Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

HIPERBILIRUBIN

DISUSUN OLEH :

Desi Ratnasari

Cahaya Karlina)

Dosen :

Mata Kuliah :

UNIVERSITAS AUFA ROYHAN KOTA

PADANGSIDIMPUAN

2023
DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI…………….
………………………………………………………………….. ii

BAB I
PENDAHULUAN……………………………………………………………… 1

1.1 Latar Belakang ……………………………………………………………. 1

1.2 Rumusan Masalah………………………………………………………………2

1.3 Tujuan Penulisan……………………………………………………................ 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA……….


………………………………………...................3

2.1 Pengertian Hiperbilirubin……….…………………………………………… 3

2.2 Klasifikasi Hiperbilirubin………….………………………………................. 3

2.3 Etiologi……………………………………………………………………… 5

2.4 Patofisiologi dan Pathodiagram……….………………..............………….. 5

2.5 Komplikasi…………………………………………………………………..6

2.6 Penatalaksanaan………………………………………………………….. 7

BAB III PENUTUP……………………………...………………….……8

2.7 KESIMPULAN DAN SARAN. ……………………………………….. 9

DAFTAR PUSTAKA
………………………………………………………….................. 10
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan kepada Allah SWT atas segala nikmat yang telah di berikan
kepada kami selaku makhluk ciptaan-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “HIPERBILIRUBIN” ini dapat kami selesaikan sesuai dengan
waktu yang telah di tentukan. Dan tak lupa kami kirimkan shalawat dan salam kepada
Nabi Muhammad SAW sebagai sang pembawa kebenaran dimuka bumi ini serta para
sahabat-sahabatnya. Dan tidak lupa pula kami ucapkan terima kasih kepada ibu dosen
telah membimbing kami dalam menyelesaikan makalah ini serta teman-teman yang
turut berpartisipasi. Namun kami menyadari bahwa ini masih jauh dari kesempurnaan
maka dari itu saya mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk
penyempurnaan laporan ini. Dan semoga bermanfaat bagi kita semua dan mendapat
pahala di sisi Allah SWT. Amin.

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Hiperbilirubin adalah warna kuning yang dapat terlihat pada sklera, selaput lendir,
kulit, atau organ lain akibat penumpukan bilirubin. Peningkatan kadar bilirubin
terjadi pada hari ke-2 dan ke-3 dan mencapai puncaknya pada hari ke-5 sampai
hari ke-7, kemudian menurun kembali pada hari ke-10 sampai hari ke-14 (Dewi,
2014).

Hiperbilirubin pada bayi baru lahir merupakan penyakit yang disebabkan oleh
penimbunan bilirubin dalam jaringan tubuh sehingga kulit, mukosa, dan sclera
berubah warna menjadi kuning (Nike, 2014). Hiperbilirubin, jaundice, atau “sakit
kuning” adalah warna kuning pada sclera mata, mukosa, dan kulit oleh karena
peningkatan kadar bilirubin dalam darah (hyperbilirubinemia) yang selanjutnya
menyebabkan peningkatan bilirubin dalam cairan luar sel (extracellular fluid).
Istilah jaundice berasal dari bahasa perancis

jaune yang artinya kuning, dan warna kuning tersebut adalah merupakan gejala
dari suatu penyakit primer yang masih harus di tetapkan diagnosisnya setalah
dilakukan serangkaian pemeriksaan yang diperlukan. Dalam keadaan normal kadar
bilirubin dalam darah tidak melebihi 1 mg/dL (17 µmol/L) dan bila kadar bilirubin
melebihi 1.8 mg/dL (30 µmol/L) akan menimbulkan ikterus atau warna kuning
(Widagdo, 2012). Warna kuning meliputi wajah/kepala menunjukkan bahwa kadar
bilirubin dalam serum adalah 5 mg/dL, bila telah mencapai pertengahan abdomen
adalah 15 mg/dL, dan bila warna kuning telah mencapai telapak kaki maka
kadarnya adalah 20 mg/dL. Ikterus karena akumulasi bilirubin indirek maka warna
pada kulit adalah kuning muda atau orange, sedangkan bilirubin direk akan
menimbulkan warna kuning kehijauan. Ikterus perlu dibedakan dengan warna
kuning yang terdapat hanya pada kulit, telapak tangan dan kaki dan tidak pada
sclera adalah disebabkan karena karotenemia, dan keadaan ini disebut
pseudoikterus yang tidak bersifat patologik (Widagdo, 2012).
1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari makalah ini yaitu:

1. Bagaimana pengkajian data pada klien dengan hiperbilirubin?

2. Bagaimana analisa serta diagnosis terhadap masalah keperawatan pada klien


dengan hiperbilirubin?

3. Bagaimana cara menentukan intervensi keperawatan secara menyeluruh pada


klien dengan hiperbilirubin?

4. Bagaimana menerapkan (mengimplementasikan) tindakan keperawatan yang


nyata pada klien dengan hiperbilirubin?

5. Bagaimana evaluasi dan dokumentasi asuhan keperawatan pada klien dengan


hiperbilirubin?

1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan makalah ini yaitu:

1. Mampu melakukan pengkajian data pada klien dengan hiperbilirubin.

2. Mampu menganalisa dan menegakkan diagnosa atau masalah keperawatan pada


klien dengan hiperbilirubin.

3. Mampu menentukan intervensi keperawatan secara menyeluruh pada klien


dengan hiperbilirubin.

4. Mampu mengimplementasikan rencana tindakan keperawatan yang nyata pada


klien dengan hiperbilirubin.

5. Mampu mengevaluasi dan mendokumentasikan asuhan keperawatan pada klien


dengan hiperbilirubin.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Hiperbilirubin

Hiperbilirubin adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang kadar


nilainya lebih dari normal (Suriadi & Yuliani, 2010). Ikterus fisiologis adalah
warna kekuningan pada kulit yang timbul pada hari ke-2 sampai ke-3 setelah lahir
yang tidak mempunyai dasar patologis dan akan menghilang dengan sendirinya
pada hari ke-10 (Susilaningrum dkk, 2013). Icterus, jaundice, atau “sakit kuning”
adalah warna kuning pada sclera mata, mukosa, dan kulit oleh karena peningkatan
kadar bilirubin dalam darah (hyperbilirubinemia) yang selanjutnya menyebabkan
peningkatan bilirubin dalam cairan luar sel (extracellular fluid) (Widagdo, 2012).

Ikterus Neonatorum adalah diskolorisasi kuning penumpukan pada kulit/organ lain


akibat penumpukan bilirubin dalam darah (Sukarni & Sudarti, 2014).
Hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana konsentrasi bilirubin dalam darah
berlebihan sehingga menimbulkan jaundice pada neonatus di sclera mata, kulit,
membran mukosa dan cairan tubuh (Ayu, niwang, 2016). Ikterus adalah
menguningnya sclera, kulit atau jaringan lain akibat penimbunan bilirubin dalam
tubuh atau akumulasi bilirubin dalam darah lebih dari 5 mg/dl dalam 24 jam, yang
menandakan terjadinya gangguan fungsional dari hepar, system biliary, atau
system hematologi (Rukiyah & Yulianti, 2019).

2.2 Klasifikasi

Hiperbilirubin atau icterus dapat diklasifikasikan menjadi enam bagian, yaitu:

a. Ikterus Prehepatik

Disebabkan oleh produksi bilirubin yang berlebihan akibat hemolisis sel darah
merah. Kemampuan hati untuk melaksanakan konjugasi terbatas terutama pada
disfungsi hati sehingga menyebabkan kenaikan bilirubin yang tidak terkonjugasi.

b. Ikterus Hepatik
Disebabkan karena adanya kerusakan sel parenkim hati. Akibat kerusakan hati
maka terjadi gangguan bilirubin tidak terkonjugasi masuk ke dalam hati serta
gangguan akibat konjugasi bilirubin yang tidak sempurna dikeluarkan ke dalam
doktus hepatikus karena terjadi retensi dan regurgitasi.

c. Ikterus Kolestatik

Disebabkan oleh bendungan dalam saluran empedu sehingga empedu dan bilirubin
terkonjugasi tidak dapat dialirkan ke dalam usus halus. Akibatnya adalah
peningkatan bilirubin terkonjugasi dalam serum dan bilirubin dalam urin, tetapi
tidak didapatkan urobilirubin dalam tinja dan urin.

d. Ikterus Fisiologis

Ikterus fisiologis adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan ketiga yang tidak
mempunyai dasar patologis, kadarnya tidak melewati kadar yang membahayakan
atau mempunyai potensi menjadi “kernicterus” dan tidak menyebabkan suatu
morbiditas pada bayi. Ikterus patologik adalah icterus yang mempunyai dasar
patologis atau kadar bilirubinnya mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubin.
Ikterus pada neonatus tidak selamanya patologis.

e. Ikterus Patologis/Hiperbilirubinemia

Disebabkan oleh suatu keadaan dimana kadar konsentrasi bilirubin dalam darah
mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan kern ikterus
kalau tidak ditanggulangi dengan baik, atau mempunyai hubungan dengan keadaan
yang patologis. Brown menetapkan hiperbilirubinenia bila kadar bilirubin
mencapai 12 mg% pada cukup bulan, dan 15 mg% pada bayi kurang bulan. Utelly
menetapkan 10 mg% dan 15 mg%.

f. Kern Ikterus

Disebabkan oleh kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak
terutama pada korpus striatum, thalamus, nucleus subtalamus. Hipokampus,
nucleus merah, dan nucleus pada dasar ventrikulus IV. Kern ikterus ialah
ensefalopati bilirubin yang biasanya ditemukan pada neonates cukup bulan dengan
ikterus berat (bilirubin lebih dari 20 mg%) dan disertai penyakit hemolitik berat .

2.3 Etiologi
Peningkatan kadar bilirubin dalam darah tersebut terjadi karena keadaan sebagai
berikut:

a. Polychetemia

b. Isoimun Hemolytic Disease

c. Kelainan Struktur dan Enzim Sel Darah Merah

d. Keracunan Obat (Hemolisis Kimia: Salisilat, Kortikosteroid, Kloramfenikol)

e. Hemolisis Ekstravaskuler

f. Cephalhematoma

g. Echhymosis

h. Gangguan fungsi hati; defisiensi glukoronil transferase, obstruksi empedu


(atresia biliary), infeksi, masalah metabolic galaktosemia, hipotiroid jaundice ASI.

i. Adanya komplikasi asfiksia, hipotermi, hipoglikemi. Menurunnya ikatan


albumin; lahir premature, asidosis.

2.4 Patofisiologi

Bilirubin diproduksi sebagian besar (70-80%) dari eritrosit yang telah rusak.
Kemudian bilirubin indirek (tak terkonjugasi) dibawa ke hepar dengan cara
berikatan dengan albumin. Bilirubin direk (terkonjugasi) kemudian diekskresikan
melalui traktus gastrointestinal. Bayi memiliki usus yang belum sempurna, karna
belum terdapat bakteri pemecah, sehingga pemecahan bilirubin tidak berhasil dan
menjadi bilirubin indirek yang kemudian ikut masuk dalam aliran darah, sehingga
bilirubin terus bersirkulasi (Atika dan Jaya, 2016). Pigmen kuning ditemukan di
dalam empedu yang terbentuk dari pemecahan hemoglobin oleh kerja heme
oksigenase, biliverdin, reduktase, dan agen pereduksi non enzimatik dalam sistem
retikuloendotelial. Setelah pemecahan hemoglobin, bilirubin tak terkonjugasi
diambil oleh protein intraseluler “Y protein” dalam hati.

Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh pembentukan bilirubin yang melebihi


kemampuan hati untuk mengekskresikan bilirubin yang telah diekskresikan dalam
jumlah normal. Selain itu, hiperbilirubinemia juga dapat disebabkan oleh obstruksi
saluran ekskresi hati. Apabila konsentrasi bilirubin mencapai 2 – 2,5 mg/Dl maka
bilirubin akan tertimbun di dalam darah. Selanjutnya bilirubin akan berdifusi ke
dalam jaringan yang kemudian akan menyebabkan kuning atau ikterus (Khusna,
2013).

Warna kuning dalam kulit akibat dari akumulasi pigmen bilirubin yang larut
lemak, tak terkonjugasi, non polar (bereaksi indirek). Pada bayi dengan
hiperbilirubinemia kemungkinan merupakan hasil dari defisiensi atau tidak
aktifnya glukoronil transferase. Rendahnya pengambilan dalam hepatik
kemungkinan karena penurunan protein hepatik sejalan dengan penurunan darah
hepatik (Suriadi dan Yuliani 2010).

2.5 Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi akibat Hiperbilirubin yaitu:

a. Bilirubin Encephalopathy (Komplikasi Serius).

b. Kern Ikterus; kerusakan neurologis, cerebral palsy, retardasi mental, hiperaktif,


bicara lambat, tidak ada koordinasi otot.

c. Gangguan pendengaran dan penglihatan.

d. Asfiksia.

e. Hipertermi.

f. Hipoglikemi.

g. Kematian.

2.6 Penatalaksanaan

Menurut Suriadi dan Yuliani (2010), penatalaksanaan terapeutik pada klien

hiperbilirubinemia yaitu:

a. Pemberian Antibiotik, dilakukan apabila hiperbilirubinemia pada disebabkan


oleh infeksi.
b. Fototerapi, berfungsi untuk menurunkan bilirubin dalam kulit melaui tinja dan
urine dengan oksidasi foto pada bilirubin dari biliverdin.

c. Fenobarbital, dapat mengekskresikan bilirubin dalam hati dan memperbesar


konjugasi. Meningkatkan sintesis hepatik glukoronil transferase yang dapat
meningkatkan bilirubin konjugasi dan clearance hepatik pada pigmen dalam
empedu, sintesis protein dimana dapat meningkatkan albumin untuk mengikat
bilirubin. Akan tetapi fenobarbital tidak begitu sering dianjurkan untuk mengatasi
hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir.

d. Transfusi Tukar

BAB III

PENUTUP

2.7 KESIMPULAN
Hiperbilirubinemia merupakan peningkatan kadar bilirubin yang terjadi
pada bayi baru lahir dimana kadar bilirubin serum total lebih dari 10 mg % pada
minggu pertama yang ditandai dengan adanya ikterus yaitu menguningnya pada sklera
kulit atau jaringan lain akibat adanya penimbunan kadar bilirubin berlebih dalam
darah. Indikasi yang dilakukan dalam penatalaksanaan hiperbelirubinemia adalah
dengan cara fototerapi indikasi dari fototerapi dengan sinar intensitas tinggi
mengakibatkan bayi mengalami masalah resiko kekurangan nutrisi ditandai dengan
bayi tidak dapat mempertahankan menyusu, refleks hisapnya lemah, dan pada bayi
terapasang OGT (orogastric tube). Keadaan ini dapat membahayankan apabaila tidak
diatasi dengan cepat, karena itulah perawat dituntut untuk mengawasi.

2.8 SARAN
Keluarga Pasien diharapkan dapat mengetahui tujuan dan manfaat dilakukan
fototerapi pada neonatus dengan hiperbilirubinemia serta mengetahui cara perawatan
neonatus dengan hiperbilirubinemia.
DAFTAR PUSTAKA

Dewi, N.A.T. 2016. Patologi Dan Patofisiologi Kebidanan.Yogyakarta: Nuha


Medika.

Jitowiyono, S. dan Kristiyanasari, W. 2017. Asuhan Keperawatan Neonatus dan

Anak. Yogyakarta: Nuha Medika.

Oktiawati, A. dan Julianti, E. 2019. Buku Ajar Konsep dan Aplikasi Keperawatan

Anak. Jakarta: CV. Trans Info Media.

Rukiyah, A.Y dan Yulianti, L. 2019. Asuhan Kebidanan Neonatus Bayi Dan Anak
Pra

Sekolah. Jakarta: CV. Trans Info Media.

Rukiyah, A.Y dan Yulianti, L. 2019. Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan


Maternal

dan Neonatal. Jakarta: CV. Trans Info Media.

Sowwan, M. & Aini, S.N. 2018. Hiperbilirubin bayi, (Online),

(https://scholar.google.co.id/scholar/
hl=id&as_sdt=0%2C5&q=hiperbilirubin&btnG=,

diakses 27 januari 2020).

Anda mungkin juga menyukai