Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH KIMIA KLINIK

“Metabolisme Bilirubin dan Ikterus”

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 2 TINGKAT 3A

Devita Kumala Dewi (P07234016006)


Dianah Rezqi Salsabila (P07234016009)
Fatih Fathanah Gisya (P07234016011)
Maryska Asri Oktaviani Putri (P07234016016)
Ofi Maisanur Ramadana (P07234016026)
Tirsa Mentoe (P07234016036)
Sofyan Hadi Candra (P07234016035)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KALIMANTAN TIMUR
JURUSAN ANALIS KESEHATAN
TAHUN 2018/2019
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
penulis mengucapkan puji syukur kepada Allah SWT atas segala curahan rahmat
dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah tentang
metabolisme bilirubin dan ikterus. Adapun makalah ini telah penulis usahakan
dengan semaksimal mungkin. Penulis sangat berterima kasih kepada berbagai pihak
atas bantuannya, sebab penulis dapat dengan lancar dalam membuat makalah ini.

Adanya makalah ini sangat diharapkan dapat menambah serta memperkaya ilmu
bagaimana proses metabolisme bilirubin itu dan mekanisme patofisiologi ikterus
dalam tubuh. Namun tidak lepas dari semua itu, penulis sangat menyadari
sepenuhnya bahwa penulisan makalah ini masih sangat jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun
dari pembaca sehingga penulis dapat memperbaiki makalah ini menjadi lebih baik
lagi. Penulis berharap semoga dari makalah ini, pembaca dapat mengambil hikmah
dan manfaatnya sehingga dapat memberikan informasi dan inspirasi terhadap
pembaca. Amin.

Samarinda, Agustus 2018

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii

DAFTAR ISI ..................................................................................................... iii

DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... iv

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1

A. Latar Belakang....................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah.................................................................................. 2

C. Tujuan ................................................................................................... 2

D. Manfaat ................................................................................................. 2

BAB II ISI .......................................................................................................... 3

A. Pengertian Bilirubin ............................................................................... 3

B. Jenis dan Sifat Bilirubin ......................................................................... 4

C. Metabolisme Bilirubin ........................................................................... 5

D. Ikterus ................................................................................................... 8

E. Mekanisme Patofisiologi Ikterus .......................................................... 12

BAB III PENUTUP .......................................................................................... 18

A. Kesimpulan.......................................................................................... 18

B. Saran ................................................................................................... 18

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 19

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Metabolisme bilirubin normal ........................................5

Gambar 2.2 Metabolisme bilirubin normal ......................................10

Gambar 2.3 Mekanisme ikterus hemolitik .......................................10

Gambar 2.4 Gangguan sekresi bilirubin ...........................................11

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bilirubin adalah pigmen berwarna kuning yang merupakan produk utama
dari hasil perombakan heme dari hemoglobin yang terjadi akibat perombakan
sel darah merah oleh sel retikuloendotel. Selain sebagai hasil pemecahan
eritrosit, juga di hasilkan dari perombakan zat-zat lain. Bilirubin disaring dari
darah oleh hati, dan dikeluarkan melalui cairan empedu. Bilirubin dibuat ketika
tubuh melepaskan sel-sel darah merah yang sudah tua. Ini merupakan proses
normal yang terjadi seumur hidup kita. Setelah itu bilirubin menuju ke usus dan
ginjal lalu keseluruh tubuh. Jika terlalu banyak bilirubin yang dilepaskan ke
seluruh tubuh bayi maka itu menyebabkan warna kuning yang disebut
hiperbilirubin dan tingkat kelebihannya dalam darah (hiperbilirubinemia) dapat
mengindikasikan adanya kerusakan hati.
Hiperbilirubinemia merupakan peninggian kadar bilirubin yang melampaui
kadar normal, jika kadarnya berlebihan maka bilirubin akan berdifusi ke dalam
jaringan. Bilirubin dalam jaringan tersebut akan berubah warna menjadi kuning
yang disebut ikterus. Ikterus adalah penyakit yang berkaitan dengan sistem
imun. Ikterus adalah perubahan warna kulit dan sklera menjadi kuning akibat
meningkatnya kadar bilirubin dalam darah pada neonatus yang dapat bersifat
fisiologis maupun patologis. Berdasarkan Riskedas (2010), penyebab kematian
bayi baru lahir 0-8 hari di Indonesia adalah gangguan pernafasan (36,9%),
prematuritas (32,4%), sepsis (12%), hipotermi (6,8%), ikterus (6,6%) dan lain-
lain. Pada angka kejadian ikterus bayi di Indonesia yaitu sekitar 50% bayi cukup
bulan mengalami perubahan warna kulit, mukosa, dan mata menjadi
kekuningan (ikterus), dan pada bayi kurang bulan (premature) kejadiannya
lebih sering, yaitu 75% (Darsono, Sinambela, & Janah, 2016).

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari bilirubin?
2. Apa saja jenis dan sifat bilirubin?
3. Bagaimana proses metabolisme bilirubin?
4. Bagaimana mekanisme patofisiologi ikterus?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari bilirubin
2. Untuk mengetahui jenis dan sifat bilirubin
3. Untuk mengetahui proses metabolisme bilirubin
4. Untuk mengetahui mekanisme patofisiologi ikterus

D. Manfaat
1. Mengetahui definisi dari bilirubin
2. Mengetahui jenis dan sifat bilirubin
3. Mengetahui proses metabolisme bilirubin
4. Mengetahui mekanisme patofisiologi ikterus

2
BAB II
ISI

A. Pengertian Bilirubin
Bilirubin adalah produk utama dari penguraian sel darah merah yang
tua. Bilirubin disaring dari darah oleh hati dan di keluarkan pada cairan empedu.
Sebagaimana hati menjadi semakin rusak, bilirubin total akan meningkat.
Sebagian dari bilirubin total termetabolisme, dan bagian ini disebut bilirubin
direk. Meningkatnya di bagian ini, penyebab biasanya di luar hati. Bilirubin
direk didapatkan hasil rendah sementara bilirubin total tinggi, hal ini
menunjukkan kerusakan pada hati atau pada saluran cairan empedu dalam hati.
Bilirubin mengandung pewarna, yang memberi warna pada kotoran, bila
tingkatnya sangat tinggi, kulit dan mata dapat menjadi kuning, yang
mengakibatkan gejala ikterus. Bilirubin merupakan produk pemecahan sel
darah merah. Pemecahan utama dari sistem RES (reticuleondothehelial system)
yang di awali dengan pelepasan besi dan rantai peptida globulin. Bilirubin
berawal dari turunan cincin porfirin yang terbuka dan menjadi lurus, dalam
sistem RES, turunan tersebut di kenal sebagai biliverdin yang kemudian di
keluarkan ke sirkulasi, di dalam plasma , bilirubin diikat oleh albumin yang di
kenal sebagai bilirubin indirek (Kosasih, E.N. 2008)1
Ada dua macam bilirubin: bilirubin direk dan indirek. Ketika dilepaskan
dari sel-sel darah merah yang sudah mati, diubah oleh hati menjadi zat yang
larut dalam darah sehingga dapat dikeluarkan melalui cairan empedu. Bilirubin
total merupakan jumlah dari bilirubin direk dan indirek. Penyakit hepatitis
menyebabkan bilirubin dalam darah meningkat dan menimbulkan penyakit
kuning. Kadar bilirubin di atas 20 mg/100mL meindikasikan hepatitis yang
parah2

1
Waluyo, Srikandi. (2011). 100 Question & Answer: Hepatitis. Jakarta: PT Elex Media
Komputindo, hlm 64
2
Seswoyo. (2016). Pengaruh Cahaya Terhadap Kadar Bilirubin Total Serum Segera dan Serum
Simpan pada Suhu 20-25°C selama 24 Jam. Semarang: Universitas Muhammadiyah, hlm 18

3
B. Jenis dan Sifat Bilirubin
Bilirubin di bagi menjadi 2 jenis yaitu Bilirubin Indirek dan Bilirubin Direk.
Bilirubin Indirek merupakan bilirubin yang belum mengalami konjugasi oleh
sel hati dengan asam glukoronat sedangkan Bilirubin Direk merupakan bilirubin
yang telah mengalami konjugasi dengan asam glukoronat di dalam hati.
Pemeriksaan bilirubin di laboratorium untuk membedakan bilirubin direk dan
indirek, maka dilakukan juga pemeriksaan bilirubin total yang merupakan
jumlah bilirubin direk dan indirek (Wibowo, S. 2007).
Bilirubin indirek masuk ke dalam sel setelah sampai di hepar, sedangkan
yang lain tetap berada disirkulasi tubuh melewati jantung, bilirubin yang masuk
kedalam sel hepar dalam keadaan bebas akan berikatan dengan asam
glukoranida dan disebut dengan bilirubin terkonjugasi atau yang lebih dikenal
dengan bilirubin direk. Setelah itu, bilirubin direk sebagian besar masuk ke
dalam sirkulasi empedu dan sebagian lagi masuk ke dalam sirkulasi darah. Oleh
karena itu dalam sirkulasi umum terdapat bilirubin indirek dan bilirubin direk,
dalam keadaan normal bilirubin indirek < 0,75 mg % dan bilirubin direk < 0,25
mg % dan total bilirubin tidak lebih dari 1 mg %. Bilirubin direk yang memasuki
jalur empedu akan terkumpul dalam kantong empedu dan akhirnya akan masuk
kedalam usus. Sampai dalam lumen usus, akibat flora usus bilirubin direk
teroksidasi menjadi urobilinogen (Sutedjo, 2009).3
Rumus Bilirubin:
Bilirubin total = Bilirubin indirek + Bilirubin direk
Bilirubin Indirek = Bilirubin total – bilirubin direk

Tabel 2.1. Perbedaan bilirubin direct dan bilirubin indirect


Bilirubin direct Bilirubin indirect
Bilirubin yang dikonjugasi Bilirubin yang belum dikonjugasi
Tidak larut dalam alkohol Larut dalam alkohol

3
Seswoyo. (2016). Pengaruh Cahaya Terhadap Kadar Bilirubin Total Serum Segera dan Serum
Simpan pada Suhu 20-25°C selama 24 Jam. Semarang: Universitas Muhammadiyah, hlm 19-
20

4
Tidak terikat oleh protein Terikat oleh protein albumin
Bereaksi dengan reagen Azo Tidak bereaksi dengan reagen Azo
Dapat ditemukan dalam urine Tidak terdapat dalam urine
Larut dalam air Tidak larut dalam air
Bersifat toksik
Sumber: (Sacher, 2004)

C. Metabolisme Bilirubin
Pada individu normal, pembentukan dan ekskresi bilirubin berlangsung
melalui langkah langkah seperti yang terlihat dalam gambar 2.1. Sekitar 80
hingga 85% bilirubin terbentuk dari pemecahan eritrosit tua dalam sistem
monosit -makrofag. Masa hidup rata-rata eritrosit adalah 120 hari. Setiap hari
dihancurkan sekitar 50 ml darah, dan menghasilkan 250 sampai 350 mg
bilirubin. Kini di ketahui bahwa sekitar 15 hingga 20% pigmen empedu total
tidak tergantung pada mekanisme, tetapi berasal dari dekstruksi sel eritrosit
matur dalam sumsum tulang (hematopoiesis tak efektif) dan dari hemoprotein
lain, terutama dari hati.

Gambar 2.1. Metabolisme bilirubin normal

5
Pada katabolisme haemoglobin (terutama terjadi dalam limpa), globulin
mula mula dipisahkan dari heme, dan setelah itu heme diubah menjadi
biliverdin. Bilirubin tak terkonjugasi kemudian di bentuk dari biliverdin.
Biliverdin adalah pigmen kehijauan yang dibentuk melalui oksidasi bilirubin.
Bilirubin tak terkonjugasi larut dalam lemak, tidak larut dalam air, dan tidak
dapat dieksresi dalam empedu atau urine. Bilirubin tak terkonjugasi berikatan
dengan albumin dalam suatu kompleks larut-air, kemudian diangkut oleh darah
ke sel sel hati. Metabolisme bilirubin di dalam hati berlangsung dalam tiga
langkah ambilan, konjugasi, dan ekskresi. Ambilan oleh sel hati memerlukan
dua protein hati, yaitu yang diberi simbol protein Y dan Z (lihat gambar 2.1).
Konjugasi bilirubin dengan asam glukoronat dikatalisis oleh enzim glukonil
transferase dalam retikulum endoplasma. Bilirubin terkonjugasi tidak larut
dalam lemak, tetapi larut dalam air dan dapat dieksresikan dalam empedu dan
urin. Langkah terakhir dalam metabolisme bilirubin hati adalah transpor
bilirubin terkonjugasi melalui membran sel ke dalam empedu melalui suatu
proses aktif. Bilirubin tak terkonjugasi tidak di ekskresikan ke dalam empedu,
kecuali setelah proses foto-oksidasi atau fotoisomerisasi (lihat pembahasan
berikut). Bakteri usus mereduksi bilirubin terkonjugasi menjadi serangkaian
senyawa yang disebut sterkobilin atau urobilinogen. Zat zat ini menyebabkan
feces berwarna coklat. Sekitar 10 hingga 20% urobilinogen mengalami siklus
enterohepatik, sedangkan sejumlah kecil di ekskresi dalam urine. 4
Metabolisme bilirubin mempunyai tingkatan sebagai berikut :
1. Produksi
Sebagian besar bilirubin terbentuk sebagai akibat degradasi
hemoglobin pada sistem retikuloendotelial (RES). Tingkat penghancuran
hemoglobin ini pada neonatus lebih tinggi dari pada bayi yang lebih tua.
Satu gram hemoglobin dapat menghasilkan 35 mg bilirubin indirect.
Bilirubin indirect yaitu bilirubin yang bereaksi tidak langsung dengan zat

4
Price, S. A. (2005). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC, hlm 481-
482

6
warna diazo (reaksi Hymans van den Borgh) yang bersifat larut dalam
lemak.

2. Transportasi
Bilirubin indirect kemudian diikat oleh albumin. Sel parenkim hepar
mempunyai cara yang selektif dan efektif mengambil bilirubin dari
plasma. Bilirubin ditransfer melalui membran sel ke dalam hepatosit
sedangkan albumin tidak. Di dalam sel bilirubin akan terikat terutama pada
ligandin dan sebagian kecil pada glutation S transferase lain dan protein Z.
Proses ini merupakan proses 2 arah, tergantung dari konsentrasi dan
afinitas albumin dalam plasma dan ligandin dalam hepatosit. Sebagain
besar bilirubin yang masuk hepatosit dikonjugasi dan diekskresi ke dalam
empedu. Dengan adanya sitosol hepar, ligandin mengikat bilirubin
sedangkan albumin tidak. Perberian fenobarbital mempertinggi
konsentrasi ligandin dan memberi tempat pengikatan yang lebih banyak
untuk bilirubin.

3. Konjugasi
Dalam sel hepar, bilirubion kemudian dikonjugasi menjadi bilirubin
diglukoronide walaupun ada sebagian kecil dalam bentuk
monoglukoronide. Glukoronil transferase merubah bentuk
monoglukoronide menjadi diglukoronide. Ada 2 enzim yang terlibat dalam
sintesis bilirubin digluronide. Pertama-tama ialah uridin difosfat
glukoronidase transferase (UPDG :T) yang mengkatalisa pemebentukan
bilirubin monoglukoronide. Sintesis dan ekskresi diglukoronide terjadi di
membran kanalikulus. Isomer bilirubin yang dapat membentuk ikatan
hidrogen seperti bilirubin natural IX dapat diekskresi langsung ke empedu
tanpa konjugasi miusalnya isomer yang terjadi sesudah terapi sinar (isomer
foto).

7
4. Ekskresi
Sesudah konjugasi bilirubin ini menjadi bilirubin direct yang larut
dalam air dan dieksresi dengan cepat ke sistem empedu kemudian ke usus.
Dalam usus bilirubin ini tidak diabsorbsi, sebagian kecil bilirubin direct
dihidrolisis menjadi bilirubin indirect dan direabsorbsi. Siklus ini disebut
siklus enterohepatik. Pada neonatus karena aktivitas enzim B
glukoronidase yang meningkat, bilirubin direk banyak yang tidak diubah
menjadi urobilin. Jumlah bilirubin yang terhidrolisa menjadi bilirubin
indirek meningkat dengan terabsorbsi sehingga sirkulasi enterohepatik
pun meningkat5

D. Ikterus
Hiperbilirubinemia didefinisikan sebagai keadaan dimana level bilirubin,
baik bilirubin direk maupun indirek, dalam darah melebihi batas normal, yaitu
1,0 mg/dL. Hal ini dapat terjadi karena produksi berlebih, penurunan kecepatan
penyerapan bilirubin oleh sel hati, gangguan konjugasi bilirubin, dan obstruksi
pada jalur pembuangan bilirubin, atau gabungan dari beberapa faktor ini. Bila
konsentrasi bilirubin melebihi 2-2,5 mg/dL, maka bilirubin akan berdifusi ke
jaringan yang mengakibatkan kulit dan jaringan mukosa berwarna kuning, yang
disebut ikterus atau jaundice. Istilah ikterus berasal dari bahasa Yunani kuno
ikteros yang mengacu pada sejenis burung-burung berwarna hijau kekuningan,
sedangkan istilah jaundice berasal dari bahasa Perancis jaune, yang berarti
kuning. Ikterus berbeda dengan karotenemia, yaitu warna kuning pada kulit
yang dikarenakan konsumsi eksesif dari buah-buahan yang mengandung
pigmen lipokrom, seperti wortel, pepaya, dan jeruk6
Ikterus (jaundice), yaitu pigmentasi kuning pada kulit dan sklera,
disebabkan oleh penumpukan bilirubin secara berlebihan dalam darah.
Bilirubin yang merupakan produk penguraian sel darah merah akan menumpuk

5
Ilyas, Jumarni. (1994). Asuhan Keperawatan Perinatal. Jakarta: EGC, hlm 84
6
Timotius, Kris H. (2017). Heme: Biosintesis, Degredasi, serta Kelainan yang Dapat Menyertai.
Yogyakrta: ANDI, hlm 43

8
di dalam darah jika produksinya melampaui metabolisme dan ekskresinya.
Ketidakseimbangan ini dapat terjadi karena pelepasan prekursor bilirubin yang
berlebihan ke dalam aliran darah atau karena kerusakan ambilan bilirubin oleh
hati, kerusakan metabolisme, atau ekskresi bilirubin. Ikterus terjadi kalau kadar
bilirubin melebihi 2,0 hingga 2,5 mg/dl, yang besarnya sekitar dua kali batas
atas kisaran normalnya. Kadar bilirubin yang lebih rendah dapat menimbulkan
gejala ikterus, yang terdeteksi bila kulit pasien berwarna cerah, sementara gejala
ikterus pada pasien yang berkulit gelap mungkin sulit dideteksi7
Beberapa gangguan yang diwariskan (inherited) juga dapat terjadi pada
metabolisme bilirubin. Sindrom Gilbert dan sindrom Crigler-Najjar
mengakibatkan terjadinya hiperbilirubinemia indirek, sedangkan sindrom
Dubin-Johnson dan sindrom Rotor mengakibatkan terjadinya
hiperbilirubinemia direk. Segera setelah mengalami konjugasi dengan
glukoronat, bilirubin menjadi bersifat larut air dan tidak dapat melewati blood
brain barrier sehingga tidak dapat masuk ke otak. Oleh karena itu,
hiperbilirubinemia direk lebih tidak berbahaya dibandingkan
hiperbilirubinemia indirek. Dikenal tiga macam ikterus, yaitu ikterus
prehepatik, ikterus hepatik, ikterus pasca hepatik. Selain itu, juga dikenal istilah
ikterus neonatal, yang berarti ikterus yang ditemukan pada bayi yang baru lahir
(neonatus) yang dapat bersifat fisiologis maupun patologis.
1. Ikterus Prehepatik (Hemolitik)
Diakibatkan oleh adanya produksi berlebihan dari bilirubin
(biasanya akibat hemolisis berlebihan) di luar batas kemampuan hati untuk
mengkonjugasinya. Lisis sel darah merah yang berlebihan dapat
diakibatkan oleh penyakit autoimun, penyakit hemolitik dari bayi yang baru
lahir (inkompatibilitas rhesus atau ABO), infeksi (malaria, leptospirosis),
atau sel darah merah dengan struktur yang abnormal (Sickle cell disease)
sehingga konsentrasi bilirubin indirek di plasma akan meningkat (normal
sekitar 0,75 mg/dL).

7
Kowalak, Jennifer P. (2011). Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC, hlm 345

9
Gambar 2.2. Metabolisme bilirubin normal

Gambar 2.3. Mekanisme ikterus hemolitik-peningkatan produksi bilirubin


melebihi kapasitas hati untuk melakukan konjugasi bilirubin

2. Ikterus Hepatoselular
Terjadi gangguan pada proses penyerapan, konjugasi, transpor,
atau sekresi bilirubin, yang disebabkan gangguan fungsi hepatosit,
misalnya pada hepatitis, sirosis, atau karsinoma hepatoseluler. Dalam hal
ini, hiperbilirubinemia biasanya disertai dengan ketidaknormalan
biomarker fungsi hati, seperti SGOT dan SGPT.

10
Gambar 2.4. Gangguan sekresi bilirubin. Terjadi gangguan pada
hepatosit sehingga konjugasi bilirubin dan/atau sekresi bilirubin yang
telah direk tidak terjadi

Gangguan penyerapan dapat disebabkan oleh sindrom Gilbert atau


karena obat-obatan. Gangguan konjugasi disebabkan oleh sindrom Gilbert
dan sindrom Cringler-Najjar, sedangkan gangguan transpor disebabkan
oleh hepatitis, sirosis, serta obat-obatan. Gangguan ekskresi dapat
dikarenakan oleh sindrom Dubin Johnson dan sindrom Rotor. Sindrom
Dubin-Johnson dan Rotor ditandai dengan gangguan pada jalur sekresi
bilirubin direk lewat empedi, dan biasanya hiperbilirubinemia yang terjadi
dalam batas sedang (mild).

3. Ikterus Pascahepatik (Obstruktif)


Ikterus pascahepatik disebabkan oleh adanya obstruksi saluran
bilier ekstrahepatik. Hal ini menyebabkan bilirubin direk (yang telah
terkonjugasi di dalam hati) tidak bisa ditranspor keluar hati dan diutilisasi
sehingga terakumulasi dalam hati, yang lama kelamaan akan masuk ke
dalam darah dan jaringan. Kondisi ini ditandai dengan warna tinja yang
pucat karena tidak adanya sterkobilin di tinja dan urin yang gelap karena

11
adanya peningkatan bilirubin di urin. Dalam keadaan tersumbat total,
urobilin tidak ditemui pada urin8
Tabel 2.2. Gambaran khas ikterus hemolitik, hepatoselular dan obstruktif
Gambaran Hemolitik Hepatoselular Obstruktif
Orange-kuning Kuning-hijau
Warna kulit Kuning pucat
muda atau tua mua atau tua
Normal (atau
Gelap (bilirubin Gelap (bilirubin
Warna urin gelap dengan
terkonjugasi) terkonjugasi)
urobilin)
Normal atau
Pucat (lebih Warna dempul
gelap (lebih
Warna feses sedikit (tidak ada
banyak
sterkobilin) sterkobilin)
sterkobilin)
Bilirubin
serum tak Meningkat Meningkat Meningkat
terknjugasi
Bilirubin
serum Normal Meningkat Meningkat
terkonjugasi
Bilirubin
Tidak ada Meningkat Meningkat
urin
Urobilinogen Sedikit
Meningkat Menurun
urin meningkat
Sumber: (Price, 2003)

E. Mekanisme Patofisiologi Ikterus


Gangguan metabolisme bilirubin atau ikterus dapat terjadi lewat salah satu
dari keempat mekanisme ini: over produksi, gangguan ambilan bilirubin tak
terkonjugasi oleh hepar, gangguan konjugasi bilirubin, penurunan eksresi
bilirubin ke dalam empedu (akibat disfungsi intrahepatik atau obstruksi
mekanik ekstrahepatik). Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi terutama
disebabkan oleh tiga mekanisme pertama, sedangkan mekanisme keempat
terutama menyebabkan hiperbilirubinemia terkonjugasi.

8
Timotius, Kris H. (2017). Heme: Biosintesis, Degredasi, serta Kelainan yang Dapat Menyertai.
Yogyakarta: ANDI, hlm 43-47

12
Empat mekanisme umum yang menyebabkan hiperbilirubinemia dan ikterus9:
1. Pembentukan Bilirubin Berlebihan
Penyakit hemolitik atau peningkayan laju dekstruksi eritrosit
merupakan penyebab tersering dari pembentukan bilirubin yang berlebihan.
Ikterus yang timbul sering di sebut sebagai ikterus hemolitik. Konjugasi dan
transfer pigmen empedu berlangsung normal, tetapi suplai bilirubin tak
terkonjugasi dalam darah. Meskipun demikian, pada penderita hemolitik
berat, kadar bilirubin serum jarang melebihi 5mg/dl dan ikterus yang timbul
bersifat ringan serta berwarna kuning pucat. Bilirubin tak terkonjugasi tidak
larut dalam urine dan tidak terjadi bilirubinuria. Namun demikian terjadi
peningkatan pembentukan urobilinigen (akibat peningkatan konjugasi serta
ekskresi), yang selanjutnya mengakibatkan peningkatan ekskresi dalam
feses dan urine. Urine dan feces berwarna lebih gelap.
Beberapa penyebab lazim ikterus hemolitik adalah hemoglobin
abnormal (hemoglobin S pada anemia sel sabit), eritrosit abnormal
(sferositosis herediter), antibodi dalam serum (inkompatibilitas Rh atau
transfusi atau akibat penyakit hemolitik autoimun), pemberian obat, dan
peningkatan hemolisis. Sebagian kasus ikterus hemolitik dapat di sebabkan
oleh suatu proses yang di sebut eritropoiesis yang tidak efektif. Proses ini
meningkatkan dekstruksi eritrosit atau prekursornya dalam sumsum tulang
(talasemia, anemia pernisiosa, dan porfiria).
Pada orang dewasa, pembentukan bilirubin berlebihan yang
berlangsung kronis dapat menyebabkan terbentuknya batu empedu yang
mengandung sejumlah besar bilirubin; di luar itu, hiperbilirubinemia ringan
umumnya tidak membahayakan. Pengobatan langsung ditujukan untuk
memperbaiki penyakit hemolitik. Akan tetapi, kadar bilirubin tak
terkonjugasi yang melebihi 20 mg/dl pada bayi dapat menyebabkan
terjadinya kernikterus.

9
Price, S. A. (2005). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC, hlm 483-
485

13
2. Gangguan ambilan bilirubin
Ambilan bilirubin tak terkonjugasi terikat-albumin oleh sel hati, di
lakukan dengan memisahkan dan mengakibatkan bilirubin terhadap
protein penerima. Hanya beberapa obat yang telah terbukti berpengaruh
dalam ambilan bilirubin oleh hati; asam flavaspidat (di pakai untuk
mengobati cacing pita), novobiosin, dan beberapa zat warna
kolesistografik. Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi dan ikterus biasanya
menghilang bila obat pencetus dihentikan. Dahulu, ikterus neonatal dan
beberapa kasus sindrom Gilbert dianggap disebabkan oleh defisiensi
protein penerima dan gangguan ambilan oleh hati. Namun, pada sebagian
besar kasus ditemukan adanya defisiensi glukoronil transferase, sehingga
keadaan ini paling baik dianggap sebagai defek konjugasi bilirubin.

3. Gangguan konjugasi bilirubin


Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi ringan (<12,9mg/100ml) yang
timbul antara hari kedua dan kelima setelah lahir disebut sebaga ikterus
fisiologis neonatus. Ikterus neonatal yang normal ini di sebabkan oleh
imaturitas enzim glukoronil transferase. Aktivitas glikoronil transferase
biasanya meningkat beberapa hari hngga minggu kedua setelah lahir, dan
setelah itu ikterus akan menghilang.
Apabila bilirubin tak terkonjugasi pada bayi baru lahir melampaui 20
mg/dl, terjadi suatu keadaan yang di sebut sebagai kernikterus. Keadaan
ini dapat timbul bila suatu proses hemolitik (seperti eritroblastosis fetalis)
terjadi pada bayi baru lahir dengan defisiensi glukoronil transferase
normal. Kernikterus (atau bilirubin ensefalopati) timbul akibat
penimbunan bilirubin tak terkonjugasi pada daerah ganglia basalis yang
banyak mengandung lemak. Bila keadaan ini tidak di obati maka terjadi
kematian atau kerusakan neurologis yang berat. Tindakan pengobatan
terbaru pada neoenatus dengan hiperbilirubinemia tak terkonjugasi adalah
dengan fototerapi. Fototerapi adalah pemajanan sinar biru atau sinar
flouresen (panjang gelombang 430 sampai 470 nm) pada kulit bayi.

14
Penyinaran ini menyebabkan perubahan pada struktural bilirubin (foto-
isomerasi) menjadi isomer terpolarisasi yang larut dalam air, isomer ini di
ekskresikan dengan cepat ke dalam empedu tanpa harus di konjugasi
terlebih dahulu.
Tiga gangguan herediter yang menyebabkan defisiensi progresif enzim
glukoronil transferase adalah; sindrom Gilbert dan sindrom Crigler-Najjar
tipe I dan tipe II. Sindrom Gilbert merupakan suatu penyakit familial
ringan yang dicirikan dengan ikterus dan hiperbiliruminemia tak
terkonjugasi ringan (2-5 mg/ml) yang kronis. Penelitian terbaru telah
mengidentifikasi adanya dua bentuk sindrom Gilbert. Bentuk pertama
pasien dengan bukti hemolisis dan pengingkatan penggantian bilirubin.
Bentuk kedua memiliki bersihan bilirubin yang menurun dan tidak
terdapat hemolisis. Kedua bentuk ini dapat terjadi pada pasien yang sama
dan dalam waktu yang sama (Isselbacher, 1998). Pada sindrom Gilbert,
derajat ikterus berubah-ubah dan seringkali memburuk pada puasa lama,
infeksi, stres, operasi, dan asupan alkohol yang berlebihan. Awitan paling
sering terjadi semasa remaja. Sindrom Gilbert sering terjadi dan
menyerang sampai 5% penduduk pria. Uji fungsi hati serta kadar
urobiliogen urin dan feses, normal. Tidak ada blirubinuria. Penelitian
mengungkapkan bahwa penderita ini mengalami defisiensi parsial
glukoronil transferase. Keadaan ini dapat diobati dengan fenobarbital,
yang merangnsang aktivitas ensim glukoronil transferase.
Sindrom Crigler-Najjar tipe 1 merupakan gangguan herediter yang
jarang terjadi. Penyebabnya adlaah suatu gen resesif, dengan tidak adanya
glukoronil transferase sama sekali sejak lahir. Oleh karena itu tidak terjadi
konjugasi bilirubin sehingga empedu tidak berwarna dan kadar bilirubin
tak terkonjugasi melampaui 20 mg/100 ml. hal ini menyebabkan terjadinya
kernicterus. Fototerapi dapat mengurangi hyperbilirubinemia tak
terkonjugasi untuk sementara waktu, tetapi biasanya bayi meninggal pada
usia satu tahun. Sindrom Crigler-Najjar tiper II adalah bentuk penyakit
yang lebih ringan, diwariskan sebagai suatu sifat genetik dominan dengan

15
defisiensi sebagian glukoronil transferase. Kadar bilirubin tak terkonjugasi
serum lebih rendah (6 sampai 20 mg/dl) dan icterus mungkin tidak telihat
sampai usia remaja. Fenobarbital yang meningkatkan aktivitas glukoronil
transferase seringkali dapat menghilangkan ikterus pada pasien ini.

4. Penurunan ekskresi bilirubin terkonjugasi


Gangguan ekskresi bilirubin, baik yang disebabkan oleh factor
fungsional maupun obstruktif, terutama menyebabkan terjadinya
hiperbilirubinemia terkonjugasi. Bilirubin terkonjugasi larut dalam air,
sehingga dapat diekskresi dalam urin dan menimbulkan bilirubinuria serta
urin yang gelap. Urobilinogen feses dan urobilinogen urin sering menurun
sehigga feses terlihat pucat. Pengingkatan kadar bilirubin terkonjugasi
dapat disertai bukti-bukti kegagalan ekskresi hati lainnya, seperti
peningkatan kadar fosfatase alkali, AST, kolesterol, dan garam empedu
dalam serum. Kadar garam empedu yang meningkat dalam darah
menimbulkan gatal-gatal pada ikterus. Ikterus akibat hiperbilirubinemia
terkonjugasi biasanya lebih kuning dbandingan akibat hiperbilirubinemia
tak terkonjugasi. Perubahan warna berkisar dari oranye-kuning muda atau
tua sampai kuning-hijau muda atau tua bila terjadi obstruksi total aliran
empedu. Perubahan ini merupakan bukti adanya ikterus kolestatik¸ yang
merupakan nama lain dari ikterus obstruktif. Kolestasis dapat bersifat
intrahepatik (mengenai sel hati, kanalikuli, atau kolangiola) atau
ekstrahepatik (mengenai saluran empedu di luar hati). Pada kedua keadaan
ini terdapat ganguan biokimia yang serupa.
Penyebab tersering kolestasis intrahepatic adalah penyakit
hepatoselular dengan kerusakan sel parenkim hati akibat hepatitis virus
atau berbagai jenis sirosis. Pada penyakit ini, pembengkakan dan
disorganisasi sel hati dapat menekan dan menghambat kenalikuli atau
kolangiola. Penyakit hepatoselular biasanya mengganggu semua fase
metabolisme bilirubin—ambilan, konjugasi, dan ekskresi—tetapi ekskresi
baisanya paling terganggu, sehingga yang paling menonjol adalah

16
hiperbilirubinemia terkonjugasi. Penyebab kolestasis intraheatik yang
lebih jarang adaah pemakaian obat-obatan tertentu, dan gangguan
herediter Dubin-Johnson serta sindrom Rotot (jarang terjadi). Pada
keadaan ini, terjadi gangguan transfer bilirubin melalui membrane heptosit
yang menyebabkan terjadinya retensi bilirubin dalam sel. Obat yang sering
mencetuskan gangguan ini adalah halotan (anestetik), kontrasepsi oral,
estrogen, steroid anabolik, isoniazid, dan klorpromazin.
Penyebab tersering kolestasis ekstrahepatik adalah sumbatan batu
empedu, biasanya pada ujung bawah duktus koledokus; karsinoma kaput
pancreas menyebabkan tekanan pada duktus koledokus dari luar; demikian
juga dengan karsinoma ampula Vateri. Penyebab yang lebih jarang adalah
striktur pasca-peradangan atau setelah operasi, dan pembesaran kelenjar
limfe pada porta hepatis. Lesi intrahepatik seperti hepatoma kadang-
kadang dapat menyumbat duktus hepatikus kanan atau kiri.

17
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Bilirubin adalah pigmen berwarna kuning yang merupakan produk utama
dari hasil perombakan heme dari hemoglobin yang terjadi akibat perombakan
sel darah merah oleh sel retikuloendotel. Pada individu normal, Sekitar 80
hingga 85% bilirubin terbentuk dari pemecahan eritrosit tua dalam sistem
monosit -makrofag. Masa hidup rata rata eritrosit adalah 120 hari. Setiap hari
di hancurkan sekitar 50 ml darah, dan menghasilkan 250 sampai 350 mg
bilirubin. Bilirubin terbagi menjadi bilirubin tak terkonjugasi dan bilirubin
terkonjugasi. Bilirubin tak terkonjugasi larut dalam lemak, tidak larut dalam air,
dan tidak dapat di eksresi dalam empedu atau urin. Sedangkan bilirubin
terkonjugasi tidak larut dalam lemak, tetapi larut dalam air dan dapat di
eksresikan dalam empedu dan urin.
Ikterus adalah penimbunan pigmen empedu dalam tubuh yang
menyebabkan terjadinya perubahan warna jaringan menjadi kuning dan
biasanya dapat dideteksi pada sklera, kulit atau urin yang menjadi gelap. Empat
mekanisme umum yang menyebabkan hiperbilirubinemia dan ikterus yaitu:
1. Pembentukan bilirubin yang berlebihan.
2. Gangguan pengambilan bilirubin tak terkonjugasi oleh hati.
3. Gangguan konjugasi bilirubin.
4. Penurunan ekskresi bilirubin terkonjugasi.

B. Saran
Setelah membaca makalah ini, diharapkan baik pembaca maupun penulis
dapat memahami tentang metabolisme bilirubin dan ikterus. Semoga makalah
ini dapat bermanfaar bagi kita baik dimasa sekarang maupun masa yang akan
datang. Penulis memohon kritik dan saran bagi pembaca demi kesempurnaan
makalah ini.

18
DAFTAR PUSTAKA

Ilyas, Jumarni. (1994). Asuhan Keperawatan Perinatal. Jakarta: EGC

Kowalak, Jennifer P. (2011). Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC

Price, S. A. (2005). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta:


EGC

Seswoyo. (2016). Pengaruh Cahaya Terhadap Kadar Bilirubin Total Serum Segera
dan Serum Simpan pada Suhu 20-25°C selama 24 Jam.

Timotius, Kris H. (2017). Heme: Biosintesis, Degredasi, serta Kelainan yang


Dapat Menyertai. Yogyakrta: ANDI

Waluyo, Srikandi. (2011). 100 Questions & Answers: Hepatitis. Jakarta: PT Elex
Media Komputindo

19

Anda mungkin juga menyukai