Anda di halaman 1dari 38

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NEONATAL : BBLR (BERAT BADAN

LAHIR RENDAH)

KEPERAWATAN ANAK

(disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Anak )


Dosen Pengampu : Ns. Peni Perdani Juliningrum, M.Kep

oleh :

Elvi Kurnia Damayanti

NIM 182310101168

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS JEMBER

2020

i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Asuhan
Keperawatan pada Neonatal : BBLR (Berat Badan Lahir Rendah)” Makalah ini
disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Anak pada Program
Studi Sarjana Keperawatan Universitas Jember.

Tujuan penulisan makalan ini sebagai wujud dari kreatifitas penulis dalam
melakukan kinerjanya terkait dengan Tugas Keperawatan Anak. Ucapan terima
kasih juga disampaikan penulis kepada beberapa pihak yang telah membantu
dalam penulisan makalah ini, diantaranya :

a. Ns.Nuning Dwi Merina, S.Kep., M.Kep penanggung jawab mata


kuliah Keperawatan Anak;
b. Ns. Peni Perdani Juliningrum, M.Kep selaku dosen pembimbing
kelompok 1 kelas D 2018
c. Kedua orang tua yang telah memberikan dorongan dan semangat;
d. Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa makalah ini belumlah smpurna. Oleh karena itu,
saran dan kritik dari pembaca sangatlah diharapkan untuk perbaikan makalah ini
kedepannya. Atas saran dan krtiknya, penulis ucapkan terima kasih.

Jember, 27 September 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................1
1.2 Epidemiologi berat badan lahir rendah (BBLR).......................................2
1.3 Rumusan Masalah.....................................................................................2
1.4 Tujuan........................................................................................................3
BAB II TINJAUAN TEORI..................................................................................4
2.1 Konsep Dasar.................................................................................................4
2.1.1 Definisi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR).....................................4
2.1.2 Etiologi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR).....................................4
2.1.3 Tanda dan Gejala Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)......................5
2.1.4 Patofisiologis Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)............................6
2.1.5 Klasifikasi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)................................8
2.1.6 Penatalaksanaan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR).......................9
2.1.7 Pemeriksaan Penunjang BBLR........................................................11
2.1.8 Komplikasi BBLR............................................................................11
2.2 Asuhan Keperawatan pada bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR).12
BAB III KERANGKA KONSEP ATAU POHON MASALAH......................25
BAB IV ANALISIS JURNAL EVIDENCE BASED PRACTICE...................26
BAB V PENUTUP................................................................................................31
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................33

iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
BBLR merupakan salah satu faktor resiko yang berpengaruh
terhadap angka mortalitas bayi. Bayi dengan berat lahir rendah (BBLR)
sampai sekarang masih saja menjadi masalah di belahan dunia ini
mengingat dampaknya yang bisa menimbulkan kematian pada bayi yang
baru lahir. BBLR merupakan salah satu faktor utama meningkatnya angka
kematian, kesakitan dan kecacatan neonatus, bayi dan anak serta
berdampak jangka panjang akan hidupnya pada masa mendatang (Atiqah
dan Cahyo, 2010). Resiko paling besar BBLR yaitu perempuan yang
melahirkan pada usia remaja (Atikah dan Cahyo, 2010). Usia ibu
merupakan salah satu faktor yang menimbulkan kejadian bayi dengan
berat lahir rendah, dimana angka kejadian tertinggi BBLR adalah pada
usia di bawah 20 tahun dan pada multigravida yang jarak antara
kelahirannya terlalu dekat, kejadian terendah adalah pada usia ibu hamil
antara 26-30 tahun (Atikah dan Cahyo, 2010). Komplikasi yang di alami
bayi dengan berat lahir rendah meliputi asfiksia, aspirasi atau gagal
bernafas secara spontan dan teratur sesaat atau beberapa menit setelah
lahir, hipotermia atau gangguan termoregulasi, gangguan nutrisi dan resiko
infeksi. Masalah pada bayi dengan berat badan lahir rendah juga meliputi
permasalahan pada system pernafasan, susunan syaraf pusat,
kardiovaskuler, hematologi, gastrointestinal, ginjal dan termoregulasi
(Atikah dan Cahyo, 2010)

Dan upaya guna penurunan angka BBLR dan mengantisipasi angka


BBLR yang turun untuk tidak meningkat kembali. Salah satunya dengan
mencegah terjadinya BBLR yaitu mengupayakan semua ibu hamil
memperoleh perawatan antenatal yang komprehensif. Lalu dengan
memperbaiki status gizi ibu hamil, dengan mengkonsumsi makanan yang
lebih sering atau lebih banyak, dan lebih di utamakan makanan yang
mengandung nutrient yang memadai. Juga harus dengan menghentikan
kebiasaan merokok, menggunakan obat-obatan terlarang dan alcohol pada
ibu hamil. Meningkatkan pemeriksaan kehamilan secara berkala minimal 4

1
kali selama kurun kehamilan dan di mulai sejak umur kehamilan muda.
Apabila kenaikan berat badannya kurang dari 1 kg per bulan, sebaiknya
segera berkonsultasi dengan ahli gizi (Atikah dan Cahyo, 2010).
Kebutuhan zat besi sangat penting bahkan di mulai sebelum kehamilan.
Memberikan tablet tambah darah (TTD) yang mengandung zat besi dan
asam folat sebanyak 90 tablet selama kehamilan. Hal ini di lakukan
sebagai upaya mengurangi anemia pada ibu hamil dan risiko terjadinya
BBLR, kematian ibu dan bayi. Selain zat besi, zat gizi mikro lainnya juga
di perlukan ibu hamil. Zat gizi mikro dari asupan makanan kurang
mencukupi kebutuhan ibuhamil sehingga perlu adanya konsumsi suplemen
mikronutrien secara rutin (Ernawati, 2011).

1.2 Epidemiologi berat badan lahir rendah (BBLR)


Berdasarkan WHO (2010) prevalensi bayi berat lahir rendah di
perkirakan 15% dari semua kelahiran di dunia dengan batasan 3,3% - 38%
dan lebih banyak kejadiannya pada negara – negara berkembang atau
negara dengan sosio-ekonomi rendah. Angka kejadian di Indonesia sangat
bermacam antara satu daerah dengan daerah lainnya, yaitu berkisar antara
9% - 30%, hasil studi di 7 daerah multicenter di peroleh angka BBLR
dengan rentang 2,1% - 17,2%. Hingga sekarang ini BBLR masih menjadi
faktor penyabab terbesar angka kematian bayi (AKB). Karena itu setiap
tahun dinkes menargetkan adanya penurunan AKB dengan selalu
mensosialisasikan penanganan bayi baru lahir. Bardasarkan data dinas
kesehatan, tahun 2017 AKB mencapai 77 orang. Jika di rata-rata tiap
bulan nya maka terdapat sembilan hingga sepuluh bayi yang meninggal
tiap bulannya. Dari jumlah tersebut menunjukkan penurunan daripada
tahun sebelumnya (Jawa pos, 2018).

1.3 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan dengan berat badan lahir rendah (BBLR) ?
2. Apa etiologi dari berat badan lahir rendah (BBLR) ?
3. Apa saja tanda dan gejala dari berat badan lahir rendah (BBLR) ?
4. Bagaimana patofisiologi dari berat badan lahir rendah (BBLR) ?
5. Bagaimana klasifikasi dari berat badan lahir rendah (BBLR) ?

2
6. Bagaimana penatalaksanaan dari berat badan lahir rendah (BBLR) ?
7. Bagaimana pemeriksaan penunjang berat badan lahir rendah (BBLR) ?
8. Bagaiamana komplikasi pada bayi berat badan lahir rendah (BBLR) ?

1.4 Tujuan
1. Mengetahui tentang pengertian dari berat badan lahir rendah (BBLR)
2. Mengetahui etiologi dari berat badan lahir rendah (BBLR)
3. Mengetahui tanda dan gejala dari berat badan lahir rendah (BBLR)
4. Mengetahui dan paham patofisiologi dari berat badan lahir rendah
(BBLR)
5. Mengetahui klasifikasi dari berat badan lahir rendah (BBLR)
6. Mengetahui dan paham tentang penatalaksanaan dari berat badan lahir
rendah (BBLR)
7. Mengetahui pemeriksaan penunjang berat badan lahir rendah (BBLR)
8. Mengetahui komplikasi pada klien dengan berat badan lahir rendah
(BBLR)

3
BAB II TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Dasar

2.1.1 Definisi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)


Berat badan lahir rendah merupakan bayi yang di lahirkan
dengan berat badan kurang dari 2500 gram (H. Nabiel ridha, 2017).
Bayi yang dilahirkan dengan BBLR umumnya kurang mampu
meredam tekanan lingkungan yang baru sehingga bisa
menghambat pertumbuhan dan perkembangan, bahkan bisa
menggangu kelangsungan hidupnya (Prawirohardjo, 2006).

BBLR bisa terjadi pada bayi kurang bulan (< 37 minggu)


ataupun pada bayi cukup bulan (intrauterine growth restriction)
(Pudjiadi, dkk., 2010)

Berat badan lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat


lahir kurang dari 2500 gram tanpa memandang usia gestasinya.
Berat lahir adalah berat bayi ketika ditimbang dalam 1 jam sesudah
kelahiran (Prawirohardjo, 2009).

2.1.2 Etiologi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)


BBLR dapat disebabkan oleh beberapa factor (dr. Arief ZR,
dkk, 2009), yaitu:

2.1.2.1 Prematuritas murni :


1. Faktor Ibu
a. Penyakit : toksemia gravidarum, perdarah
antepartum, trauma fisik dan psikologis, nefritis akut
dan diabetes mellitus
b. Usia Ibu : usia ibu < 16 tahun, usia > 35 tahun, multi
gravid yang jarak kehamilannya terlalu dekat
c. Keadaan sosial : golongan sosial ekonomi rendah.
d. Sebab lain : ibu yang merokok, ibu peminum
alkohol, ibu pecandu narkotik

4
2. Faktor janin : hidramnion, kelainan ganda, kelainan
kromosom,cacat bawaan, dan infeksi
3. Faktor lingkungan : tempat tinggal dataran tinggi,
radiasi, zat-zat beracun
2.1.2.2 Dismaturitas
Penyebab dismaturitas ialah setiap keadaan yang
mengganggu pertukaran zat antara ibu dan janin (Sugeng,
2012).

2.1.3 Tanda dan Gejala Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)


Menurut Huda dan Hardhi (2013) tanda dan gejala dari BBLR
yaitu :
A. Sebelum bayi lahir
1. Uterus yang membesar tidak berkesuaian dengan usia
kehamilan
2. Ketika anamnesis sering ditemukan riwayat abortus, partus
premature dan kelahiran mati
3. Gerakan janin yang lebih lambat
4. Penambahan berat badan ibu lambat dan tidak
berkesesuaian dengan yang seharusnya
B. Setelah bayi lahir
1. Bayi premature yang kelahirannya sebelum usia kehamilan
37 minggu
2. Bayi premature kurang sempurna pertumbuhan alat-alat
dalam tubuhnya
C. Selain itu ada gambaran klinis BBLR secara umum adalah:
1. Berat badan dari ≤ 2500 gram.
2. Panjang kurang dari 45 cm.
3. LD < 30 cm.
4. LK < 33 cm.
5. Umur kehamilan < 37 minggu.
6. Kulit tipis, transparan, rambut lanugo banyak, lemak
kurang.

5
7. Otot hipotonik.
8. Pernapasan tidak teratur dapat terjadi apnea.
9. Ekstremitas : paha abduks, sendi lutut atau kaki fleksi-
lurus.
10. Tulang rawan daun telinga belum sempurna
pertumbuhannya, sehingga seolah-olah tidak teraba tulang
rawan.
11. Tumit mengkilap, telapak kaki halus.
12. Alat kelamin pada laki-laki pigmentasi dan rugae pada
skrotum kurang. Testis belum turun ke dalam skrotum.
Pada bayi perempuan klitoris menonjol, labia minora belum
tertutupoleh labia mayora.
13. Fungsi syaraf belum matang menyebabkan reflek
menghisap, menelan dan batuk masih lemah.
14. Jaringan kelenjar mamae masih kurang akibat pertumbuhan
otot dan jaringan lemak masih kurang.

2.1.4 Patofisiologis Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)


Tingkat kematangan fungsi sistem organ neonatus merupakan
syarat untuk dapat beradaptasi dengan kehidupan diluar rahim.
Secara umum bayi berat badan lahir rendah ini berhubungan
dengan usia kehamilan yang belum cukup bulan atau prematur dan
disebabkan karena dismaturitas. Biasanya hal ini terjadi karena
terdapat gangguan pertumbuhan bayi ketika dalam kandungan
yang disebabkan oleh faktor ibu, komplikasi hamil, komplikasi
janin, plasenta yang menyebabkan suplai makanan ibu ke bayi
berkurang. Faktor lainnya yang menyebabkan bayi berat badan
lahir rendah yaitu faktor genetik atau kromosom, infeksi,
kehamilan ganda, perokok, peminum alkohol, dan sebagainya
(Mochtar, 2012). Gizi yang baik diperlukan seorang ibu hamil agar
pertumbuhan janin tidak mengalami hambatan dan selanjutnya
akan melahiran bayi dengan berat normal. Semakin kecil dan
semakin prematur bayi itu maka akan meningkatkan resiko

6
gizinya. Terdapat beberapa faktor yang berpengaruh terhadap
masalah gizi :

1. Penurunan simpanan zat gizi, cadangan makanan dalam tubuh


kurang. Hampir seluruh lemak, glikogen dan mineral dideposit
selama 8 minggu terakhir kehamilan.
2. Meningkatnya kebutuhan energi dan nutrient untuk
pertumbuhan dibandingkan BBLR.
3. Belum matangnya fungsi mekanis dari saluran pencernaan.
Koordinasi antara refleks hisap dan menelan, dengan
menutupnya epiglotis guna mencegah aspirasi pneumonia
belum berkembang dengan baik sampai kehamilan 32 – 34
minggu. Penundaan pengosongan lambung atau buruknya
motilitas usus kerap terjadi pada bayi preterm.
4. Kurangnya kemampuan untuk mencerna makanan, pada bayi
preterm mempunyai lebih sedikit simpanan garam empedu,
yang diperlukan untuk mencerna dan mengabsorbsi lemak
dibandingkan dengan bayi aterm. Produksi amylase pancreas
dan lipase, yaitu enzim yang terlibat dalam pencernaan lemak
dan karbohidrat juga menurun. Begitu pula kadar lactose
(enzim yang diperlukan untuk mencerna susu) juga sampai
sekitar kehamilan 34 minggu.
5. Paru yang belum matang dengan peningkatan kerja nafas dan
kebutuhan kalori yang meningkat. Masalah pernafasan juga
akan mengganggu makanan secara oral. Potensial untuk
kehilangan panas akibat permukaan tubuh disbanding dengan
BB dan sedikitnya jaringan lemak di bawah kulit. Kehilangan
panas ini akan meningkatkan kebutuhan akan kalori (Rio,
2014)

7
2.1.5 Klasifikasi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
Terdapat beberapa cara untuk mengelompokkan BBLR
(Proverawati dan Ismawati, 2010) :
A. Menurut harapan hidupnya, bayi berat lahir rendah dibedakan
dalam:
1. Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR), dengan berat lahir 1500-
2499 gram.
2. Bayi Berat Lahir Sangat Rendah (BBLSR), dengan berat
lahir < 1500 gram.
3. Bayi Berat Lahir Ekstrim Rendah (BBLER), dengan berat
badan lahir < 1000 gram.
B. Menurut usia gestasinya
1. Prematur Murni/Bayi Kurang Bulan
Masa gestasi kurang dari 37 minggu (259 hari) dan berat
badan selaras dengan berat badan untuk masa gestasi itu,
atau biasa disebut neonatus kurang bulan sesuai untuk masa
kehamilan (NKB-SMK).
2. Retardasi Pertumbuhan Janin Intra Uterin (IUGR)/
Dismaturitas
IUGD adalah bayi yang lahir dengan berat badan rendah
dan tidak sesuai dengan usia kehamilan, serta menandakan
bayi mengalami retardasi. Dismatur bisa menjadi preterm,
term dan post term. Dismatur Preterm dikenal juga
Neonatus Kurang Bulan-Kecil untuk Masa Kehamilan
(NKB-KMK), Dismatur Term dikenal juga Neonatus Cukup
Bulan-Sesuai Masa Kehamilan (NCB-SMK), Dismatur
Posterm dikenal juga Neonatus Kurang Bulan-Sesuai Masa
Kehamilan (NKB-SMK).
Dismatur (IUGR) adalah bayi lahir dengan berat badan
kurang dari berat badan semestinya untuk masa kehamilan
dikarenakan mengalami gangguan pertumbuhan dalam

8
kandungan. Menurut Renfield (1975) IUGR dibedakan
menjadi dua yaitu
a. Proportionate IUGR
Janin yang menderita distres yang lama dimana
gangguan pertumbuhan terjadi berminggu-minggu
sampai berbulan bulan sebelum bayi lahir sehingga
berat, panjang dada, lingkaran kepala dalam proporsi
yang seimbang namun keseluruhan masih dibawah masa
gestasi yang semestinya. Bayi ini tidak menandakan
adanya wasted oleh karena retardasi pada janin terjadi
sebelum terbentuknya adipose tissue
b. Disporpotionate IUGR
Terjadi karena distres subakut gangguan terjadi
beberapa minggu sampai beberapa hari hingga janin
lahir. Pada keadaan ini panjang dan lingkar kepala
normal namun berat tidak selaras dengan masa gestasi.
Bayi tampak wasted dengan tanda kurangnya jaringan
lemak di bawah kulit, kulit kering keriput dan mudah
diangkat, bayi terlihat kurus dan lebih panjang

2.1.6 Penatalaksanaan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)


A. Setelah bayi lahir dilakukan:
1. Tindakan Umum
a. Membersihkan jalan nafas.
b. Mengusahakan nafas pertama dan seterusnya.
c. Perawatan tali pusat dan mata
2. Tindakan Khusus
a. Suhu tubuh dijaga pada 36,5-37,5 °C pengukuran
aksila, pada bayi baru lahir dengan umur kehamilan 35
minggu perlu perhatian ketat, bayi dengan BBL 2000
gram dirawat dalam inkubator atau dengan boks kaca
menggunakan lampu.

9
b. Awasi frekuensi pernafasan pada 24 jam pertama untuk
mengetahui sindrom aspirasi meconium.
c. Setiap jam hitung frekuensi pernafasan, bila
≥60x/menit lakukan foto thorax,
d. Berikan oksigen sesuai dengan masalah pernafasan
yang didapat.
e. Pantau sirkulasi dengan ketat (denyut jantung, perfusi
darah, tekanan darah).
f. Awasi keseimbangan cairan.
g. Pemberian cairan dan nutrisi bila tidak ada masalah
pernafasan dan keadaan umum baik:
1) Berikan makanan dini early feeding untuk mencegah
terjadinya hipoglikemia.
2) Perikasa kadar gula darah 8-12 post natal.
3) Periksan reflex hisap dan menelan.
4) Motivasi pemberian ASI
5) Pemberian nutrisi intravena jika ada indikasi,
nutrient yang dapat diberikan meliputi; karbohidrat,
lemak, asam amino, vitamin, dan mineral.
6) Berikan multivitamin jika minum enternal bisa
diberikan secara kontinyu.
h. Tindakan pencegahan infeksi:
1) Cara kerja aseptik, cuci tangan sebelum dan sesudah
memegang bayi
2) Mencegah terlalu banyak bayi dalam satu ruangan.
3) Melarang petugas yang menderita infeksi masuk ke
tempat bayi dirawat.
4) Pemberian antibiotik sesuai dengan pola kuman.
5) Membatasi tindakan seminimal mungkin.
i. Mencegah perdarahan berikan vitamin K 1 mg dalam
sekali pemberian (Rio, 2014)

10
2.1.7 Pemeriksaan Penunjang BBLR
A. Radiologi
1. Foto thoraks/baby gram pada bayi baru lahir dengan usia
kehamilan kurang bulan, bisa dimulai pada umur 8 jam.
2. USG kepala utamanya pada bayi dengan usia kehamilan 35
minggu dimulai pada umur 2 hari

B. Laboratorium
1. Darah rutin
2. Gula darah (8-12 jam post natal).
3. Analisa gas darah.
4. Elektrolit darah (k/p)
5. Tes kocok/shake test
Interpretasi:
 (+) : Bila terdapat gelembung-gelembung yang
membentuk cincin. Artinya surfaktan terdapat dalam
paru dengan jumlah cukup.
 (-) : Bila tidak ada gelembung berarti tidak ada
surfaktan.
 Ragu : Jika ada gelembung tapi tidak ada cincin. (Rio,
2014)

2.1.8 Komplikasi BBLR


Terdapat beberapa hal yang bisa terjadi apabila BBLR tidak
ditangani secepatnya menurut Mitayani, 2009 yaitu:
1. Sindrom aspirasi meconium (menyebabkan kesulitan bernafas
pada bayi)
2. Hipoglikemia simptomatik
3. Penyakit membran hialin: ditimbulkan karena surfaktan paru
yang belum sempurna/ cukup, maka alveoli kolaps. Setelah
bayi mengadakan inspirasi, tidak tertinggal udara residu dalam
alveoli, sehingga selalu diperlukan tenaga negatif yang tinggi
untuk yang berikutnya.

11
4. Asfiksia neonetorum
5. Hiperbilirubinemia. Bayi dismatur kerap mengalami
hiperbilirubinemia, hal ini mungkin ditimbulkan karena
gangguan pertumbuhan hati.

2.2 Asuhan Keperawatan pada bayi dengan berat badan lahir rendah
(BBLR)

Kasus :

Ny. C dirujuk ke RSUD Sleman pada tanggal 29 Mei 2018, kemudian di


RSUD Sleman melahirkan secara spontan pada pukul 12.05 WIB dengan usia
kehamilan 36 Minggu. Ny. C menyatakan kehamilan ketiga, usia 41 tahun,
klien menyatakan mengetahui kehamilan setelah usia kehamilan 3 bulan. Nadi
: 128 x/menit, RR : 40 x/menit, terpasang infus di ekstremitas kanan, tidak ada
trauma saat lahir. Ibu bayi mengeluh bayinya saat lahir memiliki berat badan
rendah yaitu 2180 gram. Klien mendapat intake oral ASI 1-2cc setiap 2 jam
melalui OGT. Residu 0,5-2 cc awal kelahiran berupa lendir, hari selanjutnya
berupa ASI. Pada klien tangisan kuat, gerak kurang aktif, bibir kering, tidak
ada kejang. Bayi belum dapat menetek ibu dan reflek hisap lemah

A. Pengkajian
1) Identitas Pasien
Nama : By. Ny. C
TTL : Sleman, 29 Mei 2018
Jenis Kelamin : Laki-laki
Nama Ayah : Tn. A
Umur : 42 tahun
Nama Ibu : Ny. C
Umur : 41 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SLTA
Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : Wiraswasta
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

12
Suku : Jawa
Tanggal Pengkajian : 29 Mei 2018
Alamat : Jl : Grogol, Margodadi, Seyegan, Sleman
Diagnosa medis : BBLR

2) Keluhan Utama
Ibu mengeluh bedan badan bayi saat lahir memiliki berat badan badan
rendah yaitu 2180 gram
3) Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien dirawat di ruang perinatologi, tangisan kuat, gerak kurang aktif,
biri kering dan tidak ada kejang
4) Riwayat kelahiran dan persalinan
a. Antenatal
Ny. D mengatakan Ny. C menyatakan kehamilan ketiga, G3P2A0,
usia 41 tahun, klien menyatakan mengetahui kehamilan setelah
usia kehamilan 3 bulan, periksa ANC yang pertama pada usia
kehamilan 3 bulan, kemudian setelah usia kehamilan 3 bulan
sampai usia 8 bulan periksa setiap 1 bulan sekali dan setelah usia 8
bulan periksa setiap 2 minggu sekali dipuskesmas oleh bidan.
Klien mengatakan selama hamil makan 3-4 kali sehari dengan
porsi sedang.
b. Intranatal
Ny. C menyatakan, dibawa ke puskesmas dirujuk ke RSUD Sleman
pada tanggal 29 Mei 2018, kemudian di RSUD Sleman melahirkan
secara spontan pada pukul 12.05 WIB dengan Usia kehamilan 36
Minggu. Lama persalinan kala I 6 jam, Kala II 5 menit, Kala III 5
menit dan Kala IV 2 jam.
Keadaan bayi baru lahir
BB/ PB Lahir : 2180 gr / 46 cm

13
c. Postnatal
d. Bayi lahir dengan usaha nafas spontan. Air ketuban habis. APGAR
score 7/9. Tidak ada trauma saat lahir. Klien mendapat Vit K dan
imunisasi HB 0.
5) Riwayat Keluarga
a. Genogram

b. Riwayat kesehatan keluarga


Ny.C mengatakan bahwa di keluarganya tidak ada riwayat
melahirkan anak dengan berat badan lahir rendah. Keluarga klien
tidak ada riwayat hipertensi, diabetes, ginjal, jantung
6) Keadaan kesehatan saat ini
a. Status nutrisi dan cairan
Bayi mendapat intake oral ASI 1-2cc setiap 2 jam melalui OGT
dan spuit . Residu 0,5-2 cc awal kelahiran berupa lendir, hari
selanjutnya berupa ASI. Klien terpasang cairan infus KAEN IB
14,5 cc/jam

14
b. Aktifitas istirahat
Bayi tampak kurang aktif, banyak tidur, menangis keras
c. Perawatan kebersihan diri
Bayi mandi secara sponge bath setiap pagi hari dan perawatan tali
pusat. Popok diganti tiap selesai mandi dan tiap bayi BAB serta
sudah BAK terlalu banyak. Bayi tampak bersih dan tidak tampak
tanda iritasi.
d. Eliminasi
Bayi dapat BAB dan BAK
e. Keadaan psikologis orang tua
Ny. C menyatakan khawatir dengan keadaan anaknya. Ia
menginginkan anaknya cepat pulang seperti bayi- bayi lainnya. Ia
mengusahakan untuk taat instrusi dokter dan perawat, agar anaknya
cepat pulang. Ibu bayi tampak lelah dan ASI keluar sedikit. Ibu
mengatakan pada anak-anaknya yang lain tidak mengalami seperti
ini.
7) Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
Gerak kurang aktif, menangis kuat, banyak tidur.
N : 128x/menit
RR : 40x/menit
S : 37oC
b. Antropometri
BB sekarang : 2055 gr LD : 26 cm
PB : 46 cm LP : 25 cm
LK : 30 cm LILA (kiri) : 7 cm
c. Reflek
Bayi memiliki reflek moro yang baik, memiliki reflek palmar,
memiliki reflek plantar, reflek tonik neck belum tampak, memiliki
reflek Babinski, memiliki reflek roating dan reflek sucking yang
lemah.

15
d. Kepala
Ubun-ubun tidak cekung dan tidak menonjol, sutura tepat, wajah
simetris.
e. Mata
Sklera tidak ikterik, konjungtiva tidak anemis. Telinga
f. Mulut
Mulut terlihat kering. Tidak terdapat sianosis dan tidak ada
kelainan labio palato schizis. Terpasang OGT pada mulut bayi
untuk mengetahui residu ASI dan memberikan ASI
g. THT
Telinga : Bentuk telinga simetris, kartilago tampak belum
sempurna, tidak ada cairan abnormal
Hidung : Lubang hidung simetris, tidak terdapat pernapasan cuping
hidung.
h. Respirasi
Bentuk toraks simetris. Tidak terdapat penggunaan otot-otot
pernapasan tambahan. Tidak terdapat retraksi dada. Respirasi 40
kali permenit teratur. Tangisan keras.
i. Kardiovaskuler
HR 128x/menit, kuat, teratur, posisi kiri atas, tidak sianosis.
j. Gastrointestinal
Tidak terdapat distensi abdomen, bising usus (+), residu
berupa lendir dan ASI 0,5-2 cc.
k. Ekstremitas
Atas : lengkap tidak ada kelainan, akral hangat
Bawah : lengkap tidak ada kelainan, akral hangat
l. Integumen
Kulit berwarna kemerahan,tidak ikterik.Turgor kulit <2 detik.
8) Terapi
a. ASI eksklusif melaui OGT
b. KAEN IB 14,5 cc/jam
c. Fisioterapi oral /hari

16
d. Ampicillin 2x 110 mg
e. Gentamicin 1 x 11 mg
f. Metronidazole 1 x 20 mg
9) Pemeriksaan penunjang

Parameter Nilai Nilai Normal


Hemoglobin 16.5 14.9 – 23.7 g/dl
Hematokrit 48 47 – 75 %
Leukosit 13.6 10-26 103/uL
Eritrosit 4.49 3.7-6.5 106/uL
Trombosit 135 150-440 103/uL
MPV 10.7 7.2- 11.1 Fl
PDW 11 9 – 13 Fl
RDW-CV 17.5 11.5 – 14.5 %
MCV 106 85 – 123 Fl
MCH 36.7 28 – 40 Pg
MCHC 34.7 29 – 37 %
Basofil 0.5 0–1%
Monosit 11.3 4–8%
Eosinofil 1.2 1–6%
Limfosit 21.6 22 – 40 %
Neutrofil 65.4 53 – 62 %
Ratio 0.091

17
B. Analisa Data

Hari/ Data Etiologi Masalah Paraf


Tanggal dan
nama
Selasa / DS : - Premature Ketidakseimban Elvi
29 Mei gan utrisi kurang Ns.
DO : Fungsi organ
2018 dari kebutuhan Elvi
otak belum
tubuh
- Bayi
sempurna
terpasang
OGT Reflek menelan
- Bayi belum belum sempurna
dapat
Ketidakseimbang
menetek ibu
an utrisi kurang
- Reflek hisap
dari kebutuhan
lemah
tubuh
- Terpasang
IVFD KAEN
IB 14,5 cc/
jam di tangan
kanan
- Terdapat
residu 0,5-2
cc/ 2jam
- Bibir tampak
kering
Selasa / DS : - Premature Resiko Infeksi Elvi
29 Mei
DO : Ns.
Penununan daya
2018 Elvi
- Leukosit 13,6 tahan tubuh
103 UL
Resiko Infeksi
- Usia
kehamilan 36
minggu

18
- BB lahir
2180 gram
- Nadi : 128
x/menit
- RR : 40
x/menit
- Terpasang
infus di
ekstremitas
kanan

C. Diagnosa Keperawatan (NANDA)


1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan reflek hisap lemah
2. Risiko infeksi berhubungan dengan prematuritas
D. Perencanaan

No Hari/ Diagnosa Perencanaan dan Nama


Tanggal Kriteria Hasil dan
Paraf

19
1 Selasa / Ketidakseimbangan Setelah dilakukan Elvi
29 Mei nutrisi kurang dari tindakan keperawatan
Ns.
2018 kebutuhan tubuh 3x24 jam diharapkan
Elvi
berhubungan dengan kebutuhan nutrisi
reflek hisap lemah terpenuhi dengan kriteria
ditandai dengan : hasil :
- BB meningkat
DS : -
- Reflek hisap dan
DO : menelan kuat
- Tidak ada residu
- Bayi terpasang
lambung
OGT
- Bibir lembab
- Bayi belum dapat
menetek ibu
- Reflek hisap lemah
- Terpasang IVFD
KAEN IB 14,5 cc/
jam di tangan kanan
- Terdapat residu 0,5-
2 cc/ 2jam
- Bibir tampak kering
2 Selasa / Risiko infeksi Setelah dilakukan tindakan Elvi
29 Mei berhubungan dengan keperawatan 3x24 jam
Ns.
2018 prematuritas ditandai diharapkan klien dapat
Elvi
dengan terhindar dari infeksi
dengan kriteria hasil :
DS : -
- TTV pasien dalam batas
normal
DO :
- Tidak terdapat tanda
- Leukosit 13,6 103 tanda infeksi
UL
- Usia kehamilan 34
minggu

20
- BB lahir 2150 gram
- Nadi : 128 x/menit
- RR : 40 x/menit
- Terpasang infus di
ekstremitas kanan

E. Intervensi

No Hari/ Diagnosa Intervensi Rasional Nama


Tanggal dan
Paraf
1 Selasa / Ketidakseimbangan - Observasi reflek - Mengetahui Elvi
29 Mei nutrisi kurang dari hisap dan kemampuan
Ns.
2018 kebutuhan tubuh menelan bayi mencerna
Elvi
berhubungan timbang berat ASI
dengan imaturitas badan setiap - Mengetahui
reflek menghisap. hari kapasitas
- Lakukan lambung bayi
pengecekkan - Mencegah
residu lambung kerusakan ASI
- Beri ASI 1-2 cc/ untuk
jam melalui mencukupi
OGT kebutuhan
- Ajarkan ibu cara nutrisi bayi
menyiapkan - Untuk
ASI yang benar memenuhi
- Kelola kebutuhan
pemberian nutrisi melalui
terapi KAEN IB parenteral
14,5 cc/jam - Membantu
menyalurkan

21
atau mengganti
cairan
Selasa / Resiko infeksi - Kaji tanda tanda - Menentukan Elvi
29 Mei infeksi intervensi
Ns.
2018 - Gunakan teknik lebih lanjut
Elvi
aseptik sebelum - Meminimalkan
dan sesudah terjadinya
kontak dengan infeksi silang
klien - Meminimalkan
- Anjurkan ibu terjadinya
mencuci tangan, infeksi silang
membersihkan ibu dan bayi
putting dan - Untuk
payudara meminimalkan
dengan air pertumbuhan
matang sebelum bakteri
memeras ASI - Antibiotik
- Ajarkan ibu cara untuk
mencuci tangan mencegah
dengan 6 terjadinya
langkah benar pertumbuhan
- Kelola bakteri
pemberian obat
Ampicillin 2x
110 mg,
Gentamicin 1x
11 mg,
metronidazole
1x 20 mg

F. Implementasi

No Tgl/hari Jam Implementasi Paraf

22
DX
1 Selasa / 08.00 - Mengobservasi reflek hisap Elvi
29 Mei 08.15 dan menelan
Ns. Elvi
2018 08.30 - Menimbang berat badan
08.45 setiap hari
- Melakukan pengecekkan
09.00 residu lambung
09.15 - Memberi ASI 1-2 cc/ jam
melalui OGT
- Mengajarkan ibu cara
menyiapkan ASI yang benar
- Memberi terapi KAEN IB
14,5 cc/jam
2 Selasa / 09.30 - Mengkaji tanda tanda infeksi Elvi
29 Mei 09.45 - Menganjurkan ibu mencuci
Ns. Elvi
2018 tangan, membersihkan
putting dan payudara dengan
10.00 air matang sebelum
memeras ASI
10.30 - Mengajarkan ibu cara
mencuci tangan dengan 6
langkah benar
- Pemberian obat Ampicillin
2x 110 mg, Gentamicin 1x
11 mg, metronidazole 1x 20
mg

G. Evaluasi

Hari/ Masalah Catatan Perkembangan Paraf


Tanggal Keperawatan dan
Nama
Rabu / Ketidakseimbangan S:- Elvi
30 Mei nutrisi kurang dari

23
2018 kebutuhan tubuh
O : BB meningkat Ns.
berhubungan dengan
A : Masalah teratasi Elvi
reflek hisab lemah
P : Lanjutkan intervensi

Rabu / Risiko infeksi S : - Elvi


30 Mei berhubungan dengan O : Tidak terdapat rubor, kolor, dolor
Ns.
2018 prematuritas A : Masalah teratasi
Elvi
P : Lanjutkan intervensi

24
BAB III KERANGKA KONSEP ATAU POHON MASALAH

Prematur

Faktor ibu Faktor Plasenta Faktor Janin

Dinding otot rahim bagian Bayi lahir


bawah rahim lemah premature BBLR

Permukaan tubuh Jaringan subkutan Prematuritas


relative lebih luas lebih tipis

Penurunan daya Fungsi organ organ


tahan belum baik

Resiko infeksi
Otak

Imaturitas sentrum vital

Reflek
menelan
belum

Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan
tubuh

25
BAB IV ANALISIS JURNAL EVIDENCE BASED PRACTICE

Jurnal 1 :

Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi yang lahir dengan berat
badan lahir kurang dari 2.500 gram, yang dibedakan dalam 2 kategori yaitu :
BBLR yang disebabkan karena lahir prematur (usia kandungan kurang dari 37
minggu) dan BBLR lahir dengan KMK (Kecil Masa Kehamilan) bayi yang lahir
cukup bulan dengan berat badan kurang dari normal. Kurangnya berat badan
dapat mempengaruhi status nutrisi pada bayi. Kesiapan meningkatkan nutrisi
(pemberian ASI) adalah pola asupan nutrisi yang mencukupi untuk memenuhi
kebutuhan metabolik dan dapat di tingkatkan.

Salah satu tindakan yang dapat dilakukan untuk membantu peningkatan


nutrisi adalah pijat bayi. Pijat Bayi adalah terapi sentuhan yang juga merupakan
seni perawatan kesehatan dan pengobatan. Tujuan dilakukan terapi aktifitas fisik
(pijat bayi) adalah mempertahankan berat badan ideal ≥2500 gr, mengkonsumsi
diet seimbang, melaporkan peningkatan gizi makan (lebih banyak megkonsumsi
ASI) (Wilkinson, 2016). Secara ilmiah pijatan memberi stimulus (pijat bayi) pada
hormon di dalam tubuh, suatu substansi yang mengatur fungsi-fugsi seperti nafsu
makan, tidur, ingatan dan belajar, pengatur temperatur, mood, perilaku, fungsi
pembuluh darah, kontraksi otot, pengatur sistem endokrin (pengatur metabolisme,
pertumbuhan, dan pubertas). Pijat bayi dapat meningkatkan berat badan karena
setelah dilakukannya pemijatan bayi akan merasa lapar karena penyerapan
makanan lebih baik, dengan rasa haus tersebut frekuensi menyusu bayi menjadi
meningkat, ASI yang diproduksi semakin banyak dan secara tidak langsung juga
akan meningkatkan berat badan bayi (Prasetyono, 2013). Pada penelitian ini
sebagian besar responden berusia 1 bulan, dimana bulan pertama kehidupan bayi
mengalami adaptasi terhadap lingkungan, perubahan sirkulasi darah, serta mulai
berfungsinya organ-organ tubuh, pada fase ini bayi akan mengalami pertumbuhan
yang sangat cepat Faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan berat badan
adalah karakteristik ibu meliputi usia, anak, usia kehamilan dan suport keluarga
berpengaruh terhadap kenaikan berat badan. Hal ini didukung oleh Maryunani

26
(2009) bayi dengan BBLR terutama yang kurang bulan umumnya saluran
pencernaan belum berfungsi seperti bayi yang cukup bulan. Hal ini diakibatkan
karena tidakadanya koordinasi menghisap dan menelan sampai usia gestasi 33-34
minggu, kurangnya cadangan nutrisi dikarenakan kurang dapat menyerap lemak
dan mencerna protein, jumlah enzim dalam pencernaan belum mencukupi, waktu
pengkosongan lambung yang lambat dan penurunan/tidak adanya motilitas.

Hasil penelitian menunjukan bahwa adanya peningkatan nutrisi setelah


dilakukan pijat bayi pada BBLR selama 2 x 15 menit selama 2 minggu yang
dibuktikan dengan peningkatan berat badan dan frekuensi menyusu. Rekomendasi
terapi pemijatan bayi dapat dilakukan secara rutin setiap hari sampai usia bayi
mencapai 2 tahun

27
Jurnal 2

Malnutrisi merupakan masalah yang umum pada bayi berat lahir rendah
(BBLR) yang dirawat di rumah sakit. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Rafati
et al. (2014) menunjukkan bahwa angka kejadian hospital malnutrition pada
BBLR yang dirawat di ruang intensif sekitar 15-20%. Kejadian hospital
malnutrition pada BBLR berhubungan dengan defisiensi protein yang dapat
mengakibatkan keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan, serta kematian
(Rafati et al., 2014). Salah satu upaya untuk mencegah terjadinya hospital
malnutrition adalah dengan mengoptimalkan pemenuhan kebutuhan nutrisi
enteral.

Pemberian nutrisi enteral pada BBLR merupakan suatu tantangan bagi


perawat. Pada awal periode adaptasi, BBLR mengalami kehilangan berat badan
sebesar 15-20% yang berhubungan dengan peningkatan kebutuhan energi dari
proses respirasi, termoregulasi, sintesis jaringan, dan metabolisme (Carter, 2012).
Pada periode awal kehidupan ekstrauterin juga terjadi proses maturasi otak,
sehingga terjadi peningkatan kebutuhan nutrisi (Prado & Dewey, 2014).

Hambatan yang paling sering dialami BBLR dalam pemberian nutrisi


enteral adalah terjadinya intoleransi pemberian minum (Zecca et al., 2014).
Intoleransi pemberian minum enteral merupakan pengalaman BBLR yang
mengalami kesulitan dalam proses ingesti dan digesti, sehingga menyebabkan
gangguan perencanaan pemberian minum enteral. Intoleransi pemberian minum
enteral ditandai dengan peningkatan residu lambung, muntah, distensi abdomen,
dan gangguan buang air besar (BAB). Gejala lebih lanjut adalah adanya apnea,
bradikardi, dan instabilitas suhu tubuh (Carter, 2012). Kejadian intoleransi
pemberian minum enteral pada BBLR sekitar 16-29% yang berhubungan dengan
imaturitas(Fanaro, 2013).

Salah satu intervensi keperawatan yang dapat diterapkan untuk


penanganan intoleransi pemberian minum enteral pada BBLR adalah pengaturan
posisi tidur saat pemberian minum enteral (Elser, 2012). Telaah sistematik
menunjukkan bahwa pengaturan posisi pronasi dapat menurunkan jumlah residu
pada kejadian intoleransi pemberian minum enteral (Dutta et al., 2015). Penelitian

28
ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pemberian posisi tidur BBLR terhadap
kejadian intoleransi pemberian minum enteral. Keterbaruan dalam penelitian ini
adalah menilai kejadian intoleransi pemberian minum dengan variabel kejadian
hipotermia, bradikardia, desaturasi, ada tidaknya BAB, hasil pemeriksaan
abdomen, peningkatan lingkar perut, dan frekuensi muntah.

Hasil analisis penelitian menunjukkan bahwa terjadi penurunan kejadian


desaturasi pada BBLR yang mengalami intoleransi pemberian minum enteral
dengan pengaturan posisi pronasi. Pemberian posisi pronasi memberi kesempatan
bagi posterior dinding paru lebih bebas dan tidak terjadi penekanan, sehingga
kemampuan peregangan paru dan ventilasi terdistribusi lebih banyak ke area
dependen paru. Pada saat yang sama gradient tekanan hidrostatik menyebabkan
darah lebih banyak mengalir ke area anterior pada dependen paru, sehingga
saturasi oksigen meningkat (Bredemeyer & Foster, 2015). Pengaturan posisi
pronasi dapat menurunkan frekuensi muntah dan kejadian desaturasi pada BBLR.
Kejadian muntah dan desaturasi pada BBLR yang mengalami intoleransi
pemberian minum enteral disebabkan karena imaturitas pada lower esophageal
sphinter atau LES (Carvaglia et al., 2013). Pada bayi prematurterjadi relaksasi
padaLES, sehingga meningkatkan tekanan intragastrik danterbentuk rongga antara
lambung dan esofagus. Cairan dan gas dari fundus lambung mengalir ke esofagus
dan menutup jalan napas, sehingga menyebabkan muntah yang disertai
bradikardia dan desaturasi (Moore & Pickler, 2013). Pengaturan posisi pronasi
menyebabkan LES berkontraksi, sehingga menurunkan kejadian intoleransi
pemberian minum enteralpada BBLR.

Rerata peningkatan lingkar perut pada BBLR yang dilakukan pengaturan


posisi lebih rendah, artinya risiko terjadinya distensi abdomen lebih rendah.
Distensi abdomen pada BBLR yang mengalami intoleransi pemberian minum
enteral disebabkan oleh gangguan pada proses perjalanan mekonium dan
penurunan bising usus (Sharma et al., 2013). Posisi pronasi meningkatkan
pertukaran gas dengan menurunkan tekanan pleura dan meningkatkan area
ventilasi rongga diafragma, sehingga dapat menurunkan distensi abdomen. Posisi
pronasi juga dapat menurunkan retensi pertukaran gas di saluran gastrointestinal,

29
sehingga meningkatkan perfusi saluran gastrointestinal dan meningkatkan
motilitasusus(Sangers et al., 2013).

Penelitian tentang pengkajian intoleransi pemberian minum dengan


pengukuran lingkar perut dilakukan oleh Kaur et al. (2015) dengan
metoderandomized controlled trial. Penelitian bertujuan membandingkan
pengkajian intoleransi pemberian minum antara pengukuran lingkar perut dengan
pengecekan residu lambung. Hasil penelitian menunjukkanbahwa pada
kelompokdengan pengkajianlingkar perut lebih cepat mencapai pemberian minum
penuh, lebih singkat mengalami intoleransi pemberian minum dan pemberian
nutrisi parenteral,sertakultur sepsis lebih sedikit.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Chen et
al. (2013). Penelitian tersebut bertujuan menggambarkan pola perubahan residu
lambung dari waktu ke waktu dalam posisi pronasi dan supinasi terhadap residu
lambung pada BBLR. Pengumpulan data dilakukan dengan cara bayi 3 hari
diberikan posisi supinasi dan 3 hari dalam posisi pronasi. Residu lambung lebih
sedikit pada posisi pronasi dibandingkan posisi supinasi dan penurunan residu
lambung lebih cepat pada setengah jam setelah makan.

Perawat dapat menjadikan intervensi pengaturan posisi tidur sebagai


standar prosedur operasional pada bayi berat lahir rendah yang mengalami
intoleransi pemberian minum enteral.

30
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan

BBLR merupakan salah satu faktor resiko yang berpengaruh


terhadap angka mortalitas bayi. Bayi dengan berat lahir rendah (BBLR)
sampai sekarang masih saja menjadi masalah di belahan dunia ini
mengingat dampaknya yang bisa menimbulkan kematian pada bayi yang
baru lahir. BBLR merupakan salah satu faktor utama meningkatnya angka
kematian, kesakitan dan kecacatan neonatus, bayi dan anak serta
berdampak jangka panjang akan hidupnya pada masa mendatang (Atiqah
dan Cahyo, 2010). Resiko paling besar BBLR yaitu perempuan yang
melahirkan pada usia remaja (Atikah dan Cahyo, 2010). Usia ibu
merupakan salah satu faktor yang menimbulkan kejadian bayi dengan
berat lahir rendah, dimana angka kejadian tertinggi BBLR adalah pada
usia di bawah 20 tahun dan pada multigravida yang jarak antara
kelahirannya terlalu dekat, kejadian terendah adalah pada usia ibu hamil
antara 26-30 tahun (Atikah dan Cahyo, 2010). Komplikasi yang di alami
bayi dengan berat lahir rendah meliputi asfiksia, aspirasi atau gagal
bernafas secara spontan dan teratur sesaat atau beberapa menit setelah
lahir, hipotermia atau gangguan termoregulasi, gangguan nutrisi dan resiko
infeksi. Masalah pada bayi dengan berat badan lahir rendah juga meliputi
permasalahan pada system pernafasan, susunan syaraf pusat,
kardiovaskuler, hematologi, gastrointestinal, ginjal dan termoregulasi
(Atikah dan Cahyo, 2010)

5.2 Saran

Perawat sebagai petugas kesehatan dapat memahami penanganan


kasus berat badan lahir rendah (BBLR) dengan baik dan benar bila
menemui kasus ini dan sebaiknya perawat menganggap hal ini sangat
serius, dikarenakan agar tidak terjadi keterlambatan dalam penanganan
sehingga dapat terhindar dari komplikasi penyakit lainnya. Serta kepada
masyarakat agar memahami tentang berat badan lahir rendah (BBLR) baik
pengertian maupun tanda dan gejalanya, sehingga apabila dijumpai tanda

31
dan gejala penyakit ini dapat segera pergi ke pelayanan kesehatan terdekat
untuk segera ditangani.

32
DAFTAR PUSTAKA

Astuti, D. D., Rustina, Y., & Waluyanti, F. T. (2018). Sleep Positioning in Low
Birth Weight Infants to Reduce Enteral Feeding Intolerance. Nurscope:
Jurnal Penelitian dan Pemikiran Ilmiah Keperawatan, 4(1), 10-17.

Atikah dan Cahyo, 2010. Ilmu kesehatan anak. EGC : Jakarta

Dewi, L. A. (2018). Penerapan Pemberian Air Susu Ibu (Asi) Pada Bayi Berat
Badan Lahir Rendah (Bblr) Dengan Reflek Hisap Lemah Di Ruang
Perinatologi Rsud Sleman Yogyakarta (Doctoral dissertation, poltekkes
kemenkes yogyakarta).

Huda dan Hardhi. 2013. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC : Jakarta

Mitayani, 2009. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC : Jakarta

Mochtar, Rustam. 2012. Sinopsis Obstetri. Jakarta:EGC

Prawirohardjo, sarwono. 2009. Ilmu kebidanan .Jakarta :Yayasan Bina Pustaka


Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan, 2010.

Proverawati, A. 2010. BBLR (Berat Badan Lahir Rendah). Yogyakarta : Nuha


Medika

Pudjiadi Antonius, H., Hegar Badriul, dkk. 2010. Pedoman Pelayanan Medis
Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta: IDAI.

Rifa’i, A., Riesmiyatiningdyah, R., & Annisa, F. (2019). Asuhan Keperawatan


Pada By. Ny. L Dengan Diagnosa Medis Bayi Berat Lahir Rendah (Bblr) Di
Ruangperinatologi Rsud Bangil Kabupaten Pasuruan (Doctoral dissertation,
Kerta Cendekia Nursing Academy).

Rifa’i, A., Riesmiyatiningdyah, R., & Annisa, F. (2019). Asuhan Keperawatan


Pada By. Ny. L Dengan Diagnosa Medis Bayi Berat Lahir Rendah (Bblr) Di
Ruangperinatologi Rsud Bangil Kabupaten Pasuruan (Doctoral dissertation,
Kerta Cendekia Nursing Academy).

Rio, 2014. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Diagnosa BBLR. Diakses
pada tanggal 28 September 2020 pada pukul 21.00 WIB

33
Syahmanis, T., & Prasetyorini, H. (2020). Upaya Peningkatan Nutrisi Dengan
Pijat Bayi Pada Pasien Bblr (Berat Badan Lahir Rendah) Di RSUD KRMT
Wongsonegoro Semarang. Jurnal Manajemen Asuhan Keperawatan, 4(2),
112-118.

Winkjosastro, 2009. Asuhan Keperawatan berdasarkan medis. EGC : Jakarta

34
Lembar Bimbingan

Nama : 1. Nekiles Yigibalom (172310101202)


2. Elvi Kurnia (182310101168)
3. Anggun Reswari I. (182310101181)
4. Widiatus Silvia (182310101195)
5. Nailatus Saadah (182310101201)
6. Maria Juniefer (182310101202)
Kelas/Kelompok : D 2018 / Kelompok 1
Dosen Pembimbing : Ns. Peni Perdani Juliningrum, M.Kep

No Hari/tanggal Materi bimbingan Masukan Pembimbing Tanda tangan


Pembimbing
1

35

Anda mungkin juga menyukai