CI AKADEMIK CI KLINIK
( )( )
AssalamualaikumWr.Wb
Puji syukur kelompok ucapkan kepada Allah SWT, karena atas berkah dan
Rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan Laporan Seminar Akhir Kasus di ruangan
Nicu RSUD Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi.
Laporan Seminar Akhir Kasus ini diajukan sebagai salah satu persyaratan
dalam menyelesaikan stase keperawatan anak di ruangan Nicu (Perinatologi) RSUD
Dr.Achmad Mochtar Bukittinggi. Selama proses penyusunan Laporan Seminar Akhir
Kasus ini, pkelompok banyak mendapat bimbingan arahan dan bantuan dari berbagai
pihak. Oleh karenan itu, pada kesempatan ini kelompok mengucapkan terima kasih
kepada:
COVER
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................6
A. Latar Belakang....................................................................................................6
B. Rumusan Masalah...............................................................................................7
C. Tujuan Penulisan................................................................................................7
D. Manfaat Penulisan..............................................................................................8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................10
A. KONSEP DASAR HIPERBILIRUBIN...........................................................10
1. Definisi Hiperbilirubin..................................................................................10
2. Etiologi..........................................................................................................10
3. Klasifikasi.....................................................................................................11
4. Manifestasi Klinik.........................................................................................12
5. Patofisiologi..................................................................................................13
6. Pemeriksaan Penunjang................................................................................15
7. Komplikasi....................................................................................................16
8. Penatalaksanaan............................................................................................16
9. Pencegahan...................................................................................................18
B. ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS.......................................................19
1. Pengkajian.....................................................................................................19
2. Diagnosa keperawatan..................................................................................19
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki angka kematian
bayi (AKB) tertinggi di ASEAN dan 63 persen dari total angka kematian bayi
tersebut adalah berasal dari kematian neonatus (Badan Pusat Statistik et al.,
2018). Salah satu penyebab tersering yang berkontribusi pada angka kematian
bayi tersebut adalah hiperbilirubinemia (Badan Pusat Statistik et al., 2013). Hal
ini disebabkan oleh adanya peningkatan kadar bilirubin yang bersifat toksik
dapat menyebabkan kerusakan otak dan berakhir pada kematian bayi.
Komplikasi lainnya yang dapat terjadi pada bayi yaitu seperti tuli saraf, cerebral
palsy, retardasi mental, dan paralisis otot mata (Marcdante et al., 2014).
Hiperbilirubin adalah kondisi yang sering ditemukan pada neonatus dan
dapat disebabkan atas dasar proses fisiologis maupun patologis (Marcdante et al.,
2014). Peningkatan bilirubin pada saat baru lahir umumnya ditemukan atas dasar
fisiologis, namun sekitar 10% kasus adalah atas dasar patologis dan memiliki
risiko tinggi untuk terjadinya kematian (Yasadipura C. C et al., 2020). Yazdiha et
al (2018) menyatakan bahwa memprediksikan kemungkinan kejadian insidensi
ikterus atau hiperbilirubinemia neonatorum sebaiknya dilakukan sebelum bayi
dilahirkan agar dapat mempersiapkan diri lebih baik untuk pencegahan
komplikasi hiperbilirubinemia tersebut. Faktor-faktor dari pihak ibu dan pihak
bayi yang dapat dinilai sebelum atau sesaat bayi dilahirkan salah satunya adalah
kejadian berat badan lahir rendah (BBLR) dan jenis persalinan (Rohsiswatmo &
Amandito, 2018).
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada makalah ini adalah bagaimanakah Asuhan
keperawatan pada by.Ny.S dengan Hiperbilirubin Diruangan Perinatology
Rumah Sakit Achmad Mochtar (RSAM) Bukittinggi Tahun 2022.
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Untuk memahami Asuhan keperawatan pada by.Ny.S dengan
Hiperbilirubin Diruangan Perinatology Rumah Sakit Achmad Mochtar
(RSAM) Bukittinggi Tahun 2022.
2. Tujuan khusus
a. Mampu melakukan pengkajian pada By.Ny.S dengan Hiperbilirubin
diruangan Perinatology Rumah Sakit Achmad Mochtar (RSAM)
Bukittinggi Tahun 2022
b. Mampu menegakkan dan memprioritaskan diagnose keperawatan pada
By.Ny.S dengan Hiperbilirubin diruangan Perinatology Rumah Sakit
Achmad Mochtar (RSAM) Bukittinggi Tahun 2022
c. Mampu membuat rencana tindakan pada By.Ny.S dengan Hiperbilirubin
diruangan Perinatology Rumah Sakit Achmad Mochtar (RSAM)
Bukittinggi Tahun 2022
d. Mampu melakukan implementasi pada By.Ny.S dengan Hiperbilirubin
diruangan Perinatology Rumah Sakit Achmad Mochtar (RSAM)
Bukittinggi Tahun 2022
e. Mampu melakukan evaluasi pada By.Ny.S dengan Hiperbilirubin
diruangan Perinatology Rumah Sakit Achmad Mochtar (RSAM)
Bukittinggi Tahun 2022
f. Mampu melakukan pendokumentasian pada By.Ny.S dengan
Hiperbilirubin diruangan Perinatology Rumah Sakit Achmad Mochtar
(RSAM) Bukittinggi Tahun 2022
g. Mampu menganalisis antara teori dan kasus yang didapatkan tentang
masalah Hiperbilirubin diruangan Perinatology Rumah Sakit Achmad
Mochtar (RSAM) Bukittinggi Tahun 2022
D. Manfaat Penulisan
1. Bagi pelayanan Kesehatan
Laporan asuhan keperawatan ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pelayanan
kesehatan khususnya dalam peningkatan dalam mengoptimalkan asuhan
keperawatan pada pasien dengan hiperbilirubin.
2. Bagi Instritusi Pendidikan
Sebagai bahan masukan dan informasi dalam memberikan asuhan
keperawatan serta pengelolaan dan analisa kasus khususnya mengenai
hiperbilirubin serta meningkatkan perannya dalam meningkatkan pemahaman
mahasiswa.
3. Bagi Mahasiswa
Sebagai masukan dan informasi dalam melakukan asuhan keperawatan
yang berhubungan dengan gambaran secara umum baik dalam pengkajian,
dalam menegakkan diagnose, menyusun intervensi keperawatan,
melakukan implementasi serta dalam melakukan evaluasi atas
implementasi yang telah diberikan dalam upaya penanganan kasus
hiperbilirubin.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. Etiologi
Penyebab icterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun
dapat disebabkan oleh beberapa factor :
a. Produksi yang berlebihan
Hal ini melibihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya, misalnya pada
hemolisis yang bawaan. Obstruksi dalam hepar biasanya akibat infeksi
atau kerusakan hepar oleh penyebab lain.
b. Pembentukan bilirubin yang berlebihan
c. Gangguan pengambilan (uptake) dan transportasi bilirubin dalam hati
d. Gangguan konjugasi bilirubin.
e. Penyakit Hemolitik, yaitu meningkatnya kecepatan pemecahan sel darah
merah. Disebut juga ikterus hemolitik. Hemolisis dapat pula timbul
karena adanya perdarahan tertutup.
f. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan,
misalnya Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obatan tertentu.
g. Gangguan fungsi hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme
atau toksin yang dapat langsung merusak sel hati dan sel darah merah
seperti : infeksi toxoplasma. Siphilis.
3. Klasifikasi
a. Ikterus prehepatik Disebabkan oleh produksi bilirubin yang berlebihan
akibat hemolisis sel darah merah. Kemampuan hati untuk melaksanakan
konjugasi terbatas terutama pada disfungsi hati sehingga menyebabkan
kenaikan bilirubin yang tidak terkonjugasi.
b. Ikterus hepatic Disebabkan karena adanya kerusakan sel parenkim hati.
Akibat kerusakan hati maka terjadi gangguan bilirubin tidak terkonjugasi
masuk ke dalam hati serta gangguan akibat konjugasi bilirubin yang tidak
sempurna dikeluarkan ke dalam doktus hepatikus karena terjadi retensi
dan regurgitasi.
c. Ikterus kolestatik Disebabkan oleh bendungan dalam saluran empedu
sehingga empedu dan bilirubin terkonjugasi tidak dapat dialirkan ke
dalam usus halus. Akibatnya adalah peningkatan bilirubin terkonjugasi
dalam serum dan bilirubin dalam urin, tetapi tidak didaptkan urobilirubin
dalam tinja dan urin.
d. Ikterus neonatus fisiologi Terjadi pada 2-4 hari setelah bayi baru lahir dan
akan sembuh pada hari ke-7. penyebabnya organ hati yang belum matang
dalam memproses bilirubin
e. Ikterus neonatus patologis Terjadi karena factor penyakit atau infeksi.
Biasanya disertai suhu badan yang tinggi dan berat badan tidak
bertambah.
4. Manifestasi Klinik
a. Kulit berwarna kuning sampe jingga
b. Pasien tampak lemah
c. Nafsu makan berkurang
d. Refleks hisap kurang
e. Urine pekat
f. Perut buncit
g. Pembesaran lien dan hati
h. Gangguan neurologic
i. Feses seperti dempul
j. Kadar bilirubin total mencapai 29 mg/dl.
k. Terdapat ikterus pada sklera, kuku/kulit dan membran mukosa.
1.) Jaundice yang tampak 24 jam pertama disebabkan penyakit hemolitik
pada bayi baru lahir, sepsis atau ibu dengan diabetk atau infeksi.
2.) Jaundice yang tampak pada hari ke 2 atau 3 dan mencapai puncak
pada hari ke 3-4 dan menurun hari ke 5-7 yang biasanya merupakan
jaundice fisiologi.
5. Patofisiologi
Hiperbilirubin tak terkonjungsi terutama disebabkan oleh tiga
mekanisme pertama, sedangkan mekanisme keempat terutama menyebabkan
hiperbilirubin terkonjungasi. Penyakit hemolitik atau peningkatan laju
destruksi eritrosit merupakan penyebab tersering dari pembentukan bilirubin
yag berlebihan. Ikterus yang timbul sering disebut sebagai ikterus hemolitik.
Konjugasi dan transfer pigmen empedu berlangsung normal, tetapi suplai
bilirubin tak terkonjugasi melampaui kemampuan hati. Hal ini
mengakibatkan peningkatan kadar bilirubin tak terkonjugasi dalam darah.
Meskipun demikian, pada penderita hemolitik berat, kadar bilirubin serum
jarang melebihi 5 mg/dl dan ikterus yang timbul bersifat ringan serta bewarna
kuning pucat.
Bilirubin tak terkonjugasi tidak larut dalam air, sehingga tidak dapat
dieskresi dalam urin dan tidak terjadi bilirubin. Namun demikian terjadi
peningkatan pembentukan urobilinogen (akibat peningkatan bebab bilirubin
terhadap hati dan peningkatan konjugasi serta eskresi) yang selanjutnya
menagkibatkan peningkatan eksresi dalam feses dan urin. Urin dan feses
berwarna lebih gelap. Beberapa penyebab lazim ikterus hemolitik adalah Hb
abnormal (hemoglobin S pada anemia sel sabit), eritrosit abnormal
(sferositosis herediter) antibodi dalam serum (inkompatibilitas Rh atau
tranfuse akibat penyakit hemolitik autoimun) pemberian beberapa obat, dan
peningkatan hemolisis.
Sebagaian kasus ikterus hemolitik dapat disebabkan oleh suatu proses
yang disebut sebagai eritopoesis yang tidak efektif. Proses ini meningkatkan
destruksi eritrosit atau prekursornya dalam sumsum tulang (talasemia, anemia
pernisiosa dan porfilira). Pada orang dewasa, pembentukan bilirubin yang
berlebihan yang berlangsung kronis dapat menyebabkan terbentuknya batu
empedu yang mengandung sejumlah besar bilirubin, di luar itu, hiperbilirubin
rinan umumnya tidak membahayakan. Pengobatan langsung di yujukan untuk
memperbaiki penyakit hemolitik. Akan tetapi, kadar bilirubin tak
terkonjungasi yang melebihi 20 mg/dl pada bayi dapat menyebbakan
terjadinya kernikterus.
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan bilirubin serum
1.) Pada bayi cukup bulan, bilirubin mencapai kurang lebih 6mg/dl antara
2-4 hari setelah lahir. Apabila nilainya lebih dari 10mg/dl tidak
fisiologis.
2.) Pada bayi premature, kadar bilirubin mencapai puncak 10-12 mg/dl
antara 5-7 hari setelah lahir. Kadar bilirubin yang lebih dari 14mg/dl
tidak fisiologis.
b. Pemeriksaan radiology
Diperlukan untuk melihat adanya metastasis di paru atau peningkatan
diafragma kanan pada pembesaran hati, seperti abses hati atau hepatoma
c. Ultrasonografi
Digunakan untuk membedakan antara kolestatis intra hepatic dengan
ekstra hepatic.
d. Biopsy
Hati Digunakan untuk memastikan diagnosa terutama pada kasus yang
sukar seperti untuk membedakan obstruksi ekstra hepatic dengan intra
hepatic selain itu juga untuk memastikan keadaan seperti hepatitis, serosis
hati, hepatoma.
e. Peritoneoskopi
Dilakukan untuk memastikan diagnosis dan dapat dibuat foto
dokumentasi untuk perbandingan pada pemeriksaan ulangan pada
penderita penyakit ini
f. Laparatomi
Dilakukan untuk memastikan diagnosis dan dapat dibuat foto
dokumentasi untuk perbandingan pada pemeriksaan ulangan pada
penderita penyakit ini.
7. Komplikasi
a. Retardasi mental - Kerusakan neurologis
b. Gangguan pendengaran dan penglihatan
c. Kematian
d. Kernikterus
8. Penatalaksanaan
a. Tindakan umum
Memeriksa golongan darah ibu (Rh, ABO) pada waktu hamil Mencegah
truma lahir, pemberian obat pada ibu hamil atau bayi baru lahir yang
dapat menimbulkan ikhterus, infeksi dan dehidrasi. Pemberian makanan
dini dengan jumlah cairan dan kalori yang sesuai dengan kebutuhan bayi
baru lahir. Imunisasi yang cukup baik di tempat bayi dirawat.
b. Tindakan khusus
Fototerapi Dilakukan apabila telah ditegakkan hiperbilirubin patologis
dan berfungsi untuk menurunkan bilirubin dalam kulit melalui tinja dan
urine dengan oksidasi foto.
c. Pemberian fenobarbital
Mempercepat konjugasi dan mempermudah ekskresi. Namun pemberian
ini tidak efektif karena dapat menyebabkan gangguan metabolic dan
pernafasan baik pada ibu dan bayi. Memberi substrat yang kurang untuk
transportasi/ konjugasi misalnya pemberian albumin karena akan
mempercepat keluarnya bilirubin dari ekstravaskuler ke vaskuler
sehingga bilirubin lebih mudah dikeluarkan dengan transfuse tukar.
Melakukan dekomposisi bilirubin dengan fototerapi untuk mencegah efek
cahaya berlebihan dari sinar yang ditimbulkan dan dikhawatirkan akan
merusak retina. Terapi ini juga digunakan untuk menurunkan kadar
bilirubin serum pada neonatus dengan hiperbilirubin jinak hingga
moderat.
d. Terapi transfuse
Digunakan untuk menurunkan kadar bilirubin yang tinggi.
e. Terapi obat-obatan
Misalnya obat phenorbarbital/luminal untuk meningkatkan bilirubin di sel
hati yang menyebabkan sifat indirect menjadi direct, selain itu juga
berguna untuk mengurangi timbulnya bilirubin dan mengangkut bilirubin
bebas ke organ hari.
9. Pencegahan
Ikterus dapat dicegah dan dihentikan peningkatannya dengan:
a. Pengawasan antenatal yang baik
b. Menghindari obat yang dapat meningkatkan ikterus pada bayi dan masa
kehamilan dan kelahiran, contoh :sulfaforazol, novobiosin, oksitosin.
c. Pencegahan dan mengobati hipoksia pada janin dan neonatus.
d. Penggunaan fenobarbital pada ibu 1-2 hari sebelum partus.
e. Imunisasi yang baik pada bayi baru lahir
f. Pemberian makanan yang dini.
g. Pencegahan infeksi.
B. ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
1. Pengkajian
a. Riwayat orang tua:
Ketidakseimbangan golongan darah ibu dan anak seperti Rh, ABO,
Polisitemia, Infeksi, Hematoma, Obstruksi Pencernaan dan ASI.
b. Pemeriksaan Fisik:
Kuning, Pallor Konvulsi, Letargi, Hipotonik, menangis melengking,
refleks menyusui yang lemah, Iritabilitas.
c. Pengkajian Psikososial:
Dampak sakit anak pada hubungan dengan orang tua, apakah orang tua
merasa bersalah, masalah Bonding, perpisahan dengan anak.
d. Pengetahuan Keluarga meliputi:
Penyebab penyakit dan pengobatan, perawatan lebih lanjut, apakah
mengenal keluarga lain yang memiliki yang sama, tingkat pendidikan,
kemampuan mempelajari Hiperbilirubinemia
2. Diagnosa keperawatan
BAB III
TINJAUAN KASUS
I. DATA NEONATUS
Nama : By. Ny. S
Tanggal Dirawat : 24-10-2022
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Alamat : Palupuh, Agam
Tanggal Lahir/Usia : Muaro, 10-10-2022
Nama Orang Tua : Tn.A/Tn.A
Pendidikan Ayah/Ibu : SD/SD
Pekerjaaan Ayah/Ibu : Petani/IRT
Usia Ayah/Ibu : 31 thn/25 thn
Diagnosa Medis : Hiperbilirubin
Apgar Score :
Usia Gestasi : 34-35 minggu
Berat Badan : 3000 gram
Panjang Badan : 45 cm
Komplikasi Persalinan :
HCT= 52,4 %
DO:
HCT= 52,4 %
DO:
Prioritas masalah
1. Pola nafas tidak efektif b.d kelemahan otot pernafasan
2. Gangguan integritas kulit b.d perubahan sirkulasi
No Dignosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif b.d Setelah dilakukan tindakan Manajemen jalan nafas
kelemahan otot pernafasan keperawatan selama 3x24 jam Observasi :
di harapkan pola nafas 1. Monitor pola nafas
membaik dengan kriteria hasil : (frekuensi, kedalaman, usaha
1. Penggunaan otot bantu nafas)
nafas membaik 2. Monitor bunyi nafas
2. Pernapasan cuping tambahan (mis,
hidung membaik gurgling,mengi, wheezing,
3. Frekuensi nafas ronkhi kering)
membaik 3. Monitor sputum (jumlah,
warna, aroma)
Terapeutik
1. Pertahankan kepatenan jalan
nafas dengan head-tilt dan
chin-lift
2. Posisikan semo fowler atau
fowler
3. Berikan minuman hangat
4. Lakukan fisioterapi dada
5. Lakukan penghisapan lendir
6. Lakukan hiperoksigenasi
sebelum penghisapan
endotrakeal
7. Berikan oksigen
Edukasi
Anjurkan asupan cairan 2000
ml/hari, jika tidak kontraindikasi
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
bronkodilator,ekspektoran,mukolitik
2. Gangguan integritas kulit Setelah di lakukan tindakan Observasi:
b.d sinar dengan intensitas keperawatan 3x24 jam di 1. Identifikasi
tinggi fototerapi harapkan kebutuhan kulit bayi penyebab gangguan
dapat di pertahankan. integritas kulit
Terapeutik:
1. Ubah posisi setiap 2
jam.
2. Bersihkan perineal
dengan air hangat.
3. Gunakan produk
berbahan petrolium
atau minyak pada
kulit kering.
4. Gunakan produk
berbahan
ringan/alami
hipoalergik pada
kulit sensitif.
5. Hindari produk
berbahan dasar
alkohol pada kulit
kering.
Edukasi:
1. Anjurkan
menggunakan
pelembab.
3. Anjurkan
meningkatkan
asupan nutrisi.
4. Anjurkan
meningkatkan buah
dan sayur.
5. Anjurkan
menghindari
terpapar suhu
ekstrem.
6. Anjurkan
menggunakan tabir
surya SPF minimal
30 saat berada di
luar rumah.
Anjurkan mandi dan menggunakan
sabun secukupnya.
No Hari/tgl Diagnosa Implementasi keperawatan Evaluasi (Soap)
1. Pola nafas tidak 1. Monitor pola nafas S:-
efektif b.d (frekuensi, kedalaman, O:
kelemahan otot usaha nafas)
pernafasan 2. Monitor bunyi nafas
tambahan (mis,
gurgling,mengi, wheezing,
ronkhi kering)
3. Monitor sputum (jumlah,
warna, aroma)