Anda di halaman 1dari 18

KEPERAWATAN ANAK 1

“ASKEP HIPERBILIRUBINEMIA PADA BAYI”


Dosen Pengampuh : Ns. Amatus Yudi Ismanto, S.Kep., M.Kep., Sp.Kep.An

Disusun Oleh : Kelompok III

Ardila Rundju : 0190901000


Ayu R. Binolombangan : 01909010009
Cindy Oktavia Malun : 019090100
Elsy Batebolinggo : 01909010015
Ikadek Swantika : 01909010024
Gery Eko Jovannaldo : 01909010023
Monalisa Pakaya : 01909010032
Nadila Akontalo : 01909010035
Rani Antoni : 01909010042
Reza Meinanda Akontalo : 01909010045

Kelas : Keperawatan A (Semester 4)

JURUSAN SI KEPERAWATAN
INSTITUT KESEHATAN DAN TEKNOLOGI
GRAHA MEDIKA KOTAMOBAGU
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa (YME). Di mana
Tuhan YME telah memberikan rahmat dan karunia-Nya. Sehingga kami dapat
membuat “ASKEP HIPERBILIRUBINEMIA”. Askep ini telah kami susun dengan
sistematis dan sebaik mungkin.

Dengan selesainya askep hiperbilirubinemia ini, maka saya tidak lupa


mengucapkan banyak terima kasih. saya juga menyampaikan terima kasih kepada
semua pihak yang terlibat dalam penyusunan askep hiperbilirubinemia ini. Demikian
askep hiperbilirubinemia ini saya  mohon kritik dan sarannya apabila terdapat
kekurangan dalam penyusunan askep ini. Semoga askep ini dapat berguna untuk para
pembaca.

Kotamobagu, 21 Januari 2021

Kelompok III
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................. i


KATA PENGANTAR .............................................................................................. ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................. iii
BAB I : PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
A. Latar Belakang .......................................................................................... 1
B. Tujuan Penulisan ..................................................................................... 1
1. Tujuan Umum .................................................................................... 1
2. Tujuan Khusus ................................................................................... 1
BAB II : Tinjauan Teori ........................................................................................... 2
A. Pengertian ................................................................................................ 2
B. Etiologi ..................................................................................................... 3
C. Tanda Dan Gejala...................................................................................... 4
D. Patofisiologi............................................................................................... 6
E. Pemeriksaan Penunjang............................................................................. 7
F. Penatalaksanaan Medis.............................................................................. 8
G. Asuhan Keperawatan................................................................................. 9
1. Pengkajian .......................................................................................... 9
2. Diagnosa Keperawatan........................................................................ 9
3. Intervensi Keperawatan ...................................................................... 10
BAB III : PENUTUP................................................................................................. 14
A. Kesimpulan................................................................................................ 14

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................ 15

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Hiperbilirubinemia merupakan masalah yang sering terjadi pada bayi
baru lahir. Hiperbilirubinemia ditandai dengan ikterik atau jaundice akibat
tingginya kadar bilirun dalam darah. Bilirubin merupakan hasil pemecahan
hemoglobin akibat sel darah merah yang rusak (Wong , 2009).
Bilirubin merupakan senyawa pigmen kuning yang merupakan produk
katabolisme enzimatik biliverdin oleh biliverdin reduktase. Bilirubin di
produksi sebagian besar (70-80%) dari eritrosit yang telah rusak. Kemudian
bilirubin indirek (tak terkonjugasi) dibawa ke hepar dengan cara berikatan
dengan albumin. Bilirubin direk (terkonjugasi) kemudian diekskresikan
melalui traktus gastrointestinal. Bayi memiliki usus yang belum sempurna,
karna belum terdapat bakteri pemecah, sehingga pemecahan bilirubin tidak
berhasil dan menjadi bilirubin indirek yang kemudian ikut masuk dalam aliran
darah, sehingga bilirubin terus bersirkulasi (Atikah & Jaya, 2016 ).
Bilirubin yang tak terkonjugasi larut dalam lemak, kemudian di kirim
ke hepar, yang mana pada saat itu hepar belum berfungsi sempurna sehingga
akan meningkatkan produksi bilirubin. Kerusakan pada sel darah merah akan
memperburuk keadaan, karna proses pemecahan bilirubin akan terganggu, hal
ini mengakibatkan bayi akan mengalami hiperbilirubinemia ( Lynn & Sowden
, 2009 ).

B. Tujuan penulisan
1. Tujuan umum
Tujuan disusunya askep ini adalah agar penulis maupun para pembaca
dapat lebih memahami tentang penyakit bilirubinemia dan dapat
bermanfaat dalam kehidupannya.
2. Tujuan khusus
Setelah melakukan asuhan keperawatan kepada pasien penderita
hiperbilirubinemia diharapkan mahasiswa/I dapat mampu :
a. Melakukan pengkajian kepada pasien penderita hiperbiliruninemia
b. Merumuskan masalah keperawatan kepada klien penderita
hiperbilirubinemia
c. Merancang tindakan keperawatan pada klien penderita
hiperbilirubinemia
d. Mendokumentasikan semua kegiatan keperawatan dalam bentuk
narasi

1
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Bilirubin adalah pigmen kristal tetrapiol berwarna jingga kuning yang
merupakan bentuk akhir dari pemecahan katabolisme heme melalui proses
reaksi oksidasi-reduksi yang terjadi di sistem retikulo endothelial (Kosim,
2012). Bilirubin diproduksi oleh kerusakan normal sel darah merah. Bilirubin
dibentuk oleh hati kemudian dilepaskan ke dalam usus sebagai empedu atau
cairan yang befungsi untuk membantu pencernaan (Mendri dan Prayogi,
2017).
Hiperbilirubinemia adalah peningkatan kadar serum bilirubin dalam
darah sehingga melebihi nilai normal. Pada bayi baru lahir biasanya dapat
mengalami hiperbilirubinemia pada minggu pertama setelah kelahiran.
Keadaan hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir disebabkan oleh
meningkatnya produksi bilirubin atau mengalami hemolisis, kurangnya
albumin sebagai alat pengangkut, penurunan uptake oleh hati, penurunan
konjugasi bilirubin oleh hati, penurunan ekskresi bilirubin, dan peningkatan
sirkulasi enterohepatik (IDAI, 2013).
Hiperbilirubinemia adalah keadaan dimana meningkatnya kadar
bilirubin dalam darah secara berlebihan sehingga dapat menimbulkan
perubahan pada bayi baru lahir yaitu warna kuning pada mata, kulit, dan mata
atau biasa disebut dengan jaundice. Hiperbilirubinemia merupakan
peningkatan kadar bilirubin serum yang disebabkan oleh salah satunya yaitu
kelainan bawaan sehingga menyebabkan ikterus (Imron, 2015).
Hiperbilirubinemia atau penyakit kuning adalah penyakit yang disebabkan
karena tingginya kadar bilirubin pada darah sehingga menyebabkan bayi baru
lahir berwarna kuning pada kulit dan pada bagian putih mata (Mendri dan
Prayogi, 2017)
Hiperbilirubinemia adalah kondisi dimana tingginya kadar bilirubin
yang terakumulasi dalam darah dan akan menyebabkan timbulnya ikterus,
yang mana ditandai dengan timbulnya warna kuning pada kulit, sklera dan
kuku. Hiperbilirubinemia merupakan masalah yang sering terjadi pada bayi
baru lahir. Pasien dengan hiperbilirubinemia neonatal diberi perawatan
dengan fototerapi dan transfusi tukar (Kristianti ,dkk, 2015).
Hiperbilirubinemia adalah keadaan meningginya kadar bilirubin
didalam jaringan ekstravaskuler sehingga kulit, konjungtiva, mukosa dan alat
tubuh lainnya berwarna kuning. (Ngastiyah, Perawatan Anak Sakit, 197)

2
3

B. Etiologi
Hiperbilirubinemia disebabkan oleh peningkatan produksi bilirubin
karena tingginya jumlah sel darah merah, dimana sel darah merah mengalami
pemecahan sel yang lebih cepat. Selain itu, hiperbilirubinemia juga dapat
disebabkan karena penurunan uptake dalam hati, penurunan konjugasi oleh
hati, dan peningkatan sirkulasi enterohepatik (IDAI, 2013).
Kejadian ikterik atau hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir
disebabkan oleh disfungsi hati pada bayi baru lahir sehingga organ hati pada
bayi tidak dapat berfungsi maksimal dalam melarutkan bilirubin ke dalam air
yang selanjutkan disalurkan ke empedu dan diekskresikan ke dalam usus
menjadi urobilinogen. Hal tersebut meyebabkan kadar bilirubin meningkat
dalam plasma sehingga terjadi ikterus pada bayi baru lahir (Anggraini, 2016).
Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh pembentukan bilirubin yang
melebihi kemampuan hati untuk mengekskresikan bilirubin yang telah
diekskresikan dalam jumlah normal. Selain itu, hiperbilirubinemia juga dapat
disebabkan oleh obstruksi saluran ekskresi hati. Apabila konsentrasi bilirubin
mencapai 2 – 2,5 mg/dL maka bilirubin akan tertimbun di dalam darah.
Selanjutnya bilirubin akan berdifusi ke dalam jaringan yang kemudian akan
menyebabkan kuning atau ikterus (Khusna, 2013).
Menurut Nelson (2011) secara garis besar etiologi ikterus atau
hiperbilirubinemia pada neonatus dapat dibagi menjadi :
a. Produksi bilirubin yang berlebihan. Hal ini melebihi kemampuan neonatus
untuk mengeluarkan zat tersebut. Misalnya pada hemolisis yang
meningkat pada inkompatibilitas darah Rh, AB0, golongan darah lain,
defisiensi enzim G6-PD, piruvat kinase, perdarahan tertutup dan sepsis.
b. Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar. Gangguan ini dapat
disebabkan oleh asidosis, hipoksia, dan infeksi atau tidak terdapatnya
enzim glukoronil transferase (sindrom crigglerNajjar). Penyebab lain yaitu
defisiensi protein. Protein Y dalam hepar yang berperan penting dalam
uptake bilirubin ke sel hepar.
c. Gangguan transportasi bilirubin. Bilirubin dalam darah terikat pada
albumin kemudian diangkat ke hepar. Ikatan bilirubin dengan albumin ini
dapat dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat, sulfafurazole. Defisiensi
albumin menyebabkan lebih banyak terdapatnya bilirubin indirek yang
bebas dalam darah yang mudah melekat ke sel otak.
d. Gangguan dalam ekskresi. Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi
dalam hepar atau diluar hepar. Kelainan diluar hepar biasanya disebabkan
4

oleh kelainan bawaan. Obstruksi dalam hepar biasanya akibat infeksi atau
kerusakan hepar oleh penyebab lain.

Tabel 1.1 Penyebab hiperbilirubinemia pada neonatal.

Dasar Penyebab
Peningkatan produksi bilirubin - Incompatibilitas darah
fetomaternal (Rh, ABO)
- Defisiensi enzim konginetal
Peningkatan penghancuran
- Perdarahan tertutup
bilirubin.
(sefalhematom, memar), sepsis,
Peningkatan jumlah hemoglobin - Polisitemia (twin-to-twin
transfusion, SGA)
- Keterlamban klem tali pusat
Peningkatan sirkulasi - Keterlambatan pasase
enterohepatik mukonium, ileus mukonium,
muconium plug syndrome.
- Puasa atau keterlambatan
minum
- Atrrsia atau stenosis intestinal.
Perubahan clearance bilirubin - Imaturitas
hati.
Perubahan produksi atau aktifitas - Gangguan metabolik/endokrin
uridine diphosphoglucoroyl
transverase.
Perubahan fungsi dan perfusi hati - Asfiksia, hipoksia, hipotermi, sepsi
(juga proses inflamasi)
(kemampuan konjugasi) - Obat-obatan dan hormon
(novobiasin, pregnanediol)
- Stasis biliaris (hepatitis, sepsis)
- Bilirubin load berlebihan (sering
pada hemolisis berat)
Sumber: Blackburn ST (2007)

C. Tanda dan Gejala


Bayi baru lahir dikatakan mengalami hiperbilirubinemia apabila bayi
baru lahir tersebut tampak berwarna kuning dengan kadar serum bilirubin
5mg/dL atau lebih (Mansjoer, 2013). Hiperbilirubinemia merupakan
penimbunan bilirubin indirek pada kulit sehingga menimbulkan warna kuning
atau jingga. Pada hiperbilirubinemia direk bisanya dapat menimbulkan warna
kuning kehijauan atau kuning kotor (Ngatisyah, 2012).
Hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir dapat menyebabkan ikterus
pada sklera, kuku, atau kulit dan membrane mukosa. Jaundice yang muncul
pada 24 jam pertama disebabkan oleh penyakit hemolitik pada bayi baru lahir,
5

sepsis, atau ibu dengan diabetik atau infeksi. Jaundice yang tampak pada hari
kedua atau hari ketiga, dan mencapai puncak pada hari ketiga sampai hari
keempat dan menurun pada hari kelima sampai hari ketujuh yang biasanya
merupakan jaundice fisiologis (Suriadi dan Yuliani 2010).
Ikterus diakibatkan oleh pengendapan bilirubin indirek pada pada kulit
yang cenderung tampak kuning terang atau orange. Pada 19 ikterus tipe
obstruksi (bilirubin direk) akan menyebabkan kulit pada bayi baru lahir
tampak berwarna kuning kehijauan atau keruh. Perbedaan ini hanya dapat
dilihat pada ikterus yang berat. Selain itu manifestasi klinis pada bayi baru
lahir dengan hiperbilirubinemia atau ikterus yaitu muntah, anoreksia, fatigue,
warna urine gelap, serta warna tinja pucat (Suriadi dan Yuliani 2010).
Menurut Ridha (2014) bayi baru lahir dikatakan mengalami
hiperbilirubinemia apabila tampak tanda-tanda sebagai berikut :
a. Sklera, selaput lendir, kulit atau organ lain tampak kuning akibat
penumpukan bilirubin.
b. Terjadi pada 24 jam pertama kehidupan.
c. Peningkatan konsentasi bilirubin 5mg/dL atau lebih setelah 24 jam.
d. Konsentrasi bilirubin serum 10 mg/dL pada neonatus cukup bulan dan
12,5 mg/dL pada neonatus kurang bulan.
e. Ikterik yang disertai proses hemolisis.
f. Ikterik yang disertai berat badan lahir kurang dari 2000 gram, masa gestasi
kurang dari 36 minggu, hipoksia, sindrom gangguan pernafasan, infeksi
trauma lahir kepala, hipoglikemia, hiperkarbia.

Menurut Surasmi (2003), gejala hiperbilirubinemia dikelompokkan menjadi:


a. Gejala akut: gejala yang dianggap sebagai fase pertama kern ikterus pada
neonatus adalah letargi, tidak mau minum, dan hipotoni.
b. Gejala kronik: tangisan yang melengking (high pitch cry) meliputi
hipertonus dan opistotonus (bayi yang selamat biasanya menderita gejala
sisa berupa paralis serebral dengan atetosis, gangguan pendengaran,
paralysis sebagian otot mata dan dispasia dentalis).

Sedangkan menurut Handoko (2003), gejalanya adalah warna kuning


(ikterik) pada kulit, membrane mukosa dan bagian putih (sclera) mata, terlihat
saat kadar bilirubin darah mencapai sekitar 40 mol/l.

D. Patofisiologi
Bilirubin di produksi sebagian besar (70-80%) dari eritrosit yang telah
rusak. Kemudian bilirubin indirek (tak terkonjugasi) dibawa ke hepar dengan
cara berikatan dengan albumin. Bilirubin direk (terkonjugasi) kemudian
6

diekskresikan melalui traktus gastrointestinal. Bayi memiliki usus yang belum


sempurna, karna belum terdapat bakteri pemecah, sehingga pemecahan
bilirubin tidak berhasil dan menjadi bilirubin indirek yang kemudian ikut
masuk dalam aliran darah, sehingga bilirubin terus bersirkulasi (Atika dan
Jaya, 2016).
Pembentukan bilirubin yang terjadi di sistem retikuloendotelial,
selanjutnya dilepaskan ke sirkulasi yang akan berikatan dengan albumin.
Neonatus mempunyai kapasitas ikatan plasma yang rendah terhadap bilirubin
karena konsentrasi albumin yang rendah dan kapasitas ikatan molar yang
kurang. Bilirubin yang terikat dengan albumin tidak dapat memasuki susunan
syaraf pusat dan bersifat toksik (Kosim, 2012).
Pigmen kuning ditemukan di dalam empedu yang terbentuk dari
pemecahan hemoglobin oleh kerja heme oksigenase, biliverdin, reduktase, dan
agen pereduksi non enzimatik dalam sistem retikuloendotelial. Setelah
pemecahan hemoglobin, bilirubin tak terkonjugasi diambil oleh protein
intraseluler “Y protein” dalam hati. Pengambilan tergantung pada aliran darah
hepatik dan adanya ikatan protein. Bilirubin tak terkonjugasi dalam hati
diubah atau terkonjugasi oleh enzim asam uridin disfoglukuronat (uridine
disphoglucuronid acid) glukurinil transferase menjadi bilirubin mono dan
diglucuronida yang polar, larut dalam air (bereaksi direk). Bilirubin yang
terkonjugasi yang larut dalam air dapat dieliminasi melaui ginjal. Dengan
konjugasi, bilirubin masuk dalam empedu melaui membran kanalikular.
Kemudian ke sistem gastrointestinal dengan diaktifkan oleh bakteri menjadi
urobilinogen dalam tinja dan urine. Beberapa bilirubin diabsorbsi kembali
menjadi sirkulasi enterohepatik (Suriadi dan Yuliani 2010).
Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh pembentukan bilirubin yang
melebihi kemampuan hati untuk mengekskresikan bilirubin yang telah
diekskresikan dalam jumlah normal. Selain itu, hiperbilirubinemia juga dapat
disebabkan oleh obstruksi saluran ekskresi hati. Apabila konsentrasi bilirubin
mencapai 2 – 2,5 mg/dL maka bilirubin akan tertimbun di dalam darah.
Selanjutnya bilirubin akan berdifusi ke dalam jaringan yang kemudian akan
menyebabkan kuning atau ikterus (Khusna, 2013).
Warna kuning dalam kulit akibat dari akumulasi pigmen bilirubin
yang larut lemak, tak terkonjugasi, non polar (bereaksi indirek). Pada bayi
dengan hiperbilirubinemia kemungkinan merupakan hasil dari defisiensi atau
tidak aktifnya glukoronil transferase. Rendahnya pengambilan dalam hepatik
kemungkinan karena penurunan protein hepatik sejalan dengan penurunan
darah hepatik (Suriadi dan Yuliani 2010).
7

E. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan yang dapat dilakukan diantaranya :


1. Tes Coomb pada tali pusat bayi baru lahir. Hasil positif tes Coomb
indirekmenandakan adanya antibodi Rh-positif, anti-A, atau anti-B
dalam darahibu. Hasil positif dari tes Coomb direk menandakan
adanya sentisasi (Rh- positif, anti-A, anti-B) sel darah merah dari
neonatus.
2. Golongan darah bayi dan ibu : mengidentifikasi inkompatibilitas
ABO.
3. Bilirubin total : kadar direk (terkonjugasi) bermakna jika melebihi 1,0-
1,5mg/dl, yang mungkin dihubungkan dengan sepsis. Kadar indirek
(tidakterkonjugasi) tidak boleh melebihi peningkatan 5 mg/dl dalam
24 jam, atau tidak boleh lebih dari 20 mg/dl pada bayi cukup bulan
atau 15 mg/dl pada bayi praterm (tergantung pada berat badan) atau
tidak boleh lebih dari 20 mg/dl pada bayi cukup bulan atau 15
mg/dl pada bayi praterm (tergantung pada berat badan).
4. Protein serum total : kadar kurang dari 3,0 g/dl menandakan
penurunankapasitas ikatan, terutama pada bayi praterm.
5. Hitung darah lengkap: Hemoglobin (Hb) mungkin rendah (kurang dari
14g/dl) karena hemolisis. Hematokrit (Ht) mungkin meningkat (lebih
besardari 65 %) pada polisitemia, penurunan (kurang dari 45 %)
denganhemolisis dan anemia berlebihan.
6. Glukosa : kadar Dextrostix mungkin kurang dari 45 % glukosa
darahlengkap kurang dari 30 mg/dl, atau tes glukosa serum kurang
dari 40mg/dl bila bayi baru lahir hipoglikemi dan mulai menggunakan
simpananlemak dan melepaskan asam lemak.
7. Daya ikat karbon dioksida. Penurunan kadar menunjukkan hemolisis.
8. Meter ikterik transkutan : mengidentifikasi bayi yang
memerlukan penentuan bilirubin seru.
9. Jumlah retikulosit : peningkatan retikulosit menandakan
peningkatan produksi SDM dalam respons terhadap hemolisis yang
berkenaan dengan penyakit Rh.
10. Smear darah perifer : dapat menunjukkan SDM abnormal atau
imatur,eritroblastosis pada penyakit Rh, atau sferositis pada
inkompabilitas ABO.
11. Tes Betke-Kleihauer: evaluasi smear darah maternal terhadap
eritrosit janin.

F. Penatalaksanaan medis dan keperawatan


8

Menurut Atikah dan Jaya, 2016, cara mengatasi hiperbilirubinemia yaitu:


1. Mempercepat proses konjugasi, misalnya pemberian fenobarbital.
Fenobarbital dapat bekerja sebagai perangsang enzim sehingga
konjugasi dapat dipercepat.
2. Memberikan substrat yang kurang untuk transportasi atau konjugasi.
Contohnya ialah pemberian albumin untuk meningkatkan bilirubion
bebas.
3. Melakukan dekomposisi bilirubin dengan fototerapi ini ternyata
setelah dicoba dengan alat-alat bantuan sendiri dapat menurunkan
bilirubin dengan cepat. Walaupun demikian fototerapi tidak dapat
menggantikan transfusi tukar pada proses hemolisis berat. Fototerapi
dapat digunakan untuk pra dan pasca transfusi tukar.

Penatalaksanaan hiperbilirubinemia secara terapeutik :


1. Fototerapi Dilakukan apabila kadar bilirubin indirek lebih dari 10 mg
% dan berfungsi untuk menurunkan bilirubin dalam kulit melalui tinja
dan urin dengan oksidasi foto pada bilirubin dari biliverdin.
2. Fenoforbital dapat mengekskresi bilirubin dalam hati dan
memperbesar konjugasi. Meningkatkan sintesis hepatis glukoronil
transferase yang mana dapat meningkatkan bilirubin konjugasi dan
clearance hepatik pada pigmen dalam empedu, sintesis protein dimana
dapat meningkatkan albumin untuk mengikat bilirubin. Fenobarbital
tidak begitu sering dianjurkan.
3. Transfusi Tukar Apabila sudah tidak dapat ditangani dengan fototerapi
atau kadar bilirubin indirek lebih dari 20 mg%.

Penatalaksanaan hiperbilirubinemia secara alami :


1. Bilirubin Indirek Penatalaksanaanya dengan metode penjemuran
dengan sinar ultraviolet ringan yaitu dari jam 7.oo – 9.oo pagi. Karena
bilirubin fisioplogis jenis ini tidak larut dalam air.
2. Bilirubin Direk Penatalaksanaannya yaitu dengan pemberian intake
ASI yang adekuat. Hal ini disarankan karna bilirubin direk dapat larut
dalam air, dan akan dikeluarkan melalui sistem pencernaan. (Atikah &
Jaya, 2016 ; Widagdo, 2012)

G. Asuhan keperawatan
1. Pengkajian
a. Riwayat orang tua :
Ketidakseimbangan golongan darah ibu dan anak seperti Rh, ABO,
Polisitemia, Infeksi, Hematoma, Obstruksi Pencernaan dan ASI.
9

b. Pemeriksaan Fisik :
Kuning, Pallor Konvulsi, Letargi, Hipotonik, menangis melengking,
refleks menyusui yang lemah, Iritabilitas.
c. Pengkajian Psikososial :
Dampak sakit anak pada hubungan dengan orang tua, apakah orang tua
merasa bersalah, masalah Bonding, perpisahan dengan anak.
d. Pengetahuan Keluarga meliputi :
Penyebab penyakit dan pengobatan, perawatan lebih lanjut, apakah
mengenal keluarga lain yang memiliki yang sama, tingkat pendidikan,
kemampuan mempelajari Hiperbilirubinemia.

2. Diagnosa
a. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan tidak
adekuatnya intake cairan, dan fototherapi.
b. Hipertermi sehubungan dengan efek fototerapi.
c. Gangguan integritas kulit sehubungan dengan hiperbilirubinemia dan
diare.
d. Ikterus neonatus berhubungan dengan prematuritas.
e. Ketidakefektifan pola makan bayi berhubungan dengan penurunan
daya hisap bayi.

Analisis Data
Data Etiologi Masalah
Ds: Hipertermi Efek Foto Terapi
perawat ruangan
mengatakan bayi
mengalami
peningkatan suhu tubuh
bayi rewel dan
menangis.

Do:
Bayi dalam perawatan
fototerapi tiga lampu
dan didapatkan suhu
bayi 38,8°C, bayi
jarang di ganti posisi
saat fototerapi,
sehingga suhu tubuh
bayi tidak seimbang.
10

Ds:
Bayi malas untuk
menghisap ASI.

Do: Tidak adekuatnya intake


Risiko kekurangan
Bayi dalam perawatan cairan dan efek
volume cairan
fototerapi, dan hasil fototerapi
pemeriksaan fisik
didapatkan turgor kulit
bayi yang tidak elastis
dan kering.

Intervensi Keperawatan

Tujuan dan Kriteria


Diagnosa Keperawatan Intervensi
Hasil
Hipertermi Setelah dilakukan Perencanaan
berhubungan dengan tindakan keperawatan keperawatan sebagai
efek foto terapi. diharapkan suhu tubuh berikut:
dapat kembali normal. 1) Monitor suhu bayi
Kriteria hasil: minimal tiap 2jam
1) Termoregulasi tidak dan secara kontinyu,
terganggu ini bertujuan agar
2) Teridentifikasinya suhu dapat di
tanda dan gejala seimbangkan,
hipertermi, dengan sehingga dapat
rencana mencegah
keperawatan yang terjadinya
akan dilakukan hipertermi.
yaitu pengaturan 2) Monitor tanda-tanda
suhu. hipertermi dan
hipotermi, hal ini
bertujuan
mengidentifikasi
tanda-tanda
hipertermi dan
hipotermi.
3) Tingkatkan cairan
11

dan nutrisi,
bertujuan agar tubuh
memiliki daya
energi dan cairan
dalam tubuh yang
cukup dapat
mengontrol
keseimbangan suhu
tubuh.
4) Monitor suhu secara
kontinyu
5) Monitor intake dan
output cairan, serta
6) Monitor suhu dan
warna kulit
7) Pemberian
antibiotik melalui
IV line
Risiko kekurangan Setelah dilakukan aktivitas keperawatan
volume cairan tindakan keperawatan sebagai berikut:
berhubungan dengan diharapkan kebutuhan 1) Monitor berat
tidak adekuatnya intake cairan dapat terpenuhi. badan, bertujuan
cairan dan efek Kriteria Hasil: untuk menilai
fototerapi. 1) Intake dan outpun apakah intake cairan
seimbang dalam dan keseimbangan
24jam, cairan dalam tubuh
2) Turgor kulit bayi terpenuhi.
membaik. 2) Timbang popok,
pertahankan catatan
intake dan output
yang akurat, ini
bertujuan unutk
dapat memonitor
kecukupan cairan
dalam tubuh bayi.
3) Monitor tanda vital,
tujuan nya untuk
menilai suhu,
biasanya suhu dapat
12

mempengaruhi
keseimbangan
cairan dalam tubuh.
4) Monitor status
hidrasi, yaitu seperti
kelembaban
membrane mukosa,
turgor kulit, dan
nadi adsekuat.
5) Monitor warna,
kuantitas, dan
banyaknya keluaran
urine, bertujuan
agar dapat
mengetahui
penyerapan cairan
dalam tubuh bayi
tidak ada gangguan.
6) Monitor respon
pasien terhadap
penambahan cairan,
yang bertujuan
untuk menilai
apakah bayi
mengalami muntah
setelah diberi
cairan, apakah bayi
mengalami
perubahan suhu
yang mendekati
normal, dan turgor
kulit membaik.
13

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Hiperbilirubinemia adalah peningkatan kadar serum bilirubin dalam
darah sehingga melebihi nilai normal. Pada bayi baru lahir biasanya dapat
mengalami hiperbilirubinemia pada minggu pertama setelah kelahiran.
Keadaan hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir disebabkan oleh
meningkatnya produksi bilirubin atau mengalami hemolisis, kurangnya
albumin sebagai alat pengangkut, penurunan uptake oleh hati, penurunan
14

konjugasi bilirubin oleh hati, penurunan ekskresi bilirubin, dan peningkatan


sirkulasi enterohepatik (IDAI, 2013).
Hiperbilirubinemia disebabkan oleh peningkatan produksi bilirubin
karena tingginya jumlah sel darah merah, dimana sel darah merah mengalami
pemecahan sel yang lebih cepat. Selain itu, hiperbilirubinemia juga dapat
disebabkan karena penurunan uptake dalam hati, penurunan konjugasi oleh
hati, dan peningkatan sirkulasi enterohepatik (IDAI, 2013).
Bayi baru lahir dikatakan mengalami hiperbilirubinemia apabila bayi
baru lahir tersebut tampak berwarna kuning dengan kadar serum bilirubin
5mg/dL atau lebih (Mansjoer, 2013).
DAFTAR PUSTAKA

Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018, Standar Intervensi Keperawatan Indonesia,
Jakarta selatan, Dewan Pengurus Pusat Pemersatu Perawat Nasional
Indonesia.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016, Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia,
Jakarta selatan, Dewan Pengurus Pusat Pemersatu Perawat Nasional
Indonesia.
http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/2575/4/Chapter%202.pdf, diakses pada
tanggal 21 februari 2021.
https://nersqeets.blogspot.com/2009/10/askep-hiperbilirubinemia.html,
diakses pada tangal 21 february 2021
https://www.academia.edu/6312960/Askep_bayi_hiperbilirubinemia, diakses
pada tanggal 6 maret 2021.

15

Anda mungkin juga menyukai