Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

KEBUTUHAN OKSIGENASI

Disusun Oleh :
RIKANOFRIDA
221133073

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN PONTIANAK
JURUSAN KEPERAWATAN
PENDIDIKAN PROFESI NERS PONTIANAK
TAHUN AKADEMIK 2022/2023
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN
PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KDP
TENTANG OKSIGENASI
LAPORAN PENDAHUUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN
GANGGUAN OKSIGENASI

Mempawah , Oktober 2022

Mahasiswa

Rika Nofrida
NIM. 221133073

Mengetahui,

Pembimbing akademik Pembimbing klinik


A. Konsep Gangguan
1. Definisi
Kebutuhan fisiologis oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang
digunakan untuk kelangsungan metabolisme sel tubuh, untuk mempertahankan
hidupnya, dan untuk aktivitas berbagai organ atau sel. Apabila lebih dari 4 menit
orang tidak mendapatkan oksigen maka akan berakibat pada kerusakan otak yang
tidak dapat diperbaiki dan biasanya pasien akan meninggal (Iryanto, 2013).
Kebutuhan oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang digunakan untuk
kelangsungan metabolisme dalam sel tubuh mempertahankan hidup dan aktivitas
berbagai organ atau sel. Dalam keadaan normal manusia membutuhkan sekitar 300 cc
oksigen setiap hari (24 jam) atau sekitar 0,5 cc tiap menit (Iryanto 2013). Oksigen
dibutuhkan manusia untuk tetap mempertahankan kehidupannya. Organ yang
berperan penting dalam menghirup oksigen dan mengangkutnya ke seluruh tubuh
untuk kepentingan metabolisme adalah paru-paru, jantung, dan pembuluh darah.
Hasil metabolisme berupa karbondioksida dan diangkut lagi oleh sistem
kardiovaskuler menuju paru-paru untuk dibuang. Dengan demikian sistem pernapasan
sangat penting karena disinilah terjadinya pertukaran gas oksigen dan karbondioksida
(Wedho, et al. 2014).

2. Etiologi

Menurut SDKI (2017) ada beberapa penyebab bersihan jalan napas, yaitu :

a. Fisiologis
1) Spasme jalan napas
2) Hipersekresi jalan napas
3) Disfungsi neuromuskuler
4) Benda asing dalam jalan napas
5) Adanya jalan napas buatan
6) Sekresi yang tertahan
7) Hyperplasia dinding jalan napas
8) Proses infeksi
9) Respon allergi
10) Efek agen farmakologis (misalnya anastesi)
b. Situasional
1) Merokok aktif dan Merokok pasif
2) Terpajan polutan

3. Fokus Kajian
Data fokus pengkajian masalah pemenuhan oksigenisasi adalah sebagai berikut :
a. Riwayat keperawatan
Masalah respirasi, riwayat penyakit pernafasan, masalah cardiovaskuler, gaya
hidup, presentase batuk, sputum, nyeri data, faktor resiko, riwayat pengobatan
b. Pengkajian fisik
1) Inspeksi : rata-rata, kedalaman, ritme, usaha, kualitas respirasi, catat posisi
klien pada saat bernafas.
2) Palpasi : temperatur kulit, freitus, pengembangan dada, krepitasi, massa,
edema, dll.
3) Perkusi : intensitas, tinggi rendahnya suara serta kualitas dan lokasinya.
4) Auskultasi : vesikuler, bronchial, bronchovesikuler, rales, ronchi, lokasi dan
perubahan suara nafas serta terjadinya.
c. Pemeriksaan diagnostik
Kultur dan sesitifitas, cytology, BTA (Bacil Tahan Asam), spirometri, BGA
(Blood Gas Analysa), Rontgen, Bronchoscopy, scaning, flouroskopy.
4. Tanda dan Gejala
a. Suara napas tidak normal
b. Perubahan jumlah pernapasan
c. Batuk disertai dahak
d. Penggunaan otot tambahan pernapasan
e. Dispnea
f. Penurunan haluaran urin
g. Penurunan ekspansi paru
h. Takipnea

5. Komplikasi Terapi Oksigen


Terdapat banyak masalah yang berhubungan dengan terapi oksigen, walaupun
demikian yang paling sering adalah :
a. Retensi karbondioksida
b. Asidosis respiratorik
c. Penurunan dorongan hipoksik untuk bernapas
d. Kekeringan mukosa dan disfungsi mukosiliar
e. Dehidrasi akibat sekresi respirasi dan retensi sputum
f. Atelektasis (Kolaps paru) : karena konsentrasi oksigen inspirasi yang tinggi
dapat menurunkan produksi surfaktan (suatu substansi yang menstabilkan
membran alveolar dan menurunkan tegangan permukaan).
g. Toksisitas oksigen khusunya cenderung terjadi setelah berespirasi selama
lebih dari 48 jam pada campuran gas yang mengandung oksigen konsentrasi
tinggi. Hal ini mungkin kemudian berkembang menjadi adult respiratory
distress sindrome yang memiliki hubungan mortalitas yang tinggi.
h. Resiko kebakaran.

6. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik dilakukan untuk mengukur keadekuatan ventilasi dan
oksigenasi.
a. Pemeriksaan fungsi paru
Pemeriksaan fungsi paru dilakukan dengan menggunakan spirometer.
Klien bernapas melalui masker mulut yang dihubungkan dengan
spirometer. Pengukuran yang dilakukan mencakup volume tidal (Vт),
volume residual (RV), kapasitas residual fungsional (FRC), kapasitas vital
(VC), kapasitas paru total (TLC).
b. Kecepatan Aliran Ekspirasi Puncak (Peak Expiratory Flow Rate/PEFR)
PEFR adalah titik aliran tertinggi yang dicapai selama ekspirasi maksimal
dan titik ini mencerminkan terjadinya perubahan ukuran jalan napas
menjadi besar.

c. Pemeriksaan Gas Darah Arteri


Pengukuran gas darah untuk menentukan konsentrasi hidrogen (H+),
tekanan parsial oksigen (PaO2) dan karbon dioksida (PaCO2), dan saturasi
oksihemoglobin (SaO2), pH, HCO3-.
d. Oksimetri
Oksimetri digunakan untuk mengukur saturasi oksigen kapiler (SaO2),
yaitu persentase hemoglobin yang disaturasi oksigen.
e. Hitung Darah Lengkap
Darah vena untuk mengetahui jumlah darah lengkap meliputi hemoglobin,
hematokrit, leukosit, eritrosit, dan perbedaan sel darah merah dan sel
darah putih.
f. Pemeriksaan sinar X dada
Sinar X dada untuk mengobservasi lapang paru untuk mendeteksi adanya
cairan (pneumonia), massa (kanker paru), fraktur (klavikula dan costae),
proses abnormal (TBC).
g. Bronkoskopi
Bronkoskopi dilakukan untuk memperoleh sampel biopsi dan cairan atau
sampel sputum dan untuk mengangkat plak lendir atau benda asing yang
menghambat jalan napas.
h. CT Scann
CT scann dapat mengidentifikasi massa abnormal melalui ukuran dan
lokasi, tetapi tidak dapat mengidentifikasi tipe jaringan.
i. Kultur Tenggorok
Kultur tenggorok menentukan adanya mikroorganisme patogenik, dan
sensitivitas terhadap antibiotik.
j. Spesimen Sputum
Spesimen sputum diambil untuk mengidentifikasi tipe organisme yang
berkembang dalam sputum, resistensi, dan sensitivitas terhadap obat.
k. Skin Tes
Pemeriksaan kulit untuk menentukan adanya bakteri, jamur, penyakit paru
viral, dan tuberkulosis.
l. Torasentesis
Torasentesis merupakan perforasi bedah dinding dada dan ruang pleura
dengan jarum untuk mengaspirasi cairan untuk tujuan diagnostik atau
tujuan terapeutik atau untuk mengangkat spesimen untuk biopsi.
7. Penatalaksanaan
a. Medis
1) Memberikan oksigen pernasal
2) Antagonis beta 2 adrenergik (salbutamol atau fenetoral 2.5 mg atau terbutalin
10 mg). Inhalasi nebulisasi dan pemberian yang dapat diulang setiap 20 menit
sampai 1 jam. Pemberian antagonis beta 2 adrenergik dapat secara subcutan
atau intravena dengan dosis salbutamol 0,25 mg dalam larutan dekstrose 5 %.
3) Aminophilin intravena 5-6 mg, jika sudah menggunakan obat ini dalam 12
jam sebelumnya maka cukup diberikan setengah dosis.
4) Kortikosteroid hidrokortison 100-200 mg intravena.
5) Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan napas, termasuk didalamnya
golongan beta adrenergik dan anti kolinergik.
6) Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan nafas, termasuk didalamnya
golongan beta adrenergik dan anti kolinergik.
b. Keperawatan
1) Bersihan jalan nafas tidak efektif
a) Pembersihan jalan nafas
b) Latihan batuk efektif
c) Suctioning
2) Pola nafas tidak efekif
a) Atur posisi pasien (semi fowler)
b) Pemberian oksigen
c) Teknik bernafas dan relaksasi
3) Gangguan pertukaran gas
a) Atur posisi pasien (posisi fowler)
b) Pemberian oksigen
c) Sectioning
8. WOC

Faktor lingkungan (udara, bakteri,


virus, jamur) masuk melalui saluran
nafas atas

Terjadi infeksi dan


proses peradangan

Hiperksekresi Kontraksi otot-otot


kelenjar mukosa polos saluran
pernapasan

Akumulasi secret
berlebih Penyempitan saluran
pernafasan

Secret mengental di
jalan napas Keletihan otot
pernafasan

Gangguan Obstruksi jalan nafas Dispnea


penerimaan o2 dan
pengeluaran co2 Gas darah arteri abnormal
Batuk yang tidak efektif
Hiperkapnea
Keseimbangan ventilasi
Penurunan bunyi nafas
dan perfusi Hipoksemia
Sputum dalam jumlah
yang berlebih Hipoksia
Dispnea
Konfusi
Nafas cuping hidung

9. Tanda dan Gejala


i. Suara napas tidak normal
j. Perubahan jumlah pernapasan
k. Batuk disertai dahak
l. Penggunaan otot tambahan pernapasan
m. Dispnea
n. Penurunan haluaran urin
o. Penurunan ekspansi paru
p. Takipnea

10. Komplikasi Terapi Oksigen


Terdapat banyak masalah yang berhubungan dengan terapi oksigen, walaupun
demikian yang paling sering adalah :
i. Retensi karbondioksida
j. Asidosis respiratorik
k. Penurunan dorongan hipoksik untuk bernapas
l. Kekeringan mukosa dan disfungsi mukosiliar
m. Dehidrasi akibat sekresi respirasi dan retensi sputum
n. Atelektasis (Kolaps paru) : karena konsentrasi oksigen inspirasi yang tinggi
dapat menurunkan produksi surfaktan (suatu substansi yang menstabilkan
membran alveolar dan menurunkan tegangan permukaan).
o. Toksisitas oksigen khusunya cenderung terjadi setelah berespirasi selama
lebih dari 48 jam pada campuran gas yang mengandung oksigen konsentrasi
tinggi. Hal ini mungkin kemudian berkembang menjadi adult respiratory
distress sindrome yang memiliki hubungan mortalitas yang tinggi.
p. Resiko kebakaran.

11. Pemeriksaan Diagnostik


Pemeriksaan diagnostik dilakukan untuk mengukur keadekuatan ventilasi dan
oksigenasi.
m. Pemeriksaan fungsi paru
Pemeriksaan fungsi paru dilakukan dengan menggunakan spirometer.
Klien bernapas melalui masker mulut yang dihubungkan dengan
spirometer. Pengukuran yang dilakukan mencakup volume tidal (Vт),
volume residual (RV), kapasitas residual fungsional (FRC), kapasitas vital
(VC), kapasitas paru total (TLC).
n. Kecepatan Aliran Ekspirasi Puncak (Peak Expiratory Flow Rate/PEFR)
PEFR adalah titik aliran tertinggi yang dicapai selama ekspirasi maksimal
dan titik ini mencerminkan terjadinya perubahan ukuran jalan napas
menjadi besar.
o. Pemeriksaan Gas Darah Arteri
Pengukuran gas darah untuk menentukan konsentrasi hidrogen (H+),
tekanan parsial oksigen (PaO2) dan karbon dioksida (PaCO2), dan saturasi
oksihemoglobin (SaO2), pH, HCO3-.
p. Oksimetri
Oksimetri digunakan untuk mengukur saturasi oksigen kapiler (SaO2),
yaitu persentase hemoglobin yang disaturasi oksigen.
q. Hitung Darah Lengkap
Darah vena untuk mengetahui jumlah darah lengkap meliputi hemoglobin,
hematokrit, leukosit, eritrosit, dan perbedaan sel darah merah dan sel
darah putih.
r. Pemeriksaan sinar X dada
Sinar X dada untuk mengobservasi lapang paru untuk mendeteksi adanya
cairan (pneumonia), massa (kanker paru), fraktur (klavikula dan costae),
proses abnormal (TBC).
s. Bronkoskopi
Bronkoskopi dilakukan untuk memperoleh sampel biopsi dan cairan atau
sampel sputum dan untuk mengangkat plak lendir atau benda asing yang
menghambat jalan napas.
t. CT Scann
CT scann dapat mengidentifikasi massa abnormal melalui ukuran dan
lokasi, tetapi tidak dapat mengidentifikasi tipe jaringan.
u. Kultur Tenggorok
Kultur tenggorok menentukan adanya mikroorganisme patogenik, dan
sensitivitas terhadap antibiotik.
v. Spesimen Sputum
Spesimen sputum diambil untuk mengidentifikasi tipe organisme yang
berkembang dalam sputum, resistensi, dan sensitivitas terhadap obat.
w. Skin Tes
Pemeriksaan kulit untuk menentukan adanya bakteri, jamur, penyakit paru
viral, dan tuberkulosis.
x. Torasentesis
Torasentesis merupakan perforasi bedah dinding dada dan ruang pleura
dengan jarum untuk mengaspirasi cairan untuk tujuan diagnostik atau
tujuan terapeutik atau untuk mengangkat spesimen untuk biopsi.

12. Penatalaksanaan
c. Medis
7) Memberikan oksigen pernasal
8) Antagonis beta 2 adrenergik (salbutamol atau fenetoral 2.5 mg atau terbutalin
10 mg). Inhalasi nebulisasi dan pemberian yang dapat diulang setiap 20 menit
sampai 1 jam. Pemberian antagonis beta 2 adrenergik dapat secara subcutan
atau intravena dengan dosis salbutamol 0,25 mg dalam larutan dekstrose 5 %.
9) Aminophilin intravena 5-6 mg, jika sudah menggunakan obat ini dalam 12
jam sebelumnya maka cukup diberikan setengah dosis.
10) Kortikosteroid hidrokortison 100-200 mg intravena.
11) Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan napas, termasuk didalamnya
golongan beta adrenergik dan anti kolinergik.
12) Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan nafas, termasuk didalamnya
golongan beta adrenergik dan anti kolinergik.
d. Keperawatan
4) Bersihan jalan nafas tidak efektif
d) Pembersihan jalan nafas
e) Latihan batuk efektif
f) Suctioning
5) Pola nafas tidak efekif
d) Atur posisi pasien (semi fowler)
e) Pemberian oksigen
f) Teknik bernafas dan relaksasi
6) Gangguan pertukaran gas
d) Atur posisi pasien (posisi fowler)
e) Pemberian oksigen
f) Sectioning

B. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Riwayat Keperawatan
Riwayat keperawatan untuk status oksigenasi meliputi pengkajian tentang
masalah pernafasan dulu dan sekarang, gaya hidup adanya batuk, sputum, nyeri
dan adanya faktor resiko untuk gangguan status oksigenasi.
1) Masalah pada pernafasan (dulu dan sekarang)
2) Riwayat penyakit atau masalah pernafasan
a) Nyeri
b) Paparan lingkungan atau geografi
c) Batuk
d) Bunyi nafas mengi
e) Faktor resiko penyakit paru
f) Frekuensi infeksi pernafasan
g) Masalah penyakit dahulu
h) Penggunaan obat
3) Kebiasaan merokok
4) Masalah pada fungsi sistem kardiovaskuler
5) Faktor resiko yang memperberat masalah oksigenisasi
a) Riwayat hipertensi, penyakit jantung
b) Merokok
c) Usia paruh baya atau lanjut
d) Obesitas
e) Diet tinggi-lemak
f) Peningkatan kolesterol
b. Pengkajian Fisik
1) Inspeksi
a) Penentuan tipe jalan napas, seperti menilai apakah nafas spontan
melalui hidung, mulut, oral, nasal atau menggunakan selang
endotrakeal atau trakeostomi, kemudian menentukan status kondisi
seperti kebersihan, ada atau tidaknya sekret, perdarahan, bengkak,
atau obstruksi mekanik.
b) Penghitungan frekuensi pernafasan dalam waktu 1 menit (umumnya,
wanita bernafas sedikit lebih cepat).
c) Pemeriksaan sifat pernafasan, yaitu torakal, abdominal atau kombinasi
keduanya.
d) Pengkajian irama pernafasan, yaitu dengan menelaah masa inspirasi
dengan ekspirasi (pada orang dewasa yang sehat, irama pernafasannya
teratur dan menjadi cepat jika terjadi pengeluaran tenaga dalam
keadaan terangsang atau emosi. Kemudian yang perlu diperhatikan
pada irama pernafasan adalah perbandingan antara inspirasi dan
ekspirasi. Pada keadaan normal, ekspirasi lebih lama daripada
inspirasi, yaitu 2:1. Ekspirasi yang lebih pendek dari inspirasi terjadi
pada orang yang mengalami sesak nafas.
e) Pengkajian terhadap dalam/dangkalnya pernafasan (pada pernafasan
yang dangkal, dinding toraks tampak hampir tidak bergerak. Gejala ini
timbul jika terdapat empisema atau jika pergerakan dinding toraks
menimbulkan rasa sakit dan juga jika pada rongga toraks terjadi
proses desak ruang, seperti penimbunan cairan dalam rongga pleura
dan perikardium serta konsolidasi yang dangkal dan lambat).
2) Palpasi
Pemeriksaan ini berguna untuk mendeteksi kelainan, seperti nyeri tekan
yang dapat timbul akibat luka, peradangan setempat, metastasis, tumor
ganas, pleuritis, atau pembengkakan dan benjolan pada dada. Palpasi ini
dilakukan untuk menentukan besar, konsistensi, suhu, apakah dapat atau
tidak digerakkan dari dasarnya. Melalui palpasi ini dapat diteliti gerakan
dinding toraks pada saat inspirasi dan ekspirasi terjadi. Cara ini juga dapat
dilakukan dari belakang dengan meletakkan kedua tangan pada kedua sisi
tulang belakang. Jika pada puncak paru terdapat fibrosis, proses
tuberkolosis atau suatu tumor, maka tidak ditemukan pengembangan
bagian atas pada toraks.
3) Perkusi
Pengkajian ini bertujuan menilai normal atau tidaknya suara perkusi paru.
Suara perkusi normal paru adalah suara perkusi sonor, yang bunyinya
seperti kata “dug-dug”. Suara perkusi lain yang dianggap tidak normal
adalah redup, seperti pada infiltrat, komsolidasi, dan efusi pleura.
4) Auskultasi
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menilai adanya suara nafas, diantara nya
suara nafas dasar dan suara nafas tambahan. Suara nafas dasar meliputi:
a) Suara vesikuler, ketika suara inspirasi lebih keras dan lebih tinggi
nadanya.
b) Suara bronkial, yaitu suara yang bisa kita dengar pada waktu inspirasi
dan ekspirasi, bunyinya bisa sama atau lebih panjang, antara inspirasi
dan ekspirasi terdengar jarak pause (jeda) yang jelas. Suara bronkial
terdengar di daerah trakea dekat bronkus.
c) Suara bronkovaskuler, yaitu suara yang terdengar antara vesikuler dan
bronkial, ketika ekspirasi menjadi lebih panjang, hingga hampir
menyamai inspirasi Suara nafas tambahan, yaitu suara yang terdengar
pada dinding toraks berasal dari kelainan dalam paru, termasuk
bronkus, alveoli, dan pleura. Suara nafas tambahan seperti suara ronki,
yaitu suara yang terjadi dalam bronkus karena penyempitan lumen
bronkus. Suara mengi (wheezing), yaitu ronki kering yang tinggi,
terputus nadanya, dan panjang, terjadi pada asma. Suara ronki basah
yaitu suara berisik yang terputus akibat aliran udara yang melewati
cairan.
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respon pasien
terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik berlangsung
aktual maupun potensial. Diagnosis keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi
respon pasien individu, keluarga dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan
dengan kesehatan (PPNI, 2016). Diagnosa keperawatan yang ditegakkan dalam
masalah ini adalah bersihan jalan napas tidak efektif yaitu ketidakmampuan
membersihkan secret atau obstruksi jalan napas untuk mempertahankan jalan napas
tetap paten. (SDKI,2017) Dalam Standar Dignosis Keperawatan Indonesia bersihan
jalan napas tidak efektif masuk kedalam kategori fisiologis dengan subkategori
respirasi. Berdasarkan perumusan diagnosa keperawatan menurut SDKI
menggunakan format problem, etiology, sign and symptom (PES). Penyebab dari
bersihan jalan napas tidak efektif adalah sasme jalan napas, hipersekresi jalan napas,
disfungsi neuromuskular, benda asing dalam jalan napas, adanya sekresi ang tertahan,
merokok pasif, merokok aktif, respon alergi, efek agen farmakologis. (SDKI, 2018).
Diagnosa keperawatan pada masalah kebutuhan Respirasi, dalam buku Standar
Diagnosis Keperawatan Indonesia (2017) yaitu :
a. Bersihan jalan napas tidak efektif
Yaitu ketidakmampuan membersihkan secret atau obstruksi jalan napas tetap
paten.

b. Pola napas tidak efektif


Yaitu inspirasi atau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi adekuat.
c. Gangguan ventilasi spontan
Yaitu penurunan cadangan energy yang mengakibatkan individu tdaik mampu
bernapas adekuat.
3. Rencana Keperawatan
Menurut SIKI DPP PPNI, 2018 intervensi keperawatan adalah segala treatment
yang dikerjakan oleh perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian krisis
untuk mencapai luaran (outcome) yang di harapkan, sedangkan tindakan keperawatan
adalah prilaku atau aktivitas spesifik yang dikerjakan oleh perawat untuk
mengimpementasikan intervensi keperawatan. Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia menggunakan sistem klasifiksai yang sama dengan SDKI. Sistem
klasifikasi diadaptasi dari sistem klasifikasi international classification of nursing
precite (ICNP) yang dikembangkan oleh International Council of Nursing (ICN)
sejak tahun 1991. Komponen ini merupakan rangkaian prilaku atau aktivitas yang
dikerjakan oleh perawat untuk mengimplementasikan intervensi keperawatan.
tindakan-tindakan pada intervensi keperawatan terdiri atas observasi, teraupetik,
edukasi dan kolaborasi (Berman et al, 2015: Potter dan Perry, 2013; Seba, 2007;
Wilkinson et al, 2016). Dalam menentukan intervensi keperawatan, perawat perlu
mempertimbangkan beberapa faktor yaitu: karakteristik diagnosis keperawatan,
luaran (outcome) keperawatan yang diharapkan, kemampulaksanaan intervensi
keperawatan, kemampuan perawat, penerimaan pasien, hasil penelitian.
Diagnosa keperawatan Tujuan dan kriteria Intervensi
hasil
Bersihan jalan napas tidak Setelah dilakukan 1. Monitor
efektif tindakan keperawatan TTV(TD,Nadi,Suhu,R
Definisi : Ketidakmampuan diharapkan klien R)
membersihkan secret atau menunjukkan jalan 2. Manajemen jalan
obstruksi jalan napas untuk napas bersih dengan napas
mempertahankan jalan napas criteria hasil sebagai -Monitor pola napas,
teta paten. berikut : bunyi napas tambahan
Penyebab : -Tidak ada secret klien dan sputum
 Fisiologis mampu mengeluarkan -pertahankan
1. Spasme jalan napas secret kepatenan jalan napas
2. Hipersekresi jalan napas -RR dalam batas -posisikan semifowler
3. Disfungsineuromuskuler normal. atau fowler
4. Benda asing dalam jalan -Kepatenan jalan napas 3. Latih batuk efektif
napas -tidak ada suara napas -Identifikasi
5. Adanya jalan napas buatan tambahan kemampuan batuk
6. Sekresi yang tertahan -Tidak ada otot bantu -monitor adanya retensi
7. Hyperplasia dinding jalan napas sputum
napas -TTV normal -atur posisi fowler
8. Proses infeksi -Klien tampak nyaman -Jelaskan tujuan batuk
9. Respon alergi TTV efektif
10. Efek agen farmakologis -pasang perlak dan
(mis. Anastesi) bengkok
 Situasional -anjurkan tarik napas
1. Merokok aktif melalui hidung selama 4
2. Merokok pasif detik, ditahan selama 2
3. Terpajan polutan detik, kemudian
Gejala dan Tanda dikeluarkan dari mulut
 Tanda mayor dengan bibir mencucu
1. Batuk tidak efektif selama 8 detik.
2. Tidak mampu batuk -anjurkan mengulangi
3. Sputum berlebih tarik napas dalam 3 kali
4. Mengi, wheezing dan dan anjurkan batuk
ronki kering dengan keras setelah
5. Mekonium di jalan tarik napas dalam yang
napas(pada neonates) ke-3.
4.Fisioterapi dada
 Tanda minor -Identifikasi indikasi
Subjektif dilakukan fisioterapi
1. Dispnea dada (hipersekresi
2. Sulit bicara sputum)
3. Ortopnea -Monitor jumlah dan
karakteristik sputum
Objektif -posisikan klien sesuai
1. Gelisah dengan area paru yang
2. Sianosis mengalami penumpukan
3. Bunyi napas menurun 4. sputum
Frekuensi napas berubah -lakukan perkusi dengan
5. Pola napas berubah telapak tangan selama 3-
5 menit
-lakukan vibrasi dengan
telapak tangan rata
bersamaan dengan
ekspirasi melalui mulut
-jelaskan tujuan dan
prosedur fisioterapi dada
-anjurkan batuk segera
setelah prosedur selesai.
-ajarkan inspirasi
perlahan dan dalam
5.Pemberian obat
inhalasi
-periksa tanggal
kadaluwarsa obat
-monitor efek samping
obat.
-lakukan prinsip 6 benar
-kocok inhaler 2-3 detik
-Anjurkan bernapas
lambat dan dalam selama
penggunaan nebulizer
-Anjurkan menahan
napas selama 10 detik
-Anjurkan ekspirasi
lambat dengan bibir
mengerucut.

Diagnosa keperawatan Intervensi utama Intervensi pendukung


Pola nafas tidak efektif Manajemen jalan nafas 1. Dukung emosional;
berhubungan dengan hambatan Observasi: 2. Dukungan Kepatuhan
upaya nafas. 1. Monitor pola nafas Program Pengobatan;
Definisi: Inspirasi atau (frekuensi, kedalaman, 3. Dukungan Ventilasi;
ekspirasi yang tidak usaha nafas); 4. Edukasi Pengukuran
memberikan ventilasi adekuat. 2.Monitor bunyi nafas Respirasi;
Setelah dilakukan tindakan tambahan (missal: 5. Konsultasi Via
keperawatan diharapkan pola gurgling, mengi, Telepon;
nafas pasien teratur dengan whezzing, ronkhi 6. Manajemen Energi;
kriteria hasil sebagai berikut: kering); dan 7. Manajemen Jalan
1. Mendemonstrasikan 3.Monitor sputum Nafas Buatan;
batuk efektif dan suara (jumlah, warna, 8. Manajemen
nafas yang bersih, tidak aroma). Medikasi;
ada sianosis dan Teraupetik: 9. Pemberian Obat
dyspneu (mampu 1.Pertahankan Inhalasi;
mengeluarkan sputum, kepatenan jalan nafas 10. Pemberian Obat
mampu bernafas dengan dengan head-tilt dan Interpleura;
mudah, tidak ada pursed chin-lift (jaw-thrust
lips). jika curiga trauma
2. Menunjukkan jalan servikal);
nafas yang paten (klien 2.Posisikan Semi-
tidak merasa tercekik, Fowler atau Fowler; 3.
irama nafas, frekuensi Lakukan fisioterapi
pernafasan dalam dada jika perlu;
rentang normal, tidak 4.Lakukan penghisapan
ada suara nafas lendir kurang dari 15
abnormal; dan detik; 5.Lakukan
3. Tanda-tanda vital dalam hiperoksigenasi
rentang normal (tekanan sebelum penghisapan
darah, nadi, pernafasan). endotrakeal;
Penyebab: 6.Keluarkan sumbatan
1. Depresi pusat benda padat dengan
pernafasan; forsep McGill; dan
2. Hambatan upaya nafas 7. Berikan oksigen jika
(misal: nyeri saat perlu.
bernafas, kelemahan Edukasi:
otot pernafasan); 1. Anjurkan
3. Deformitas dinding asupan cairan
dada; 2000 ml/hari,
4. Deformitas tulang dada; jika tidak
5. Gangguan kontraindikasi;
neuromoskular; dan
6. Gangguan neurologi 2. Ajarkan teknik
(misal: batuk efektif.
elektroensefalogram Kolaborasi:
(EEG) positif, cedera 1. Kolaborasi
kepala, gangguan pemberian
kejang); bronkodilator,
7. Imaturitas neurologis; ekspektoran,
8. Penurunan energi; mukolitik, jika
9. Obesitas; perlu.
10. Posisi tubuh yang Pemantauan
menghambat ekspansi Respirasi
paru; Observasi:
11. Sindrom hipoventilasi; 1.Monitor
12. Kerusakan intervasi frekuensi,
diafragma (kerusakan irama,
syaraf C5 ke atas); kedalaman, dan
13. Cedera pada medula upaya nafas;
spinalis; 2.Monitor pola
14. Efek agen farmakologi; nafas (seperti
dan bradipnea,
15. Kecemasan. takipnea,
Gejala dan tanda mayor hiperventilasi,
Subjektif: kussmaul,
1. Dyspnea. Cheyne-
Objektif. stokes,biot,
1. Penggunaan otot bantu ataksik);
pernafasan; 3.Monitor
2. Fase ekspirasi kemampuan
memanjang; batuk efektif;
3. Pola nafas abnormal 4.Monitor
(misal: takipnea, adanya
bradipnea, produksi
hiperventilasi, kusmaul, sputum;
cheyne-stokes). 5.Monitor
Gejala dan tanda minor adanya
Subjektif: sumbatan
1. Ortopnea. jalan nafas;
Objektif 6.Palpasi
1. Pernafasan pursed-lip; kesimetrisan
2. Pernafasan cuping ekspansi paru;
hidung; 7.Auskultasi
3. Diameter thoraks bunyi nafas;
anterior-posterior 8.Monitor
meningkat; saturasi
4. Ventilasi semenit oksigen;
menurun; 9. Monitor nilai
5. Kapasitas vital AGD; dan
menurun; 10. Monitor X-
6. Tekanan ekspirasi ray toraks.
menurun; Teraupetik:
7. Tekanan inspirasi 1. Atur interval
menurun; dan pemantauan respitrasi
8. Ekskursi dada berubah sesuai kondisi pasien;
dan
2. Dokumentasi hasil
pemantauan.
Edukasi:
1. Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan;
dan
2. Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu.
Gangguan ventilasi spontan Dukungan ventilasi 1. Dukungan emosional;
berhubungan dengan kelelahan Observasi: 2.Dukungan Perawatan
otot pernafasan. 1. Identifikasi adanya Diri;
Definisi: Penurunan cadangan otot bantu nafas; 3.Edukasi Keluarga:
energi yang mengakibatkan 2.Identifikasi efek Pemantauan Respirasi;
individu tidak mampu bernafas perubahan posisi 4.Edukasi Pengukuran
secara adekuat. terhadap status Respirasi;
Setelah dilakukan tindakan pernafasan; dan 5.Fisioterapi Dada;
keperawatan diharapkan pola 3.Monitor status 6.Konsultasi;
nafas pasien teratur dengan respirasi dan 7.Manajemen
criteria hasil sebagai berikut: oksigenasi (missal: AsamBasa;
1.Respon alergi sistemik: frekuensi kedalaman 8.Manajemen
tingkat keparahan respons nafas, penggunaan otot AsamBasa: Alkalosis
hipersensitivitas imun sistemik bantu nafas, bunyi Respiratorik;
terhadap antigen lingkungan nafas tambahan 9.Manajemen
(eksogen) Respon ventilasi Teraupetik: AsamBasa: Asidosis
mekanis: pertukaran alveolar 1.Pertahankan Respiratorik;
dan perfusi jaringan didukung kepatenan jalan nafas; 10.Manajemen Energy;
oleh ventilasi mekanik. 2. Berikan posisi semi 11.Manajemen Jalan
2.Status pernafasan pertukaran Fowler atau Fowler; Nafas;
gas: pertukaran 𝐶𝑂2 atau 𝑂2 di 3.Fasilitasi merubah
alveolus untuk posisi senyaman
mempertahankan konsentrasi mungkin;
gas darah arteri dalam rentang 4.Berikan oksigen
normal sesuai kebutuhan
3. Status pernafasan ventilasi: (missal: nasal kanul,
pergerakan udara keluar masuk masker wajah, masker
paru adekuat. rebreathing atau non
4. Tanda vital: tingkat suhu rebreathing); dan
tubuh, nadi, pernafasan, 5.Gunakan bag-valve
tekanan darah dalam rentang mask, jika perlu.
normal Edukasi
5. Menerima nutrisi adekuat 1. Ajarkan melakukan
sebelum, selama, dan setelah teknik relaksasi nafas
proses penyepihan dari dalam;
ventilator 2.Ajarkan merubah
Faktor yang berhubungan: posisis secara mandiri;
1. Gangguan metabolisme; dan
2. Kelelahan otot pernafasan. 3.Ajarkan teknik batuk
Batasan karakteristik: efektif. Kolaborasi:
Tanda Mayor 1.Kolaborasi
Subyektif pemberian
1. Dyspnea. bronchodilator, jika
Objektif perlu.
a. Penggunaan otot bantu nafas Pemantauan Respirasi
meningkat; Observasi :
b. Volume tidal menurun; 1. Monitor frekuensi,
c. 𝑃𝐶𝑂2meningkat; irama, kedalaman, dan
d.𝑃𝑂2 menurun; dan upaya nafas;
e.𝑆𝑎𝑂2 menurun. 2. Monitor pola
Tanda Minor Nafas
Subyektif (tidak tersedia). 3.Monitor kemampuan
Objektif batuk efektif;
a. Gelisah; dan 4.Monitor adanya
b. Takikardi. produksi sputum;
5. Monitor adanya
sumbatan

11. Implementasi
Menurut (Vaughans, 2013) : Implementasi merupakan tindakan yang telah
direncanakan dalam rencana keperawatan. Sama seperti tujuan dan hasil yang
ditentukan oleh data, intervensi keperawatan ditentukan oleh tujuan dan hasil yang
diharapkan. Tindakan keperawatan mencakup tindakan mandiri dan tindakan
kolaborasi. Tindakan keperawatan yang akan saya laukan pada klien dengan masalah
bersihan jalan nafas tidak efektif adalah dengan memberikan terapi fisioterapi dada
yang kemudian dilanjutkan dengan melatih batuk efektif sehingga memudahkan
untuk mengeluarkan secret. Dan melakukan Tindakan nebulizer untuk melegakan
saluan pernapasan.
12. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah proses keperawatan yang memungkinkan untuk
menentukan apakah telah berhasil meningkatkan kondisi klien. (Potter&Perry,2009).
Jika tujuan dan ahsil yang diharpkan tidak akan terpenuhi, perawat harus menentukan
apakah itu kare intervensi yang tidak efektif, tujuan dan ahsil yang diharapkan tidak
sesuai, atau pasien tidak mengeluh. Jika terjadi salah satu situasi di tas, perawat da
pasien harus merevisi rencana secara kolaboratif agar lebih baik dalam memenuhi
kebutuhan pasien
DAFTAR PUSTAKA

Andarmoyo, (2012). Keperawatan Keluarga Konsep Teori, Proses dan Praktik


Keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Apriyadi, (2013). Latihan nafas dalam dan batuk efektif. Jakarta: EGC.
Balitbang Kemenkes RI, (2013). Riset Kesehatan Dasar; RISKESDAS. Jakarta :
Balitbang Kemenkes RI.
Irianto K. (2013). Mikrobiologi Medis. Bandung: Alfabeta. pp: 415-419
GAN, (2014). The Global Asthma Network Report 2014. Auckland, New
Zealand:Global Asthma Network. Halaman 20.
Herdman, (2012). Nursing Diagnosis: Definitions dan classification 2014. Jakarta:
EGC.
Lyndon, (2013). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta : Binarupa
Aksara.
Pieter & Perry. (2009). Fundamental Keperawatan. Edisi 7. Jakarta : Salemba Medika.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (I).
Jakarta. Retrieved from http://www.inna-ppni.or.id
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan (1st ed.). Jakarta: Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia. Retrieved from
http://www.innappni.or.id
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2017). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (I).
Jakarta. Retrieved from http://www.inna-ppni.or.id
. APLIKASI PEMIKIRAN KRITIS PADA
ASUHAN KEPERAWATAN
Ketidakefektifan pola nafas adalah ketidakmampuan proses sistem pernafasan: inspirasi
atau ekspirasi yang tidak memberi ventilasi adekuat. Oksigenasi merupakan kebutuhan dasar
manusia yang paling mendasar yang digunakan untuk kelangsungan metabolisme sel tubuh,
mempertahankan hidup dan aktivitas berbagai organ dan sel tubuh. Terapi oksigen adalah
pemberian oksigen pada konsentrasi yang lebih tinggi dari udara bebas untuk mencegah
terjadinya hipoksemia dan hipoksia yang akan mengakibatkan kematian sel. Pemberian oksigen
pada pasien dapat dilakukan melalui : nasal kanul, masker (simple face mask, rebreathing mask
dan non rebreathing mask).
Dalam Asuhan Keperawatan pada masalah yang diambil prioritas penilaian Airway
(bersihan jalan nafas) kelancaran jalan nafas, dilanjutkan dengan Breathing pertukaran oksigen
dan karbondioksida bisa terjadi bila udara bisa masuk dan keluar jalan napas tanpa hambatan,
tidak ada cairan atau darah di dalam paru, tidak ada infeksi di dalam paru, tidak ada tumor di
dalam paru atau jaringan parut serta dinding torak dan diafragma dalam keadaan normal.
Circulation adalah pengkajian yang dilakukan pada tingkat kesadaran, warna kulit, nadi, tekanan
darah dan kontrol perdarahan. Setelah dilakukan tindakan prioritas pada pasien yang dapat
membantu kondisi pasien menjadi normal dilanjutkan dengan Pengkajian Sekunder dengan
menggunakan :
S: Sign and symptom, tanda gejala yang dialami
A: Allergy, adakah riwayat atau tanda-tanda alergi
M: Medication, riwayat penggunaan obat atau pengobatan yang sedang dialami, P: Past
medical history, riwayat medis sebelumnya
E: Event, apa yang sedang dilakukan tadi
L : Last meal
Dalam melakukan tindakan asuhan keperawatan yang harus dilakukan adalah masalah yang
dapat mengancam pasien terlebih dahulu di kerjakan atau diprioritaskan dalam penanganan
asuhan keperawatan.

Anda mungkin juga menyukai