Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN SOFT TISSUE TUMOR (STT)

DI RUANG OPERASI RSUD dr. RUBINI MEMPAWAH

DISUSUN OLEH
APRIANA
211122005

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN DAN NERS


JURUSAN KEPERAWATAN SINGKAWANG
POLTEKKES KEMENKES PONTIANAK
2022
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN PASIEN DENGAN SOFT TISSUE


TUMOR DI INSTALASI BEDAH SENTRA RSUD dr.RUBINI
MEMPAWAH

Oleh :

Apriana
NIM : 211122005

Mempawah, Maret 2022

Mengetahui,

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

Ns.Mubin Barid,S.Kep Yusyka Agustrawati,S.Kep,Ns


NIP 198102192007012001 NIP. 19870817201001 2017
A. KONSEP PENYAKIT SOFT TISSUE TUMOR (STT)

1. Pengertian Penyakit
Tumor jaringan lunak merupakan sekelompok neoplasma yang besar dan
heterogen. Umumnya, tumor diklasifikasikan bergantung pada gambaran
histogenetiknya (fibrosarkoma, sebagai contoh, dikategorikan sebagai sebagai
tumor yang muncul dari fibroblas). Akan tetapi, secara histomorfologi,
imunohistokimia, dan data eskperimental menunjukkan bahwa sebagian besar
sarkoma berasal dari sel mesenkim primitif multipotensial, yang muncul
selama proses diferensiasi transformasi neoplastik. (Shidham, 2017).
STT adalah suatu benjolan atau pembengkaka yang abnormal didalam
tubuh yang disebabkan oleh neoplasma yang terleta antara kulit dan tulang
(Arbella, 2015).
2. Etiologi
Penyebab tumor jaringan lunak adalah sebagai berikut :
a. Genetik
Telah dibuktikan bahwa kelainan genetik tertentu dan mutasi gen
adalah faktor predisposisi bagi sebagian tumor jaringan lunak yang jinak
maupun ganas (Shidham, 2017). Gen mengandung instruksi untuk
mengatur perkembangan dan pembelahan sel. Gen yang bertugas dalam
pembelahan sel disebut oncogen. Gen lainnya yang bertugas
memperlambat pembelahan sel dan memastikan sel-sel untuk mati pada
waktu yang tepat disebut gen suppressor tumor. Kanker dapat disebabkan
oleh mutasi (defek) DNA yang menyebabkan oncogen terus aktif dan
membuat gen suppressor tumor tidak berfungsi. (American Cancer
Society, 2016).
Gen NF1 dalam neurofibromatosis adalah contohnya, yang condong
mengalami transformasi sehingga menjadi multiple neurofibroma yang
bersifat ganas. Contoh lain, Gardner syndrome yang disebabkan oleh
mutasi gen APC yang membuat penderitanya menumbuhkan banyak
polip di kolon sehingga meningkatkan risiko terjadinya kanker kolon dan
tumor desmoids. Gorlin syndrome, yang juga disebut sindroma
karsinoma sel basal nevoid disebabkan oleh mutasi gen PTCH1 yang
meningkatkan risiko terjadinya fibrosarkoma dan rhabdomyosarcoma.
(American Cancer Society, 2016).
b. Radiasi
Mekanisme patogenesisnya adalah mutasi genetik akibat radiasi lebih
dari 2000 cGy yang menyebabkan transformasi neoplastik (Shidham,
2017). Jarak waktu antara perawatan radiasi dan diagnosis sarkoma
adalah lebih kurang 10 tahun (American Cancer Society, 2016) dan
mengakibatkan angka insiden kurang dari 5% kasus sarkoma.
c. Limfedema kronis
Setelah nodul-nodul limfe diangkat atau rusak akibat radioterapi,
cairan limfe dapat berkumpul dan menyebabkan pembengkakan yang
disebut limfedema (American Cancer Society, 2016). Pada pasien
karsinoma payudara tingkat akhir, limfedema kronis dapat berkembang
menjadi limfangiosarkoma (Shidham, 2017).
d. Karsinogen dari lingkungan
Hubungan antara paparan berbagai bahan karsinogen dengan
meningkatnya insiden tumor jaringan lunak memang ada. Angiosarkoma
hati, misalnya, disebabkan oleh paparan bahan arsenik, thorium dioksida,
dioxin, asam phenoxyacetic, dan vynil klorida. (Shidham, 2017).
e. Infeksi
Contoh tumor jaringan lunak yang disebabkan oleh infeksi adalah
Kaposi sarcoma yang disebabkan oleh human herpes virus tipe-8 (HHV-
8), yang menyerang pasien-pasien human immunodeficiency virus
(HIV). Infeksi virus Epstein-Barr pada pasien immunocompromised juga
meningkatkan kemungkinan berkembanganya tumor jaringan lunak.
(Shidham, 2017).
f. Trauma
Relasi antara trauma dengan tumor jaringan lunak sifatnya kebetulan.
Adanya suatu trauma memungkinkan terjadinya lesi tumor jaringan
lunak. (Shidham, 2017).

3. Patofisiologi
Secara umum, tumor jaringan lunak tumbuh secara sentripetal, meskipun
beberapa tumor jinak (misalnya, lesi fibrosa) dapat tumbuh memanjang di
sepanjang bidang jaringan. Sebagian besar tumor jaringan lunak tetap pada
batas fasia, yang tersisa terbatas pada kompartemen asal sampai tahap
perkembangan selanjutnya. (Shidham, 2018).
Setelah tumor mencapai batas anatomi kompartemen, tumor lebih
mungkin untuk melanggar batas-batas kompartemen. Struktur neurovaskular
utama biasanya tergeser karena tidak diselimuti atau diserang oleh tumor.
Tumor yang timbul di lokasi ekstrakompartemen, seperti fossa poplitea, dapat
berkembang lebih cepat karena kurangnya batas fasia; mereka juga lebih
cenderung melibatkan struktur neurovaskular. (Shidham, 2018).
Bagian perifer dari tumor menekan jaringan lunak di sekitarnya yang
normal karena pertumbuhan ekspansil sentripetal. Ini menghasilkan
pembentukan zona yang relatif terdefinisi dengan baik dari jaringan fibrosa
terkompresi yang mungkin mengandung sel-sel tumor yang tersebar. Zona ini
juga dapat terdiri dari sel-sel inflamasi dan menunjukkan neovaskularitas.
(Shidham, 2018).
Lapisan tipis jaringan yang disebut zona reaktif mengelilingi zona
kompresi, terutama pada tumor tingkat tinggi. Bersama-sama, zona kompresi
dan reaktif membentuk pseudocapsule yang membungkus tumor dan berguna
dalam menentukan tingkat reseksi bedah. (Shidham, 2018).
Beberapa lesi yang sangat agresif dengan pola pertumbuhan infiltratif,
seperti rhabdomyosarcoma masa kanak-kanak, mungkin tidak terhalang batas
batas kompartemen anatomi dan sering akan menyerang bagian badan fasia.
(Shidham, 2018).
4. Pathway (Andri, 2015)

5. Komplikasi
Tumor jinak bisa berubah menjadi tumor ganas/kanker, penyebaran atau
metastase kanker ini paling sering melalui pembuluh darah ke paru-paru ke
liver,dan tulang. Jarang menyebar melalui kelenjar getah bening (Muttaqin,
2008).
6. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala STT tidak spesifik. Tergantung di mana letak tumor atau
benjolan tersebut berada. Awal mulanya gejala berupa adanya benjolan
dibawah kulit yang tidak terasa sakit. Hanya sedikit penderita yang
merasakan sakit yang biasanya terjadi akibat pendarahan atau nekrosis dalam
tumor dan bisa juga karena adanya penekanan pada saraf-saraf tepi (Muttaqin,
2008).
Tumor jinak jaringan lunak biasanya tumbuh lambat, tidak cepat
membesar, bila di raba terasa lunak dan bila di gerakan relatif masih mudah
digerakan dari jaringan sekitarnya dan tidak pernah menyebar ke tempat yang
jauh (Muttaqin, 2008). Pada tahap awal, STT biasanya tidak menimbulkan
gejala karena jaringan lunak relatif elastis, tumor atau benjolan tersebut dapat
bertambah besar, mendorong jaringan normal. Kadang gejala pertama
penderita merasa nyeri atau bengkak (Muttaqin, 2008).
7. Pemeriksaan Penunjang
Terdapat berbagai prosedur diagnostik yang dapat digunakan para ahli
bedah dan ahli klinis untuk mengevaluasi tumor jaringan lunak. Sampling
tumor ini ditentukan dari gambaran klinis dan karakteristik imaging-nya.
Tumor yang terlihat jinak biasanya langsung dieksisi, namun pada tumor
yang terlihat memiliki potensial menjadi ganas biasanya diperiksa lebih lanjut
sebelum dioperasi. Pemeriksaan penunjang yang utamanya digunakan adalah
core needle biopsy dan fine needle aspiration (FNA). (Lindberg, 2019).
Apabila hasil pemeriksaan penunjang tidak dapat di tentukan, maka
pemeriksaan dilanjutkan pada biopsi open surgical dengan frozen section
evaluation atau bahkan resection menyeluruh. Sebaliknya, bila hasil diagnosis
dapat ditentukan, tindakan akan dilanjutkan dengan eksisi lokal, resection
luas, atau kemoterapi adjuvant dengan/tanpa radiasi yang diberikan sebelum
operasi. (Lindberg, 2019).
Adapun untuk mendiagnosis tumor jaringan lunak, dapat dilakukan
pemeriksaan penunjang sebagai berikut (Shidham, 2017):
a. Pemeriksaan laboratorium
Spesifik untuk tumor jaringan ikat, ada analisis sitogenetik dan histologi.
b. Pemeriksaan imaging
Selama lebih dari dua decade terakhir, pemeriksaan imaging (contoh,
plain radiography, computed tomography [CT], magnetic resonance
imaging [MRI], bone scintigraphy, and positron emission tomography
[PET]) telah banyak berkontribusi dalam manajemen tumor jaringan
lunak. Meski tidak bisa memberi diagnosis spesifik (kecuali lipoma atau
liposarkoma), pemeriksaan-pemeriksaan ini sangat berguna untuk
menentukan letak anatomis, luas penyebaran tumor, dan keterlibatan
struktur-struktur penting.

c. Diagnosis jaringan
Mendiagnosis jaringan sedari awal adalah komponen paling penting
dalam pengobatan tumor jaringan lunak. Semua tumor jaringan yang
lebih besar dari 5 cm, termasuk pembesaran atau lesi gejala tumor, harus
dibiopsi. Beberapa teknik biopsi yang ada, antara lain: fine needle
aspiration biopsy (FNAB), core needle biopsy, incisional biopsy, dan
excisional biopsy.
d. Gambaran histologi
Penentuan tingkatan klinis tumor berdasarkan gambaran histologinya
menjadi salah satu langkah penting dalam menyusun strategi pengobatan.
Ada macam-macam sistem tingkatan; mereka umumnya berdasarikan
evaluasi karakteristik histomorfologi, termasuk cellularity, cellular
pleomorphism, aktivitas mitosis, dan nekrosis, serta kategori
histologinya. Adapun tingkatan yang lebih sederhana, yaitu sistem tiga
tingkatan (grade 1, 2, 3) yang ditentukan berdasarkan diferensiasi sel
tumor.
8. Penatalaksanaan Medis
Operasi pengangkatan lokal adalah penatalaksanaan yang tepat untuk
tumor jaringan lunak yang jinak. Meskipun begitu, ada berbagai macam
pilihan pengobatan, termasuk operasi itu sendiri, atau dikombinasi dengan
terapi radiasi atau kemoterapi, yang dapat dipertimbangkan untuk menata
laksana tumor primer jaringan lunak yang sifatnya ganas, maupun
pengulangannya. (Shidham, 2017).
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Data perawatan
Tempat operasi, tanggal operasi, jam transfer pasien dari bangsal bedah
ke ruang operasi dan nomor rekam medis.
Identitas Pasien dan Identitas Penanggung Jawab
Inisial nama, TTL/umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama,
pendidikan, pekerjaan, alamat, diagnosa medis, bahasa yang digunakan dan
hubungan dengan pasien.
2. Pengkajian
a. Pre-Operasi
Diagnosa pre-op, jenis operasi, jam pasien sampai di ruang operasi, jam
mulai anastesi, jenis anastesi, jam operasi di mulai, jam operasi selesai,
jam pindah ke bangsal bedah, obat-obatan, terapi premedikasi, keadaan
pre-operasi.
b. Data fokus
Data subjektif dan data objektif
3. Diagnosa Keperawatan
a. Diagnosa Pre-Op
Ansietas b.d kekhawatiran mengalami kegagalan d.d pasien merasa
khawatir dengan akibat dari kondisi yang dihadapi (D.0080)
b. Diganosa Intra-Op
Risiko Infeksi d.d efek prosedur invasif (D.0142)
c. Diagnosa Post-Op
Nyeri Akut b.d agen pencedera fisik (D.0077)
4. Intervensi Keperawatan dan Rasional Tindakan (R/)
a. Diagnosa Pre-Op
Ansietas b.d kekhawatiran mengalami kegagalan d.d pasien merasa
khawatir dengan akibat dari kondisi yang dihadapi (D.0080)
Luaran Keperawatan
Tingkat Ansietas (L. 09093)
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam, maka di
harapkan tingkat ansietas menurun dengan kriteria hasil:
- Verbalisasi kebingungan menurun
- Verbalisasi khawatir akibat kondisi yang dihadapi menurun
- Perilaku gelisah menurun
- Perilaku tegang menurun
- Kecemasan menurun
Intervensi Keperawatan
Reduksi Ansietas (I.09314)
Observasi
- Identifikasi saat tingkat ansietas berubah (mis. kondisi, waktu,
stressor)
R/ untuk mengetahui tingkat ansietas klien.
- Identifikasi kemampuan mengambil keputusan
R/ untuk mengetahui kemampuan klien dalam mengambil
keputusan.
- Monitor tanda-tanda ansietas (verbal dan nonverbal)
R/ untuk melihat perkembangan tanda-tanda ansietas klien dari
sebelumnya.
Teraupetik
- Ciptakan suasana teraupetik dengan dengarkan penuh perhatian
R/ agar klien percaya pada kondisi yang dihadapinya akan membaik
dan mendapatkan rasa empati.
- Temani pasien dalam memberikan support, jika memungkinkan
R/ untuk mengurangi ansietas klien.
- Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
R/ agar klien merasa tenang dan yakin dalam tindakan yang didapat.
- Diskusikan perencaan realistis tentang peristiwa yang akan datang
R/ agar kondisi yang dihadapi klien lebih membaik dengan tindakan
yang sesuai prosedur dan tepat.
Edukasi
- Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin dialami
R/ agar klien sudah siap sebelumnya.
- Informasikan secara factual mengenai diagnosis, pengobatan dan
prognosis
R/ agar klien dan keluarga mengetahui apa yang telah diberikan.
- Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi
R/ agar lebih mudah untuk dievaluasi apa yang dirasakan klien
- Latih teknik relaksasi
R/ untuk mengurangi ansietas klien
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian obat antiansietas, jika perlu.
R/ untuk membantu proses pengurangan ansietas klien.
b. Diagnosa Intra-Op
Risiko Infeksi d.d efek prosedur invasif (D.0142)
Luaran Keperawatan
Integritas Kulit dan Jaringan (L.14125)
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam, maka di
harapkan integritas kulit dan jaringan meningkat dengan kriteria hasil:
- Kerusakan jaringan menurun
- Kerusakan lapisan kulit menurun
- Perfusi jaringan meningkat
- Nyeri menurun
Intervensi Keperawatan
Pencegahan Infeksi (I.14539)
Observasi
- Monitor tanda dan gejala infeksi local dan sistemik
R/ untuk melihat perkembangan tanda dan gejala infeksi local dan
sistemik klien.
Teraupetik
- Batasi jumlah pengunjung
R/ agar tidak terjadinya infeksi.
- Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan
lingkungan pasien
R/ agar tidak terjadinya infeksi.
- Pertahankan teknik aseptic pada pasien berisiko tinggi
R/ agar tidak terjadinya infeksi.
c. Diagnosa Post-Op
Nyeri Akut b.d agen pencedera fisik (D.0077)
Luaran Keperawatan
Mobilitas Fisik (L.05042)
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam, maka di
harapkan mobilitas fisik meningkat dengan kriteria hasil:
- Rentang gerak (ROM) meningkat
- Nyeri menurun
- Gerakan terbatas menurun
Intervensi Keperawatan
Manajemen Nyeri (I.08238)
Observasi
- Identifikasi lokasi, skala, frekuensi, dan durasi nyeri
R/ untuk mengetahui keadaan nyeri klien.
- Identifikasi respon nyeri non verbal
R/ untuk mengetahui lebih tepat keadaan nyeri klien.
- Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
R/ untuk mengetahui faktor timbulnya nyeri.
Teraupetik
- Berikan teknik nonfarmakologis (mis. TENS, hypnosis, akupresur,
terapi music, biofeedback, terapi pijat, aromaterapi, teknik imajinasi
terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain).
R/ untuk mengurangi rasa nyeri.
- Pertimbangkan jenis dalam pemilihan strategi meredakan nyeri
dengan sumber nyeri.
R/ agar rasa nyeri yang dirasakan berkurang dengan tepat.
Edukasi
- Jelaskan strategi meredakan nyeri
R/ agar klien mengetahui tindakan yang diberikan.
- Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
R/ agar klien langsung melakukan tindakan untu mengurangi rasa
nyeri tersebut.
- Ajarkan teknik nonfarmakologis
R/ untuk mengurangi rasa nyeri secara mandiri.
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu.
R/ untuk membantu proses nyeri cepat berkurang.
DAFTAR PUSTAKA

PPNI, Tim Pokja SDKI DPP. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi 1: Cetakan III(Revisi). Jakarta :
DPP PPNI.

PPNI, Tim Pokja SIKI DPP. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1: Cetakan II. Jakarta : DPP
PPNI.

PPNI, Tim Pokja SLKI DPP. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1: Cetakan II. Jakarta :
DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai