telah
dikemukakan oleh berbagai ahli. Pengumpulan data yang diperoleh dari
berbagai informasi, baik berupa teori, generalisasi maupun konsep yang telah
dikemukakan oleh berbagai ahli.29

Anda mungkin juga menyukai