Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN HIPERBILIRUBIN

Dosen: Ibu Henny Pongantung, NS., MSN., Dn., Sc.


Mata Kuliah: Keperawatan Anak

Disusun Oleh:
Brigitta Montolalu (2020006)
Gabriela Batas (2020047)
Geraldy Mogonta (2020015)
Richie Kalele (2020025)
Sweety Mandey (2020029)
Vinisia Awon (2020064)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN GUNUNG


MARIA TOMOHON
2022
DAFTAR ISI
Halaman

DAFTAR ISI…........................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN…....................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.........................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan......................................................................................................2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................................3


2.1 Pengertian Hiperbilirubin….....................................................................................3
2.2 Klasifikasi Hiperbilirubin........................................................................................3
2.3 Etiologi.....................................................................................................................5
2.4 Patofisiologi dan Pathodiagram...............................................................................5
2.5 Komplikasi...............................................................................................................6
2.6 Penatalaksanaan.......................................................................................................7
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN…................................................................................8
3.1 Kemungkinan Diagnosa Keperawatan......................................................................9

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................10
1.1 Latar Belakang BAB I
PENDAHULUAN

Hiperbilirubin adalah warna kuning yang dapat terlihat pada sklera, selaput lendir,
kulit, atau organ lain akibat penumpukan bilirubin. Peningkatan kadar bilirubin terjadi pada
hari ke-2 dan ke-3 dan mencapai puncaknya pada hari ke-5 sampai hari ke-7, kemudian
menurun kembali pada hari ke-10 sampai hari ke-14 (Dewi, 2014). Hiperbilirubin pada bayi
baru lahir merupakan penyakit yang disebabkan oleh penimbunan bilirubin dalam jaringan
tubuh sehingga kulit, mukosa, dan sklera berubah warna menjadi kuning (Nike, 2014).

Hiperbilirubin, jaundice, atau “sakit kuning” adalah warna kuning pada sclera mata,
mukosa, dan kulit oleh karena peningkatan kadar bilirubin dalam darah (hyperbilirubinemia)
yang selanjutnya menyebabkan peningkatan bilirubin dalam cairan luar sel (extracellular
fluid). Istilah jaundice berasal dari bahasa perancis jaune yang artinya kuning, dan warna
kuning tersebut adalah merupakan gejala dari suatu penyakit primer yang masih harus di
tetapkan diagnosisnya setalah dilakukan serangkaian pemeriksaan yang diperlukan. Dalam
keadaan normal kadar bilirubin dalam darah tidak melebihi 1 mg/dL (17 µmol/L) dan bila
kadar bilirubin melebihi 1.8 mg/dL (30 µmol/L) akan menimbulkan ikterus atau warna
kuning (Widagdo, 2012).

Warna kuning meliputi wajah/kepala menunjukkan bahwa kadar bilirubin dalam


serum adalah 5 mg/dL, bila telah mencapai pertengahan abdomen adalah 15 mg/dL, dan bila
warna kuning telah mencapai telapak kaki maka kadarnya adalah 20 mg/dL. Ikterus karena
akumulasi bilirubin indirek maka warna pada kulit adalah kuning muda atau orange,
sedangkan bilirubin direk akan menimbulkan warna kuning kehijauan. Ikterus perlu
dibedakan dengan warna kuning yang terdapat hanya pada kulit, telapak tangan dan kaki dan
tidak pada sclera adalah disebabkan karena karotenemia, dan keadaan ini disebut
pseudoikterus yang tidak bersifat patologik (Widagdo, 2012).
1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari makalah ini yaitu:

1. Bagaimana pengkajian data pada klien dengan hiperbilirubin?

2. Bagaimana analisa serta diagnosis terhadap masalah keperawatan pada klien


dengan hiperbilirubin?

3. Bagaimana cara menentukan intervensi keperawatan secara menyeluruh pada


klien dengan hiperbilirubin?

4. Bagaimana menerapkan (mengimplementasikan) tindakan keperawatan yang


nyata pada klien dengan hiperbilirubin?

5. Bagaimana evaluasi dan dokumentasi asuhan keperawatan pada klien dengan


hiperbilirubin?

1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan makalah ini yaitu:

1. Mampu melakukan pengkajian data pada klien dengan hiperbilirubin.

2. Mampu menganalisa dan menegakkan diagnosa atau masalah keperawatan pada


klien dengan hiperbilirubin.

3. Mampu menentukan intervensi keperawatan secara menyeluruh pada klien dengan


hiperbilirubin.

4. Mampu mengimplementasikan rencana tindakan keperawatan yang nyata pada klien


dengan hiperbilirubin.

5. Mampu mengevaluasi dan mendokumentasikan asuhan keperawatan pada klien


dengan hiperbilirubin.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Hiperbilirubin

Hiperbilirubin adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang kadar nilainya
lebih dari normal (Suriadi & Yuliani, 2010). Ikterus fisiologis adalah warna kekuningan pada
kulit yang timbul pada hari ke-2 sampai ke-3 setelah lahir yang tidak mempunyai dasar
patologis dan akan menghilang dengan sendirinya pada hari ke-10 (Susilaningrum dkk,
2013). Icterus, jaundice, atau “sakit kuning” adalah warna kuning pada sclera mata, mukosa,
dan kulit oleh karena peningkatan kadar bilirubin dalam darah (hyperbilirubinemia) yang
selanjutnya menyebabkan peningkatan bilirubin dalam cairan luar sel (extracellular fluid)
(Widagdo, 2012).

Ikterus Neonatorum adalah diskolorisasi kuning penumpukan pada kulit/organ lain


akibat penumpukan bilirubin dalam darah (Sukarni & Sudarti, 2014). Hiperbilirubin adalah
suatu keadaan dimana konsentrasi bilirubin dalam darah berlebihan sehingga menimbulkan
jaundice pada neonatus di sclera mata, kulit, membran mukosa dan cairan tubuh (Ayu,
niwang, 2016). Ikterus adalah menguningnya sclera, kulit atau jaringan lain akibat
penimbunan bilirubin dalam tubuh atau akumulasi bilirubin dalam darah lebih dari 5 mg/dl
dalam 24 jam, yang menandakan terjadinya gangguan fungsional dari hepar, system biliary,
atau system hematologi (Rukiyah & Yulianti, 2019).

2.2 Klasifikasi

Hiperbilirubin atau icterus dapat diklasifikasikan menjadi enam bagian, yaitu:

a. Ikterus Prehepatik
Disebabkan oleh produksi bilirubin yang berlebihan akibat hemolisis sel darah merah.
Kemampuan hati untuk melaksanakan konjugasi terbatas terutama pada disfungsi hati
sehingga menyebabkan kenaikan bilirubin yang tidak terkonjugasi.
b. Ikterus Hepatik
Disebabkan karena adanya kerusakan sel parenkim hati. Akibat kerusakan hati maka
terjadi gangguan bilirubin tidak terkonjugasi masuk ke dalam hati serta gangguan
akibat konjugasi bilirubin yang tidak sempurna dikeluarkan ke dalam doktus
hepatikus karena terjadi retensi dan regurgitasi.
c. Ikterus Kolestatik
Disebabkan oleh bendungan dalam saluran empedu sehingga empedu dan bilirubin
terkonjugasi tidak dapat dialirkan ke dalam usus halus. Akibatnya adalah peningkatan
bilirubin terkonjugasi dalam serum dan bilirubin dalam urin, tetapi tidak didapatkan
urobilirubin dalam tinja dan urin.
d. Ikterus Fisiologis
Ikterus fisiologis adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan ketiga yang tidak
mempunyai dasar patologis, kadarnya tidak melewati kadar yang membahayakan atau
mempunyai potensi menjadi “kernicterus” dan tidak menyebabkan suatu morbiditas
pada bayi. Ikterus patologik adalah ikterus yang mempunyai dasar patologis atau
kadar bilirubinnya mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubin. Ikterus pada
neonatus tidak selamanya patologis.
e. Ikterus Patologis/Hiperbilirubinemia
Disebabkan oleh suatu keadaan dimana kadar konsentrasi bilirubin dalam darah
mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan kern ikterus kalau
tidak ditanggulangi dengan baik, atau mempunyai hubungan dengan keadaan yang
patologis. Brown menetapkan hiperbilirubinenia bila kadar bilirubin mencapai 12 mg
% pada cukup bulan, dan 15 mg% pada bayi kurang bulan. Utelly menetapkan 10 mg
% dan 15 mg%.
f. Kern Ikterus
Disebabkan oleh kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak
terutama pada korpus striatum, thalamus, nucleus subtalamus. Hipokampus, nucleus
merah, dan nucleus pada dasar ventrikulus IV. Kern ikterus ialah ensefalopati
bilirubin yang biasanya ditemukan pada neonatus cukup bulan dengan ikterus berat
(bilirubin lebih dari 20 mg%) dan disertai penyakit hemolitik berat dan pada autopsy
ditemukan bercak bilirubin pada otak. Kern ikterus secara klinis berbentuk kelainan
syaraf simpatis yang terjadi secara kronik.
2.3 Etiologi

Peningkatan kadar bilirubin dalam darah tersebut terjadi karena keadaan sebagai
berikut:

a. Polychetemia

b. Isoimun Hemolytic Disease

c. Kelainan Struktur dan Enzim Sel Darah Merah

d. Keracunan Obat (Hemolisis Kimia: Salisilat, Kortikosteroid, Kloramfenikol)

e. Hemolisis Ekstravaskuler

f. Cephalhematoma

g. Echhymosis

h. Gangguan fungsi hati; defisiensi glukoronil transferase, obstruksi empedu (atresia


biliary), infeksi, masalah metabolic galaktosemia, hipotiroid jaundice ASI.

i. Adanya komplikasi asfiksia, hipotermi, hipoglikemi. Menurunnya ikatan albumin;


lahir premature, asidosis.

2.4 Patofisiologi

Bilirubin diproduksi sebagian besar (70-80%) dari eritrosit yang telah rusak.
Kemudian bilirubin indirek (tak terkonjugasi) dibawa ke hepar dengan cara berikatan dengan
albumin. Bilirubin direk (terkonjugasi) kemudian diekskresikan melalui traktus
gastrointestinal. Bayi memiliki usus yang belum sempurna, karna belum terdapat bakteri
pemecah, sehingga pemecahan bilirubin tidak berhasil dan menjadi bilirubin indirek yang
kemudian ikut masuk dalam aliran darah, sehingga bilirubin terus bersirkulasi (Atika dan
Jaya, 2016).

Pigmen kuning ditemukan di dalam empedu yang terbentuk dari pemecahan


hemoglobin oleh kerja heme oksigenase, biliverdin, reduktase, dan agen pereduksi non
enzimatik dalam sistem retikuloendotelial. Setelah pemecahan hemoglobin, bilirubin tak
terkonjugasi diambil oleh protein intraseluler “Y protein” dalam hati.
Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh pembentukan bilirubin yang melebihi
kemampuan hati untuk mengekskresikan bilirubin yang telah diekskresikan dalam jumlah
normal. Selain itu, hiperbilirubinemia juga dapat disebabkan oleh obstruksi saluran ekskresi
hati. Apabila konsentrasi bilirubin mencapai 2 – 2,5 mg/dL maka bilirubin akan tertimbun di
dalam darah. Selanjutnya bilirubin akan berdifusi ke dalam jaringan yang kemudian akan
menyebabkan kuning atau ikterus (Khusna, 2013).

Warna kuning dalam kulit akibat dari akumulasi pigmen bilirubin yang larut lemak,
tak terkonjugasi, non polar (bereaksi indirek). Pada bayi dengan hiperbilirubinemia
kemungkinan merupakan hasil dari defisiensi atau tidak aktifnya glukoronil transferase.
Rendahnya pengambilan dalam hepatik kemungkinan karena penurunan protein hepatik
sejalan dengan penurunan darah hepatik (Suriadi dan Yuliani 2010).
Patho diagram Ikterik Neonatus
2.5 Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi akibat Hiperbilirubin yaitu:


a. Bilirubin Encephalopathy (Komplikasi Serius).
b. Kern Ikterus; kerusakan neurologis, cerebral palsy, retardasi mental,
hiperaktif, bicara lambat, tidak ada koordinasi otot.
c. Gangguan pendengaran dan penglihatan.
d. Asfiksia.
e. Hipertermi.
f. Hipoglikemi.
g. Kematian.
h.
2.6 Penatalaksanaan

Menurut Suriadi dan Yuliani (2010), penatalaksanaan terapeutik pada klien


hiperbilirubinemia yaitu:

a. Pemberian Antibiotik, dilakukan apabila hiperbilirubinemia pada disebabkan oleh


infeksi.

b. Fototerapi, berfungsi untuk menurunkan bilirubin dalam kulit melaui tinja dan urine
dengan oksidasi foto pada bilirubin dari biliverdin.

c. Fenobarbital, dapat mengekskresikan bilirubin dalam hati dan memperbesar


konjugasi. Meningkatkan sintesis hepatik glukoronil transferase yang dapat
meningkatkan bilirubin konjugasi dan clearance hepatik pada pigmen dalam
empedu, sintesis protein dimana dapat meningkatkan albumin untuk mengikat
bilirubin. Akan tetapi fenobarbital tidak begitu sering dianjurkan untuk mengatasi
hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir.

d. Transfusi Tukar
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Kemungkinan Diagnosa Keperawatan

Kemungkinan diagnose keperawatan terdiri dari dua yaitu:

a. Ikterik Neonatus b/d Penurunan Berat Badan Abnormal

b. Hipertermia b/d Terpapar Lingkungan Panas


Diagnosa Keperawatan SLKI SIKI
Ikterik Neonatus (D.0024) Integritas Kulit dan Fototerapi Neonatus (1.03091)
Jaringan (L. 14125)
Penyebab Observasi:
Penurunan berat badan Kriteria Hasil :  Monitor ikterik pada sklera
abnormal 1 Kerusakan jaringan dan kulit bayi
Diagnosa Keperawatan kulit menurun  Identifikasi kebutuhan
Ikterik Neonatus b/d Penurunan 2 Nyeri menurun cairan sesuai dengan usia
berat badan abnormal 3 Pigmentasi abnormal gestasi dan berat badan
Gejala dan tanda mayor menurun  Monitor suhu dan tanda
 Profil darah 4 Suhu kulit membaik vital setiap 4 jam sekali
abnormal(molisis, Bilirubin  Monitor efek samping
serum total >2 Mg / dL fototerapi mis.
bilirubin serum total pada hipertermi,Rus pada kulit)
rentang risiko tinggi
menurut usia pada
nomogram spesifik waktu Teraupeutik:
 Membram mukosa kering  Siapkan lampu fototerapi
 Kulit kuning dan inkubator atau kotak
 Sklera Kuning bayi
Gejala dan tanda minor  Lepaskan pakaian bayi
 Tidak tersedia kecuali popok
 Berikan penutup mata (eye
protector) pada bayi
 Ukur jarak antara lampu
dan permukaan kulit bayi
(30 cm atau tergantung
spesifikasi lampu fototerapi
 Biarkan tubuh bayi
terpapar sinar fototerapi
secara berkelanjutan
 Ganti segera alas dan
popok bayi jika BAB /BAK
 Gunakan linen berwarna
putih agar memantulkan
cahaya sebanyak mungkin
Edukasi
 Anjurkan ibu menyusui
sekitar 20-30 menit
 Anjurkan batuk dan
menarik nafas dalam
No Diagnosa Keperawatan SLKI SIKI
2 Hipertermia (D.0130) Termoregulasi (l.14134) Manajemen Hipertemia
(I.5506).
Penyebab Kriteria Hasil:
Terpapar lingkungan panas 1. Kejang menurun Observasi
2. Vasokonstriksi 1. Indetifikasi penyebab
Diagnosa Keperawatan perifer hipertemia
Hipertemi b/d terpapar 3. Pucat menurun 2. Monitor suhu tubuh
lingkungan panas 4. Suhu tubuh Teraupeutik
membaik 1. Sediakan lingkungan
Gejala dan tanda mayor yang dingin
 Suhu tubuh diatas nilai 2. Lakukan pendinginan
normal eksternal
Edukasi
Gejala dan tanda minor 1. Anjurkan tirah baring jika
 Kejang perlu
 Kulit terasa Hangat Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian cairan
dan elektrolit intravena jika
perlu
DAFTAR PUSTAKA

Dewi, N.A.T. 2016. Patologi Dan Patofisiologi Kebidanan.Yogyakarta: Nuha Medika.

Jitowiyono, S. dan Kristiyanasari, W. 2017. Asuhan Keperawatan Neonatus dan Anak.


Yogyakarta: Nuha Medika.

Oktiawati, A. dan Julianti, E. 2019. Buku Ajar Konsep dan Aplikasi Keperawatan
Anak. Jakarta: CV. Trans Info Media.

Rukiyah, A.Y dan Yulianti, L. 2019. Asuhan Kebidanan Neonatus Bayi Dan Anak Pra
Sekolah. Jakarta: CV. Trans Info Media.

Rukiyah, A.Y dan Yulianti, L. 2019. Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan Maternal


dan Neonatal. Jakarta: CV. Trans Info Media.

Sowwan, M. & Aini, S.N. 2018. Hiperbilirubin bayi, (Online),


(https://scholar.google.co.id/scholar/hl=id&as_sdt=0%2C5&q=hiperbilirubin&btnG=, diakses
27 januari 2020).

Sukarni, I. dan Sudarti. 2014. Patologi Kehamilan Persalinan Nifas Dan Neonatus
Risiko Tinggi. Yogyakarta: Nuha Medika.

Suriadi dan Rita Yuliani. 2010. Asuhan Keperawatan Pada Anak Edisi 2. Jakarta:
CV. Sagung Seto.

Susilaningrum, R., Nursalam, & Utami, S. 2013. Asuhan Keperawatan Bayi Dan
Anak. Jakarta: Salemba Medika.

Widagdo. 2012. Tatalaksana Masalah Penyakit Anak Dengan Ikterus. Jakarta: CV.
Sagung Seto.

Yanti, S. 2016. Faktor Yang Berhubungan Dengan Hiperbilirubinemia Patologis Pada Bayi
Baru Lahir, (Online), (http://scholar.unand.ac.id/20908/2/2.pdf, Diakses 27 januari 2020).

Anda mungkin juga menyukai