Anda di halaman 1dari 26

MAKALALAH

PERUBAHAN FISIOLOGI PDA IBU NIFAS.docx


MAKALAH NEONATUS BAYI
BERAT BADAN LAHIR RENDAH ASFIKSIA NEONATORUM
& SINDROM GANGGUAN PERNAFASAN

Disusun Oleh :
Dhea Ayu Twentyna (191110011)
Dewi Sri Wulandari (191110010)
Meilani Nur Hasanah (191110005)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

INSAN CENDEKIA MEDIKA

JOMBANG

i
2020/2021

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan pembuatan
makalah yang berjudul “Makalah Neonatus Bayi Berat Badan Lahir Rendah
Asfiksia Neonatorum & Sindrom Gangguan Pernafasan” . Kami menyadari,
banyak kekurangan yang ditemukan dalam penulisan makalah ini, sehingga kami
dengan tangan terbuka menerima kritikan dan saran untuk kebaikan makalah ini.
Kami juga memohon maaf seandainya terjadi kesalahan yang sengaja
ataupun yang tidak disengaja terjadi dalam penulisan makalah.

Jombang 13 Oktober 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ...........................................................................I


Dafrat Isi ....................................................................................II
BAB I PENDAHULUAN ...........................................................1
1.1 Latar Belakang .....................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah ................................................................................1


1.3 Tujuan Makalah ...................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi BBLR .....................................................................................3

2.1.1 Etiologi ..........................................................................................4


2.1.2 Patifisiologi ....................................................................................5
2.1.3 Manifestasi Klinis ..........................................................................5
2.1.4 Pemeriksaan Diagnostik ................................................................6
2.1.5 Penatalaksanaan .............................................................................6
2.2 Definisi Asfiksia Neonatorum ..........................................................7
2.2.1 Etiologi ..........................................................................................8
2.2.2 Patofisiologi ...................................................................................8
2.2.3 Manifestasi Klinis ..........................................................................9
2.2.4 Pemeriksaan diagnostik ..............................................................10
2.2.5 Penatalaksanaan ...........................................................................10
2.2.6 Bagan Resusitasi ..........................................................................13
2.3 Definisi Sindrom Gangguan Pernapasan ......................................14
2.3.1 Etiologi ........................................................................................15
2.3.2 Patofisiologi .................................................................................15
2.3.3 Manifestasu klinis ........................................................................16
2.3.4 Pemeriksaan Diagnostik ..............................................................16

iii
2.3.5 Penatalksanaan .............................................................................18

BAB III PENUTUP.....................................................................................20


3.1 Kesimpulan ........................................................................................20
3.2 Saran ..................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………….21

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bayi lahir dengan bayi berat lahir rendah (BBLR) merupakan salah satu
factor resiko yang mempunyai kontribusi terhadap kematian bayi khususnya pada
masa perinatal. Selain itu bayi berat lahir rendah dapat mengalami gangguan
mental dan fisik pada usia tumbuhkembang selanjutnya, sehingga membutahkan
biaya perawatan yang tinggi.Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah salah satu
hasil dari ibu hamil yang menderita energy kronis dan akan mempunyai status gizi
buruk. BBLR berkaitan dengan tingginyaangka kematian bayi dan balita, juga
dapat berdampak serius pada kualitas generasimendatang, yaitu akan
memperlambat pertumbuhan dan perkambangan anak, serta berpengaruh pada
penurunan kecerdasan.

Asfiksia neonaturium ialah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal
bernafas secara spontan dan teratur segera setelah keadaan ini disertai dengan
hipoksia hiperkapnia dan berakhir dengan asidosis. Hipoksia yang terdapat pada
penderita Asfiksia ini merupakan faktor terpenting yang dapat menghambat
adaptasi bayi baru lahir terhadap kehidupan ekstrauterin.Penilaian statistik dan
pengalaman klinis atau patologi anatomis menunjukkan bahwa keadaan ini
merupakan penyebab utama mortalitas dan morbiditas bayi baru lahir.Hal ini
dibuktikan oleh Drage dan Berendes (1996) yang mendapatkan bahwa skor Apgar
yang rendah sebagai manifestasi hipoksia berat pada bayi saat lahir akan
memperlihatkan angka kematian yang tinggi.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa itu BBLR ?
2. Apa yang dimaksud dengan asfiksia neonatorum ?
3. Apa pengertian sindrom gangguan pernapasan ?

1
1.3 Tujuan
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan BBLR
2. Mahasiswa dan tenaga kesehatan mampu memahami tentang asfiksia
neonatorum
3. Mahasiswa dan tenaga kesehatan mampu memahami tentang sindrom
gangguan pernapasan

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi BBLR

Berat badan lahir rendah meupakan alat ukur paling sensitif dan paling
penting untuk mengetahui status Kesehatan seorang bayi. “World Health
Organization (WHO)” memberikan Batasan bahwa bayi dengan bayi berat badan
lahir rendah (BBLR) adalah bayi lahir dengan berat kurang dari 2.500 gram.
Batasan ini didasarkan pada observasi epidemiologi bahwa bayi dengan berat
badan lahir dibawah 2.500 gram memiliki mortalitas 20 kali lebih tinggi
dibandingkan dengan bayi dengan berat badan lahir lebih dari 2.500 gram.

Pemakaian alat incubator dalam perawatan BBLR pada dasarnya tidak


mendukung perawatan rooming in memfasilitasi kontak antara ibu bayi secara
dini. Hal ini menjadikan ibu tidak percaya diri merawat bayinya karena kurang
pengenalan akan bayi dan meminimalisasi bounding attachment ibu dan bayi.
Berbagai permasalahan menyusui ditanggapi para ibu dengan beralih ke susu
formula (Indu B.,et al, 2006). Kebanyakan ibu yang memilih pemberian susu
formula, dan ini bisa menjadi suatu kekhawatiran bagi kebanyakan bayi baru lahir,
karena bayi tidak mendaptkan manfaat ASI dan isu kasus susu formula yang
mengandung bakteri Enterobacter sakazaki di Indonesia.

Kontak fisik seacara langsung antara ibu bayi baru lahir secara continue
diteliti dan dapat dipengaruh terhadap sistem kerja hormone prolactin. Hormone
prolactin memprakarsai produk ASI pada ibu nifas, sehingga hal ini penting untuk
diterapkan. Skin To Skin Contact atau kontak fisik secara langsung ibu bayi
merupakan bagian dari aplikasi intervensi perawatan metode kanguru yang dapat
diimplementasikan dalam mendukung tindakan rooming in ibu bayi terutama pada
BBLR tanpa indikasi medis. Kejadian BBLR dapat dipengaruhi oleh berbagai
factor baik itu factor ibu. Plasenta maupun factor janin itu sendiri.

3
2.1.1 Etiologi

Pada BBLR fungsi organ bayi seperti sistem pernafasan,saluran cerna,hati,


ginjal metabolism dan kekebalan belum berjalan balik (terutama usia kehamilan <
34 minggu).hal ini menyebabkan BBLR rendah rentan terhadap penyakit.
Penyakit yang berhubungan dengan BBLR yaitu premature antara lain sindrom
gangguan nafas idiopatik, pneumonia aspirasi dapat akibat refleks menelan dan
batuk yang belum sempurna hiportemia dan hiperbillirubinemia dapat akibat dari
fungsi hati yang belum matang.

BBLR ada 2 penyebab yaitu premature dan janin tumbuh lambat


(Intrauterine Growth Retardation/ IUGR). Bayi kecil untuk masa kehamilan atau
IUGR adalah bayi yang lahir cukup bulan tetapi berat lahir kurang. Keadaan ini
terjadi akibat terganggunya pertubuhan janin Ketika di dalam Rahim ibu.

Di seluruh dunia terdapat 15,5% dari seluruh kelahiran BBLR yang berarti
20,6 juta bayi BBLR dilahirkan setiap tahun kisaran angka BBLR di negara maju
dan negara berkembang sangat mencolok,90 % kejadian BBLR terjadi di negara
berkembang. Dari stastik WHO tahun 2008 diperoleh bahwa kelahiran BBLR di
Indonesia periode tahun 2000-2002 sebesar 9 %.prevalensi BBLR rata rata
sebesar 3.36% kota Yogyakarta tercatat prevalensinya tertinggi yaitu 5,48% dari
total bayi baru lahir yang ditimbang. Kejadian dari penyebab BBLR yaitu dapat
dipengaruhi oleh berbagai faktor baik itu faktor ibu, plasenta maupun faktor janin
itu sendiri.

1. Faktor ibu meliputi :

Umur (umur < 20 tahun , umur >35 tahun) paritas (kurang dari 2 lebih dari
4) malnutrisi keadan social (golongan sosial ekonomi rendah tingkat, pendidikan
rendah, status bekerja dan perkawinan yang tidak sah ).

Kasus kejadian penyebab bayi dengan berat lahir rendah di Indonesia


masih tergolong cukup tinggi. Hal ini dibuktikan dalam survey demografi yang
dilakukan pada tahun 1997 yang membuktikan bahwa angka kematian bayi yang
disebabkan oleh kejadian BBLR terdapat 52 kasus dalam 1000 kasus kelahiran
hidup . kematian neonatus dapat diminimalisasi dengan perawatan bayi dengan

4
perawatan bayi dengan perawatan bayi dengan berat lahir rendah menggunakan
incubator di fasilitas ruang NICU di rumah sakit. Namun hal ini terkendala
diakibatkan mahalnya biaya perawatan, biaya operasional perawatan alat
incubator dan logistic, serta minimnya tenaga professional yang memiliki
kompetensi dalam melakukan perawatan tersebut.

2.1.2 Patofisiologi

Berat badan lahir rendah  disebabkan oleh dua faktor utama yakni
kelahiran prematur (usia gestasi kurang dari 37 minggu) dan intrauterine growth
restriction (IUGR), atau kombinasi dari keduanya. Sehingga patofisiologi dari
BBLR tentu berkaitan dengan kedua kondisi tersebut.

Kelahiran Prematur
Kelahiran prematur disebabkan oleh banyak faktor yang berkaitan erat
dengan hubungan yang kompleks antara fetus, plasenta, uterus, dan faktor
maternal. Apabila terjadi suatu gangguan atau kelainan pada salah satu faktor di
atas, maka akan timbul akibat seperti ketidakmampuan uterus untuk
mempertahankan fetus, terganggunya jalan lahir, dan kontraksi uterus sebelum
waktunya, sehingga terjadilah kelahiran prematur.

2.1.3 Manisfestasi Klines


Tanda Tanda BBLR
1. Umur kehamilan sama dengan atau kurang dari 37 minggu
2. Berat badan sama dengan atau kurang dari 37 minggu
3. Panjang badan sama dengan atau kurang dari 45 cm
4. Lingkar dada kurang dari 30 cm
5. Lingkar kepala sama dengan atau kurang dari 33 cm
6. Kepala relative lebih besar dari badannya
7. Rambut lanugo masih banyak dan jaringan lemak subkutan tipis atau
kurang
8. Kulit tipis dan transparan
9. Vernik kaseosa tidak ada atau sedikit bila ada
10. Kulit mengkilap, telapak kaki halus
11. Sering tampak peristatik usus

5
12. Genetalia belum sempurna, labio minora belum tertutup oleh labia mayira,
klitoris menonjol (pada bayi perempuan). Testis belum turun kedalam
skrotum,pigmentasi dan rugue pada skrotum kurang (pada bayi laki laki)
13. Tangisannya lemah dan jarak pernafasan tidak teratur dan terjadi apnea
14. Refleks tonik-neck lemah dan reflek morro positif
15. Tonus otot lemah sehingga bayi kurang aktif dan pergerakannya lemah.
16. Daya hisap lemah terutama dalam hari hari pertama (Atikah dan
cahyo,2010)

2.1.4 Pemeriksaan Diagnostik

Salah satu alasan pentingnya pemeriksaan kehamilan rutin adalah untuk


memastikan bahwa bayi bertumbuh dengan baik. Selama kehamilan, ukuran janin
dipantau melalui beberapa cara. Peningkatan berat badan secara bertahap
merupakan salah satu cara memeriksa pertumbuhan janin. Untuk mengukur tinggi
fundus, dilakukan pemeriksaan dengan mengukur panjang dari titik atas tulang
pubis hingga titik atas rahim (puncak rahim atau fundus). Selain itu, tenaga
kesehatan terlatih juga dapat menggunakan ultrasonografi untuk mengevaluasi
pertumbuhan dan perkembangan janin. Ultrasonografi menggunakan gelombang
suara untuk menghasilkan pencitraan janin. Gambaran yang diperoleh merupakan
perhitungan yang lebih akurat daripada perhitungan tinggi fundus. Pengukuran
dilakukan pada kepala bayi, perut, dan tulang paha atas (femur), untuk
memperkirakan berat janin.

2.1.5 Penatalaksanaan

Penanganan BBLR perlu dilakukan beberapa penanganan antara lain :

1. Pemberian vitamin K1 yang dapat diberikan 1mg intramuscular sekali


pemberian atau per oral 2mg tiga kali pemberian (saat lahir umur 3-10
hari, dan umur 4-6 minggu)
2. Mempertahankan suhu tubuh normal. Karena BBLR mudah mengalami
hipotermia,sehingga suhu tubuhnya harus dipertahankan dengan
ketat.gunakan salah satu cara menghangatkan dan mempertahankan suhu

6
tubuh bayi seperti kontak kulit ke kulit, kangaroo mother care, pemancar
panas, incubator atau ruangan hangat.jangan mandikan atau menyentuh
bayi dengan tangan dingin dan pantau terus suhu tubuh bayi.
3. Pemberian nutrisi pada BBLR refleks menelan belum sempurna oleh
sebab itu pemberian nutrisi harus dilakukan dengan cermat. ASI
merupakan pilihan utama apabila bayi mendapat ASI pastikan bayi
menerima dalam jumlah yang cukup dengan cara apapun, perhatikan cara
pemberian ASI dan nilai kemampuan bayo menghisap paling kurang
sekali sehari dan apabila bayi sudah tidak mendapat cairan intravena dan
beratnya naik 20 gram per hari selama tiga hari berturut turut, tmbang bayi
dua kali seminggu. Pemberian minum minimal 8 kali sehari.

2.2 Definisi Asfiksia Neonatorum


Adapun beberapa definisi asfiksia neonatorum adalah sebagai berikut :

a. Menurut WHO, Asfikisia neonatorum adalah kegagalan bernafas secara spontan

dan teratur segera setelah lahir (Depkes RI, 2008:6).

b. Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Asfiksia neonatorum adalah

kegagalan nafas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat

setelah lahir yang ditandai dengan hipoksemia, hiperkarbia, dan asidosis

(IDAI,2004:272).

c. Asfiksia adalah keadaan bayi tidak bernafas secara spontan dan teratur segera

setelah lahir (JNPK-KR dan Depkes RI, 2008:146).

d. Asfiksia Neonatorum (Apnea Neonatorum) adalah keadaan di mana bayi yang

baru dilahirkan tidak segera bernafas secara spontan dan teratur setelah

dilahirkan (Sofian, 2011:291).

e. Asfiksia neonatorum merupakan suatu keadaan pada bayi baru lahir yang

mengalami gagal bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir,

7
sehingga bayi tidak dapat memasukkan oksigen dan tidak dapat mengeluarkan

zat asam arang dari tubuhnya.

2.2.1 Etiologi

a. Gangguan sirkulasi pada janin

b. Gangguan pada tali pusat

- Lilitan tali pusat

- Simpul tali pusat

- Tekanan pada tali pusat

- Ketuban telah pecah

- Kehamilan leawat waktu

c. Pengaruh Obat

- Karena narkosa saat persalinan

d. Faktor Ibu

- Gangguan His : Tetania uteri-hipertoni

- Turunya tekanan darah dapat mendadak : Perdarahan pada plasenta previa dan

sulutio plasenta

- Hipertensi pada ibu hamil

- Gangguan pertukaran nutrisi/O2 : solution plasenta

2.2.2 Patofisiologi

Pembuluh darah arteriol yang ada di paru-paru bayi masih dalam keadaan
kontraksi dan hampir seluruh dari dari jantung kanan tidak dapat melalui paru-
paru sehingga darah dialirkan melalui duktus arteriosus kemudian masuk ke aorta
namun suplai oksigen melalui plasenta ini terputus ketika bayi memasuki
kehidupan ekstrauteri (Masruroh, 2016). Hilangnya suplai oksigen melalui
plasenta pada masa ekstrauteri menyebabkan fungsi paru neonates diaktifkan dan

8
terjadi perubahan pada alveolus yang awalnya berisi cairan kemudian digantikan
oleh oksigen (Behrman et al., 2000). Proses pergantian cairan tersebut terjadi
akibat adanya kompresi dada (thoraks) bayi pada saat persalinan kala II dimana
saat pengeluaran kepal, menyebabkan badan khususnya dada (thoraks) berada
dijalan lahir sehingga kompresi dan cairan yang terdapat dalam paru dikeluarkan
(Manuaba, Manuaba, & Manuaba, 2007). Selain itu, pernapasan pertama bayi
timbul karena ada rangsangan-rangsangan seperti penurunan PO2 dan Ph, serta
peningkatan PCO2 akibat adanya gangguan pada sirkulasi plasenta, redistribusi
curah jantung sesudah tali pusat diklem, penurunan suhu tubuh dan berbagai
rangsangan taktil (Behrman et al., 2000).

2.2.3 Manifestasi Klinis

Bayi tidak bernafas atau nafas megap-megap, denyut jantung kurang dari
100 x/menit, kulit sianosis, pucat, tonus otot menurun, tidak ada respon terhadap
rangsangan (Sembiring, 2017).

Klasifikasi Asfiksia Neonatotum

Asfiksis neonatorum di klasifikasi (Fida & Maya, 2012) :

1. Asfiksia Riangan (virgorus baby)

Skor APGAR 7-10, bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan tindakan
istimewa.

2. Asfiksia Sedang (mild moderate asphyksia)

Skor APGAR 4-6, pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi jantung
lebih dari 100/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, reflek iritabilitas
tidak ada.

3. Asfiksia Berat

Skor APGAR 0-3, pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung


kurang dari 100x/menit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan kadang-kadang
pucat, reflek iritabilitas tidak ada. Pada asphyksia dengan henti jantung yaitu
bunyi jantung fetus menghilang tidak lebih dari 10 menit sebelum lahir lengkap

9
atau bunyi jantungb menghilang post partum, pemeriksaan fisik sama pada
asphyksia berat.

2.2.4 Pemeriksaan Diagnostik

Menurut Nurarif & Kusuma (2015) pemeriksaan diagnostik yang


dilakukan pada pasien asfiksia berupa pemeriksaan :

1. Analisa Gas Darah (AGD)

2. Elektrolit Darah

3. Gula Darah

4. Baby gram (RO dada)

5. USG (kepala)

Contoh Penatalaksanaan Asfiksia Neonatorum di RSUD Dr. H. Soewondo


Kab. Kendal

2.2.5 Penatalaksanaan Asfiksia Neonatorum Berdasarkan Jenis

1. Dari hasil penelitian yang dilakukan dari 42 bayi baru lahir yang mengalami
asfiksia neonatorum di RSUD dr.H.Soewondo Kendal menunjukkan bahwa
semuanya dilakukan penatalaksanaan resusitasi, 9,5 % yang dilakukan kompresi
dada, 21,4% yang dilakukan penatalaksanaan VTP dan sisanya 69,1% dilakukan
penatalaksanaan

langkah awal.

2. Penatalaksanaan Asfiksia Neonatorum Berdasarkan SOP

Hasil penelitian terhadap penatalaksanaan bayi baru lahir yang mengalami asfiksia
neonatorum berdasarkan SOP yang ada di RSUD DR.H.Soewondo Kendal
menunjukkan bahwa semua penatalaksaan terhadap 42 bayi dengan asfiksia
neonatorum tidak sesuai dengan SOP. SOP penatalaksanaan asfiksia neonatorum
di RSUD DR.H.Soewondo Kendal yaitu prosedur pertama yang dilakukan dengan
6 langkah awal (HAIKAP) resusitasi secara cepat (dalam waktu 30 detik) sbb :

10
1. Jaga bayi tetap hangat

a. letakkan bayi diatas kain yang ada di atas perut ibu atau dekat dengan
perineum.

b. selimuti bayi dengan kain tersebut,potong tali pusat.

c. pindahkan bayi ke atas kain ketempat resusitasi

2. Atur posisi bayi

Baringkan bayi terlentang dengan kepala didekat penolong, ganjal bahu agar
kepala sedikit Ekstensi.

3. Isap lendir

Gunakan alat penghisap lendir DeLee atau Bola karet.

a. Pertama, isap lendir di dalam mulut,kemudian baru isap lendir di hidung.

b. Hisap lendir sambil menarik keluar penghisap (bukan pada saat memasukan).

c. Bila menggunakan penghisap lendir DeLee, jangan memasukan ujung


penghisap terlalu dalam (lebih dari 5cm kedalam mulut atau lebih dari 3cm ke
dalam hidung) karena dapat menyebabkan denyut jantung bayi melambat atau
henti napas bayi

4. Keringkan dan rangsang taktil

a. Keringkan bayi mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh lainnya dengan
sedikit tekanan.Rangsangan ini dapat memulai pernapasan bayi atau bernapas
lebih baik.

b. Lakukan rangsangan taktil dengan menepuk atau menyentil telapak kaki dan
menggosok punggung, perut, dada, atau tungkai bayi dengan telapak tangan.

5. Reposisi atau atur kembali posisi kepala dan selimut bayi.

a. Ganti kain yang telah basah dengan kain bersih dan kering yang baru
(disiapkan).

11
b. Selimuti bayi dengan kain tersebut, jangan tutupi bagian muka dan dada agar
pemantauan pernapasan bayi dapat diteruskan.

c. Atur kembali posisi terbaik kepala bayi (sedikit ekstensi).

6. Penilaian apakah bayi menangis atau bernapas spontan dan teratur.

a. Lakukan penilaian bayi apakah bayi bernapas normal,megap-megap,atau tidak


bernapas.

b. Bila bayi bernapas normal berikan pada ibunya :

Letakkan bayi di atas dada ibu dan selimuti keduanya untuk menjaga kehangatan
tubuh bayi melalui persentuhan kulit ibu-bayi.

c. Bila bayi tak bernapas atau megap-megap segera lakukan tindakan Ventilasi.

Bila bayi tidak bernafas atau megap-megap atau tetap sianosis setelah diberi
oksigen 100%, lakukan segera VTP. Bila tidak bernafas atau megap-megap atau
frekuensi jantung.

12
2.2.6 Bagan Resusitasi

13
2.3 Definisi Sindrom Gangguan Pernafasan Neonatus

Sindrom gangguan napas ataupun sering disebut sindrom gawat napas


(Respiratory Distress Syndrom/RDS) adalah istilah yang digunakan untuk disfusi
pernafasan pada neonatus. Gangguan ini merupakan penyakit yang berhubungan
debgan keterlambatan perkembangan maturitas paru (Whalley dan Wong,1995).
Gangguan ini biasanya juga dikenal degan nama hyaline membrane disease
(HMD) atau penyakit membran hialin, karena pada penyakit ini selalu ditemukan
membran hialin yang melapisi alveoli.

Penyakit ini menyebabkan kegagalan pernapasan pada bayi prematur dapat


disebabkan karena kekurangan surfaktan. Surfaktan dihasilkan oleh sel-sel di
dalam alveoli dan berfungsi menurunkan tegangan permukaan. Surfaktan
dihasilkan oleh paru-paru yang matang, yaitu pada kehamilan 34-37 minggu.
Kekurangan sufaktan ini menyebabkan kegagalan pengembangan kapasitas residu
fungsional dan kecenderungan paru-paru untuk mengalami atelaktasis,
ketidaksesuaian antara asidosis respiratorik

Sindrom gangguan pernapasan adalah kumpulan gejala yang terdiri dari


dispnea atau hiperkapnea dengan frekuensi pernapasan lebih dari 60 kali/ menit,
sianosis rintihan pada ekspirasi dan kelainan otot-otot pernapasan pada inspirasi.
RDS sering ditemukan pada bayi prematur. Insidens berbanding terbalik dengan
usian kehamilan dan berat badan. Artinya semakin muda usia kehamilan ibu,
semakin tinggi kejadian RDS pada bayi tersebut. Sebaliknya semakin tua usia
kehamilan, semakin rendah pula kejadian RDS atau sindrom gangguan
pernapasan.

Persentase kejadian menurut usia kehamilan adalah 60-80 % terjadi pada bayi
yang lahir dengan usia kehamilan kurang dari 28 minggu, 15-30% padabayi antara
32-36 minggu dan jarang sekali ditemukan pada bayi cukup bulan (matur).
Insiden pada bayi prematur kulit putih lebih tinggi dari pada bayi kulit hitam dan
sering terjadi pada bayi laki-laki daripada bayi perempuan (Nelson, 1999). Selaian
itu, kenaikan frekuensi juga ditemukan pada bayi yang lahir dari ibu yang
menderita gangguan perfusi darah uterus selama kehamilan, misalnya : ibu
penderita diabetes, hipertensi, hipotensi, sekio serta perdarahan antepartum

14
2.3.1 Etiologi

Sindrom gangguan pernapasan dapat disebabkan karena :

 Obstruksi saluran pernaasan bagian atas (atresia esofagus, atresia koana


bilateral)
 Kelainan parenkim paru (penyakit membran hialin, perdarahan paru-paru)
 Kelainan diluar paru (pneumotoraks,hernia diafragmatika)

Terjadinya RDS (Respiratory Distress Syndrom) dapat disebabkan pula akibat


adanya cedera secara langsung (direct) maupun ditidak langsung (indirect). Secara
langsung cedera yang terjadi langsung mengenai area paru-paru. Sedangkan
secara tidak langsung, cedera terjadi ditempat lain ditubuh dan mediator kimia
yang dikeluarkan selama cedera masuk melalui aliran darah ke paru-paru.

2.3.2 Patofisiologi

Bayi prematur lahir dengan paru yang belum siap sepenuhnya untuk berfungsi
sebagai organ pertukaran gas yang efektif. Hal ini merupakan faktor kritis dalam
terjadi RDS,ketidaksiapan paru menjalankan fungsinya tersebut disebabkan oleh
kekurangan atau tidak adanya surfaktan.

Surfaktan adalah subtasi yang merendahkan tegangan permukaan alveolus


sehingga tidak terjadikolaps pada akhir ekspirasi dan mampu menahan sisa udara
fungsional/kapasitas residu fungsional (Ilmu kesehatan anak, 1985). Kadar
surfaktan matur muncul sesudah umur kehamila 34 minggu. Surfaktan
menyebabkan ekspansi yang merata dan menjaga ekspansi paru pada tekanan
intraalveolar yang rendah. Kekuranga atau ketidakseimbangan fungsi surfaktan
menimbulkan ketidak seimbangan infalasi saat inspirasi dan kolaps alveoli saat
ekspirasi.

Bila surfaktan tidak ada, janin tidak dapat menjaga parunya tetap
mengembang. Ketidak mampuan mempertahankan pengembangan paru ini dapat
menyebabkan atelaktasis sehingga menyebabkan peningkatan gagal napas.

15
Kolaps baru (atelaktasis) akan meningkatkan pulmonal yang menimbulkan
hiopoksia. Akibat dari hipoksia adalah konstriksi vaskualarisasi pulmonal yang
menimbulkan penurunan oksigenasi jaringan dan selanjutnya menyebabakan
metabolisme anaerob.

RDS atau sindrom gangguan pernapasan adalah penyakit yang dapat sembuh
sendiri dan mengikuti masa deteriorasi (kurang lebih 48 jam) dan jika tidak ada
komplikasi paru akan membaik dalam 72 jam. Proses perbaikan ini, terutama
dikaitkan dengan meningkatkan produksi dan ketersediaan materi surfaktan.

2.3.3 Manifestasi klinies

Tanda dan gejala sindrom gangguan pernapasan sering disertai riwayat


asfiksia pada waktu lahir atau gawat janin pada akhir kehamilan. Adapun tanda
dan gejalanya adalah :

 Timbul setelah 6-8 jam setelah lahir


 Pernapasan cepat/hiperkanea atau dispnea dengan frekuensi pernapasan
lebih dari 60 kali/menit
 Retraksi interkostal, epigastrium atau supraternapada inspirasi
 Sianosis yang tidak membaik dengan pemberian oksigen
 Grunting (terdengar seperti suara rintihan)
 Tikakardia yaitu nadi 170 kali/menit

2.3.4 Pemeriksaan diagnostik

 Hasil pemeriksaan yang menunjukan kriteria diagnosa RDS (Urden et al.,


2006)
1) Serangan akut,
2) Pada ALI (Acute Lung Injury) rasio antara tekanan parsial oksigen
(PaO2) dengan fraksi insfirasi oksigen (FiO2) kurang dari 300
mmHg sedangkan pada RDS (Respiratory Distress Syndrom) rasio
antara tekanan parsial oksigen (PaO2) dengan fraksi inspirasi
(FiO2)kurang dari 200 mmHg.

16
3) Pada pemeriksaan rontgen dada atau radiografi terlihat adanya
infiltrat bilateral.
4) Pulmonary artery wadge pressure (PAWP) kurang dari 18 mmHg
atau tidak adanya indikasi hipertensi atrium kiri
 AGD tanda awal (early): adanya hiperventilasi namun pada fase awal
menunjukkan kondisi alkalosis, hal tersebut karena O2 yang larut dalam
plasma sehingga belum ditemukan kondisi asidosis. Analisis gas darah
merupakan indikator definisi dari pertukaran gas untuk menilai gagal nafas
akut.
 X-ray hasil pemeriksaan X-ray paru pada fase awal masih terlihat nornal,
hal ini disebabkan karena perubahan pada paru belum terjadi dalam 24 jam
pertama dan fase lanjut pada hasil X-ray ditemukan bilateral infiltrate yang
menutupi lapang paru.
 Pemeriksaan laboratorium hasilnya tergantung dari faktor penyebabnya.
Pada RDS disertai infeksi dapat ditemukan peningkatan sel darah putih .
trombositopenia dapat ditemukan pada pasien sepsis dengan adanya
koagulasi intavaskular diseminata (DIC). Hemoglobin (Hb) harus selalu
dipantau sebab jika terjadi anemia kandungan oksigen dalam darah
mrnurun sebagai akibat efek ppemberian intraensi ventilasi mekanik dan
PEEP ( Positive End-Ekspiratory Pressure).
 Bronkoskopi dapat dipertimbangkan untuk mengevaluasi kemungkinan
infeksi, perdarahan alveolar, atau pneumonia pada pasien akut dengan
infiltrat paru bilateral.
 Pemeriksaan kultur sputum
 Intrapulmonary shunt measurement : intrapulmonary shunt lebih dari 15%
menandakan hipoksemia dan mengancam kehidupan.

Pemeriksaan ini dilihat dari rasio Pa02 /FiO2 .


 300 = normal
 200 = intrapulmonary shunt (15-20%)
 <200 = intrapulmonary shunt >20%
 Echokardiography ( untuk menapis penyebab edema dari edema pulmonal)

17
2.3.5 Penatalaksanaan

Penatalaksaan RDS atau sindrom gangguan napas adalah sebagai berikut :

 Bersihkan jalan nafas dengan menggunakan penghisap lendir dan kasa


steril
 Pertahankan suhu tubuh bayi dengan membungkus bayi dengan kaos kaki
hangat
 Atur posisi bayi dengan kepala ekstensi agar bayi dapat bernafas dengan
optimal
 Apabila terjadi apnew lakukakn nafas buatan dari mulut ke mulut
(menggunakan mouth barier)
 Longgarkan pakaian bayi
 Beri penjelasan pada keluarga bahwa bayi harus dirujuk kerumah sakit
 Baik rujuk segera kerumah sakit

Penatalaksanaan medik maka tindakan yang perlu di lakukan adalah sebagai


berikut:

 Memberikan lingkungan yang optimal


 Pemberian oksigen, tidak lebih dari 40% sampai gejala sianosis
menghilang
 Pemberian cairan dan elektrolit (glukosa 5% atau 10%) disesuaikan
dengan berat badan (60-125 ml/kgBB/hari) sangat diperlukan untuk
mempertahankan homeostatis dan menghindarkan dehidrasi
 Pemberian antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder
 Pemberian serfaktan sintetik, diberikan melalui sisa pada tube
endortracheal dalam 2 kalisuntikan bolus, contoh : Exosurf, Infasurf,
Alveofact.
 Pemberian obat golongan narotika/benzodiazeoibe untuk mengurangi
nyeri dan ketidaknyamanan pada bayi. Contoh : Lorazepam, Fentanyl.
 Obat penenang (sedatives) diberikan karena pasien akan memerlukan
bantuan ventilasi makanik dalam dalm jangka waktu yang lama.
 Pemberian obat sodium bicarbonat untuk mengatasi metabolic acidosis

18
 Pemberian obat golongan diuretik untuk mengurangi edema, namn perlu
mempertimbangkan resiko dan manfaatnya.

19
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dalam menangani masalah Neonatus Dan Resiko Tinggi banyak sekali


macamnnya disini kami menyontohkan BBLR, Asfiksia Neonatorum, dan
Sindrom Gangguan Pernapasan. Bahwa dalam menangani masalah neonatus harus
sesuai dengan prosedur yang sudah ada, jika tidak sesuai dengan prosedus pasti
mengalami resiko salah satunya meningkatnya kematian bayi yang disesbabkan
BBLR, Asfiksia Neonatorum dan Gangguan Sindrom Pernapasan.

3.2 Saran

Agar mahasiswa bisa memahami dan menjelaskan kondisi neonatuis


dengan resiko tinggi.

DAFTAR PUSTAKA

20
A. BUKU

Octa Dwienda R, SKM., M.Kes., dkk 2012.Asuhan Kebidanan Neonatus,


Bayi/ Balita Dan Anak Prasekolah Untuk Para Bidan. Yogyakarta; Deepublish

Masruroh. (2016). Buku Ajar Kegawatdaruratan Maternal & Neonatal. (J.


Budi, Ed.) (1st ed.). Yogyakarta: Nuha Medika.

Fida, & Maya. (2012). Pengantar Ilmu Kesehatan Anak. (V. Hany, Ed.)
(I). Jogjakarta: D-Medika.

Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc. (Yudha, Budi, & Oskar, Eds.)
(1st ed.). Yogyakarta: Percetakan Mediaction Publishing Jogjakarta.

Triana,Ani, S.S.T., M. Kes., dkk 2015. Kegawatdaruratan Maternal Dan


Neonatal. Yogyakarta: Deepublish Januari

Dislidel, dkk. 2011. Asuhan Neonatus,Bayi dan Balita. Jakarta : Buku


Kedokteran EGC.

Julina Br Sembiring. S.ST., M. Kes.2019 Asuhan Neonatus, Bayi, Balita,


Anak Pra Sekolah Yogyakarta : Buku Ajar Neonatus, Bayi, Balita, Anak Pra
Sekolah.

Bina Melvia Girsang, S.Keb.,Ns., M.Keb,2020 Asuhan Keperawatan


Perawatan Metode Kangguru (PMK) Penerbit : DEEPUBLISH

B. JURNAL/ARTIKEL

21
Mimi Ruspita, HenyRosiana 2020. Gambaran Penatalaksanaan Bayi Baru Lahir
Yang Mengalami Asfiksia Neonatorum Di Rumah Sakit Umum Daerah DR. H
Soewondo Kabupaten Kendal. Midwefery Care Jurnal UPP Kampus Kendal
Poltek Kes Semarang, Indonesia Vol.1 No. 4 Juli 2020

Bakowiz, M., Bruns, B., McCunn. 2012 Accute lung injury and the accute
respiratory distress syndrom in the in juret patient. Skandinavian journal of
trauma, Resucitation and emergency medicine.

FAKTOR – FAKTOR RISIKO KEJADIAN BERAT BAYI LAHIR RENDAH DI


WILAYAH KERJA UNIT PELAYANAN TERPADU KESMAS GIANYAR II
Sandra Surya Rini1 , IGA Trisna W2 Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana1 Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK
UNUD/RSUP Sanglah2 9-10 halaman

Faktor Risiko Bayi Berat Badan Lahir Rendah di RS PKU Muhammadiyah


Yogyakarta Tahun 2010 Wira Septa1 , MTS Darmawan2 Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Indonesia, Departemen Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas
Kedokteran Universitas Islam Indonesia mtsdarmawan@yahoo.co.id JKKI, VOL .
3 NO,8 JANUARI 2011 45-47 Halaman

22

Anda mungkin juga menyukai