Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA BY.

NY.I DENGAN MASALAH KEPERAWATAN IKTERIK NEONATUS


DENGAN DIAGNOSA MEDIS BBLR HIPERBILIRUBINEMIA,
ASFIKSIA SEDANG DI RUANG MELATI PROF. DR. MARGONO
SOEKARJO

Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Praktik


Stase Keperawatan Anak

Disusun Oleh:

Amin Nur Afifah


2022030008

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GOMBONG
2023

i
HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA BY.


NY.I DENGAN MASALAH KEPERAWATAN IKTERIK NEONATUS
DENGAN DIAGNOSA MEDIS BBLR HIPERBILIRUBINEMIA,
ASFIKSIA SEDANG DI RUANG MELATI PROF. DR. MARGONO
SOEKARJO

Yang dipersiapkan dan disusun oleh:


Amin Nur Afifah

Telah dikonsulkan kepada pembimbing akademik


Pada tanggal: Februari 2023

Mengetahui

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

(.......................................) (.......................................)

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN..........................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Pengertian.............................................................................................1
B. Etiologi.................................................................................................1
C. Klasifikasi Hiperbilirubinemia.............................................................2
D. Patofisiologi..........................................................................................4
E. Manifestasi Klinis.................................................................................6
F. Komplikasi............................................................................................6
G. Penatalaksanaan....................................................................................6
H. Pemeriksaan Penunjang........................................................................8
I. Konsep Asuhan Keperawatan...............................................................10
J. Diagnosa yang Mungkin Muncul.........................................................12
BAB II TINJAUAN KASUS............................................................................14
BAB III PEMBAHASAN.................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Definisi
Bilirubin adalah pigmen kristal tetrapiol berwarna jingga kuning yang
merupakan bentuk akhir dari pemecahan katabollisme heme melalui proses
reaksi oksidasi-reduksi yang terjadi di sistem retikulo endothelial (Kosim,
2014). Bilirubin diproduksi oleh kerusakan normal sel darah merah. Bilirubin
dibentuk oleh hati kemudian dilepaskan ke dalam usus sebagai empedu atau
cairan yang berfungsi untuk membantu pencernaan (Mendri & Prayogi, 2017).
Hiperbilirubin adalah peningkatan kadar serum bilirubin dalam darah
sehingga melebihi nilai normal. Pada bayi baru lahir biasanya dapat mengalami
hiperbilirubin pada minggu pertama setelah kelahiran. Keadaan hiperbilirubin
pada bayi baru lahir disebabkan oleh meningkatnya produksi bilirubin atau
mengalami hemolisis, kurangnya albumin sebagai alat pengangkut, penurunan
uptake oleh hati, penurunan konjugasi bilirubin oleh hati, penurunan eksresi
bilirubin, dan peningkatan sirkulasi enterohepatik (IDAI, 2013).
Pada keadaan normal kadar billirubin indirek pada tali pusat bayi baru
lahir yaitu 1-3 mg/dL dan terjadi peningkatan kurang dari 5 mg/dL per 24 jam.
Bayi baru lahir biasanya akan tampak kuning pada hari kedua dan ketiga dan
memuncak pada hari kedua sampai hari keempat dengan kadar 5-6 mg/dL dan
akan menurun pada hari ketiga sampai hari kelima. Pada hari kelima sampai
hari ketujuh akan erjadi penurunan kadar bilirubin sampai dengan kurang dari
2 mg/dL. Pada kondisi ini bayi baru lahir dikatakan mengalami hiperbilirubin
fisiologis (Stoll et al., 2014).
B. Etiologi
Kejadian ikterik atau hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir disebabkan
oleh disfungsi hati pada bayi baru lahir sehingga organ hati pada bayi tidak
dapat berfungsi maksimal dalam melarutkan bilirubin ke dalam air yang
selanjutkan disalur kan ke empedu dan diekskresikan ke dalam usus menjadi

1
urobilinogen. Hal tersebut meyebabkan kadar bilirubin meningkat dalam
plasma sehingga terjadi ikterus pada bayi baru lahir (Dewi, 2016).
Menurut Nelson (2017) secara garis besar etiologi ikterus atau
hiperbilirubinemia pada neonatus dapat dibagi menjadi :
1. Produksi bilirubin yang berlebihan
Hal ini melebihi kemampuan neonatus untuk mengeluarkan zat tersebut.
Misalnya pada hemolisis yang meningkat pada inkompatibilitas darah Rh,
AB0, golongan darah lain, defisiensi enzim G6-PD, piruvat kinase,
perdarahan tertutup dan sepsis.
2. Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar
Gangguan ini dapat disebabkan oleh asidosis, hipoksia, dan infeksi atau
tidak terdapatnya enzim glukoronil transferase (sindrom criggler- Najjar).
Penyebab lain yaitu defisiensi protein. Protein Y dalam hepar yang berperan
penting dalam uptake bilirubin ke sel hepar.
3. Gangguan transportasi bilirubin
4. Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkat ke hepar.
Ikatan bilirubin dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat misalnya
salisilat, sulfafurazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak
terdapatnya bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat
ke sel otak.
5. Gangguan dalam ekskresi
Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau diluar hepar.
Kelainan diluar hepar biasanya disebabkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi
dalam hepar biasanya akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh penyebab
lain.
C. Klasifikasi Hiperbilirubinemia
Hiperbilirubin atau ikterus terbagi atas :
1. Ikterus prehepatik
Disebabkan oleh produksi bilirubin yang berlebihan akibat hemolisis sel
darah merah. Kemampuan hati untuk melaksanakan konjugasi terbatas

2
terutama pada disfungsi hati sehingga menyebabkan kenaikan bilirubin yang
tidak terkonjugasi.

3
2. Ikterus hepatic
Disebabkan karena adanya kerusakan sel parenkim hati. Akibat kerusakan
hati maka terjadi gangguan bilirubin tidak terkonjugasi masuk ke dalam hati
serta gangguan akibat konjugasi bilirubin yang tidak sempurna dikeluarkan
ke dalam doktus hepatikus karena terjadi retensi dan regurgitasi.
3. Ikterus kolestatik
Disebabkan oleh bendungan dalam saluran empedu sehingga empedu dan
bilirubin terkonjugasi tidak dapat dialirkan ke dalam usus halus.Akibatnya
adalah peningkatan bilirubin terkonjugasi dalam serum dan bilirubin dalam
urin, tetapi tidak didapatkan urobilirubin dalam tinja dan urin.
4. Ikterus fisiologis
Ikterus fisiologis adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan ketiga
yang tidak mempunyai dasar patologis, kadarnya tidak melewati kadar yang
membahayakan atau mempunyai potensi menjadi “kernicterus” dan tidak
menyebabkan suatu morbiditas pada bayi. Ikterus patologik adalah ikterus
yang mempunyai dasar patologis atau kadar bilirubinnya mencapai suatu
nilai yang disebut hiperbilirubin. Ikterus pada neonatus tidak selamanya
patologis.
5. Ikterus patologis/hiperbilirubinemia
Disebabkan oleh suatu keadaan dimana kadar konsentrasi bilirubin dalam
darah mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan
kern ikterus kalau tidak ditanggulangi dengan baik, atau mempunyai
hubungan dengan keadaan yang patologis. Brown menetapkan
hiperbilirubinenia bila kadar bilirubin mencapai 12 mg% pada cukup bulan,
dan 15 mg% pada bayi kurang bulan. Utelly menetapkan 10 mg% dan 15
mg%.
6. Kern ikterus

4
Disebabkan oleh kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada
otak terutama pada korpus striatum, thalamus, nucleus subtalamus.
Hipokampus, nucleus merah, dan nucleus pada dasar ventrikulus IV. Kern
ikterus ialah ensefalopati bilirubin yang biasanya ditemukan pada neonatus
cukup bulan dengan ikterus berat (bilirubin lebih dari 20 mg%) dan disertai
penyakit hemolitik berat dan pada autopsy ditemukan bercak bilirubin pada
otak. Kern ikterus secara klinis berbentuk kelainan syaraf simpatis yang
terjadi secara kronik. Suatu nilai yang disebut hiperbilirubin. Ikterus pada
neonatus tidak selamanya patologis.
D. Patofisiologi
Bilirubin dapat diproduksi dalam sistem retikuloendotelial sebagai hasil
akhir dari katabolisme heme dan terbentuk melalui reaksi oksidasi reduksi.
Pada tahap pertama oksidasi, biliverdin terbentuk dari heme melalui kerja
heme oksigenase, dan terjadi pelepasan zat besi dan karbon monoksida. Zat
besi dapat di gunakan kembali, sedangkan karbon monoksida diekskresikan
oleh paru-paru. Biliverdin yang larut dalam air direduksi menjadi bilirubin
yang hampir tidak larutdalam air dalam bentuk isomerik (karena ikatan
hidrogen intramolekul). Bilirubin yang tak terkonjugasi yang hidrofobik
diangkut ke dalam plasma, dan terikat erat oleh albumin.
Bila terjadi gangguan pada ikatan bilirubin tak terkonjugasi dengan
albumin baik itu dari faktor endogen maupun eksogen (misalnya obat-obatan),
bilirubin yang bebas dapat melewati membran yang mengandung lemak
(double lipid layer), termasuk penghalang darah ke otak, yang dapat mengarah
ke neurotoksik (Mathindas, & Wahani, 2013). Bilirubin yang mencapai hati
akan diangkat kedalam hepatosit, dimana bilirubin terikat ke ligandin.
Masuknya bilirubin ke dalam hepatosit akan meningkat sejalan dengan
terjadinya peningkatan konsentrasi ligandin. Konsentrasi ligandin rendah pada
saat lahir, namun akan meningkat drastis dalam waktu beberapa minggu
kehidupan (Mathindas& Wahani, 2013).
Bilirubin terikat menjadi asam glukuronat di reticulum endoplasmic
reticulum melalui reaksi yang dikatalisis oleh uridin difosfoglukuronil

5
transferase. Konjugasi bilirubin mengubah molekul bilirubin yang tidak larut
dalam air menjadi molekul yang larut dalam air. Setelah diekskresikan kedalam
empedu dan masuk kedalam usus, bilirubin direduksi dan menjadi tetrapirol
yang tidak berwarna oleh mikroba di usus besar. Sebagian dikonjugasi dan
terjadi didalam usus kecil proksimal melalui kerja Bglukuronidase.
Bilirubin yang tak terkonjugasi ini dapat diabsorbsi kembali dan masuk ke
dalam sirkulasi sehingga meningkatkan kadar bilirubin plasma total. Siklus
absorbsi, konjugasi, ekskresi, dekonjugasi, dan reabsorbsi ini disebut sirkulasi
enterohepatik. Runtutan proses ini berlangsung panjang pada neonatus, karena
asupan gizi yang terbatas pada hari-hari pertama kehidupan (Mathindas, Wilar,
& Wahani, 2013).
Pathway
Faktor ibu : pre eklamsi berat

ASFIKSIA Resiko infeksi

Paru-paru terisi
Bayi kekurangan O2
cairan
Suhu bayi tidak stabil
Nafas cepat
Gangguan
metabolisme Resiko
apneu ketidakseimbangan suhu
tubuh (Termogulasi)
Asidosis
respiratorik
Ketidakefektifan
pola nafas
Gangguan perfursi
ventilasi
bayi tidak beraksi
terhadap rangsangan
Gangguan pertukaran
gas
Intoleransi aktivitas

6
E. Manifestasi klinis
Pemeriksaan klinis tersebut bisa dilakukan pada bayi baru lahir normal
dengan menggunakan pencahayaan yang sesuai. Kulit kuning pada bayi akan
terlihat lebih jelas bila dilihat dengan sinar lampu dan tidak dapat terlihat
dengan penerangan yang kurang. Tekan kulit dengan perlahan menggunakan
jari tangan untuk memastikan warna kulit dan jaringan subkutan: Hari ke-1
tekan ujung hidung atau dahi, Hari ke-2 tekan pada lengan atau tungkai, Hari
ke-3 dan seterusnya, tekan pada tangan dan kaki. Bilirubin pada saat pertama
kali muncul yaitu di wajah , menjalar kearah tubuh, dan ekstremitas. Tentukan
tingkat keparahan ikterus secara kasar dengan melihat warna kuning pada
seluruh tubuh (metode Kramer) (Manggiasih & Jaya, 2016).
F. Komplikasi
Yang paling utama dalam Hiperbilirubin yaitu potensinya dalam
menimbulkan kerusakan sel-sel saraf meskipun kerusakan sel-sel tubuh lainnya
juga dapat terjadi bilirubin. Bilirubin dapat menghambat enzimenzim
mitokondria serta mengganggu sintesis DNA. Bilirubin juga dapat
menghambat sinyal neuroeksitatori dan konduksi saraf (terutama pada nervus
auditorius) sehingga meninggalkan gejala sisa berupa tuli saraf. Kerusakan
jaringan otak yang terjadi seringkai tidak sebanding dengan konsentrasi
bilirubin serum. Hal ini disebabkan kerusakan jaringan otak yang terjadi
ditentukan oleh konsentrasi dan lama paparan bilirubin terhadap jaringan
(Tando, 2016).
Kern ikterus (ensefalopati biliaris) merupakan suatu kerusakan otak akibat
adanya bilirubin indirek pada otak. Kern ikterus ini ditandai dengan kadar
bilirubin darah yang tinggi ( > 20 mg% pada bayi cukup bulan atau > 18 mg%
pada bayi berat lahir rendah ) disertai dengan tanda-tand kerusakan otak berupa
mata berputar, letargi, kejang, tak mau mengisap, tonus otot meningkat, leher
kaku, epistotonus, dan sianosis, serta dapat juga diikuti dengan ketulian,
gangguan berbicara, dan retardasi mental dikemudian hari (Dewi, 2014).
G. Pentalaksanaan

7
Tata laksana awal ikterus neonatorum (WHO) (Maternity, Anjani,
Blomed, & Evrianasari, 2018):
1. Tindakan umum
Memeriksa golongan darah ibu (Rh, ABO) pada waktu hamil, mencegah
trauma lahir, pemberian obat pada ibu hamil atau bayi baru lahir yang dapat
menimbulkan ikterus, infeksi dan dehidrasi. Pemberian ASI atau makanan
dini dengan jumlah cairan dan kalori yang sesuai dengan kebutuhan bayi
baru lahir. Imunisasi yang cukup baik di tempat bayi dirawat. Berdasarkan
pada penyebabnya, maka manejemen bayi dengan Hiperbilirubin diarahkan
untuk mencegah anemia dan membatasi efek dari Hiperbilirubin.
Pengobatan mempunyai tujuan yaitu menghilangkan anemia,
menghilangkan antibodi maternal dan teresnsitisasi, meningkatkan badan
serum albumin dan menurunkan serum bilirubin. Metode therapi pada
Hiperbilirubin meliputi : Fototerapi, Transfusi Pengganti, Infus Albumin
dan Therapi Obat.
2. Fototherapi
Fototherapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan transfusi
pengganti untuk menurunkan bilirubin. Memaparkan neonatus pada cahaya
dengan intensitas yang tinggi akan menurunkan bilirubin dalam kulit.
Fototherapi menurunkan kadar bilirubin dengan cara memfasilitasi eksresi
biliar bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini terjadi jika cahaya yang diabsorsi
jaringan mengubah bilirubin tak terkonjugasi menjadi dua isomer yang
disebut foto bilirubin. Foto bilirubin bergerak dari jaringan ke pembuluh
darah melalui mekanisme difusi. Di dalam darah Foto bilirubin berikatan
dengan albumin dan dikirim ke hati. Foto bilirubin kemudian bergerak ke
empedu dan diekskresi ke dalam deodenum untuk dibuang bersama feses
tanpa proses konjugasi oleh hati Foto therapi mempunyai peranan dalam
pencegahan peningkatan kadar bilirubin, tetapi tidak dapat mengubah
penyebab kekuningan dan hemolisis dapat menyebabkan Anemia. Secara
umum foto therapi harus diberikan pada kadar bilirubin Indirek 4 -5 mg / dl.
Neonatus yang sakit dengan berat badan kurang dari 1000 gram harus di

8
foto therapi dengan konsentrasi Bilirubun 5 mg/dl. Beberapa ilmuan
mengarahkan untuk memberikan foto therapi propilaksis pada 24 jam
pertama pada bayi resiko tinggi dan berat badan lahir rendah.
3. Tranfusi Pengganti / Tukar
Transfusi Pengganti atau Imediat diindikasikan adanya faktor-faktor Titer
anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu, Penyakit Hemolisis berat pada bayi baru
lahir, Penyakit Hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam
pertama, Tes Coombs Positif, Kadar Bilirubin Direk lebih besar 3,5 mg / dl
pada minggu pertama, Serum Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg / dl pada 48
jam pertama, Hemoglobin kurang dari 12 gr / dl. Bayi dengan Hidrops saat
lahir., Bayi pada resiko terjadi Kern Ikterus. Transfusi Pengganti digunakan
untuk Mengatasi Anemia sel darah merah yang tidak Suseptible (rentan)
terhadap sel darah merah terhadap antibodi maternal, menghilangkan sel
darah merah untuk yang Tersensitisasi (kepekaan), menghilangkan serum
bilirubin , meningkatkan albumin bebas bilirubin dan meningkatkan
keterikatan dengan bilirubin, pada Rh inkomptabiliti diperlukan transfusi
darah golongan O segera (kurang dari 2 hari), Rh negatif whole blood.
Darah yang dipilih tidak mengandung antigen A dan antigen B yang
pendek. setiap 4 - 8 jam kadar Bilirubin harus dicek. Hemoglobin harus
diperiksa setiap hari sampai stabil.
H. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Setyarini & Suprapti, 2016. Pemeriksaan penunjang meliputi
Pemeriksaan Visual dan Pemeriksaan Laboratorium.
1. Pemeriksaan Visual yang meliputi Pemeriksaan dilakukan dengan
pencahayaan yang cukup (di siang hari dengan cahaya matahari) karena
ikterus bisa terlihat lebih parah bila dilihat dengan pencahayaan yang
kurang, tekan kulit bayi dengan lembut dengan jari untuk mengetahui
warna dibawah kulit dan jaringan subkutan, tentukan keparahan ikterus
berdasarkan umur bayi dan bagian tubuh yang tampak kuning. Bila kuning
terlihat pada bagian tubuh manapun pada hari pertama dan terlihat pada
lengan, tungkai, tangan, dan kaki pada hari kedua, maka di golongkan

9
sebagai ikterus sangat berat dan memerlukan terapi sinar secepatnya. Tidak
perlu menunggu hasil pemeriksaan kadar bilirubin serum untuk memulai
terapi sinar.

2. Pemeriksaan Laboratorium (pemeriksaan Darah)


a. Test Coomb pada tali pusat BBL
Hasil positif test Coomb indirek menunjukkan adanya antibody Rh-
positif, anti-A, anti-B dalam darah ibu. Hasil positif dari test Coomb
direk menandakan adanya sensitisasi (Rh-positif, anti-A, anti-B) SDM
dari neonatus.
b. Golongan darah bayi dan ibu : mengidentifikasi incompatibilitas ABO.
c. Bilirubin total.
Kadar direk (terkonjugasi) bermakna jika melebihi 1,0-1,5 mg/dl yang
mungkin dihubungkan dengan sepsis. Kadar indirek (tidak
terkonjugasi) tidak boleh melebihi 5 mg/dl dalam 24 jam atau tidak
boleh lebih dari 20 mg/dl pada bayi cukup bulan atau 1,5 mg/dl pada
bayi praterm tergantung pada beray badan.
d. Protein serum total
Kadar kurang dari 3,0 gr/dl menandakan penurunan kapasitas ikatan
terutama pada bayi praterm.
e. Hitung darah lengkap
Hb mungkin rendah (<14 gr/dl) karena hemolisis. Hematokrit mungkin
meningkat (>65%) pada polisitemia, penurunan (<45%) dengan
hemolisis dan anemia berlebihan.
f. Glukosa
Kadar dextrostix mungkin < 45% glukosa darah lengkap <30 mg/dl
atau test glukosa serum < 40 mg/dl, bila bayi baru lahir hipoglikemi dan
mulai menggunakan simpanan lemak dan melepaskan asam lemak.
g. Daya ikat karbon dioksida
Penurunan kadar menunjukkan hemolisis.
h. Meter ikterik transkutan

10
Mengidentifikasi bayi yang memerlukan penentuan bilirubin serum
i. Pemeriksaan bilirubin serum
Pada bayi cukup bulan, bilirubin mencapai kurang lebih 6 mg/dl antara
2-4 hari setelah lahir.Apabila nilainya lebih dari 10 mg/dl tidak
fisiologis.
j. Smear darah perifer
Dapat menunjukkan SDM abnormal/ imatur, eritroblastosis pada
penyakit RH atau sperositis pada incompabilitas ABO.
k. Test Betke-Kleihauer
Evaluasi smear darah maternal terhadap eritrosit janin.
l. Pemeriksaan radiologi
Diperlukan untuk melihat adanya metastasis di paru atau peningkatan
diafragma kanan pada pembesaran hati,seperti abses hati atau hepatoma
m. Ultrasonografi
Digunakan untuk membedakan antara kolestatis intra hepatic dengan
ekstra hepatic.
n. Biopsy hati
Digunakan untuk memastikan diagnosa terutama pada kasus yang sukar
seperti untuk membedakan obstruksi ekstra hepatic dengan intra hepatic
selain itu juga memastikan keadaan seperti hepatitis, serosis hati,
hepatoma.
I. Konsep Teori Asuhan Keperawatan
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan. Pengkajian
adalah proses pengumpulan semua data dari klien (atau keluarga/ kelompok/
komunitas), proses mengolahnya menjadi informasi, dan kemudian mengatur
informasi yang bermakna dalam kategori pengetahuan, yang dikenal sebagai
diagnosis keperawatan. Ada dua jenis pengkajian: pengkajian skrining dan
pengkajian mendalam. Keduanya membutuhkan pengumpulan data, keduanya
mempunyai tujuan yang berbeda. Pengkajian skrining adalah adalah langkah
awal pengumpulan data, dan mungkin yang mudah untuk diselesaikan
(Internasional, 2018).

11
1. Identitas Pasien
Identitas pasien berupa: nama, tanggal lahir, usia, jenis kelamin, agama,
pendidikan, alamat, tanggal masuk, tanggal pengkajian, suku bangsa.
Identitas orang tua berupa: nama ayah dan ibu, usia ayah dan ibu, pendidikan
ayah dan ibu, pekerjaan/sumber penghasilan ayah dan ibu, agama ayah dan
ibu, alamat ayah dan ibu. Identitas saudara kandung berupa: nama saudara
kandung, usia saudara kandung, hubungan dan status kesehatan saudara
kandung (Muttaqin, 2011).
2. Keluhan utama
Untuk mengetahui alasan utama mengapa klien mencari pertolongan pada
tenaga professional.
3. Riwayat kesehatan
Profil darah abnormal (hemolisis, bilirubin serum total . 13 mg/dl, bilirubin
serum total pada rentang resiko tinggi menurut usia pada normogram spesifik
waktu, membran mukosa kuning, kulit kuning, sklera kuning.
4. Riwayat penyakit dahulu
a. Prenatal
Keluhan saat hamil, tempat ANC, kebutuhan nutrisi saat hamil, usia
kehamilan (preterm, aterm, post term), kesehatan saat hamil dan obat
yang diminum.
b. Natal
Tindakan persalinan (normal atau Caesar), tempat bersalin, penolong
persalinan, komplikasi yang dialami ibu pada saat melahirkan, obat-
obatan yang digunakan.
c. Post natal
Kondisi kesehatan, apgar score, Berat badan lahir, Panjang badan lahir,
anomaly kongenital.
d. Pernah dirawat di rumah sakit
Penyakit yang diderita, respon emosional
e. Obat-obat yang digunakan (pernah/sedang digunakan)
Nama obat dan dosis, schedule, durasi, alasan penggunaan obat.

12
5. Pemeriksaan fisik (Head to toe)
a. Kepala dan Leher
Inspeksi: kepala lebih besar daripada badan, dan tulang rawan dan daun
telinga imatur, batang hidung cekung, hidung pendek mencuat, bibir atas
tipis, dan dagu maju, serta pelebaran tampilan mata.
Palpasi: ubun ubun dan sutura lebar. Adanya penonjolan tulang karena
ketidak adekuatan pertumbuhan tulang, dan dahi menonjol, serta lingkar
kepala 33 cm.
b. Abdomen
Inspeksi: penonjolan abdomen, tali pusat berwarna kuning kehijauan
Auskultasi: peristaltic usus dapat dimulai 6-12 jam setelah kelahiran
c. Anus
Inspeksi: pengeluaran meconium biasanya terjadi dalam waktu 12 jam,
terdapat anus
d. Ekstremitas
Inspeksi: tonus otot dapat tampak kencang dengan fleksi ekstremitas
bawah dan atas serta keterbatasan gerak, penurunan massa otot,
khususnya pada pipi, bokong dan paha. Palpasi: tulang tengkorang lunak
e. Integumen
f. Inspeksi: kulit berwarna kuning pada bagian telapak tangan, perut dan
sklera, kulit tampak transparan, halus dan mengkilap, kuku pendek belum
melewati ujung jari.
6. Keadaan kesehatan saat ini
Diagnosa medis, tindakan operasi, obat-obatan, tindakan keperawatan, hasil
laboratoritum, data tambahan.
K. Diagnosa yang dapat muncul pada anemia menurut (SDKI)
Diagnosa keperawatan yang muncul pada bayi baru lahir dengan asfiksia
adalah :
1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan imaturitas paru dan
neuromuskular, penurunan energi, dan keletihan

13
2. Termoregulasi tidak efektif berhubungan dengan kontrol suhu yang imatur
dan penurunan lemak tubuh subkutan
3. Risiko infeksi berhubungan dengan pertahanan imunologi yang kurang
4. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh (resiko tinggi) berhubungan
dengan ketidakmampuan mencerna nutrisi karena imaturitas dan atau
penyakit.
5. Resiko tinggi kekurangan atau kelebihan volume berhubungan dengan
karakteristik fisiologis imatur dari bayi preterm dan atau imaturitas atau
penyakit.

14
BAB II
TINJAUAN KASUS

A. Identitas Neonatus
Nama Bayi : By. Ny. I
Tanggal Lahir : 03/02/2023 Jam: 10.15 WIB
Jenis : Perempuan
Umur : 4 hari
Ruang : Melati
Kelahiran : Tunggal
Tanggal Pengkajian : 07/03/2023 Jam: 10.00 WIB
Diagnosa medis : Asfiksia Sedang

B. Identitas Orang Tua


Nama Ibu : Ny.I Nama Ayah : Tn. A
Umur Ibu : 25 Tahun Umur Ayah : 28 Tahun
Pekerjaan Ibu : IRT Pekerjaan Ayah : Wiraswasta
Pendidikan Ibu : SMA Pendidikan Ayah : SMA
Agama : Islam
Alamat : Jl. 10 Nopember
C. Riwayat Kehamilan Dan Persalinan :
1. Riwayat Kehamilan
Ibu G2P1A0
Umur Kehamilan 34 minggu
Penyakit/komplikasi kehamilan : HT di perberat dengan PE

15
Merokok Tidak
Jamu Tidak
Kebiasaan minum obat Tidak
Alergi obat Tidak

2. Riwayat Persalinan
Bayi Ny. I merupakan bayi dari ibu G2P1A0, usia ibu 25 tahun, usia
kehamilan 34 minggu, jenis persalinan SC pada 03 Februari 2023 pukul
10.15 WIB. BBL Bayi 2000 gram dengan apgar skor 6-7-8.
D. Riwayat Keperawatan
1. Riwayat Keperawatan Sekarang
a. Keluhan Utama
Sesak napas sedang
b. Riwayat Penyakit Sekarang
BBC perempuan lahir SC dari Ibu G2P1A0 usia 25 tahun, usia kehamilan
34 minggu. Pada saat dilakukan pengkajian pada tanggal 07/03/2023 jam
10.00, ku pasien cukup, menggunakan O2 1-2 liter/menit, PEEP 5, O2
70% nangis (+), gerak aktif, kulit tampak ikterik, refeks hisap (+). Nadi:
143x/menit, RR: 53x/menit, Suhu: 36ºC. BAK (+), BAB (+). Berat badan
pada saat dikaji 2050 gram.
2. Riwayat Keperawatan Sebelumnya
a. Riwayat Kesehatan yang lalu
Bayi Ny. I lahir SC pada usia kehamilan 45 minggu Dari ibu hipertensi
dan PE. Bayi Ny. I lahir dengan BBLR 2000 gr, PB 44 cm, LK 33 cm,
LD, 28 cm. Bayi lahir dengan keadaan umum lemah, saat hari rawat
pertama refeks hisap cukup kuat, Suhu: 36,2ºC, N: 141 x/menit, RR: 53,
SPO2 97% x/menit,skor APGAR 6 7 8 dengan diagnosa medis Asfiksia
Sedang dan hari rawat ke 4 indikasi ikterik neonatus.
b. Imunisasi
Vit K (1x), HB0 (1x)

16
3. Riwayat Pertumbuhan dan perkembangan
a. Tahap Pertumbuhan
1) Berat badan lahir : 2000gr
Berat badan sekarang : 2050gr
2) Lingkar Kepala : 31 cm
Lingkar Dada : 28 cm
Lingkar Abdomen : 28 cm
Lingkar Lengan Atas : 4 cm
Panjang Badan : 44 cm
b. Tahap Perkembangan
1) Psikososial : Bayi Ny. I dirawat di RS sampai saat ini
2) Psikoseksual : Bayi Ny. I berjenis kelamin perempuan
3) Kognitif : Tidak terkaji
4. Pengkajian fisik
a. Tanda – Tanda Vital :
Nadi : 146 x/menit
Suhu : 36°C
Pernafasan : 53 x/menit
CRT : < 2 detik
b. Pemeriksaan Fisik
1) Refleks ;
Sucking (menghisap), Ada
Palmar Grasping (menggenggam), Ada
Tonic Neck (leher), Ada
Rooting (mencari), Ada
Moro (kejut), Ada
Babinsky, Ada
Gallant (punggung), Ada
Swallowing (menelan), Ada
Plantar Grasping (telapak kaki), Ada
2) Tonus / aktivitas
Aktif , Menangis rintih, Lemah
3) Kepala / leher
a) Fontanel anterior:
Lunak, Datar

17
b) Sutura sagitalis: Tepat
c) Gambaran wajah: Simetris
d) Molding, tidak, Caput succedaneum tidak, Cephalhematoma tidak
4) Mata : Bersih
5) THT
a) Telinga: Normal
b) Hidung : Simetris
6) Wajah
a) Bibir sumbing, tidak
b) Sumbing langit-langit / palatum, tidak
7) Abdomen
a) Tegas, Lingkar perut 28 cm
8) Toraks
a) Simetris
b) Retraksi derajat: Derajat 1
c) Klavikula normal
9) Paru-paru
Suara nafas kanan kiri: Sama
Suara nafas : sekresi
vesikuler
Respirasi : spontan
Alat bantu nafas : Incubator CPAP
Konsentrasi O2 : 1 liter / menit
10) Jantung
a) Bunyi Normal Sinus Rhytm (NSR)
b) Frekuensi : 143 x/menit
11) Nadi Perifer, Lemah
12) Ekstremitas
a) Ekstremita atas: Normal
b) Ekstremitas bawah: Normal
c) Panggul: Normal
13) Umbilikus
Normal
14) Genital
Perempuan normal
Anus paten
15) Kulit
Warna: pucat kuning
16) Suhu
a) Lingkungan Inkubator
b) Suhu kulit : 36 °C

17) Nilai skor down


Kriteria 0 1 2
Frekuensi nafas 0

18
Retraksi 2
Sianosis 1
Suara nafas 0
Merintih 2
Jumlah 5

E. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai rujukan
06/03/2023
RDW H 23, 2 % 11,3-14,6
Batang H 18. 1 % 0-8
Neutrofil H 66,5 % 17,0-60,0
Bilirubin direk H 0, 56 Mg/dl 0- 0,2
Bilirubin indirek H 12,07 Mg/dl 1-12
Bilirubin total H 12, 07 Mg/dl 0,1- 1,2
GDS L 65 mg/dl 80-110

F. Terapi
Nama obat Dosis Rute Indikasi
Ampicilin 2x150mg IV Antibiotik untuk mencegah dan
mengobati infeksi bakteri
Gentamicin 1x 10 mg IV Gentamicin bekerja dengan
menghentikan pertumbuhan bakteri

19
G. Analisa Data
Data klien Pathway Etiologi Problem
DS: - gangguan fungsi hepar Usia kurang dari 7 hari Ikterik neonates
DO: (D.0024)
- Membrane mukosa kering kuning Bilirubin meningkat
- Kulit pucat kuning
- Hasil lab: Hiperbilirubinemia
Bilirubin direk (0, 56 H)
Bilirubin indirek (11,51,1 H) Ikterik neonatus
Bilirubin total (12, 07 H)

DS: Prematuritas Hambatan upaya napas Pola nafas tidak efektif


DO: (D.0005)
- Menangis lemah Fungsi organ-organ belum baik
- Terdapat retraksi dada
- Sianosis hilang karena terpasang O2 , Pertumbuhan diding dada belum
oksigen O2 1-2 lpm PEEP 5 O2 70% sempurna dan vaskuler paru imatur
- RR : 53x/m
- Skor down : 5 Insuf Pernafasan

Pola nafas tidak efektif

20
DS: - BBLR - Risiko Infeksi
DO:
1. Bayi lahire preaterm 34 minggu Penurunan daya tahan tubuh
2. Bayi mendapatkan perawatan intensif
diruang PICU Risiko infeksi
3. Bayi lahir BBLR dengan asfiksia
sedang

PRIORITAS DIAGNOSA
1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan Hambatan upaya napas
2. Ikterik neonatus berhubungan dengan usia kurang dari 7 hari
3. Risiko infeksi

21
H. Intervensi
SLKI SIKI Rasional
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Fototerapi Neonatus (I.03091) - Mengetahui warna kulit bayi
2x24 jam integritaskulit dan jaringan membaik 1. Monitor ikterik pada sklera dan kuit - Mengetahui suhu bdan bayi
kriteria hasil: bayi secara berkala
Integritas kulit dan jaringan (L.14125) 2. Monitor suhu dan tanda vita setiap jam - Meminimalkan efek samping
Indikator A T sekali - Fototerapi yang diberikan dapat
Pigmentasi abnormal 2 5 3. Monitor efek fototerapi maksimal
Keterangan : 4. Lepaskan pakaian bayi kecuali popok - Agar suhu panas tida menusuk
1. Meningkat 5. Biarkan tubuh bayi terpapar sinar kulit bayi
2. Cukup meningkat fototerapi secara berkelanjutan - Mengetahui jumah bilirubin
3. Sedang 6. Pastikan jarak aman lampu dengan bayi secara berkala
4. Cukup menurun (30cm)
5. Menurun 7. Anjurkan memberikan ASI sesering
mungkin
8. Kolaborasi pemeriksaan bilirubin
berkala
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Manajemen jalan nafas (I.01001) - Untuk mengetahui kecepatan dan
2x24 jam diharapkan pola napas membaik 1. Monitor pola napas kedalaman nafas
kriteria hasil: 2. Monitor bunyi nafas tambahan - Untuk mencegah adanya
Pola Napas (L.01004) 3. Berikan oksigenasi komplikasi lanjutan
Indikator A T Pemantauan Respirasi (I.01014) - Memaksimalkan pernafasan
Dsypnea 2 5 1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman dengan meningkatkan masukan
Frekuensi napas 2 5 dan upaya nafas oksigen.

22
Kedalaman napas 2 5 2. Monitor saturasi oksigen.
Keterangan :
1. Memburuk
2. Cukup memburuk
3. Sedang
4. Cukup membaik
5. Memembaik
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Pencegahan infeksi (I.14539) 1. Mengetahui adanya infeksi
2x24 jam diharapkan risiko infeksi menurun Observasi 2. Menjaga kebersihan tangan agar
kriteria hasil: 1. Monitor tanda dan gejala infeksi tidak menyebarkan virus ke
Tingkat infeksi (L.14137) Terapeuttik pasien
Indikator A T 2. Cuci tangan sebelum dan sesudah 3. Nutrisi dari ASI membantu
Kadar sel darah putih membaik 2 5 kontak dengan pasien dan lingkungan meningkatkan system kekebalan
kultur darah membaik 2 5 pasien tubuh pada bayi
Keterangan : Edukasi
1. Memburuk 3. Anjurkan meningkatkan asupan nutrsi
2. Cukup memburuk dengan cara mengedukasi ibu
3. Sedang meningkatkan ASI perah
4. Cukup membaik
5. Memembaik

23
I. Implementasi

Tgl/jam No Implementasi Respon Paraf


DX
07/03/2023 1,2,3 1. Memonitor warna kulit dan skelra S:-
10.00 2. Memonitor suhu tubuh dan tanda-tanda O : Bayi terlihat nyaman, tak tampak tanda infeksi
infeksi seperti peningkatan suhu tubuh, terdengar bunyi
suara tambahan berupa ronchi, kulit Nampak ikterik
3. Memonitor poa napas dan suara tambahan
program fototerapi 16 jam, BB : 2050 kg, suhu
4. Memonitor saturasi oksigen tubuh 36,0°C, SpO2: 98%, O2 1 pm

12.00
5. Memberikan terapi injeksi gentamicin 15 S : -
mg O : KU : baiik, BAK (+) 35cc/4 jam, obat
6. Memonitor BAB dan BAK diberikan sesuai instruksi, Bayi tampak menghisap
kuat saat diberikan sufor
7. Memberikan nutrisi 10cc/2 jam sufor
13.00
8. Melepaskan pakaian bayi kecuali popok S:-
9. Membiarkan tubuh bayi terpapar sinar O : Bayi mendapat rencana fototerapi 16 jam, naju
fototerapi secara berkelanjutan dilepaskan, Bayi terlihat nyaman, jarak antara bayi
10. Memastikan jarak aman lampu dengan dan lampu 30 cm, bayi hanya menggunakan
bayi (30cm) pampers
15.00
11. Memberikan nutrisi 10 cc/2 jam ASI
12. Memonitor BAB dan BAK S:-
O : Bayi terlihat nyaman BAB – BAK +

24
13. Mencuci tangan sebelum dan sesudah
kontak pasien S: -
14. Menganjurkan ibu untuk rutin memerah O: Perawat senantiasa mencuci tangan
menggunakan hand scrub maupun sabun setelah
ASI
kontak dengan pasien, ibu sudah diberikan motivasi
untuk sesering mungkin memerah ASI
08/03/2023 1,2, 1. Memandikan bayi seka S:-
07.00 3 2. Memonitor berat badan O : Bayi terlihat nyaman setelah mandi, warna kulit
3. Memonitor warna kulit dan skelra ikterik berangsur berkurang, BB : 2010 kg, suhu
36,3°C
4. Memonitor suhu tubuh

09.00 5. Memonitor TTV S:-


6. Memberikan terapi injeksi gentamicin 10 O : KU : baik, RR : 42 x/menit, Nadi : 130 x/menit,
mg obat diberikan sesuai instruksi, bayi masih
menjalani fototerapi dan selesai pukul 15.00 WIB

11.00 S:-
7. Memonitor BAB dan BAK
O : BAK + 40 cc BAB –, Bayi terlihat nyaman dan
8. Memberikan susu 10 ml menyusu kuat

13.00
15. Membiarkan tubuh bayi terpapar sinar S:-
fototerapi secara berkelanjutan O : Bayi masih menjalani fototerapi, jarak antara
16. Memastikan jarak aman lampu dengan bayi dan lampu sudah diatur yakni 30 cm
bayi (30cm)
09/03/2023 1. Memonitor warna kulit dan skelra S:-

25
16.00 2. Memonitor suhu tubuh O: Sklera dan kulit ikterik menurun, menunggu
3. Memonitor TTV hasil lab ulang, S: 36,3°C, N: 128x/menit, Rr
4. Memberikan terapi injeksi gentamicin 10 38x/menit, suara masih serak, O2 1 pm, SpO2:
mg, 98%, PEEP 5 o2 70%. Bayi menyusu kuat saat
diberikan asi, BAK BAB -,

S: -
O: Stok ASI mulai lebih banyak, bayi menyusu
18.00
5. Memonitor BAB dan BAK kuat, BAK 25 cc, BAB 30cc
6. Memberikan ASI 10 ml/2jam
7. Memberikan nutrisi melalui 10 cc/2 jam
ASI
20.00 S: -
O: Tak tampak tanda-tanda infeksi, Perawat
8. Memonitor tanda dan gejala infeksi senantiasa mencuci tangan menggunakan hand
9. Mencuci tangan sesering mungkin scrub maupun sabun setelah kontak dengan pasien

26
J. Evaluasi
Tgl/Jam Evaluasi Paraf
Kamis, S:-
09/03/2023 O : Suhu: 36,0ºC, Kulit tampak masih kekuningan namun sudah berkurang, Bayi ditempatkan di inkubator,
hasil pemeriksaan lab terbaru Bilirubin direk H 0, 36 mg/dl, Bilirubin indirek 11,06 mg/dl, bilirubin total 10, 03
21.00 mg/dl
A : Masalah keperawatan ikterik neonatus belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
1. Monitor ikterik pada sklera dan kuit bayi
2. Monitor efek fototerapi dan Kolaborasi pemeriksaan bilirubin berkala
3. Lanjutkan program fototerapi 16 jam
Kamis, S:-
09/03/2023 O : RR: 45 x/menit, N: 142 x/menit, Pasien menggunakan O2 nasa kanul 1 lpm, Suara napas masih serak
A : Masalah keperawatan pola napas tidak efektif belum teratasi
21.00 P : Lanjutkan intervensi
1. Pertahankan kepatenan jalan napas
2. Pertahankan posisi fisiologis dengan nesting
3. Berikan oksigen oksigen 1 lpm
4. Berikan terapi kolaborasi pemberian antibiotic, gentamicin 1x15mg, dan ampicillin 2x150mg
Kamis, S: -
09/03/2023 O: Tak tampak tanda gejala infeksi, hasil lab dalam batas aman
A: Maslah keperawatan risiko infeksi belum teratasi
21.00 P: Lnajutkan intervensi
1. Anjurkan ibu sesering mungkin memerah ASI saat anak tidak rawat gabung untuk meningkatkan nutrisi
2. Lakukan kebersihan tangan setelah kontak dengan pasien
3. Rencana perawatan dirumah

20
BAB III
PEMBAHASAN

Pada bab ini, akan membahas intervensi keperawatan yang dilakukan di


Asuhan Keperawatan pada bayi Ny. I dengan masalah keperawatan utama adalah
ikterik neonates. Ikterik neonates adalah kondisi kulit dan membrane mukosa
neonates menguning setelah 24 jam kelahiran akibat bilirubin tidak terkonjugasi
masuk ke dalam sirkulasi (SDKI, 2016).
Pada hari ke-4 saat pengkajian perawatan ditemukan tanda
hyperbilirubinemia dimana wrna kuit pada bayi tampak ikterik dan ditunjang
dengan hasi pemeriksaan bilirubin direk dan total yang tinggi. Sehingga untuk
mengatasi masaah ikterik neonates diakukan fototerapi pada bayi. Banyak
penelitian menyatakan bahwa lampu LED lebih efektif dibandingkan lampu
yang lain. Sumarni (2020) membandingkan efektifitas fototerapi LED dengan
fototerapi flouresen (konvensional) diukur dari penurunan kadar bilirubin
dengan hasil LED mengalami penurunan 10 mg/dl dan 7,4 mg/dl pada
flouresen.8 Hal ini menunjukkan bahwa penurunan kadar bilirubin pada LED
lebih cepat. Gutta et al. (2019) membuktikan bahwa LED lebih efektif daripada
fototerapi flouresen (konvensional) secara laju penurunan kadar bilirubin dan
ekskresi lumirubin yang lebih tinggi pada urine kelompok LED. Lumirubin,
yang lebih larut dari bilirubin, diekskresikan ke dalam empedu dan urin tanpa
konjugasi. Bersihan lumirubin diketahui berkorelasi baik dengan bersihan
kreatin.
Fototerapi in-house LED juga lebih efektif dibandingkan dengan
fototerapi konvensional di rumah sakit. Penelitian ini terbukti oleh
Ekisariyaphorn et al. (2013) dengan kejadian efek samping berupa hipertermia
yang lebih rendah pada kelompok LED.12 In-house LED juga memiliki harga
yang lebih terjangkau daripada LED komersial.12 Namun, in-house LED harus
dipertimbangkan kembali sesuai protokol fototerapi, dimana sampel seharusnya
tidak memiliki penyebab hiperbilirubinemia seperti inkompabilitas ABO, sepsis

21
neonatorum, asfiksia lahir dan hemolitik jaundice lainnya harus dieksklusikan.
LED telah dipelajari sebagai alternatif karena menghasilkan panas rendah,
memiliki masa hidup yang lebih lama dengan konsumsi energi yang lebih
rendah dan penurunan kadar serum bilirubin yang cepat secara durasi.20
Fototerapi LED terbukti lebih bermanfaat daripada fototerapi konvensional
pada neonatus prematur dalam hal keamanan dan kemanjuran yang lebih baik,
meskipun penelitian lebih lanjut diperlukan dalam hal ini.20 Sementara studi
lain menyatakan pada kelompok fototerapi konvensional ditemukan adanya
efek samping berupa kehilangan cairan transepidermal. Jika fototerapi lampu
LED disesuaikan dan diukur iradiasinya hingga sebanding dengan
konvensional, maka efektifitasnya akan memberikan hasil yang berbeda
sehingga sulit untuk disimpulkan bahwa efektifitas fototerapi LED lebih baik
dari konvensional dalam hal penurunan bilirubin total serum.1

22
DAFTAR PUSTAKA

PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI): Definisi


dan Indikator Diagnostik ((cetakan III) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.

PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI): Definisi


dan Tindakan Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.

PPNI, T. P. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI): Definisi dan


Kreteria Hasil Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.

Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: MediAction.

Nurviyanti, N., & Suparti, S. (2021). Efektifitas Terapi Oksigen Terhadap


Downes Score pada Pasien Asfiksia Neonatus di Ruang Perinatologi.
Faletehan Health Journal, 8(01), 65–70.
https://doi.org/10.33746/fhj.v8i01.137

23

Anda mungkin juga menyukai