Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI IKTERUS NEONATORUM DENGAN


PEMAKAIAN TERAPI LAMPU

Disusun Oleh:

Nama : Nur Isnaini


NIM : 201801164
Kelas : D

STIKES BINA SEHAT PPNI


JL RAYA JABON KM.6 MOJOKERTO
TELP./FAX (0321) 390203 EMAIL:STIKES _PPNI@YAHOO.CO.ID
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis sampaikan kehadirat Allah SWT, shalawat dan salam juga
disampaikan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW. Serta sahabat dan keluarganya,
seayun langkah dan seiring bahu dalam menegakkan agama Allah. Dengan kebaikan beliau telah
membawa kita dari alam kebodohan ke alam yang berilmu pengetahuan.

Dalam rangka melengkapi tugas dari mata kuliah Maternitas dengan ini penulis mengangkat
judul “ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI IKTERUS NEONATORUM DENGAN
PEMAKAIAN TERAPI LAMPU”.Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari cara penulisan, maupun isinya.Oleh karena
itu penulis sangat mengharapkan kritikan dan saran-saran yang dapat membangun demi
kesempurnaan makalah ini.

Mojokerto, 19 Juni 2020

( Penyusun )

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR........................................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................................ii
BAB I        PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang............................................................................................1
1.2 Rumusan masalah.......................................................................................1
1.3 Tujuan.........................................................................................................1
BAB II      PEMBAHASAN
                   2.1  Definisi....................................................................................................3
2.2Klasifikasi..................................................................................................3
                   2.3 Etiologi.....................................................................................................4
                   2.4 Patofisiologi..............................................................................................5
                   2.5 Patway......................................................................................................6
                   2.6 Manifestasi Klinis ...................................................................................7
                   2.7 Komplikasi................................................................................................7
                   2.8  Pemeriksaan penunjang...........................................................................8
2.9 Penatalaksanaan.......................................................................................8
 BAB III     KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI IKTERUS
NEONATORUM DENGAN PEMAKAIAN TERAPI LAMPU
                   3.1 Pengkajian.............................................................................................10
                   3.2 Diagnosa Keperawatan..........................................................................11
                   3.3 Intervesi Keperawatan ..........................................................................12
BAB IV     PENUTUP
                   4.1 Kesimpulan ............................................................................................15
                   4.2 Saran......................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................16

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Ikterus merupakan suatu gejala yang sering ditemukan pada Bayi Baru Lahir (BBL).
Menurut beberapa penulis kejadian ikterus pada BBL berkisar 50 % pada bayi cukup bulan
dan 75 % pada bayi kurang bulan. Perawatan Ikterus berbeda diantara negara tertentu,
tempat pelayanan tertentu dan waktu tertentu. Hal ini disebabkan adanya perbedaan
pengelolaan pada BBL, seperti ; pemberian makanan dini, kondisi ruang perawatan,
penggunaan beberapa propilaksi (misal; luminal) pada ibu dan bayi, fototherapi dan transfusi
pengganti.
Asuhan keperawatan pada klien selama post partum juga terlalu singkat, sehingga klien dan
keluarga harus dibekali pengetahuan, ketrampilan dan informasi tempat rujukan, cara
merawat bayi dan dirinya sendiri selama di rumah sakit dan perawatan di rumah. Perawat
sebagai salah satu anggota tim kesehatan mempunyai peranan dalam memberikan asuhan
keperawatan secara paripurna.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa Definisi Ikterus Neonatorum?
2. Apa Etiologi Ikterus Neonatorum ?
3. Apa Manifestasi Klinis Ikterus Neonatorum ?
4. Bagaimana Patofisiologi Ikterus Neonatorum ?
5. Apa Komplikasi Ikterus Neonatorum ?
6. Bagaimana Penatalaksanaan Ikterus Neonatorum ?
7. Bagaimana pengkajian asuhan keperawatan Ikterus Neonatorum?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui Definisi Ikterus Neonatorum.
2. Untuk memahami etiologi Ikterus Neonatorum..
3. Untuk mengetahui manifestasi klinis Ikterus Neonatorum.

1
4. Untuk mengetahui patofisiologi Ikterus Neonatorum.
5. Untuk mengetahui Penatalaksanaan Ikterus Neonatorum.
6. Mengidentifikasi penatalaksanaan Ikterus Neonatorum ?
7. Mengidentifikasi pengkajian asuhan keperawatan Ikterus Neonatorum

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Ikterus adalah warna kuning yang tampak pada kulit dan mukosa karena adanya bilirubin
pada jaringan tersebut akibat peningkatan kadar bilirubin dalam darah (Brooker, 2001).

Ikterus adalah warna kuning pada kulit, konjungtiva dan selaput akibat penumpukan
bilirubin. Sedangkan hiperbilirubinemia adalah ikterus dengan konsentrasi bilirubin serum yang
menjurus ke arah terjadinya kernikterus atau ensefalopati bilirubin bila kadar bilirubin yang tidak
dikendalikan ( Markum, A.H 1991).

Ikterus adalah warna kekuningan pada kulit yang timbul pada hari ke 2-3 setelah lahir,
yang tidak mempunyai dasar patologis dan akan menghilang dengan sendirinya pada hari ke 10.
( Nursalam,2005).

Ikterus adalah gejala kuning pada sclera kulit dan mata akibat bilirubin yang berlebihan di
dalam darah dan jaringan. Normalnya bilirubin serum kurang dari 9µmol/L (0,5 mg%). Ikterus
nyata secara klinis jika kadar bilirubin meningkat diatas 35 µmol/L (2 mg%) (Wim de Jong et al.
2005).

2.2 Klasifikasi

Ikterus pada neonatorum dapat dibagi dua :


1. Ikterus fisiologi
Ikterus muncul pada hari ke 2 atau ke 3, dan tampak jelas pada hari 5-6 dan
menghilang hari ke 10. Bayi tampak biasa , minum baik , BB naik biasa. Kadar
bilirubin pada bayi aterm  tidak lebih dari 12 mg /dl, pada BBLR 10 mg/dl, dan akan
hilang pada hari ke-14. Penyebab ikterus fisiologis diantaranya karena kekurang
protein Y dan , enzim glukoronil transferase yang cukup jumlahnya
2. Ikterus Patologis

3
a. Ikterus yang muncul dalam 24 jam kehidupan ,, serum bilirubin total lebih dari 12
mg/dl.
b. Peningkatan bilirubin  5 mg persen   atau lebih dalam 24 jam
c. Konsentrasi bilirubin  serum melebihi 10 mg/dl pada bayi premature atau 12 mg/dl
pada bayi aterm.
d. Ikterus yang disertai  proses hemolisis
e. Bilirubin Direk lebih dari  mg/dl, atau kenaikan bilirubin serum mg/dl/jam atau 5
mg/dl/hari.
f. Ikterus menetap setelah bayi berumur  10 hari   pada bayi aterm  dan 14 hari pada
BBLR.

Keadaan yang menyebabkan ikterus  patologis adalah

a. Penyakit hemolitik
b. Kelainan sel darah  merah
c. Hemolisis : hematoma, Polisitemia, perdarahan karena trauma jalan lahir.
d. Infeksi
e. Kelainan metabolic : hipoglikemia, galaktosemia
f. Obat-obatan yang menggantikan ikatan bilirubin dengan albumin seperti :
sulfonaamida, salisilat, sodium bensoat, gentamisin,
g. Pirau enterohepatik yang meninggi : obstruksi usus letak tinggi, hirschsprung.

2.3 Etiologi

Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat disebabkan oleh
beberapa faktor. Secara garis besar, ikterus neonatarum dapat dibagi :
a. Produksi yang berlebihan Hal ini melebihi kemampuan bayi untuk
mengeluarkannya, misalnya pada hemolisis yang meningkat pada inkompatibilitas
Rh, ABO, golongan darah lain, defisiensi G6PD, piruvat kinase, perdarahan
tertutup dan sepsis.
b. Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar Gangguan ini dapat
disebabkan oleh imaturitas hepar, kurangnya substrat untuk konjugasi bilirubin,
gangguan fungsi hepar, akibat asidosis, hipoksia dan infeksi atau tidak terdapatnya

4
enzim glukorinil transferase(Sindrom Criggler-Najjar). Penyebab lain adalah
defisiensi protein Y dalam hepar yang berperanan penting dalam uptake bilirubin
ke sel hepar.
c. Gangguan transportasi Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian
diangkut ke hepar. Ikatan bilirubin dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat
misalnya salisilat, sulfarazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak
terdapatnya bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat ke sel
otak.
d. Gangguan dalam eksresi Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar
atau di luar hepar. Kelainan di luar hepar biasanya diakibatkan oleh kelainan
bawaan. Obstruksi dalam hepar biasanya akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh
penyebab lain. (Hassan et al.2005).
2.4 Patofisiologi

Bilirubin adalah produk pemecahan hemoglobin yang berasal dari pengrusakan sel darah
merah /RBCs. Ketika RBCs rusak maka produknya kan masuk sirkulasi, dimana hemoglobin
pecah menjadi heme dan globin. Globin (protein ) digunakan kembali oleh tubuh sedangkan
heme akan dirubah menjadi bilirubin unkonjugata dan berikatan dengan albumin.

Didalam liver bilirubin berikatan dengan protein plasma dan dengan bantuan ensim
glukoronil transferase dirubah menjadi bilirubin konjugata yang akan dikeluarkan lewat saluran
empedu ke saluran intestinal. Di Intestinal dengan bantuan bakteri saluran intestinal akan
ddirubah menjadi urobilinogen dan starcobilin yang akan memberi warna pada faeces. Umumnya
bilirubin akan diekskresi lewat faeces dalam bentuk stakobilin dan sedikit melalui urine dalam
bentuk urobilinogen.

Pada BBL bbilirubin direk dapat dirubah menjadi bilirubin indirek didalam usus karena
terdapat beta –glukoronidase yang berperan penting terhadap perubahan tersebut. Bilirubin
inddirek diserap lagi oleh usus kemudian masuk kembali ke hati .Keadaan ikterus di pengaruhi
oleh :

a. Faktor produksi yng berlebihan melampaui pengeluaran : hemolitik yang meningkat


b. Gangguan uptake dan konjugasi hepar karena imaturasi hepar.

5
c. Gangguan transportasi ikatan bilirubin + albumin menuju hepar , defiiensi albumin
menyebabkan semakin banyak bilirubin bebas ddalam darah yang mudah melewati sawar
otak sehingga terjadi kernicterus
d. Gangguan ekskresi akibat sumbatan dalam hepar atau diluar hepar, karena kelainan
bawaan/infeksi atau kerusakan hepar karena penyakit lain.
2.5 PATHWAY

Hemoglobin

Hemo Globin

Feco Biliverdin

Pemecahan bilirubin
Peningkatan destruksi eritrosit
berlebih
(ggn konjungsi bilirubin/ ggn
transport bilirubin/ peningkatan
siklus enteropetik) Hb dan
eritrosit abnormal Suplai bilirubin
melebihi tampungan
hepar

Hepar tidak mampu


melakukan konjugasi

Ikterik neonatus Peningkatan bilirubin


unjongned dalam darah ->
Sebagian masuk
pengeluaran mekonium
Ikterus pada kembali ke siklus
terlambat/ obstruksi usus ->
sklera leher dan amerohepatik
tinja berwarna pucat
badan,
peningkatan
bilirubin indirect

Kerusakan Indikasi fototerapi


integritas kulit

Sinar dengan intensitas

6
Kekurangan Resiko cidera Gangguan suhu
volume cairan
tubuh
2.6 Manifestasi Klinis

Gejala utamanya adalah kuning di kulit, konjungtiva dan mukosa. Disamping itu dapat pula
disertai dengan gejala-gejala:

a. Dehidrasi: Asupan kalori tidak adekuat (misalnya: kurang minum, muntah-muntah)


b. Pucat : Sering berkaitan dengan anemia hemolitik (mis. Ketidakcocokan golongan darah
ABO, rhesus, defisiensi G6PD) atau kehilangan darah ekstravaskular.
c. Trauma lahir: Bruising, sefalhematom (peradarahn kepala), perdarahan tertutup lainnya.
d. Pletorik (penumpukan darah): Polisitemia, yang dapat disebabkan oleh keterlambatan
memotong tali pusat, bayi KMK
e. Letargik dan gejala sepsis lainnya
f. Petekiae (bintik merah di kulit) . Sering dikaitkan dengan infeksi congenital, sepsis atau
eritroblastosis
g. Mikrosefali (ukuran kepala lebih kecil dari normal) . Sering berkaitan dengan anemia
hemolitik, infeksi kongenital, penyakit hati
h. Hepatosplenomegali (pembesaran hati dan limpa)
i. Omfalitis (peradangan umbilikus)
j. Hipotiroidisme (defisiensi aktivitas tiroid)
k. Massa abdominal kanan (sering berkaitan dengan duktus koledokus)
l. Feses dempul disertai urin warna coklat Pikirkan ke arah ikterus obstruktif, selanjutnya
konsultasikan ke bagian hepatologi.
2.7 Komplikasi
Komplikasi terjadi kernicterus yaitu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek
pada otak dengan gambaran klinik:
a. Letargi/lemas
b. Kejang
c. Tak mau menghisap
d. Tonus otot meninggi, leher kaku dan akhirnya opistotonus
e. Bila bayi hidup pada umur lebih lanjut dapat terjadi spasme otot, epistotonus, kejang
f. Dapat tuli, gangguan bicara, retardasi mental.

7
2.8 Pemeriksaan penunjang
a. Kadar bilirubin serum (total)
b. Darah tepi lengkap dan gambaran apusan darah tepi
c. Penentuan golongan darah dan Rh dari ibu dan bayi
d. Pemeriksaan kadar enzim G6PD
e. Pada ikterus yang lama, lakukan uji fungsi hati, uji fungsi tiroid, uji urin terhadap
galaktosemia.
f. Bila secara klinis dicurigai sepsis, lakukan pemeriksaan kultur darah, urin, IT rasio dan
pemeriksaan C reaktif protein (CRP).

2.9 Penatalaksanaan
1. Fototherapi
Fototherapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan Transfusi Pengganti untuk
menurunkan Bilirubin. Memaparkan neonatus pada cahaya dengan intensitas yang tinggi ( a
boun of fluorencent light bulbs or bulbs in the blue-light spectrum) akan menurunkan
Bilirubin dalam kulit. Fototherapi menurunkan kadar Bilirubin dengan cara memfasilitasi
eksresi Biliar Bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini terjadi jika cahaya yang diabsorsi jaringan
mengubah Bilirubin tak terkonjugasi menjadi dua isomer yang disebut Fotobilirubin.
Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke pembuluh darah melalui mekanisme difusi. Di dalam
darah Fotobilirubin berikatan dengan Albumin dan dikirim ke Hati. Fotobilirubin kemudian
bergerak ke Empedu dan diekskresi ke dalam Deodenum untuk dibuang bersama feses tanpa
proses konjugasi oleh Hati (Avery dan Taeusch 1984). Hasil Fotodegradasi terbentuk ketika
sinar mengoksidasi Bilirubin dapat dikeluarkan melalui urine.
Fototherapi mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan kadar Bilirubin, tetapi
tidak dapat mengubah penyebab Kekuningan dan Hemolisis dapat menyebabkan Anemia.
Secara umum Fototherapi harus diberikan pada kadar Bilirubin Indirek 4 -5 mg / dl.
Neonatus yang sakit dengan berat badan kurang dari 1000 gram harus di Fototherapi dengan
konsentrasi Bilirubun 5 mg / dl. Beberapa ilmuan mengarahkan untuk memberikan
Fototherapi Propilaksis pada 24 jam pertama pada Bayi Resiko Tinggi dan Berat Badan Lahir
Rendah.

8
2. Tranfusi Pengganti
Transfusi Pengganti atau Imediat diindikasikan adanya faktor-faktor :
a. Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu.
b. Penyakit Hemolisis berat pada bayi baru lahir.
c. Penyakit Hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam pertama.
d. Tes Coombs Positif
e. Kadar Bilirubin Direk lebih besar 3,5 mg / dl pada minggu pertama.
f. Serum Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg / dl pada 48 jam pertama.
g. Hemoglobin kurang dari 12 gr / dl.
h. Bayi dengan Hidrops saat lahir.
i. Bayi pada resiko terjadi Kern Ikterus.
Transfusi Pengganti digunakan untuk :
a. Mengatasi Anemia sel darah merah yang tidak Suseptible (rentan) terhadap sel darah
merah terhadap Antibodi Maternal.
b. Menghilangkan sel darah merah untuk yang Tersensitisasi (kepekaan)
c. Menghilangkan Serum Bilirubin
d. Meningkatkan Albumin bebas Bilirubin dan meningkatkan keterikatan dengan
Bilirubin

9
BAB III
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI IKTERUS NEONATORUM
DENGAN PEMAKAIAN TERAPI LAMPU

3.1 Pengkajian

1. Pengkajian

a. Anamnese orang tua/keluarga


Ibu dengan rhesus ( - ) atau golongan darah O dan anak yang mengalami neonatal
ikterus yang dini, kemungkinan adanya erytrolastosisfetalis ( Rh, ABO,
incompatibilitas lain golongan darah). Ada sudara yang menderita penyakit
hemolitik bawaan atau ikterus, kemungkinan suspec spherochytosis herediter
kelainan enzim darah merah. Minum air susu ibu , ikterus kemungkinan kaena
pengaruh pregnanediol
b. Riwayat kelahiran:
Ketuban pecah dini, kesukaran kelahiran dengan manipulasi berlebihan merupakn
predisposisi terjadinya infeksi
c. Pemberian obat anestesi, analgesik yang berlebihan akan mengakibatkan
gangguan nafas (hypoksia) , acidosis yang akan menghambat konjugasi bilirubn.
d. Bayi dengan apgar score rendah memungkinkan terjadinya (hypoksia) , acidosis
yang akan menghambat konjugasi bilirubin.
e. Kelahiran Prematur berhubungan juga dengan prematuritas organ tubuh (hepar).
2. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum tampak lemah, pucat dan ikterus dan aktivitas menurun
b. Kepala leher
Bisa dijumpai ikterus pada mata (sclera) dan selaput / mukosa pada mulut. Dapat
juga diidentifikasi ikterus dengan melakukan Tekanan langsung pada daerah
menonjol untuk bayi dengan kulit bersih ( kuning)
c. Dapat juga dijumpai cianosis pada bayi yang hypoksia
d. Dada : Selain akan ditemukan tanda ikterus juga dapat ditemukan tanda
peningkatan frekuensi nafas.

10
e. Status kardiologi menunjukkan adanya tachicardia, kususnya ikterus yang
disebabkan oleh adanya infeksi
f. Perut
1) Peningkatan dan penurunan bising usus /peristaltic perlu dicermati. Hal
ni   berhubungan dengan indikasi penatalaksanaan photo terapi.
2) Gangguan  Peristaltik  tidak diindikasikan photo terapi.  Perut membuncit,
muntah , mencret merupakan akibat  gangguan metabolisme bilirubun
enterohepatik
g. Splenomegali dan hepatomegali dapat dihubungkan dengan Sepsis bacterial,
tixoplasmosis, rubella
h. Urogenital : Urine kuning dan pekat, adanya faeces yang pucat / acholis / seperti
dempul atau kapur merupakan akibat dari gangguan / atresia saluran empedu
i. Ekstremitas: Menunjukkan tonus otot yang lemah
j. Kulit : Tanda dehidrasi titunjukkan dengan turgor tang jelek. Elastisitas menurun,
perdarahan baah kulit ditunjukkan dengan ptechia, echimosis.
k. Pemeriksaan Neurologis adanya kejang, epistotonus, lethargy dan lain – lain
menunjukkan adanya tanda – tanda kern – ikterus

3.2  Diagnosa Keperawatan

1. Risiko/ defisit volume cairan berhubungan dengan peningkatan Insensible Water Loss
(IWL) dan defikasi sekunder fototherapi.

2. Risiko tinggi injury pada kornea berhubungan dengan pemajanan fototerapi

3. Risiko /gangguan integritas kulit berhubungan dengan ekskresi bilirubin, efek fototerapi.

4. Risiko hipertermi berhubungan dengan fototerapi

11
3.3 INTERVENSI

No Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional


Kriteria Hasil
1 Risiko/ defisit Setelah diberikan - Kaji reflek hisap - Kaji reflek hisap bayi
volume cairan tindakan perawatan bayi - Beri minum per
berhubungan selama 2x24 jam - Beri minum per oral/menyusui bila
dengan diharapkan tidak oral/menyusui bila reflek hisap adekuat
peningkatan terjadi defisit reflek hisap adekuat - Catat jumlah intake
Insensible volume cairan. - Catat jumlah intake dan output , frekuensi
Water Loss Kriteria hasil : dan output , dan konsistensi faeces
(IWL) dan 1. Jumlah intake frekuensi dan - Pantau turgor kulit,
defikasi dan output konsistensi faeces tanda- tanda vital.
sekunder seimbang - Pantau turgor kulit, Timbang BB setiap hari
fototherapi. 2. Turgor kulit tanda- tanda vital.
baik, tanda vital Timbang BB setiap
dalam batas hari
normal
3. Penurunan BB
tidak lebih dari
10 % BBL

2 Risiko tinggi Setelah diberikan - Tempatkan - Mencegah iritasi yang


injury pada tindakan neonatus pada berlebihan.
kornea perawatan selama jarak 40-45 cm dari - Mencegah paparan
berhubungan 2x24 jam sumber cahaya. sinar pada daerah yang
dengan diharapkan tidak - Biarkan neonatus sensitif
pemajanan terjadi injury dalam keadaan - Pemantauan dini
fototerapi akibat fototerapi ( telanjang, kecuali terhadap kerusakan
misal ; pada mata dan daerah mata )
konjungtivitis, daerah genetal
kerusakan serta bokong

12
jaringan kornea ) ditutup dengan Memberi kesempatan
kain yang dapat pada bayi untuk kontak
memantulkan mata dengan ibu ).
cahaya usahakan
agar penutup mata
tidak menutupi
hidung dan bibir.
- Matikan lampu,
buka penutup mata
untuk mengkaji
adanya
konjungtivitis tiap
8 jam
- Buka penutup mata
setiap akan
disusukan

3 Risiko Setelah diberikan -Monitor warna dan - Mengetahui adanya


/gangguan tindakan keadaan kulit setiap 4- perubahan warna kulit
integritas kulit perawatan selama 8 jam - Mencegah penekanan
berhubungan 2x24 jam - Ubah posisi setiap 2 kulit pada daerah
dengan diharapkan tidak jam tertentu dalam waktu
ekskresi terjadi gangguan lama ).
bilirubin, efek integritas kulit - Melancarkan peredaran
fototerapi. dengan kriteria : - Masase daerah darah sehingga
1. tidak terjadi yang menonjol mencegah luka tekan
decubitus - Jaga kebersihan di daerah tersebut
2. Kulit bersih kulit bayi dan - Mencegah lecet pada

dan berikan baby oil kulit oleh


lembab atau lotion keringat/kotoran.
pelembab.

13
- Kolaborasi untuk - Mencegah pemajanan
pemeriksaan kadar sinar yang terlalu lama.
bilirubin, bila kadar
bilirubin turun
menjadi 7,5 mg%
fototerafi
dihentikan

4 Risiko Setelah diberikan - Observasi suhu - Suhu terpantau secara


hipertermi tindakan perawatan tubuh ( aksilla ) rutin
berhubungan selama 3x24 jam setiap 4 - 6 jam - Mengurangi pajanan
dengan diharapkan tidak - Matikan lampu sinar sementara )
fototerapi terjadi hipertermi. sementara bila -Memberi terapi lebih
Kriteria hasil : terjadi kenaikan dini atau mencari
-suhu tubuh stabil suhu, dan berikan penyebab lain dari
antara 36,5-37 0 C. kompres dingin hipertermi ).
serta ekstra minum
Kolaborasi dengan
dokter bila suhu tetap
tinggi.

BAB IV

14
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Ikterus adalah warna kuning yang tampak pada kulit dan mukosa karena adanya bilirubin
pada jaringan tersebut akibat peningkatan kadar bilirubin dalam darah (Brooker, 2001).
Ikterus dikelompokkan menjadi duayaitu ikterus fisiologis yang biasanya timbul pada hari
kedua dan ketiga dan tanpa ada dasar patologis sedangkan ikterus patologis muncul pada 24
jam pertama bayi lahir dan akan menetap selama 2 minggu dan kadar bilirubinnya
melampaui batas kadar hiperbilirubinemia. Penanganan pada bayi ikterusbermacam-macam
sesuai tingkatan dan kadar bilirubinnya.

4.2 Saran

Dalam pembuatan makalah ini penulis menyadari masih banyak kekurangan, oleh karena
itu kritik dan saran yang bersifat membangun dapat memperbaiki dalam makalah selanjutnya
lebih baik lagi.

DAFTAR PUSTAKA

15
Wong. 1999. Nursing Care of Infants Children. Mosby Year Boodc Philadelphia.

Markum, A.H. 1991. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. JiliI. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI.
Jakarta.

H. Markum : ” Ilmu Kesehatan Anak”. Buku I, Jakarta, FKUI, 1991.

Bobak, J. : ”Materity and Gynecologic Care”, Precenton, 1985.

Wim de Jong et al. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC

Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2013. Aplikasi NANDA dan NIC-NOC: Jilid 2.
Yogyakarta : Media Action

16

Anda mungkin juga menyukai