Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN

INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA)


DI RUANG ANAK RSU St VINCENTIUS SINGKAWANG

DISUSUN OLEH :
DICKY RINALDI
NIM. 212133011

MATA KULIAH : KEPERAWATAN ANAK


DOSEN PENANGGUNG JAWAB : Ns. Halina Rahayu, M.Kep

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES PONTIANAK
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2022
VISI DAN MISI

PROGRAM STUDI NERS KEPERAWATAN


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PONTIANAK

VISI

"Menjadi Institusi Pendidikan Ners yang Bermutu dan Unggul dalam


Bidang Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif di
Tingkat Regional Tahun 2020"

MISI

1. Meningkatkan Program Pendidikan Ners yang Unggul dalam Bidang


Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif yang
Berbasis  Kompetensi.
2. Meningkatkan Program Pendidikan Ners yang Unggul dalam Bidang
Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif yang Berbasis
Penelitian.
3. Mengembangkan Upaya Pengabdian Masyarakat yang Unggul dalam
Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif yang Berbasis
IPTEK dan Teknologi Tepat Guna.
4. Mengembangkan Program Pendidikan Ners yang Unggul dalam Bidang
Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif yang Mandiri,
Transparan dan Akuntabel.
5. Mengembangkan kerjasama baik lokal maupun regional.
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN
INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA)

Telah Mendapatkan Persetujuan dari Pembimbing Akademik (Clinical Teacher)


dan Pembimbing Lahan (Clinical Instructure)
Mata Kuliah : Stase Keperawatan Anak
Hari/Tanggal :
Semester : Semester satu (Ganjil)
Program Studi : Profesi Ners Pontianak

Mengetahui :

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

Mahasiswa

DICKY RINALDI
NIM. 212133011
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan limpahan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan
pendahuluan ini. Dalam penyusunan laporan pendahuluan ini penulis telah
melibatkan bantuan moril dan material dari banyak pihak sehingga penulis dapat
menyelesaikan resume ini. Untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin
menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga atas bantuan, kerja sama,
terutama yang terhormat :

1. Bapak Didik Hariyadi, S. Gz., M. Si selaku Direktur Poltekkes Kemenkes


Pontianak.
2. Ibu Nurbani, S. Kp., M. Kep selaku Ketua Jurusan Keperawatan.
3. Ibu Ns. Halina Rahayu, M. Kep selaku Ketua Program Studi Profesi Ners
Poltekkes Kemenkes Pontianak.
4. Ibu Ns. Halina Rahayu, M.Kep selaku koordinator mata kuliah Keperawatan
Anak.
5. Semua dosen Program Studi Ners Keperawatan Pontianak yang telah
memberikan bimbingan dengan sabar dan wawasanya serta ilmu yang
bermanfaat.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan pendahuluan ini


masih jauh dari kata sempurna, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran
yang sifatnya membangun demi kesempurnaan laporan pendahuluan ini. Semoga
laporan pendahuluan ini dapat bermanfaat bagi pembaca khususnya mahasiswa di
Poltekkes Kemenkes Pontianak dalam upaya meningkatkan mutu pembelajaran
mahasiswa di Prodi Profesi Ners Poltekkes Kemenkes Pontianak.

Pontianak, 23 Mei 2022

Penulis
BAB I
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Penyakit

1. Definisi
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah penyakit infeksi
yang menyerang salah satu bagian atau lebih dari saluran napas, mulai dari
hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan
andeksanya, seperti sinus, rongga telinga tengah, dan pleura. ISPA
merupakan infeksi saluran pernapasan yang berlangsung selama 14 hari.
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan penyakit yang banyak
dijumpai pada balita dan anak-anak mulai dari ISPA ringan sampai berat.
ISPA yang berat jika masuk kedalam jaringan paru-paru akan
menyebabkan Pneumonia. Pneumonia merupakan penyakit infeksi yang
dapat menyebabkan kematian terutama pada anak-anak (Jalil, 2018).

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang


melibatkan organ saluran pernafasan bagian atas dan saluran pernafasan
bagian bawah. Infeksi ini disebabkan oleh virus, jamur, dan bakteri. ISPA
akan menyerang host, apabila ketahanan tubuh (immunologi) menurun.
Penyakit ISPA ini paling banyak di temukan pada anak di bawah lima
tahun karena pada kelompok usia ini adalah kelompok yang memiliki
sistem kekebalan tubuh yang masih rentan terhadap berbagai penyakit.
(Karundeng Y.M, et al. 2016)

2. Anatomi Fisiologi
a. Organ Pernafasan
1) Hidung
Hidung atau nasal merupakan saluran udara yang pertama,
mempunyai dua lubang (kavum nasi), dipisahkan oleh sekat hidung
(septum nasi). Di dalamnya terdapat bulu-bulu yang berguna untuk
menyaring udara, debu, dan kotoran yang masuk ke dalam lubang
hidung (Adib, 2017). Fungsi hidung, terdiri dari :
a) Bekerja sebagai saluran udara pernafasan
b) Sebagai penyaring udara pernafasan yang dilakukan oleh bulu-
bulu hidung
c) Dapat menghangatkan udara pernafasan oleh mukosa
d) Membunuh kuman-kuman yang masuk, bersama-sama udara
pernafasan oleh leukosit yang terdapat dalam selaput lendir
(mukosa) atau hidung.
2) Faring
Tekak atau faring merupakan tempat persimpangan antara jalan
pernapasan dan jalan makanan. Terdapat dibawah dasar tengkorak,
dibelakang rongga hidung dan mulut sebelah depan ruas tulang
leher. Hubungan faring dengan organ-organ lain keatas
berhubungan dengan rongga hidung, dengan perantaraan lubang
yang bernama koana. Ke depan berhubungan dengan rongga mulut,
tempat hubungan ini bernama istmus fausium. Ke bawah terdapat
dua lubang, ke depan lubang laring, ke belakang lubang esofagus
(Adib, 2017). Menurut Graaff (2010 dalam Adib, 2017) Faring
dapat dibagi menjadi tiga, yaitu: a) Nasofaring, b) Orofaring c)
Laringofaring.
3) Laring Pangkal
Tenggorokan (laring) merupakan saluran udara dan bertindak
sebagai pembentukan suara terletak di depan bagian faring sampai
ketinggian vertebra servikalis dan masuk ke dalam trakea
dibawahnya. Pangkal tenggorokan itu dapat ditutup oleh sebuah
empang tenggorok yang disebut epiglotis, yang terdiri dari tulang-
tulang rawan yang berfungsi pada waktu kita menelan makanan
menutupi laring (Adib, 2017).
4) Trakea Batang
Tenggorokan (trakea) merupakan lanjutan dari laring yang
terbentuk oleh 16-20 cincin yang terdiri dari tulang-tulang rawan
yang berbentuk seperti kuku kuda. Panjang trakea 9-11 cm dan
dibelakang terdiri dari jaringan ikat yang dilapisi oleh otot polos.
Sebelah dalam diliputi oleh selaput lendir yang berbulu getar yang
disebut sel bersilia hanya bergerak kearah luar (Adib, 2017).
Trakea terletak di depan saluran esofagus, mengalami percabangan
di bagian ujung menuju ke paru-paru. Yang memisahkan trakea
menjadi bronkus kiri dan kanan disebut karina. Dinding-dinding
trakea tersusun atas sel epitel bersilia yang menghasilkan lendir.
Lendir ini berfungsi untuk penyaringan lanjutan udara yang masuk,
menjerat partikelpartikel debu, serbuk sari dan kontaminan lainnya.
Sel silia berdenyut akan menggerakan mukus ini naik ke faring
yang dapat ditelan atau dikeluarkan melalui rongga mulut. Hal ini
bertujuan untuk membersihkan saluran pernapasaan (Adib, 2017).
5) Bronkus
Bronkus terbagi menjadi bronkus kanan dan kiri, bronkus lobaris
kanan ( 3 lobus) dan bronkus lobaris kiri ( 2 bronkus). Bronkus
lobaris kanan terbagi menjadi 10 bronkus segmental dan bronkus
lobaris kiri terbagi menjadi 9 bronkus segmental. Bronkus
segmentalis ini kemudian terbagi lagi menjadi bronkus
subsegmental yang dikelilingi oleh jaringan ikat yang memiliki
arteri, limfatik dan saraf (Adib, 2017).
a) Bronkiolus Bronkus segmental bercabang-cabang menjadi
bronkiolus. Bronkiolus mengandung kelenjar submukosa yang
memproduksi lendir yang membentuk selimut tidak terputus
untuk melapisi bagian dalam jalan nafas.
b) Bronkiolus terminalis Bronkiolus membentuk percabangan
menjadi bronkiolus terminalis (yang mempunyai kelenjar
lendir dan silia).
c) Bronkiolus respiratori Bronkiolus terminalis kemudian
menjadi bronkiolus respirstori. Bronkiolus respiratori dianggap
sebagai saluran transisional antara lain jalan nafas konduksi
dan jalan udara pertukaran gas.
d) Duktus alveolar dan sakus alveolar Bronkiolus respiratori
kemudian mengarah ke dalam duktus alveolar dan sakus
alveolar. Dan kemudian menjadi alveoli.
6) Paru-Paru
Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri
dari gelembung (gelembung hawa atau alveoli). Gelembug alveoli
ini terdiri dari sel-sel epitel dan endotel. Jika dibentangkan luas
permukaannya kurang lebih 90 m². Pada lapisan ini terjadi
pertukaran udara, O2 masuk ke dalam darah dan CO2 dikeluarkan
dari darah. Banyaknya gelembung paru-paru ini kurang lebih
700.000.000 buah (paru-paru kiri dan kanan) (Adib, 2017). Paru-
paru dibagi dua yaitu paru-paru kanan, terdiri dari 3 lobus (belahan
paru), lobus pulmo dekstra superior, lobus media, dan lobus
inferior. Tiap lobus tersusun oleh lobulus. Paru-paru kiri, terdiri
dari pulmo sinistra lobus superior dan lobus inferior. Tiap-tiap
lobus terdiri dari belahan yang kecil bernama segmen. Paru-paru
kiri mempunyai 10 segmen yaitu 5 buah segmen pada lobus
superior, dan 5 buah segmen pada inferior. Paru-paru kanan
mempunyai 10 segmen 15 yaitu 5 buah segmen pada lobus
superior, 2 buah segmen pada lobus medialis, dan 3 buah segmen
pada lobus inferior. Tiap-tiap segmen ini masih terbagi lagi
menjadi belahan-belahan yang bernama lobulus (Adib, 2017).
Letak paru-paru di rongga dada datarannya menghadap ke tengah
rongga dada atau kavum mediastinum. Pada bagian tengah terdapat
tampuk paru-paru atau hilus. Pada mediastinum depan terletak
jantung. Paru-paru dibungkus oleh selaput yang bernama pleura.
Pleura dibagi menjadi 2 yaitu, yang pertama pleura visceral
(selaput dada pembungkus) yaitu selaput paru yang langsung
membungkus paru- paru. Kedua pleura parietal yaitu selaput yang
melapisi rongga dada sebelah luar. Antara keadaan normal, kavum
pleura ini vakum (hampa) sehingga paru-paru dapat berkembang
kempis dan juga terdapat sedikit cairan (eksudat) yang berguna
untuk meminyaki permukaanya (pleura), menghindarkan gesekan
antara paru-paru dan dinding dada sewaktu ada gerakan bernapas
(Adib, 2017).
b. Fisiologi
Sistem pernafasan Oksigen dalam tubuh dapat diatur menurut
keperluan. Manusia sangat membutukan okigen dalam hidupnya, kalau
tidak mendapatkan oksigen selama 4 menit akan mengakibatkan
kerusakan pada otak yang tidak dapat diperbaiki lagi dan bisa 16
menimbulkan kematian. Kalau penyediaan oksigen berkurang akan
menimbulkan kacau pikiran dan anoksia serebralis (Adib, 2017).
Proses pertukaran oksigen dan karbondioksida terjadi ketika
konsentrasi dalam darah mempengaruhi dan merangsang pusat
pernapasan terdapat dalam otak untuk memperbesar kecepatan dalam
pernapasan, sehingga terjadi pengambilan O2 dan pengeluaran CO2
lebih banyak. Darah merah (hemoglobin) yang banyak mengandunng
oksigen dari seluruh tubuh masuk ke dalam jaringan, mengambil
karbondioksida untuk dibawa ke paru-paru dan di paru-paru terjadi
pernapasan eksterna (Adib, 2017).
3. Etiologi
Proses terjadinya ISPA diawali dengan masuknya beberapa bakteri
dari genus streptokokus, stafilokokus, pneumokokus, hemofillus,
bordetella, dan korinebakterium dan virus dari golongan mikrovirus
(termasuk didalamnya virus para influenza dan virus campak),
adenoveirus, koronavirus, pikornavirus, herpesvirus ke dalam tubuh
manusia melalui partikel udara (droplet infection). Kuman ini akan
melekat pada sel epitel hidung dengan mengikuti proses pernapasan maka
kuman tersebut bisa masuk ke bronkus dan masuk ke saluran pernapasan
yang mengakibatkan demam, batuk, pilek, sakit kepala dan sebagainya
(Marni,2017).
Selain bakteri dan virus ISPA juga dapat dipengaruhi oleh banyak
faktor, yaitu kondisi lingkungan (polutan udara seperti asap rokok dan
asap bahan bakar memasak, kepadatan anggota keluarga, kondisi ventilasi
rumah kelembaban, kebersihan, musim, suhu), ketersediaan dan efektifitas
pelayanan kesehatan serta langkah-langkah pencegahan infeksi untuk
pencegahan penyebaran (vaksin, akses terhadap fasilitas pelayanan
kesehatan, kapasitas ruang isolasi), faktor penjamu (usia, kebiasaan
merokok, kemampuan penjamu menularkan infeksi, status gizi, infeksi
sebelumnya atau infeksi serentak yang disebabkan oleh pathogen lain,
kondisi kesehatan umum) dan karakteristik pathogen (cara penularan, daya
tular, faktor virulensi misalnya gen, jumlah atau dosis mikroba).
(WHO,2007:12). Kondisi lingkungan yang berpotensi menjadi faktor
risiko ispa adalah lingkungan yang banyak tercemar oleh asap kendaraan
bermotor, bahan bakar minyak, asap hasil pembakaran serta benda asing
seperti mainan plastik kecil.

4. Klasifikasi
Menurut Program Pemberantasan Penyakit ISPA terdapat 2
golongan klasifikasi penyakit ISPA yaitu pneumonia dan bukan
pneumonia. Berdasarkan derajat beratnya penyakit, pneumonia itu sendiri
dibagi lagi menjadi pneumonia berat dan pneumonia tidak berat
(Saputri,I.W. 2016). Secara lebih jelasnya ISPA diklasifikasikan kedalam
beberapa kelompok sebagai berikut :
a. Untuk kelompok usia 2 bulan sampai < 5 tahun, dibedakan dalam 3
klasifikasi, antara lain:
1) Pneumonia berat, ditandai dengan adanya batuk dan atau sukar
bernafas, serta adanya tarikan dinding dada bagian bawah
kedalam (chest indrawing).
2) Pneumonia, ditandai dengan adanya batuk dan atau sukar
bernafas, nafas cepat sebanyak 50 kali atau lebih/menit untuk usia
2 bulan sampai < 1 tahun, 40 kali atau lebih/menit untuk usia 1
sampai < 5 tahun.
3) Bukan pneumonia, ditandai dengan adanya batuk dan atau sukar
bernafas, tidak ada nafas cepat serta tidak adanya tarikan dinding
dada bagian bawah kedalam.
b. Untuk usia < 2 bulan, klasifikasi terdiri dari:
1) Pneumonia berat, ditandai dengan adanya batuk dan atau sukar
bernafas, nafas cepat 60 kali atau lebih/menit atau tarikan kuat
dinding dada bagian bawah kedalam.
2) Bukan pneumonia, ditandai dengan adanya batuk dan atau sukar
bernafas, tidak adanya nafas cepat dan tidak ada tarikan dinding
dada bagian bawah kedalam.

5. Patofisiologi ISPA
Menurut Amalia Nurin, dkk, (2014) Perjalanan alamiah penyakit ISPA
dibagi 4 tahap yaitu :
1. Tahap prepatogenesis : penyebab telah ada tetapi belum menunjukkan
reaksi apa-apa.
2. Tahap inkubasi : virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa.
Tubuh menjadi lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan
sebelumnya rendah.
3. Tahap dini penyakit : dimulai dari munculnya gejala penyakit, timbul
gejala demam dan batuk.
4. Tahap lanjut penyaklit, dibagi menjadi empat yaitu dapat sembuh
sempurna, sembuh dengan atelektasis, menjadi kronis dan meninggal
akibat pneumonia. Saluran pernafasan selama hidup selalu terpapar
dengan dunia luar sehingga untuk mengatasinya dibutuhkan suatu
sistem pertahanan yang efektif dan efisien. Ketahanan saluran
pernafasan tehadap infeksi maupun partikel dan gas yang ada di udara
amat tergantung pada tiga unsur alami yang selalu terdapat pada orang
sehat yaitu keutuhan epitel mukosa dan gerak mukosilia, makrofag
alveoli, dan antibodi. Infeksi bakteri mudah terjadi pada saluran nafas
yang sel-sel epitel mukosanya telah rusak akibat infeksi yang
terdahulu. Selain hal itu, hal-hal yang dapat mengganggu keutuhan
lapisan mukosa dan gerak silia adalah asap rokok dan gas SO2
(polutan utama dalam pencemaran udara), sindroma imotil,
pengobatan dengan O2 konsentrasi tinggi (25 % atau lebih). Makrofag
banyak terdapat di alveoli dan akan dimobilisasi ke tempat lain bila
terjadi infeksi. Asap rokok dapat menurunkan kemampuan makrofag
membunuh bakteri, sedangkan alkohol akan menurunkan mobilitas sel-
sel ini. Antibodi setempat yang ada di saluran nafas ialah Ig A.
Antibodi ini banyak ditemukan di mukosa. Kekurangan antibodi ini
akan memudahkan terjadinya infeksi saluran nafas, seperti yang terjadi
pada anak. Penderita yang rentan (imunokompkromis) mudah terkena
infeksi ini seperti pada pasien keganasan yang mendapat terapi
sitostatika atau radiasi. Penyebaran infeksi pada ISPA dapat melalui
jalan hematogen, limfogen, perkontinuitatum dan udara nafas.

6. Tanda dan Gejala


Gambaran klinis secara umum yang sering didapat adalah rinitis,
nyeri tenggorokan, batuk dengan dahak kuning/ putih kental, nyeri
retrosternal dan konjungtivitis. Suhu badan meningkat antara 4-7 hari
disertai malaise, mialgia, nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah dan
insomnia. Bila peningkatan suhu berlangsung lama biasanya menunjukkan
adanya penyulit. (Suriani, 2018) Gejala ISPA berdasarkan tingkat
keparahan adalah sebagai berikut Rosana (2016):
a. Gejala dari ISPA ringan
Seseorang balita dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan
satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut :
1) Batuk.
2) Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara
(pada waktu berbicara atau menangis).
3) Pilek, yaitu mengeluarkan lendir atau ingus dari hidung.
4) Panas atau demam, suhu badan lebih dari 37°C atau jika dahi anak
diraba dengan punggung tangan terasa panas.
b. Gejala dari ISPA sedang Seseorang balita dinyatakan menderita ISPA
sedang jika dijumpai gejala dari ISPA ringan disertai satu atau lebih
gejala-gejala sebagai berikut :
1) Pernapasan cepat (fast breathing) sesuai umur yaitu: untuk
kelompok umur kurang dari 2 bulan frekuensi nafas 60 kali per
menit atau lebih untuk umur 2 -< 5 tahun.
2) Suhu tubuh lebih dari 39°C.
3) Tenggorokan berwarna merah.
4) Timbul bercak-bercak merah pada kulit menyerupai bercak
campak.
5) Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga.
6) Pernapasan berbunyi seperti mengorok (mendengkur).
c. Gejala dari ISPA berat Seseorang balita dinyatakan menderita ISPA
berat jika dijumpai gejala-gejala ISPA ringan atau ISPA sedang
disertai satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut :
1) Bibir atau kulit membiru.
2) Anak tidak sadar atau kesadaran menurun.
3) Pernapasan berbunyi seperti mengorok dan anak tampak gelisah.
4) Sela iga tertarik ke dalam pada waktu bernafas.
5) Nadi cepat lebih dari 160 kali per menit atau tidak teraba.
6) Tenggorokan berwarna merah.
7. Komplikasi
Penyakit ini sebenarnya merupakan self limited disease, yang sembuh
sendiri 5-6 hari jika tidak terjadi invasi kuman lainnya. Komplikasi yang
dapat terjadi adalah sinusitis paranasal, penutupan tuba eusthacii dan
penyebaran infeksi. (Windasari, 2018)
a. Sinusitis paranasal Komplikasi ini hanya terjadi pada anak besar
karena pada bayi dan anak kecil sinus paranasal belum tumbuh. Gejala
umum tampak lebih besar, nyeri kepala bertambah, rasa nyeri dan
nyeri tekan biasanya didaerah sinus frontalis dan maksilaris. Diagnosis
ditegakkan dengan pemeriksaan foto rontgen dan transiluminasi pada
anak besar. Proses sinusitis sering menjadi kronik dengan gejala
malaise, cepat lelah dan sukar berkonsentrasi (pada anak besar).
Kadangkadang disertai sumbatan hidung, nyeri kepala hilang timbul,
bersin yang terus menerus disertai secret purulen dapat unilateral
ataupun bilateral. Bila didapatkan pernafasan mulut yang menetap dan
rangsang faring yang menetap tanpa sebab yang jelas perlu yang
dipikirkan terjadinya komplikasi sinusitis. Sinusitis paranasal ini dapat
diobati dengan memberikan antibiotik.
b. Penutupan tuba eusthachii
Tuba eusthachii yang buntu memberi gejala tuli dan infeksi dapat
menembus langsung kedaerah telinga tengah dan menyebabkan otitis
media akut (OMA).

8. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan kultur/biakan kuman (swab) : hasil yang didapatkan
adalah biakan kuman (+) sesuai jenis kuman.
b. Pemeriksaan hidung darah (deferential count) : laju endap darah
meningkat disertai dengan adanya leukositosis dan bisa juga disertai
dengan adanya thrombositopenia.
c. Pemeriksaan foto thoraks jika diperlukan
9. Penatalaksanaan
Terapi untuk ISPA atas tidak selalu dengan antibiotik karena sebagian
besar kasus ISPA atas disebabkan oleh virus. Infeksi Saluran Pernapasan
Akut (ISPA) atas yang disebabkan oleh virus tidak memerlukan antiviral,
tetapi cukup dengan terapi suportif.
a. Terapi Suportif Berguna untuk mengurangi gejala dan meningkatkan
performa pasien berupa nutrisi yang adekuat, pemberian multivitamin.
b. Antibiotik Hanya digunakan untuk terapi penyakit infeksi yang
disebabkan oleh bakteri, idealnya berdasarkan jenis kuman penyebab,
utama ditujukan pada pneumonia, influenza, dan aureus.

WOC
BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Konsep Asuhan Keperawatan


A. Pengkajian
Pengkajian menurut Amalia Nurin, dkk, (2014)
a. Identitas Pasien
b. Usia Kebanyakan infeksi saluran pernafasan yang sering mengenai
anak usia dibawah 3 tahun, terutama bayi kurang dari 1 tahun.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa anak pada usia muda akan
lebih sering menderita ISPA daripada usia yang lebih lanjut.
c. Jenis Kelamin Angka kesakitan ISPA sering terjadi pada usia kurang
dari 2 tahun, dimana angka kesakitan ISPA anak perempuan lebih
tinggi daripada laki-laki di negara Denmark.
d. Alamat Kepadatan hunian seperti luar ruang per orang, jumlah
anggota keluarga, dan masyarakat diduga merupakan faktor risiko
untuk ISPA. Diketahui bahwa penyebab terjadinya ISPA dan penyakit
gangguan pernafasan lain adalah rendahnya kualitas udara didalam
rumah ataupun diluar rumah baik secara biologis, fisik maupun kimia.
1. Keluhan Utama
Adanya demam, kejang, sesak napas, batuk produktif, tidak mau makan
anak rewel dan gelisah, sakit kepala.
2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Penyakit Sekarang
Biasanya klien mengalami demam mendadak, sakit kepala, badan
lemah, nyeri otot dan sendi, nafsu makan menurun, batuk, pilek dan
sakit tenggorokan.
b. Riwayat penyakit dahulu
Biasanya klien sebelumnya sudah pernah mengalami penyakit ini
c. Riwayat penyakit keluarga
Riwayat penyakit infeksi, TBC, Pneumonia, dan infeksi saluran napas
lainnya. Menurut anggota keluarga ada juga yang pernah mengalami
sakit seperti penyakit klien tersebut.
d. Riwayat sosial Klien mengatakan bahwa klien tinggal di lingkungan
yang berdebu dan padat penduduknya.
3. Kebutuhan Dasar
a. Makan dan minum Penurunan intake, nutrisi dan cairan, diare,
penurunan BB dan muntah.
b. Aktivitas dan istirahat Kelemahan, lesu, penurunan aktifitas, banyak
berbaring.
c. BAK Tidak begitu sering.
d. Kenyamanan Mialgia, sakit kepala.
e. Hygine Penampilan kusut, kurang tenaga.
4. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Bagaimana keadaan klien, apakah letih, lemah atau sakit berat.
b. Tanda vital : Bagaimana suhu, nadi, pernafasan dan tekanan darah
klien. TD menurun, nafas sesak, nadi lemah dan cepat, suhu
meningkat, sianosis
c. TB/BB
Sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan
d. Kuku
Bagaimana kondisi kuku, apakah sianosis atau tidak, apakah ada
kelainan.
e. Kepala
Bagaimana kebersihan kulit kepala, rambut serta bentuk kepala,
apakah ada kelainan atau lesi pada kepala
f. Wajah
Bagaimana bentuk wajah, kulit wajah pucat/tidak
g. Mata
Bagaimana bentuk mata, keadaan konjungtiva anemis/tidak, sclera
ikterik/ tidak, keadaan pupil, palpebra dan apakah ada gangguan
dalam penglihatan
h. Hidung
Bentuk hidung, keadaan bersih/tidak, ada/tidak sekret pada hidung
serta cairan yang keluar, ada sinus/ tidak dan apakah ada gangguan
dalam penciuman
i. Mulut
Bentuk mulut, membran membran mukosa kering/ lembab, lidah
kotor/tidak, apakah ada kemerahan/tidak pada lidah, apakah ada
gangguan dalam menelan, apakah ada kesulitan dalam berbicara.
j. Leher
Apakah terjadi pembengkakan kelenjar tyroid, apakah ditemukan
distensi vena jugularis.
k. Telinga
Apakah ada kotoran atau cairan dalam telinga, bagaimanakan bentuk
tulang rawanya, apakah ada respon nyeri pada daun telinga.
l. Thoraks
Bagaimana bentuk dada, simetris/tidak, kaji pola pernafasan, apakah
ada wheezing, apakah ada gangguan dalam pernafasan. Pemeriksaan
Fisik Difokuskan Pada Pengkajian Sistem Pernafasan
1. Inspeksi
a) Membran mukosa- faring tampak kemerahan
b) Tonsil tampak kemerahan dan edema
c) Tampak batuk tidak produktif
d) Tidak ada jaringan parut dan leher
e) Tidak tampak penggunaan otot-otot pernafasan tambahan,
pernafasan cuping hidung
2. Palpasi
a) Adanya demam
b) Teraba adanya pembesaran kelenjar limfe pada daerah
leher/nyeri tekan pada nodus limfe servikalis
c) Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid
3. Perkusi Suara paru normal (resonance)
4. Auskultasi Suara nafas vesikuler/tidak terdengar ronchi pada
kedua sisi paru. Jika terdengar adanya stridor atau wheezing
menunjukkan tanda bahaya. (Suriani, 2018).
m. Abdomen
Bagaimana bentuk abdomen, turgor kulit kering/ tidak, apakah
terdapat nyeri tekan pada abdomen, apakah perut terasa kembung,
lakukan pemeriksaan bising usus, apakah terjadi peningkatan bising
usus/tidak.
n. Genitalia
Bagaimana bentuk alat kelamin, distribusi rambut kelamin, warna
rambut kelamin. Pada laki-laki lihat keadaan penis, apakah ada
kelainan/tidak. Pada wanita lihat keadaan labia minora, biasanya labia
minora tertutup oleh labia mayora.
o. Integumen
Kaji warna kulit, integritas kulit utuh/tidak, turgor kulit kering/ tidak,
apakah ada nyeri tekan pada kulit, apakah kulit teraba panas.
p. Ekstremitas
Inspeksi : adakah oedem, tanda sianosis, dan kesulitan bergerak
Palpasi : adanya nyeri tekan dan benjolan
Perkusi : periksa refek patelki dengan reflek hummar Adakah terjadi
tremor atau tidak, kelemahan fisik, nyeri otot serta
kelainan bentuk.
5. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang merupakan bagian dari pemeriksaan medis
yang dilakukan oleh dokter untuk mendiagnosis penyakit tertentu.
Pemeriksaan ini umumnya dilakukan setelah pemeriksaan fisik dan
Poltekkes Kemenkes Yogyakarta 25 penelusuran riwayat keluhan atau
riwayat penyakit pada pasien. Pemeriksaan penunjang untuk penyakit
ISPA diantaranya ada: Pemeriksaan laboratorium, Rontgen thorax,
Pemeriksaan lain sesuai dengan kondisi klien..

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai
respons pasien terhadap suatu masalah kesehatan atau proses kehidupan
yang didalamnya baik berlangsung aktual maupun potensial yang
bertujuan untuk mengidentifikasi respon pasien baik individu, keluarga
ataupun komunitas, terhadap situasi yang berkaitan mengenai kesehatan.
Diagnosa yang biasanya muncul pada pasien ISPA menurut SDKI (2016)
adalah sebagai berikut
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d sekresi yang tertahan
b. Hipertermia b.d proses penyakit (infeksi bakteri stertococcus)
c. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen
d. Ansietas b.d kurang terpaparnya informasi

C. Intervensi Keperawatan
Intervensi Keperawatan yang digunakan pada pasien ISPA
menggunakan perencanaan keperawatan menurut (SIKI) standar intervensi
keperawatan Indonesia serta untuk tujuan dan kriteria hasil menggunakan
standar luaran keperawatan Indonesia (SLKI). (Tim Pokja SLKI, 2018).

No SDKI SLKI SIKI


1 Bersihan jalan Setelah dilakukan Observasi :
nafas tidak efektif tindakan keperawatan a. Identifikasi
b.d sekresi yang 3x24 jam bersihan jalan kemampuan batuk
tertahan napas meningkat dengan b. Monitor adanya
Kriteria hasil : retensi sputum
1. Batuk efektif Terapeutik :
meningkat a. Atur posisi semi-
2. Produksi sputum Fowler atau Fowler
menurun b. Pasang perlak dan
3. Gelisah menurun bengkok di pangkuan
4. Frekuensi napas pasien
membaik c. Buang sekret pada
5. Pola napas tempat sputum.
membaik Edukasi :
a. Jelaskan tujuan dan
prosedur batuk
efektif
b. Anjurkan tarik napas
dalam melalui hidung
selama 4 detik,
ditahan selama 2
detik, kemudian
keluarkan dari mulut
dengan bibir
mencucu (dibulatkan)
selama 8 detik
c. Anjurkan mengulangi
tarik napas dalam
hingga 3 kali
d. Anjurkan batuk
dengan kuat langsung
setelah tarik napas
dalam yang ke-3
Kolaborasi :
a. Kolaborasi
pemberian mukolitik
atau ekspektoran, jika
perlu
2 Hipertermia b.d Setelah dilakukan Observasi :
proses penyakit tindakan keperawatan a. Identifikasi penyebab
(infeksi bakteri 3x24 jam pengaturan hipertermia (mis
stertococcus) suhu tubuh pasien dehidrasi, terpapar
membaik dengan lingkungan panas,
Kriteria hasil : penggunaan
1. Takikardia menurun inkubator dll)
2. Hipoksia menurun b. Monitor suhu tubuh
3. Suhu tubuh membaik c. Monitor keluaran
4. Suhu kulit membaik urine
Terapeutik :
a. Sediakan lingkungan
yang dingin
b. Longgarkan atau
lepaskan pakaian
c. Berikan kompres
hangat pada dahi atau
leher
Edukasi :
a. Anjurkan tirah baring
Kolaborasi :
a. Kolaborasi
pemberian cairan dan
elektrolit intravena,
jika perlu
3 Intoleransi Setelah dilakukan Observasi :
aktivitas b.d tindakan keperawatan a. Monitor pola dan
ketidakseimbangan 3x24 jam toleransi jam tidur
antara suplai dan aktivitas meningkat b. Monitor lokasi dan
kebutuhan oksigen dengan Kriteria hasil : ketidaknyamanan
1. Kemudahan selama melakukan
melakukan aktivitas aktivitas.
sehari-hari Terapeutik :
meningkat a. Sediakan lingkungan
2. Keluhan lelah nyaman dan rendah
menurun stimulus (mis.
cahaya, suara,
kunjungan)
b. Berikan aktivitas
distraksi yang
menenangkan
Edukasi :
a. Anjurkan tirah baring
b. Anjurkan melakukan
aktivitas secara
bertahap
Kolaborasi :
a. Kolaborasi dengan
ahli gizi tentang cara
meningkatkan asupan
makanan
4 Ansietas b.d Setelah dilakukan Observasi :
kurang tindakan keperawatan a. Identifikasi saat
terpaparnya 3x24 jam tingkat tingkat ansietas
informasi ansietas menurun berubah (mis.kondisi,
dengan Kriteria hasil : waktu, stresor)
1. Verbalisasi b. Identifikasi
kebingungan kemampuan
menurun mengambil keputusan
2. Verbalisasi Terapeutik :
khawatir akibat a. Ciptakan suasana
kondisi yang terapeutik untuk
dihadapi menurun menumbuhkan
3. Perilaku gelisah kepercayaan
menuru b. Motivasi
mengidentifikasi
situasi yang memicu
kecemasan
Edukasi :
a. Anjurkan
mengungkapkan
perasaan dan persepsi
b. Latih teknik relaksasi
Kolaborasi :
a. Kolaborasi pemberian
obat antiansietas, jika
perlu

D. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah pelaksanaan dari rencana intervensi untuk
mencapai tujuan yang pesifik. Tahap Implementasi dimulai setelah
rencana intervensi disusun dan ditujukan pada nursing order untuk
membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan.
Oleh karena itu rencana intervensi yang spesifik dilaksanakan
untuk memodifikasi faktor -faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan
klien. Tujuan dari implementasi adalah membantu klien dalam mencapai
tujuan yang telah ditetapkan yang mencakup peningkatan kesehatan.
pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan, dan memfasilitasi koping
perencanaan asuhan keperawatan akan dapat dilaksanakan dengan baik,
jika klien mempunyai keinginan untuk berpartisipasi dalam implementasi
keperawatan.

E. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses
keperawatan yang menandakan keberhasilan dari diagnosis keperawatan,
rencana intervensi,dan implementasi. Tujuan evaluasi adalah untuk
melihat kemampuan klien dalam mencapai tujuan. Hal ini dapat dilakukan
dengan melihat respon klien terhadap asuhan keperawatan yang diberikan
sehingga perawat dapat mengambil keputusan (Nursalam, 2013).
DAFTAR PUSTAKA

Adib Huda Mujtaba. 2017. Anatomi Fisiologi Dan Patofisiologi System


Pernapasan Manusia. Dikutib 22 Mei 2019.

Friedman, M.M et al. (2010). Buku Ajar Keperawatan Keluarga Riset,


Teori, dan Praktik. Ed 5. Jakarta: EGC.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2017), Standar Diagnosis Keperawatan


Indonesia (SDKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan


Indonesia (SLKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan


Indonesia (SIKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Smeltzer, S.C dan B,G Bare. 2015. Baru Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner & Suddarth. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai