Disusun Oleh :
Dhea Ayu Twentyna (191110011)
Dewi Sri Wulandari (191110010)
Meilani Nur Hasanah (191110005)
JOMBANG
i
2020/2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan pembuatan
makalah yang berjudul “Makalah Neonatus Bayi Berat Badan Lahir Rendah
Asfiksia Neonatorum & Sindrom Gangguan Pernafasan” . Kami menyadari,
banyak kekurangan yang ditemukan dalam penulisan makalah ini, sehingga kami
dengan tangan terbuka menerima kritikan dan saran untuk kebaikan makalah ini.
Kami juga memohon maaf seandainya terjadi kesalahan yang sengaja
ataupun yang tidak disengaja terjadi dalam penulisan makalah.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi BBLR .....................................................................................3
iii
2.3.5 Penatalksanaan .............................................................................18
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Bayi lahir dengan bayi berat lahir rendah (BBLR) merupakan salah satu
factor resiko yang mempunyai kontribusi terhadap kematian bayi khususnya pada
masa perinatal. Selain itu bayi berat lahir rendah dapat mengalami gangguan
mental dan fisik pada usia tumbuhkembang selanjutnya, sehingga membutahkan
biaya perawatan yang tinggi.Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah salah satu
hasil dari ibu hamil yang menderita energy kronis dan akan mempunyai status gizi
buruk. BBLR berkaitan dengan tingginyaangka kematian bayi dan balita, juga
dapat berdampak serius pada kualitas generasimendatang, yaitu akan
memperlambat pertumbuhan dan perkambangan anak, serta berpengaruh pada
penurunan kecerdasan.
Asfiksia neonaturium ialah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal
bernafas secara spontan dan teratur segera setelah keadaan ini disertai dengan
hipoksia hiperkapnia dan berakhir dengan asidosis. Hipoksia yang terdapat pada
penderita Asfiksia ini merupakan faktor terpenting yang dapat menghambat
adaptasi bayi baru lahir terhadap kehidupan ekstrauterin.Penilaian statistik dan
pengalaman klinis atau patologi anatomis menunjukkan bahwa keadaan ini
merupakan penyebab utama mortalitas dan morbiditas bayi baru lahir.Hal ini
dibuktikan oleh Drage dan Berendes (1996) yang mendapatkan bahwa skor Apgar
yang rendah sebagai manifestasi hipoksia berat pada bayi saat lahir akan
memperlihatkan angka kematian yang tinggi.
1
1.3 Tujuan
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan BBLR
2. Mahasiswa dan tenaga kesehatan mampu memahami tentang asfiksia
neonatorum
3. Mahasiswa dan tenaga kesehatan mampu memahami tentang sindrom
gangguan pernapasan
2
BAB II
PEMBAHASAN
Berat badan lahir rendah meupakan alat ukur paling sensitif dan paling
penting untuk mengetahui status Kesehatan seorang bayi. “World Health
Organization (WHO)” memberikan Batasan bahwa bayi dengan bayi berat badan
lahir rendah (BBLR) adalah bayi lahir dengan berat kurang dari 2.500 gram.
Batasan ini didasarkan pada observasi epidemiologi bahwa bayi dengan berat
badan lahir dibawah 2.500 gram memiliki mortalitas 20 kali lebih tinggi
dibandingkan dengan bayi dengan berat badan lahir lebih dari 2.500 gram.
Kontak fisik seacara langsung antara ibu bayi baru lahir secara continue
diteliti dan dapat dipengaruh terhadap sistem kerja hormone prolactin. Hormone
prolactin memprakarsai produk ASI pada ibu nifas, sehingga hal ini penting untuk
diterapkan. Skin To Skin Contact atau kontak fisik secara langsung ibu bayi
merupakan bagian dari aplikasi intervensi perawatan metode kanguru yang dapat
diimplementasikan dalam mendukung tindakan rooming in ibu bayi terutama pada
BBLR tanpa indikasi medis. Kejadian BBLR dapat dipengaruhi oleh berbagai
factor baik itu factor ibu. Plasenta maupun factor janin itu sendiri.
3
2.1.1 Etiologi
Di seluruh dunia terdapat 15,5% dari seluruh kelahiran BBLR yang berarti
20,6 juta bayi BBLR dilahirkan setiap tahun kisaran angka BBLR di negara maju
dan negara berkembang sangat mencolok,90 % kejadian BBLR terjadi di negara
berkembang. Dari stastik WHO tahun 2008 diperoleh bahwa kelahiran BBLR di
Indonesia periode tahun 2000-2002 sebesar 9 %.prevalensi BBLR rata rata
sebesar 3.36% kota Yogyakarta tercatat prevalensinya tertinggi yaitu 5,48% dari
total bayi baru lahir yang ditimbang. Kejadian dari penyebab BBLR yaitu dapat
dipengaruhi oleh berbagai faktor baik itu faktor ibu, plasenta maupun faktor janin
itu sendiri.
Umur (umur < 20 tahun , umur >35 tahun) paritas (kurang dari 2 lebih dari
4) malnutrisi keadan social (golongan sosial ekonomi rendah tingkat, pendidikan
rendah, status bekerja dan perkawinan yang tidak sah ).
4
perawatan bayi dengan perawatan bayi dengan berat lahir rendah menggunakan
incubator di fasilitas ruang NICU di rumah sakit. Namun hal ini terkendala
diakibatkan mahalnya biaya perawatan, biaya operasional perawatan alat
incubator dan logistic, serta minimnya tenaga professional yang memiliki
kompetensi dalam melakukan perawatan tersebut.
2.1.2 Patofisiologi
Berat badan lahir rendah disebabkan oleh dua faktor utama yakni
kelahiran prematur (usia gestasi kurang dari 37 minggu) dan intrauterine growth
restriction (IUGR), atau kombinasi dari keduanya. Sehingga patofisiologi dari
BBLR tentu berkaitan dengan kedua kondisi tersebut.
Kelahiran Prematur
Kelahiran prematur disebabkan oleh banyak faktor yang berkaitan erat
dengan hubungan yang kompleks antara fetus, plasenta, uterus, dan faktor
maternal. Apabila terjadi suatu gangguan atau kelainan pada salah satu faktor di
atas, maka akan timbul akibat seperti ketidakmampuan uterus untuk
mempertahankan fetus, terganggunya jalan lahir, dan kontraksi uterus sebelum
waktunya, sehingga terjadilah kelahiran prematur.
5
12. Genetalia belum sempurna, labio minora belum tertutup oleh labia mayira,
klitoris menonjol (pada bayi perempuan). Testis belum turun kedalam
skrotum,pigmentasi dan rugue pada skrotum kurang (pada bayi laki laki)
13. Tangisannya lemah dan jarak pernafasan tidak teratur dan terjadi apnea
14. Refleks tonik-neck lemah dan reflek morro positif
15. Tonus otot lemah sehingga bayi kurang aktif dan pergerakannya lemah.
16. Daya hisap lemah terutama dalam hari hari pertama (Atikah dan
cahyo,2010)
2.1.5 Penatalaksanaan
6
tubuh bayi seperti kontak kulit ke kulit, kangaroo mother care, pemancar
panas, incubator atau ruangan hangat.jangan mandikan atau menyentuh
bayi dengan tangan dingin dan pantau terus suhu tubuh bayi.
3. Pemberian nutrisi pada BBLR refleks menelan belum sempurna oleh
sebab itu pemberian nutrisi harus dilakukan dengan cermat. ASI
merupakan pilihan utama apabila bayi mendapat ASI pastikan bayi
menerima dalam jumlah yang cukup dengan cara apapun, perhatikan cara
pemberian ASI dan nilai kemampuan bayo menghisap paling kurang
sekali sehari dan apabila bayi sudah tidak mendapat cairan intravena dan
beratnya naik 20 gram per hari selama tiga hari berturut turut, tmbang bayi
dua kali seminggu. Pemberian minum minimal 8 kali sehari.
kegagalan nafas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat
(IDAI,2004:272).
c. Asfiksia adalah keadaan bayi tidak bernafas secara spontan dan teratur segera
baru dilahirkan tidak segera bernafas secara spontan dan teratur setelah
e. Asfiksia neonatorum merupakan suatu keadaan pada bayi baru lahir yang
mengalami gagal bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir,
7
sehingga bayi tidak dapat memasukkan oksigen dan tidak dapat mengeluarkan
2.2.1 Etiologi
c. Pengaruh Obat
d. Faktor Ibu
- Turunya tekanan darah dapat mendadak : Perdarahan pada plasenta previa dan
sulutio plasenta
2.2.2 Patofisiologi
Pembuluh darah arteriol yang ada di paru-paru bayi masih dalam keadaan
kontraksi dan hampir seluruh dari dari jantung kanan tidak dapat melalui paru-
paru sehingga darah dialirkan melalui duktus arteriosus kemudian masuk ke aorta
namun suplai oksigen melalui plasenta ini terputus ketika bayi memasuki
kehidupan ekstrauteri (Masruroh, 2016). Hilangnya suplai oksigen melalui
plasenta pada masa ekstrauteri menyebabkan fungsi paru neonates diaktifkan dan
8
terjadi perubahan pada alveolus yang awalnya berisi cairan kemudian digantikan
oleh oksigen (Behrman et al., 2000). Proses pergantian cairan tersebut terjadi
akibat adanya kompresi dada (thoraks) bayi pada saat persalinan kala II dimana
saat pengeluaran kepal, menyebabkan badan khususnya dada (thoraks) berada
dijalan lahir sehingga kompresi dan cairan yang terdapat dalam paru dikeluarkan
(Manuaba, Manuaba, & Manuaba, 2007). Selain itu, pernapasan pertama bayi
timbul karena ada rangsangan-rangsangan seperti penurunan PO2 dan Ph, serta
peningkatan PCO2 akibat adanya gangguan pada sirkulasi plasenta, redistribusi
curah jantung sesudah tali pusat diklem, penurunan suhu tubuh dan berbagai
rangsangan taktil (Behrman et al., 2000).
Bayi tidak bernafas atau nafas megap-megap, denyut jantung kurang dari
100 x/menit, kulit sianosis, pucat, tonus otot menurun, tidak ada respon terhadap
rangsangan (Sembiring, 2017).
Skor APGAR 7-10, bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan tindakan
istimewa.
Skor APGAR 4-6, pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi jantung
lebih dari 100/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, reflek iritabilitas
tidak ada.
3. Asfiksia Berat
9
atau bunyi jantungb menghilang post partum, pemeriksaan fisik sama pada
asphyksia berat.
2. Elektrolit Darah
3. Gula Darah
5. USG (kepala)
1. Dari hasil penelitian yang dilakukan dari 42 bayi baru lahir yang mengalami
asfiksia neonatorum di RSUD dr.H.Soewondo Kendal menunjukkan bahwa
semuanya dilakukan penatalaksanaan resusitasi, 9,5 % yang dilakukan kompresi
dada, 21,4% yang dilakukan penatalaksanaan VTP dan sisanya 69,1% dilakukan
penatalaksanaan
langkah awal.
Hasil penelitian terhadap penatalaksanaan bayi baru lahir yang mengalami asfiksia
neonatorum berdasarkan SOP yang ada di RSUD DR.H.Soewondo Kendal
menunjukkan bahwa semua penatalaksaan terhadap 42 bayi dengan asfiksia
neonatorum tidak sesuai dengan SOP. SOP penatalaksanaan asfiksia neonatorum
di RSUD DR.H.Soewondo Kendal yaitu prosedur pertama yang dilakukan dengan
6 langkah awal (HAIKAP) resusitasi secara cepat (dalam waktu 30 detik) sbb :
10
1. Jaga bayi tetap hangat
a. letakkan bayi diatas kain yang ada di atas perut ibu atau dekat dengan
perineum.
Baringkan bayi terlentang dengan kepala didekat penolong, ganjal bahu agar
kepala sedikit Ekstensi.
3. Isap lendir
b. Hisap lendir sambil menarik keluar penghisap (bukan pada saat memasukan).
a. Keringkan bayi mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh lainnya dengan
sedikit tekanan.Rangsangan ini dapat memulai pernapasan bayi atau bernapas
lebih baik.
b. Lakukan rangsangan taktil dengan menepuk atau menyentil telapak kaki dan
menggosok punggung, perut, dada, atau tungkai bayi dengan telapak tangan.
a. Ganti kain yang telah basah dengan kain bersih dan kering yang baru
(disiapkan).
11
b. Selimuti bayi dengan kain tersebut, jangan tutupi bagian muka dan dada agar
pemantauan pernapasan bayi dapat diteruskan.
Letakkan bayi di atas dada ibu dan selimuti keduanya untuk menjaga kehangatan
tubuh bayi melalui persentuhan kulit ibu-bayi.
c. Bila bayi tak bernapas atau megap-megap segera lakukan tindakan Ventilasi.
Bila bayi tidak bernafas atau megap-megap atau tetap sianosis setelah diberi
oksigen 100%, lakukan segera VTP. Bila tidak bernafas atau megap-megap atau
frekuensi jantung.
12
2.2.6 Bagan Resusitasi
13
2.3 Definisi Sindrom Gangguan Pernafasan Neonatus
Persentase kejadian menurut usia kehamilan adalah 60-80 % terjadi pada bayi
yang lahir dengan usia kehamilan kurang dari 28 minggu, 15-30% padabayi antara
32-36 minggu dan jarang sekali ditemukan pada bayi cukup bulan (matur).
Insiden pada bayi prematur kulit putih lebih tinggi dari pada bayi kulit hitam dan
sering terjadi pada bayi laki-laki daripada bayi perempuan (Nelson, 1999). Selaian
itu, kenaikan frekuensi juga ditemukan pada bayi yang lahir dari ibu yang
menderita gangguan perfusi darah uterus selama kehamilan, misalnya : ibu
penderita diabetes, hipertensi, hipotensi, sekio serta perdarahan antepartum
14
2.3.1 Etiologi
2.3.2 Patofisiologi
Bayi prematur lahir dengan paru yang belum siap sepenuhnya untuk berfungsi
sebagai organ pertukaran gas yang efektif. Hal ini merupakan faktor kritis dalam
terjadi RDS,ketidaksiapan paru menjalankan fungsinya tersebut disebabkan oleh
kekurangan atau tidak adanya surfaktan.
Bila surfaktan tidak ada, janin tidak dapat menjaga parunya tetap
mengembang. Ketidak mampuan mempertahankan pengembangan paru ini dapat
menyebabkan atelaktasis sehingga menyebabkan peningkatan gagal napas.
15
Kolaps baru (atelaktasis) akan meningkatkan pulmonal yang menimbulkan
hiopoksia. Akibat dari hipoksia adalah konstriksi vaskualarisasi pulmonal yang
menimbulkan penurunan oksigenasi jaringan dan selanjutnya menyebabakan
metabolisme anaerob.
RDS atau sindrom gangguan pernapasan adalah penyakit yang dapat sembuh
sendiri dan mengikuti masa deteriorasi (kurang lebih 48 jam) dan jika tidak ada
komplikasi paru akan membaik dalam 72 jam. Proses perbaikan ini, terutama
dikaitkan dengan meningkatkan produksi dan ketersediaan materi surfaktan.
16
3) Pada pemeriksaan rontgen dada atau radiografi terlihat adanya
infiltrat bilateral.
4) Pulmonary artery wadge pressure (PAWP) kurang dari 18 mmHg
atau tidak adanya indikasi hipertensi atrium kiri
AGD tanda awal (early): adanya hiperventilasi namun pada fase awal
menunjukkan kondisi alkalosis, hal tersebut karena O2 yang larut dalam
plasma sehingga belum ditemukan kondisi asidosis. Analisis gas darah
merupakan indikator definisi dari pertukaran gas untuk menilai gagal nafas
akut.
X-ray hasil pemeriksaan X-ray paru pada fase awal masih terlihat nornal,
hal ini disebabkan karena perubahan pada paru belum terjadi dalam 24 jam
pertama dan fase lanjut pada hasil X-ray ditemukan bilateral infiltrate yang
menutupi lapang paru.
Pemeriksaan laboratorium hasilnya tergantung dari faktor penyebabnya.
Pada RDS disertai infeksi dapat ditemukan peningkatan sel darah putih .
trombositopenia dapat ditemukan pada pasien sepsis dengan adanya
koagulasi intavaskular diseminata (DIC). Hemoglobin (Hb) harus selalu
dipantau sebab jika terjadi anemia kandungan oksigen dalam darah
mrnurun sebagai akibat efek ppemberian intraensi ventilasi mekanik dan
PEEP ( Positive End-Ekspiratory Pressure).
Bronkoskopi dapat dipertimbangkan untuk mengevaluasi kemungkinan
infeksi, perdarahan alveolar, atau pneumonia pada pasien akut dengan
infiltrat paru bilateral.
Pemeriksaan kultur sputum
Intrapulmonary shunt measurement : intrapulmonary shunt lebih dari 15%
menandakan hipoksemia dan mengancam kehidupan.
17
2.3.5 Penatalaksanaan
18
Pemberian obat golongan diuretik untuk mengurangi edema, namn perlu
mempertimbangkan resiko dan manfaatnya.
19
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
20
A. BUKU
Fida, & Maya. (2012). Pengantar Ilmu Kesehatan Anak. (V. Hany, Ed.)
(I). Jogjakarta: D-Medika.
B. JURNAL/ARTIKEL
21
Mimi Ruspita, HenyRosiana 2020. Gambaran Penatalaksanaan Bayi Baru Lahir
Yang Mengalami Asfiksia Neonatorum Di Rumah Sakit Umum Daerah DR. H
Soewondo Kabupaten Kendal. Midwefery Care Jurnal UPP Kampus Kendal
Poltek Kes Semarang, Indonesia Vol.1 No. 4 Juli 2020
Bakowiz, M., Bruns, B., McCunn. 2012 Accute lung injury and the accute
respiratory distress syndrom in the in juret patient. Skandinavian journal of
trauma, Resucitation and emergency medicine.
22