Beberapa teori yang meyatakan Kemungkinan terjadi proses persalinan Menurut simkin (2005),
mochtar (2006) dan manuaba (2006) yaitu:
1. Teori keregangan
Otot Rahim mempunyai kemampuan meregang dalam batas tertentu. Setelah melewati batas
waktu tersebut terjadi kontriksi persalinan dengan sendirinya sehingga persalinan dapat dimulai.
2. Teori penurunan progesterone
Proses penuaan plasenta terjadi mulai umur kehamilan 28 minggu, dimana terjadi penimbunan
jaringan ikat, pembuluh darah mengalami penyempitan dan buntu, villi koreales mengalami
perubahan-perubahan dan produksi progesteron mengalami penurunan sehingga otot Rahim
mulai berkontraksi setelah tercapai tingkat penurunan progesterone tertentu.
3. Teori oksitosin internal
Oksitosin dikeluarkan oleh kelenjar hipofise parst posterior. Perubahan keseimbangan estrogen
dan progesteron dapat mengubah sensitivitas otot Rahim sehingga sering terjadi kontriksi Braxton
hicks. Menurunnya konsentrasi progesteronakibat tuanya kehamilan maka oksitosin dapat
meningkatkan aktivitas sehingga persalinan dimulai.
4. Teori prostaglandin
Konsentrasi prostaglandin meningkat sejak umur kehamilan 15 minggu. Pemberian prostaglandin
pada saat hamil dapat menimbulkan kontraksi otot Rahim sehingga terjadi persalinan.
Prostaglandin dianggap merupakan pemicu terjadinya persalinan.
5. Teori hipotalamus pituitari dan glandula suprarenalis
Teori ini menunjukkan bahwa pada kehamilan dengan anensefahus sering terjadi keterlambatan
persalinan karena tidak terbentuk hipotalamus dan glandula suprarenal merupakan pemicu
terjadinya persalinan.
6. Teori distensi Rahim
Rahim yang menjadi besar dan meregang menyebabkan iskemia otot-otot Rahim sehingga
mengganggu sirkulasi uteri plasenta.
E. Tahapan Persalinan
Kala I merupakan kala pembukaan sehingga kemajuan kala 1 dinilai dari majunya pembukaan.
Meskipun pada kala I terjadi proses penurunan kepala dan putar paksi dalam. Pada primigravida kala I
bervariasi antara 13-14 jam sedangkan multigravida antara 6-8 jam, pada kala 1 dibagi ke dalam 2 fase
yaitu:
a. Fase laten
Pada fase laten pembukaan seviks berlangsung lambat: pembukaan 0-3 cm berlangsusng dalam 5-
7 jam.
b. Fase aktif
Pada fase ini berlangsung selama 7 jam dan dibagi atas 3 subfase:
1) Periode akselarasi : berlangsung 3 jam, pembukaan menjadi 4 cm
2) Periode dilatasi maksimal (steady): selama 2 jam pembukaan berlangsung cepat dari 4
menjadi 9 cm
3) Periode desolerasi : berlangsung lambat dalam waktu 2 jam pembukaan 9 menjadi 10 cm.
Ketika II dimulai ketika pembukaan serviks sudah lengkap (10 cm) dan berakhir dengan lahirnya
bayi kala II dikenal juga sebagai kala pengeluaran. Tanda dan gejala II persalinan adalah ibu merasakan
ingin meneran bersama dengan terjadinya kontraksi, ibu merasakan makin meningkatnya tekanan pada
rektum atau vagina, perineum terlihat menonjol, vulva – vagina – sfingter ani terlihat membuka dan
adanya pengeluaran lendir dan darah. Pada kala II his terkordiner, kuat, cepat dan lama kira-kira 2-3
menit sekali. Pada waktu his kepala janin mulai terlihat, vulva membuka dan perineum meregang dengan
his mengejan yang terpimpin akan lahirlah kepala janin dengan diikuti seluruh badan janin. Kala II
primipari 11/2-2 jam dan pada multipari1/2-1 jam.
Kala III dari persalinan dimulai setelah selesainya kelahiran bayi dan berakhir dengan lahirnya
plasenta biasanya dikenal dengan sebutan persalinan kala plasenta. Tanda dan gejala kala III yaitu
kontraksi uterus, fundus uteri naik oleh karena plasenta bergerak dari segmen atas uterus ke segmen dari
vagina secara mendadak. Kala III dari persalinan ini berlangsung lebih lama sedikit dari itu masih
dianggap dalam bats-batas normal.
4. Kala IV (observasi)
Kala IV dimulai setelah lahirnya plasenta dan berakhir 2 jam setelah proses tersebut. Observasi
yang harus dilakukan pada kala IV:
a. Tingkat kesadaran
b. Pemeriksaaan TTV tekanan darah, nadi, dan Pernapasan
c. Kontraksi uterus
d. Terjadinya perdarahan-perdarahan dianggap masih normal jika jumlahnya tidak melebihi 400-500
cc.
F. Mekanisme persalinan
1. Penurunan
Gerakan bagian presentasi melewati panggul. Penurunan terjadi akibat kekuatan tekanan dari
cairan embrio, kontraksi diafragma dan otot-otot abdomen itu pada tahap persalinan.
2. Fleksi
Kepala yang turun bertahan oleh serviks, dinding dipanggul atau dasar panggul dalam keadaan
normal fleksi terjadi dan dagu didekatkan kearah dada janin.
3. Putaran paksi dalam
Putaran paksi dalam dimulai pada bidang setinggi spina iskiadika ketika oksiput berputar kearah
anterior wajah berputar kearah posterior. Setiap kali terjadi kontraksi, kepala janin diarahkan oleh
tulang panggul dan otot-otot dasar panggul. Akhirnya oksiput berada digaris tengah dibawah
lengkung pubis.
4. Ekstensi
Kepala janin mencapai perineum kepala akan difleksi kearah anterior oleh perineum mula-mula
oksiput melewati permukaan bawah simfisis pubis kemudian kepala muncul keluar akibat
eksitensi adalah pertama oksiput, wajah dan dagu.
5. Restitusi
Kepala bebas untuk berputar ke posisi normal dalam hubungan dengan bahu.
6. Putaran paksi luar
Bahu dan tubuh bayi biasanya meluncur keluar dengan kesulitan yang relative sedikit karena
kepala telah membuka jalan untuk bagian tubuh yang lebih kecil. Ketika mencapai pintu bahwa
bahu berputar kearah tengah dan dilahirkan dibawah lengkung pubis. Bahu posterior diarahkan
kearah perineum sampai ia bebas keluar dari intraksi vagina.
7. Ekspulsi
Bayi setelah lahir uterus kembali berkontraksi mengurangi permukaan internalnya sementara
plasenta tetap dalam ukuran yang sama.
8. Regresi uterus
Refleks saraf yang diberikan oleh putting karena isapan bayi menstimulasi kelenjar pituitan untuk
mensekresi oksitosin yang menyebabkan kontraksi uterus.
G. Pemeriksaan penunjang
1. USG
2. Hemoglobin, nilai normal ibu hamil 11-15 mg/dl
3. Hemotokrit, nilai normal pada perempuan 37-43 %
4. Golongan darah
5. Leukosit, nilai normal 5000-10.000 ul
H. Penatalaksanaan medis
1. Penanganan Umum
2. Penanganan khusus
3. Penanganan konserfatif
a. Rawat di RS
b. Berikan antibiotic (ampicillin 4x500 mg atau eritromisin bila tidak tahan ampicillin) dan
metronidazole 2x500 mg selama 7 hari
c. Jika umur kehamilan (32-34 minggu, dirawat selama air ketuban masih keluar atau sampai air
ketuban tidak keluar lagi.
d. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah inpartu, tidak ada infeksi tes bisa negatif; beri
deksametason, observasi tanda-tanda infeksi dan kesejahteraan janin, terminasi pada kehamilan
37 minggu
e. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah inpartu, tidak ada infeksi, berikan tokolikit
(salbutamol), deksametason dan induksi sesudah 24 jam
f. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, beri antibiotic dam lakukan induksi
g. Nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit tanda-tanda infeksi intra urine). Klien dianjurkan pada
posisi trendelenburg untuk menghindari protap tali pusat.
4. Penangan Aktif
a. Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitosin, bila gagal seksio sesarea dapat pula diberikan
misoprotal 50 mg intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali
b. Bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotic dosis tinggi dan persalinan diakhiri
c. Bila skor pelvic < 5, lakukan pematangan serviks kemudian induksi, jika tidak berhasil, akhiri
persalinan dengan seksio sesarea
d. Bila skor pelvic > induksi persalinan, partus pervagina.
I.Komplikasi
1. Persalinan lama
2. Perdarahan pasca persalinan
3. Melpresentasi dan malposisi
4. Distosia bahu
5. Distensi uterus
6. Persalinan dengan perut uterus
7. Gawat janin
8. Prolaps talipusat
9. Demam dalam persalinan
10. Demam pasca persalinan
58 Langkah Asuhan Persalinan Normal