Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

KEGAWATDARURATAN PENYAKIT INFEKSI PARASIT MALARIA,


TOXOPLASMOSIS, INFEKSI CACING PADA ANAK
Yang disusun untuk memenuhi tugas:
Mata Kuliah : GADAR
Dosen Pengajar : Erna Eka Wijayanti, SST., M.Keb

Oleh kelompok 4 :
1. Fidia Safitri (19171149007)
2. Nela Desya Putri (19171149015)
3. Rike Rahmawati (19171149023)
4. Sri Rahayu (19171149029)
5.Shofatul Izzah (19171149034)

PRODI DIII KEBIDANAN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
INSTITUT ILMU KESEHATAN NAHDLATUL ULAMA TUBAN
Jl. P.Diponegoro No.17 Tuban 62313 Telp.(0356)321387 Fax (0356)333237
TAHUN 2020/2021
KATA PENGANTAR

ِ ‫ْــــــــــــــــــم هللاِ الرَّحْ َم ِن الر‬


‫َّحيْم‬ ِ ‫بِس‬

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha pengasih lagi Maha Penyayang, kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah
serta inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah GADAR dengan
judul ini “KEGAWATDARURATAN PENYAKIT INFEKSI PARASIT PADA ANAK”
Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Erna Eka Wijayanti, SST., M.Keb. Selaku dosen
mata kuliah GADAR yang telah membimbing tugas ini dan sekaligus memberikan pengarahan
serta referensi demi terselesaikannya makalah ini.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Oleh
karena itu, kami dengan terbuka menerima segala kritik dan saran yang bersifat membangun
sempurnanya makalah ini.

Akhir kata, kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat maupun
inspirasi bagi para pembaca.

Tuban, 04 Januari 2022


DAFTAR ISI
BAB I
BAB II
2.1Konsep Dasar Malaria
2.2 Konsep Dasar Toksoplasmosis
2.3 Kosep Dasar Infeksi Cacing
BAB III
3.1 Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Malaria adalah penyakit infeksi disebabkan oleh parasit dari genus Plasmodium yang menyerang
sel eritrosit ditandai dengan gejala berupa demam, menggigil, anemia, dan splenomegali dalam kondisi
akut ataupun kronis yang ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk Anopheles betina yang
terinfeksi.1,2 Ada lima spesies Plasmodium yang dapat menyebabkan malaria pada manusia diantaranya
P. falciparum dan P. vivax yang umumnya dijumpai pada semua negara dengan malaria. Dua spesies ini
paling sering dijumpai di Indonesia. Spesies lainnya yaitu P. ovale dan P. malariae banyak dijumpai di
Indonesia Timur.3 Perkembangan terbaru ditemukan satu spesies lain yang dapat menyebabkan malaria
yaitu P. knowlesi di Malaysia yang sebelumnya hanya menyerang primata. 4,5 P. knowlesi juga
ditemukan menyebabkan malaria di Indonesia tepatnya di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan.

Perubahan hematologi merupakan komplikasi yang paling umum terjadi pada infeksi malaria.
Kelainan hematologi pada malaria yang telah dilaporkan adalah anemia, trombositopenia, dan
leukopenia hingga leukositosis.12 Anemia didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa eritrosit yang
mengakibatkan kadar hemoglobin menurun sehingga jumlah oksigen yang dibawa tidak cukup di
jaringan perifer.13 Beberapa mekanisme terjadinya anemia pada penyakit malaria yaitu penghancuran
eritrosit yang mengandung parasit, diseritropoesis (gangguan dalam pembentukan eritrosit karena
depresi eritropoesis dalam sumsum tulang), hemolisis oleh karena proses kompleks imun yang dimediasi
komplemen pada eritrosit yang tidak terinfeksi, dan pengaruh sitokin.1,14 Anemia terutama tampak
jelas pada malaria falciparum dan malaria kronis dengan penghancuran eritrosit yang cepat dan hebat.

Peningkatan jumlah leukosit melewati batas tertinggi disebut leukositosis dan penurunan di
bawah batas terendah disebut leukopenia.17 Berdasarkan ada atau tidaknya granula di dalam
sitoplasmanya, leukosit dibagi menjadi agranulosit (limfosit dan monosit) dan granulosit (basofil,
eosinofil, dan neutrofil). 17 Monosit berperan penting sebagai respon imun didapat non spesifik
terhadap parasit malaria, sedangkan limfosit berperan sebagai respon imun spesifik

Toksoplasmosis merupakan penyakit infeksi zoonosis yang disebabkan oleh protozoa parasit
obligat interselluler yaitu Toxoplasma gondii. 1 Toxoplasma gondii dapat berkembang biak dan bertahan
hidup selama bertahun-tahun di daerah yang beriklim tropis dan memiliki kondisi tanah yang lembab.2
Parasit ini dapat menginfeksi unggas, mamalia, dan manusia.3 Penyakit ini tersebar luas di dunia.1
Toxoplasma gondii biasanya menginfeksi manusia pada usia reproduktif yaitu umur 20-40 tahun.2
Prevalensi manusia terinfeksi oleh Toxoplasma gondii di dunia diperkirakan 1/3 populasi dunia dan
kondisi ini sering tidak menunjukkan gejala telah terinfeksi.4 Di Indonesia, prevalensi anti Toxoplasma
gondii positif yang ditemukan pada manusia berkisar 2-63%.5 Berdasarkan data dari SDKI ( Survei
Demografi dan Kesehatan Indonesia) tahun 2007, tercatat 35% ibu hamil terinfeksi Toxoplasma gondii
dan meningkat menjadi 47% pada tahun 2008.6 Data profil kesehatan RSUD Arifin Achmad Pekanbaru
tahun 2012 melaporkan bahwa toksoplasmosis berada diurutan 9 dari 15 penyakit terbesar pada ibu
hamil. Proporsi kejadian toksoplasma di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru pada tahun 2010 sebanyak
1,2%, tahun 2011 1,9% dan tahun 2012 2,3%. Dari data tersebut dijelaskan bahwa proporsi kejadian
toksoplasmosis selalu meningkat setiap tahunnya.

Infeksi cacing merupakan salah satu penyakit yang paling umum tersebar dan menjangkiti
banyak manusia di seluruh dunia. Umumnya, cacing jarang menimbulkan penyakit serius namun dapat
menyebabkan gangguan kesehatan kronis yang berhubungan dengan faktor ekonomi. Penyakit
kecacingan di Indonesia adalah penyakit rakyat umum, infeksinya pun dapat terjadi secara simultan oleh
beberapa jenis cacing sekaligus, pada orang dewasa bisa menyebabkan menurunnya produktivitas kerja
dan dalam jangka panjang hal ini dapat menyebabkan menurunnya sumber daya manusia (Zulkoni,
2011).
Cacingan mempengaruhi pemasukan (intake), pencernaan (digestif), penyerapan (absorbsi) dan
metabolisme makanan. Infeksi cacing dapat menimbulkan kerugian zat gizi berupa kekurangan kalori
dan protein serta kehilangan darah, selain dapat menghambat perkembangan fisik, kecerdasan dan
produktivitas kerja, juga dapat menurunkan daya tahan tubuh sehingga mudah terkena penyakit
lainnya. Satu ekor cacing dapat menghisap darah, protein, dan karbohidrat dari tubuh manusia.
Prevalensi rata-rata jumlah cacing 6 ekor per orang dan kemungkinan kerugian akibat kehilangan nutrisi
berupa protein, karbohidrat dan darah, tentu akan memberikan efek yang sangat membahayakan
(Taniawati, 2011). Penyakit kecacingan, tidak hanya menyerang kalangan anak anak saja, namun juga
dapat menyerang semua kalangan tanpa mengenal batasan umur. Umumnya orang yang sering kontak
langsung dengan tanah, tanpa menggunakan alat pelindung diri 86% beresiko terkena penyakit
kecacingan, karena tanah merupakan media yang sesuai untuk pertumbuhan telur Ascaris lumbricoides
dan Trichuri trichiura. Pertumbuhan yang baik bagi cacing tambang diperlukan tanah pasir, karena
diantara butir-butir tanah pasir ini larva dapat leluasa mengambil O2 maupun zat pembangun
(Natadisastra, 2009).

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Malaria
1. Definisi Malaria

2. Klasifikasi Parasit Malaria

3. Penyebab terjadinya Malaria


4. Gejala dan tanda terjadinya Malaria
5. Faktor dan resiko terjadinya Malaria
6. Pengobatan pada Malaria

1.2.2 Toksoplasmosis
1. Definisi Toxoplasmosis

2. Klasifikasi Toxoplasmosis

3. Penyebab terjadinya Toxoplasmosis

4. Gejala dan tanda terjadinya Toxoplasmosis

5. Faktor dan resiko terjadinya Toxoplasmosis

6. Pengobatan pada Toxoplasmosis


1.2.3 Infeksi Cacing
1. Definisi infeksi cacing.

2. Klasifikasi Parasit infeksi cacing

3. Penyebab terjadinya infeksi cacing


4. Gejala dan tanda terjadinya infeksi cacing
5. Faktor dan resiko terjadinya infeksi cacing
6. Pengobatan pada infeksi cacing

1.3 Tujuan
1.3.1 Malaria

1. Untuk Mengetahui Definisi Malaria.

2. Untuk Mengetahui Klasifikasi Parasit Malaria.

3. Untuk Mengetahui Penyebab terjadinya Malaria.

4. Untuk Mengetahui Gejala dan tanda terjadinya Malaria.

5. Untuk Mengetahui Faktor dan resiko terjadinya Malaria.


6. Untuk Mengetahui Pengobatan pada Malaria .
1.3.2 Toxoplasmosis

1. Untuk Mengetahui Definisi Toxoplasmosis.


2. Untuk Mengetahui Klasifikasi Toxoplasmosis.

3. Untuk Mengetahui Penyebab terjadinya Toxoplasmosis.

4. Untuk Mengetahui Gejala dan tanda terjadinya Toxoplasmosis.

5. Untuk Mengetahui Faktor dan resiko terjadinya Toxoplasmosis.


6. Untuk Mengetahui Pengobatan pada Toxoplasmosis.

1.3.3 Infeksi Cacing


1. Untuk Mengetahui Definisi Infeksi Cacing

2. Untuk Mengetahui Klasifikasi Infeksi Cacing.

3. Untuk Mengetahui Penyebab terjadinya Infeksi Cacing

4. Untuk Mengetahui Gejala dan tanda terjadinya Infeksi Cacing.

5. Untuk Mengetahui Faktor dan resiko terjadinya Infeksi Cacing.


6. Untuk Mengetahui Pengobatan pada Infeksi Cacing.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 MALARIA
2.1.1 Definisi Malaria
Malaria adalah penyakit yang menyerang sel darah merah disebabkan oleh parasit
plasmodium ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Anopheles betina yang
terinfeksi. Penyakit ini banyak terdapat di daerah tropis seperti Afrika, Asia Tenggara,
Amerika Tengah dan Selatan. Terdapat 5 spesies parasit plasmodium yang menyebabkan
malaria pada manusia yaitu Plasmodium falsifarum, Plasmodium vivax, Plasmodium
oval, Plasmodium malariae dan Plasmodium knowlesi. (17) Dari beberapa spesies
tersebut jenis Plasmodium falsifarum dan Plasmodium vivax menjadi ancaman terbesar.
Plasmodium falciparum merupakan malaria yang paling berbahaya dapat menyebabkan
malaria berat sementara Plasmodium vivax tersebar paling luas terutama di Asia jika
tidak ditangani dengan cepat dapat menyebabkan komplikasi hingga kematian terutama
pada anak-anak.
Penderita malaria dapat terinfeksi satu atau lebih dari satu jenis parasit
plasmodium (mixed infection). Penyakit malaria biasanya ditandai dengan gejala demam,
menggigil, sakit kepala, mual-muntah dan sakit seperti flu, setiap jenis malaria dapat
muncul gejala yang berbeda. Pada infeksi malaria berat terjadi anemia berat akibat
hemolisis, sulit bernafas, gula darah rendah, penurunan kesadaran, kejang, koma, atau
kelainan neurologis.
2.1.2 Klasifikasi Parasit Malaria
Menurut World Health Organization (WHO) malaria dapat diklasifikasikan
menjadi 5 yaitu Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodium ovale,
Plasmodium malariae dan Plasmodium knowlesi.
a. Plasmodium falciparum Plasmodium falsiparum merupakan jenis yang paling
berbahaya karena siklus perkembangan yang cepat merusak sel darah merah dan dapat
menyumbat aliran darah sehingga dapat mengakibatkan anemia dan cerebral. Malaria ini
dapat berkembang dengan baik di daerah tropis dan sub tropis, dan mendominasi di
beberapa negara seperti Afrika dan Indonesia.
b. Plasmodium vivax Plasmodium ini tersebar di daerah tropis dan sub-tropis seluruh
dunia. Hidup pada sel darah merah, siklus seksual terjadi pada 48 jam. Menyebabkan
penyakit tertian yang ringan dimana demam terjadi setiap tiga hari. Parasit ini bisa
dorman di hati manusia “hipnozoid” dan dapat kambuh setelah beberapa bulan bahkan
tahun.
c. Plasmodium ovale Plasmodium ovale banyak ditemukan di Afrika terutama Afrika
Barat dan pulau-pulau di Pasifik Barat, morfologi mirip Plasmodium vivax.
Menyebabkan malaria ovale atau malaria tertiana benigna ovale, dapat dorman dihati
manusia.
d. Plasmodium malariae Menyebabkan malaria malariae atau malaria kuartana. Siklus di
sel darah merah terjadi selama 72 jam dan menimbulkan demam setiap empat hari.
e. Plasmodium knowlesi Parasit ini merupakan kasus baru yang hanya ditemukan di Asia
Tenggara, penularannya melalui monyet (monyet berekor panjang, monyet berekor coil)
dan babi yang terinfeksi. Siklus perkembangannya sangat cepat bereplikasi 24 jam dan
dapat menjadi sangat parah. P. knowlesi dapat menyerupai baik Plasmodium falciparum
atau Plasmodium malariae.
Seorang penderita dapat dihinggapi lebih dari satu jenis plasmodium, infeksi
demikian disebut infeksi campuran (mixed infection). Infeksi campuran Plasmodium
falciparum dengan vivax atau malariae merupakan infeksi yang paling sering terjadi.
2.1.3 Penyebab Terjadinya Malaria
Manusia dapat terkena malaria setelah digigit nyamuk yang terdapat parasit
malaria di dalam tubuh nyamuk. Gigitan nyamuk tersebut menyebabkan parasit masuk ke
dalam tubuh manusia. Parasit ini akan menetap di organ hati sebelum siap menyerang sel
darah merah.
Parasit malaria ini bernama Plasmodium. Jenis Plasmodium bermacam-macam, dan akan
berpengaruh terhadap gejala yang ditimbulkan serta pengobatannya.
2.1.4 Gejala dan tanda terjadinya Malaria

Gejala-gejala yang muncul umumnya adalah bertahan selama 6-


10 jam, kemudian akan berulang setiap 2 hari sekali.
Apa saja tanda-tanda dan gejala penyakit malaria?
 Menggigil sedang sampai berat
 Demam tinggi
 Tubuh kelelahan
 Banyak berkeringat
 Sakit kepala
 Mual disertai muntah
 Diare
 Nyeri otot

2.1.5 Faktor dan resiko terjadinya Malaria


Berikut adalah faktor-faktor risiko yang dapat memicu Anda untuk terkena penyakit malaria:
1. Usia
Meskipun penyakit ini dapat terjadi pada semua golongan usia, kasus kejadiannya banyak
ditemukan pada anak-anak, terutama yang berusia di bawah 5 tahun.
2. Tinggal atau mengunjungi daerah beriklim tropis
Penyakit ini masih sangat umum di beberapa daerah beriklim tropis, seperti negara-negara di
Afrika dan Asia Tenggara. Apabila bepergian atau tinggal di daerah-daerah tersebut, risiko untuk
tertular cukup tinggi.
3. Berada di daerah dengan fasilitas kesehatan yang minim
Tinggal di negara-negara berkembang dengan fasilitas kesehatan yang minim juga dapat
memperbesar peluang untuk tertular parasit Plasmodium. Selain itu, kemiskinan yang tinggi serta
minimnya akses pendidikan juga berpengaruh pada kualitas kesehatan suatu negara, sehingga
hal-hal tersebut memengaruhi angka kematian akibat penyakit ini.
2.1.6 Pengobatan pada Malaria
Dalam proses diagnosis, dokter mungkin akan meninjau ulang riwayat kesehatan. serta
menanyakan apakah baru-baru ini mengunjungi daerah dengan wabah penyakit ini. Selain itu,
dokter akan memeriksa apakah ada keluhan seperti demam, menggigil, muntah, diare, dan
gejala-gejala lainnya. Pemeriksaan akan dilanjutkan dengan mengecek adanya pembengkakan
limpa (splenomegali) atau hati (hepatomegali). Kemudian, dokter akan meminta menjalani tes-
tes tambahan, seperti pemeriksaan darah untuk mengetahui adanya parasit, serta jenis parasit
Plasmodium yang menginfeksi sel darah merah. Berikut adalah jenis-jenis tes darah yang
biasanya dilakukan:
 Uji diagnostik cepat (rapid diagnostic test).
 Hapusan darah tepi (blood smear).
 Tes pemeriksaan darah lengkap (complete blood count).
Pengobatan penyakit malaria yang disarankan oleh Ikatan Dokter Indonesia dan WHO adalah
pemberian terapi berbasis artemisinin (ACT). Infeksi Plasmodium biasa (tanpa komplikasi) dan
berat (dengan komplikasi) adalah kondisi yang ditangani dengan dosis dan kombinasi obat yang
berbeda.
1. Malaria biasa (tanpa komplikasi)
Untuk mengatasi infeksi yang disebabkan oleh P. falciparum dan P. vivax, dokter akan
memberikan ACT yang digabung dengan primakuin. Dosis primakuin untuk infeksi P.
falciparum adalah 0,25 mg/kgBB, dan hanya diberikan pada hari pertama saja. Sementara itu,
infeksi P. vivax diberikan dosis 0,25 mg/kgBB selama 14 hari. Pada kasus penyakit malaria
vivax yang kambuh, dokter akan memberikan ACT dengan dosis yang sama, namun
dikombinasikan dengan primakuin 0,5 mg/kgBB/hari. Pada infeksi P. ovale, obat ACT yang
diberikan ditambah dengan primakuin selama 14 hari. Sedangkan untuk infeksi P. malariae,
pasien diberikan ACT dengan dosis 1 kali sehari selama 3 hari. Pasien dengan infeksi P. malariae
tidak diberikan primakuin. Pengobatan penyakit malaria pada ibu hamil tidak berbeda jauh
dengan pengobatan pada orang dewasa biasa. Namun, ibu hamil tidak boleh diberikan
primakuin.
2. Malaria berat (dengan komplikasi)
Penderita kondisi ini harus mendapatkan perawatan intensif di rumah sakit atau puskesmas
terdekat. Pasien akan diberikan artesunat intravena melalui infus. Apabila tidak tersedia, tim
medis akan memberikan kina drip.
Pencegahan
Apa saja perubahan gaya hidup atau cara rumahan yang dapat mencegah malaria?
Perubahan gaya hidup dan cara-cara rumahan di bawah ini dipercaya dapat membantu mencegah
penyakit malaria:
Menyemprot dinding rumah dengan insektisida dapat membunuh nyamuk dewasa yang masuk
ke dalam rumah. Menjaga rumah tetap bersih, kering, dan higienis,Tidur di bawah kelambu,
Menutupi kulit dengan mengenakan celana panjang dan baju berlengan panjang, atau pakaian
tertutup, terlebih ketika wabah menyebar di daerah,Jika terkena penyakit ini, harus mengonsumsi
makanan cair, baru kemudian dalam masa pemulihan, bisa makan sayuran hijau dan buah-
buahan, Tidak membiarkan air tergenang dekat rumah.
2.2 Toxoplasmosis
2.2.1 Definisi Toxoplasmosis

Toksoplasmosis adalah penyakit infeksi pada manusia dan hewan yang


disebabkan oleh Toxoplasma gondii. Toxsoplasma adalah parasit protozoa dengan sifat
alami dengan perjalanannya dapat akut atau menahun, juga dapat menimbulkan gejala
simtomatik maupun asimtomatik.
Insiden komplikasi SSP pada penderita AIDS cukup besar. Manifestasi klinis AIDS
pada SSP dapat terjadi karena 2 hal yaitu virus AIDS itu sendiri atau akibat infeksi
oportunistik atau neoplasma.
Ensefalitis toksoplasma merupakan penyebab tersering lesi otak fokal infeksi
oportunistik yang paling banyak terjadi pada pasien AIDS.
Begitu parasit masuk ke dalam sistem kekebalan, ia menetap di sana, tetapi sistem
kekebalan pada orang yang sehat dapat melawan parasit tersebut hingga mencegah
penyakit. Gejala termasuk ensefalitis, demam, sakit kepala berat yang tidak menanggapi
pengobatan, lemah pada satu sisi tubuh, kejang, kelesuan, kebingungan yang meningkat,
masalah penglihatan, pusing, masalah berbicara dan berjalan, muntah dan perubahan
kepribadian.
2.2.2 Klasifikasi Parasit Toksoplasmosis
Klasifikasi toksoplasmosis merujuk pada tipe parasit Toxoplasma gondii yang
menjadi penyebabnya. Toxoplasma gondii memiliki tiga genotip utama yang berbeda
virulensi dan pola epidemiologisnya:

Tipe I, dikaitkan dengan virulensi tinggi pada tikus dan ditemukan pada pasien dengan
toksoplasmosis okular (toksoplasmosis pada mata).

Tipe II, bersifat tidak virulen pada tikus, namun menimbulkan infeksi kronik dengan
keberadaan kista jaringan. Tipe ini juga berkaitan dengan banyak infeksi di Eropa dan
Amerika Utara.

Tipe III, bersifat tidak virulen pada tikus dan paling banyak ditemukan pada binatang.
Tipe I dan II telah ditemukan pada pasien dengan penyakit kongenital dan AIDS
(sindroma imunodefisiensi didapat).

Sumber lain menyebutkan tiga jenis toksoplasmosis berdasarkan manifestasi klinisnya,


yakni toksoplasmosis okular, toksoplasmosis yang menyebabkan ensefalitis, dan
toksoplasmosis kongenital.

2.2.3 Penyebab Terjadinya Toxoplosmosis


Toksoplasmosis terjadi ketika parasit Toxoplasma gondii masuk ke dalam tubuh manusia.
Parasit ini biasanya menetap di dalam otot, otak, mata, atau otot jantung.

Selain masuk ke dalam tubuh manusia, parasit T.gondii juga dapat menginfeksi hewan,
terutama kucing. T.gondii dapat berkembang di lapisan usus kucing dan bisa keluar bersama
kotoran.

Seseorang dapat terserang infeksi T. gondii melalui beberapa cara, yaitu:

Paparan dari kotoran kucing yang mengandung parasit gondii

Konsumsi makanan atau minuman yang terkontaminasi parasit gondii, terutama daging yang
tidak dimasak dengan matang

Plasenta ibu hamil, yang menyebarkan infeksi pada janin

Tranfusi darah atau tranplantasi organ dari donor yang terinfeksi

2.2.4 Gejala dan Tanda Terjadinya Toxoplosmosis

Umumnya, toksoplasmosis tidak menimbulkan gejala. Namun, pada beberapa


kasus, gejala dapat muncul beberapa minggu atau bulan setelah parasit T.gondii
menyerang tubuh.

Beberapa gejala umum yang dialami penderita toksoplasmosis mirip dengan gejala flu,
yaitu:

 Demam
 Nyeri otot
 Kelelahan
 Sakit tenggorokan
 Pembengkakan kelenjar getah bening

Selain gejala di atas, gejala lain juga dapat muncul berdasarkan kondisi penderita, yaitu:

 Pada ibu hamil dan bayi baru lahir


 Pada ibu hamil, toksoplasmosis dapat menyebabkan janin di dalam kandungan
mengalami gangguan pertumbuhan. Selain itu, tidak menutup kemungkinan
keguguran atau kematian janin bisa terjadi.

Sedangkan, pada bayi baru lahir, toksoplasmosis dapat menimbulkan beberapa gejala
berikut:

o Kejang
o Pembesaran organ hati atau limpa
o Penyakit kuning pada bayi
o Ruam kulit
o Kepala tampak lebih kecil (mikrosefalus)

Bayi baru lahir yang terinfeksi parasit T.gondii juga mungkin tidak mengalami gejala apa
pun. Akan tetapi, beberapa gejala dapat timbul seiring bayi bertumbuh besar atau saat
remaja. Gejala yang dimaksud berupa gangguan pendengaran, gangguan intelektual, atau
infeksi berat pada mata. Ibu hamil yang terinfeksi toksoplasmosis juga dapat mengalami
gejala umum toksoplasmosis, seperti demam, nyeri otot, atau kelelahan. Pada penderita
gangguan sistem kekebalan tubuh. Gejala toksplasmosis pada penderita gangguan sistem
kekebalan tubuh dapat dibagi berdasarkan tempat infeksi terjadi, yaitu:

o Toksoplasmosis yang menyerang otak (ensefalitis), menyebabkan gejala berupa sulit


bicara, gangguan penglihatan, gangguan pendengaran, pusing, bingung, kejang, hingga
koma.
o Toksoplasmosis yang menyebar ke seluruh tubuh, menimbulkan gejala berupa ruam kulit,
demam, menggigil, lemas, dan sesak napas

Pada penderita penyakit mata.

o Infeksi parasit T.gondii yang menyerang mata dapat menyebabkan penyakit mata,
terutama di bagian retina. Kondisi ini dikenal sebagai retinokoroiditis.
o Kondisi ini lebih sering terjadi ketika bayi yang terinfeksi toksoplasmosis tumbuh
dewasa. Namun, pada beberapa kasus, kondisi ini juga bisa terjadi beberapa saat
setelah bayi lahir.

Penderita toksoplasmosis dengan kondisi tersebut dapat mengalami beberapa gejala,


yaitu:

 Sakit mata
 Sensitif terhadap cahaya
 Robekan pada mata
 Penglihatan kabur
 Kebutaan

2.2.5 Faktor dan Resiko Terjadinya Toksoplasmosis


Toksoplasmosis dapat terjadi pada siapa saja. Akan tetapi, ada sejumlah faktor yang
dapat meningkatkan risiko seseorang tertular infeksi ini, yaitu:

o Sedang hamil
o Menderita HIV/AIDS
o Mengonsumsi obat kortikosteroid atau imunosupresif jangka panjang
o Sedang menjalani kemoterapi

2.2.6 Pengobatan pada Toksoplasmosis


Pada orang yang tidak sedang hamil atau mengalami gangguan kekebalan tubuh,
toksoplasmosis umumnya ringan dan tidak memerlukan perawatan medis. Namun, pada
toksoplasmosis yang sampai menimbulkan gejala, dokter akan memberikan pengobatan sesuai
kondisinya. Berikut adalah penjelasannya:

 Pasien tanpa gangguan kekebalan tubuh dan tidak hamil


Jika pasien mengalami infeksi toksoplasmosis akut dengan gejala, dokter dapat meresepkan
beberapa obat berikut ini:
 Pyrimethamine, untuk menghambat pertumbuhan gondii dengan cara menghambat
penyerapan asam folat di dalam tubuh
 Leucovorin, untuk mengurangi efek samping pyrimethamine
 Sulfadiazine yang dikombinasikan pyrimethamine, untuk mengobati toksoplasmosis
 Azithromycin, untuk mengatasi toksoplasmosis pada pasien yang alergi terhadap
sulfadiazine
Pasien ibu hamil dan bayi

Pada pasien yang sedang hamil, pengobatan akan dilakukan berdasarkan waktu terjadinya
infeksi dan pengaruh infeksi terhadap janin. Pengobatan harus disertai anjuran dan
pengawasan ketat oleh dokter, karena beberapa obat toksoplasmosis bisa menyebabkan cacat
janin.

Salah satu obat yang dapat diresepkan oleh dokter adalah spiramycin. Obat ini diberikan bila
infeksi terjadi sebelum usia kehamilan 16 minggu. Apabila infeksi terjadi di atas usia kehamilan
16 minggu dan janin tertular toksoplasmosis, dokter akan mempertimbangkan kombinasi
pyrimethamine, sulfadiazine, dan leucovorin.

Pada bayi baru lahir, dokter akan meresepkan pyrimethamine, sulfadiazine, dan leucovorin,
sampai bayi berusia 1 tahun. Selama pengobatan, dokter akan terus memantau kondisi
kesehatan bayi.

Pada pasien wanita yang terinfeksi sebelum hamil, dokter akan menganjurkan untuk menunda
kehamilan, sampai 6 bulan setelah infeksi.

Pasien dengan gangguan sistem kekebalan tubuh


Pada pasien yang menderita AIDS atau gangguan sistem kekebalan tubuh lain, dokter dapat
memberikan kombinasi pyrimethamine, sulfadiazine, dan leucovorin. Pengobatan diberikan
selama 6 minggu atau lebih, tergantung pada gejala dan kondisi kekebalan tubuh pasien.

Dokter juga dapat memberikan obat clindamycin sebagai alternatif pyrimethamine.

Pasien toksoplasmosis pada mata

Selain kombinasi pyrimethamine, sulfadiazine, dan leucovorin, dokter juga dapat memberikan
obat kortikosteroid. Tujuannya adalah untuk meredakan peradangan yang terjadi pada mata.

2.3 Infeksi Cacing.


2.3.1 Definisi Infeksi Cacing

Kecacingan merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit berupa cacing. Cacing umumnya
tidak menyebabkan penyakit berat sehingga seringkali diabaikan walaupun sesungguhnya memberikan
gangguan kesehatan. Tetapi dalam keadaan infeksi berat atau keadaan yang luar biasa, kecacingan
cenderung memberikan analisa keliru kearah penyakit lain dan tidak jarang dapat berakibat fatal
(Margono 2008).
Definisi infeksi kecacingan menurut WHO (2011) adalah sebagai infestasi satu atau lebih cacing parasit
usus yang terdiri dari golongan nematoda usus.
Diantara nematoda usus ada sejumlah spesies yang penularannya melalui tanah atau biasa disebut
dengan cacing jenis STH yaitu Ascaris lumbricoides, Necator americanus, Trichuris trichiura dan
Ancylostoma duodenale (Margono 2006).
Kecacingan ini umumnya ditemukan di daerah tropis dan subtropis dan beriklim basah dimana hygiene
dan sanitasinya buruk. Penyakit ini merupakan penyakit infeksi paling umum menyerang kelompok
masyarakat ekonomi lemah dan ditemukan pada berbagai golongan usia (WHO 2011).
Nematoda adalah cacing yang tidak bersegmen, bilateral simetris, mempunyai saluran cerna yang
berfungsi penuh, biasanya berbentuk silindris serta panjangnya bervariasi dai beberapa milimeter
hingga lebih dari satu meter. Nematoda usus biasanya matang dalam usus halus, dimana sebagian besar
cacing dewasa melekat dengan kait oral atau lempeng pemotong cacing ini menyebabkan penyakit
karena dapat menyebabkan kehilangan darah, iritasi dan alergi (Margono, 2008).

2.3.2 Klasifikasi Parasit Infeksi Cacing


Empat spesies yang paling umum menginfeksi manusia adalah cacing gelang (Ascaris
lumbricoides), cacing cambuk (Trichuris trichiura) dan cacing tambang antropofilik (Necator
americanus dan Ancylostoma duodenale) (Hotez et al, 2006).
1. Cacing Gelang (Ascaris lumbricoides)
Ascaris lumbricoides merupakan nematoda terbesar (cacing gelang) yang hidup sebagai parasit
pada usus manusia. Ccing betina berukuran lebih besar dari cacing jantan. Ukuran cacing betina
dewasa mencapai 20-35 cm dan cacing dewasa jantan 15-30 cm (CDC, 2013). Cacing dewasa
hidup di rongga usus halus. Seekor cacing betina dapat bertelur 100.000-200.000 butir sehari
(Sutanto dkk, 2008).
Dalam lingkungan yang sesuai, telur yang dibuahi berkembang menjadi bentuk infektif dalam
waktu kurang lebih 3 minggu. Telur infektif tersebut bila tertelan manusia menetas di usus halus.
Larvanya menembus dinding usus halus menuju pembuluh darah atau saluran limfe, lalu
dialirkan ke jantung, kemudian mengikuti aliran darah menuju ke paru. Larva di paru menembus
dinding pembuluh darah, lalu dinding alveolus, masuk rongga alveolus, kemudian naik ke trakea
melalui bronkiolus dan bronkus. Dari trakea larva menuju faring, sehingga menimbulkan
rangsangan pada faring. Penderita batuk karena rangsangan tersebut dan larva akan tertelan ke
dalam esofagus, lalu menuju ke usus halus. Di usus halus larva berubah menjadi cacing dewasa.
Sejak telur matang tertelan sampai cacing dewasa bertelur diperlukan waktu kurang lebih 2-3
bulan (Sutanto dkk, 2008).
Gejala klinis yang dapat ditimbulkan dipengaruhi oleh beberapa hal. Faktorfaktor yang dapat
mempengaruhi diantaranya beratnya infeksi, keadaan umum penderita, daya tahan, dan
kerentanan penderita terhadap infeksi cacing. Pada infeksi biasa, penderita mengandung 10-20
ekor cacing, sering tidak ada gejalla yang dirasakan oleh hospes, baru diketahui setelah
pemeriksaan tinja rutin atau karena cacing dewasa keluar bersama tinja (Rusmartini, 2009).
Gejala yang timbul pada penderita Ascarisis dapat disebabkan oleh cacing dewasa dan larva.
Gangguan karena larva biasanya terjadi saat berada di paru. Pada orang yang rentan terjadi
perdarahan kecil pada dinding alveolus dan timbul. gangguan pada paru yang disertai dengan
batuk, demam dan eosinofilia. Gangguan yang disebabkan oleh cacing dewasa biasanya ringan.
Kadang-kadang penderita mengalami gejala gangguan usus ringan seperti mual, nafsu makan
berkurang, diare atau konstipasi (Sutanto dkk, 2008).
1. Cacing Cambuk (Trichuris trichiura)
Cacing cambuk (Trichuris trichiura) merupakan nematoda usus penyebab penyakit trikuriasis.
Trikuriasis adalah salah satu penyakit kecacingan yang banyak ditemukan pada manusia.
Penyakit ini sering dihubungkan dengan terjadinya kolitis dan sindrom disentri pada derajat
infeksi sedang (Soedarmo dkk, 2010).
Manusia merupakan hospes definitif dari Trichuris trichiura. Cacing ini terutama dapat
ditemukan di sekum dan apendiks, tetapi juga dapat ditemukan di kolon dan rectum dalam
jumlah yang besar. Cacing cambuk tidak membutuhkan hospes perantara untuk tumbuh
menjadi bentuk infektif (Rusmartini, 2009).
Cacing betina panjangnya kira-kira 5 cm, sedangkan cacing jantan kira-kira 4 cm. Bagian
anterior langsing seperti cambuk, panjangnya kira-kira 3/5 dari panjang seluruh tubuh. Bagian
posterior bentuknya lebih gemuk dan cacing betina bentuknya membulat tumpul, sedangkan
pada cacing jantan melingkar dan terdapat satu spikulum. Cacing dewasa hidup di kolon
asendens dan sekum dengan satu spikulum dengan bagian anteriornya yang seperti cambuk
masuk ke dalam mukosa usus. Seekor cacing betina diperkirakan menghasilkan telur setiap hari
antara 3.000-20.000 butir. Telur berbentuk seperti tempayan dengan semacam penonjolan
yang jernih pada setiap kutub. Kulit telur bagian luar berwarna kekuning-kuningan dan bagian
dalamnya jernih (Sutanto dkk, 2008).
Telur yang keluar bersama tinja merupakan telur dalam keadaan belum matang (belum
membelah) dan tidak infektif. Telur ini perlu pematangan pada tanah selama 3-5 minggu sampai
terbentuk telur infektif yang berisi embrio di dalamnya. Manusia mendapatkan infeksi jika telur
yang infektif ini tertelan. Selanjutnya di bagian proksimal usus halus, telur menetas, keluar larva,
menetap selama 3-10 hari. Setelah dewasa, cacing akan turun ke usus besar dan menetap dalam
beberapa tahun. Jelas sekali bahwa larva tidak mengalami migrasi dalam sirkulasi darah ke paru-
paru (Rusmartini, 2009).
Ukuran Ancylostoma duodenale lebih besar dari Necator americanus. Cacing dewasa jantan
berukuran 5-11 mm x 0,3-0,45 mm dan cacing betina 9-13 mm x 0,35-0,6 mm. Bentuk badan
Necator americanus biasanya menyerupai huruf S, sedangkan Ancylostoma duodenale
menyerupai huruf C. Rongga mulut kedua jenis cacing ini besar. Necator americanus mempunyai
benda kitin, sedangkan Ancylostoma duonenale mempunyai dua pasang gigi (Soedarmo dkk,
2010; Sutanto dkk, 2008). Telur cacing tambang berbentuk oval, tidak berwarna dan berukuran
40 x 60 mikron. Dinding luar dibatasi oleh lapisan vitelline yang halus, di antara ovum dan
dinding telur terdapat ruangan yang jelas dan bening. Telur yang baru keluar bersama tinja
mempunyai ovum yang mengalami segmentasi 2, 4 dan 8 sel. Bentuk telur Necator americanus
tidak dapat dibedakan dengan Ancylostoma duo denale. Jumlah telur per-hari yang dihasilkan
oleh cacing betina Necator americanus sekitar 9.000-10.000, sedangkan pada Ancylostoma
duodenale 10.000-20.000 butir telur (Rusmartini, 2009). Telur cacing tambang dikeluarkan
bersama tinja dan berkembang di tanah. Dalam kondisi kelembapan dan temperatur yang
optimal, telur akan menetas dalam 1-2 hari dan menlepaskan larva rhabditiform. Setelah dua kali
mengalami perubahan, akan terbentuk larva filariform. Perkembangan dari telur larva filariform
adalah 5-10 hari. Kemudian larva menembus kulit manusia dan masuk ke sirkulasi darah melalui
pembuluh darah vena dan sampai di alveoli. Setelah itu larva bermigrasi ke saluran nafas atas
yaitu dari bronkhiolus ke bronkus, trakea,faring, kemudian tertelan, turun ke esofagus dan
menjadi dewasa di usus halus (Soedarmo dkk, 2010).
Kerusakan jaringan dan gejala penyakit dapat disebabkan oleh larva dan cacing dewasa. Larva
menembus kulit dan membentuk maculopapula dan eritem, sering disertai rasa gatal yang hebat,
disebut ground inch atau dew itch. Sewaktu larva berada dalam aliran darah dalam jumlah
banyak atau pada orang yang sensitif dapa menimbulkan bronkitis atau bahkan pneumonitis
(Rusmartini, 2009).Gejala yang disebabkan oleh cacing tambang dewasa tergantung pada
spesies, jumlah cacing dan keadaan gizi penderita. Tiap cacing Necator americanus
menyebabkan kehilangan darah sebanyak 0,005-0,1 cc sehari, sedangkan Ancylostoma
duodenale 0,08-0,34 cc. Pada infeksi kronik atau infeksi berat terjadi anemia hipokrom
mikrosister disamping itu juga terdapat eosinofilia. Cacing tambang biasanya tidak menyebabkan
kematian tetapi dapat membuat daya tahan tubuh berkurang dan prestasi kerja menurun
(Soedarmo dkk, 2010).
2.3.3 Penyebab terjadinya infeksi cacing
Kecacingan jarang sekali menyebabkan kematian secara langsung, namun sangat mempengaruhi
kualitas hidup penderitanya. Kecacingan dapat menyebabkan menurunnya kondisi kesehatan,
gizi, kecerdasan dan produktivitas penderita sehingga secara ekonomi dapat menyebabkan
banyak kerugian yang pada akhirnya dapat menurunkan kualitas sumber daya manusia. Infeksi
cacing pada manusia dapat dipengaruhi oleh perilaku, lingkungan tempat tinggal dan
manipulasinya terhadap lingkungan (Winkoto, 2014).
Infeksi cacing gelang yang berat dapat menyebabkan malnutrisi, gangguan pertumbuhan dan
perkembangan pada anak-anak. Infeksi cacing tambang dapat menyebabkan anemia defesiensi
besi, sedangkan Trichuris trichiura menimbulkan morbiditas yang tinggi (Satari, 2010).
Pada infeksi Trichuris trichiura berat sering dijumpai diare darah, turunnya berat badan dan
anemia. Infeksi cacing tambang umumnya berlangsung selama menahun, cacing tambang ini
sudah dikenal sebagai penghisap darah. Seekor cacing tambang mampu menghisap darah 0,2 ml
per hari. Apabila terjadi infeksi berat, maka penderita akan kehilangan darah secara perlahan dan
dapat menyebabkan anemia berat (Margono, 2008).
2.3.4 Gejala dan tanda terjadinya infeksi cacing
Gejala cacingan antara lain :
A. Cacing askariasis, alias cacing gelang, adalah infeksi yang disebabkan oleh cacing Ascaris
lumbricoides. Ascaris termasuk parasit dalam tubuh manusia dari jenis roundworms. Cacing ini
seringnya berada pada lingkungan yang tidak bersih dan tinggal di wilayah yang beriklim hangat.
Infeksi awal dari cacing ini biasanya tidak ada gejalanya. Gejala akan muncul seiring
pertumbuhan cacing yang semakin berkembang. Terdapat dua gejala yang dapat terjadi,
tergantung ke bagian tubuh mana cacing itu menginfeksi. Organ tubuh yang biasa diserang
adalah paru-paru dan usus. Menurut laman Mayo Clinic, gejala yang akan muncul saat terjadi
infeksi cacing gelang di paru-paru, yaitu:
 Batuk
 Napas terasa sesak atau semakin pendek
 Mengi (napas berbunyi)
Gejala-gejala lainnya yang menyerupai pneumonia, Sementara itu, gejala yang akan muncul saat
cacing ini menyerang bagian usus, adalah:
 Mual
 Muntah
 Diare
 Perut terasa tidak nyaman
 Penurunan berat badan
 Selera makan menurun
Penyumbatan usus sehingga perut bisa terasa nyeri dan terjadi muntah parah
B.Gejala cacingan akibat cacing tambang
Cacing tambang termasuk parasit jenis hookworm yang akan masuk ke dalam tubuh manusia
dalam bentuk telur atau larva. Telur atau larva cacing ini biasanya berada pada tempat yang
terkontaminasi feses berisi telur cacing. Kebiasaan bertelanjang kaki (nyeker) dan menginjak-
tempat-tempat terkontaminasi akan sangat memudahkan larva atau telur cacing tambang masuk
ke kulit. Saat masuk pertama kali menembus kulit, larva cacing akan menyebabkan gatal dan
ruam. Setelah gatal dan ruam, seseorang yang terinfeksi akan mengalami diare, pertanda parasit
ini mulau bertumbuh dalam usus. Gejala cacing tambahng lain pada orang dewasa yang akan
muncul adalah:
 Kehilangan nafsu makan
 Penurunan berat badan
 Kelelahan
 Anemia
 Demam
 Perut nyeri
 Ada darah ketika buang air besar
C. Cacingan akibat cacing kremi
Cacing kremi merupakan cacing yang berukuran sangat kecil, pipih, berwarna putih yang akan
menginfeksi bagian sistem pencernaan manusia. Cacing kremi termasuk dalam kelompok parasit
pinworm. Orang dewasa memang lebih jarang mengalami infeksi cacing kremi. Orang dewasa
yang paling berisiko mengalami infeksi cacing kremi adalah anggota keluarga atau perawat yang
mengurus anak yang sedang terinfeksi cacing kremi. Jika perawat anak ini terkontaminasi cacing
kremi, ia berisiko juga menularkan cacing ini pada pasangannya saat berhubungan seksual.
Gejala-gejala cacing kremi yang perlu diwaspadai antara lain adalah:
 Sering gatal di bagian anus. Rasa gatal terasa amat kuat, terutama di malam hari. Ini
karena pada malam hari, spesies betina cacing ini akan menetaskan telur-telurnya di
bagian anus.
 Tidur gelisah sebab bagian rektum (anus) terasa tidak nyaman
 Nyeri, ruam, atau iritasi di kulit sekitar anus
 Adanya cacing kremi di feses
 Ditemukan cacing di daerah anus
D.Gejala cacingan akibat cacing pita
Cacing pita adalah salah satu jenis parasit dari kelompok tapeworm. Cacing pita akan
menginfeksi usus manusia. Cacing ini tidak dapat hidup bebas di alam dan membutuhkan inang
untuk hidup, yakni di tubuh binatang atau tubuh manusia.Biasanya telur cacing ini memasuki
tubuh manusia karena makan daging mentah atau setengah matang. Namun, infeksi juga bisa
terjadi akibat kontak antara manusia dengan feses binatang dan air yang sudah tercemar. Saat
awal cacing pita masuk ke dalam tubuh manusia, tidak ada gejala cacingan yang muncul. Meski
demikian, lama-lama pertumbuhan telur cacing di dalam tubuh akan menimbulkan berbagai
gejala, seperti:
 Sakit perut
 Muntah dan mual
 Merasa lemas
 Diare
 Penurunan berat badan
 Perubahan selera makan
 Kesulitan tidur, diduga akibat gejala-gejalanya
 Pusing
 Bisa kejang pada kasus yang parah
 Kekurangan vitamin B12 pada beberapa kasus
E. Gejala cacingan akibat cacing cambuk
Cacing cambuk, salah satu jenis parasit dari kelompok whipworm, seringnya terdapat di
lingkungan beriklim hangat dan lembap yang tidak bersih. Tanah di wilayah ini berisiko
terkontaminasi dengan feses. Jika orang pada wilayah tersebut mengonsumsi buah dan sayur
yang masih terkontaminasi tanah, risiko cacing untuk masuk ke tubuh sangat besar. Itu sebabnya,
pastikan Anda mencuci bersih, mengupas, atau memasak buah dan sayur hingga matang. Pada
awalnya, orang yang terinfeksi ringan biasanya tidak mengalami gejala atau tanda apa pun.
Secara umum, gejala Anda terinfeksi cacing cambuk, antara lain:
 Diare
 Mual dan muntah
 Sakit kepala
 Berat badan turun secara tidak terduga
Apabila tidak ditangani, kondisi ini bisa bertambah parah. Orang yang mengalami infeksi berat
karena cacing ini akan mengalami gangguan buang air besar. Beberapa gejala yang muncul jika
gejala infeksi cacing cambuk memburuk, antara lain:
 BAB terasa sakit
 Feses bercampur lendir, air, dan darah
 Feses berbau tajam, tidak seperti biasanya
Bila Anda mengalami gejala-gejala yang sudah dijabarkan di atas atau Anda mencurigai gejala
cacingan, sebaiknya segera periksa ke dokter. Biasanya, dokter akan meresepkan obat cacingan
yang sesuai dengan kondisi Anda. Deteksi penyakit sedini mungkin bisa membantu pengobatan
agar ampuh sekaligus mencegah komplikasi dari infeksi cacing.
2.3.5 Faktor dan resiko terjadinya infeksi cacing
Dari faktor personal hygiene yang diteliti ternyata yang paling menonjol adalah faktor memotong
dan membersihkan kuku yaitu sebanyak (56,90%). Hal tersebut ditunjukan dengan jawaban dari
hasil pengisisan angket yang didapatkan masih adanya responden yang menjawab kadang
kadang memotong kukunya jika sudah kotor saja bahkan masih ada responden yang suka
mengigit-gigit kukunya. Sesuai dengan pernyataan (Onggowaluyo, 2001). Bahwa penularan
infeksi cacingan ini bisa saja melalui kuku jari tangan yang panjang yang kemungkinan terselip
telur cacing dan nantinya bisa tertelan ketika makan. Selanjutnya adalah faktor mencuci tangan.
Dalam penelitian ini yang mendukung terhadap kejadian infeksi cacingan itu sebanyak 52,95%.
Hal ini ditunjukan pada pengisian angket masih banyak yang kadang-kadang bahkan tidak
pernah melakukan cuci tangan dalam kehidupan sehari-harinya. Padahal hal itu dapat
menyebabkan infeksi cacingan pada anak. Hal itu terjadi apabila anak tidak mencuci tangan
dengan baik maka tangan yang kotor atau yang terkontaminasi dapat memindahkan bibit
penyakit ke dalam tubuh (Purwanijayanti, 2006). Ada juga penularan cacingan yaitu,
penggunaan alas kaki. Berdasarkan hasil penelitian untuk faktor penggunaan alas kaki
didapatkan data yang mendukung terhadap kejadian infeksi cacingan yaitu sebanyak (59,90%).
Hal tersebut ditunjukan dengan jawaban dari hasil pengisisan angket yang didapatkan ada yang
tidak mengggunakan alas kakinya saat bermain di luar rumah. (Depkes, 2006) dan Nelson (1992)
Menyatakan bahwa penularan cacingan melalui tanah pun sebetulnya bisa saja terjadi karena
cacing yang hidupnya didalam tanah dapat menembus kulit dan akan mengikuti aliran darah dan
bisa masuk ke paru-paru serta ke dalam usus dan akan menjadi cacing dewasa. Cacing yang ada
di dalam tanah tersebut disebabkan karena kebiasaan pembuangan tinja yang sembarangan. Hal
ini dapat menyebabkan terkontaminasinya lingkungan seperti tanah, oleh telur cacing dari tinja.
Sehingga orang yang pernah terinfeksi akan terinfeksi lagi atau dapat menginfeksi orang lain
(Rudolph, 2006).
Berkaitan dengan hal diatas ternyata faktor sanitasi lingkungan pun mempunyai peranan dalam
hal penularan infeksi cacingan. Berdasarkan hasil penelitian ini untuk faktor sanitasi lingkungan
didapatkan data yang mendukung terhadap kejadian infeksi cacingan yaitu sebanyak (43,14%).
Sanitasi Lingkungan ditunjukkan dengan banyaknya responden yang memiliki kebiasaan
kadang-kadang dan bahkan tidak pernah melakukan sanitasi lingkungan dengan baik. Hal ini
sesuai dengan pendapat (Sajimin, 2000) mengenai penyebaran penyakit cacingan yang paling
banyak ditemukan di daerah yang dengan kelembaban tinggi yaitu pada kelompok yang sanitasi
lingkungannya kurang baik. Dari faktor sanitasi lingkungan yang diteliti ternyata yang paling
menonjol adalah faktor sanitasi makanan yaitu sebanyak (56,90%).
Faktor sanitasi makanan yang dapat menyebabkan kejadian infeksi cacingan. Berdasarkan
penelitian didapatkan data yang mendukung terhadap kejadian infeksi cacingan yaitu hampir
sebagian dari responden. Hal tersebut ditunjukan dengan jawaban dari hasil pengisisan angket
masih adanya responden yang menjawab selalu mengkonsumsi makanan mentah atau setengah
matang seperti lalapan. Hal ini sesuai dengan pernyataan (Entjang, 2003) Bahwa perilaku makan
dalam kehidupan seharihari yang dapat menyebabkan penularan infeksi cacingan misalnya,
mengkonsumsi makanan secara mentah atau setengah matang berupa ikan, daging, sayuran.
Serta penyajian makanan yang dibeli pun harus memenuhi syarat sanitasi yaitu bebas dari
kontaminasi (Chandra, 2007). Oleh sebab itu untuk mencegah penularan cacingan maka
sebaiknya mencuci dengan baik sayuran yang dimakan mentah terutama yang menggunakan
tinja sebagai pupuk (Gandahusada, 2003). Ada juga faktor lain yaitu faktor sanitasi sumber air.
Pada penelitian ini didapatkan data yang mendukung terhadap kejadian infeksi cacingan yaitu
sebanyak (49,10%). Hal tersebut ditunjukan dengan jawaban dari hasil pengisisan angket di
sapatkan masih adanya responden yang menjawab menggunakan air sumur dalam kehidupan
sehari-harinya, Sesuai dengan kenyataan di desa pasirlangu tersebut, bahwa adanya responden
yang membuang tinjanya disembarang tempat. Maka hal tersebut dapat menyebabkan penularan
infeksi cacing melalui tanah (Notoatmojo, 2003). Oleh sebab itu air sumur yang mereka gunakan
dalam kehidupan sehari-hari terutama air yang untuk dikonsumsi harus terbebas bakteri, dan air
yang tersedia memenuhi syarat fisik yaitu, tidak berwarna, tidak berasa, tidak berbau (Depkes
2001). Sehingga untuk mencegah terjadinya penyakit infeksi cacingan dan untuk menjaga air
tetap sehat maka air yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari haruslah diolah terlebih dahulu
sebelum dikonsumsi (Notoatmojo,2003). Selain itu pembuangan kotoran manusia pun dapat
menyebabkan infeksi cacingan. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan data yang mendukung
terhadap kejadian infeksi cacingan yaitu sebanyak (49,10 %). Hal tersebut ditunjukan dengan
jawaban dari hasil pengisisan angket masih adanya responden yang menjawab dalam kehidupan
sehari-harinya kadang-kadang menyiram atau membersihkan tinjanya setelah buang air besar
bahkan ada yang sering membuang tinjanya disembarang tempat. Dalam hal ini sesuai dengan
pendapat (Notoatmojo, 2003) Bahwa jamban merupakan salah satu sarana pembuangan tinja
yang sangat penting, karena banyak sekali penyakit yang dapat disebabkan oleh tinja manusia.
Orang yang terinfeksi cacingan merupakan sumber terpenting untuk kontaminasi tanah karena
jika mereka berdefekasi sembarangan dapat mengembang biakan telur dan dapat hidup dalam
waktu yang lama (Onggowaluyo, 2001). Dari semua faktor yang telah di paparkan, jika dibiarkan
begitu saja akan menyebabkan kekurangan gizi berupa kalori dan protein, serta kehilangan darah
yang berakibat menurunnya daya tahan tubuh dan dapat menimbulkan gangguan tumbuh
kembang anak. (Manalu, 2006).
2.3.6 Pengobatan pada infeksi cacing
Cacingan bisa diobati dengan obat cacing yang dijual bebas maupun menggunakan resep. Obat
tersebut bisa membunuh parasit tersebut dan membantu mengeluarkannya melalui sistem.
Berikut daftar obat cacing yang bisa digunakan oleh anak-anak dan orang dewasa untuk
mengatasi penyakit cacingan:

1. Mebendazole

Mebendazole efektif untuk mengobati infeksi cacing pita, cacing gelang, cacing tambang, cacing
kremi, cacing babi, dan cacing cambuk. Obat ini bekerja dengan cara membunuh cacing dengan
mengganggu fungsi tubulin, yaitu protein dalam parasite dan mencegah pengambilan glukosa.
Mebendazole bisa didapatkan melalui resep dokter. Pastikan kamu mengikuti petunjuk
penggunaan yang disarankan dokter saat mengonsumsinya. Obat ini bisa dikonsumsi oleh anak-
anak dan orang dewasa, tapi tidak disarankan untuk anak berusia di bawah 2 tahun.

2. Albendazole

Albendazole juga bisa digunakan untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh cacing gelang,
cacing tambang, cacing kremi, dan cacing cambuk. Obat ini membunuh cacing dengan cara
menghambat metabolisme parasit tersebut. Albendazole tersedia dalam bentuk tablet minum
atau tablet kunyah, sehingga mudah dikonsumsi bagi anak-anak atau kamu yang tidak bisa
menelan obat secara utuh. Obat ini biasanya diminum dengan makanan dua kali sehari.

3. Pirantel Pamoat

Pirantel pamoat termasuk dalam golongan obat “antihelmintik”. Obat ini digunakan untuk
mengobati infeksi cacing usus, seperti cacing kremi, cacing gelang, dan cacing tambang. Cara
kerjanya dengan membuat cacing tidak bisa bergerak atau lumpuh, sehingga tubuh bisa
mengeluarkannya secara alami melalui tinja.Pirantel pamoat dapat diminum secara oral dengan
atau tanpa makanan. Bila kamu membeli obat ini tanpa resep dokter, pastikan kamu mengikuti
petunjuk penggunaan dan dosis pemakaian sesuai yang tertera pada kemasan produk. Jangan
memberikan obat ini pada anak di bawah usia 2 tahun, kecuali atas petunjuk dokter.

4. Ivermectin

Ivermectin adalah obat untuk mengobati infeksi cacing gelang. Obat ini tersedia dalam bentuk
tablet dan hanya bisa didapatkan dengan resep dokter. Kamu disarankan untuk mengonsumsi
ivermectin sebelum makan agar obat bisa bekerja dengan optimal.

5. Praziquantel

Obat yang juga termasuk dalam golongan obat helmintik ini bermanfaat untuk mengobati
infeksi cacing yang hidup di dalam aliran darah, saluran pencernaan atau hati. Praziquantel
tersedia dalam bentuk tablet dan harus dikonsumsi sesuai anjuran dokter.

 Mencegah Infeksi Cacing

Kebanyakan infeksi cacing disebabkan oleh kurangnya menjaga kebersihan tubuh. Lakukan tips
berikut untuk menurunkan risiko infeksi cacing:

 Cuci tangan secara teratur, terutama setelah menangani makanan, kotoran atau setelah
menggunakan toilet.
 Hanya mengonsumsi makanan yang dimasak sampai matang sempurna.
 Minumlah air bersih, termasuk air minum kemasan saat bepergian.
 Hindari menelan air dari danau, sungai, atau kolam.
 Hindari kotoran dan kotoran kucing saat hamil.
 Lakukan seks aman, menggunakan kondom

BAB III
PENUTUP
Malaria adalah penyakit infeksi disebabkan oleh parasit dari genus Plasmodium yang
menyerang sel eritrosit ditandai dengan gejala berupa demam, menggigil, anemia, dan
splenomegali dalam kondisi akut ataupun kronis yang ditularkan ke manusia melalui gigitan
nyamuk Anopheles betina yang terinfeksi.Perubahan hematologi merupakan komplikasi yang
paling umum terjadi pada infeksi malaria. Kelainan hematologi pada malaria yang telah
dilaporkan adalah anemia, trombositopenia, dan leukopenia hingga leukositosis.Monosit
berperan penting sebagai respon imun didapat non spesifik terhadap parasit malaria,
sedangkan limfosit berperan sebagai respon imun spesifik.
Toksoplasmosis adalah penyakit infeksi pada manusia dan hewan yang disebabkan
oleh Toxoplasma gondii. Toxsoplasma adalah parasit protozoa dengan sifat alami dengan
perjalanannya dapat akut atau menahun, juga dapat menimbulkan gejala simtomatik
maupun asimtomatik. Toxoplasma gondii biasanya menginfeksi manusia pada usia
reproduktif yaitu umur 20-40 tahun.

Infeksi cacing merupakan salah satu penyakit yang paling umum tersebar dan menjangkiti
banyak manusia di seluruh dunia. Umumnya, cacing jarang menimbulkan penyakit serius
namun dapat menyebabkan gangguan kesehatan kronis yang berhubungan dengan faktor
ekonomi. Cacingan mempengaruhi pemasukan (intake), pencernaan (digestif), penyerapan
(absorbsi) dan metabolisme makanan. Infeksi cacing dapat menimbulkan kerugian zat gizi
berupa kekurangan kalori dan protein serta kehilangan darah, selain dapat menghambat
perkembangan fisik, kecerdasan dan produktivitas kerja, juga dapat menurunkan daya tahan
tubuh sehingga mudah terkena penyakit lainnya. Cacingan bisa diobati dengan obat cacing yang
dijual bebas maupun menggunakan resep. Obat tersebut bisa membunuh parasit tersebut dan
membantu mengeluarkannya melalui sistem.Kebanyakan infeksi cacing disebabkan oleh
kurangnya menjaga kebersihan tubuh. Lakukan tips berikut untuk menurunkan risiko infeksi
cacing: Cuci tangan secara teratur, terutama setelah menangani makanan, kotoran atau setelah
menggunakan toilet.

DAFTAR PUSTAKA
https://hellosehat-com.cdn.ampproject.org/v/s/hellosehat.com/infeksi/infeksi-serangga/penyakit-
malaria/?amp_js_v=a6&amp_gsa=1&amp=1&usqp=mq331AQKKAFQArABIIACAw%3D
%3D#aoh=16413599993422&referrer=https%3A%2F%2Fwww.google.com&amp_tf=Dari
%20%251%24s&ampshare=https%3A%2F%2Fhellosehat.com%2Finfeksi%2Finfeksi-serangga
%2Fpenyakit-malaria%2F
http://repository.unimus.ac.id/2363/3/BAB%20II.pdf
https://hellosehat-com.cdn.ampproject.org/v/s/hellosehat.com/infeksi/infeksi-melalui-
makanan/gejala-cacingan-dewasa/?
amp_js_v=a6&amp_gsa=1&amp=1&usqp=mq331AQKKAFQArABIIACAw%3D
%3D#aoh=16413929583509&amp_ct=1641393010846&referrer=https%3A%2F
%2Fwww.google.com&amp_tf=Dari%20%251%24s&ampshare=https%3A%2F
%2Fhellosehat.com%2Finfeksi%2Finfeksi-melalui-makanan%2Fgejala-cacingan-dewasa%2F
https://jurnal.unpad.ac.id/ejournal/article/download/597/651
https://www.halodoc.com/artikel/beragam-obat-cacing-medis-untuk-anak-dan-orang-dewasa

Anda mungkin juga menyukai