LP Pneumoni
LP Pneumoni
Diajukan Oleh:
ERNY MUHARNY
NIM. 211122014
Diusulkan Oleh:
GUNAWAN
NIM. 211122014
Ns. Egidius Umbu Ndeta. S. Kep, M. Kes Dasih Minarti. S. Kep, Ners
NIDN : 4002099101 NIP.1973021 199803 2 002
BAB I
KONSEP DASAR
1. Definisi
Pneumonia adalah suatu infeksi atau peradangan pada organ paru-
paru yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, ataupun parasit, dimana
pulmonary alveolus (alveoli), organ yang bertanggung jawab menyerap
oksigen dari atmosfer, mengalami peradangan dan terisi oleh cairan (shaleh,
2013).
Pneumonia adalah salah satu penyakit peradangan akut parenkim
paru yang biasanya dari suatu infeksi saluran pernafasan bawah akut
(ISNBA). Dengan gejala batuk dan disertai dengan sesak nafas yang
disebabkan agen infeksius seperti virus, bakteri, mycoplasma (fungi) dan
aspirasi substansi asing, berupa radang paru-paru yang disertai eksudasi dan
konsolidasi dan dapat dilihat melalui gambaran radiologis (Nursalam, 2015).
Pneumonia adalah salah satu bentuk infeksi saluran nafas bawah
akut (ISNBA) merupakan peradangan yang mengenai parenkim paru dari
bronkhiolus terminalis yang mencakup bronkhiolus respiratorius, dan alveoli
serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran udara
(Dahlan, 2007).
Pneumonia adalah infeksi yang menyebabkan paru-paru meradang.
Kantung-kantung kemampuan menyerap oksigen menjadi berkurang.
Kekurangan oksigen membuat sel-sel tubuh tidak bekerja. Inilah penyebab
penderita pneumonia dapat meninggal, selain dari penyebaran infeksi ke
seluruh tubuh (Misnadiarly, 2008).
Pneumonia adalah infeksi akut parenkim paru yang meliputi alveolus
dan jaringan dan jaringan intersittel. Pneumonia merupakan penyakit yang
menjadi masalah di berbagai negara terutama di negara berkembang termasuk
Indonesia dan merupakan penyebab kematian utama pada balita. Berbagai
mikroorganisme dapat menyebabkan pneuomonia antara lain virus dan
bakteri. Beberapa faktor yang dapat meningkatkan resiko untuk terjadinya
dan beratnya pneumonia antara lain adalah defek anatomi bawaan, defisit
imunologi, polusi, GER, dan aspirasi (Daud Dasril, 2013).
2. Etiologi
Penyebab pneumonia pada orang dewasa dan usia lanjut umumnya
adalah bakteri. Penyebab paling umum pneumonia di Amerika Serikat yaitu
bakteri Streptococcus pneumonia, atau Pneumococcus. Sedangkan
pneumonia yang disebabkan karena virus umumnya adalah Respiratory
Syncytial Virus, rhinovirus, Herpes Simplex Virus, Severe Acute Respiratory
Syndrome (SARS) (Nursalam, 2016).
Penyebaran infeksi terjadi melalui droplet atau sering disebabkan oleh
streptoccus pneumonia, melalui slang infuse oleh staphylococcus aureus
sedangkan pada pemakaian ventilator oleh p. Aeruginosa dan enterobacter.
Dan masa kini terjadi karena perubahan keadaan pasien seperti kekebalan
tubuh dan penyakit kronis, polusi lingkungan, penggunaan antibiotik yang
tidak tepat.
Setelah masuk ke paru paru organism bermultiplikasi dan, jika telah
berhasil mengalahkan mekanisme pertahanan paru, terjadi pneumonia. Selain
di atas penyebab terjadinya pneumonia sesuai penggolongannya yaitu :
1. Bacteria : diploccus pneumonia, pneumocaccus, streptokokus
hemolyticus, streptokoccus aureus, hemophilus influenzae,
mycobacterium tuberkulosis, bacillus friedlander.
2. Virus : respiratory syncytial virus, adeno virus, V.Ssitomegalitik,
V.Influenza.
3. Mycoplasma pneumonia
4. Jamur : histoplasma capsulatum, cryptococcus neuroformans,
blastomyces dermatitides, coccidodies immtis, aspergillus, species,
candida albicans.
5. Aspirasi : makanan, kerosene (bensin, minyak tanah), cairan amnion,
benda asing
6. Pneumonia hipostatik
7. Sindrom loeffler
(Nursalam, 2015)
d. Lingkungan
Faktor lingkungan termasuk faktor yang sangat mempengaruhi untuk
terjadinya pneumonia salah satunya yaitu pencemaran udara. Pencemaran
udara dalam rumah dipengaruhi oleh berbagai factor antara lain, bahan
bangunan (misal; asbes), struktur bangunan (misal; ventilasi), bahan pelapis
untuk furniture serta interior (pada pelarut organiknya), kepadatan hunian,
kualitas udara luar rumah (ambient air quality), radiasi dari Radon (Rd),
formaldehid, debu, dan kelembaban yang berlebihan. Selainitu, kualitas
udara juga dipengaruhi oleh kegiatan dalam rumah seperti dalam hal
penggunaan energy tidak ramah lingkungan, penggunaan sumber energi yang
relative murah seperti batu bara dan biomasa (kayu, kotoran kering dari
hewan ternak, residu pertanian), perilaku merokok dalam rumah, penggunaan
pestisida, penggunaan bahan kimia pembersih, dan kosmetika. Bahan-bahan
kimia tersebut dapat mengeluarkan polutan yang dapat bertahan dalam rumah
untuk jangka waktu yang cukup lama
3. Klasifikasi
Menurut (Nursalam, 2015) menyebutkan tiga klasifikasi pneumonia.
a. Berdasarkan klinis dan epidemiologis :
1) Pneumonia komuniti
2) Pneumonia nasokomial
3) Pneumonia aspirasi
4) Pneumonia pada penderita immunocompromised
b. Berdasarkan penyebab
1) Pneumonia bakteri/tipikal
Pneumonia jenis ini bisa menyerang siapa saja terutama orang yang
mempunyai sistem kekebalan tubuh rendah dan menjadi sangat rentan
terhadap penyakit. Pada saat pertahanan tubuh menurun, bakteri
pneumonia akan dengan cepat berkembang biak dan merusak paru-
paru. Jika terjadi infeksi, sebagian jaringan dari lobus paru-paru, atau
pun seluruh lobus, bahkan sebagian besar dari lima lobus paru-paru
(tiga di paru-paru kanan, dan dua di paru-paru kiri) menjadi terisi
cairan. Dari jaringan paru-paru, infeksi dengan cepat menyebar ke
seluruh tubuh melalui peredaran darah. Bakteri pneumokokus adalah
kuman yang paling umum sebagai penyebab pneumonia bakteri
tersebut.
Biasanya pneumonia bakteri itu didahului dengan infeksi saluran nafas
ringan satu minggu sebelumnya. Misalnya, karena infeksi virus (flu),
infeksi virus pada saluran pernapasan dapat mengakibatkan
pneumonia disebabkan mukus (cairan/lendir) yang mengandung
pneumokokus dapat terhisap masuk ke dalam paru-paru.
3) Pneumonia Jamur
Sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi terutama pada
penderita dengan daya tahan lemah.
4. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala berupa (Nursalam, 2015). :
a. Batuk nonproduktif
b.Ingus (nasal discharge)
c. Suara napas lemah
d.Retraksi intercosta
e. Penggunaan otot bantu napas
f. Demam
g.Ronchii
h.Cyanosis
i. Thorak photo menunjukkan infiltrasi melebar
j. Batuk
k.Sakit kepala
l. Sesak nafas
m. Menggigil
n. Berkeringat
o. Lelah.
5. Patofisiologi
Umumnya mikroorganisme penyebab terhisap ke paru bagian perifer
melalui saluran respiratori. Mula-mula terjadi edema akibat reaksi jaringan
yang mempermudah proliferasi dan penyebaran kuman ke jaringan
sekitarnya. Bagian paru yang terkena mengalami konsolidasi, yaitu terjadi
serbukan fibrin, eritrosit, cairan edema, dan ditemukannya kuman di alveoli.
Stadium ini disebut stadium hepatisasi merah. Selanjutnya, deposisi fibrin
semakin bertambah, terdapat fibrin dan leukosit di alveoli dan terjadi proses
fagositosis yang cepat.
Stadium ini disebut stadium hepatisasi kelabu. Selanjutnya, jumlah
makrofag meningkat di alveoli, sel akan mengalami degenerasi, fibrin
menipis, kuman dan debris menghilang. Stadium ini disebut stadium resolusi.
Sistem bronkopulmoner jaringan paru yang tidak terkena akan tetap normal
(Nursalam, 2016).
Apabila kuman patogen mencapai bronkioli terminalis, cairan edema
masuk ke dalam alveoli, diikuti oleh leukosit dalam jumlah banyak, kemudian
makrofag akan membersihkan debris sel dan bakteri. Proses ini bisa meluas
lebih jauh lagi ke lobus yang sama, atau mungkin ke bagian lain dari paru-
paru melalui cairan bronkial yang terinfeksi. Melalui saluran limfe paru,
bakteri dapat mencapai aliran darah dan pluro viscelaris. Karena jaringan paru
mengalami konsolidasi, maka kapasitas vital dan comliance paru menurun,
serta aliran darah yang mengalami konsolidasi menimbulkan pirau/ shunt
kanan ke kiri dengan ventilasi perfusi yang mismatch, sehingga berakibat
pada hipoksia. Kerja jantung mungkin meningkat oleh karena saturasi
oksigen yang menurun dan hipertakipnea. Pada keadaan yang berat bisa
terjadi gagal nafas (Nursalam, 2016).
Sistem pertahanan tubuh terganggu menyebabkan virus masuk ke
dalam tubuh setelah menghirup kerosin atau inhalasi gas yang mengiritasi.
Mekanisme pertahanan lanjut berupa sekresi Ig A lokal dan respon inflamasi
yang diperantarai leukosit, komplemen, sitokin, imunoglobulin, makrofag
alveolar, dan imunitas yang diperantarai sel. Infeksi paru terjadi bila satu atau
lebih mekanisme di atas terganggu, atau bila virulensi organisme bertambah.
Agen infeksius masuk ke saluran nafas bagian bawah melalui inhalasi atau
aspirasi flora komensal dari saluran nafas bagian atas, dan jarang melalui
hematogen. Virus dapat meningkatkan kemungkinan terjangkitnya infeksi
saluran nafas bagian bawah dengan mempengaruhi mekanisme pembersihan
dan respon imun.
Ketika mikroorganisme penyebab pneumonia berkembang biak,
mikroorganisme tersebut mengeluarkan toksin yang mengakibatkan
peradangan pada parenkim paru yang dapat menyebabkan kerusakan pada
membran mukus alveolus. Hal tersebut dapat memicu perkembangan edema
paru dan eksudat yang mengisi alveoli sehingga mengurangi luas permukaan
alveoli untuk pertukaran karbondioksida dan oksigen sehingga sulit bernafas.
Invasi bakteri ke parenkim paru menimbulkan konsolidasi eksudatif jaringan
ikat paru yang bisa lobular (bronkhopneumoni), lobar, atau intersisial.
Pneumonia bakteri dimulai dengan terjadinya hiperemi akibat pelebaran
pembuluh darah, eksudasi cairan intra-alveolar, penumpukan fibrin, dan
infiltrasi neutrofil, yang dikenal dengan stadium hepatisasi merah.
Konsolidasi jaringan menyebabkan penurunan compliance paru dan kapasitas
vital. Peningkatan aliran darah yang melewati paru yang terinfeksi
menyebabkan terjadinya pergeseran fisiologis (ventilation-perfusion
missmatching) yang kemudian menyebabkan terjadinya hipoksemia. Pada
kebanyakan kasus, resolusi konsolidasi terjadi setelah 8-10 hari dimana
eksudat dicerna secara enzimatik untuk selanjutnya direabsorbsi dan dan
dikeluarkan melalui batuk (Bennete, 2013).
6. Komplikasi
Komplikasi Pneumonia umumnya bisa diterapi dengan baik tanpa
menimbulkan komplikasi. Akan tetapi, beberapa pasien, khususnya
kelompok pasien risiko tinggi, mungkin mengalami beberapa komplikasi
seperti bakteremia (sepsis), abses paru, efusi pleura, dan kesulitan bernapas.
Bakteremia dapat terjadi pada pasien jika bakteri yang menginfeksi paru
masuk ke dalam aliran darah dan menyebarkan infeksi ke organ lain, yang
berpotensi menyebabkan kegagalan organ. Pada 10% pneumonia dengan
bakteremia dijumpai terdapat komplikasi ektrapulmoner berupa meningitis,
arthritis, endokarditis, perikarditis, peritonitis, dan empiema. Pneumonia
juga dapat menyebabkan akumulasi cairan pada rongga pleura atau biasa
disebut dengan efusi pleura. Efusi pleura pada pneumonia umumnya
bersifat eksudatif. Efusi pleura eksudatif yang mengandung
mikroorganisme dalam jumlah banyak beserta dengan nanah disebut
empiema. Jika sudah terjadi empiema maka cairan perlu di drainage
menggunakan chest tube atau dengan pembedahan (Ryusuke, 2017).
Menurut (Nursalam, 2015).
1. Sianosis merupakan warna kulit dan membran mukosa kebiruan atau
pucat karena kandungan oksigen yang rendah dalam darah.
2. Hipoksemia merupakan penurunan tekanan parsial oksigen dalam darah,
kadang-kadang khusus sebagai kurang dari yang, tanpa spesifikasi lebih
lanjut, akan mencakup baik konsentrasi oksigen terlarut dan oksigen
yang terikat pada hemoglobin
3. Bronkaltasis merupakan kelainan morfologis yang terdiri dari pelebaran
bronkus yang abnormal dan menetap disebabkan kerusakan komponen
elastis dan muskular dinding bronkus.
4. Atelektasis (pengembangan paru yang tidak sempurna/bagian paru-paru
yang diserang tidak mengandung udara dan kolaps). Terjadi akibat
penumpukan secret.
5. Meningitis terjadi karena adanya infeksi dari cairan yang mengelilingi
otak dan sumsum tulang belakang.
7. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut (Nursalam, 2015).
a. Sinar X
Mengidentifikasikan distribusi struktural dapat juga menyatakan abses
luas/infiltrate, empiema, infiltrasi menyebar atau terlokalisasi, atau
penyebaran/perluasan infiltrate nodul. Pada pneumonia mikoplasma,
sinar X dada mungkin bersih.
b. GDA
Tidak normal mungkin terjadi, tergantung pada luas paru yang terlihat
dan penyakit paru yang ada.
c. JDL
Veukositosis biasanya ada, meskipun sel darah putih rendah terjadi
pada infeksi virus, kondisi tekanan imun seperti AIDS, memungkinkan
berkembangnya pneumonia bakterial.
d. Pemeriksaan gram/kultur sputum dan darah
Untuk dapat mengidentifikasi semua organisme yang ada. Dapat
diambil dengan biopsi jarum, aspirasi trakeal, bronkoskopi fiberoptik,
atau biopsi pembukaan paru untuk mengatasi organisme penyebab.
Lebih dari 1 tipe organisme ada, bakteri yang umum Diplococcus
pneumonia, stapilococcus aureus, A-hemolitik streptococcus,
Haemophilus, CMV.
e. Pemeriksaan serologi
Membantu dalam membedakan diagnosis organisme khusus
f. LED
Meningkat
g. Pemeriksaan fungsi paru
Untuk mengetahui paru-paru, menetapkan luas berat penyakit dan
membantu diagnosis keadaan.Volume mungkin menurun, tekanan jalan
napas mungkin meningkat dan komplain menurun, mungkin terjadi
perembesan.
h. Elektrolit
Natrium dan klorida mungkin rendah.
i. Bilirubin
Mungkin meningkat
j. Aspirasi perkuatan/biopsi jaringan paru terbuka
Dapat menyatakan intraniklear tipikal dan keterlibatan sitoplastik,
karakteristik sel raksasa.
8. Penatalaksanaan
Pasien menjalani tirah baring sampai infeksi menunjukkan tanda-tanda
penyembuhan. Kebanyakan penderita akan memberikan respon terhadap
pengobatan dan keadaannya membaik dalam waktu 2 minggu.
Penatalaksanaan untuk pneumonia bergantung pada penyebab, sesuai yang
ditentukan oleh pemeriksaan sputum mencakup :
a. Oksigen 1-2 l/menit
b. IVFD dekstrose 10% : NaCl 0,9% = 3:1, +KCl 10 mEq/500 ml cairan
sesuai berat badan, kenaikan suhu dan status dehidrasi.
c. Jika sesak tidak terlalu hebat, dapat dimulai makanan enteral bertahap
melalui selang nasogastirk dengan feeding drip.
d. Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal
dan beta agois untuk memperbaiki transport mukosiler.
e. Koreksi gangguan keseimbangan asam dan basa elektrolit.
f. Antibiotik sesuai hasil biakan atau berikan :
1) Untuk kasus pneumonia communiti base :
a) Ampisilin 100 mg/kg BB/hari dalam 4 kali pemberian
b) Kloramfenikol 75 mg/kg BB/hari dalam 4 kali pemberian
2) Untuk kasus pneumonia hospital base :
a) Sefotaksim 100 mg/kg BB/hari dalam 2 kali pemberian
b) Amikasin 10-15 mg/kg BB/hari dalam 2 kali pemberian.
3) Penicillin G: untuk infeksi pneumonia staphylococcus.
4) Amantadine, rimantadine: untuk infeksi pneumonia virus
5) Eritromisin, tetrasiklin, derivat tetrasiklin: untuk infeksi pneumonia
mikroplasma. (Nursalam, 2015).
BAB II
PHATWAY PNEUMONIA
(Sumber: (Mansjoer & Suriadi dan rita Y, 2006) dan (Tim Pokja SDKI DPP
PPNI, 2017)).
BAB III
PROSES KEPERAWATAN
diidentifikasi juga. Segala perubahan dalam suhu dan nadi, jumlah sekresi,
bau sekresi, dan warna sekresi, frekuensi dan keparahan batuk, serta
takipnea atau sesak nafas harus di pantau. Konsolidasi pada paru-paru dapat
krekles) dan hasil perkusi (pekak pada bagian dada yang sakit) (Brunner &
Suddarth, 2013).
(Muttaqin, 2008).
Pengkajian meliputi:
a. Identitas pasien
Meliputi nama, nomor RM, umur, jenis kelamin, pendidikan,
alamat, pekerjaan, asuransi kesehatan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam
b. Keluhan utama
pada sistem pernapasan, yaitu batuk, batuk darah, produksi sputum berlebih,
sesak napas, dan nyeri dada. Keluhan utama pada bersihan jalan napas tidak
efektif adalah batuk tidak efektif, mengi, wheezing, atau ronkhi kering,
c. Riwayat kesehatan
(Muttaqin, 2008).
sesak napas, batuk dalam jangka waktu lama, sputum berlebih dari
d. Aktivitas / istirahat
e. Sirkulasi
pucat.
f. Makanan / cairan
Akan timbul gejala seperti kehilangan nafsu makan, mual / muntah serta
g. Kenyamanan
Akan timbul gejala seperti sakit kepala, nyeri dada meningkat disertai
h. Keamanan
Memiliki riwayat gangguan system imun, mengalami demam yang ditandai
i. Pemeriksaan fisik
yaitu dikeadaan umum pasien tampak lemah dan sesak nafas, untuk
takipnea atau dispnea serta nafas dangkal, dan suhu tubuh hipertermi.
paru-paru saat infeksi terlihat ada penggunaan otot bantu nafas. Palpasi di
dapatkan adanya nyeri tekan, paningkatan vocal fremitus pada daerah yang
Jantung jika tidak ada kelainan jantung, maka pemeriksaan jantung tidak
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respon
tertahanD.0001
alveolus-kapiler D.0003
makanan D.0019
3. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan
tertahanD.0001
3) Mengi menurun
4) Wheezing menurun
5) Dispnea menurun
6) Sianosis menurun
3) Edukasi
yang ke-3
4) Kolaborasi
1) Dispnea menurun
3) Pusing menurun
7) Takikardi membaik
8) Sianosis membaik
Intervensi keperawatan:
Pemantauan respirasi 1.01014
1) Observasi
a) Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya nafas
i) Monitor AGD
2) Terapeutik
3) Edukasi
c. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas D.0005
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pola nafas
4) Dispnea menurun
1.2) Terapeutik
1.3) Edukasi
a) Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak
kontraindikasi
b) Ajarkan teknik batuk efektif
1.4) Kolaborasi
a) kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik. jika
perlu
d. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis D.0077 Tujuan: setelah
3) Meringis menurun
nyeri.
2)Terapeutik
meredakan nyeri
3) Edukasi
4) Kolaborasi
L.03030
Intervensi keperawatan:
Manajemen nutrisi 1.03119
1) Observasi
2) Terapeutik
3) Edukasi
4) Kolaborasi
a) Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (misalkan pereda nyeri,
b) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis
1) Menggigil menurun
Intervensi keperawatan:
Manajemen hipertermia 1.15506
1) Observasi
2) Terapeutik
(keringat berlebih)
3) Edukasi
4) Kolaborasi
meningkat L.05047
6)Sianosis menurun
2) Terapeutik
d) Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat berpindah atau
berjalan
3) Edukasi
berkurang
4) Kolaborasi
membaik L.03028
2) Dispnea menurun
Intervensi keperawatan:
Manajemen hipovolemia 1.03116
1) Observasi
a) Periksa tanda dan gejala hipovolemia (misalnya nadi teraba lemah,
dan lemah)
2) Terapeutik
3) Edukasi
4) Kolaborasi
4. Implementasi Keperawatan
telah ditentukan, pada tahap ini perawat siap untuk melaksanakan intervensi
dan aktivitas yang telah dicatat dalam rencana perawatan klien. Agar
(Wilkinson.M.J, 2012).
5. Evaluasi Keperawatan
sistematis dan terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah
from evaluasi.
analisa status kesehatan sesuai waktu pada tujuan. Ditulis pada catatan
standar dan kriteria yang telah ditetapkan, dan tujuan tidak tercapai/
Data subjektif dari hasil keluhan klien, kecuali pada klien yang afasia
2) O (objektif)
3) A (analisis)
4) P (perencanaan)
DAFTAR PUSTAKA
Bennete, M.J. 2013. Pediatric Pneumonia.
Daud, D.2013. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak .Dept.Ilmu
KesehatanAnak FK-UNHAS: Makassar.
Nurarif, Amin Huda. Kusuma, Hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnose Medis Dan Nanda Nic – Noc Edisi Revisi Jilid 2.
Media Action : Yogjakarta.
Nursalam, A.H.2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis& NANDA NIC-NOC jilid 1. Media Action: Jakarta
Nursalam. (2015). Metodologi ilmu keperawatan, edisi 4, Jakarta: Salemba
Medika.
Smeltzer & Bare. (2012). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan
Suddarth (Ed.8, Vol. 1,2). Jakarta : EGC.