“HIPERBILIRUNE) “
Tugas ini disusun sebagai salah satu bentuk penugasan dalam Praktek Klinik Keperawatan 3
di Ruang WK D RSUD SUDONO MADIUN.
Disusun Oleh :
NIM. 17613000
2020
LEMBAR PENGESAHAN
Judul : HIPERBILIRUBIN
Telah disetujui dalam rangka mengikuti Praktek Klinik Keperawatan III Mahasiswa D
III Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Ponorogo. Pada
tanggal 21 Juli 2020
Penyusun
( ) ( )
KONSEP DASAR
1. PENGERTIAN
2. ETIOLOGI
Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat
disebabkan oleh beberapa faktor. Secara garis besar, ikterus neonatarum dapat
dibagi :
a. Produksi yang berlebihan Hal ini melebihi kemampuan bayi untuk
mengeluarkannya, misalnya pada hemolisis yang meningkat pada
inkompatibilitas Rh, ABO, golongan darah lain, defisiensi G6PD, piruvat
kinase, perdarahan tertutup dan sepsis.
b. Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar Gangguan ini dapat
disebabkan oleh imaturitas hepar, kurangnya substrat untuk konjugasi bilirubin,
gangguan fungsi hepar, akibat asidosis, hipoksia dan infeksi atau tidak
terdapatnya enzim glukorinil transferase(Sindrom Criggler-Najjar). Penyebab
lain adalah defisiensi protein Y dalam hepar yang berperanan penting dalam
uptake bilirubin ke sel hepar.
c. Gangguan transportasi Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian
diangkut ke hepar. Ikatan bilirubin dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh
obat misalnya salisilat, sulfarazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih
banyak terdapatnya bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang mudah
melekat ke sel otak.
d. Gangguan dalam eksresi Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam
hepar atau di luar hepar. Kelainan di luar hepar biasanya diakibatkan oleh
kelainan bawaan. Obstruksi dalam hepar biasanya akibat infeksi atau kerusakan
hepar oleh penyebab lain. (Hassan et al.2015).
3. PATOFISIOLOGI
4. MANIFESTASI KLINIS
Bayi baru lahir (neonatus) tampak kuning apabila kadar bilirubin serumnya
kira-kira 6mg/dl (Mansjoer at al, 2017).
Ikterus sebagai akibat penimbunan bilirubin indirek pada kulit mempunyai
kecenderungan menimbulkan warna kuning muda atau jingga. Sedangkan ikterus
obstruksi (bilirubin direk) memperlihatkan warna kuningkehijauan atau kuning
kotor. Perbedaan ini hanya dapat ditemukan pada ikterus yang berat (Nelson,
2017).
Gambaran klinis ikterus fisiologis :
a. Tampak pada hari 3,4
b. Bayi tampak sehat (normal)
c. Kadar bilirubin total <12mg%
d. Menghilang paling lambat 10-14 hari
e. Tak ada faktor resiko
f. Sebab : proses fisiologis (berlangsung dalam kondisi fisiologis) (Sarwono et
al, 2005).
Gambaran klinik ikterus patologis :
a. Timbul pada umur <36 jam
b. Cepat berkembang
c. Bisa disertai anemia
d. Menghilang lebih dari 2 minggu
e. Ada faktor resiko
f. Dasar : proses patologis (Sarwono et al, 2015).
Tampak ikterus pada sklera, kuku, dan sebagian besar kulit serta membran
mukosa. Jaundice yang tampak dalam 24 jam pertama sejak bayi lahir disebabkan
oleh penyakit hemolitik, sepsis atau ibu dengan diabetik dan infeksi. Jaundice yang
tampak pada hari ke-2 atau ke-3 dan mencapai puncak pada hari ke-3 sampaike-4
serta menurun pada hari ke-5 sapai hari ke-7 biasanya merupakan jaundice
fisiologis.
Gejala kernikterus berupa kulit kuning kehijauan, muntah, anorexia,
fatique, warna urine gelap, warna tinja seperti dempul, letargi (lemas), kejang, tak
mau menetek, tonus otot meninggi dan akhirnya opistotonus. (Ngastiyah, 2015).
5. PATHWAYS
6. PENATALAKSANAAN
Dalam perawatan bayi dengan terapi sinar,yang perlu diperhatikan sebagai berikut :
a. Diusahakan bagian tubuh bayi yang terkena sinar dapat seluas mungkin
dengan membuka pakaian bayi.
b. Kedua mata dan kemaluan harus ditutup dengan penutup yang dapat
memantulkan cahaya agar tidak membahayakan retina mata dan sel reproduksi
bayi.
c. Bayi diletakkan 8 inci di bawah sinar lampu. Jarak ini dianggap jarak yang
terbaik untuk mendapatkan energi yang optimal.
d. Posisi bayi sebaiknya diubah-ubah setiap 18 jam agar bagian tubuh bayi yang
terkena cahaya dapat menyeluruh.
e. Suhu bayi diukur secara berkala setiap 4-6 jam.
f. Kadar bilirubin bayi diukur sekurang-kurangnya tiap 24 jam.
g. Hemoglobin harus diperiksa secara berkala terutama pada bayi dengan
hemolisis.
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan laboratorium.
Test Coomb pada tali pusat BBL
Hasil positif test Coomb indirek menunjukkan adanya antibody Rh-positif,
anti-A, anti-B dalam darah ibu.
Hasil positif dari test Coomb direk menandakan adanya sensitisasi ( Rh-
positif, anti-A, anti-B) SDM dari neonatus.
Golongan darah bayi dan ibu : mengidentifikasi incompatibilitas ABO.
Bilirubin total.
Kadar direk (terkonjugasi) bermakna jika melebihi 1,0-1,5 mg/dl yang
mungkin dihubungkan dengan sepsis.
Kadar indirek (tidak terkonjugasi) tidak boleh melebihi 5 mg/dl dalam 24
jam atau tidak boleh lebih dari 20 mg/dl pada bayi cukup bulan atau 1,5
mg/dl pada bayi praterm tegantung pada berat badan.
Protein serum total
Kadar kurang dari 3,0 gr/dl menandakan penurunan kapasitas ikatan terutama
pada bayi praterm.
Hitung darah lengkap
Hb mungkin rendah (< 14 gr/dl) karena hemolisis.
Hematokrit mungin meningkat (> 65%) pada polisitemia, penurunan (< 45%)
dengan hemolisis dan anemia berlebihan.
Glukosa
Kadar dextrostix mungkin < 45% glukosa darah lengkap <30 mg/dl atau test
glukosa serum < 40 mg/dl, bila bayi baru lahir hipoglikemi dan mulai
menggunakan simpanan lemak dan melepaskan asam lemak.
Daya ikat karbon dioksida
Penurunan kadar menunjukkan hemolisis .
Meter ikterik transkutan
Mengidentifikasi bayi yang memerlukan penentuan bilirubin serum.
Pemeriksaan bilirubin serum
Pada bayi cukup bulan, bilirubin mencapai kurang lebih 6mg/dl antara 2-4
hari setelah lahir. Apabila nilainya lebih dari 10mg/dl tidak fisiologis.
Pada bayi premature, kadar bilirubin mencapai puncak 10-12 mg/dl antara 5-
7 hari setelah lahir. Kadar bilirubin yang lebih dari 14mg/dl tidak fisiologis
Smear darah perifer
Dapat menunjukkan SDM abnormal/ imatur, eritroblastosis pada penyakit
RH atau sperositis pada incompabilitas ABO
Test Betke-Kleihauer
Evaluasi smear darah maternal tehadap eritrosit janin.
b. Pemeriksaan radiology
Diperlukan untuk melihat adanya metastasis di paru atau peningkatan
diafragma kanan pada pembesaran hati, seperti abses hati atau hepatoma.
c. Ultrasonografi
Digunakan untuk membedakan antara kolestatis intra hepatic dengan ekstra
hepatic.
d. Biopsy hati
Digunakan untuk memastikan diagnosa terutama pada kasus yang sukar
seperti untuk membedakan obstruksi ekstra hepatic dengan intra hepatic selain itu
juga untuk memastikan keadaan seperti hepatitis, serosis hati, hepatoma.
KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas
Biasa ditemukan pada bayi baru lahir sampai minggu I, Kejadian ikterus : 60
% bayi cukup bulan & 80 % pada bayi kurang bulan. Perhatian utama : ikterus
pada 24 jam pertama & bila kadar bilirubin > 5mg/dl dalam 24 jam.
b. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Kehamilan
Kurangnya antenatal care yang baik. Penggunaan obat – obat yang
meningkatkan ikterus ex: salisilat sulkaturosic oxitosin yang dapat
mempercepat proses konjungasi sebelum ibu partus.
2) Riwayat Persalinan
Persalinan dilakukan oleh dukun, bidan, dokter. Atau data obyektif : lahir
prematur/kurang bulan, riwayat trauma persalinan, hipoksia dan asfiksia.
3) Riwayat Post natal
Adanya kelainan darah, kadar bilirubin meningkat kulit bayi tampak kuning.
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
Seperti ketidak cocokan darah ibu dan anak polisitemia, gangguan saluran
cerna dan hati ( hepatitis )
5) Riwayat Pikososial
Kurangnya kasih sayang karena perpisahan, perubahan peran orang tua
6) Pengetahuan Keluarga
Penyebab perawatan pengobatan dan pemahan ortu terhadap bayi yang ikterus.
c. Pemeriksaan fisik dan pengkajian fungsional
1) Aktivitas / Istirahat
Letargi, malas.
2) Sirkulasi
Mungkin pucat menandakan anemia.
3) Eliminasi
Bising usus hipoaktif.
Pasase mekonium mungkin lambat.
Feses mungkin lunak/coklat kehijauan selama pengeluaran bilirubin.
Urin gelap pekat; hitam kecoklatan (sindrom bayi bronze)
4) Makanan / Cairan
Riwayat perlambatan / makan oral buruk, mungkin lebih disusui daripada
menyusu botol. Pada umumnya bayi malas minum ( reflek menghisap dan
menelan lemah, sehingga BB bayi mengalami penurunan). Palpasi
abdomen dapat menunjukkan pembesaran limfa, hepar.
5) Neuro sensori
Sefalohematoma besar mungkin terlihat pada satu atau kedua tulang
parietal yang berhubungan dengan trauma kelahiran / kelahiran ekstraksi
vakum.
Edema umum, hepatosplenomegali, atau hidrops fetalis mungkin ada
dengan inkompatibilitas Rh berat.
Kehilangan refleks Moro mungkin terlihat opistotonus dengan kekakuan
lengkung punggung, fontanel menonjol, menangis lirih, aktivitas kejang
(tahap krisis).
6) Pernafasan
Riwayat asfiksia
7) Keamanan
Riwayat positif infeksi / sepsis neonatus
Dapat mengalami ekimosis berlebihan, ptekie, perdarahan intracranial.
Dapat tampak ikterik pada awalnya pada daerah wajah dan berlanjut pada
bagian distal tubuh; kulit hitam kecoklatan (sindrom bayi Bronze) sebagai
efek samping fototerapi..
1. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan hilangnya air (IWL) tanpa
disadari akibat dari fototerapi dan kelemahan menyusu.
b. Resiko terjadi komplikasi; kernikterus b.d peningkatan kadar bilirubin.
c. Gangguan rasa nyaman dan aman berhubungan dengan akibat pengobatan/terapi
sinar.
d. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan fototerapi.
2. RENCANA TINDAKAN
B. PEMANTAUAN CAIRAN
(I.03121)
1. Observasi
o Monitor frekuensi dan
kekuatan nadi
o Monitor frekuensi nafas
o Monitor tekanan darah
o Monitor berat badan
o Monitor waktu pengisian
kapiler
o Monitor elastisitas atau
turgor kulit
o Monitor jumlah, waktu
dan berat jenis urine
o Monitor kadar albumin
dan protein total
o Monitor hasil
pemeriksaan serum (mis.
Osmolaritas serum,
hematocrit, natrium,
kalium, BUN)
o Identifikasi tanda-tanda
hipovolemia (mis.
Frekuensi nadi meningkat,
nadi teraba lemah,
tekanan darah menurun,
tekanan nadi menyempit,
turgor kulit menurun,
membrane mukosa kering,
volume urine menurun,
hematocrit meningkat,
haus, lemah, konsentrasi
urine meningkat, berat
badan menurun dalam
waktu singkat)
o Identifikasi tanda-tanda
hypervolemia 9mis.
Dyspnea, edema perifer,
edema anasarka, JVP
meningkat, CVP
meningkat, refleks
hepatojogular positif,
berat badan menurun
dalam waktu singkat)
o Identifikasi factor resiko
ketidakseimbangan cairan
(mis. Prosedur
pembedahan mayor,
trauma/perdarahan, luka
bakar, apheresis, obstruksi
intestinal, peradangan
pankreas, penyakit ginjal
dan kelenjar, disfungsi
intestinal)
2. Terapeutik
o Atur interval
waktu pemantauan sesuai
dengan kondisi pasien
o Dokumentasi
hasil pemantauan
3. Edukasi
2. PERAWATAN
LUKA( I.14564 )
1. Observasi
Monitor
karakteristik luka (mis:
drainase,warna,ukuran,ba
u
Monitor tanda –
tanda inveksi
1. Terapiutik
o lepaskan balutan
dan plester secara
perlahan
o Cukur rambut di
sekitar daerah luka, jika
perlu
o Bersihkan
dengan cairan NACL
atau pembersih non
toksik,sesuai kebutuhan
o Bersihkan
jaringan nekrotik
o Berika salep yang
sesuai di kulit /lesi, jika
perlu
o Pasang balutan
sesuai jenis luka
o Pertahan kan
teknik seteril saaat
perawatan luka
o Ganti balutan
sesuai jumlah eksudat
dan drainase
o Jadwalkan
perubahan posisi setiap
dua jam atau sesuai
kondisi pasien
o Berika diet
dengan kalori 30-35
kkal/kgBB/hari dan
protein1,25-1,5
g/kgBB/hari
o Berikan
suplemen vitamin dan
mineral (mis vitamin
A,vitamin C,Zinc,Asam
amino),sesuai indikasi
o Berikan terapi
TENS(Stimulasi syaraf
transkutaneous), jika
perlu
2. Edukasi
o Jelaskan tandan
dan gejala infeksi
o Anjurkan
mengonsumsi makan
tinggi kalium dan
protein
o Ajarkan prosedur
perawatan luka secara
mandiri
3. Kolaborasi
o Kolaborasi
prosedur
debridement(mis:
enzimatik biologis
mekanis,autolotik),
jika perlu
o Kolaborasi
pemberian antibiotik,
jika perlu
DAFTAR PUSTAKA
Ngastiyah. 2015. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC
Sacher, Ronald, A., Richard A., McPherson. 2014. Tinjaun Klinis Hasil Pemeriksaan
Laborotorium. 11th ed. Editor bahasa Indonesia: Hartonto, Huriawati. Jakarta: EGC
Murray, R.K., et al. 2019. Edisi Bahasa Indonesia Biokimia Harper. 27th edition. Alih
bahasa Pendit, Brahm U. Jakarta : EGC
Sarwono, Erwin, et al. 2015. Pedoman Diagnosis dan Terapi Lab/ UPF Ilmu Kesehatan
Anak. Ikterus Neonatorum(Hyperbilirubinemia Neonatorum). Surabaya: RSUD Dr.Soetomo.