Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN HIPERBILIRUBIN

PRAKTIK PENDIDIKAN PROFESI NERS STASE KEPERAWATAN


ANAK SEMESTER GANJIL 2022-2023

NAMA : NISRINA ANDHANI PUTRI


NPM : 224291517010

FAKULTAS ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS NASIONAL
2022/2023
1. Definisi
Hiperbilirubin atau yang disebut dengan hiperbilirubinemia (ikterus bayi baru
lahir) adalah meningginya kadar bilirubin di dalam jaringan ekstravaskuler,
sehingga kulit, konjungtiva, mukosa dan alat tubuh lainnya berwarna kuning
(Ngastiyah, 2014).
Hiperbillirubin ialah suatu keadaan dimana kadar billirubinemia mencapai
suatu nilai yang mempunyai potensi menimbulkan kernikterus kalau tidak
ditanggulangi dengan baik (Prawirohardjo, 2016).
Hiperbilirubinemia adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubin dalam darah
mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan kernikterus jika
tidak segera ditangani dengan baik. Kernikterus adalah suatu kerusakan otak akibat
peningkatan bilirubin indirek pada otak terutama pada corpus striatum, thalamus,
nukleus thalamus, hipokampus, nukleus merah dan nukleus pada dasar ventrikulus
ke-4. Kadar bilirubin tersebut berkisar antara 10 mg / dl pada bayi cukup bulan dan
12,5 mg / dl pada bayi kurang bulan (Ngastiyah, 2014).
2. Etiologi
Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat
disebabkan oleh beberapa faktor. Secara garis besar, ikterus neonatarum dapat
dibagi:
a. Produksi yang berlebihan Hal ini melebihi kemampuan bayi untuk
mengeluarkannya, misalnya pada hemolisis yang meningkat pada
inkompatibilitas Rh, ABO, golongan darah lain, defisiensi G6PD, piruvat kinase,
perdarahan tertutup dan sepsis.
b. Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar Gangguan ini dapat
disebabkan oleh imaturitas hepar, kurangnya substrat untuk konjugasi bilirubin,
gangguan fungsi hepar, akibat asidosis, hipoksia dan infeksi atau tidak
terdapatnya enzim glukorinil transferase(Sindrom Criggler-Najjar). Penyebab
lain adalah defisiensi protein Y dalam hepar yang berperanan penting dalam
uptake bilirubin ke sel hepar.
c. Gangguan transportasi Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian
diangkut ke hepar. Ikatan bilirubin dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh
obat misalnya salisilat, sulfarazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih
banyak terdapatnya bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang mudah
melekat ke sel otak.
d. Gangguan dalam eksresi Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam
hepar atau di luar hepar. Kelainan di luar hepar biasanya diakibatkan oleh
kelainan bawaan. Obstruksi dalam hepar biasanya akibat infeksi atau kerusakan
hepar oleh penyebab lain. (Hassan et al.2015).
3. Patofisiologi
Bilirubin adalah produk penguraian heme. Sebagian besar (85-90%) terjadi
dari penguraian hemoglobin dan sebagian kecil (10-15%) dari senyawa lain seperti
mioglobin. Sel retikuloendotel menyerap kompleks haptoglobin dengan hemoglobin
yang telah dibebaskan dari sel darah merah. Sel-sel ini kemudian mengeluarkan besi
dari heme sebagai cadangan untuk sintesis berikutnya dan memutuskan cincin heme
untuk menghasilkan tertapirol bilirubin, yang disekresikan dalam bentuk yang tidak
larut dalam air (bilirubin tak terkonjugasi, indirek). Karena ketidaklarutan ini,
bilirubin dalam plasma terikat ke albumin untuk diangkut dalam medium air.
Sewaktu zat ini beredar dalam tubuh dan melewati lobulus hati, hepatosit melepas
bilirubin dari albumin dan menyebabkan larutnya air dengan mengikat bilirubin ke
asam glukoronat (bilirubin terkonjugasi, direk)
Dalam bentuk glukoronida terkonjugasi, bilirubin yang larut tersebut masuk
ke sistem empedu untuk diekskresikan. Saat masuk ke dalam usus, bilirubin
diuraikan oleh bakteri kolon menjadi urobilinogen. Urobilinogen dapat diubah
menjadi sterkobilin dan diekskresikan sebagai feses. Sebagian urobilinogen
direabsorsi dari usus melalui jalur enterohepatik, dan darah porta membawanya
kembali ke hati. Urobilinogen daur ulang ini umumnya diekskresikan ke dalam
empedu untuk kembali dialirkan ke usus, tetapi sebagian dibawa oleh sirkulasi
sistemik ke ginjal, tempat zat ini diekskresikan sebagai senyawa larut air bersama
urin (Sacher, 2012).
Pada dewasa normal level serum bilirubin 2mg/dl dan pada bayi yang baru
lahir akan muncul ikterus bila kadarnya >7mg/dl. Hiperbilirubinemia dapat
disebabkan oleh pembentukan bilirubin yang melebihi kemampuan hati normal
untuk ekskresikannya atau disebabkan oleh kegagalan hati (karena rusak) untuk
mengekskresikan bilirubin yang dihasilkan dalam jumlah normal. Tanpa adanya
kerusakan hati, obstruksi saluran ekskresi hati juga akan menyebabkan
hiperbilirubinemia. Pada semua keadaan ini, bilirubin tertimbun di dalam darah dan
jika konsentrasinya mencapai nilai tertentu (sekitar 2- 2,5mg/dl), senyawa ini akan
berdifusi ke dalam jaringan yang kemudian menjadi kuning. Keadaan ini disebut
ikterus atau jaundice (Murray et al,2015).
4. Klasifikasi
a. Ikterus Fisiologis.
Ikterus fisiologik adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan ketiga yang
tidak mempunyai dasar patologis, kadarnya tidak melewati kadar yang
membahayakan atau mempunyai potensi menjadi “kernicterus” dan tidak
menyebabkan suatu morbiditas pada bayi. Ikterus patologik adalah ikterus yang
mempunyai dasar patologis atau kadar bilirubinnya mencapai suatu nilai yang
disebut hiperbilirubin.
Ikterus pada neonatus tidak selamanya patologis. Ikterus fisiologis adalah ikterus
yang memiliki karakteristik sebagai berikut :
1) Timbul pada hari kedua - ketiga.
2) Kadar bilirubin indirek setelah 2x24 jam tidak melewati 15 mg% pada
neonatus cukup bulan dan 10 mg% pada kurang bulan.
3) Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg% perhari.Kadar
bilirubin direk kurang dari 1 mg%.
4) Ikterus hilang pada 10 hari pertama.
5) Tidak mempunyai dasar patologis; tidak terbukti mempunyai hubungan
dengan keadaan patologis tertentu. Ikterus yang kemungkinan menjadi
patologis atau hiperbilirubinemia dengan karakteristik sebagai berikut :
Ikterus terjadi pada 24 jam pertama sesudah kelahiran.
1) Peningkatan konsentrasi bilirubin 5 mg% atau > setiap 24 jam.
2) Konsentrasi bilirubin serum sewaktu 10 mg% pada neonatus < bulan dan
12,5 mg% pada neonatus cukup bulan.
3) Ikterus disertai proses hemolisis (inkompatibilitas darah, defisiensi enzim
G6PD dan sepsis).
4) Ikterus disertai berat lahir < 2000 gr, masa gestasi < 36 minggu, asfiksia,
hipoksia, sindrom gangguan pernafasan, infeksi, hipoglikemia, hiperkapnia,
hiperosmolalitas darah.
b. Ikterus Patologis/Hiperbilirubinemia.
Icterus patologis adalah suatu keadaan dimana kadar konsentrasi bilirubin dalam
darah mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan kern
ikterus kalau tidak ditanggulangi dengan baik, atau mempunyai hubungan
dengan keadaan yang patologis. Brown menetapkan hiperbilirubinemia bila
kadar bilirubin mencapai 12 mg% pada cukup bulan, dan 15 mg% pada bayi
kurang bulan. Utelly menetapkan 10 mg% dan 15 mg%.
c. Kern Ikterus.
Adalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak
terutama pada korpus striatum, talamus, nucleus subtalamus, hipokampus,
nukleus merah, dan nukleus pada dasar ventrikulus IV.
Kern ikterus ialah ensefalopati bilirubin yang biasanya ditemukan pada neonatus
cukup bulan dengan ikterus berat (bilirubin lebih dari 20 mg%) dan disertai
penyakit hemolitik berat dan pada autopsy ditemukan bercak bilirubin pada otak.
Kern ikterus secara klinis berbentuk kelainan syaraf simpatis yang terjadi secara
kronik (Nagastiyah, 2014)
Rumus Kramer
Daerah Luas Ikterus Kadar Bilirubin

1 Kepala dan Leher 5 mg%

2 Daerah 1 + badan bagian atas 9 mg%


3 Daerah 1, 2 + badan bagian bawah dan 11 mg%
tungkai
4 Daerah 1, 2, 3 + lengan dan kaki 12 mg%
dibawah lutut

5 Daerah 1,2,3,4 + tangan dan kaki 16 mg%

5. Manifestasi Klinis
Bayi baru lahir (neonatus) tampak kuning apabila kadar bilirubin serumnya kira-kira
6mg/dl. Ikterus sebagai akibat penimbunan bilirubin indirek pada kulit mempunyai
kecenderungan menimbulkan warna kuning muda atau jingga
Sedangkan ikterus obstruksi (bilirubin direk) memperlihatkan warna kuningkehijauan atau
kuning kotor. Perbedaan ini hanya dapat ditemukan pada ikterus yang berat (Nelson,
2014).
a. Gambaran klinis ikteruS fisiologis :
1) Tampak pada hari 3,4
2) Bayi tampak sehat (normal)
3) Kadar bilirubin total <12mg%

4) Menghilang paling lambat 10-14 hari


5) Tak ada faktor resiko
6) Sebab : proses fisiologis (berlangsung dalam kondisi fisiologis) (Prawirohadjo
&Sarwono, 2016).
b. Gambaran klinik ikterus patologis :

1) Timbul pada umur <36 jam

2) Cepat berkembang

3) Bisa disertai anemia

4) Menghilang lebih dari 2 minggu

5) Ada faktor resiko

6) Dasar : proses patologis (Prawirohadjo &Sarwono, 2016).


Tampak ikterus pada sklera, kuku, dan sebagian besar kulit serta membran
mukosa. Jaundice yang tampak dalam 24 jam pertama sejak bayi lahir disebabkan
oleh penyakit hemolitik, sepsis atau ibu dengan diabetik dan infeksi. Jaundice yang
tampak pada hari ke-2 atau ke-3 dan mencapai puncak pada hari ke-3 sampaike-4
serta menurun pada hari ke-5 sapai hari ke-7 biasanya merupakan jaundice
fisiologis.
Gejala kernikterus berupa kulit kuning kehijauan, muntah, anorexia, fatique,
warna urine gelap, warna tinja seperti dempul, letargi (lemas), kejang, tak mau
menetek, tonus otot meninggi dan akhirnya opistotonus. (Ngastiyah, 2014).
6. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik didapatkan pemeriksaan derajat ikterus, ikterus terlihat
pada sclera, tanda-tanda penyakit hati kronis yaitu eritema palmaris, jari tubuh
(clubbing), ginekomastia (kuku putih) dan termasuk pemeriksaan organ hati (tentang
ukuran, tepid an permukaan); ditemukan adanya pembesaran limpa (splenomegali),
pelebaran kandung empedu, dan masa abdominal, selaput lender, kulit nerwarna
merah tua, urine pekat warna teh, letargi, hipotonus, reflek menghisap
kurang/lemah, peka rangsang, tremor, kejang, dan tangisan melengking
(Prawirohadjo &Sarwono, 2016).
7. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan laboratorium.
1) Test Coomb pada tali pusat BBL
Hasil positif test Coomb indirek menunjukkan adanya antibody Rh-positif,
anti-A, anti-B dalam darah ibu. Hasil positif dari test Coomb direk
menandakan adanya sensitisasi ( Rh-positif, anti-A, anti-B) SDM dari
neonatus.
2) Golongan darah bayi dan ibu : mengidentifikasi incompatibilitas ABO.
3) Bilirubin total.
 Kadar direk (terkonjugasi) bermakna jika melebihi 1,0-1,5 mg/dl yang
mungkin -dihubungkan dengan sepsis.
 Kadar indirek (tidak terkonjugasi) tidak boleh melebihi 5 mg/dl dalam 24
jam atau tidak boleh lebih dari 20 mg/dl pada bayi cukup bulan atau 1,5
mg/dl pada bayi praterm tegantung pada berat badan.
4) Protein serum total
Kadar kurang dari 3,0 gr/dl menandakan penurunan kapasitas ikatan
terutama pada bayi praterm.

5) Hitung darah lengkap


 Hb mungkin rendah (< 14 gr/dl) karena hemolisis.
 Hematokrit mungin meningkat (> 65%) pada polisitemia, penurunan (<
45%) dengan hemolisis dan anemia berlebihan.
6) Glukosa
Kadar dextrostix mungkin < 45% glukosa darah lengkap <30 mg/dl atau test
glukosa serum < 40 mg/dl, bila bayi baru lahir hipoglikemi dan mulai
menggunakan simpanan lemak dan melepaskan asam lemak.
7) Daya ikat karbon dioksida
Penurunan kadar menunjukkan hemolisis
8) Meter ikterik transkutan
Mengidentifikasi bayi yang memerlukan penentuan bilirubin serum.
9) Pemeriksaan bilirubin serum
Pada bayi cukup bulan, bilirubin mencapai kurang lebih 6mg/dl antara 2-4
hari setelah lahir. Apabila nilainya lebih dari 10mg/dl tidak fisiologis.
10) Pada bayi premature, kadar bilirubin mencapai puncak 10-12 mg/dl antara 5-
7 hari setelah lahir. Kadar bilirubin yang lebih dari 14mg/dl tidak fisiologis
11) Smear darah perifer
Dapat menunjukkan SDM abnormal/ imatur, eritroblastosis pada penyakit
RH atau sperositis pada incompabilitas ABO
12) Test Betke-Kleihauer
Evaluasi smear darah maternal tehadap eritrosit janin.
b. Pemeriksaan radiology
Diperlukan untuk melihat adanya metastasis di paru atau peningkatan diafragma
kanan pada pembesaran hati, seperti abses hati atau hepatoma
c. Ultrasonografi
Digunakan untuk membedakan antara kolestatis intra hepatic dengan ekstra
hepatic.
d. Biopsy hati
Digunakan untuk memastikan diagnosa terutama pada kasus yang sukar seperti untuk
membedakan obstruksi ekstra hepatic dengan intra hepatic selain itu juga untuk
memastikan keadaan seperti hepatitis, serosis hati, hepatoma (Prawirohadjo

&Sarwono, 2016).
8. Therapy
a. Tindakan umum
1) Memeriksa golongan darah ibu (Rh, ABO) pada waktu hamil, mencegah
truma lahir, pemberian obat pada ibu hamil atau bayi baru lahir yang dapat
menimbulkan ikhterus, infeksi dan dehidrasi.
2) Pemberian makanan dini dengan jumlah cairan dan kalori yang sesuai
dengan kebutuhan bayi baru lahir.
3) Imunisasi yang cukup baik di tempat bayi dirawat.
Berdasarkan pada penyebabnya, maka manejemen bayi dengan
Hiperbilirubinemia diarahkan untuk mencegah anemia dan membatasi efek
dari Hiperbilirubinemia. Pengobatan mempunyai tujuan :
 Menghilangkan Anemia
 Menghilangkan Antibodi Maternal dan Eritrosit Tersensitisasi
 Meningkatkan Badan Serum Albumin
 Menurunkan Serum Bilirubin
b. Tindakan Khusus
Metode therapi pada Hiperbilirubinemia meliputi : Fototerapi, Transfusi
Pengganti, Infus Albumin dan Therapi Obat.
1) Fototherapi
Fototherapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan Transfusi
Pengganti untuk menurunkan Bilirubin. Memaparkan neonatus pada cahaya
dengan intensitas yang tinggi akan menurunkan Bilirubin dalam kulit.
Fototherapi menurunkan kadar Bilirubin dengan cara memfasilitasi eksresi
Biliar Bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini terjadi jika cahaya yang diabsorsi
jaringan mengubah Bilirubin tak terkonjugasi menjadi dua isomer yang
disebut Fotobilirubin. Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke pembuluh
darah melalui mekanisme difusi. Di dalam darah Fotobilirubin berikatan
dengan Albumin dan dikirim ke Hati. Fotobilirubin kemudian bergerak ke
Empedu dan diekskresi ke dalam Deodenum untuk dibuang bersama feses
tanpa proses konjugasi oleh Hati Fototherapi mempunyai peranan dalam
pencegahan peningkatan kadar Bilirubin, tetapi tidak dapat mengubah
penyebab kekuningan dan hemolisis dapat menyebabkan Anemia.
Secara umum Fototherapi harus diberikan pada kadar Bilirubin Indirek 4
-5 mg / dl. Neonatus yang sakit dengan berat badan kurang dari 1000 gram
harus di Fototherapi dengan konsentrasi Bilirubun 5 mg/dl. Beberapa ilmuan
mengarahkan untuk memberikan Fototherapi Propilaksis pada 24 jam
pertama pada bayi resiko tinggi dan Berat Badan Lahir Rendah.
2) Tranfusi Pengganti / Tukar
a) Transfusi Pengganti atau Imediat diindikasikan adanya faktor-faktor :
 Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu.
 Penyakit Hemolisis berat pada bayi baru lahir.
 Penyakit Hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam pertama.
 Tes Coombs Positif.
 Kadar Bilirubin Direk lebih besar 3,5 mg / dl pada minggu pertama.
 Serum Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg / dl pada 48 jam pertama.
 Hemoglobin kurang dari 12 gr / dl.
 Bayi dengan Hidrops saat lahir.  Bayi pada resiko terjadi Kern Ikterus.
b) Transfusi Pengganti digunakan untuk :
 Mengatasi Anemia sel darah merah yang tidak Suseptible (rentan)
terhadap sel darah merah terhadap Antibodi Maternal.
 Menghilangkan sel darah merah untuk yang Tersensitisasi (kepekaan)
 Menghilangkan Serum Bilirubin
 Meningkatkan Albumin bebas Bilirubin dan meningkatkan keterikatan
dengan Bilirubin
 Pada Rh Inkomptabiliti diperlukan transfusi darah golongan O segera
(kurang dari 2 hari), Rh negatif whole blood. Darah yang dipilih tidak
mengandung antigen A dan antigen B yang pendek. setiap 4 - 8 jam
kadar Bilirubin harus dicek. Hemoglobin harus diperiksa setiap hari
sampai stabil.
3) Therapi Obat
Phenobarbital dapat menstimulus hati untuk menghasilkan enzim yang
meningkatkan konjugasi bilirubin dan mengekskresikannya. Obat ini efektif baik
diberikan pada ibu hamil untuk beberapa hari sampai beberapa minggu sebelum
melahirkan. Penggunaan Phenobarbital pada post natal masih menjadi
pertentangan karena efek sampingnya (letargi). Coloistrin dapat mengurangi
bilirubin dengan mengeluarkannya lewat urine sehingga menurunkan siklus
enterohepatika (Sarwono et al, 2015)
9. Komplikasi
a. Bilirubin enchepalopathy (komplikasi serius)
b. Kernikterus; kerusakan neurologis, cerebral palsy, retardasi mental, hiperaktif,
bicara lambat, tidak ada koordinasi otot dan tangisan yang melengking
(Prawirohadjo &Sarwono, 2016)
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian (data subyektif dan data obyektif)
a. Identitas pasien dan keluarga
b. Riwayat Kehamilan & kelahiran
1) Riwayat Kehamilan
Kurangnya antenatal care yang baik. Penggunaan obat – obat yang
meningkatkan ikterus ex: salisilat sulkaturosic oxitosin yang dapat
mempercepat proses konjungasi sebelum ibu partus.
2) Riwayat Persalinan
Persalinan dilakukan oleh dukun, bidan, dokter. Atau data obyektif ; lahir
prematur/kurang bulan, riwayat trauma persalinan, hipoksia dan asfiksia
3) Riwayat Post natal
Adanya kelainan darah, kadar bilirubin meningkat kulit bayi tampak
kuning.
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
Seperti ketidak cocokan darah ibu dan anak polisitemia, gangguan
saluran cerna dan hati (hepatitis)
5) Riwayat Pikososial
Kurangnya kasih sayang karena perpisahan, perubahan peran orang tua
6) Pengetahuan Keluarga
Penyebab perawatan pengobatan dan pemahan ortu terhadap bayi yang
ikterus.
c. Keadaan kesehatan saat ini : 1) Aktivitas / Istirahat Letargi, malas.
2) Eliminasi
Bising usus hipoaktif. Pasase mekonium mungkin lambat. Feses
mungkin lunak/coklat kehijauan selama pengeluaran bilirubin. Urin
gelap pekat; hitam kecoklatan (sindrom bayi bronze), diare, peristaltic
usus meningkat
3) Nutrisi/ Cairan
Riwayat perlambatan / makan oral buruk, mungkin lebih disusui dari
pada menyusu botol. Pada umumnya bayi malas minum (reflek
menghisap dan menelan lemah sehingga BB bayi mengalami
penurunan). Palpasi abdomen dapat menunjukkan pembesaran limfa,
hepar
4) Neuro sensori
Sefalohematoma besar mungkin terlihat pada satu atau kedua tulang
parietal yang berhubungan dengan trauma kelahiran / kelahiran ekstraksi
vakum. Edema umum, hepatosplenomegali, atau hidrops fetalis mungkin
ada dengan inkompatibilitas Rh berat. Kehilangan refleks Moro mungkin
terlihat. Opistotonus dengan kekakuan lengkung punggung, fontanel
menonjol, menangis lirih, aktivitas kejang (tahap krisis)
5) Pernafasan
Riwayat asfiksia
6) Keamanan
Riwayat positif infeksi / sepsis neonates. Dapat mengalami ekimosis
berlebihan, ptekie, perdarahan intracranial. Dapat tampak ikterik pada
awalnya pada daerah wajah dan berlanjut pada bagian distal tubuh; kulit
hitam kecoklatan (sindrom bayi Bronze) sebagai efek samping fototerapi. 7)
Seksualitas
Mungkin praterm, bayi kecil untuk usia gestasi (SGA), bayi dengan
retardasi pertumbuhan intrauterus (LGA), seperti bayi dengan ibu
diabetes. Trauma kelahiran dapat terjadi berkenaan dengan stress dingin,
asfiksia, hipoksia, asidosis, hipoglikemia. Terjadi lebih sering pada bayi
pria dibandingkan perempuan.
8) Penyuluhan / Pembelajaran
Dapat mengalami hipotiroidisme congenital, atresia bilier, fibrosis kistik.
Faktor keluarga; missal riwayat hiperbilirubinemia pada kehamilan
sebelumnya, penyakit hepar, fibrosis kristik, kesalahan metabolisme saat
lahir (galaktosemia), diskrasias darah (sferositosis, defisiensi gukosa-
6fosfat dehidrogenase.
Faktor ibu, seperti diabetes; mencerna obat-obatan (missal, salisilat,
sulfonamide oral pada kehamilan akhir atau nitrofurantoin (Furadantin);
inkompatibilitas Rh/ABO; penyakit infeksi (misal, rubella,
sitomegalovirus, sifilis, toksoplamosis).
Faktor penunjang intrapartum, seperti persalinan praterm, kelahiran
dengan ekstrasi vakum, induksi oksitosin, perlambatan pengkleman tali
pusat, atau trauma kelahiran.
d. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
Lemah, lesu, pucat, kulit berwarna kuning/ merah tua
2) Tanda vital
Nadi teraba lemah, tekanan darah menurun, frekuensi nadi meningkat,
subu tubuh meningkat
3) Mata
Ikterus terlihat pada sclera
4) Reflek reflek menghisap kurang/lemah
5) Tonus aktivitas letargi, hipotonus, peka rangsang, tremor, kejang, dan
tangisan melengking
6) Abdomen
Pemeriksaan organ hati (tentang ukuran, tepid an permukaan), ditemukan
adanya pembesaran limpa (splenomegali), pelebaran kandung empedu,
dan masa abdominal
7) Ekstremitas atas/bawah
Jari tubuh (clubbing), ginekomastia (kuku putih) dan adanya selaput
lender, turgor kulit menurun.

2. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul


a. Ikterik neonatus berhubungan dengan kesulitan transisi ke kehidupan ekstra
uterin ditandai dengan profil darah abnormal (hemolisis, bilirubin serum total
> 2mg/dL, bilirubin serum total pada rentang risiko tinggi menurut usia pada
normogram spesifik waktu), membrane mukosa kuning, kulit kuning, sklera
kuning.
b. Hipovolemia berhubungan dengan kekurangan intake cairan ditandai dengan
frekuensi nadi meningkat, nadi teraba lemah, tekanan darah menurun, turgor
kulit menurun, volue urine meningkat, bayi lemah, diare, peristaltic usus
meningkat.
c. Hipertermia berhubungan dengan penggunaan incubator ditandai dengan
akral kulit hangat,suhu tubuh meningkat dari rentang normal, kulit merah,
pucat, kejang, crt > 2 detik, letargi, hipotonus, peka rangsang, tremor, dan
tangisan melengking
d. Risiko gangguan integritas kulit/ jaringan berhubungan dengan efek samping
terapi radiasi ditandai dengan kulit berwarna merah tua, kerusakan jaringan/
lapisan kulit.

3. Intervensi
No Diagnosa Keperawatan Riwayat Perawatan
Dx Tujuan dan Kreteria Hasil Intervensi
1. Ikterik neonatus Setelah diberikan asuhan a. Foterapi neonatus
Observasi:
berhubungan dengan keperawatan selama…x 24
1. Monitor ikterik pada
kesulitan transisi ke jam diharapkan integritas sclera dan kulit bayi
kehidupan ekstra uterin kulit dan jaringan meningkat 2. Monitor suhu dan tanda
vital tiap 4 jam sekali
ditandai dengan profil dengan KH: 3. Monitor efek
darah abnormal 1. Elastisitas kulit samping fototerapi(mis:
hipertermi,rush pada
(hemolisis, bilirubin meningkat kulit)
serum total > 2mg/dL, Terapeutik:
2. Suhu kulit membaik
bilirubin serum total pada 4. Berikan penutup mata
rentang risiko tinggi 3. Perfusi jaringan 5. Lepaskan pakaian bayi
menurut usia pada kecuali popok Edukasi:
meningkat
normogram spesifik 6. Anjurkan ibu menyusui
waktu), membrane 4. Tekstur membaik sekitar 20-30 menit
mukosa kuning, kulit 5. Tidak ada kemerahan 7. Anjurkan ibu menyusui
kuning, sklera kuning. sesering mungkin
pada kulit Kolaborasi:
6. Warna kulit normal 8. Kolaborasi pemeriksaan
darah vena bilirubin direk
dan indirek
b. Perawatan bayi Observasi:
9. Monitor tanda-tanda vital
bayi
Terapeutik:
10. Mandikan bayi dengan
suhu ruangan 21-24˚C
11. Bersihkan pangkal tali
pusat yang telat diolesi air
matang
12. Lakukan pemijatan bayi
13. Ganti popok bayi jika
basah Edukasi:
14. Anjurkan ibu menyusui
sesuai kebutuhan bayi
15. Ajarkan ibu cara merawat
bayi dirumah
16. Ajarkan cara pemberian
makanan pendamping ASI
pada bayi usia >6 bulan.

2. Hipovolemia Setelah diberikan asuhan 1. Manajemen hipovolemia


Observasi
berhubungan dengan keperawatan selama … x 24 - Periksa tanda dan gejala
kekurangan intake cairan jam diharapkan cairan pasien hypovolemia (mis,
frekuensi nadi meningkat,
ditandai dengan frekuensi terpenuhi dengan kriteria hasil nadi teraba lemah,turgor
kulit menurun, membrane
nadi meningkat, nadi : mukosa kering, volume
teraba lemah, tekanan 1. Mempertahankan urine urin menurun, lemah)
- Monitor intake dan
darah menurun, turgor output sesuai dengan usia output cairan
kulit menurun, volue Terapeutik
dan BB normal
- Hitung kebutuhan cairan
urine meningkat, bayi 2. Tekanan darah, nadi, suhu - Berikan asupan cairan
lemah, diare, peristaltic oral
tubuh dalam batas normal.
Edukasi
usus meningkat 3. Kadar hematokrit dalam - Anjurkan memperbanyak
asupan cairan oral
batas normal.
Kolaborasi
4. Tidak ada tanda dehidrasi, - Kolaborasi pemberian
elastisitas turgor kulit cairan IV.
elastis, membran mukosa
lembab. 2. Pemantauan cairan
Observasi
- Monitor frekuensi nafas
- Monitor berat badan
- Monitor elastisitas atau
turgor kulit
- Monitor jumlah, warna
dan berat jenis urine

Terapeutik
- Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
- Informasikan hasil
pemantauan jika perlu
3. Hipertermia berhubungan Setelah diberikan asuhan a. Manajemen Hipertermia
Obsevasi
dengan penggunaan keperawatan selama …x…
 Identifikasi penyebab
incubator ditandai jam diharapkan suhu tubuh hipertermia (mis.
Dehidrasi, terpapar
dengan akral kulit pasien kembali normal lingkungan panas,
hangat,suhu tubuh penggunaan incubator)
dengan kreteria hasil :
 Monitor suhu tubuh
meningkat dari rentang 1. Suhu tubuh pasien kembali  Monitor kadar elektrolit
normal, kulit merah, normal (36,5°C –  Monitor haluan urine
pucat, kejang, crt > 2  Monitor komplikasi akibat
37,5°C) hipertermia Terapeutik
deti, letargi, hipotonus, 2. Turgor kulit elastic  Sediakan lingkungan yang
peka rangsang, tremor, dingin
3. Mukosa bibir lembab
 Longgarkan atau lepaskan
dan tangisan melengking 4. Tidak terjadi kemerahan pakaian
 Basahi dan kipasi
pada kulit pasien. permukaan tubuh
5. Tubuh pasien tidak teraba  Berikan cairan oral
panas.  Ganti linen setiap hari atau
lebih sering jika mengalami
hyperhidrosis (keringat
berlebih)
 Lakukan pendinginan
eksternal (mis. Selimut
hipotermia atau kompres
dingin pada dahi, leher,
dada, abdomen, aksila)
 Hindari pemberian
antipiretik atau aspirin 
Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
 Anjukan tirah baring
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
cairan dan elektrolit
intravena, jika perlu

b. Regulasi temperature
Observasi
 Monitor suhu bayi sampai
stabil (36,50C-37,50C)
 Monitor suhu tubuh anak
jika perlu
 Monitor warna dan suhu
kulit
 Monitor dan catat tanda dan
gejala hipotermia atau
hipertermia Terapeutik
 Tingkatkan asupan cairan
dan nutrisi yang adekuat
 Gunakan kasur pendingin,
water circulating blankets,
ice pack atau gel pad dan
intravascular cooling
catheterization untuk
menurunkan suhu tubuh
 Sesuaikan suhu lingkungan
dengan kebutuhan pasien
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
antipiretik, jika perlu
4. Risiko gangguan Setelah diberikan asuhan Perawatan integritas kulit
Observasi
integritas kulit/ jaringan keperawatan selama …x 24 - Identifikasi penyebab
berhubungan dengan efek jam diharapkan integritas kulit gangguan integritas kulit
Teraapeutik
samping terapi radiasi meningkat dengan KH: - Ubah posisi tiap 2 jam jika
ditandai dengan kulit tirah baring
1. Kerusakan jaringan
- Lakukan pemijatan pada
berwarna merah tua, menurun area penonjolan tulang jika
perlu
kerusakan jaringan/ 2. Kerusakan lapisan kulit - Gunakan produk berbahan
lapisan kulit. petroleum atau minyak
menurun pada ulit kering Edukasi
3. Suhu kulit membaik - Anjurkan menggunakan
pelembab
4. Tekstur membaik - Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
- Anjurkan mandi dan
menggunakan sabun
secukupnya
4. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah pengolahan dan perwujudan dari rencana
keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan (Setiadi, 2012)
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan, dimana
evaluasi dilakukan berdasarkan respon pasien terhadap tindakan yang diberikan
(Doenges M. E, Moorhous M.F, Geissler A.C, (2012))
a. Ikterik neonatus berhubungan dengan kesulitan transisi ke kehidupan ekstra
uterin ditandai dengan profil darah abnormal (hemolisis, bilirubin serum total >
2mg/dL, bilirubin serum total pada rentang risiko tinggi menurut usia pada
normogram spesifik waktu), membrane mukosa kuning, kulit kuning, skleras
kuning.
Evaluasi :
1) Elastisitas kulit meningkat
2) Suhu kulit membaik
3) Perfusi jaringan meningkat
4) Tekstur membaik
5) Tidak ada kemerahan pada kulit
6) Warna kulit normal
b. Hipovolemia berhubungan dengan kekurangan intake cairan ditandai dengan
frekuensi nadi meningkat, nadi teraba lemah, tekanan darah menurun, turgor
kulit menurun, volue urine meningkat, bayi lemah, diare, peristaltic usus
meningkat. Evaluasi :
1) Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB normal 2) Tekanan
darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal.
3) Kadar hematokrit dalam batas normal.
4) Tidak ada tanda dehidrasi, elastisitas turgor kulit elastis, membran mukosa
lembab.
c. Hipertermia berhubungan dengan penggunaan incubator ditandai dengan akral
kulit hangat,suhu tubuh meningkat dari rentang normal, kulit merah, pucat,
kejang, crt > 2 detik, letargi, hipotonus, peka rangsang, tremor, dan tangisan
melengking. Evaluasi :
1) Suhu tubuh pasien kembali normal (36,5°C – 37,5°C)
2) Turgor kulit elastic
3) Mukosa bibir lembab
4) Tidak terjadi kemerahan pada kulit pasien.
5) Tubuh pasien tidak teraba panas.
d. Risiko gangguan integritas kulit/ jaringan berhubungan dengan efek samping
terapi radiasi ditandai dengan kulit berwarna merah tua, kerusakan jaringan/
lapisan kulit. Evaluasi :
1) Kerusakan jaringan menurun
2) Kerusakan lapisan kulit menurun
3) Suhu kulit membaik
4) Tekstur membaik
DAFTAR PUSTAKA

Graner, Daryl. K, Murray, Robert .K. 2015. Biokimia Hepar. Edisi 29. Buku
Kedokteran EGC : Jakarta

Hassan, R., 2017. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak..Jilid 3 Cetakan Kesebelas. Bagian
Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

Nelson. 2014. Ilmu Kesehatan Anak Esensial Edisi Enam. Jakarta : Salemba Medika.

Ngastiyah. 2014. Perawatan Anak Sakit. Edisi II. Jakarta: EGC.

Prawirohadjo, Sarwono. 2016. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Edisi 4


Cetakan 5. Jakarta : PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Sacher, Ronald, A., Richard A., McPherson. 2012. Tinjaun Klinis Hasil Pemeriksaan
Laborotorium. Edisi 11. Editor bahasa Indonesia: Hartonto, Huriawati.
Jakarta: EGC

Sarwono, Erwin, et al. 2015. Pedoman Diagnosis dan Terapi Lab/ UPF Ilmu Kesehatan
Anak. Ikterus Neonatorum(Hyperbilirubinemia Neonatorum). Surabaya:
RSUD Dr.Soetomo.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta
Selatan : DPP PPNI

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi Dan
Kreteria Hasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi Dan
Tindakan Keperawatan

Anda mungkin juga menyukai